Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak Undang-Undang No.14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dipublikasikan, maka timbul tantangan baru bagi badan publik di Indonesia. Undang-undang tersebut merangsang masyarakat untuk menuntut ketersediaan informasi dari badan publik yang dapat diakses dan digunakan. Pada dasarnya, UU KIP ini memiliki tiga sumbu utama yaitu transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas publik. 1 Ketiga sumbu utama tersebut kemudian dijadikan indikator yang komprehensif untuk menilai implementasi UU KIP pada badan publik dalam memberikan akses informasi yang terbuka dan efisien kepada masyarakat. Salah satu syarat dalam melaksanakan UU KIP ini adalah melalui dibentuknya sebuah unit kerja dalam badan publik yang dapat digunakan sebagai “media” untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Beberapa di antaranya adalah melalui pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), pembuatan website, call center, dan lain sebagainya. Perangkat-perangkat tersebut yang nantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat dua arah dengan publiknya maupun dengan masyarakat luas. Berbicara mengenai keterbukaan informasi publik maka akan erat kaitannya dengan isu good governance. Seperti yang kita ketahui bahwa negara kita pun sedang berjuang untuk dapat menerapkan good governance dalam proses penyelenggaraan pemerintah. Namun tentu saja hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Banyak upaya yang masih harus dilakukan agar dapat menciptakan sebuah pemerintahan yang lebih baik ke depan. UU KIP menjadi salah satu bentuk nyata yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pada akhirnya, isu good governance ini kemudian terus dikembangkan dalam rangka berpartisipasi untuk mewujudkan Open Government Relationship (OGP). Upaya ini merupakan inisiatif dari delapan negara di dunia (Brasil, Indonesia, 1 Undang-Undang No.14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA: Studi Kasus pada Bank Indonesia CAll & InteRAction (BICARA) ARDWITYA TIRZA KRISANTARI Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

Jul 08, 2019

Download

Documents

buitu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak Undang-Undang No.14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi

Publik (KIP) dipublikasikan, maka timbul tantangan baru bagi badan publik di

Indonesia. Undang-undang tersebut merangsang masyarakat untuk menuntut

ketersediaan informasi dari badan publik yang dapat diakses dan digunakan. Pada

dasarnya, UU KIP ini memiliki tiga sumbu utama yaitu transparansi, partisipasi,

dan akuntabilitas publik.1 Ketiga sumbu utama tersebut kemudian dijadikan

indikator yang komprehensif untuk menilai implementasi UU KIP pada badan

publik dalam memberikan akses informasi yang terbuka dan efisien kepada

masyarakat.

Salah satu syarat dalam melaksanakan UU KIP ini adalah melalui dibentuknya

sebuah unit kerja dalam badan publik yang dapat digunakan sebagai “media”

untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Beberapa di antaranya adalah melalui

pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), pembuatan

website, call center, dan lain sebagainya. Perangkat-perangkat tersebut yang

nantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat dua arah

dengan publiknya maupun dengan masyarakat luas.

Berbicara mengenai keterbukaan informasi publik maka akan erat kaitannya

dengan isu good governance. Seperti yang kita ketahui bahwa negara kita pun

sedang berjuang untuk dapat menerapkan good governance dalam proses

penyelenggaraan pemerintah. Namun tentu saja hal ini tidak semudah yang

dibayangkan. Banyak upaya yang masih harus dilakukan agar dapat menciptakan

sebuah pemerintahan yang lebih baik ke depan. UU KIP menjadi salah satu

bentuk nyata yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Pada akhirnya, isu good governance ini kemudian terus dikembangkan dalam

rangka berpartisipasi untuk mewujudkan Open Government Relationship (OGP).

Upaya ini merupakan inisiatif dari delapan negara di dunia (Brasil, Indonesia,

1Undang-Undang No.14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

2

Meksiko, Norwegia, Filipina, Afrika Selatan, Inggris, Amerika Serikat) untuk

menciptakan pemerintahan yang lebih terbuka, transparan, dan akuntabel. Untuk

mewujudkannya dibutuhkan upaya yang berkelanjutan dan juga investasi jangka

panjang. Selain itu juga tentunya dibutuhkan kerjasama yang baik di antara

pemerintah dan masyarakat sipil.

Hal tersebut kemudian juga menjadi tantangan tersendiri bagi Bank Indonesia

sebagai bank sentral di negara ini. Bank Indonesia yang tergolong sebagai

Lembaga Negara Independen –selanjutnya akan disebut dengan LNI- menjadi

salah satu lembaga yang harus turut mengimplementasikan kebijakan UU KIP ini.

Bank Indonesia dituntut untuk mampu menyediakan informasi publik yang

memadai.2 Pemikiran tersebut muncul sebagai jawaban atas keresahan masyarakat

terkait keterbukaan informasi dari bank sentral Indonesia. Oleh karena itu timbul

sebuah gagasan untuk membuat sebuah media yang dapat menjalankan fungsi

tersebut. Pada akhirnya, Bank Indonesia memutuskan untuk membuat sebuah

contact center yang disebut dengan BICARA (Bank Indonesia Call &

Interaction).

BICARA merupakan layanan contact center yang ada di bawah kendali

Departemen Komunikasi Bank Indonesia.3 Layanan ini diresmikan pada tanggal

28 Oktober 2013. BICARA dibuat dengan tujuan mengedepankan keterbukaan

informasi publik. Melalui hal tersebut, Bank Indonesia dapat menunjukan dirinya

sebagai LNI yang peduli akan transparansi, efektivitas, dan akuntabilitas.

Contact center BICARA dibagi menjadi dua bagian yakni visitor center dan

call center. Visitor center digunakan untuk menangani layanan informasi bagi

masyarakat yang ingin bertanya dan datang langsung ke Bank Indonesia.

2Pada Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik No.14 Tahun 2008, Bab I

Pasal I diungkapkan mengenai definisi dari informasi publik, yakni informasi yang

dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang

berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara

atau penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai Undang-Undang ini, serta

informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik 3Departemen Komunikasi Bank Indonesia merupakan departemen yang

menjalankan fungsi sebagai PR atau pun humas dari Bank Indonesia itu sendiri. Sehingga

selanjutnya Departemen Komunikasi Bank Indonesia akan disebut dengan humas Bank

Indonesia dalam penelitian ini.

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

3

Sementara call center dimanfaatkan untuk menjawab pertanyaan, keluhan, dan

permohonan informasi yang disampaikan masyarakat melalui line telepon

BICARA yakni 500-131. Sampai saat ini layanan contact center BICARA masih

terus memublikasikan diri agar masyarakat aware terhadap keberadaan layanan

informasi tersebut. Melalui layanan contact center ini diharapkan dapat membantu

pencapaian reputasi bank sentral yang kredibel dan terpercaya. Selain itu, layanan

ini juga menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan efektivitas implementasi

kebijakan Bank Indonesia itu sendiri. Pada prosesnya, BICARA menjadi

instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk mengintegrasikan seluruh

layanan informasi publik, yakni sebagai single point of contact.

Saat ini, BICARA sendiri berada di bawah Departemen Komunikasi yang

dalam hal ini berperan sebagai humas Bank Indonesia. Humas menjadi bagian

yang bertanggung jawab penuh dalam upaya implementasi keterbukaan informasi

publik melalui contact center BICARA. Oleh karena itu maka peran humas dalam

hal ini menjadi menarik untuk diperbincangkan.

Melalui latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis lebih lanjut

mengenai peran humas dalam implementasi UU KIP di Bank Indonesia, terutama

pada contact center BICARA. Bagaimana peran humas dalam menjalankan proses

implementasi keterbukaan informasi melalui media tersebut? Hal inilah yang

kemudian akan menjadi persoalan inti dari penelitian ini. Peneliti berharap

penelitian ini dapat memperkaya kajian mengenai ranah kehumasan dalam upaya

implementasi keterbukaan informasi publik di dunia perbankan.

B. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam

penelitian ini adalah:

Bagaimana peran humas dalam praktik implementasi Undang-Undang No. 14

Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Contact Center Bank

Indonesia “BICARA”?

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

4

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:

1. Untuk mendeskripsikan peran humas dalam implementasi keterbukaan

informasi publik pada Bank Indonesia melalui contact center Bank Indonesia

“BICARA” (Bank Indonesia Call & Interaction).

2. Untuk menganalisis peran humas dalam implementasi keterbukaan informasi

publik pada Bank Indonesia melalui contact center Bank Indonesia “BICARA”

(Bank Indonesia Call & Interaction).

D. Manfaat Penelitian

Setelah mengetahui rumusan dan tujuan dari penelitian ini maka manfaat dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi wadah untuk memperluas

pengetahuan di bidang implementasi keterbukaan informasi publik dalam dunia

perbankan.

2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

penelitian lebih lanjut mengenai implementasi dari Undang-Undang

Keterbukaan Informasi Publik No.14 Tahun 2008.

3. Bagi badan publik, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan (input) untuk

kebijakan implementasi keterbukaan informasi publik di dalamnya.

E. Kerangka Pemikiran

1. Hubungan Masyarakat

1.1. Definisi Hubungan Masyarakat

Dalam sebuah perusahaan, fungsi hubungan masyarakat (humas) atau Public

Relation (PR) memiliki peran yang penting. Untuk mendeskripsikannya kita

dapat melihat melalui pandangan yang termuat dalam definisi “Public

Relations” oleh The Public Relations Society of America (PRSA)4:

4Lihat “PRSA’s Widely Accepted Definition”, dalam http://www.prsa.org/about

prsa/publicrelationsdefined/#.Uu3BaH--JTc. diakses pada tanggal 2 Februari 2014

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

5

“Public relations is a strategic communication process that builds

mutually beneficial relationships between organizations and their

publics.”

Pada tataran idealita, setiap perusahaan berkepentingan untuk membangun

hubungan baik dengan publik internal dan eksternalnya. Bahkan, Berger dan

Park (dalam Fortunato, 2005: 137) menyebutkan bahwa humas memiliki

kemampuan untuk memengaruhi opini, persepsi, perilaku, bahkan ideologi

pemangku kepentingan (stake holders) perusahaan. Oleh karena itu, peran

humas dalam perusahaan menjadi penting untuk mendukung pencapaian tujuan

tersebut.

Selain memiliki fungsi teknis, humas juga memiliki fungsi dalam ranah

manajemen (Cutlip, 2000: 4). Hal ini melibatkan manajemen problem atau

masalah, membantu manajemen untuk selalu mendapat informasi dan

merespon pendapat umum, mendefinisi dan menekankan tanggung jawab

manajemen dalam melayani kepentingan masyarakat. Sedangkan Grunig dan

Hunt, seperti dikutip Putra (1999: 3), lebih memfokuskan kegiatan humas

sebagai kegiatan komunikasi dengan mengemukakan pengertian humas sebagai

“the management of communication between an organization and its public”.

Jadi mereka melihat humas sebagai kegiatan pengelolaan komunikasi antara

sebuah organisasi dengan berbagai publiknya. Grunig dan Hunt tidak

menjelaskan untuk apa kegiatan komunikasi antara organisasi dan publiknya

dilakukan.

Definisi lain yang cukup tajam merumuskan fungsi dari humas adalah

definisi dari Baskin, Aronof, & Lattimore (dalam Putra, 1999: 5). Ketiga ahli

ini mendefinisikan humas sebagai berikut:

“Public relations is a management function that helps achieve

organizational objectives, define philosophy, and facilitate

organizational change. Public relations practitioners communicate with

all relevant internal and external publics to develop positive relationship

and to create consistency between organizational goals and societal

expectations. Public relations practitioners develop, execute, and

evaluate organizational programs that promote the exchange of influence

and understanding among an organization’s constituent parts and

publics.”

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

6

Dalam definisi tersebut memang menekankan fungsi humas dengan lebih

kompleks dan terperinci. Pada dasarnya, Baskin, Aronof, & Lattimore ingin

menyampaikan bahwa humas merupakan usaha untuk membangun hubungan

yang harmonis antara organisasi dengan publik-publiknya.

Selain itu, humas dalam sebuah perusahaan atau organisasi juga perlu

melihat keseimbangan keuntungan bagi semua pihak. Hal tersebut

diungkapkan dalam konteks menjalin hubungan yang baik antara perusahaan

dengan publik. Dalam melayani kepentingan berbagai macam kelompok

publik, manajemen perusahaan harus mampu memelihara keseimbangan

keuntungan informasi yang adil bagi setiap kelompok. Dengan begitu tidak ada

kelompok yang menerima keuntungan lebih besar dibandingkan yang lainnya.

Suatu perusahaan yang berhasil dalam memenuhi kepentingan publiknya

secara umum dapat dikatakan sebagai perusahaan yang berhasil menjalankan

fungsi humas dengan baik (Moore, 2004: 9).

Setelah melihat beberapa definisi yang muncul maka kita dapat melihat

betapa pentingnya keberadaan humas dalam suatu perusahaan ataupun institusi.

Salah satu unsur penting yang juga harus dimiliki oleh bagian humas adalah

sikap openness atau keterbukaan. Hal tersebut tentu saja menjadi tantangan

yang luar biasa bagi humas. Humas harus mampu memilih dan memilah secara

cerdas mengenai informasi yang hanya dapat diakses oleh perusahaan dengan

informasi yang harus dibagikan kepada publik. Untuk menjalankan hal

tersebut, dibutuhkan dukungan dan keterlibatan dari proses manajemen yang

baik di dalamnya (Lamb & Mckee, 2005: 2).

1.2. Fungsi dan Peran Hubungan Masyarakat

Di dalam setiap institusi maupun organisasi, fungsi dan peran dari humas dapat

memiliki dinamika yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menurut Canfield

(1968: 4), dapat ditentukan oleh beberapa faktor yang memengaruhi. Beberapa

di antaranya adalah jumlah, ukuran dan publik-publik penting yang terlibat;

sikap publik terhadap institusi atau organisasi; ukuran dan sumber daya

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

7

keuangan yang dimiliki; dan yang terakhir juga terkait dengan iklim politik,

sosial, dan ekonomi dimana institusi atau organisasi tersebut beroperasi.

Meskipun memiliki dinamika yang berbeda-beda, namun pada dasarnya

fungsi humas di segala macam bentuk organisasi memiliki kesamaan, yakni

terdiri dari fungsi teknis dan fungsi manajemen. Fungsi teknis terkait dengan

instrumen-instrumen yang digunakan oleh humas dalam rangka menjalin

hubungan baik dengan publiknya. Instrumen tersebut dapat berupa press

release, press conference, media relation, investor relation, pemanfaatan

media baru sebagai media perusahaan, dan lain sebagainya.

Sedangkan fungsi manajemen dari humas terkait dengan keterlibatan

humas dalam mengelola hubungan, baik di internal perusahaan maupun dengan

pihak eksternal. Hal itu terkait dengan manajemen konflik ataupun manajemen

krisis dalam perusahaan, kemudian juga merujuk pada tanggung jawab

manajemen dalam melayani kepentingan masyarakat, seperti pada pembuatan

program Corporate Social Responsibility (CSR).

Sementara itu, Cutlip dan Center (2000: 6) mengelompokkan fungsi dari

humas ke dalam tiga kategori:

a. To facilitate and ensure an inflow of representative opinions from the

organization’s constituent publics so that policies an operations maybe in

tune with the needs and views of these publics.

b. To councel senior officials on ways and means of maintaining or

reshaping operations or communications policies to gain maximum public

acceptance.

c. To devise and carry out programs that will gain wide and favorable

interpretation of the organization’s policies and operations.

Salah satu hal yang menarik dan relevan dari ketiga fungsi di atas terletak pada

poin kedua. Dikatakan bahwa humas juga memiliki fungsi serta peran dalam

melaksanakan serta mempertahankan suatu kebijakan komunikasi yang ada

dalam perusahaan atau institusi. Selanjutnya humas juga dituntut untuk dapat

mengaplikasikannya dengan tepat sehingga tercipta public acceptance.

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

8

Public acceptance adalah proses penerimaan publik terhadap suatu

kebijakan –dalam hal ini adalah kebijakan komunikasi- yang diterbitkan oleh

suatu perusahaan atau institusi. Hal tersebut menjadi indikator yang sangat

penting apakah humas berhasil menjadi bridge yang baik antara perusahaan

dengan masyarakat, apakah masyarakat memahami kebijakan tersebut, apakah

masyarakat mau menjalankan kebijakan tersebut, sampai kepada sejauh mana

pengaruh kebijakan tersebut pada masayarakat. Ketika public acceptance

sudah berada pada level yang cukup tinggi maka dapat dikatakan bahwa humas

telah mampu menjalankan salah satu fungsinya dengan baik. Maka dari itu

menciptakan public acceptance selalu menjadi tantangan tersendiri bagi

seorang humas

Sedangkan Public Relations Society of America (PRSA) menggambarkan

fungsi humas sebagai berikut: Programming, Relationship, Writing and

Editing, Information, Production, Special Event, Speaking, Research and

Evaluating (Putra, 2008: 10). Putra juga menegaskan bahwa seorang humas

harus memiliki kemampuan teknis sekaligus manajerial yang baik agar peran-

peran yang disebutkan di atas dapat dijalankan dengan maksimal.

Melalui paparan fungsi yang diungkapkan oleh Putra sebelumnya kita juga

dapat melihat bahwa fungsi humas dalam sebuah perusahaan sangatlah penting

dan bersifat menyeluruh. Humas tidak saja berfungsi sebagai sumber informasi

dari sebuah perusahaan namun lebih daripada itu. Humas harus menjadi sebuah

bagian yang mau terus menggali kebutuhan perusahaan sekaligus masyarakat

agar dapat tercipta sinkronisasi di antara keduanya. Tentu saja hal tersebut

bermuara pada terjalinnya hubungan yang harmonis di antara perusahaan dan

juga masyarakat.

Berbicara mengenai fungsi maka kita juga tidak akan lepas dari

perbincangan mengenai peran. Seorang humas yang baik perlu memiliki

beberapa keahlian dan kelihaian dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Layaknya fungsi dari humas, maka peran humas pun pada dasarnya juga

terbagi atas dua bagian yakni peran secara teknis dan peran manajerial.

Seorang humas idealnya memiliki dua hal yang paling dibutuhkan, yakni

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

9

managerial skill dan technical management. Kedua hal tersebut menjadi modal

utama untuk memeroleh kinerja yang maksimal dari seorang humas.

Peran humas dalam hal manajemen dan teknis juga diperkuat oleh teori

yang dikemukakan oleh Dozier & Broom (1995). Seiring dengan hal tersebut

penegasan peran humas juga diungkapkan oleh Ekachai (1995: 325) dalam

tulisannya yang berjudul “Applying Broom’s Scale to Thai Public Relations

Practitioner”. Berikut merupakan konsep peran humas yang dipaparkan oleh

Dozier & Broom:

a. The Expert Prescribers adalah sebutan bagi praktisi public relations yang

menjalankan peran sebagai penanggung jawab perencana program, ia

mendiagnosa masalah dan mengajukan solusi atas masalah-masalah

tersebut.

b. The Communication Facilitators adalah sebutan bagi praktisi public

relations yang menjalankan peran sebagai mediator informasi antara

perusahaan dengan publiknya. Fungsi utama yang mereka jalankan adalah

memfasilitasi pertukaran informasi sehingga pihak-pihak yang terlibat

memiliki keseimbangan informasi.

c. The Problem-Solving Process Facilitators adalah sebutan bagi praktisi

public relations yang menjalankan peran sebagai pembantu organisasi

dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah melalui

proses penyelesaian yang sistematis.

d. The Communication Technicians adalah sebutan bagi praktisi public

relations yang menjalankan perannya dengan kemampuan komunikasi

yang mereka miliki untuk menjalankan program-program public relations.

Untuk peran yang pertama sampai dengan yang ketiga kita dapat melihat

bahwa peran-peran tersebut tergolong dalam peran manajemen (managerial

skill). Sedangkan peran yang terakhir merupakan peran yanng cenderung

membutuhkan kemampuan teknis (technical management).

Dalam pengklasifikasiannya, Ekachai ingin menunjukkan bahwa humas

terlibat dalam sebuah proses yang cukup kompleks dalam dinamika suatu

perusahaan. Mulai dari proses mendiagnosa permasalah atau krisis, kemudian

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

10

menjadi mediator untuk mencapai information balance di antara perusahaan

dan masyarakat, sampai kepada perannya sebagai problem solver. Tugas

tersebut tentu saja tidak dapat diremehkan mengingat kestabilan suatu

perusahaan ketika menghadapi suatu krisis merupakan tantangan yang paling

besar.

2. Implementasi Kebijakan di Lembaga Negara Independen

2.1. Implementasi Kebijakan

Berbicara mengenai implementasi, tidak sekedar menyinggung mengenai

penerapan sesuatu saja namun juga melihat pada dampak atau pun efek yang

terjadi setelahnya. Oleh karenanya ketika kita berbicara mengenai

implementasi tentu saja kita juga akan melihat mengenai bagaimana penerapan

kebijakan tersebut dilaksanakan dan apakah ada efek-efek tertentu yang

muncul kemudian.

Dalam penelitian ini kita akan melihat secara mendalam mengenai

implementasi kebijakan publik. Kebijakan publik merupakan sebuah instrumen

yang digunakan untuk mengatur beberapa ketentuan terkait dengan

penyelenggaraan pemerintahan dan hubungannya dengan masyarakat atau pun

publik. Dye (1987: 105) merumuskan kebijakan publik sebagai “pilihan

pemerintah untuk bertindak atau tidak bertindak”. Sehingga ketidakjelasan

kebijakan publik hanya akan mengakibatkan kebanyakan orang mengambil

asumsinya sendiri-sendiri. Oleh karena itu sebuah kebijakan publik harus

dibuat atas dasar yang kuat, dirumuskan dengan formula yang tepat, dan

diimplementasikan dengan segala instrumen yang tepat pula.

Untuk menelaah lebih lanjut mengenai proses implementasi kebijakan

publik maka kita tentu harus melihat terlebih dahulu beberapa model

implementasi kebijakan yang dapat dijadikan landasan atau pun pola berpikir.

Berikut merupakan beberapa model implementasi kebijakan yang nantinya

akan dielaborasi guna melihat fenomena yang muncul dewasa ini:

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

11

a. Model George C. Edwards III

Dalam teori implementasi kebijakan yang diungkapkan oleh Edwards (1980:

10), ada empat faktor penting yang yang dapat mendukung implementasi dari

suatu kebijakan:

1) Komunikasi (Communication)

Pada sebuah proses komunikasi dalam implementasi kebijakan terdapat

beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, yakni transmisi,

konsistensi, dan kejelasan (clarity). Implementor harus paham betul

mengenai tujuan dan sasaran kebijakan sehingga tidak terjadi distorsi

implementasi. Dengan begitu nantinya akan menciptakan sebuah proses

komunikasi yang baik dan efektif. Dalam proses ini kita juga dapat

melihat apa saja media komunikasi yang digunakan, jenis permohonan

informasi, dan juga bagaimana proses komunikasi yang terjalin di

dalamnya.

2) Sumber Daya (Resourches)

Dalam pelaksaan implementasi kebijakan publik tentu saja dibutuhkan

sumber-sumber yang terpercaya dan dapat diandalkan. Hal tersebut

terkait dengan staf-staf yang ahli, fasilitas, dokumen, serta sumber daya

finansial yang dapat menunjang pelaksanaan implementasi tersebut.

3) Disposisi atau Tingkah Laku (Dispotition or Attitudes)

Kecenderungan tingkah laku dari para pelaksana memiliki konsekuensi-

konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Apabila

para pelaksana memiliki watak serta menunjukkan perilaku yang positif

dan baik, yang dalam hal ini berarti memberikan dukungan maka

pelaksanaan atau implementasi kebijakan pun diharapkan dapat

terlaksana sesuai dengan harapan awal dari para pembuat kebijakan.

4) Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)

Struktur dan peran birokrasi, baik pemerintah maupun swasta, akan

memberikan efek yang signifikan bagi pelaksanaan suatu kebijakan.

Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

12

Standard Operating Procedures atau SOP. SOP inilah yang menjadi

pedoman bagi implementor untuk melaksanakan tugasnya.

Untuk menggambarkan secara lebih jelas mengenai keterkaitan antara

faktor-faktor yang disebutkan oleh Edwards tersebut, maka dapat dilihat

melalui skema di bawah ini:

Skema 1.1. Teori Implementasi Kebijakan George C. Edwards III

b. Model Donald Van Meter dan Carel Van Horn

Menurut Van Meter dan Van Horn terdapat enam variabel yang dapat

memengaruhi kinerja implementasi kebijakan, yakni:

1) Standar dan sasaran kebijakan

2) Sumber Daya

3) Komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas

4) Karakteristik agen pelaksana

5) Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

6) Sikap para pelaksana

c. Model Merilee S. Grindle

Teori implementasi kebijakan dari Grindle menekankan tentang sebuah

proses politik dan administrasi (Wibawa, 1994: 127). Ia berpendapat bahwa

suatu implementasi sangat ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks

implementasinya. Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa sebuah

implementasi dapat berjalan dengan baik apabila tujuan dan sasaran jelas dan

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

13

rinci, sudah terdapat rancangan program aksi, serta dana tersedia untuk

pengimplementasiannya.

Sementara itu dalam suatu kebijakan, Grindle juga mengungkapkan

beberapa hal pokok yang terkait, seperti berikut:

1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan

2) Jenis manfaat yang akan dihasilkan

3) Derajat perubahan yang diinginkan

4) Kedudukan pembuat kebijakan

5) Pelaksana program

6) Sumber Daya yang dikerahkan

Setelah melihat dari beberapa teori implementasi kebijakan yang telah

dipaparkan sebelumnya, maka terlihat bahwa masing-masing teori memiliki

penekanan yang berbeda-beda. Dalam teorinya, Van Horn menekankan bahwa

kebijakan publik merupakan suatu proses politik. Sementara Edward

cenderung mengatakan bahwa kebijakan publik merupakan proses demokratis.

Sedangkan Grindle memilih jalan tengah, Ia berpendapat bahwa kebijakan

publik adalah perpaduan antara proses politik dan juga proses demokratis.

Pemahaman akan teori-teori implementasi kebijakan tersebut tentu akan

berujung pada penggunaan salah satu teori yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Melihat keadaan dimana Undang-Undang Keterbukaan

Informasi Publik (UU KIP) sendiri dibuat dalam rangka menciptakan

keterbukaan pemerintah terhadap masyarakat, maka teori dari George C.

Edwards III dianggap paling kontekstual untuk digunakan. Edwards yang

berpendapat bahwa suatu kebijakan politik merupakan sebuah proses

demokratis tentu memiliki landasan yang sama akan tujuan awal dibentuknya

UU KIP itu sendiri.

Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa ada indikator-indikator

tertentu yang dapat digunakan ketika kita ingin melihat sebuah implementasi

kebijakan. Edwards (1980) sendiri menyebutkan bahwa indikator-indikator

pelaksanaan implementasi kebijakan dapat dilihat melalui empat hal yakni:

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

14

communication, resources, dispotition or attitudes, bureaucratic sructure.

Indikator-indikator tersebut kemudian akan digunakan untuk melandasi pola

berpikir dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian. Namun

begitu, untuk poin disposisi/attitude tidak akan dijadikan indikator dalam

penelitian ini karena dirasa sulit dalam menentukan tolok ukur yang tepat.

2.2. Lembaga Negara Independen

Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1945, isu transparansi dan keterbukaan informasi publik

mulai bermunculan. Hal tersebut mendorong masyarakat untuk mengambil

peran lebih besar dalam merumuskan berbagai kebijakan negara maupun

kebijakan publik dan berperan dalam menentukan arah pemerintahan yang

lebih baik.

Dalam perkembangannya, maka dilakukan pemetaan kembali terkait

kewenangan pemerintah melalui proses menemukan kembali tugas-tugas yang

lebih tepat dan efektif untuk dilakukan oleh pemerintah atau pun pihak swasta

dan masyarakat. Pada implikasinya, hal ini kemudian memunculkan suatu

bentuk kelembagaan independen yang disebut dengan State Auxiliary

Institution.

State Auxiliary Institution atau yang biasa disebut dengan Lembaga

Negara Independen (LNI) adalah lembaga negara yang dibentuk di luar

konstitusi dan merupakan lembaga yang membantu dan menunjang

pelaksanaan tugas lembaga negara pokok (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).

Status independen yang dimiliki lembaga-lembaga ini hanya dalam hal

menjalankan tugas dan fungsi amanah dari undang-undang, sehingga

independensi yang dimiliki tidak bersifat absolut.

Lembaga Negara Independen (LNI) pada umumnya muncul disebabkan

oleh beberapa faktor terkait. Insani (2005: 2) menyebutkan setidaknya ada dua

faktor utama pendorong munculnya LNI yakni sebagai berikut: Pertama,

perkembangan kewenangan bidang pemerintahan tertentu yang

diselenggarakan oleh organisasi pemerintahan yang semakin kompleks

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

15

sehingga tidak dimungkinkan lagi dikelola secara reguler dalam organisasi

yang bersangkutan. Kedua, tuntutan penyelenggaraan kepemerintahan yang

baik (good governance) yang mensyaratkan peran serta aktif swasta dan

masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dari sejak proses

perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan.

Nurtjahjo (2006) menyebutkan bahwa salah satu alasan yang

melatarbelakangi munculnya lembaga independen adalah alasan sosiologis.

Hal ini terkait dengan perkembangan kegiatan negara (moderen) yang makin

kompleks sehingga membutuhkan semakin banyak lembaga atau alat

perlengkapan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas dan fungsi negara.

Selain itu, diperlukan independensi dan juga profesionalitas dalam

pelaksanaannya. Oleh karena itulah kehadiran LNI menjadi salah satu jalan

keluar yang diharapkan dapat membantu kinerja pemerintah.

Untuk membedakannya dengan lembaga-lembaga negara lain, ada

beberapa hal yang menjadi ciri-ciri dari LNI. Beberapa di antaranya adalah:

kepemimpinan yang bersifat kolegial, kepemimpinan tidak berasal dari partai

politik tertentu, dan masa jabatan pemimpin komisi tidak habis secara

bergantian, memiliki kemampuan atau otoritas atau kewenangan dalam

kaitannya dengan persoalan kebijakan negara.

Pada prosesnya, LNI memiliki peran dan juga fungsi yang cukup penting

dalam suatu negara. Insani menyebutkan setidaknya ada dua fungsi utama yang

menjadi tanggung jawab dari LNI. Pertama, LNI berfungsi untuk

mengakomodasi tuntutan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara dalam proses penyelenggaraan negara yang didasarkan pada

paradigma good governance. Dimana dalam upaya good governance

mensyarakatkan adanya interaksi yang proporsional antara ketiga aktor

pemerintahan, yakni: pemerintah (government), sektor swasta (private sector),

dan masyarakat (society).

Sementara itu fungsi yang kedua terkait dengan penyelenggaraan

pemerintahan yang lebih efektif dan efisien. Melalui adanya LNI, akan

membantu menguatkan dan mengefektifkan beberapa fungsi kinerja

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

16

pemerintah yang sebelumnya belum dapat bekerja secara maksimal. Oleh

sebab itu, LNI yang muncul tersebut tidak selalu merupakan lembaga baru,

namun dapat juga merupakan pemberian empowering atau penguatan terhadap

lembaga yang sudah ada sebelumnya.

Melalui uraian di atas kita dapat menyimpulkan beberapa hal terkait

dengan kemunculan LNI dan urgensinya di tengah kehidupan berbangsa dan

bernegara. LNI menjadi angin segar di tengah riuhnya dinamika kinerja

pemerintah. Melalui LNI ini tentu saja diharapkan dapat memacu

penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang lebih ekfektif, efisien, adil,

dan juga akuntabel. Selain itu LNI dapat menjadi wadah nyata sebagai salah

satu bentuk interaksi yang proporsional di antara tiga pilar good governance

dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.

2.3. Implementasi Kebijakan di Lembaga Negara Independen

Setelah mengetahui teori apa yang akan digunakan maka kita akan melihat

bagaimana proses penyusunan kebijakan dan pengimplementasian kebijakan

tersebut di Lembaga Negara Independen. Bromley (1989) menyebutkan

terdapat tiga level hierarki penyusunan kebijakan, yakni: policy level,

organizational level, dan operational level.

Pada tahapan policy level, akan menekankan mengenai peran lembaga

legislatif untuk merepresentasikan kebijakan negara yang demokratis. Dalam

hal ini, legislatif lah yang akan menentukan arah dari garis-garis besar sebuah

kebijakan. Diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat yang kemudian

dirapatkan, dimusyawarahkan, dan dicari formulasi yang tepat untuk

merumuskannya menjadi sebuah kebijakan yang representatif dan efektif.

Selanjutnya, yang akan berperan untuk menerapkannya dalam bentuk

peraturan-peraturan yang mendukung terselenggaranya kebijakan tersebut

adalah pihak eksekutif.

Setelah pihak legislatif selesai merumuskan formula kebijakan yang tepat

bagi kebutuhan masyarakat, maka tahapan selanjutnya adalah tahapan

organizational level. Di level ini maka kebijakan yang sudah diformulasikan

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

17

tersebut akan berpindah kewenangan pada pihak eksekutif. Pihak eksekutif

akan berperan dalam pembuatan kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang

ditentukan sebelumnya pada tahapan policy level. Di tahapan ini juga eksekutif

akan mulai memilih, membuat, ataupun mengembangkan organisasi-organisasi

yang nantinya akan berfungsi sebagai penyelenggara kebijakan yang dibuat

tersebut.

Penentuan organisasi atau pun bentuk unit operasional yang akan dipilih

pada level selanjutnya menjadi langkah yang penting di sini. Pihak eksekutif

harus jeli melihat kebutuhan masyarakat dan menentukan organisasi atau pun

unit operasional yang cocok untuk mengimplementasikan kebijakan yang

nantinya akan dibuat. Hal tersebut nantinya akan berkaitan dengan efektivitas

dan efisiensi dari proses implementasi kebijakan tersebut.

Tahapan paling akhir dalam proses implementasi sebuah kebijakan adalah

tahapan operational level. Pada level inilah akan muncul unit-unit operasional

yang siap melaksanakan kebijakan tersebut secara riil. Operational level ini

juga merupakan perwujudan secara teknis dari kebijakan yang dibuat di level

sebelumnya. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan dan

pencapaian tujuan dari kebijakan itu sendiri.

Pada tahapan operational level akan sangat berkaitan dengan respon dari

masyarakat. Karena pada level ini merupakan level penerapan kebijakan maka

nantinya respon atau reaksi kolektif dari berbagai kalangan akan muncul pada

tahapan ini sehingga dapat memunculkan outcome tertentu. Tanggapan dari

masyarakat pun tentu menjadi outcome yang diharapkan untuk muncul pada

level ini sehingga dapat menjadi tolok ukur dari formula dan penerapan

kebijakan itu sendiri. Baik atau buruknya outcomes harus selalu dipantau agar

dapat menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan yang lebih baik bagi

masyarakat.

Unit-unit yang terbentuk pada tahapan operational level di LNI dapat

terdiri dari beberapa macam jenis. Beberapa di antaranya adalah melalui

dibentuknya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dan unit-

unit khusus dalam LNI itu sendiri. Selain itu unit operasional yang digunakan

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

18

dalam pengimplementasian kebijakan publik ini juga dapat berupa call center,

website, pemanfaatan sosial media, dan lain sebagainya.

Namun begitu, dalam proses implementasi kebijakan di Lembaga Negara

Independen ini tentunya juga memiliki beberapa faktor penghambat. Sunggono

(1994: 151) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor penghambat yang

dapat menghalangi proses implementasi kebijakan. Beberapa di antaranya

adalah sebagai berikut:

a. Isi Kebijakan

b. Informasi

c. Dukungan

d. Pembagian Potensi

Seperti hal lainnya, implementasi kebijakan tentu juga memiliki titik lemah

dimana dapat berubah menjadi penghambat dalam prosesnya. Namun hal yang

harus diperhatikan adalah bahwa dibutuhkan kerja yang luar biasa untuk

menghasilkan sebuah kebijakan yang representatif dengan kebutuhan

masyarakat, dan juga dibutuhkan formula yang tepat untuk menerapkannya.

Hal-hal yang berpotensi menjadi penghambat harus senantiasa dihindari agar

tidak mengganggu proses implementasinya kepada masyarakat.

Pada akhirnya, proses implementasi kebijakan di LNI memerlukan

keseriusan baik dari pihak eksekutif, legislatif, sampai pada unit

operasionalnya. Mulai dari proses penjaringan aspirasi masyarakat, pembuatan

kebijakan, hingga proses implementasi kebijakan itu sendiri. Karena walau

bagaimana pun proses implementasi kebijakan merupakan sebuah proses yang

terus berjalan tanpa akhir. Pembuatan kebijakan tidak berakhir setelah

kebijakan ditentukan atau disetujui. Seperti yang diungkapkan oleh Anderson

(dalam Parsons, 2001: 464), “Kebijakan dibuat saat ia sedang diatur dan diatur

saat dia sedang dibuat”. Untuk melihat hasilnya, sebuah kebijakan harus terus

diimplementasikan dengan baik dan terus dikembangkan agar dapat

memberikan dampak yang signifikan bagi sebuah negara.

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

19

3. Keterbukaan Informasi Publik

Informasi menjadi hal yang sangat penting untuk menjadi perbincangan di

tengah kehidupan berdemokrasi suatu negara. Seperti yang kita tahu bahwa

dalam sebuah negara yang memiliki asas demokrasi, maka kebebasan dalam

berpendapat sekaligus memeroleh informasi dengan mudah menjadi salah satu

hak yang layak diperjuangkan. Hal ini mendorong adanya tuntutan keterbukaan

informasi yang terus muncul di masyarakat.

Pada hakikatnya, hak untuk memeroleh informasi adalah hak yang dimiliki

setiap masyarakat di Indonesia. Seperti dikutip dari Pasal 28 F UUD 45 yang

menegaskan sebagai berikut:

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak

untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.”

Melalui pasal tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia memiliki

hak yang sama dalam hal memeroleh informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut

kemudian mendorong pemerintah untuk menyusun peraturan perundangan yang

mengatur informasi yang dapat diakses oleh publik atau masyarakat.

Upaya mendorong lahirnya suatu Undang-Undang yang dapat mengatur

mengenai kebebasan memeroleh informasi publik ini pun terus dilakukan

masyarakat sejak bertahun-tahun lalu. Sampai pada akhirnya hal tersebut pun

membuahkan hasil yang signifikan. Pada tanggal 30 April 2008, Undang-

Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pun

disahkan oleh Presiden, dan mulai berlaku dua tahun setelahnya. Hal ini tentu

saja menunjukkan kepada kita bahwa saat ini pemerintah mulai serius untuk

“membuka dirinya” terhadap masyarakat.

Di dalam UU KIP ini terdapat beberapa peraturan pokok terkait dengan

substansi yang ada di dalamnya:

a. Setiap badan publik wajib menjamin keterbukaan informasi publik

b. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh publik

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

20

c. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas, dan tidak

mutlak/tidak permanen

d. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu,

biaya ringan, dan cara sederhana

e. Informasi publik bersifat proaktif

f. Informasi publik harus bersifat utuh, akurat, dan dapat dipercaya

g. Penyelesaian sengketa secara cepat, murah, kompeten, dan independen

h. Ancaman pidana bagi penghambat informasi

Berdasarkan UU KIP, informasi publik dapat diartikan sebagai informasi yang

dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan

Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara

dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai

dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan

kepentingan publik.

Seperti sudah tercantum dalam peraturan pokok pada UU KIP, ada empat

prinsip utama yang perlu diperhatikan, yakni cepat, tepat waktu, biaya ringan,

dan cara sederhana. Dalam implementasi keterbukaan informasi publik, empat

prinsip ini harus dijunjung tinggi demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Oleh

karena itu siapa pun pihak yang ingin berupaya mengimplementasikan UU KIP,

harus paham betul akan keempat prinsip tersebut.

a. Cepat

Salah satu prinsip yang harus dilaksanakan dalam implementasi

keterbukaan publik adalah kecepatan menjawab. Dalam hal ini pihak

terkait harus memiliki respon yang cepat melalui sistem yang digunakan.

Dengan begitu pemohon informasi dapat segera mendapatkan jawaban

dalam waktu yang sudah ditetapkan. Pada kasus call center hal tersebut

juga terkait dengan munculnya abandoned calls. Hal ini tentu saja perlu

dihindari dalam upaya mewujudkan pelayanan yang prima bagi

masyarakat.

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

21

b. Tepat Waktu

Ketepatan waktu menjawab juga menjadi prinsip pokok yang ditekankan

oleh UU KIP. Seperti yang sudah tercantum dalam Undang-Undang bahwa

batas waktu yang ditetapkan adalah 10 hari + 7 hari. Ketika permohonan

informasi tidak dijawab dalam batas waktu tersebut maka pemohon

memiliki hak untuk mengajukan gugatan pada Komisi Informasi. Hal

tersebut tentu dapat berpengaruh terhadap kredibilitas suatu lembaga.

c. Biaya Ringan

Konsep pelayanan informasi publik berpegang pula pada prinsip biaya

yang ringan. Masyarakat berhak mendapatkan informasi tanpa harus

mengeluarkan biaya yang tinggi. Melalui konsep tersebut diharapkan ada

respon yang tinggi dari masyarakat terhadap layanan-layanan informasi

yang ada di lembaga publik. Oleh karena itu lembaga publik harus

memberlakukan ketentuan dimana proses layanan informasi publik dapat

dilaksanakan dengan biaya yang ringan dan tidak memberatkan

masyarakat.

d. Cara Sederhana

Hal lain yang sering menjadi hambatan bagi masyarakat adalah proses

permohonan informasi yang rumit. Oleh karena itu UU KIP mengatur

prinsip pokok bahwasanya proses tersebut harus melalui proses yang

sederhana. Tidak perlu terlalu rumit agar masyarakat tidak bingung dan

kemudian enggan bertanya. Maka lembaga-lembaga publik yang ingin ikut

mengimplementasikan keterbukaan informasi publik juga harus jeli

memilih cara dan proses yang terbaik dan tidak membingungkan.

Sementara itu Assegaf dan Khatarina (2005) menjelaskan bahwa suatu

informasi dapat dikatakan sebagai informasi publik apabila informasi yang

dikelola oleh negara -selain informasi mengenai pribadi seseorang atau badan

hukum privat- bukanlah milik negara, namun milik masyarakat. Oleh karena itu

diperlukan sistem klasifikasi yang tepat untuk memilih dan memilah informasi

yang hanya dapat diakses oleh negara dan informasi yang dapat diakses oleh

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

22

masyarakat umum. Berikut merupakan klasifikasi jenis informasi publik

berdasarkan UU KIP:

Bagan 1.1. Klasifikasi Jenis Informasi Publik

Mengimplementasikan keterbukaan informasi publik tentu tidak berarti

membuka semua informasi yang ada di organisasi atau perusahaan kepada

publik. Seperti bagan yang sudah dicantumkan sebelumnya, bahwa ada beberapa

klasifikasi jenis informasi publik yang tidak wajib diberikan, seperti rahasia

negara, rahasia pribadi, rahasia bisnis dan rahasia jabatan.

Terciptanya keterbukaan dalam memeroleh informasi publik juga

memberikan dampak yang positif bagi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan

hukum. Hal tersebut terkait dengan proses penyelenggaraan pemerintah yang

saat ini sedang berlangsung. Jika pemerintah ingin memiliki “hubungan” yang

baik, transparan, dan lebih dekat dengan masyarakatnya, maka ini merupakan

salah satu jalan keluar terbaik yang harus dilakukan.

Selain itu, keterbukaan akses informasi bagi publik di sisi lain juga dapat

menjadi salah satu alat penunjang kontrol masyarakat atas kinerja pemerintah

Informasi Publik

Informasi yang wajib disediakan

& diumumkan

Berkala

Serta Merta

Setiap Saat

Informasi yang dikecualikan

Rahasia Negara

Persaingan Usaha Tidak Sehat

Rahasia Pribadi

Rahasia Jabatan

Informasi atas dasar permintaan

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

23

atau pun unit-unit kerjanya. Apabila hal tersebut dapat diimplementasikan

dengan baik, akan terjalin hubungan yang lebih baik di antara pemerintah,

swasta, dan masyarakat. Ini tentu saja akan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap baik atau buruknya proses penyelenggaraan suatu negara.

Pada akhirnya, keterbukaan informasi publik akan sangat terkait dengan

upaya pemerintah untuk menciptakan good governance. United Nations

Development Programme (1997) mengungkapkan bahwa beberapa prinsip yang

harus terkandung dalam good governance meliputi: transparansi, partisipasi, dan

akuntabilitas. Ketiga hal tersebut nantinya dapat dijadikan indikator untuk

melihat apakah instrumen implementasi kebijakan UU KIP ini sudah berhasil

melangkahkan kaki demi mencapai good governance dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan.

Masih terkait dengan upaya pencapaian good governance, Tjokroamidjojo

(2000: 34) juga mengungkapkan bahwa hal tersebut merupakan salah satu upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terciptanya good governance melalui

keterbukaan informasi juga diharapkan dapat menjadi salah satu instrumen

pencapaian good governance di Indonesia dan pada akhirnya dapat turut

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalamnya.

F. Kerangka Konsep

Berdasarakan kerangka pemikiran yang sudah dipaparkan di atas maka kita dapat

melihat bahwa implementasi suatu kebijakan merupakan sebuah proses yang

sangat dinamis dan kompleks. Banyak variabel dan konsep di dalamnya yang

akan sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu di dalam

penelitian ini tidak akan digunakan variabel tunggal namun akan mengaitkan satu

variabel yang bersangkutan dengan variabel yang lainnya. Tentu saja variabel-

variabel yang akan digunakan akan dipilih secara selektif dan sesuai kebutuhan

dalam upaya menjawab pertanyaan penelitian.

Dapat kita lihat bahwa konsep awal yang muncul dalam penelitian ini adalah

terkait dengan peran humas dalam sebuah lembaga atau organisasi. Untuk

melakukan perannya dengan baik, seorang humas harus memiliki technical

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

24

management dan managerial skill. Hal tersebut terkait dengan peran humas yang

tidak hanya berkutat dalam kemampuan teknis namun juga kemampuan

manajerial. Karena walau bagaimana pun humas juga bertugas untuk menjadi

mediator sekaligus problem solver pada masalah ataupun krisis yang terjadi pada

organisasi tersebut.

Sedangkan model implementasi kebijakan yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah model implementasi kebijakan yang diungkapkan oleh

Edwards III. Seperti yang telah dijelaskan dalam bahasan sebelumnya bahwa

model ini terdiri dari empat variabel yang digunakan untuk melihat berjalannya

implementasi sebuah kebijakan. Empat hal tersebut adalah komunikasi, sumber

daya, disposisi/tingkah laku, dan struktur birokrasi. Keempatnya akan dilihat

untuk kemudian dijadikan indikator dalam penilaian pelaksaanaan implementasi

kebijakan dalam objek yang akan diteliti –dalam konteks penelitian ini adalah

Lembaga Negara Independen-.

Sementara itu dalam penelitian ini juga akan mendasarkan proses analisisnya

pada prinsip dasar dari UU KIP itu sendiri. Beberapa prinsip dasar implementasi

UU KIP adalah dapat diperoleh dalam waktu yang cepat, tepat waktu, berbiaya

ringan, dan dengan cara yang sederhana Apabila variabel-variabel tersebut sudah

dikaitkan maka nantinya ketiga indikator tersebut juga dapat digunakan untuk

melihat apakah dalam Lembaga Negara Independen tersebut telah menerapkan

pula sistem good governance yang dicanangkan pemerintah.

Berdasarkan konsep-konsep yang sudah dijelaskan sebelumnya maka

disusunlah sebuah desain penelitian yang akan membantu pola berpikir dalam

pelaksanaan penelitian ini. Desain penelitian itu dapat digambarkan sebagai

berikut:

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

25

Skema 1.2. Konsep Penelitian

Untuk lebih memahami mengenai konsep penelitian yang tertera di atas maka

kita perlu tahu indikator-indikator yang terkandung di dalamnya pula. Berikut

akan disertakan indikator untuk setiap variabel yang muncul dalam bagan

tersebut:

VARIABEL INDIKATOR RUANG LINGKUP

ANALISIS

Komunikasi - Media komunikasi

yang digunakan

- Jenis informasi yang

diberikan

Komunikasi antara

BICARA sebagai

representasi BI dan

masyarakat umum

PERAN HUMAS:

- Manajemen - Teknis

MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN EDWARDS III:

- Komunikasi - Sumber Daya - Struktur Birokrasi

PRINSIP-PRINSIP UU KIP:

- Cepat - Tepat Waktu - Biaya Ringan - Cara Sederhana

IMPLEMENTASI UU KIP DI BANK INDONESIA

GOOD GOVERNANCE

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

26

- Jenis permintaan

informasi terbanyak

(isu dominan)

- Pencapaian sasaran

bisnis BICARA

Sumber Daya - Sumber Daya Manusia

yang cukup dan

kompeten

- Ketersediaan fasilitas

yang memadai

- Sumber dana yang

mencukupi

Identifikasi ketersediaan

dan kompetensi SDM

serta fasilitas yang ada

pada

BICARA. Anggaran

dan sarana prasarana

yang

mendukung

implementasi

UU KIP.

Struktur Birokrasi - Ada struktur birokrasi

yang jelas dalam

pelaksanaan fungsi

dan peran BICARA

- Ada SOP yang jelas

terhadap proses

implementasi

kebijakan UU KIP di

BICARA

Koordinasi antara

BICARA dengan

departemen-departemen

di Bank Indonesia,

petunjuk

pelaksana/teknis

pelayanan informasi

publik (SOP) di dalam

BICARA

Cepat - Ada respon yang cepat

oleh BICARA terkait

dengan permohonan

informasi dari publik

Sistem informasi dan

komunikasi di antara

BICARA dan publik

Tepat Waktu - Mampu menjawab

permohonan informasi

Sistem informasi dan

komunikasi di antara

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

27

yang diajukan oleh

publik dalam batas

waktu yang ditentukan

BICARA dan publik

Biaya Ringan - Biaya yang terjangkau

untuk proses

permohonan informasi

oleh publik kepada

BICARA

Sistem informasi dan

komunikasi di antara

BICARA dan publik

Cara Sederhana - Proses yang sederhana

dan tidak rumit dalam

upaya permohonan

informasi oleh publik

ke BICARA

Sistem informasi dan

komunikasi di antara

BICARA dan publik

Tabel 1.1. Indikator Penelitian

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini akan meneliti secara mendalam mengenai peran humas dalam

implementasi keterbukaan informasi publik di Bank Indonesia melalui aktivitas

layanan komunikasi pelanggan di contact center Bank Indonesia “BICARA”

(Bank Indonesia Call & Interaction). Selain itu penelitian ini ingin menjawab

pertanyaan “bagaimana” terkait dengan obyek yang akan dikaji. Oleh karenanya

jenis penelitian yang dinilai tepat untuk digunakan adalah jenis penelitian

eksplanatori dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian eksplanatori adalah jenis penelitian yang memiliki kemampuan

untuk meneliti secara lebih rinci mengenai proses terjadinya sebuah fenomena

dan alasan-alasan di balik terjadinya fenomena tersebut. Karena penelitian ini

bertujuan untuk mencari tahu mengenai implementasi keterbukaan informasi

publik di Bank Indonesia melalui layanan contact center-nya, maka jenis

penelitian ini dirasa tepat untuk digunakan.

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

28

2. Metode Penelitian

Seperti yang sudah dituliskan sebelumnya bahwa penelitian ini akan fokus untuk

menjawab pertanyaan “bagaimana” terhadap obyek yang sudah ditetapkan

peneliti. Obyek yang akan menjadi fokus penelitian tersebut adalah aktivitas

layanan komunikasi publik melalui contact center Bank Indonesia “BICARA”

(Bank Indonesia Call & Interaction). Yin (2009: 13) berpendapat bahwa untuk

meneliti obyek yang kontekstual, relevan, dan kontemporer, maka studi kasus

dirasa menjadi metode penelitian yang tepat untuk digunakan dalam penelitian

ini.

Sedangkan Creswell (2007: 73) menyebutkan bahwa studi kasus merupakan

metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti secara rinci sebuah

“bounded system”. Dalam hal ini bounded system dapat diartikan sebagai kasus

atau obyek. Nantinya, obyek tersebut akan diteliti secara terperinci dan

menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan tahapan pada metode studi kasus.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini dibutuhkan beberapa teknik pengumpulan data

yang tepat dan relevan. Untuk mengetahui sejauh mana peran humas dalam

proses implementasi UU KIP melalui contact center BICARA tentu peneliti

harus melakukan observasi (baik langsung maupun partisipan) dan tinjuan

dokumentasi (documents review). Teknik pengumpulan data selanjutnya adalah

melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang relevan. Nantinya

data-data yang dikumpulkan akan dianalisis untuk melihat bagaimana peran

humas dalam implementasi keterbukaan informasi publik di Bank Indonesia

melalui aktivitas layanan komunikasi pelanggan di contact center Bank

Indonesia “BICARA” (Bank Indonesia Call & Interaction).

4. Teknik Analisis Data

Menurut Yin (2009: 128), terdapat tiga teknik analisis yang dapat digunakan

dalam penelitian studi kasus, yaitu: penjodohan pola (pattern matching),

pembuatan eksplanasi (explanation building), dan analisis deret waktu (time-

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78364/potongan/S1-2014-299277-chapter1.pdfnantinya akan digunakan untuk menjalin komunikasi yang bersifat

29

series analysis). Ketiga teknik ini tentu memiliki keunikan masing-masing untuk

membedah suatu fenomena dalam penelitian. Di dalam penelitian ini peneliti

ingin mencari tahu mengenai peran humas dalam implementasi keterbukaan

informasi publik di Bank Indonesia melalui contact center Bank Indonesia

“BICARA” (Bank Indonesia Call & Interaction). Oleh karena itu akan

diperlukan sebuah teknik yang dapat memaparkan secara jelas mengenai proses

tersebut. Sebelumnya telah diungkapkan bahwa dalam penelitian ini akan

menggunakan jenis penelitian eksplanatori. Berdasarkan alasan tersebut maka

teknik analisis dengan pembuatan eksplanasi dirasa menjadi teknik analisis yang

paling tepat.

Teknik analisis penyusunan eksplanasi (explanation building) digunakan

untuk menganalisis data studi kasus dengan cara membuat suatu eksplanasi

tentang kasus yang bersangkutan. Dalam banyak kasus, teknik analisis jenis ini

dilakukan dengan bentuk naratif. Prosedur tersebut juga dipandang sebagai

bagian dari proses pengembangan hipotesis. Meski begitu tujuan dari teknik

analisis ini bukan untuk menyimpulkan suatu penelitian melainkan

mengembangkan gagasan-gagasan untuk penelitian selanjutnya (Yin, 2009:

141).

PERAN HUMAS DALAM IMPLEMENTASI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI BANK INDONESIA:Studi Kasus pada BankIndonesia CAll & InteRAction (BICARA)ARDWITYA TIRZA KRISANTARIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/