BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Komunitas Jazz Jogja adalah komunitas yang terdiri dari musisi dan pecinta musik jazz di Yogyakarta. Sejak awal terbentuknya komunitas ini konsistenmenyosialisasikan musik jazz kesemua lapisan masyarakat, khususnya di daerah Yogyakarta. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengoreksi pandangan mayoritas masyarakat yang memosisikan musik jazz sebagai genre musik elit dan hanya milik kaum borjuis. Hal ini terlihat darimahalnya harga tiket dan megahnya gedung yang digunakan dalam pertunjukan musik jazz, sehingga tidak semua orang bisa menikmatinya.Fakta inilah yang membuat identitas musik jazz menjadi musik berkelas menengah ke atas dan berestetika tinggi. 1 Dengan kata lain, hadirnya Komunitas Jazz Jogja adalah bentuk perlawanan terhadap pertujukan jazz yang elit. Komunitas Jazz Jogja membuat pertunjukan musik jazz yang sederhana dan merakyat dengan tujuan agar bisa dinikmati oleh semua kalangan, diantaranya: Jazz Gayeng, Ngayogjazz, Jazz Mben Senen, Etawa 1 Diunduh dari laman http://fredywp.blogspot.com/2013/06/konsumsi- musik-jazz.html,diakses pada tanggal 19 Juni 2013.
21
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang - …etd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S2-2014-339110-chapter1.pdf · PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... kompilasi sejak tahun 2009 hingga 2013.Album
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Komunitas Jazz Jogja adalah komunitas yang terdiri dari
musisi dan pecinta musik jazz di Yogyakarta. Sejak awal
terbentuknya komunitas ini konsistenmenyosialisasikan musik jazz
kesemua lapisan masyarakat, khususnya di daerah Yogyakarta. Hal
ini dilakukan sebagai upaya mengoreksi pandangan mayoritas
masyarakat yang memosisikan musik jazz sebagai genre musik elit
dan hanya milik kaum borjuis. Hal ini terlihat darimahalnya harga
tiket dan megahnya gedung yang digunakan dalam pertunjukan
musik jazz, sehingga tidak semua orang bisa menikmatinya.Fakta
inilah yang membuat identitas musik jazz menjadi musik berkelas
menengah ke atas dan berestetika tinggi.1
Dengan kata lain, hadirnya Komunitas Jazz Jogja adalah
bentuk perlawanan terhadap pertujukan jazz yang elit. Komunitas
Jazz Jogja membuat pertunjukan musik jazz yang sederhana dan
merakyat dengan tujuan agar bisa dinikmati oleh semua kalangan,
diantaranya: Jazz Gayeng, Ngayogjazz, Jazz Mben Senen, Etawa
1Diunduh dari laman http://fredywp.blogspot.com/2013/06/konsumsi-
musik-jazz.html,diakses pada tanggal 19 Juni 2013.
Jazz,Jazz on The Street, dan Jazz Sunrise @the Beach.Menurut Hegel,
fungsi utama seni adalah untuk mempresentasikan yang absolut
dalam bentuk indrawi.2 Komunitas ini, berkesenian dengan cara
mengadakan pertunjukan musik jazz dan mendokumentasikan karya
(lagu) dari beberapa project atau banddirekam ke dalam CD album
kompilasi.
Komunitas Jazz Jogja sudah memproduksi lima album
kompilasi sejak tahun 2009 hingga 2013.Album kompilasi adalah
hasil perpaduan dari beberapa project dan lagu dalam sebuah
CD.Album pertama berjudul Jazz Basuki Mawa Beya.Konsep album
ini adalah setiap project bebas menciptakan karya sendiri yaitu musik
jazz (all ganre) atau jazz gaya Indonesia. Album kedua berjudul Jazz-
Ing Java Sasarengan.Konsep yang diusung adalah mengaransemen
lagu tradisional Jawa menggunakan ritmis jazz. Album ketiga
berjudul Lain Ladang Lain Jazznya.Konsep album ini adalah
mengaransemen lagu jazz menggunakan ritmiskesenian tradisional
Indonesia (jazz gaya Indonesia). Album keempat berjudul Panen
Karya.Konsep pada album ini adalah setiap project menciptakan
sebuah karya (lagu) menggunakan ritmis Indonesia. Album kelima
2Mudji Sutrisno, Teks-teks Kunci Estetika: Filsafat Seni (Yogyakarta: Galang
Press, 2005), 32.
3
berjudul Study-Ing Babad Jazz.Konsep album ini adalah
mengaransemen lagu jazz yang terkenal pada setiap eranya.
Perubahan konsep pada setiap albumnyasecara simetris
membentuk proses kesadaran individu dan projectyang berpatisipasi
pada album tersebut,dalam artian pembentukan habitus musikal
mengikuti album kompilasi. Fokus penelitian ini pada individu dan
project Komunitas Jazz Jogja yang mengisi album kompilasi.Individu
dan project dipilih berdasarkan banyaknya keterlibatandi dalam
album kompilasi.Hal ini bertujuan untuk melihat pembentukan
habitus musikal yang terjadi pada pengisi album kompilasi karya
Komunitas Jazz Jogja. Penelitian ini juga melihat karakteristik
musikal, proses produksi, dan peran album kompilasi terhadap
pembentukan habitus musikal bagi pengisinya (individu dan project).
1.2 Rumusan Masalah
Transformasi album kompilasi memfisibelkan pembentukan
habitus musikal pengisi album kompilasi karya Komunitas Jazz
Jogja. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana karakteristik musikal album kompilasi karya
Komunitas Jazz Jogja?
4
2. Bagaimana proses produksi album kompilasikarya
Komunitas Jazz Jogja?
3. Bagaimana peran album kompilasi karya Komunitas
JazzJogja terhadap pembentukan habitus musikal bagi
para pengisinya?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang
telah dirumuskan di atas yaitu untuk mengetahui karakteristik
musikal, proses produksi, dan peran album kompilasi terhadap
pembentukan habitus musikal pada pengisi album kompilasi.Hasil
penelitian ini dapat menjadi bahan wacana baru dan bermanfaat bagi
mereka yang berkonsentrasi di ranah musikologi, etnomusikologi,
maupun sosiologi.
Hasil penulisan ini dapat memberikan referensi kepada
masyarakat umum dan pecinta musik jazz tentang album kompilasi
karya Komunitas Jazz Jogja. Tulisan ini dapat memberikan
pengertian dan pemahaman baru atas kesenian terhadap nilai
budaya dan juga memperkaya pengetahuan untuk kajian musik
khususnya musik jazz dan komunitas jazz di Indonesia.
5
1.4 Tinjauan Pustaka
Langkah awal dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
tinjauan terhadap beberapa buku dan hasil penelitian, terkait dengan
topik permasalahan yang diangkat. Tinjauan pustaka berisi uraian
beberapa hasil penelitianyang dilakukan oleh peneliti lain, dimana
hasil penetian tersebut berhubungan dengan penelitian ini. Beberapa
literatur yang relevan digunakan oleh peneliti dalam membangun
landasan teori. Kesenian dikaji sebagai bahan penelitian terhadap
beberapa kepustakaan yang berkaitan dengan musik jazz itu sendiri,
baik secara arti, kebudayaan, juga secara kajian musikologis
terhadap perkembangan musik jazz secara umum maupun spesifik.
Tinjauan pustaka sangatlah diperlukan sebagai bahan rujukan
terhadap objek dari penelitian ini.
Melihat buku, artikel, dan tesis yang telah ada, sebenarnya
permasalahan akan musik jazz bukan hal yang baru. Banyak penulis
yang mengangkat musik jazz sebagai objek penelitian dengan kajian
dan pengangkatan permasalah yang berbeda. Dinamika musik jazz
dijelaskan dalam buku karya Samboedi dalam buku yang berjudul
JAZZ: Sejarah dan Tokoh-tokohnya. Buku ini tertulis perkembangan
dan sejarah musik jazzsecara global, di Australia, danAsia termasuk
Indonesia.Informasi dalam buku ini yang digunakan oleh peneliti
6
yaitu perkembangan musik jazz secara global dan Indonesia.
Samboedi menulis perkembangan musik jazz di Indonesia,
khususnya tentang biografi musisi jazz sebelum dan sesudah
tergabung dalam Indonesia All Stars. Ia juga menceritakan beberapa
musisi jazz Indonesia, di antaranya: Embong Rahardjo, Indra
Lesmana, Dullah Suweileh, Berry Likumahuwa.
Buku berjudul 123 Ayat Tentang Seni karya Yapi Tambayong
menjelaskan 123 ayat tentang seni susastra, seni musik, seni drama,
seni rupa, dan seni film. Ada satu ayat yang membahas tentang
kolaborasi musisi jazz Belanda dengan Indonesia. Hal ini digunakan
peneliti untuk menjelaskan sejarah perkembangan jazz di Indonesia.
Artikel karya yang ditulis oleh Oki Rahadianto Sutopo berjudul
“Transformasi Jazz Yogyakarta: Dari Hibriditas menjadi Komoditas,”
dalam Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, Vol. 17, No. 1, Januari 2012,
menjelaskan tentang perkembangan jazz Yogyakarta. Tulisan ini
membahas tentang transformasi jazz di Yogyakarta. Narasi mengenai
jazz hibrid menjelaskan jazz Yogyakarta menjadi sebuah tontonan
yang mampu meraup profit.Hal ini disebabkan karena para kapital
sudah masuk dalam aspek paling esensial yaitu pemaknaan akan
produk budaya. Lokalitas yang diangkat bertujuan memberi makna
7
justru menjadi komoditas yang semakin jauh dari makna lokalitas itu
sendiri.
Artikel karya yang ditulis oleh Oki Rahadianto Sutopo berjudul
“Dinamika Kekuasaan Jazz dalam Komunitas Jazz Yogyakarta 2002-
2010,” dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 14, No 1, Juli
2010, mejelaskan tentang perkembangan Komunitas Jazz Yogyakarta
yang meliputi wacana perlawanan. Wacana perlawanan dijelaskan
tentang musisi akademis yang mengusung jazz standar dengan
musisi non-akademis yang mengusung jazz non-standar. Jazz
standar berpedoman pada real book, sementarajazz non-standar
memainkan Jazz Fusion. Wacana perlawanan terjadi karena ideologi
akan musik jazz itu sendiri sehingga menghasilkan narasi-narasi
yang berbeda.
Tesis yang diajukan oleh Wilton Aw. Djaya dengan judul
“Pembentuk Identitas Kolektif Melalui Musik dalam Komunitas Jazz
Yogyakarta”, Program Studi Kajian Budaya dan Media, UGM, 2011,
menggunakan tiga landasan teori yaitu habitus dan wacana yang
dikembangkan oleh Bourdieu, teori identitas yang dikembangkan
oleh Henry Tajfel dan John C. Teori habitus digunakan untuk
menganalisa prilaku individu Komunitas Jazz Jogja secara personal
dan kolektif. Teori identitas digunakan untuk melihat identitas
8
kolektif Komunitas Jazz Jogja. Teori wacana digunakan untuk
menganalisa relasi-relasi kuasa yang terjadi pada Komunitas Jazz
Jogja. Wilton menjelaskanbahwa identitas kolektif Komunitas Jazz
Yogyakarta didapat melalui relasi intergroup dan intragroup yang
membuat berbeda dengan praktik reproduksi wacana tentang jazz.
Pada penelitian ini, penulis terfokus pada album kompilasi
karya Komunitas Jazz Jogja.Adapun sepanjang pengamatan penulis,
topik tentang kajian pembentukan habitus musikal pada Komunitas
Jazz Jogja pengisi album kompilasi belum pernah diteliti.Dengan
demikian, dapat diketahui penelitian ini orisinil.
1.5 Landasan Teori
Landasan teori digunakan dalam mengkaji permasalahan yang
berfungsi untuk memperkuat dan membedah masalah-masalah
dalam penelitian. Tesis ini membahas tentang pembentukan habitus
musikal pada individu dan project pengisi album kompilasi karya
Komunitas Jazz Jogja.Penelitian ini tidak hanya terfokus pada
perubahan album kompilasi dari perspektif musikologi saja,
melainkan juga melihat pembentukan habitus musikal dan proses
produksi album kompilasi menggunakan perspektif sosiologi. Hal ini
membuat peneliti menggunakan teorihabitus Pierre Bourdieu untuk
melihat pembentukan habitus musikal pengisi album kompilasi.
9
Produksi kultural dihasilkan oleh individu dalam suatu ranah
sosial. Individu itu sendiri memiliki habitus yang tercipta dari
disposisi-disposisi mereka dimulaidari kanak-kanak pada suatu
ranah.Habitus dibentuk melalui pendidikan dan interaksi antara
individu yang mendiami suatu ruang sosial.3 Singkatnya, habitus
merupakan tindakan atau sikap yang terakumulasi dan dinamis
mengikuti ranah sosial, sehinggahabitus setiap individu berbeda-
beda.
Produk habitus bersifat spesifik dan beradaptasi dengan ranah.
Ranah merupakan sistem sosial yang bersifal relasional antara posisi
objektif.4 Pada ranah terdapat perjuangan untuk memperebutkan
sumber atau pertaruhan dan akses terbatas (field of stuggle).Proses
produksi album kompilasi Komunitas Jazz Jogjadipandang sebagai
suatu ranah dimana terjadi perjuangan atau manuver.Para
individuyang tergabung dalam suatu project berjuang memproduksi
karya untuk bisa berpatisipasi dan masuk dalam album kompilasi.
Para individu yang telah memiliki modal tetap harus
menyesuaikan konsep album kompilasi. Ada empat katagorimodal,
3Richard Jenkins, Membaca Pikiran Pierre Bourdieu,terj., Nurhadi
(Yogyakarta: Kreasi Wacana, cetakan ketiga 2013), 108-109. 4Jenkins, 124-125.
10
yaitumodal ekonomi, modal sosial (berbagai jenis relasi bernilai
dengan pihak lain yang bermakna),
modal kultural (pengetahuan sah satu sama lain), dan modal
simbolis (prestise dan gengsi sosial).5Peneliti melihat keempat modal
pada setiap individudengan tujuan untuk melihat pembentukan
habitus musikal dariperubahan karakteristik musikal dan proses
produksi album kompilasi.
Individu yang memiliki modal simbolis besar (dominan) akan
mengisyaratkan tindakan eksplisit maupun implisit kepada individu
yang memiliki modal simbolis kecil (terdominasi). Individu
terdominasi akan mengikuti tindakan atau perintah dari individu
dominan karena dianggap sesuatu yang legitimit. Tindakan atau
perintah kerap diikuti oleh kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik
adalah kekerasan dalam bentuk sangat halus yang diberikan pada
individu tanpa mengundang resistensi, tetapi malah mengundang
konformitas sebab sudah mendapat legitimasi sosial karena
bentuknya yang sangat halus.6
Kekerasan simbolik dipengaruhioleh doxa yang cenderung
mengatur kehidupan sosial.Doxa itu sendiri
5Richard Harker, Cheelen Mahar, dan Chris Wilkes (eds), (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik: Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu,
Penyelidikan harus ditingkatkan kepada semua pihak
yang turut memberikan kontribusi bagi hasil ini, yaitu orang-orang yang memahami ide karya seni itu (para komposer atau
pemain drama); orang-orang yang melaksanakannya (musisi atau aktor); orang-orang yang menyediakan perlengkapan dan materi yang dibutuhkan (para pembuat alat musik); dan orang-
orang yang memberikan audien pemahaman karya tersebut (kritikus, ahli musik atau sastra, dan sebagainya).10
Ada beberapa individu dan kelompok yang membantu produksi
album kompilasi, seperti Music Director (MD), Dagadu, Padepokan
Bagong, Jaran Art Space, Bentara Budaya Yogyakarta, dan Sound
Engineer.
Karya seni baru bisa eksis sebagai objek simbolis jika dia
diakui dan dikenali.Artinya, jika dilembagakan secara sosial sebagai
karya seni dan diterima oleh para penikmat yang sanggup mengenali
10Pierre Bourdieu, Arena Produksi Kultural: Sebuah Kajian Sosiologi Budaya,