Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa konflik Israel-Palestina adalah konflik yang tak kunjung usai. Konflik ini dipandang sebagai salah satu konflik lama yang masih terus diupayakan penyelesaiannya. Dapat dikatakan bahwa konflik ini telah bermula sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Yangmana mulai berkembang sejak negara Israel berdiri, yakni pada tahun 1948. 1 Ditelaah dari kacamata politik, konflik ini menggambarkan perseteruan antara pihak Israel dan Palestina yang saling memperebutkan satu wilayah dengan masing-masing mengklaim memiliki wewenang atas wilayah tersebut. Salah satu bagian wilayah yang diperebutkan adalah Yerusalem. Kota ini merupakan kota yang memiliki keunggulan tersendiri. Dilihat dari aspek peradaban, tidak salah jika mengatakan bahwa Yerusalem termasuk salah satu kota tertua di dunia. Hal ini antara lain dibuktikan dengan terdapatnya tempat suci tiga Agama besar di Yerusalem itu sendiri, yakni Masjid Al-Aqsa (Islam), Tembok Ratapan (Yahudi), dan Gereja Makam Kudus (Kristen). 2 Israel dan Palestina yang latar belakang masyarakatnya menganut budaya dan agama tersebut, maka dari nilai yang dimiliki kota Yerusalem ini kemudian tidak perlu dipertanyakan alasan Israel dan Palestina berusaha keras untuk menjadikan Yerusalem sebagai tanah kedaulatannya. 1 Alejandro Montero Ortiz, 2015, The Palestinian Israeli Conflict: An Analysis of Palestine’s Bid for Statehood http://diposit.ub.edu/dspace/bitstream/2445/65843/1/Alejandro_Montero_TFM.pdf (16/07/2019, 12.03 WIB) 2 Yerusalem: Tiga Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Kota Suci, BBC.Com, 7 Desember 2017, diakses dalam https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42261448 (22/10/2018, 12.03 WIB)
34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/63646/2/BAB I-converted.pdf · 2020. 7. 22. · BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa konflik

Feb 03, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Sudah menjadi rahasia umum bahwa konflik Israel-Palestina adalah konflik

    yang tak kunjung usai. Konflik ini dipandang sebagai salah satu konflik lama

    yang masih terus diupayakan penyelesaiannya. Dapat dikatakan bahwa konflik ini

    telah bermula sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Yangmana mulai

    berkembang sejak negara Israel berdiri, yakni pada tahun 1948.1Ditelaah dari

    kacamata politik, konflik ini menggambarkan perseteruan antara pihak Israel dan

    Palestina yang saling memperebutkan satu wilayah dengan masing-masing

    mengklaim memiliki wewenang atas wilayah tersebut. Salah satu bagian wilayah

    yang diperebutkan adalah Yerusalem. Kota ini merupakan kota yang memiliki

    keunggulan tersendiri. Dilihat dari aspek peradaban, tidak salah jika mengatakan

    bahwa Yerusalem termasuk salah satu kota tertua di dunia. Hal ini antara lain

    dibuktikan dengan terdapatnya tempat suci tiga Agama besar di Yerusalem itu

    sendiri, yakni Masjid Al-Aqsa (Islam), Tembok Ratapan (Yahudi), dan Gereja

    Makam Kudus (Kristen).2Israel dan Palestina yang latar belakang masyarakatnya

    menganut budaya dan agama tersebut, maka dari nilai yang dimiliki kota

    Yerusalem ini kemudian tidak perlu dipertanyakan alasan Israel dan Palestina

    berusaha keras untuk menjadikan Yerusalem sebagai tanah kedaulatannya.

    1 Alejandro Montero Ortiz, 2015, The Palestinian Israeli Conflict: An Analysis of Palestine’s Bid

    for Statehood http://diposit.ub.edu/dspace/bitstream/2445/65843/1/Alejandro_Montero_TFM.pdf

    (16/07/2019, 12.03 WIB) 2Yerusalem: Tiga Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Kota Suci, BBC.Com, 7 Desember 2017,

    diakses dalam https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42261448 (22/10/2018, 12.03 WIB)

    http://diposit.ub.edu/dspace/bitstream/2445/65843/1/Alejandro_Montero_TFM.pdfhttps://www.bbc.com/indonesia/majalah-42261448

  • 2

    Konflik Israel-Palestina telah banyak menuai perhatian dari masyarakat

    internasional dalam setiap perkembangan terbarunya. Apabila berbicara mengenai

    kota Yerusalem, maka tidak asing lagi bahwa salah satu fakta ataupun berita

    terbaru adalah keputusan Amerika Serikat yang telah mengakui Yerusalem

    sebagai ibukota Israel, dan telah memindahkan kantor kedutaannya dari Tel- Aviv

    ke Yerusalem. Keputusan tersebut menjadi satu masalah yang kontroversial.

    Pengakuan itu diputuskan secara resmi oleh Presiden Amerika Serikat, Donald

    Trump, pada tanggal 7 Desember 2017. Dalam pidatonya, Donald Trump

    mengatakan bahwa ia resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibukota

    Isarel.3Keputusan ini menjadi kontroversial dikarenakan status akhir Yerusalem

    berdasarkan upaya penyelesaian yang telah dilakukan adalah masih berstatus

    wilayah pendudukan internasional.4 Belum lagi melihat posisi Amerika Serikat

    dalam konflik ini yang sejak lama begitu agresif. Amerika serikat dipandang

    sebagai negara yang memberikan intensitas respon yang terbilang signifikan

    dalam konflik di wilayah Timur Tengah. Untuk konflik Israel-Plaestina ini pun

    demikian, sepanjang perjalanan persengketaan wilayah ini, Amerika Serikat telah

    banyak terlibat. Seperti terlihat dalam perang yang terjadi pada tahun 1956-1967,

    dimana AS banyak memberikan bantuan untuk salah satu pihak yang berkonflik,

    3Amerika Serikat Resmi Pindahkan Kedutaan Yerusalem, Tempo.Co, 15 Mei 2018, diakses dalam

    https://dunia.tempo.co/read/1089282/amerika-serikat-resmi-pindahkan-kedutaan-besar-ke-

    yerusalem/full&view=ok (22/10/2018, 11.24 WIB) 4The Status Of Jerusalem – Prepared for, and under the guidance of, the Committe on the Exercise

    of the Inelienable Rights of the Palestinian People, United Nations, New York, 1997, diakses

    dalam https://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-

    199708.pdf (17/07/2019, 10.24 WIB)

    https://dunia.tempo.co/read/1089282/amerika-serikat-resmi-pindahkan-kedutaan-besar-ke-yerusalem/full&view=okhttps://dunia.tempo.co/read/1089282/amerika-serikat-resmi-pindahkan-kedutaan-besar-ke-yerusalem/full&view=okhttps://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-199708.pdfhttps://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-199708.pdf

  • 3

    yakni Israel.5Itulah mengapa tindakan AS tersebut menimbulkan sensitifitas dari

    beragam pihak.

    Tindakan Amerika Serikat tersebut terlihat seakan memperkeruh keadaan.

    Hal ini semakin memberikan gambaran jelas bagi dunia internasional bahwa

    pembahasan terkait konflik Israel-Palestina adalah suatu hal yang penting untuk

    ditelaah dan terus ditindak lanjuti. Dikarenakan konflik Israel-Palestina tidak

    hanya sekadar tentang konflik yang dilatarbelakangi oleh tendensi agama,

    melainkan konflik ini bersinggungan dengan isu hukum internasional.6

    Penyelesaian konflik Israel Palestina adalah berbicara tentang bagaimana upaya

    untuk mengembalikan hak-hak sebuah negara yang berdasarkan sejarah telah

    menempati sebuah tanah kemudian dirampas dan diambil alih oleh negara atau

    pihak lain yang dengan klaim sejarah mengatakan berhak atas tanah tersebut.7

    Sehingga tindakan AS mengakuiYerusalem sebagai ibukota Israel tersebut seperti

    menciderai hukum internasional.

    Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Amerika Serikat telah

    memiliki rekam jejak yang tidak sedikit tentang keterlibatannya dalamkonflik ini.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa kecenderungan respon AS selama ini memanglah

    5Drs. Riza Sihbudi dkk, 1995, Profil Negara-Negara Timur Tengah, Jakarta: PT Dunia Pustaka

    Jaya,hal.120. 6The Status Of Jerusalem – Prepared for, and under the guidance of, the Committe on the Exercise

    of the Inelienable Rights of the Palestinian People, United Nations, New York, 1997, diakses

    dalam https://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-

    199708.pdf (17/07/2019, 10.24 WIB) 7Fatmawati Firdaus, 2011, Arti Penting Yerusalem dalam Konflik Arab Israel, Skripsi, Makassar:

    Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin, diakses dalam

    http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/832/burning%20ke%20CD%20skripsi.d

    ocx?sequence=1 (22/10/2018, 15.33 WIB)

    https://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-199708.pdfhttps://www.un.org/unispal/wp-content/uploads/2016/07/The-Status-of-Jerusalem-Engish-199708.pdfhttp://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/832/burning%20ke%20CD%20skripsi.docx?sequence=1http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/832/burning%20ke%20CD%20skripsi.docx?sequence=1

  • 4

    dominan mengarah pada salah satu pihak, yakni Israel. Hal ini juga dapat

    dikaitkan pula mengenai isu zionisme. Dimana zionisme merupakan isu politik,

    yang memiliki misi bukan hanya untuk menyebarluaskan diaspora Yahudi. Tetapi

    untuk mendirikan sebuah negara bagi bangsa Yahudi.8 Amerika Serikat menjadi

    aktor pendukung dalam misi ini. Untuk itu, penelitian terkait konflik Israel-

    Palestina yang dilihat dalam kasus pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel

    tersebut menjadi penting untuk diteliti. Karena dengan begitu, otoritas Amerika

    Serikat yang mengaku sebagai negara paling demokratis dan menjadi aktor

    penentu dalam berbagai organisasi internasional semakin dipertanyakan. Amerika

    Serikat seolah memberikan standar ganda. Disatu sisi dengan gelar negara

    superpower yang dimilikinya, Amerika Serikat memiliki andil besar untuk

    menawarkan solusi perdamaian yang dikerangkai oleh sebuah organisasi

    internasional secara imbang bagi kedua pihak.9 Namun disisi lain, ia pun

    memperlihatkan respon yang masif terhadap Israel.10

    Sehingga tidak heran apabila dunia internasional tidak hanya diam saja

    melihat perilaku AS tersebut. Termasuk organisasi-organisasi internasional,

    seperti OKI. Selain melihat dari posisi Amerika Serikat yang membuat konflik

    Israel-Palestina menjadi penting dibahas, dalam penelitian ini satu alasan yang

    tidak kalah penting, dan menjadi fokus penelitian adalah OKI itu sendiri.

    Organisasi Kerjasama Islam yang kerap disingkat OKI dibentuk berdasarkan

    8Ibid. 9Peter Lintl, Actors in the Israeli-Palestinian Conflict, German Institute for International and

    Security Affairs, hal.6, diakses dalamhttps://www.swp-

    berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2018RP03_ltl.pdf(22/10/2018, 14:09 WIB) 10Drs. Riza Sihbudi dkk, 1995, Profil Negara-Negara Timur Tengah, Jakarta: PT Dunia Pustaka

    Jaya,hal.120.

    https://www.swp-berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2018RP03_ltl.pdfhttps://www.swp-berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2018RP03_ltl.pdf

  • 5

    keputusan pertemuan tingkat tinggi yang diadakan di Rabat, Maroko, pada tanggal

    25 September 1967 sebagai hasil munculnya aksi yang terjadi di Masjid Al-Aqsa

    – Yerusalem. OKI merupakan satu-satunya organisasi antar pemerintah yang

    mewakili umat Islam dunia. Organisasi ini beranggotakan 57 negara termasuk

    Indonesia, yang mencakup tiga kawasan yaitu Asia, Arab dan Afrika.11 Sehingga

    hal inilah yang menjadi satu alasan besar mengapa OKI turut memberi respon

    pada keputusan AS tersebut. Untuk itu, melalui penelitian ini, penulis mencoba

    mengkaji lebih lanjut mengenai bagaimana respon OKI ataspengakuan Amerika

    Serikat atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel. Oleh karena itu, penulis mengambil

    judul “Respon OKI terhadap Pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem

    Sebagai Ibukota Israel”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, maka

    rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana respon OKI terhadap

    pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel?”

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.3.1 Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui respon OKI atas pengakuan Amerika Serikat atas

    Yerusalem sebagai ibukota Israel.

    11Informasi Singkat Tentang Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Konferensi Tingkat Menteri

    (KTM) OKI tentang Peran Perempuan dalam Pembangunan, diakses dalam

    http://kemlu.go.id/Documents/OIC%20Meneg%20PP/Informasi%20Singkat%20OKI%20dan%20

    KTM%20Perempuan%20Bahasa.pdf. (22/10/2018, 20:15 WIB)

    http://kemlu.go.id/Documents/OIC%20Meneg%20PP/Informasi%20Singkat%20OKI%20dan%20KTM%20Perempuan%20Bahasa.pdfhttp://kemlu.go.id/Documents/OIC%20Meneg%20PP/Informasi%20Singkat%20OKI%20dan%20KTM%20Perempuan%20Bahasa.pdf

  • 6

    1.3.2 Manfaat Penelitian

    Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam aspek

    Akademis dan manfaat dalam aspek Praktis, yang masing-masingnya dijabarkan

    sebagai berikut :

    a. Manfaat Akademis

    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih dalam memperkaya

    sumber kajian studi Hubungan Internasional dalam isu konflik Israel-Palestina,

    dan lebih rinci lagi tentang bagaimana respon OKI terhadap pengakuan Amerika

    Serikat atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel.

    b. Manfaat Praktis

    Secara praktis, penelitian ini diharapakan akan dapat memberikan kontribusi

    dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. Paling minim, diharapkan dapat

    menumbuhkan kesadaran bagi para pembaca untuk sama-sama mengupayakan

    perdamaian terhadap konflik Israel-Palestina.

    1.4 Penelitian Terdahulu

    Penelitian ini dilakukan tanpa mengabaikan beberapa penelitian terdahulu

    yang sedikit banyak memiliki korelasi dengan pembahasan yang hendak peneliti

    fokuskan. Diantaranya yang pertama, penelitian dalam bentuk skripsi, oleh:

    Muhammad Jamaludin Patytama, berjudul “Upaya OKI dalam Penolakan

    Penetapan AS Atas Status Yerusalem pada Sidang PBB”, dengan

    menggunakan konsep soft balancing sebagai pendekatan penelitian. Penelitian

    terdahulu pertama ini membahas tentang usaha OKI dalam mengupayakan solusi

  • 7

    dalam konflik Israel-Palestina. Usaha-usaha tersebut dilakukan dengan

    pendekatan soft. Yang mana berdasarkan kerangka konsep soft balancing yang

    digunakan, pendekatan soft yang dimaksudkan adalah pendekatan dalam bentuk

    diplomatis. Seperti penggunaan hak suara dalam suatu perundingan internasional

    ataupun kerjasama dengan negara lain yang memiliki tujuan yang selaras.

    Terdapat empat poin dari konsep soft balancing yang dibahas peneliti dalam

    menjabarkan hasil penelitiannya. Poin-poin tersebut adalah; territotial denial,

    entangling diplomacy, economic strengthening,dan signals of resolve to

    balance.12

    Dari keempat poin tersebut, hanya ada dua poin yang digunakan oleh

    peneliti yaitu, entangling diplomacy dan signals of resolve to balance. Hal ini

    dikarenakan dua poin lainnya yakni, economic strengthning dan territorial denial

    adalah usaha penyelesaian konflik, yang mana konflik tersebut telah mencapai

    tahapan perang, dan perang itu sedang berlangsung. Sehingga bentuk-bentuk

    penyelesaianyang dimaksud adalah seperti perlakuan suatu negara dalam

    membatasi ataupun menolak tawaran untuk mejadi basis militer negara tertentu,

    dalam hal ini AS, sehingga AS tidak dapat memperlebar dominasinya dalam

    konflik Israel-Palestina ini. Begitupun dengan poin penguatan aspek ekonomi,

    adalah penguatan dalam bentuk militer, misalnya alat-alat perang, tidak lain untuk

    menyeimbangi kekuatan negara super power. Sedangkan untuk dua poin yang

    digunakan tersebut memanglah lebih menjurus pada pendekatan yang bersifat

    12Muhammad Jamaludin Patytama, 2018, Upaya OKI dalam Penolakan Penetapan AS Atas Status

    Yerusalem pada Sidang PBB, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang, diakses dalam

    http://eprints.umm.ac.id/39280/ (14/12/18, 13:41 WIB)

    http://eprints.umm.ac.id/39280/

  • 8

    diplomatis. Dimana negara-negara OKI menyatukan tekad untuk sama-sama

    bersatu saling membantu dan bekerjasama dibawah kerangka OKI

    sebagairepresentasi negara Islam dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

    Bentuk-bentuk kerajasama tersebut direalisasikan dalam bentuk penggunaan hak

    suara dalam sidang PBB, perundingan bilateral sesama negara anggota OKI. Serta

    tentunya dalam bentuk penyelenggaraan segala jenis konferensi, sebagai output

    respon OKI dalam konflik ini.13

    Persamaan penelitian terdahulu pertama tersebut dengan penelitian ini

    adalah terletak pada isu, aktor, serta fokus pembahasan penelitian. Sama-sama

    membahas isu pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel.

    Kemudian aktornyapun adalah sama membahas tentang OKI sebagai representasi

    negara-negara Islam. Selanjutnya fokus pembahasannya adalah sama-sama

    meneliti terkait usaha OKI dalam merespon perkembangan penyelesaian konflik

    Israel-Palestina. Namun kedua penelitian ini bukan tidak memiliki perbedaan satu

    dan lainnya. Perbedaannya terletak pada pendekatan serta detail ataupun

    pembahasan hasil penelitian. Penelitian terdahulu pertama tersebut menggunakan

    konsep soft balancing sedangkan penelitian ini menggunakan konsep

    international organization. Sehingga akan memberikan kesimpulan hasil

    penelitian yangsedikit berbeda. Pada penelitian terdahulu pertama tersebut salah

    satu sub bahasan dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa bentuk soft

    balancing yang dapat dilakukan oleh OKI pun dapat direalisasikan dalam bentuk

    kerjasama bilateral sesama anggota. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan

    13Ibid, hal. 25.

  • 9

    menjelaskan OKI sebagai representasi negara-negara Islam melalui kaidah-kaidah

    dalam konsep international organization, dimana hanya mencantumkan hasil

    penelitian dalam kerangka OKI sebagai sebuah organisasi internasional.

    Penelitian terdahulu keduaadalah penelitian dalam bentuk skripsi, oleh:

    Paoyee Waesahmae, yang berjudul“The Organization of The Islamic

    Cooperation and The Conflict in Southern Thailand”, dengan pendekatan yang

    digunakan adalah konsep ummah. Penelitian terdahulu kedua ini, mengangkat isu

    persengketaan di kawasan Thailand Selatan. Dalam penelitian ini disebutkan

    bahwa konflik ini dilatarbelakangi oleh faktor budaya dan agama. Walaupun

    sebenarnya, akar permasalahan konflik belum dapat diidentifkasi dengan pasti,

    namun, banyak peneliti mengambil kesimpulan sementara bahwa konflik tersebut

    dominan tentang permasalahan yang berkenaan dengan aspek ethno-religious dan

    juga diperluas dengan masalah ekonomi dan sejarah.

    Thailand Selatan adalah bagian perbatasan yang berbatasan langsung dengan

    wilayah kedaulatan negara Malaysia. Sehingga tidak heran penduduk di wilayah

    tersebut mayoritas adalah ras Malaysia dan mereka adalah muslim, yakni dimana

    mereka dikenal dengan sebutan masyarakat Pattani. Menurut sejarahnya, secara

    budaya masyarakat ini memang lebih erat dengan budaya melayu, namun secara

    politik mereka masih menjadi bagian dari salah satu kerajaan Thailand pada masa

    itu. Dalam perjalanan pertumbuhan negara-bangsa, Thailand tidak luput dari

    pengaruh westernisasi, yang kurang lebih juga memberikan dampak terhadap

    kekuasaan atas wilayah Thailand Selatan tersebut. Sehingga, itulah mengapa

  • 10

    konflik Thailand Selatan ini menjadi salah satu konflik yang terbilang melibatkan

    beragam aspek.14

    Melalui konsep ummah, penelitian ini menjelaskan tentang OKI sebagai

    representasi negara-negara Islam adalah legal untuk memberi kontribusi terhadap

    negara bukan Islam. Hal ini dikarenakan asas yang terkandung dalam konsep

    ummah bahwa Islam tidak hanya sebatas agama yang mempersatukan umatnya

    berdasarkan asas agama itu sendiri. Melainkan lebih dari itu, di dalam konsep

    ummah disebutkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang mempersatukan

    umatnya dengan Islam sebagai basis identitas, solidaritas yang melampaui

    cakupan identitas nasional atau dalam hal ini negara. Usaha OKI dalam meredam

    konflik di Thailand ini adalah dengan menengahi dua pihak yang bersengketa

    yakni kelompok separatis (PULO dan NLFP) diantaranya dengan membentuk

    bagan khusus yang dinamai Government Expert on Fundamental Rights of

    Moeslem Minorities and Muslim Communities in Non-OIC Member States

    (1996).15

    Persamaan penelitian terdahulu kedua tersebut dengan penelitian ini adalah

    terletak pada jenis konflik dan peran aktor yang dibahas. Dimana jenis konflik

    yang dibahas adalah sama-sama persengketaan wilayah yang salah satu pihak

    terlibat adalah umat Islam. Kemudian pun aktor yang dibahas sama-sama adalah

    tentang respon OKI sebagai representasi negara Islam. Sedangkan perbedaan

    antara penelitian terdahulu kedua dengan penelitian ini terletak pada karakteristik

    14Paoyee Waesahmae, 2012, The Organization of The Islamic Cooperation and The Conflict in

    Southern Thailand, Thesis, Victoria University of Wellington, diakses dalam:

    https://core.ac.uk/download/pdf/41337611.pdf. (02/04/19, 14:03 WIB) 15Ibid, hal. 35.

    https://core.ac.uk/download/pdf/41337611.pdf

  • 11

    negara sebagai tempat terjadinya konflik, serta pendekatan penelitian. Penelitian

    terdahulu kedua meneliti negara bukan anggota OKI yakni Thailand, penelitian ini

    meneliti konflik yang terjadi di negara anggota OKI, yakni Palestina. Sedangkan

    untuk pendekatannya penelitian terdahulu kedua menggunakan konsep ummah

    sedangkan penelitian ini menggunakan konsep international organization.

    Penelitian terdahulu ketigadalam bentuk jurnal, oleh: M. Ihsan Qadir dan M.

    Saifur Rehman, berjudul “Organization of Islamic Co-operation (OIC) and

    Prospects of Yemeni Conflict Resolution: Delusion or Plausible Reality”,

    dengan pendekatan yang digunakan adalah conflict resolution. Penelitian

    terdahulu ketiga ini membahas konflik yang terjadi di Yaman. Konflik Yaman

    juga diketahui sebagai konflik yang kompleks. Ketidakstabilan kondisi Yaman

    dapat dilihat dari pertarungan kekuasaan antara beragam kelompok ethno-

    religious dan juga kelompok suku tertentu. Dimana hal ini memberikan peluang

    bagi aktor-aktor bukan negara untuk mengambil kendali politik. Isu terorisme di

    wilayah Timur Tengah pun menambah intensitas komplkesitas dalam konflik

    Yaman. Sebelum tahun 1990, Yaman masihlah sebuah negara yang terpisah

    dalam dua wilayah yakni, wilayah bagian utara dan selatan. Ketika Yaman

    terunifikasi, instabilitas internal negara justru mulai menjadi-jadi.16 Hal ini terjadi

    diasumsikan karena kedua wilayah memiliki karakteristik jenis sekte Islam yang

    berbeda. Sehingga apabila satu diantaranya termarginalkan baik dalam hal politik

    maupun ekonomi, akan memicu terjadinya protes yang berujung konflik.

    16M. Ihsan Qadir dan M. Saifur Rehman, 2015, Organization of Islamic Co-operation (OIC) and

    Prospects of Yemeni Conflict Resolution: Delusion or Plausible Reality, Journal of Political

    Studies, Vol.22, No.2, diakses dalam: http://pu.edu.pk/images/journal/pols/pdf-files/2%20-

    %20IHSAN_v22_2_wint2015.pdf (14/07/19, 16:47 WIB)

    http://pu.edu.pk/images/journal/pols/pdf-files/2%20-%20IHSAN_v22_2_wint2015.pdfhttp://pu.edu.pk/images/journal/pols/pdf-files/2%20-%20IHSAN_v22_2_wint2015.pdf

  • 12

    Hasil penelitian terdahulu ketiga ini mengatakan bahwa OKI sebagai mediator

    dalam konflik Yaman, masihlah belum memberikan kontribusi yang maksimal.

    Dikarenakan Iyad Ameen Madani dari Arab Saudi, yang pada saat itu menjadi

    sekertaris umum OKI dicurigai turut terlibat dalam intervensi Arab Saudi terhadap

    konflik Yaman. Hal ini dipicu oleh argumennya yang cenderung mendiskreditkan

    salah satu kelompok separatis Yaman yakni Houthi adalah dalang di balik konflik

    ini. Serta ia mengatakan bahwa aksi militer menjadi perlu untuk dilakukan.

    Ditengah kecurigaan tersebut, OKI tetap memberikan upaya penyelesaian dalam

    bentuk penyelenggaraan pertemuan tingkat mentri di Kuwait. Dimana agenda dari

    pertemuan tersebut adalah megevaluasi kembali terkait konflik di beberapa negara

    yakni, di Palestina, Suriah, Yaman, dan Libia, yang sedang menghadapi isu

    islamofobia dan terorisme internasional.17

    Persamaan antara penelitian terdahulu ketiga dengan penelitian ini adalah

    terletak pada analisa penulis yang melihat bagaiaman respon OKI dalan

    menyikapi konflik yang menimpa negara anggotanya.Sedangkan untuk

    perbedaannya terletak pada pendirian hipotesa peneliti. Dimana pada penelitian

    terdahulu ketiga ini peneliti telah berhipotesa bahwa resolusi yang diberikan oleh

    OKI cenderung tidak dapat menunjukkan sebuah hasil yang kontributif. Dengan

    kata lain OKI sebagai perwakilan negara Islam dikatakan gagal dalam membantu

    upaya penyelesaian konflik Yaman yang begitu kompleks. Sedangkan dalam

    penelitian ini, peneliti lebih pada sekedar memberikan gambaran respon OKI

    terhadap konflik Israel-Palestina.

    17Ibid.

  • 13

    Penelitian terdahulu keempatadalah penelitian dalam bentuk jurnal, oleh:

    Alpaslan Ozerdem, yang berjudul “The Contribution of The Organization of the

    Islamic Conference to the Peace Process in Mindanao”, dengan menggunakan

    konsep conflict resolution sebagai pendekatan. Penelitian terdahulu keempat ini

    menjabarkan konflik yang terjadi di Mindanao, Filipina. Konflik Mindanao

    tersebut sering disebut sebagai sebuah konflik ethno-religious. Dimana sebuah

    etnis agama di Mindanao, yaitu Bangsamoro yang berkonflik dengan umat

    Kristen sebagai penduduk mayoritas. Meskipun penduduk muslim tersebut adalah

    minoritas, namun menurut sejarah penduduk muslim memiliki garis keturunan di

    Filipina. Lebih-lebih pada awal kedatangan Islam di Filipina akhir abad ke-14,

    Islam mampu memberikan struktur dan menciptakan kesatuan bagi kelompok

    ethno-lingustic di Filipina saat itu.18

    Melalalui konsep conflict resolution, peneliti telah menjelaskan beberapa

    kontribusi OKI dalam konflik tersebut. Diantaranya OKI telah menyelenggarakan

    beberapa perundingan perdamaian untuk menengahi kedua pihak yang bertikai.

    Mulai dari Tripoli Agreement yang menjadi pembuka dalam penyelesaian konflik

    ini. Perjanjian ini ditandatangani pada 23 Desember 1976 antara GRP

    (Government of the Philipines) dan MNLF (Moro National Liberation Front).

    Dimana hasil dari perjanjian ini adalah meskipun keinginan MNLF sebagai

    representasi penduduk muslim Filipina (Mindanao) untuk mendapatkan sebuah

    18Alpaslan Ozerdem, 2012, The Contribution of The Organization of the Islamic Conference to the

    Peace Process in Mindanao, diakses dalam:

    https://www.researchgate.net/publication/263112006_The_Contribution_of_the_Organisation_of_

    the_Islamic_Conference_to_the_Peace_Process_in_Mindanao/link/590076b145851565029ff2eb/d

    ownload

    https://www.researchgate.net/publication/263112006_The_Contribution_of_the_Organisation_of_the_Islamic_Conference_to_the_Peace_Process_in_Mindanao/link/590076b145851565029ff2eb/downloadhttps://www.researchgate.net/publication/263112006_The_Contribution_of_the_Organisation_of_the_Islamic_Conference_to_the_Peace_Process_in_Mindanao/link/590076b145851565029ff2eb/downloadhttps://www.researchgate.net/publication/263112006_The_Contribution_of_the_Organisation_of_the_Islamic_Conference_to_the_Peace_Process_in_Mindanao/link/590076b145851565029ff2eb/download

  • 14

    kemerdekaan secara penuh tidak dapat direalisasikan, namun setidaknya melalui

    pernjanjian ini telah memberikan mereka sebuah otonomi. Setelah MNLF

    mendapatkan otonomi tersebut, selanjutnya OKI masih memberikan upaya untuk

    memantau perkembangan penyelesaian konflik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa

    tindak lanjut seperti respon OKI terhadap otonomi muslim di Mindanao selama

    tahun 1978 hingga 1996 dan penandatanganan oleh GRP-MNLF dalam Final

    Peace Agreement 1996. Kemudian juga terkait isu dominasi regional dalam hal ini

    oleh Indonesia dan Malaysia di konflik Filipina ini setelah tahun 1996, melihat

    kedua negara ini adalah negara anggota OKI. Serta kemudian mengacu pada

    pembahasan perkembangan resolusi konflik di tahun-tahun setelahnya.19

    Persamaan penelitian terdahulu keempat dengan penelitian ini adalah

    terletak pada aktor yang dibahas dalam penelitian yakni, sama sama membahas

    peran OKI dalam penyelesaian sebuah konflik. Sedangkan yang menjadi

    perbedaannya adalah terletak pada latar belakang negara yang diteliti, yakni pada

    penelitian terdahulu kelima, negara yang diteliti bukan merupakan negara anggota

    OKI. Pun pendekatan yang digunakan berbeda. Penelitian ini akan menggunakan

    konsep international organization.

    Penelitian terdahulu kelimaadalah penelitian dalam bentuk jurnal, oleh:

    Ali Sarihan, yang berjudul “Cooperation, Competition, and Security Dilemma.

    The Case of Muslim States and Israel”, dengan menggunakan pendekatan

    security dilemma dan trade cooperation. Penelitian ini berisi tentang penjelasan

    hubungan antara negara-negara Islam (di wilayah Timur Tengah) dengan Israel.

    19Ibid,. hal. 11

  • 15

    Peneliti menjabarkan hubungan antara kedua pihak tersebut yang dilihat dari

    perpespektif keamanan internasional.

    Dari penelitian terdahulu kelima ini, dikatakan bahwa Israel dan negara-

    negara Islam di Timur Tengah memiliki hubungan yang tidak bersahabat. Israel

    begitu mendominasi wilayah Timur Tengah. Hal ini dapat dilihat dari tiga perang

    besar yang pernah terjadi yakni, Perang Arab-Isarel pada tahun 1948, Krisis

    Terusan Suez tahun 1957, dan Perang Enam Hari tahun 1967, dimenangkan oleh

    Israel. Sehingga negara-negara Islam merasa terancam. Untuk itu melalui konsep

    security dilemma peneliti menjelaskan berangkat dari rasa terancam tersebut,

    maka negara-negara Islam membentuk sebuah organisasi yang diharapkan dapat

    menyeimbangi dominasi Israel, yakni Organisasi Kerjasama Islam. Namun di sisi

    lain, peneliti memberikan argumen yang sedikit berbeda dari harapan dibentuknya

    OKI. Dimana berdasarkan yang tercantum dari hasil penelitian bahwa peran OKI

    sebagai pemersatu negara-negara Islam untuk menyeimbangi kekuatan Israel

    adalah belum menunjukan efektifitas.

    Dari hasil tersebut, lebih rinci peneliti menekankan bahwa usaha OKI

    dalam menyaingi kekuatan Israel hanyalah menjadi tambahan beban bagi negara-

    negara Islam. Seperti tidak ada angin segar yang dapat di tawarkan OKI. Hal ini

    dikarenakan permasalahan di Timur Tengah tidak menandakan sebuah akhir.

    Untuk itu melalui konsep trade cooperation peneliti menjelaskan dan memberikan

    argumen baru, bahwa menurutnya OKI akan lebih bisa memberikan kontribusi

    yang efektif dalam menghimpun negara-negara Islam untuk menjadi sebuah

    kekuatan baru di Timur Tengah, jika menerapkan pendekatan kerjasama dalam

  • 16

    perdagangan. Menurut peneliti dengan penerapan penedekatan ini, OKI akan

    memiliki daya tahan yang kuat, dikarenakan setiap negara anggota merasa

    memiliki keterkaitan dalam aspek ekonomi. Sehingga kekebalan OKI akan lebih

    maksimal untuk merespon permasalahan Timur Tengah secara kompak.20

    Persamaan penelitian terdahulu kelima dengan penelitian ini terletak pada

    aktor yang dibahas dalam penelitian, yakni melibatkan OKI dan Israel, kemudian

    juga terletak pada prinsip organisasi internasional. Dimana penelitian terdahulu

    kelima tersebut dengan penelitian ini sama-sama berasumsi bahwa OKI dapat

    menjadi sebuah entitas baru bagi negara Islam, yang dijalankan berdasarkan

    prinsip organisasi internasional. Sementara perbedaannya terletak pada fokus

    kasus yang dibahas. Penelitian terdahulu kelima ini membahas tentang hubungan

    Israel dengan negara-negara Islam, bukan hanya dengan Palestina sebagaimana

    yang akan dibahas dalam penelitian ini.

    Penelitian terdahulu keenam adalah penelitian dalam bentuk jurnal, oleh:

    Hasbi Aswar, yang berjudul “The U.S Foreign Policy under Trump

    Administration to Recognize Jerusalem as The State Capital of Israel”, dengan

    menggunakan konsep foreign policysebagai pendekatan. Penelitian terdahulu

    keenam ini membahas tentang kebijakan Amerika Serikat yang mengakui

    Yerusalem sebagai ibukota Israel. Dimana dengan menggunakan konsep foreign

    policy, peneliti menganalisa apa saja faktor yang menyebabkan presiden Trump

    mengambil kebijakan tersebut. Sebagaimana tertera dalam konsep yang

    20Ali Sarihan, Cooperation, Competition, and Security Dilemma. The Case of Muslim States and

    Israel, diakses dalam:

    https://www.academia.edu/5063206/Cooperation_Competition_and_the_Security_Dilemma_The_

    Case_of_Muslim_States_and_Israel

    https://www.academia.edu/5063206/Cooperation_Competition_and_the_Security_Dilemma_The_Case_of_Muslim_States_and_Israelhttps://www.academia.edu/5063206/Cooperation_Competition_and_the_Security_Dilemma_The_Case_of_Muslim_States_and_Israel

  • 17

    digunakan, peneliti memaparkan bahwa ada beberapa level yang melatarbelakangi

    terbentuknya sebuah kebijakan luar negeri. Level-level tersebut adalah individu,

    negara, dan sistem internasional. Begitupun dengan Amerika Serikat. Dalam

    kasus ini, menurut peneliti, kebijakan AS tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh

    faktor domestik.21

    Secara domestik, terdapat beberapa faktor yang membentuk proses

    pengambilan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Mulai dari presiden dan

    kongres, badan eksekutif, kelompok kepentingan, hingga berita media dan opini

    publik. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam hal kebijakan AS tersebut,

    lebih dominan dipengaruhi oleh kelompok kepentingan. Kelompok-kelompok ini

    terdiri dari kelompok Yahudi dan kelompok Kristen Evangelikal. Menurut

    peneliti, kelompok-kelompok ini berusaha agar kepentingan mereka atas Israel

    dapat terrealisasikan. Aktivitas yang mereka lakukan misalnya dengan

    berpartisipasi dalam pemilu, dengan berkontribusi dalam proses kampanye agar

    dapat membentuk opini publik. Salah satu kelompok Yahudi yang vokal di AS

    adalah AIPAC (American Israel Public Affairs Committe). Kelompok ini sering

    memberikan dukungan kepada elite politik AS yang pro-Israel, seperti dengan

    berkontribusi dalam kamapanye dan juga dalam bentuk finansial.

    Dalam penelitian ini dijelaskan pula bagaimana proses legalitas hukum

    atas Yerusalem. Yangmana status hukum kota suci Yerusalem adalah sebagai

    wilayah pendudukan internasional. Dengan status demikian, maka peneliti

    21Hasbi Aswar, The U.S Foreign Policy under Trump Administration to Recognize Jerusalem as

    The State Capital of Israel, Journal of International Studies, Vol, 1, No, 2, diakses dalam

    https://www.researchgate.net/publication/336275749_The_US_Foreign_Policy_under_Trump_Ad

    ministration_to_Recognize_Jerusalem_as_the_State_Capital_of_Israel (02/03/2020, 08.12 WIB)

    https://www.researchgate.net/publication/336275749_The_US_Foreign_Policy_under_Trump_Administration_to_Recognize_Jerusalem_as_the_State_Capital_of_Israelhttps://www.researchgate.net/publication/336275749_The_US_Foreign_Policy_under_Trump_Administration_to_Recognize_Jerusalem_as_the_State_Capital_of_Israel

  • 18

    berargumen bahwa kebijakan yang diambil oleh Presiden Trump tersebut lebih

    ditujukan untuk memenuhi janji kampanye yang diutarakannya saat masa pemilu.

    Karena, apabila maksud dari presiden Trump adalah untuk menciptakan solusi

    perdamaian baru, maka kebijakan tersebut kurang tepat. Lebih- lebih menurut

    peneliti kebijakan tersebut menciderai hukum internasional.22

    Persamaan penelitian terdahulu keenam dengan penelitian ini terletak pada

    fokus isu yang dibahas, yakni kebijakan Amerika Serikat atas Yerusalem. Namun

    yang membedakan adalah pada penelitian ini, lebih membahas bagaimana respon

    OKI dalam kebijakan tersebut. Sehingga fokus aktor ataupun objek penelitian

    pada penelitian ini dapat dikatakan sedikit lebih banyak daripada pada penelitian

    terdauhulu keenam.

    Penelitian terdahulu ketujuhadalah penelitian dalam bentuk artikel oleh

    Victor Kattan berjudul, “Why U.S. Recognition of Jerusalem Could be Contrary

    to International Law”. Penelitian ini juga membahas mengenai kebijakan AS atas

    Yerusalem. Peneliti memaparkan tentang respon dunia internasional yang lebih

    dominan memberikan penolakan atas kebijakan tersebut. Mulai dari PBB, Uni

    Eropa, hingga OKI, semua mengecam kebijakan AS. Peneliti menjelaskan respon-

    respon oleh dunia internasional. Dimana OKI merespon dengan

    menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa. Kemudian PBB

    khususnya konsil keamanan, mengadakan sidang untuk membahas isu ini. Namun

    dalam sidang ini AS yang merupakan salah satu negara anggota tetap,

    menggunakan hak vetonya untuk menolak draf resolusi yang diajukan. Sehingga

    22Ibid

  • 19

    walaupun banyak negara yang mendukung draf resolusi tersebut, karena ada satu

    negara anggota tetap tidak menyetujui, maka draf resolusi itu tidak dapat

    disahkan.23

    Setelah membahas respon dunia internasional atas kebijakan itu, kemudian

    peneliti menjelaskan mengapa respon yang lebih banyak adalah respon yang

    memberikan penolakan. Hal ini diuraikan oleh peneliti dengan menilik kembali

    peta perjalanan penetapan status hukum kota Yerusalem. Tidak ketinggalan,

    peneliti juga membahas mengenai nilai keunikan dan kesakralan yang dimiliki

    kota Yerusalem. Yangmana kota ini merupakan kota Suci tiga Agama Besar,

    yakni Islam, Yahudi dan Kristen. Sehingga status terakhir dari kota ini adalah

    sebagai pendudukan internasional.

    Persamaan penelitian terdahulu ketujuh dengan penelitian ini juga terletak

    pada isu yang dibahas, yakni mengenai kebijakan AS atas kota Yerusalem.

    Sedangkan hal yang membedakannya adalah; pada penelitian ini, pembahasan

    tidak sekedar mengenai kebijakan tersebut. Melainkan melihat bagaiaman respon

    OKI secara rinci atas kebijakan itu. Pada penelitian terdahulu ketujuh pembahasan

    dominan mengulas tentang kebijakan AS.

    Setelah menelaah beberapa penelitian terdahulu tersebut diatas, dapat

    ditarik garis besar bahwa setiap penelitian sama-sama menyentil peran OKI dalam

    merespon permasalahan dunia internasional yang berkaitan dengan umat muslim,

    23Victor Kattan, Why U.S. Recognition of Jerusalem Could be Contrary to International Law,

    diakses dalam

    https://jps.ucpress.edu/sites/default/files/additional_assets/JPS187_07_Kattan.pdf(02/03/2020,

    08.30 WIB)

    https://jps.ucpress.edu/sites/default/files/additional_assets/JPS187_07_Kattan.pdf

  • 20

    baik di negara anggota maupun negara bukan anggota. Hal yang menjadi pembeda

    antara satu penelitian dengan penelitian lainnya adalah porsi bahasan tentang

    respon ataupun peran OKI dan juga terkait landasan konseptual yang digunakan.

    Dalam lima penelitian terdahulu pertama, OKI menjadi fokus penelitian. Sehingga

    mendapat porsi bahasan yang besar dan rinci. Sedangkan pada dua pepenelitian

    terdahulu lainnya, lebih melihat atau mengkaji terkait kebijakan As atas

    Yerusalem.

    Kemudian terkait landasan konseptual pun masing-masing menggunakan

    pendekatan yang berbeda. Diantaranya ada yang menggunakan konsep soft

    balancing yang melihat OKI sebagai entitas yang memiliki power untuk

    menyeimbangkan suara masyarakat muslim di percaturan dunia internasional.

    Kemudian juga ada yang menggunakan konsep ummah, dimana OKI terbentuk

    berdasaran identitas keislaman yang dapat melampaui batas nasional negara.

    Hingga menggunakan pendekatan conflict resolution dalam upaya menciptakan

    solusi perdamaian.

    Sekilas penelitian ini memiliki arah tujuan yang sama dengan penelitian-

    penelitian diatas. Namun lebih detail melalui konsep internatinal organization

    penelitian ini akan memposisikan OKI sebagai organisasi internasional yang

    segala responnya terhadap suatu permasalahan dilihat melalui sistematika

    perundingan OKI itu sendiri. Dalam hal ini mengenai permasalahan yang terjadi

    antara Israel dan Palestina ini, khususnya terkait pengakuan Amerika Serikat atas

    Yerusalem sebagai ibukota Israel.

  • 21

    Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu

    No Judul Penelitian dan

    Nama Peneliti

    Jenis Penelitian dan

    Alat Analisa

    Hasil

    1. Upaya OKI dalam

    Penolakan Penetapan

    AS Atas Status

    Yerusalem pada Sidang

    PBB

    oleh: Muhammad

    Jamaludin Patytama.

    Deskriptif Kualitatif.

    Soft Balancing.

    - OKI merupakan organisasi internasional berlatar belakang

    Islam menolak penetapan AS

    terhadap status Yerusalem

    - Penolakan ini direalisasikan dalam di Sidang PBB

    OKI menggunakan soft

    balancing untuk mengimbangi

    kekuatan AS yang semakin

    tidak dapat diprediksi atas status

    Yerusalem

    2. The Organization of

    The Islamic

    Cooperation and The

    Conflict in Southern

    Thailand

    oleh: Paoyee

    Waesahmae

    Deskriptif Kualitatif.

    Konsep “Ummah”.

    - Konflik Thailand Selatan adalah konflik yang dominan

    dilatarbelakangi oleh aspek

    perbedaan budaya-agama antar

    penduduknya

    - OKI memberikan respon untuk membantu menyelesaikan

    konflik tersebut.

    - Dikarenakan OKI sebagai representasi negara-negara

    Islam tidak hanya memberikan

    respon terhadap negara

    anggotanya saja. Melainkan

    OKI memiliki legalitas untuk

    merespon konflik yang

    melibatkan umat muslim di

    seluruh dunia. Sebagaimana

    yang peneliti sebutkan dalam

    konsep Ummah bahwa Islam

    adalah identitas yang

    melampaui batas nasional

    ataupun negara.

    3. Organization of Islamic

    Co-operation (OIC)

    and Prospects of

    Yemeni Conflict

    Resolution: Delusion or

    Plausible Reality

    Deskriptif Kualitatif.

    - Konflik Yaman adalah konflik yang kompleks

    - Konflik Yaman adalah pertikaian antara dua sekte

    Islam (syiah dan sunni), dan

    semakin terprovokasi oleh

    pihak-pihak eksternal.

  • 22

    oleh: M. Ihsan Qadir

    dan M. Saifur Rehman

    - OKI telah terlibat dalam mengusahakan perdamaian

    dalam konflik Yaman ini.

    Namun tidak memberikan

    sebuah tanda kesuksesan dalam

    penyelesaian konflik tersebut.

    4. The Contribution of The

    Organization of the

    Islamic Conference to

    the Peace Process in

    Mindanao

    oleh: Alpaslan

    Ozerdem.

    Deskriptif Kualitatif.

    Conflict Resolution.

    - Konflik Mindanao adalah konflik yang dilaterbelakangi

    oleh aspek ethno-religious

    - Konflik antara umat muslim sebagai minoritas dan umat

    kristen sebagai mayoritas

    - OKI telah memberikan beberapa kontribusi dalam

    usaha penyelesaian konflik

    tersebut. Diantaranya melalui

    penyelenggaraan perjanjian

    antara GRP dan MNLF yakni,

    Tripoli Agreement.

    - Dari perjanjian tersebut, MNLF memperoleh otonomi.

    - Setelah perjanjian tersebut terlaksana, OKI melanjutkan

    responnya terhadap konflik ini,

    dengan terus memantau

    perkembangannya.

    5. Cooperation,

    Competition, and The

    Security Dilemma The

    Case of Muslim States

    and Israel

    Oleh: Ali Sarihan

    Deskriptif Kualitatif.

    Security Dilemma.

    Trade Cooperation.

    - Israel dan negara-negara muslim di Timur Tengah

    mempunyai hubungan yang

    tidak bersahabat.

    - Israel mendominasi wilayah Timur Tengah

    - Dominasi tersebut menciptakan security dilemma bagi negara-

    negara Islam

    - Negara-negara Islam membentuk OKI sebagai entitas

    yang dapat mempersatukan

    mereka untuk menyeimbangi

    dominasi Israel tersebut

    - Namun OKI tidak banyak memberikan bukti nyata.

    - Peneliti menjelaskan dan menekankan posisinya dalam

    penelitian ini bahwa OKI akan

    lebih efektif untuk menjadi

  • 23

    pemersatu negara-negara Islam

    di Timur Tengah apabila

    menerapkan pendekatan trade

    cooperation.

    6. The U.S Foreign Policy

    under Trump

    Administration to

    Recognize Jerusalem as

    The State Capital of

    Israel.

    Oleh: Hasbi Aswar

    Deskriptif Kualitatif.

    Konsep foreign

    policy

    - Dalam proses pembentukan kebijakan luar negeri suatu

    negara, terdapat bberapa lebel

    yang dapat melatarbelakangi

    kebijakan tersebut. Level-level

    tersbeut adalah, negara,

    individu, dan sistem

    internasional

    - Dalam isu kebijakan Amerika Serikat atas yerusalem lebih

    dipengaruhi oleh faktor

    domestik/negara.

    - Faktor domestik yang paling berperan adalah kelompok

    kepentingan yang berbasis

    kelompok Yahudi dan

    kelompok Kristen evangelikal

    - Trump mengambil kebijakan tersbeut lebih dikarenakan

    untuk membayar janji

    kampanyenya pada saat masa

    pemilu dulu.

    - Sehingga apabila tujuan Trump untuk menciptakan solusi

    perdamaian baru bagi konflik

    Israel-Palestina, menurut

    peneliti kebijakan tersebut

    bukanlah sebuah pilihan yang

    tepat.

    7. Why U.S. Recognition

    of Jerusalem Could be

    Contrary to

    International Law

    Oleh: Victor Kattan

    Deskriptif Kualitatif. - Dengan adanya kebijakan tersebut, dunia internasional

    ternyta tidak hanya diam saja

    - Dunia internasional memberikan respon yang cukup

    beragam. Namun respon

    dominan adalah dalam bentuk

    penolakan

    - Setelah mengetahui respon dunia internasional tersebut,

    kemudian dijabarkan oleh

    peneliti alasan mengapa

    kebijakan AS ini lebih banyak

  • 24

    mendapat kecaman

    - Tidak lain alasannya adalah status hukum terakhir dari kot

    aYerusalem adalah menjadi

    wilayah pendudukan

    internasional

    - Sehingga pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel menjadi

    tidak adil bagi Palestina

    8. Respon OKI Terhadap

    Pengakuan Amerika

    Serikat atas Yerusalem

    sebagai Ibukota Israel.

    Oleh: Rafiqatul Jannah

    Hinelo

    Deskriptif

    Kualtitatif.

    Konsep

    International

    Organization.

    - Adanya dinamika dalam konflik Israel-Palestina.

    - Respon OKI dalam aspek Politik: Penyelenggaran

    Konferensi-Konferensi OKI,

    seperti KTT Islam LB OKI, dan

    Pertemuan Luar Biasa Menteri

    Luar Negeri OKI,

    - Respon OKI Terhadap Pengakuan Amerika Serikat atas

    Yerusalem sebagai Ibukota

    Israel melalui Diplomasi dalam

    Sidang PBB, serta kerjasama

    OKI dengan UNRWA

    1.5 Kerangka Teori dan Konsep

    a. Konsep Organisasi Internasional

    Organisasi Internasional biasanya dipandang sebagai entitas yang dibentuk

    oleh negara-negara untuk melakukan tugas atau fungsi yang diberikan,

    berdasarkan perjanjian dan memiliki setidaknya satu organ. Organisasi

    Internasional pun memiliki kekuatan independen yang memungkinkannya untuk

    merumuskan dan menjalankan agenda bersama yang telah menjadi kehendak dari

    setiap negara-negara, baik pada tingkat yang lebih besar atau lebih

    kecil.24Organisasi internasional juga dapat didefinisikan sebagai perjanjian

    24Jan Klabbers, Unity, Diversity, Accountability: The Ambivalent Concept of

    International, diakses dalam:

  • 25

    kelembagaan diantara anggota sistem internasional untuk mencapai tujuan sesuai

    dengan kondisi dalam sistem internasional tersebut, yang mencerminkan atribut,

    aspirasi dan rasa keprihatinan oleh anggotanya.25Dalam pengertian lain,

    Organisasi Internasional juga dianggap sebagai kumpulan dari aktor-aktor dunia

    internasional, dalam hal ini negara, yang dimana organisasi internasional telah

    memiliki kriteria tertentu bagi negara-negara yang hendak menjadi anggota.

    Dimana setiap negara yang telah menjadi anggota akan memiliki hak-hak tertentu

    dalam proses operasional organisasi internasional tersebut.26

    Menurut J. Samuel Barkin, dalam bukunya “Organization: Theory and

    Institutions”, ia mengatakan bahwa organisasi internasional telah tumbuh dan

    mulai menjadi aktor baru dalam dunia internasional. Sebagaimana kita ketahui

    dalam studi hubungan internasional, Negara adalah aktor yang paling dominan

    dibahas. Barkin dalam bahasannya mengenai organisasi internasional lebih

    memfokuskan pada intergovernmental organization, yakni organisasi

    internasional yang berbasis pemerintahan. Dimana ia menyebutkan bahwa

    organisasi internasional dalam pembagiannya, dapat diklasifikasikan menjadi dua.

    Inclusive International Organizations dan Exclusive International

    Organization.Dalam tulisannya Barkin tidak banyak membahas mengenai

    Exclusive International Organization. Karena menurutnya organisasi eksklusif

    https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0006/1687443/06Klabbers1.pdf (28/07/2019,

    14:05 WIB) 25Sterian Maria Gabriela,The Role Of International Organizations In The GlobalEconomic

    Governance – An Assessment, diakses dalam:

    http://www.rebe.rau.ro/RePEc/rau/journl/WI13S/REBE-WI13S-A32.pdf (28/07/2019, 14:25 WIB) 26Lisa Martin and Beth Simmons, International Organizations and Institutions, diakses dalam:

    https://scholar.harvard.edu/files/bsimmons/files/ch_13_-_international_os_and_is.pdf (28/07/2019,

    17:12 WIB)

    https://law.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0006/1687443/06Klabbers1.pdfhttps://econpapers.repec.org/scripts/redir.pf?u=http%3A%2F%2Fwww.rebe.rau.ro%2FRePEc%2Frau%2Fjournl%2FWI13S%2FREBE-WI13S-A32.pdf;h=repec:rau:journl:v:8:y:2013:i:4.1:p:308-316https://scholar.harvard.edu/files/bsimmons/files/ch_13_-_international_os_and_is.pdf

  • 26

    adalah organisasi yang dirancang khusus yang biasanya mengecualikan beberapa

    negara. Contoh paling umum dari organisasi jenis ini adalah aliansi militer di

    suatu regional tertentu. Sebaliknya, dalam tulisannya Barkin menitiberatkan

    pembahasan organisasi internasional dalam bentuk inklusif. Dimana ia

    mendefinisikan bahwa Organisasi internasional antar pemerintah

    (Intergovernmental Organazition) adalah organisasi yang dibuat berdasarkan

    kesepakatan diantara negara-negara bagian dan bukan oleh

    individu.Intergovernmental Organization yang dimaksud oleh Barkin adalah

    organisasi internasional yang inklusif. Dimana dapat melibatkan semua negara di

    dunia, tidak membatasi hanya pada negara negara di wilayah tertentu.27

    Kemudian dalam menjelaskan tentang organisasi internasional itu sendiri,

    Barkin secara teoritikal memberikan beberapa pembagian untuk menelaahnya.

    Poin pembahasan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, yakni adalah

    mengenai perbedaan antara ranah kedaulatan dan globalisasi (sovereignity and

    globalization) dalam organisasi internasional, kemudian perbedaan antara power

    dan interdependence, selanjutnya tentang regimes dan institutions.28Kesemua

    aspek ini saling mempengaruhi satu sama lainnya. Disaat berbicara kedaulatan

    dan globalisasi maka akan erat kaitannya dengan aspek power dan

    interdependensi. Dalam dunia hubungan internasional, negara dipandang sebagai

    aktor dominan. Hingga eksistensi OI mulai naik dan diduga dapat menggerus

    dominasi negara sebagai aktor dominan tersebut. Di era globalisasi ini, negara

    27J. Samuel Barkin, 2006, International Organization; Theories and Instituitions, New York:

    Palgrave Maccmilandiakses dalam: http://bookengine.site/go/read.php?id=B00CLO19KI

    (29/07/2019, 13:09 WIB) 28Ibid

    http://bookengine.site/go/read.php?id=B00CLO19KI

  • 27

    dituntut mampu meningkatkan kompetensinya untuk menjamin kesejahteraan

    masyarakatnya. Untuk itu, sangat sulit bagi suatu negara untuk tidak menjalin

    kerjasama dengan negara lain. Dimana salah satu jalan dalam merealisasikan

    kerjasama tersebut adalah melalui keterlibatan dalam organisasi internasional.29

    Sehingga mau tidak mau untuk mencapai tujuan tersebut suatu negara

    harus rela mempertaruhkan kedaulatannya baik internal maupun eksternal. Maka

    dari itu, dalam tulisannya Barkin menggambarkan bahwa organisasi internasional

    secara konseptual dapat menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah dalam

    dunia internasional, karena memiliki power dan dapat menjadi wadah untuk

    memprakarsai interdependesi antar negara.Selanjutnya mengenai bagaimana

    oraganisasi internasional bekerja, dan bagaimana efek yang diberikan dalam suatu

    permasalahan, dapat dijelaskan dalam aspek regimes dan instituions.30

    Rezim dalam organisasi internasional diartikan sebagai behavioral effect.

    Maksudnya, bagaimana sebuah organisasi internasional dapat membentuk negara

    untuk dapat memberikan respon atau tindakan terhadap suatu isu tertentu,

    berdasarkan nilai dan norma yang telah disepakati bersama dalam organisasi

    internasional tersebut. Sebaliknya pendekatan institusi adalah pendekatan yang

    melihat bagaimana sistem operasional yang terjadi dalam suatu organisasi

    internasional. Pendekatan institusi ini berkenaan dengan pembahasan mengenai

    aspek hirarki birokrasi dan struktur formal organisasi internasional.31Kedua

    pendekatan ini dapat membantu peneliti menganalisa bagaimana OKI sebagai

    sebuah organisasi internasional dalam merespon suatu permasalahan yakni,

    29Ibid 30Ibid 31Ibid

  • 28

    konflik Israel Palestina, khususnya isu pengakuan Amerika Serikat atas

    Yerusalem sebagai ibukota Israel.

    Dengan menggunakan pendekatan institusi, peneliti dapat menjelaskan

    bahwa OKI memiliki struktur formal dan birokrasi yang jelas. OKI memiliki

    piagam sebagai landasan kebijakannya.32 Kemudian melalui pendekatan rezim,

    peneliti dapat menjelaskan bahwa OKI adalah gabungan dari negara-negara Islam

    yang saling bersatu karena latarbelakang dan memiliki kepentingan yang sama.

    Kemudian berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bagaimana OKI merespon

    pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. Dikarenakan

    pendekatan rezim melihat pada efek perilaku negara yang telah tergabung dalam

    sebuah organisasi internasional merespon sebuah kasus.

    Setelah OKI sebagai aktor dijelaskan melalui pendekatan “rezim dan

    institusi”, peneliti akan menggunakan pendekatan “kedaulatan dan globalisasi”

    serta “kekuatan dan ketergantungan” dalam menganalisa beragam respon yang

    telah OKI berikan dalam merespon tindakan pengakuan Amerika Serikat atas

    Yerusalem sebagai ibukota Israel. Barkin dalam bukunya menyebutkan asumsi

    umum tentang aktor dominan dalam dunia hubungan internasional adalah

    negara.33 Untuk itu, dalam pembahasan mengenai kedaulatan, makakedaulatan

    sebuah organisasi internasional akan sangat berkaitan erat dengan kedaulatan

    sebuah negara. Melihat organisasi internasional (dalam hal ini organisasi berbasis

    pemerintahan) adalah merupakan gabungan antara beberapa negara. Sehingga

    kedaulatan antara kedua jenis aktor tersebut akan saling mempengaruhi satu sama

    32Conference, Oraganization of Islamic Cooperation, diakses dalamhttps://www.oic-

    oci.org/docdown/?docID=1865&refID=1079 33Opcit.

    https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=1865&refID=1079https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=1865&refID=1079

  • 29

    lainnya. Kedaulatan sebuah negara dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori

    yakni, kedaulatan kedalam dan keluar. Kedaulatan kedalam adalah kemampuan

    atau otoritas negara untuk mengendalikan segala urusan domestiknya. Sedangkan

    kedaulatan keluar adalah pengakuan dunia internasional atasnya.34 Yangmana

    kedaulatan keluar ini berkaitan erat dengan eksistensi negara dalam organisasi

    internasional.

    Ketika sebuah negara bergabung dengan sebuah organisasi internasional

    maka negara itu harus menerima konsekuensi atas perubahan pada kedaulatannya.

    Pendekatan kedaulatan ini memiliki korelasi dengan aspek globalisasi. Dengan

    asumsi bahwa dunia ini adalah terhubung antara satu wilayah dengan wilayah

    lainnya, maka mau tidak mau bergabung dalam sebuah organisasi internasional

    adalah urgen bagi setiap negara untuk menangani setiap permasalahan

    domestiknya. Dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa respon OKI terhadap

    pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel dapat

    diidentifikasi dari aspek politik serta aspek kerjasama dan diplomasi. Dimana

    aspek-aspek ini sangat selaras apabila di padupadankan dengan karakteristik

    pendekatan kedaulatan-globalisasi serta kekuatan-ketergantungan.

    Dilihat dari aspek politik, OKI telah memberikan respon dalam bentuk

    penyelenggaraan konferensi demi konferensi.35 Dimana tidak lain konferensi

    tersebut dilaksanakan untuk mengecam AS atas tindakannya tersebut, serta

    mengajak dunia internasional untuk tidak mengikuti kebijakan AS. Pun

    34Opcit. 35Draft Agenda of The OIC Extraordinary Islamic Summit Conference,Organization of Islamic

    Cooperation, diakses dalam https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=1910&refID=1079

    (19/11/2018, 15.12 WIB)

    https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=1910&refID=1079

  • 30

    konferensi-konferensi tersebut diselenggarakan untuk menghimpun bantuan

    barang dan jasa bagi penanganan korban, imigran dalam konflik Israel-Palestina

    ini. Kemudian untuk aspek kerjasama dan diplomasi, OKI telah mengupayakan

    dan menyuarakan hak-hak Palestina dalam sidang PBB dan menciptakan sebuah

    program ekonomi yang disebut “Waqf Fund” dengan mengajak UNRWA (sebuah

    badan khusus PBB yang menagani isu pengusngsi di Palestina dan sekitarnya)

    untuk turut berkontribusi dalam program tersebut.36 Selanjutnya peneliti

    menselaraskan pendekatan-pendekatan yang telah disebutkan sebelumnya dengan

    respon-respon OKI tersebut. Dengan adanya globalisasi,OKI lahir sebagai

    pemersatu negara-negara Islam dan memiliki kedaulatan dan kekuatan sebagai

    oraganisasi internasional yang dapat memberikan kesadaran bagi negara-negara

    Islam bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain untuk memberikan

    kontribusi dalam upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina, khususnya terkait

    pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel oleh Amerika Serikat.

    1.6 Metode Penelitian

    1.6.1 Jenis Penelitian

    Dengan penjelasan tersebut diatas, jelas bahwa jenis penelitian ini

    menggunakan tipe pendekatan deskriptif. Dimana seperti yang telah disebutkan

    dalam rumusan masalah, maka penelitian ini akan diarahkan untuk mendapatkan

    36Muhammad Jamaludin Patytama, 2018, Upaya OKI dalam Penolakan Penetapan AS Atas Status

    Yerusalem pada Sidang PBB, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang, diakses dalam

    http://eprints.umm.ac.id/39280/ (14/12/18, 13:41 WIB)

    http://eprints.umm.ac.id/39280/

  • 31

    jawaban bagaimana respon OKI terhadap pengakuan Amerika Serikat atas

    Yerusalem sebagai Ibukota Israel.

    1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang

    dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan dengan mencari dan mengumpulkan

    data-data pendukung penelitian berupa buku-buku, jurnal ilmiah, skripsi, tesis,

    surat kabar, maupun website yang berkaitan dengan judul dari penelitian ini.

    Setelah data yang diperlukan terkumpul, kemudian data tersebut dipilih dan

    dikelompokkan ke dalam bab pembahasan sesuai pembahasan yang terkait.

    1.6.3 Teknik Analisa Data

    Teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

    teknis analisis data kualitatif. Dimana analisa ini dilakukan melalui beberapa

    tahapan yaitu klasifikasi data-data yang telah dikumpulkan. Setelah data

    dikelompokkan, kemudian menghubungkan data-data yang telah dikumpulkan

    agar dapat ditarik kesimpulan dari kumpulan data yang telah dipilih melalui fakta

    dan konsep yang digunakan.

    1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian yang terdiri dari batasan waktu dan batasan

    materi diperlukan agar data-data yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh

    peneliti sesuai batasan waktu dan materi agar tetap pada acuan pembahasan.

  • 32

    1.6.5 Batasan Waktu

    Batasan waktu yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pada

    tahun 2017-2020, karena Presiden Amerika Serikat mengeluarkan pengumuman

    tentang pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibukota Israel sekaligus

    pemindahan Kedutaan Besarnya di Israel dari Tel-Aviv ke Yerusalem terjadi pada

    tahun 2017.

    1.6.6 Batasan Materi

    Materi yang dibahas dalam penelitian ini akan berfokus pada respon OKI atas

    pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel.

    1.7 Argumen Pokok

    Melalui konsep International Organization, peneliti memberikan asumsi

    bahwa respon OKI terhadap pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai

    ibukota Israel diwujudkan melalui beberapa aspek yang meliputi; aspek politik

    serta aspek kerjasama dan diplomasi. Dimana aspek politik dapat diindikasikan

    dari penyelenggaraan konferensi-konferensi OKI, yakni dalam hal ini KTT Islam

    OKI, KTT IslamLB OKI, Pertemuan Mentri Luar Negeri OKI, dan Pertemuan

    Luar Biasa Menteri Luar Negeri OKI. Secara politik, menurut peneliti, dengan

    pelaksanaan konferensi-konferensi tersebut OKI sebagai sebuah organisasi

    internasional telah memberikan citra yang ideal mengenai isu yang berkaitan erat

    dengan latar belakang ataupun identitas OKI itu sendiri, yakni pengakuan

  • 33

    Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. Selanjutnya aspek

    kerjasama dan diplomasi dapat diidentifikasi dari adanya usaha OKI untuk

    mengajak seluruh aktor dunia internasional agar berada pada pendirian yang sama

    dengan OKI dalam merespon pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai

    ibukota Israel tersebut. Ajakan ini diupayakan dengan melakukan diplomasi

    melalui sidang PBB dan membentuk program ekonomi “Waqf Fund” yang

    dilakukan dengan UNRWA.

    1.8 Sistematika Penulisan

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.3.1 Tujuan Penelitian 1.3.2 Manfaat Penelitian

    a. Manfaat Akademis b. Manfaat Praktis

    1.4 Penelitian Terdahulu 1.5 Landasan Konseptual

    a. Konsep International Organization

    1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Metode Analisis 1.6.2 Teknik Pengumpulan Data 1.6.3 Teknik Analisa Data 1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.5 Batasan Waktu 1.6.6 Batasan Materi

    1.7 Argumen Pokok 1.8 Sistematika Penelitian

    BAB II

    GAMBARAN

    KONFLIK ISRAEL

    PALESTINA DAN

    KEPENTINGAN

    AMERIKA SERIKAT

    2.1 Dinamika Konflik Israel Palestina

    2.1.1 Sejarah Konflik Israel Palestina

    2.1.2 Upaya Penyelesaian Konflik Israel Palestina

    2.2 Kepentingan AS dalam Konflik Israel-Palestina

    2.2.1 Hubungan AS dengan Israel

  • 34

    2.2.2 Alasan Pengakuan Atas Yerusalem sebagai Ibukota

    Israel

    2.3 Respon Dunia Internasional Terhadap Pengakuan AS atas

    Yerusalem sebagai Ibukota Israel

    BAB III

    RESPON OKI

    MELALUI ASPEK

    POLITIK

    3.1 Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

    3.2 Penyelenggaran Konferensi-Konferensi OKI

    3.2.1 KTT Islam LB OKI 3.2.2 Pertemuan Menteri Luar

    Negeri OKI

    3.2.3 KTT Islam OKI

    BAB IV

    RESPON OKI

    MELALUI DIPLOMASI

    DAN KERJASAMA

    4.1 Kerjasama OKI dengan UNRWA 4.2 Diplomasi OKI dalam Sidang

    PBB

    4.3 Analisis dan Diskusi

    BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran