Top Banner
BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif Kebijakan Pembangunan di Indonesia 1. Latar Belakang Studi ini mengkaji pengembangan kewenangan pemerintah dalam penyediaan air bersih melalui kerjasama pemerintah-swasta. Dalam tradisi pembuatan kebijakan yang mainstream terdapat adanya pembedaan peran aktor, yakni peran aktor publik (pemerintah) dengan aktor private (masyarakat dan bisnis) melalui logika division of labor. 1 Pembedaan peran aktor tersebut lebih menitikberatkan kepada fokus tugas yang dihasilkan. Artinya, tugas dari pemerintah adalah menyediakan barang publik, sedangkan tugas dari sektor swasta lebih kepada menyediakan barang privat. Dalam pemisahan konsentrasi peran aktor tersebut, diharapkan tercipta kerja yang optimal dan efisien karena masing-masing aktor fokus terhadap perannya. Hal tersebut dikarenakan terdapat kelebihan yang menganggap pemerintah sebagai aktor yang dapat menyediakan anggaran yang besar dalam penyediaan infrastruktur dan barang publik, terlebih jika melihat pada fungsi pemerintah sebagai provider. Dengan demikian, pemerintah fokus terhadap jenis pekerjaan yang menghasilkan barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis pekerjaan yang menghasilkan barang privat. Pembedaan peran aktor tersebut dalam fokus tugas yang dihasilkan sering disebut dengan logic of complementary. 2 Pada perkembangannya, pola pemisahan peran masing-masing aktor memiliki konsekuensinya. Hal itu dikarenakan peran aktor, terutama pemerintah, tidak dapat diharapkan dalam memenuhi fokus tugas yang dihasilkan dari masing-masing aktor tersebut. 1 Nanang Pamuji Mugasejati, Bab 5 Basis Kerjasama dalam Modul Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah (Yogyakarta: S2 PLOD UGM, 2004). Hal. 95 2 Ibid.
23

BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

Mar 12, 2019

Download

Documents

trinhtuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

BAB I

Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS)

Sebagai Alternatif Kebijakan Pembangunan di Indonesia

1. Latar Belakang

Studi ini mengkaji pengembangan kewenangan pemerintah dalam penyediaan air

bersih melalui kerjasama pemerintah-swasta. Dalam tradisi pembuatan kebijakan yang

mainstream terdapat adanya pembedaan peran aktor, yakni peran aktor publik (pemerintah)

dengan aktor private (masyarakat dan bisnis) melalui logika division of labor.1 Pembedaan

peran aktor tersebut lebih menitikberatkan kepada fokus tugas yang dihasilkan. Artinya, tugas

dari pemerintah adalah menyediakan barang publik, sedangkan tugas dari sektor swasta lebih

kepada menyediakan barang privat. Dalam pemisahan konsentrasi peran aktor tersebut,

diharapkan tercipta kerja yang optimal dan efisien karena masing-masing aktor fokus

terhadap perannya. Hal tersebut dikarenakan terdapat kelebihan yang menganggap

pemerintah sebagai aktor yang dapat menyediakan anggaran yang besar dalam penyediaan

infrastruktur dan barang publik, terlebih jika melihat pada fungsi pemerintah sebagai

provider. Dengan demikian, pemerintah fokus terhadap jenis pekerjaan yang menghasilkan

barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis pekerjaan yang menghasilkan

barang privat. Pembedaan peran aktor tersebut dalam fokus tugas yang dihasilkan sering

disebut dengan logic of complementary.2

Pada perkembangannya, pola pemisahan peran masing-masing aktor memiliki

konsekuensinya. Hal itu dikarenakan peran aktor, terutama pemerintah, tidak dapat

diharapkan dalam memenuhi fokus tugas yang dihasilkan dari masing-masing aktor tersebut.

1 Nanang Pamuji Mugasejati, Bab 5 Basis Kerjasama dalam Modul Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya

Daerah (Yogyakarta: S2 PLOD UGM, 2004). Hal. 95 2 Ibid.

Page 2: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

Sebagaimana yang terjadi pada pelaksanaan penguasaan negara atas sumber daya air demi

kesejahteraan masyarakat tentu memiliki hambatan dan konsekuensi dalam pelaksanaannya.

Pada audit BPKP tahun 2013 terhadap laporan BPPSPAM tahun 2012 menunjukkan hampir

dari 50% PDAM yang ada kurang sehat, meskipun pemerintah memiliki program untuk

mewujudkan 100 persen akses air minum di seluruh wilayah Indonesia pada akhir tahun

2019. Hal tersebut menunjukkan ketidaksiapan PDAM, sebagai penyelenggara teknis dari

pemerintah, dalam penyediaan air bersih.

Lebih lanjut, muncul juga hambatan yang dihadapi oleh PDAM di daerah. Pertama,

tidak ada dukungan dari kepala daerah sehingga tarif yang diterapkan tidak full cost recovery.

Artinya, tarif yang diterapkan dibawah biaya produksi. Kedua, sumber pendanaan bagi

PDAM tidak mencukupi. Hal tersebut dikarenakan internal generating PDAM kurang. Oleh

karena itu, tinggal bagaimana PDAM memanfaatkan sumber pendanaan lainnya seperti

APBD, APBN, swasta, serta perbankan. Ketiga, tantangan laju urbanisasi yang cukup cepat.

Ketiga hal tersebut yang selama ini menyebabkan kapasitas pelayanan PDAM lambat,

diskriminasi pelayanan, dan laju pertambahan pelanggan lambat. Tentunya tanggungjawab

besar dan ketidaksiapan dalam penyediaan air bersih yang menjadi kebutuhan masyarakat

dapat membawa konsekuensi membesarnya anggaran pengeluaran yang kemudian

mengakibatkan defisitnya anggaran pemerintah. Dengan demikian, perlu adanya transformasi

agar kapasitas dan laju kebutuhan pelanggan dapat teratasi.

Terdapat asumsi bahwa setiap pekerjaan bisa dikategorikan secara murni sebagai

pekerjaan publik dan pekerjaan private, namun ada juga beberapa jenis pekerjaan yang

merupakan campuran antara public goods dan private goods.3 Jenis pekerjaan yang

merupakan campuran antara public goods dan private goods dapat membuka ruang kerjasama

bagi antar aktor yang kemudian berupaya menciptakan sinergi dalam penyediaan jenis

3 Ibid. Hal. 96

Page 3: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

pekerjaan tersebut. Adanya sinergi atau kerjasama dalam fokus tugas yang dihasilkan sering

disebut dengan logic of embededness.4 Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan

keterlibatan bersama antara sektor swasta dan pemerintah dalam jenis pekerjaan campuran

tersebut. Selanjutnya, sebagaimana yang telah dijelaskan, dalam penyediaan air bersih

tersebut tidak dapat diharapkan bahwa penyediaan air bersih dapat dilakukan dengan

sempurna oleh pemerintah. Dengan demikian, diperlukan kerjasama dan sinergi antara

pemerintah dan swasta dalam penyediaan air bersih.

Kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan air bersih dapat dilakukan

melalui 2 skema, yakni Business to Business (B to B) dan juga Kerjasama Pemerintah-Swasta

(KPS). Kedua cara tersebut merupakan bagian transformasi yang juga diterapkan dalam

penyediaan pelayanan air bersih dengan melibatkan peran pihak swasta. Skema B to B

merupakan skema dimana PDAM langsung bekerjasama dengan pihak swasta, pemerintah

hanya sebagai fasilitator, sebagaimana PP 15 tahun 2005. Pada skema kerjasama pemerintah-

swasta, pemerintah daerah yang bekerjasama dengan pihak swasta. Meskipun kedua skema

tersebut berbeda, pihak swasta yang diajak kerjasama dalam kedua skema tersebut haruslah

membentuk badan khusus untuk pengelolaan spam. Pihak swasta bisa berasal dari luar negeri

maupun dalam negeri, hanya saja jika pihak swasta tersebut berasal dari luar negeri haruslah

menggandeng pihak swasta dalam negeri dan kepemilikannya maksimal hanya 95 persen

dalam badan khusus yang dibentuk untuk pengelolaan spam.

Terdapat tiga manfaat penting dalam pelaksanaan kerjasama pemerintah-swasta dalam

perekonomian.5 Pertama, memperbesar mobilisasi kapital privat dalam mendukung

kepentingan publik. Kedua, mendorong efisiensi pengelolaan pelayanan publik. Ketiga,

pelaksanaan kerjasama mendorong deregulasi pengelolaan ekonomi yang semakin luas.

4 Ibid.

5 Asian Development Bank (2008) dalam Agus Eko Nugroho, Bab 2 Kerja Sama Pemerintah dan Swasta dalam

Mendukung Pembangunan Infrastruktur di Indonesia dalam Analisis Model Kebijakan Kerja Sama Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur (Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, 2014). Hal. 18-20

Page 4: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

Artinya, skema kerjasama dapat memberikan kontribusi kepada peningkatan sumber

pembiayaan, inovasi yang diciptakan oleh sektor swasta, serta peningkatan kualitas

pembangunan proyek dan juga pemeliharaan oleh swasta.

Dalam penelitian ini, menunjukkan skema kerjasama yang terjadi adalah skema

kerjasama pemerintah-swasta. Kerjasama tersebut terdapat pada penyediaan suplai air bersih.

Skema kerjasama yang dilakukan menggunakan skema Build-Own-Transfer (BOT) selama

27 tahun. Menariknya, ada pembagian pelanggan dan sumber mata air yang digunakan antara

PT. STU dengan PDAM Kabupaten Semarang. Pelanggan PT. STU merupakan pelanggan

non-domestik yang menggunakan sumber air yang terdapat di Sungai Tuntang, sedangkan

pelanggan domestik tetap menjadi kewenangan dari PDAM Kabupaten Semarang yang

menggunakan sumber mata air Ngembat.

Kerjasama pemerintah-swasta yang terjadi di Kabupaten Semarang masih tetap

berlangsung. Hal yang membuat tetap berlangsungnya kerjasama tersebut adalah adanya

pembagian pelanggan dan sumber mata air. Selain itu, juga terdapat adanya jaminan

keuntungan dan jaminan pembagian wewenang dari masing-masing aktor. Artinya, masing-

masing sektor dapat fokus melaksanakan tugasnya masing-masing, sebagaimana PDAM tetap

memberikan pelayanan dan juga sektor swasta dapat tetap fokus terhadap profitabilitas.

Adanya pembagian keuntungan dan wewenang yang diakibatkan dari adanya

pembagian pelanggan dan sumber mata air dan menjadi kunci keberhasilan dalam pola

kerjasama pemerintah-swasta tersebut, membuat pola kerjasama ini dapat dikatakan

mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pola kerjasama pemerintah-swasta yang telah

ada sebelumnya. Pertama, jika dibandingkan dengan kerjasama yang dilakukan oleh PDAM

Kota Makasar dan pihak swasta. Dalam kerjasama yang dilakukan oleh PDAM Kota Makasar

dengan pihak swasta tersebut tidak terdapat adanya pembagian pelanggan dan juga

pembagian kewenangan. Hal tersebut kemudian menjadikan terbatasnya aksestabilitas

Page 5: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

masyarakat terhadap sumber daya air. Idris beranggapan bahwa telah terjadi komodifikasi air

minum yang diakibatkan proses investasi dari pihak swasta tersebut.6 Masuknya peran swasta

kemudian mengurangi campur tangan pemerintah dalam mekanisme kerja PDAM. Kedua, hal

tersebut yang juga terjadi pada klausul pola kerjasama antara Pamjaya dengan PT. Thames

Pam Jaya dan PT. Pam Lyonnaise Jaya. Dalam kerjasama tersebut, pay off yang diberikan

begitu banyak kepada mitra asing, antara lain di dalam menggantikan peran pamjaya sebagai

operator tunggal sektor air di wilayah DKI Jakarta dan juga mengeksploitasi seluruh aset

pamjaya tanpa memberikan kompensasi.7 Ketiga, jika dibandingkan dengan kerjasama yang

dilakukan pada Terminal Giwangan. Dalam kerjasama Pemerintah dan PT. Perwita Karya

Pembangun tersebut, perhitungan yang dilakukan sesuai dengan pendapatan rupiah yang

diterima oleh kedua belah pihak, bukan dilakukan dengan secara prosentase. Hal tersebut

menjadikan proyek tersebut tidak layak dikerjasamakan karena jika melihat perimbangan

resiko antara pihak swasta dan pemerintah.8

Meskipun demikian, pola kerjasama pemerintah-swasta dalam penyediaan air bersih

di Kabupaten Semarang tersebut bukannya tanpa mengalami beberapa kendala. Sebagaimana

proses kerjasama pemerintah dengan swasta yang terjadi di daerah lain, kerjasama

pemerintah-swasta di Kabupaten Semarang juga merupakan produk dari kompromi antar

pihak yang bertujuan untuk bagaimana memenangkan permainan dalam pembuatan aturan

kerjasama tersebut. Hal tersebut yang kemudian dapat menimbulkan pertentangan dan juga

konsensus dalam aturan kerjasama yang dibuat. Tentunya, hal ini terkait dengan penguasaan

dan pengelolaan sumberdaya air.

6 Syaharuddin Idris, Tesis, Kasus Privatisasi Pengelolaan Air Minum di PDAM Kota Makasar; dari Investasi ke

komodifikasi (Yogyakarta : UGM, 2013). Hal. xiii 7 Isnan Rahmanto, Tesis, Ekonomi Politik Kebijakan Publik Sektor Air Minum : Studi Kasus Privatisasi Pamjaya

(Yogyakarta : UGM, 2009). Hal. 269 8 Irvan Amirullah, Tesis, Penyediaan Infrastruktur Perkotaan Melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta pada

Terminal Tipe A Giwangan Yogyakarta (Yogyakarta : UGM, 2009). Hal. 135

Page 6: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

Pihak pemerintah daerah Kabupaten Semarang yang menjadi penguasa atas

sumberdaya air di Kabupaten Semarang dihadapkan pada permasalahan kebutuhan air untuk

industri yang belum bisa dilayani oleh jaringan PDAM, sehingga kebutuhan air untuk industri

tersebut dipenuhi oleh air bawah tanah yang diusahakan oleh masing-masing industri. Selain

permasalahan kondisi kebutuhan Industri akan air bersih dan juga permasalahan yang

dikhawatirkan akibat dari pengambilan air bawah tanah, kegagalan proyek P3KT terkait

dengan pengembangan air bersih, sebagaimana dalam Keputusan Bupati Kepala Daerah

Tingkat II Semarang No.050/01451/1996 tanggal 25 Maret 1996 tentang pemberian

pekerjaan, juga menjadi kendala bagi penyediaan dan pengembangan air bersih.

Permasalahan macetnya proyek P3KT menjadikan tanggungan pengembalian pinjaman dari

proyek tersebut cukup berat. Oleh karena itu, pemerintah daerah Kabupaten Semarang

berupaya mengatasi permasalahan tersebut dengan cara mengadakan kerjasama dengan PT.

Sarana Tirta Ungaran. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh kepentingan dari pemerintah

daerah Kabupaten Semarang berupa terpenuhinya suplai air bersih terhadap industri dan juga

permasalahan tanggungan dari pengembalian pinjaman dari proyek P3KT, dengan

memaksimalkan sumberdaya air yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Semarang.

Di sisi lain, PT. Sarana Tirta Ungaran yang memiliki sumberdaya berupa modal yang

besar berupaya untuk mendapatkan keuntungan dalam proses kerjasama tersebut. Hal

tersebut dikarenakan PT. Sarana Tirta Ungaran bersifat profit oriented. Namun demikian,

kerjasama yang dilakukan oleh PT. Sarana Tirta Ungaran di Kabupaten Semarang merupakan

kerjasama dalam penyediaan air bersih yang baru pertama kali dilakukan oleh PT. Sarana

Tirta Ungaran. Dalam kerjasama tersebut, PT. Sarana Tirta Ungaran merupakan perusahaan

yang sengaja dibentuk oleh perusahaan PT. Apac Inti Corpora, selaku perusahaan paling

besar pada saat itu di Kabupaten Semarang, yang bertujuan untuk membantu pemerintah

Page 7: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

daerah Kabupaten Semarang dalam penyediaan air bersih.9 Oleh karena itu, masih terdapat

kendala terkait dengan perjanjian kerjasama yang telah disepakati. Kendala tersebut terkait

dengan masih diperbolehkannya industri menggunakan air bawah tanah melalui sumur

artetis, sebagaiamana di dalam aturan kerjasama tersebut tidak adanya aturan yang melarang

indutri untuk menggunakan air bawah tanah. Oleh karenanya, masih terdapat industri yang

belum menjadi pelanggan dari PT. Sarana Tirta Ungaran dan juga dalam kuota yang

diberikan kepada PT. Sarana Tirta Ungaran dalam kerjasama tersebut tidak habis.10

Hal

tersebut dapat menjadi penghambat bagi keberhasilan kerjasama pemerintah-swasta yang

terjadi di Kabupaten Semarang. Namun, aturan pelarangan pengambilan air bawah tanah oleh

industri tidak dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Semarang.

Lebih lanjut, proses masih diperbolehkannya penggunaan air bawah tanah melalui

sumur artetis oleh industri dimana merupakan bagian dari kewenangan pemerintah daerah

merupakan fenomena yang menarik untuk diketahui. Tentunya, hal ini tidak dapat dilepaskan

dari bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam kerjasama ini. Selain itu, proses

bagaimana pembagian keuntungan yang didapatkan oleh masing pihak-pihak yang kemudian

menjadi insentif dalam kerjasama ini juga menjadi fenomena yang menarik untuk diketahui.

Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kepentingan (interest goal) yang

memungkinkan dapat didapatkan PT. Sarana Tirta Ungaran dan juga pemerintah daerah

Kabupaten Semarang dari keterlibatannya dalam kerjasama tersebut.

9 Hasil diskusi dengan Asisten Manager Administrasi Pers, Umum dan Purchase PT. Sarana Tirta Ungaran,

November 2014. 10 Hasil diskusi dengan Direktur Utama PT. Sarana Tirta Ungaran, November 2015.

Page 8: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

2. Rumusan Masalah

Berangkat dari permasalahan yang telah dipaparkan dalam latar belakang, peneliti

membangun dua pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pembagian peran / wewenang dan juga pembagian keuntungan yang

didapat dari masing-masing pihak dalam kerjasama tersebut ?

2. Bagaimana implikasi kerjasama pemerintah-swasta terhadap penyediaan air bersih

di Kabupaten Semarang ?

3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dinamika penyelengaraan penyediaan air bersih di Indonesia.

2. Mengetahui kewenangan Pemerintah Kabupaten Semarang dalam kerjasama

pemerintah-swasta.

3. Mengetahui implikasi kerjasama pemerintah-swasta terhadap penyediaan air bersih di

Kabupaten Semarang.

4. Menyusun rekomendasi tentang kebijakan kerjasama pemerintah-swasta.

4. Manfaat Penelitian

1. Secara aplikatif, dapat menjadi wacana bagi pembuat kebijakan di masing-masing

pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan pembangunan terkait dengan

pelayanan publik.

2. Secara khusus, hasil studi ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk mendesain ulang

kebijakan kerjasama pemerintah-swasta yang telah pernah dilakukan dan juga memicu

munculnya kerjasama tersebut di daerah-daerah lain.

Page 9: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

5. Kerangka Pikir

Pola kemitraan merupakan pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam

memberikan berbagai pelayanan terhadap masyarakat. Artinya, hal tesebut kemudian

merubah pola pikir pemerintah dengan cara berbagi peran dengan swasta dalam penyediaan

layanan publik. Pola kerjasama yang berjalan didasarkan pada pendefinisian ulang terhadap

lingkup intervensi pemerintah. Pola kerjasama tersebut berupaya menciptakan sinergi dalam

fokus tugas yang dihasilkan, dimana pada awalnya peran pemerintah tidak dapat diharapkan

untuk dapat memenuhi fokus tugas yang dihasilkan. Dengan demikian, pelayanan terhadap

masyarakat yang dihasilkan dari pola kerjasama tersebut kemudian diharapkan dapat

memainkan peranan penting dalam upaya peningkatan daya saing dan pembangunan

nasional.

Selain terbentuk dari pergeseran cara pandang dalam pembedaan peran aktor pada

tradisi pembuatan kebijakan penyedia layanan publik, kerjasama pemerintah swasta terbentuk

dikarenakan kondisi-kondisi yang terdapat di daerah tersebut dimana kerjasama tersebut

terbentuk. Artinya, kondisi tersebut membuat pemerintah tidak hanya melakukan apa yang

mereka suka, melainkan melakukan sesuatu yang seharusnya pemerintah memang lakukan

sehingga tercipta kerjasama tersebut. Hal tersebut kemudian yang dapat menjadikan

terbentuknya kelembagaan dalam kerjasama tersebut.

Selanjutnya, terbentuknya kelembagaan dalam kerjasama tersebut juga melahirkan

adanya pembagian peran atau wewenang dan juga pembagian keuntungan yang didapat dari

masing-masing pihak. Pembagian peran atau wewenang tersebut tentunya digunakan sebagai

aturan permainan dalam kerjasama. Artinya, aturan tersebut menjadi rambu yang tidak boleh

dilanggar sehingga kerjasama tersebut dapat berjalan efektif dan juga aturan tersebut pada

gilirannya dapat mengurangi unsur ketidakpastian dalam keberlangsungan kerjasama.

Dengan demikian, pembagian peran atau wewenang yang ada ditujukan kepada pemerintah

Page 10: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

dan juga pihak swasta agar dapat mengoordinasi aktivitas ekonomi yang ada dalam kerjasama

tersebut.

Pada perkembangannya, kerjasama pemerintah-swasta dalam penyediaan air bersih di

Kabupaten Semarang mengalami kendala. Hal tersebut tentunya membutuhkan peran

pemerintah daerah. Oleh karena, pemerintah merupakan institusi yang dapat menentukan

perilaku masyarakat. Artinya, pemerintah daerah dapat memiliki kewenangan dalam

peraturan yang bersifat memaksa. Tentunya, tanpa kehadiran pemerintah daerah, maka salah

satu dampaknya adalah permasalahan supply dan demand dari kerjasama penyediaan air

bersih tersebut.

Selanjutnya, jika rumusan pemikiran tersebut disimpulkan maka terdapat 3 ide

pemikiran. Ide pemikiran tersebut adalah kelembagaan, aturan, dan juga perkembangan.

Berikut adalah rumusan pemikiran terhadap skema penyediaan air bersih dalam kerjasama

pemerintah-swasta di Kabupaten Semarang :

Gambar 1.

Kerangka pemikiran skema penyediaan air bersih dalam kerjasama pemerintah-swasta di

Kabupaten Semarang

- Tanah - Bangunan - Jaringan - Regulasi - pembagian pelanggan - Sosial - pembagian sumber mata air - Ekonomi - Finansial - SDM - Peralatan

Pemkab Semarang

PT. Sarana Tirta Ungaran

Penyediaan Air Bersih Kemitraan

Page 11: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

6. Kerangka Teori

6.1. Transformasi Penyedia Layanan Publik

Dalam memahami keterlibatan bersama antara sektor swasta dan pemerintah dalam

layanan publik, diperlukan konstruksi teori yang memadukan pendekatan yang tepat. Hal

tersebut dikarenakan logika yang terdapat pada pemerintah berbeda dengan logika pihak

swasta. Logika yang terdapat pada pemerintah merupakan akibat dari kewajiban pemerintah

mengembangkan peran etis, disamping memiliki fungsi rasional.11

Artinya, terdapat suatu

pemahaman bahwa tidak dibenarkan sebuah upaya apapun yang dikerjakan dengan cara

menenggelamkan komunitas yang satu demi individu lainnya. Di lain pihak, logika yang

terdapat pada pihak swasta adalah profitabilitas.12

Hal ini menjadi rumit karena proses

ekonomi itu sendiri yang cenderung mendistribusikan kekuasaan dan kekayaan, juga

bersinggungan pada politik yang umumnya menentukan dari kerangka kegiatan ekonomi

tersebut.13

Namun, dari sini kemudian terjadi interaksi politik antara kedua logika tersebut.

Dalam hal ini, hasil dari interaksi politik adalah keseimbangan rasional agar memuaskan

berbagai kepentingan. Lebih lanjut, pada gilirannya hal ini akan menyebabkan perubahan

sistem politik, dan dengan demikian memunculkan suatu struktur hubungan ekonomi baru.14

Struktur hubungan ekonomi yang ada pada kerjasama pemerintah dan swasta

merupakan struktur hubungan ekonomi baru. Oleh karena, kerjasama pemerintah dan swasta

terjadi pada jenis pekerjaan campuran, yakni jenis pekerjaan yang menyediakan barang

publik, maka kerjasama pemerintah dengan swasta dapat terjadi dalam penyediaan layanan

publik. Perubahan pola dalam struktur hubungan ekonomi baru tersebut terdapat pada gambar

berikut :

11

Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Politik : Kajian Teoritis dan Analisis Empiris (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014). Hal. vii 12

Profitabilitas disini kemampuan memperoleh keuntungan yang didapat dari keseragaman pasar sebagai mekanisme alokasi dan mekanisme distribusi terhadap tiap individu berdasarkan tarif harga. 13

Isnan Rahmanto, Op. Cit. Hal. 33 14 Mohtar Mas’oed, Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966−1971 (Jakarta : LP3ES, 1989). Hal. xvi

Page 12: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

Gambar 2.

Perubahan pola dalam struktur hubungan ekonomi

Artinya, kemunculan suatu struktur hubungan ekonomi baru membentuk konsep penyedia

layanan publik pada sisi supply-side.15

6.2. Kerjasama Pemerintah-Swasta di Indonesia

6.2.1. Motif Kerjasama Pemerintah-Swasta

Melaksanakan pembangunan merupakan pilihan yang tidak bisa ditawar.16

Namun,

pada perkembangannya, pemerintah tidak memiliki privilage untuk berperan secara optimal

dalam menyediakan dan membangun infrastruktur. Oleh karenanya, dibutuhkan sinergi

kerjasama antara pemerintah dengan swasta. Terdapat tiga alasan yang mendasari

dilakukannya kerjasama pemerintah-swasta.17

Pertama, kuantitas dan kualitas infrastruktur

yang tersedia sudah tidak memadai untuk mendukung akselerasi pembangunan. Kedua,

kemampuan keuangan negara untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur sangat

15

Pada sisi supply-side ini, terdapat tiga aktor dalam penyedia layanan publik, yakni pemerintah, swasta, dan quasi. Quasi disini merupakan sinergi atau kerjasama antara pemerintah dan swasta. Sinergi atau kerjasama tersebut terjadi pada quasi-public goods, dimana terciptanya kondisi tertentu yang memaksa/membuat public goods tidak dapat memenuhi yang sifatnya secara absolut. 16

Eny Haryati, Disertasi, Konfigurasi Politik, Pembangunan Masyrakat Desa, dan Penanggulangan Kemiskinan : Suatu Kajian Diakronis (Yogyakarta : UGM, 2003). Hal. 1 17

Latif Adam, Bab 3 Public Private Partnership : Sebuah Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia dalam Analisis Model Kebijakan Kerja Sama Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur (Jakarta : Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, 2014). Hal. 35-36

Pemerintah

Masyarakat

Pemerintah

Masyarakat

Swasta

Page 13: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

terbatas. Ketiga, berbeda dengan pemerintah, sektor sawasta memiliki keahlian dan

profesionalisme yang lebih baik untuk membangun infrastruktur secara efektif dan efisien.

Dalam konteks ini, pelibatan sektor swasta menjadi krusial sebagai komplemen untuk

menambah anggaran pembangunan infrastruktur. Pada gilirannya, bertambahnya anggaran

infrastruktur karena keterlibatan swasta diasumsikan akan mendorong pembangunan ekonomi

ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, kebayakan infrastruktur sebenarnya merupakan barang

publik yang membutuhkan investasi cukup besar dengan tingkat pengembalian investasi

sangat rendah, berdurasi panjang, dan memiliki tingkat eksternalitas relatif tinggi. Oleh

karena itu, perlu adanya tiga poin penting yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah.18

Pertama, proyek infrastruktur termasuk kedalam kategori high risk maka pemerintah perlu

meberikan insentif kepada para investor untuk meng-offset munculnya risiko. Kedua, perlu

membentuk dan memperkuat kelembagaan untuk mengawasi aliran dana infrastruktur.

Ketiga, pemerintah juga perlu mensinkronisasikan beberapa peraturan yang menyebabkan

ketidakpastian.

6.2.2. Model Kerjasama Pemerintah-Swasta19

Terdapat beberapa model kerjasama pemerintah-swasta yang sering digunakan di

Indonesia. Berikut model kerjasama pemerintah-swasta tersebut, yakni:

a) Kontrak Pelayanan

1. Kontrak Operasional / Pemeliharaan

Kerjasama yang dilakukan lebih kepada penyerahan wewenang kepada

pihak swasta dalam memberikan jasa pada layanan tertentu. Artinya, pihak swasta

tersebut kemudian bertanggungjawab atas jasa yang diberikannya hingga jangka

waktu yang telah disepakati bersama.

18

Latif Adam (2009,b) dalam Latif Adam, Bab 1 Pendahuluan dalam Analisis Model Kebijakan Kerja Sama Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur (Jakarta : Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, 2014). Hal. 7 19

Bagian ini diadaptasi dari Awaluddin, Bab 7 Kerjasama Pemerintah dengan Swasta dalam Modul Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah (Yogyakarta : S2 PLOD, 2004). Hal. 117-120

Page 14: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

2. Kontrak Kelola

Kontrak kelola dilakukan untuk mengelola aset yang dimiliki oleh

pemerintah. Nantinya, pihak swasta berperan sebagai pihak yang menduduki

jabatan tertentu sehingga bertanggungjawab atas pengelolaan aset tersebut.

3. Kontrak Sewa

Kerjasama yang dilakukan yakni pihak swasta menyewakan aset yang

dimiliki kepada pemerintah. Pihak swasta tetap menyediakan modal kerja untuk

pengelolaan dan pemeliharaan aset tersebut. Nantinya, pemerintah tetap

mengembalikan aset tersebut kepada pihak swasta setelah jangka waktu yang

disepakati bersama telah habis.

4. Kontrak Konsensi

Bentuk kerjasama yang terjadi dimana pihak swasta diserahkan

tanggungjawab menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian atau seluruh sistem

infrastuktur yang telah disepakati. Pengoperasian, pemeliharaan, penyediaan

modal kerja, dan pemberian layanan kepada masyarakat. Artinya, penyediaan

layanan tersebut mulai dari pengeloaan, distribusi, sampai kepada penagihan dari

pemberian layanan jasa tersebut.

b) Kontrak Bangun

1. Kontrak Bangun Guna Serah

Bentuk kerjasama yang terjadi adalah pihak swasta bertanggungjawab

membangun proyek infrastruktur yang akan dikelola, termasuk didalamnya

pembiayaan. Selanjutnya, saat infrastruktur tersebut jadi maka pengelolaannya

dioperasionalkan oleh pihak swasta. Nantinya, infrastruktur tersebut akan menjadi

milik pemerintah jika jangka waktu kerjasama telah habis.

Page 15: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

2. Kontrak Bangun Serah Guna

Bentuk kerjasama yang terjalin disini hanya terdapat pada pihak swasta

yang bertanggungjawab membangun proyek infrastruktur, termasuk pembiayaan.

Setelah terbangunnya infrastruktur tersebut, infrastruktur diserahkan kepemilikan

dan penguasaannya kepada pemerintah.

3. Kontrak Bangun Sewa Serah

Bentuk kerjasama yang terjalin adalah pihak swasta bertanggungjawab

membangun infrastruktur. Pembiayaan berasal dari pihak swasta. Nantinya,

pemerintah menyewakan infrastruktur tersebut melalui perjanjian sewa beli

kepada pihak swasta selama jangka waktu tertentu. Setelah jangka waktu kontrak

berakhir, maka fasilitas infrastruktur tersebut diserahkan penguasaan dan

kepimilikannya kepada pemerintah.

c) Kontrak Rehabilitasi

1. Kontrak Rehabilitasi Kelola dan Serah

Bentuk kerjasama yang terjalin yakni dengan cara aset atau infrastruktur

milik pemerintah diserahkan kepada mitra swasta untuk diperbaiki, dioperasikan

dan dipelihara sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Pada saat

jangka waktu yang telah disepakati berakhir maka aset atau infrastruktur tersebut

tentunya diserahkan kembali kepada pemerintah.

2. Kontrak Bangun Tambah Kelola dan Serah

Bentuk kerjasama yang terjalin atas tujuan perluasan dan penambahan

tertentu atas fasilitas infrastuktur yang sudah ada. Nantinya, juga terdapat

tanggungjawab untuk melakukan rehabilitasi infrastruktur tersebut. Hal tersebut

menjadi tanggungjawab pihak swasta.

Page 16: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

d) Kontrak Patungan

Bentuk kerjasama dengan membangun atau mengelola suatu aset yang

dimiliki oleh perusahaan patungan. Perusahaan patungan dibentuk dengan cara

pemerintah daerah bersama-sama bekerjasama dengan pihak swasta membentuk

perusahaan baru. Nantinya, ada pembagian deviden terhadap masing-masing

pemilik saham sesuai dengan besaran kepemilikan saham di perusahaan patungan

tersebut.

6.3. Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam Pendekatan Ekonomi Politik

Kelembagaan20

Pendekatan ekonomi politik kelembagaan menolak anggapan yang selama ini

diutarakan dalam ekonomi politik, dimana menjadi anggapan klasik, bahwa pasar adalah

satu-satunya penggerak roda ekonomi. Dalam penganut pemikiran teori klasik, peranan

pemerintah dianggap given sehingga tidak masuk kedalam kerangka analisa mekanisme

pasar, dimana beranggapan tangan ghaib atau invisible hand sebagai faktor sentral.21

Pendekatan ekonomi politik kelembagaan beranggapan peran institusi, baik ekonomi maupun

politik, merupakan peran penting dalam pembangunan. Oleh karena, perlu adanya institusi

yang mendukung mekanisme pasar. Sebagaimana dalam analogi yang digunakan oleh pakar-

pakar kelembagaan yang menganalogikan bahwa ekonomi pasar tidak tercipta dengan

sendirinya, meskipun terdapat tujuan bagaimana memenangkan permainan. Ekonomi pasar

perlu memenuhi prasyarat tegaknya suatu institusi yang dapat mengatur pola interaksi

beberapa aktor dalam suatu arena transaksi yang disepakati bersama. Tentunya, tanpa

kehadiran institusi maka biaya transaksi menjadi tinggi. Hal tersebut karena institusi atau

kelembagaan menentukan dan juga dapat mewarnai transaksi, terutama melalui aturan main

20

Bagian ini diadaptasi dari Deliarnov, Ekonomi Politik (Jakarta : Erlangga, 2006). Hal. 95-100 21 Didik J Rachbini, Ekonomi Politik : Kebijakan dan Strategi Pembangunan (Jakarta : Granit, 2004). Hal. 9

Page 17: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

yang berlaku, sekaligus juga mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan

kontrol kolektif terhadap transaksi dalam ekonomi pasar.

Dalam literatur ekonomi politik kelembagaan, definisi kelembagaan yang

diungkapkan oleh Veblen yakni sebagai norma-norma yang membentuk perilaku masyarakat

dalam bertindak, baik dalam perilaku mengonsumsi maupun berproduksi. Teori kelembagaan

Veblen ini muncul sebagai kritik terhadap teori klasik dan neo-klasik yang menyerdehanakan

fenomena-fenomena ekonomi, dan mengabaikan peran aspek non-ekonomi seperti

kelembagaan dan lingkungan. Padahal pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar

terhadap perilaku ekonomi masyarakat, sebab struktur politik dan sosial yang tidak

mendukung dapat memblokir dan menimbulkan distorsi proses ekonomi. Adapun perilaku

masyarakat bisa berubah, disesuaikan dengan lingkungan dan keadaan. Bagi Veblen, keadaan

dan lingkungan inilah yang disebut “institusi”.

Lain lanjut, negara dengan konsep kepentingan nasional, menyatakan negara

merupakan institusi atau sekumpulan institusi yang bertanggung jawab untuk menetapkan

nilai-nilai yang digunakan untuk menetukan kegunaan bagi masyarakat.22

Artinya, apabila

Veblen menganggap keadaan dan lingkungan sebagai “institusi”, maka menurut Krasner

bahwa “institusi” yang menentukan perilaku masyarakat adalah negara. Hal tersebut

dikarenakan negara akan menentukan apa yang menjadi kepentingan nasional dari sebuah

masyarakat dan memiliki kemampuan untuk mendefinisikan kepentingan nasional tersebut

yang kemudian akan menentukan mana yang dapat dikatakan sebagai negara dan mana yang

tidak sehingga ketika kepentingan nasional tidak ada, maka negara pun tidak ada. Dengan

demikian, negara dapat mendefinisikan kepentingan nasional sedemikian rupa sehingga

sesuai dengan jenis atau juga kebutuhan masyarakatnya.

22

Krasner (1978) dalam James A. Caporaso & David P. Levine, Teori-Teori Ekonomi Politik (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008). Hal. 468-483

Page 18: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

Selain pendapat Veblen dan Krasner, terdapat teori ekonomi politik kelembagaan

yang dikemukakan oleh Douglas North. Menurut North, kelembagaan adalah aturan-aturan

dan norma-norma yang tercipta dalam masyarakat yang menentukan apa yang boleh dan

tidak boleh dilakukan, mana tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau tidak dilakukan.

Lebih lanjut, North tetap beranggapan bahwa institusi tetap sebagai peluang sekaligus sebagai

kendala ekternal bagi agen-agen ekonomi. Hal ini tentunya berbeda dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Veblen yang mengartikan institusi sebagai norma-norma, nilai-nilai,

tradisi dan budaya, dimana North beranggapan institusi adalah peraturan perundang-

undangan berikut dengan sifat-sifat memaksa (enforcement) dari peraturan-peraturan

tersebut.

Douglas North menganalogikan institusi sebagai aturan permainan, sedangkan

organisasi adalah sebagai tempat bermain bagi sekumpulan orang. Dalam sebuah permainan,

setiap pemain mempunyai tujuan yang sama, yaitu bagaimana memenangkan permainan.

Akan tetapi, dalam upaya memenangkan permainan tersebut ada rambu-rambu yang tidak

boleh dilanggar dan aturan-aturan yang harus diikuti. Hal yang sama berlaku dalam dunia

ekonomi dan bisnis, dimana ada aturan main yang mengoordinasi aktivitas-aktivitas ekonomi.

Pasar hanya dapat bekerja dengan efektif apabila ditopang oleh institusi yang tepat, dan

adanya institusi pada gilirannya akan mengurangi unsur ketidakpastian. Artinya, institusi

yang dapat mengurangi unsur ketidakpastian tersebut adalah peraturan perundang-undangan

berikut dengan sifat-sifat memaksa (enforcement), dimana jika dielaborasi dengan apa yang

dikemukakan oleh Krasner bahwa negara merupakan institusi yang bertanggung jawab untuk

menetapkan nilai-nilai yang digunakan untuk menetukan kegunaan bagi masyarakat, maka

yang dapat mengurangi unsur ketidakpastian tersebut adalah negara.

Meskipun terdapat ruang melalui peraturan, peran negara sebagai institusi juga

terdapat pada keputusan pemerintah apabila memutuskan untuk tidak mengurus

Page 19: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

permasalahan yang muncul. Artinya, segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak

dikerjakan pemerintah merupakan bagian dari kebijakan pemerintah.23

Namun demikian,

pemerintah memang harus bertindak dikarenakan pemerintah memiliki peran etis, dimana

biasanya pemerintah melakukan tindakan protektif untuk menjaga agar masyarakat tidak

tersisih dari program pembangunan, dan juga fungsi rasional dalam mengawal pembangunan

ekonomi. Evans24

, mengidentifikasi empat tipikal lagi jenis intervensi pemerintah untuk

mewujudkan peran pragmatis dan etisnya, yakni custodian, demiurge, midwife, dan

husbandry. Peran custodian mengacu pada fungsi negara untuk melindungi, mengawasi, dan

mencegah terjadinya perilaku ekonomi tertentu yang dipandang merugikan, seperti

perusahaan yang antikompetisi, produksi barang yang kurang bermutu atau tidak aman, dan

operasi firma yang merusak lingkungan. Peran demiurge mengharapkan negara berfungsi

maksimal dalam wujud keterlibatannya memproduksi barang dan jasa. Peran seperti ini

banyak dipraktikkan di negara-negara berkembang atau negara yang masih dalam tahap awal

industrialisasi, dimana peran swasta belum muncul. Peran midwife adalah menjadi mitra dari

sektor swasta karena dianggap sektor ini masih belum mampu mengidentifikasi kegiatan-

kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan keuntungan, khususnya untuk perusahaan-

perusahaan pemula agar tidak tergelincir dan kalah bersaing berhadapan dengan kompetitor

asing. Peran husbandry berkenaan dengan campur tangan negara untuk menjaga

kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Keempat peran negara dalam

pembangunan ekonomi tersebut tentu saja masih menggambarkan negara sebagai institusi

rasional yang bisa mengawal seluruh proses pembangunan secara tepat.

23

Riant Nugroho, Public Policy (Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2008). Hal. 56 24 Ahmad Erani Yustika, Op. Cit. Hal. viii-x

Page 20: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

7. Definisi Konseptual

Dalam memberikan arahan pada variabel penelitian ini, maka perlu dilakukan

generalisasi atas fenomena yang abstrak secara empiris yang terdapat pada variabel tersebut.

Oleh karena itu, agar lebih mudah dipahami maka penulis membuat pembatasan dan

penegasan definisi konsep sebagai berikut :

1. Pelayanan publik adalah penyelenggaraan pelayanan dalam penyediaan air bersih.

2. Kerjasama pemerintah-swasta adalah kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah

daerah Kabupaten Semarang dengan PT Sarana Tirta Ungaran dalam pelayanan

penyediaan air bersih.

3. Kewenangan pemerintah adalah tindakan pemerintah yang diambil dari keputusan

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

8. Definisi Operasional

Dalam mempermudah proses analisa data yang diperoleh, maka definisi konsep yang

ada dioperasionalkan ke dalam indikator-indikator sehingga mampu menggambarkan dan

menjelaskan gejala-gejala yang dapat diuji kebenarannya. Adapaun operasionalisasi konsep

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.

Definisi operasional penyediaan air bersih dalam Kerjasama Pemerintah-Swasta

Variabel

Sub-variabel Indikator

Pelayanan publik Pelaku

Kerjasama

Sifat

Sosial-ekonomi

Tujuan

Sosial-ekonomi

Pembangunan Fisik

Kerjasama Pemerintah-

Swasta

Sifat kerjasama

Kolaboratif

Page 21: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

Intensitas

Tinggi

Jangka waktu

Panjang / Lama

Kedudukan para pihak

Setara dan Otonom

Manfaat dan resiko Pembagian manfaat dan

resiko

Sumber daya untuk

pelaksanaan kegiatan

Penggabungan sumber daya

Kewenangan pemerintah Tindakan pemerintah Dilakukan atau tidak

dilakukan

9. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan studi kasus. Tahapan awal penelitian dilakukan dengan memetakan

permasalahan, teori, dan regulasi yang berkaitan dengan isu kerjasama pemerintah-swasta

dalam penyediaan air bersih. Oleh karena itu, dalam tahapan ini meliputi diskusi internal

dengan pihak dari Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang, PDAM Kabupaten Semarang,

dan juga PT. Sarana Tirta Ungaran. Hal tersebut bertujuan untuk mencari regulasi, dokumen

kerjasama, dan referensi lain yang berkaitan. Dengan demikian, tahapan awal penelitian ini

dapat menyumbangkan bagi tahapan selanjutnya berupa pengkajian secara mendalam atas

yang menjadi fokus dan rumusan masalah dalam penelitian ini, tentunya terkait dalam isu

kerjasama pemerintah-swasta dalam penyediaan air bersih, khususnya yang terdapat di

Kabupaten Semarang. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode yang

bersifat triangulasi data dimana peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas

data lewat penyilangan berbagai sumber data yang berasal dari studi literatur, observasi dan

wawancara. Selanjutnya, dilakukannya reduksi data atas data-data yang telah diperoleh

dengan cara merangkum data, memilah hal-hal pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang

berkaitan dan juga penting terhadap penelitian ini. Hal tersebut sebagai bagian dari proses

Page 22: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

pengkajian terhadap isu dalam penelitian ini. Pengkajian dilakukan dengan cara bertemu

Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Semarang, Bagian Perekonomian Setda

Kabupaten Semarang, Direktur Teknik PDAM Kabupaten Semarang, Direktur PT. Sarana

Tirta Ungaran, Asisten Manager Administrasi Pers, Umum dan Purchase PT. Sarana Tirta

Ungaran, dan juga Kepala Finansial dan Accounting PT. Sarana Tirta Ungaran serta pihak-

pihak lainnya yang berkaitan dengan isu ini.

10. Struktur Penulisan

Penulisan kajian penelitian ini akan disajikan dalam lima bab. Bab Pertama,

menjelaskan landasan berpikir dalam melihat isu kerjasama pemerintah-swasta dan latar

belakang kajian dalam penyediaan air bersih agar dapat diketahui permasalahan dalam

penelitian ini. Hal tersebut kemudian dielaborasi dengan kerangka umum kerjasama

pemerintah-swasta dalam penyediaan air bersih, yakni penyediaan air bersih sebagai bagian

dari koridor pelayanan publik, kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyediaan air bersih

terkait dengan motif, mekanisme, manfaat, hambatan, model, dan juga kerjasama pemerintah-

swasta dalam prespektif ekonomi politik. Selain itu, pada bab ini juga terdapat tujuan dan

manfaat dari penelitian ini, sebagai keluaran yang diharapkan dari penulis.

Bab kedua dalam penelitian ini menyajikan tentang dinamika kerjasama pemerintah-

swasta dalam penyediaan air bersih di Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan

identifikasi pilihan-pilihan kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyediaan air bersih.

Hal tersebut diharapkan dapat mengetahui terkait dengan sejarah penguasaan dan

penyelenggaraan air bersih di Indonesia, serta pilihan skema kerjasama pemerintah-swasta

dalam penyediaan air bersih yang cocok dengan kondisi di Indonesia. Selain itu, dilakukan

juga analisis tentang posisi air bersih terkait posisinya yang sebagai barang publik ataukah

barang privat dan juga siapa yang dapat menyelenggarakan penyediaan air bersih tersebut.

Page 23: BAB I Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) Sebagai Alternatif ...etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/99060/potongan/S2-2016...barang publik, sedangkan sektor swasta berfokus pada jenis

Bab ketiga dalam penelitian ini berisi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dan

juga kondisi penyediaan air bersih dalam kerjasama pemerintah-swasta di Kabupaten

Semarang. Hal tersebut diharapkan dapat dimulai dari mengetahui urgensi kerjasama dan

perkembangan penyediaan air bersih di Kabupaten Semarang, proses pembangunan dan

pengelolaan kerjasama, pembagian wewenang dan keuntungan dari kerjasama, dan juga

problematika kerjasama yang belum terpenuhi.

Bab keempat dalam penelitian ini berisi tentang pencapaian kerjasama pemerintah-

swasta dalam mewujudkan penyediaan air bersih sebagai fungsi pelayanan publik dan fungsi

komersil dalam kerjasama pemerintah-swasta di Kabupaten Semarang. Pencapaian dalam

kerjasama pemerintah-swasta tersebut tentunya diharapkan dapat menjelaskan implikasi

kerjasama pemerintah-swasta terhadap penyediaan air bersih di Kabupaten Semarang.

Bab kelima dalam penelitian ini berisi tentang kesimpulan dari proses dan temuan

dalam penelitian ini serta juga rekomendasi tentang kebijakan kerjasama pemerintah-swasta.