Top Banner
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan zat pewarna makanan telah dikenal dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik makanan tersebut, sehingga konsumen tergugah untuk membelinya. Warna juga merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan dan minuman. Penambahan zat warna dalam makanan dan minuman mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen. 1, 2 Salah satu contoh bahan kimia berbahaya yang sering digunakan oleh produsen makanan yang perlu diwaspadai konsumen adalah pewarna merah Rhodamin B. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang. 3 Penggunaan Rhodamin B pada produk makanan dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan produsen industri rumah tangga tentang pewarna apa
57

BAB I-III fix mata

Nov 22, 2015

Download

Documents

mata
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

1

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penggunaan zat pewarna makanan telah dikenal dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik makanan tersebut, sehingga konsumen tergugah untuk membelinya. Warna juga merupakan suatu pelengkap daya tarik makanan dan minuman. Penambahan zat warna dalam makanan dan minuman mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen.1, 2 Salah satu contoh bahan kimia berbahaya yang sering digunakan oleh produsen makanan yang perlu diwaspadai konsumen adalah pewarna merah Rhodamin B. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang.3 Penggunaan Rhodamin B pada produk makanan dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan produsen industri rumah tangga tentang pewarna apa saja yang dibolehkan dan yang tidak diperbolehkan pada makanan. Selain itu Rhodamin B dipilih karena harganya jauh lebih murah dibandingkan zat pewarna lain yang boleh digunakan sebagai zat pewarna makanan.2 Rhodamin B merupakan zat sintetik yang umumnya digunakan sebagai zat pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI NO 28/Tahun 2004, Rhodamin B merupakan zat pewarna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk pangan. Efek Rhodamin B terhadap kesehatan diantaranya dapat menyebabkan iritasi saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati dan dapat menyebabkan kanker. Zat warna Rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaannya ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna Rhodamin B untuk produknya.4Rhodamin B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan.3 Ciri ciri makanan yang mengandung Rhodamin B.3 a. Warna kelihatan cerah (berwarna-warni mencolok) b. Ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirop atau limun) c. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya d. Baunya tidak alami sesuai makanannya Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eddy Setyo Mudjajanto dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan banyak penggunaan zat pewarna Rhodamin B pada produk makanan industri rumah tangga. Rhodamin B sering dipakai untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, dan sebagainya Makanan yang diberi zat warna biasanya akan berwarna lebih terang.5, 3Setiap makanan, minuman dan obat yang masuk ke dalam tubuh mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Banyak bahan-bahan yang potensial toksik masuk ke dalam tubuh melalui traktus gastrointestinal (usus). Struktur yang seperti villi pada mukosa dapat mengoptimalkan absorbsi. Absorbsi zat kimia di usus halus khusunya duodenum selalu jauh lebih cepat dibandingkan lambung karena permukaan epitel pada duodenum jauh lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung.6Kerusakan pada duodenum yang memiliki daya absorsi lebih luas terjadi bila ada gangguan keseimbangan antara faktor defensif yang menjaga keutuhan mukosa dan faktor agresif yang merusak pertahanan mukosa. Bisa faktor agresif yang meningkat atau faktor defensif yang menurun. Kandungan Rhodamin B bisa menjadi faktor agresif sehingga menimbulkan efek samping hingga toksik. Pathogenesis tersering timbulnya efek toksik dari Rhodamin B adalah terjadinya iritasi pada mukosa.7Berdasarkan latar belakang di atas dan juga hasil penelitian sebelumnya maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian Rhodamin B peroral terhadap gambaran histopatologi duodenum mencit (Mus Musculus) jantan.

1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah1.2.1. Apakah ada pengaruh dari pemberian Rhodamin B peroral terhadap gambaran histopatologi saluran pencernaan duodenum mencit (Mus Musculus) jantan?

1.3. Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan UmumMengetahui pengaruh pemberian Rhodamin B peroral terhadap gambaran histopatologi saluran pencernaan duodenum mencit (Mus Musculus) jantan.1.3.2. Tujuan Khususa. Menjelaskan pengaruh pemberian Rhodamin B peroral terhadap terjadinya deskuamasi epitel mukosa duodenum mencit (Mus Musculus) jantan.b. Menjelaskan pengaruh pemberian Rhodamin B peroral terhadap terjadinya erosi epitel mukosa duodenum mencit (Mus Musculus) jantan.c. Menjelaskan pengaruh pemberian Rhodamin B peroral terhadap terjadinya ulserasi epitel mukosa duodenum mencit (Mus Musculus) jantan.d. Membandingkan hasil pemberian Rhodamin B dosis peroral pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

1.4. Manfaat Penelitian1.4.1. Bagi PenulisPenelitian ini dapat menjadi pengalaman yang berguna dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama masa perkuliahan.

1.4.2. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian yang lebih lanjut.1.4.4. Bagi Institusi PendidikanHasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang ilmu kedokteran.1.4.5. Bagi MasyarakatHasil penelitian ini Memberikan informasi kepada masyarakat akan bahaya dari zat pewarna Rhodamin B yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori2.1.1. Saluran Percernaana. Anatomi dan Fisiologi Saluran PencernaanSaluran pencernaan berfungsi untuk menyerap zat makanan, zat zat penting, garam dan air serta mengekresi bagian bagian makanan yang tidak diserap dan sebagian akhir metabolisme. Pencernaan makanan adalah suatu proses biokimia yang bertujuan mengolah makanan yang dimakan menjadi zat zat yang mudah diserap oleh selaput lendir usus, dimana zat tersebut dapat berlangsung secara optimal dan efisien bila dipengaruhi oleh enzim enzim percernaan. Supaya enzim enzim tersebut dapat mempengaruhi proses pencernaan secara optimal dan efisien maka enzim tersebut harus mempunyai kontak dengan makanan.8Saluran pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk dimetabolisme oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas, mulut, faring, oesofagus (kerongkongan), gaster (lambung), istestinum tenue (usus halus) : Doudenum, yeyenum, ileum, intestinum crasum (usus besar) : Seikum, kolon asendens, kolon transversum, kolon sigmoid, rectum, anus.9

Gambar 2.1 Saluran Pencernaan Makanan Pada Manusia

b. Anatomi Dan Fisiologi Duodenum Duodenum adalah bagian intestinum tenue terpendek, terlebar dan paling mantap kedudukannya. Lintasannya merupakan huruf C yang melingkari caput pancreatis. Duodenum berawal pada pylorus disebelah kanan dan berakhir pada peralihan duodenojejunal (duodenojejunal junction) di sebelah kiri. untuk tujuan deskriftif duodenum dibedakan menjadi 4 bagian : 91. Bagian proksimal (pertama) yang pendek (5 cm), terletak ventro lateral terhadap korpus vertebre lumbalis 1, yakni pars superior.2. Pars desendens (kedua) yang lebih panjang (7-10 cm), melintas ke kaudal sejajar dengan sisi kanan vertebrae lumbalis I III, dan tempat masuknya duktus biliaris dan duktus pankreatikus.3. Pars horizontralis (ketiga) yang panjangnya (6-8 cm ) dan melintas ventral terhadap vertebrae lumbalis III.4. Pars ascendens (keempat) yang pendek (5 cm) dan berawal di sebelah kiri vertebrae lumbalis III, lalu melintas ke kranial sampai setinggi tepi cranial vertebrae lumbalis II.Dua sentimeter pertama duodenum memiliki mesenterium dan dapat bergeser-geser. Sisa bagian pertama sepanjang 3 cm dan ketiga bagian lainnya tidak mempunyai mesenterium dan tidak dapat berpindah letak karena retroperitoneal.Usus dua belas jari bertanggung jawab untuk menyalurkan makanan ke usus halus. Secara histologis, terdapat kelenjar Brunner yang menghasilkan lendir. Dinding usus dua belas jari tersusun atas lapisan-lapisan sel yang sangat tipis yang membentuk mukosa otot. Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari hati. Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang disebut sfingter Oddi) merupakan bagian yang penting dari proses pencernaan dan penyerapan.

Gambar 2.2 Anatomi Duodenum Manusia

c. Histologi DuodenumDinding duodenum tersusun atas 4 lapisan.101. Tunika SerosaLapisan ini adalah lapisan paling luar yang dilapisi peritoneum, Merupakan kelanjutan dari peritoneum, tersusun atas selapis pipih dengan sel-sel mesothelial diatas jaringan ikat longgar.2. Tunika MuskularisLapisan muskuler (tunika muskularis) tersusun atas serabut otot longitudinal (luar) dan sirkuler (dalam). Pleksus myenterikus Aurbach terletak diantara kedua lapisan ini. Pleksus Meissners ditemukan di dalam submukosa diantara jaringan ikat longgar yang kaya akan pembuluh darah dan limfe.3. Tunika SubmukosaTerdapat kelenjar Brunner yang bermuara ke krypta Lieberkuhn melalui duktus sekretorius. Sekresi kelenjar Brunner berguna melindungi mukosa duodenum.4. Tunika MukosaMukosa Terdiri dari 3 lapisan: lapisan dalam adalah muskularis mukosa, lapisan tengah adalah lamina propria, lapisan terdalam terdiri dari selapis sel-sel epitel kolumnar yang melapisi krypte dan villi-villinya. Fungsi utama krypte epitelum ialah (1) pertumbuhan sel ; (2) fungsi eksokrin, endokrin, dan fungsi sekresi ion dan air ; (3) penyerapan garam, air dan nutrien spesifik.

Gambar 2.3 Histologi Preparat Duodenum mencit (Mus Musculus)

Gambar 2.4 Histologi Preparat Duodenum Manusiad. Jejas Sel1. Anatomi dan fisiologi sel Sel adalah satuan unit terkecil dari kehidupan, secara anatomi sel dibagi menjadi tiga bagian yaitu membran plasma, nukleus, sitoplasma.8 Membran plasma Membran plasma Yaitu selaput atau membran sel yang terletak paling luar yang tersusun dari senyawa kimia Lipoprotein (gabungan dari senyawa lemak atau Lipid dan senyawa Protein). Sitoplasma Bagian yang cair dalam sel dinamakan Sitoplasma khusus untuk cairan yang berada dalam inti sel dinamakan Nukleoplasma. Penyusun utama dari sitoplasma adalah air (90%), berfungsi sebagai pelarut zat-zat kimia serta sebagai media terjadinya reaksi kimia sel. Organel sel adalah benda-benda solid yang terdapat di dalam sitoplasma dan bersifat hidup (menjalankan fungsi-fungsi kehidupan).Organel sel tersebut antara lain : Retikulum endoplasma (RE)Retikulum endoplasma yaitu struktur berbentuk benang benang yang bermuara di inti sel.Fungsi : sebagai alat transfortasi zat zat di dalam sel itu sendiri. RibosomSturktur ini berbentuk bulat terdiri dari dua partikel besar dan kecil, ada yang melekat sepanjang (R.E) dan ada pula yang soliter. Ribosom merupakan sel terkecil yang ada di dalam sel.Fungsi : tempat sintesis protein. MitokondriaStruktur yang berbentuk seperti cerutu ini mempunyai dua lapis membran. Lapisan dalamnya berlekuk lekuk dan dinamakan Krista.Fungsi mitokondria adalah sebagai pusat respirasi selular yang menghasilkan energi. LisosomFungsi dari organel ini adalah sebagai penghasil dan penyimpan enzim pencernaan selular. Salah satu enzimnya itu bernama lisozim. Badan golgi (apparatus golgi) organel ini dihubungkan dengan ekskresi sel. Vesikel sekretorisSalah satu fungsi penting dari banyak sel adalah sekresi zat zat kimia khusus. Hampir semua zat sektretoris dibentuk oleh sistem retikulum endoplasma sampai apparatus golgi dan kemudian dilepaskan dari apparatus golgi ke dalam sitoplasma dalam bentuk vesikel penyimpanan, yang disebut vesikel sekretoris. Nukleus Nukleus merupakan pusat pengaturan sel, secara singkat nukleus mengandung sejumlah besar DNA (Deoxyribonucleic Acid), yang merupakan gen. Gen tersebut menentukan karateristik protein sel, termasuk protein struktural, dan enzim intra sel yang mengontrol aktivitas sitoplasma dan nukleus.

Gambar 2.5 Struktur Sel2. Penyebab jejas selKetika sel mengalami stress fisiologis atau rangsang patologis, sel bisa beradaptasi mencapai kondisi baru dan mempertahanlan kelangsungan hidupnya. Respon adaptasi utama adalah atrofi, hipertrofi, hyperplasia, dan metaplasia. Jika kemampuan adaptatif berlebihan, sel mengalami jejas. Dalam batas waktu tertentu, cedera bersifat reversibel, dan sel kembali kekondisi stabil, namun dengan stress berat atau menetap, terjadi cedera ireversibel dan sel yang terkena mati.7 Stress dapat menginduksi jejas sel berkisar dari trauma fisik menyeluruh akibat kecelakaan motor sampai defek gen tunggal yang menghasilkan enzim rusak yang menjadi penyebab penyakit metabolik spesifik. Sebagian besar penyebab dapat digolongkan menjadi kategori luas berikut ini.7 Deprivasi oksigenHipoksia, atau defisiensi oksigen, mengganggu respirasi oksidatif aerobik dan merupakan cedera sel tersering dan terpenting, serta menyebabkan kematian. Hipoksia harus dibedakan dengan iskemia, yang merupakan terhentinya suplai darah dalam jaringan akibat gangguan aliran darah baik di arteri maupun vena. Bahan kimiaSebenarnya, semua bahan semua bahan kimia dapat menyebabkan jejas, bahan yang bersifat toksik lainnya ditemukan setiap hari di lingkungan kita, bahan tersebut meliputi polusi udara, intektisida, karbon monoksida, asbes, pewarna makanan sintetik dan sebagainya. Agen infeksiusBerkisar dari virus submikroskopik sampai cacing pita yang panjangnya beberapa meter, bakteri, fungi, dan protozoa juga dapat menyebabkan jejas sel. Reaksi imunologiWalaupun sistem imun melindungi tubuh dalam melawan benda asing, reaksi imun yang disengaja atau tidak sengaja dapat menyebabkan jejas sel dan jaringan. Ketidakseimbangan nutrisiBahkan di zaman berkembangnya kemakmuran global sekarang ini, defisiensi nutrisi masih menjadi penyebab kamatian sel. Agen fisikTrauma, temperatur yang ekstrim, radiasi, syok elektrik, dan perubahan mandadak pada tekanan atmosfer, semuanya mempunyai efek terhadap sel. PenuaanPenyembuhan jaringan cedera tidak selalu menghasilkan perbaikan stuktur atau fungsi yang sempurna. Trauma berulang juga dapat menimbulkan degenerasi jaringan, meskipun tanpa kematian sel sama sekali.e. Epitel Selapis SilindrisEpitel selapis silindris terdiri dari satu lapis sel dan selnya berbentuk silindirs (torak). Terlihat seperti epitelium kubus, namun potongan tegak lurus terlihat lebih tinggi. Sel epitel silindris ini ada yang memiliki silia pada permukaannya, Contoh: epitel pada lambung dan usus.10Epitel ini memiliki bentuk silinder (tabung), sitoplasmanya jernih atau berbutir-butir. Epitel ini memiliki nukleus berbentuk bulat terletak didekat dasar epitel dan Terdapat pada dinding dalam lambung, usus, kandung kencing, kantong empedu, saluran rahim, rahim, saluran pernafasan bagian atas, saluran pencernaan. Adapun fungsinya sebagai berikut. Lapisan pelindung (proteksi). Tempat penyerapan zat (absorbsi). Tempat difusi dan absorbsi zat.

Gambar 2.6 Epitel Selapis SilindrisKerusakan epitel.11 Deskuamasi epitel : pelepasan elemen epitel, dalam bentuk sisik atau lembaran halus. Erosi epitel : hilangnya sebagian dari ketebalan mukosa. Ulserasi epitel : hilangnya seluruh tebal mukosa.2.1.2. Rhodamin B a. Definisi Rhodamin B Rhodamin B adalah salah satu pewarna sintesis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan cat. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85, namun penggunaan Rhodamin B dalam makanan masih terdapat di lapangan.12 Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerah-merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berflouresensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl dan NaOH. Struktur Kimia Rhodamin B. Nama lazim Rhodamin B adalah tetraehylrhodamine D&C Red no.19; rhodamin B chloride dengan rumus kimia C28H31N2O3Cl adalah dengan rumus molekul sebagai berikut :13, 14

Gambar 2.7 Rumus Molekul Rhodamin B13

b. Efek Rhodamin B Terhadap KesehatanSetiap makanan ataupun minuman yang masuk ke dalam tubuh mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Banyak bahan-bahan yang potensial toksik masuk ke dalam tubuh melalui traktus gastrointestinal (usus). Struktur yang seperti villi pada mukosa dapat mengoptimalkan absorbsi. Absorbsi zat kimia di usus halus khusus nya duodenum selalu jauh lebih cepat dibandingkan lambung karena permukaan epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung. Kandungan Rhodamin B bisa menjadi faktor agresif sehingga menimbulkan efek samping hingga toksik.6 Pathogenesis tersering timbulnya efek toksik dari Rhodamin B adalah terjadinya iritasi pada mukosa.

c. Penggunaan Rhodamin B Pada Makanan Beberapa makanan yang telah diketahui menggunakan Rhodamin B berdasarkan penelitian sebelumnya seperti tercantum dalam (Tabel 2.1) dibawah ini.NoNama makananSumberKota

1235678910111214

15

16

17

18

19202122Es cendol Kerupuk merahMakanan RinganTerasi Kembang gulaBiskuitSosisMakaroni gorengMinuman ringanEs sendolManisan gipangEs doger

Kerupuk Saus

Es doger

Saus

KerupukEs dogerSausKerupuk Penelitian Sutono. (2001)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Mudjajanto. (2007)Penelitian Dalimunthe. (2010)

Penelitian Dalimunte. (2010)

Penelitian Dalimunte. (2010)

Penelitian Lingga. (2011)

Penelitian Lingga. (2011)

Penelitian Lingga. (2011)Silalahi. (2011)Silalahi. (2011)Silalahi. (2011)Lampung SelatanBogorBogorBogorBogorBogorBogorBogorBogorBogorBogorLabuhan Ratu Selatan SumutLabuhan Ratu Selatan SumutLabuhan Ratu Selatan SumutDairi Sumut

Dairi Sumut

Dairi SumutMedan MedanMedan

Tabel 2.1. Daftar makanan yang diketahui mengandung Rhodamin B Gambar 2.8. Contoh makanan yang mengandung Rhodamin B.15

Pemeriksaan Untuk Mengetahui Adanya Rhodamin B Pada Makanan Untuk mengetahui ada atau tidaknya Rhodamin B yang terkandung didalam makanan , dapat diketahui dengan cara :

1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan metode yaitu Kromatografi Kertas (KKt), Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri Sinar Tampak.a. Kromatografi Kertas Analisis kualitatif Rhodamin B dengan menggunakan metode Kromatografi Kertas. Kromatografi kertas sesuai untuk pemisahan pewarna, tetapi metode ini memakan banyak waktu. Selain itu, metode ini memberikan resolusi yang jelek dan kadang-kadang bercak yang terbentuk tidak terbentuk dengan baik, menunjukkan terbentuknya ekor yang dapat mempengaruhi harga Rf.16

Gambar 2.9 Kromotografi kertas17

b. Kromatografi Lapis Tipis Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis yang dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu fase gerak dan jenis semprot. Kromatografi Lapis Tipis telah banyak digunakan pada analis pewarna sintetik. Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan yang lebih mudah, lebih cepat dan memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan kromotografi kertas.17

Gambar 2.10 Kromatografi Lapis Tipis18

2. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Analisa kualitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan metode Spektrofotometri Sinar Tampak.a. Spektrofotometri Sinar Tampak Analisis kualitatif dan kuantitatif Rhodamin B dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Spektrofotometri Sinar Tampak adalah pengukuran absorbansi energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada suatu panjang gelombang tertentu.19

Gambar 2.11 Spektrofotometer Sinar Tampak

2.1.3. Kerangka Teori

Bahan Kimia

Rhodamin B

ireversibelreversibelJejas sel

Adaptasi Sel Epitel

Ulserasi epitelErosi epitelDeskuamasi epitel

Gambar 2.12 Kerangka Teori7

2.1.4. Kerangka Konsep

Pemberian Rhodamin B Dosis Bertingkat Peroral

Dengan dosis 0.068mg/grbb/0.5 ml peroral selama 14 hari Dengan dosis 0.034 mg/grbb/0.5 ml peroral selama 14 hari

Adaptasi Sel EpitelAdaptasi Sel Epitel

Deskuamasi EpitelUlserasi EpitelDeskuamasi EpitelErosi EpitelUlserasi EpitelErosi Epitel

Gambar 2.13 Kerangka Konsep

2.1.5. Hipotesis 1. H0 = Rhodamin B tidak berpengaruh terhadap perubahan gambaran histopatologi duodenum mencit (Mus Musculus) jantan.2. H1 = Rhodamin B berpengaruh terhadap perubahan gambaran histopatologi duodenum mencit (Mus Musculus) jantan.

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan pendekatan the posttest only design with control, desain penelitian yang menggunakan kelompok kontrol atau kelompok pembanding dengan menggunakan mencit (Mus Musculus) jantan sebagai subjek penelitian.203.2. Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian dilakukan di jalan pramuka, kelurahan kemiling, kosan waylalaan kota Bandar Lampung Provinsi Lampung. Pembuatan preparat dilakukan di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.Waktu penelitian selama 28 hari (4 minggu) yang terdiri dari : 1. Adaptasi mencit selama 1 minggu.2. Pemberian Rhodamin B (perlakuan) selama 2 minggu.3. pembuatan dan pembacaan preparat selama 1 minggu.3.3. Populasi dan Sampel PenelitianPopulasi penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus) jantan berumur 12 minggu dengan berat badan 20 40 g2ram.Banyaknya pengulangan atau replikasi didapat dengan menggunakan rumus Federer (1955), yaitu(t 1) (n 1) 15(3 1) (n 1) 152n - 2 15Keterangan : t = Jumlah Perlakuan2n 17 n = Jumlah Replikasi n 8,5 (n = 10)Maka sampel yang didapat sebanyak 30 mencit yang dibagi menjadi 3 kelompok dengan ditambahkan 2 cadangan mencit tiap kelompok.Dosis untuk mencit dari penelitian sebelumnya yaitu mencit dengan volume maksimal lambung 0.5 ml.21 0.034 mg/grbb/0.5 ml peroral 0.068 mg/grbb/0.5 ml peroral 0.102 mg/grbb/0.5 ml peroral 0.134 mg/grbb/0.5 ml peroralBerdasarkan informasi dosis di atas untuk penelitian ini diambil dosis terendah yaitu Kelompok kontrol dengan jumlah mencit 10 ekor diberi aquades 0.5ml peroral/1x/hari selama 14 hari Kelompok perlakuan I dengan jumlah mencit 10 ekor diberi Rhodamin B peroral dengan dosis 0.034 mg/grbb/0.5 ml peroral/1x/hari selama 14 hari. Kelompok perlakuan II dengan jumlah mencit 10 ekor diberi Rhodamin B peroral dengan dosis 0.068 mg/grbb/0.5 ml peroral/1x/hari selama 14 hari.Kriteria inklusi : a. Sehat.b. Memiliki berat badan antara 20 40 gram.c. Berusia sekitar 12 minggu.Kriteria eksklusi :a. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktifitas kurang aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari, mulut, anus, diare) pada saat adaptasi.b. Tampak abnormalitas anatomi.c. Mencit mati.3.4. Bahan dan Alat Penelitian3.4.1. Bahan Penelitiana. Hewan percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus Musculus) jantan berusia 12 minggu dengan berat 20 40 gram.b. Rhodamin B.c. Aquades.

3.4.2. Bahan KimiaBahan kimia untuk preparat histologi adalah asam fikrat formolsaline 10 %, buffered formalin 10%, alkohol 70 %, alkohol 95 %, alkohol 100 %, benzyl benzoate, paraffin cair, xilol, hematoksilin eosin, dan air mengalir.

3.4.3. Alat Penelitiana. Peralatan untuk membuat preparat histologi adalah bal paraffin, dissecting kit, kertas label, botol flacon, gelas benda, gelas penutup, oven, rotary microtome, staining kit, base mold, holder, cawan petri, hot plate, pipet tetes, mikroskop cahaya, mikrometer, kaca objek dan kaca penutup.b. Kandang HewanYang digunakan dalam percobaan berupa kandang dengan ukuran 40 x 30 x 30 cm. setiap satu kali seminggu kandang dibersihkan. Tempat makan dan minum terbuat dari plastik.c. Alat yang digunakan untuk menimbang berat dosis dan berat badan mencit adalah timbangan neraca digital.d. Alat untuk memasukan Rhodamin B peroral adalah spuit 1 cc

3.5. Prosedur Penelitian3.5.1. Pemeliharaan Hewan PercobaanMencit langsung dimasukkan ke dalam kandang yang telah disiapkan dan diadaptasikan selama 1 minggu. Kandang mencit dibersihkan setiap 1 minggu sekali dengan desinfektan pada lantainya. Setiap hari diberi makan dan minum 3 x sehari.3.5.2. Cara Kerja Pemberian Rhodamin B peroralPemberian Rhodamin B peroral pada hewan percobaan dengan cara menggunakan spuit 1 cc dan Rhodamin B sebelumnya dilarutkan dengan menggunakan 0.5 ml aquades. Hewan percobaan kelompok kontrol tidak diberikan Rhodamin B. Hewan percobaan kelompok perlakuan 1, setiap mencit diberi Rhodamin B secara peroral sebanyak 0.034 mg/grbb/0.5 ml peroral /1 x/hari selama 14 hari. Hewan percobaan kelompok perlakuan 2, diberi Rhodamin B secara peroral sebanyak 0.68mg/grbb/0.5 ml peroral/1x/hari selama 14 hari. Setelah pemberian Rhodamin B selama 14 hari selesai, hewan coba dikorbankan dengan kloroform dan organ pencernaan diambil untuk dibuat sediaan histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin.3.5.3. Pengelolaan Preparat Histopatologik Metode Parafin Pembuatan preparat dilakukan di RSUD. Dr. H. Abdoel Moeloek. untuk diamati pada mikroskop cahaya dengan pewarnaan hematoksilin eosin.Proses pembuatan preparat histologi :22a. Fiksasi Larutan fiksasi yang digunakan adalah fosfat buffer formalin, formulanya sebagai berikut: Formalin10 ccAcid sodium phosphate monohydrate0,4 grAnhydrous disodium phosphate0,65 grAquades sampai100ccb. Dehidrasi Memakai alkohol dengan yang makin pekat dari alkohol 70 %, 95 %, hingga akohol absolut. Alkohol 75 % selama 30 menit. Alkohol 95 % selama 30 menit 3 4x. Alkohol 100 % selama 30 menit, diganti selama 4x.c. ClearingMemakai xylol I dan xylol II masing masing selama 30 menit.

d. Impregnasi/embeddingPembenaman dilakukan dengan paraffin cair 50 60oC selama 1 jam 2x.e. Pengecoran (pembuatan paraffin block)f. Pengirisan jaringan Pengirisan jaringan setebal 4-5 mikron.g. Pewarnaan Pewarnaan yang dipakai dengan menggunakan hematoksilin eosin, dengan cara memulas: Memasukkan preparat ke dalam xylol I 3-5 menit. Pindahkan ke xylol II selama 3-5 menit. Masukkan berturut-turut kedalam alkohol 100 %, 95%, 70% masing masing selama 3 menit. Celupkan aquades sebanyak 7 celup. Masukkan hematoksilin selama 5-10 menit. Air mengalir 5 menit. Masukkan ke HCL 1% selama 15-60 menit. Dibilas dengan air. Masukkan ke eosin 1% selama 15-60 menit. Pindahkan berturut-turut ke alkohol 70 %, 95 %, dan 100 % masing-masing 7 celup.3.5.4. Pengamatan Mikrsoskop Dari setiap mencit (Mus Musulus) jantan yang telah diterminasi, dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan membuat preparat duodenum dan tiap preparat dibaca di laboratorim Patalogi Anatomi RSUD. Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar Lampung. Setiap preparat dibaca dalam 5 lapangan pandang dengan perbesaran sedang 200x. Sasaran yang dibaca adalah perubahan struktur epitel mukosa duodenum mencit (Mus Musculus) jantan yang diamati setiap lapangan pandang dengan penilaian berdasarkan modifikasi Barthel Manja.23

No SkorIntegritas epitel mukosa

10Tidak ada perubahan patologis

21Deskuamasi epitel

32Erosi permukaan epitel (gap 1-10 epitel/lesi)

43Ulserasi epitel (gap > 10 epitel/lesi)

Tabel 3.1. Skor Integritas Epitel Mukosa.

Kriteria inklusi30 ekor mencit jantan 12 minggu BB: 20 40 gramKriteria eksklusi

Adaptasi selama 1 minggu

Kelompok Perlakuan I jumlah mencit 10 ekor diberi Rhodamin B peroral 0.034 mg/grbb/0.5 ml peroral/ 1x/hari selama 14 hariKelompok kontrol jumlah mencit 10 ekor yang tidak diberikan Rhodamin BKelompok Perlakuan II jumlah mencit 10 ekor diberi Rhodamin B peroral 0.068 mg/ggrbb/0.5 ml peroral/1x/hari selama 14 hari

Setelah perlakuan selama 14 hari, hewan dianarkose dan dikorbankan dengan kloroform

Pengambilan jaringan duodenum dan pembuatan preparat anatomi

Interpretasi dan pengamatan 1 minggu

Kelompok 1Kelompok 2Kelompok 3

Deskuamasi epitelDeskuamasi epitelDeskuamasi epitel

Ulserasi epitelErosi epitelErosi epitelUlserasi epitelErosi epitelUlserasi epitel

Gambar 3.1 Alur Prosedur Penelitian3.6. Modifikasi Variabel

(Variabel Independen)Pemberian Rhodamin B dengan dosis peroral(Variabel Dependen)Gambaran Histopatologi Duodenum Mencit (Mus Musculus) Jantan

3.7. Defenisi OprasionalUntuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak menjadi terlalu luas maka dibuat defenisi oprasional pada tabel 3.2 di bawah ini.

No VariabelDefinisiAlat ukur Kriteria skala

1Pemberian Rhodamin B dosis bertingkat peroral.Mencit diberi Rhodamin B yang sudah dilarutkan dengan aquades, dengan dosis peroral 0.034 mg/grbb/0.5 ml peroral, 0.068 mg/grbb/0.5 ml peroral, 1x /hari selama 14 hari.Timbangan Neraca

K = aquades 0.5mlP I = 0.034mg/grbb/0.5 ml peroral/1x/hari selama 14 hariP II = 0.068 mg/grbb/0.5 ml peroral /1x/hari selama 14 harinumerik

2Gambaran struktur lapisan mukosa saluran pencernaan duodenum mencit (Mus Musculus) jantansPengamatan dan perhitungan terhadap perubahan struktur mukosa yang terdapat pada saluran pencernaan duodenum mencit berupa, deskuamasi epitel, erosi epitel, ulserasi epitel yang dilakukan dengan mikroskop cahaya.Mikroskop Cahaya.0 = Tidak ada perubahan patologis1 = Deskuamasi yang inkontinvitas < 10 sel yang lepas dan edema sel.2 = Erosi permukaan epitel (1-10 epitel/lesi atau dari ketebalan vili)3 = Ulserasi epitel (gap > 10 epitel/lesi atau > ketebalan vili dan mencapai submukosa)Di baca dalam 5 lapang pandang dengan perbesaran sedang 200x.Setelah di persentasekan dengan rumusSkor total/skor maksimal x 100%Numerik

Tabel 3.2 Definisi Oprasional 3.8. Analisis DataSeluruh data yang diperoleh dari kegiatan penelitian dicatat secara rinci dan data akan dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik yang akan diolah dengan menggunakan SPSS 18.00. Data yang diperoleh diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk, dilanjutkan dengan uji one way anova dan untuk membandingkan tiap kelompok perlakuan dilakukan uji analisis pos hoc.