Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah yang serius dalam kesehatan dunia, khususnya di negara berkembang. Pada tahun 2008, lebih dari 410000 luka bakar terjadi di Amerika Serikat, dengan sekitar 40000 membutuhkan perawatan rumah sakit. Di India, lebih dari 1 juta orang mengalami luka bakar setiap tahun. Di Indonesia, belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di RSUP M.Jamil Padang pada tahun 2009 dilaporkan bahwa kasus luka bakar mencapai 91 orang dengan penyebab berasal dari kompor dan alat elektronik. Pada tahun 2010 ditemukan 84 kasus luka bakar dengan penyebab sengatan listrik 22 kasus (26%), siraman air panas 15 kasus, dan sisanya dengan penyebab api, kompor gas dan minyak panas (Meishinta Fitria 2014). Luka bakar akan menimbulkan kerusakan berbagai organ, diantaranya kulit. Sebagai respon terhadap jaringan yang rusak, tubuh memiliki kemampuan untuk mengganti jaringan yang rusak, memperbaiki struktur, kekuatan, dan fungsinya melalui proses penyembuhan 1
53

Bab i, II, III, IV, V

Nov 18, 2015

Download

Documents

Avriel Edogawa

askep combustio
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangLuka bakar merupakan masalah yang serius dalam kesehatan dunia, khususnya di negara berkembang. Pada tahun 2008, lebih dari 410000 luka bakar terjadi di Amerika Serikat, dengan sekitar 40000 membutuhkan perawatan rumah sakit. Di India, lebih dari 1 juta orang mengalami luka bakar setiap tahun. Di Indonesia, belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di RSUP M.Jamil Padang pada tahun 2009 dilaporkan bahwa kasus luka bakar mencapai 91 orang dengan penyebab berasal dari kompor dan alat elektronik. Pada tahun 2010 ditemukan 84 kasus luka bakar dengan penyebab sengatan listrik 22 kasus (26%), siraman air panas 15 kasus, dan sisanya dengan penyebab api, kompor gas dan minyak panas (Meishinta Fitria 2014).Luka bakar akan menimbulkan kerusakan berbagai organ, diantaranya kulit. Sebagai respon terhadap jaringan yang rusak, tubuh memiliki kemampuan untuk mengganti jaringan yang rusak, memperbaiki struktur, kekuatan, dan fungsinya melalui proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan dinamis yang melibatkan interaksi antara sel dan mediator yang berbeda. Proses penyembuhan luka bakar dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi yang terjadi pada luka bakar derajat II dan III. Pada fase proliferasi terjadi pembentukan jaringan granulasi yang merupakan pusat dari fase proliferasi.Pembentukan jaringan granulasi ini dimulai empat hari setelah luka.Jaringan granulasi ini terdiri dari makrofag, fibroblas, dan pembuluh darah. Makrofag menghasilkan faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk merangsang pembentukan fibroblas dan pembuluh darah. Fibroblas menghasilkan matriks ekstraseluler baru dan pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme sel (Meishinta Fitria 2014).Orang-orang yang menderita akibat luka bakar menghadirkan salah satu krisis perawatan kesehatan yang paling menantang. Seseorang yang pada suatu saat dalam keadaan sehat dapat tiba-tiba terkena luka bakar yang luas. Besamaan dengan perubahan-perubahan psikologis yang dramatis adalah dampak emosional dari luka bakar, yang mempengaruhi baik korban luka bakar maupun keluarganya. Kemajuan-kemajuan besar dalam terapi luka bakar telah terjadi sejak tahun 1960-an. Prognosis telah berubah dari harapan meninggal menjadi harapan hiidup (Hundak & Gallo 1996).Asuhan komperhensif yang diberikan manakalah terjadi luka bakar adalah penting untuk pencegahan kematian dan kecacatan. Adalah penting bagi perawat untuk memiliki pengertian jelas tentang perubahan-perubahan yang saling berhubungan pada semua sistem tubuh setelah cedera luka bakar juga penghargaan terhadap dampak emosional dari cedera pada korban luka bakar da keluarganya. Hanya dengan tahapan komperhensif perawat dapat memberikan intervensi terapiutik yang diperlukan pada semua tahapan penyembuhan (Hundak & Gallo 1996).Oleh karena itu, penulis merasa perlu menyusun makalah ini agar pembaca khsusnya perawat dapat mengetahui lebih banyak lagi semua hal yang terkait dengan luka bakar serta asuhan keperawatan pada pasien dengan luka bakar1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimanakah konsep penyakit dari Combustio ?2. Bagaimanakah Web Of Caution (WOC) dari Combustio ?3. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Combustio?4. Bagaimanakah penanganan klien dengan Combustio?5. Bagaimanakah aspek legal etik pada klien dengan Combustio?1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui konsep penyakit dari Combustio.2. Untuk mengetahui Web Of Caution (WOC) dari Combustio3. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Combustio.4. Untuk mengetahui penanganan pada klien dengan Combustio.5. Untuk mengetahui aspek legal etik pada klien dengan CombustioBAB II

KONSEP PENYAKIT

2.1Definisi

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka yang lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri patogen; mengalami eksudasi dengan perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit; dan kerapkali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen.

Luka bakar adalah penyebab utama morbilitas dan mortalitas pada anak, dan sebagian besar dapat dicegah. Penyebab luka bakar tersering pada anak adalah akibat air mendidih yang tumpah, atau terpajan pada air panas. Kerena kulit anak lebih tipis dibandingkan orang dewasa, pajanan singkat (kurang dari satu detik) pada air panas dapat merebus anak. Luka bakar yang didapat dari kebakaran karena tidak dapat melepas diri dari rumah atau kendaraan yang terbakar dan luka bakar listrik dari soket atau kabel juga termasuk faktor yang berkontribusi. Anak dapat pula terkena luka bakar akibat penganiyayaan. Tanda-tanda luka akar ini adalah keterlambatan mencari pertolongan medis, kontak dengan bagian tubuh seperti punggung tangan atau genital. Luka bakar pada bokong dan tungkai merupakan indikasi penyerangan dengan air panas. Luka bakar merupakan suatu pengalaman yang menyeramkan dan menimbulkan nyeri yang hebat pada anak, dan semua tahapan pencegahan harus dilakukan. (Elizabeth, 2009).2.2Etiologi

1. Luka bakar listrik

Lewat tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringa menyebabkan perubahannya menjadi tenaga panas. Ia menimbulkan luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur listrik tersebut. Tahanan listrik jaringan bervariasi, dengan tulang, tendon dan kulit yang paling tahan sedangkan darah dan jaringan saraf memiliki tahanan yang rendah. Ia menyebabkan arus listrik lebih suka berjalan melalui cairan jaringan dan sepanjang berkas neurovaskular ia menyebabkan kerusakan vaskular atau saraf pad jarak tertentu dari daerah luka bakar.Luka listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi seperti yang terjadi pada petugas listrik yang bekerja di dekat sember listrik yang kuat. Anggota gerak meerupakan tempat kontak yang terlazim, dengan tangan dan lengan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki. Kontak sering menyebabkan gangguan jantung dan atau pernapasan, dan resusitasi kardiopulmoner sering sering diperlukan pada saat kecelakaan tersebut terjadi. Luka pada daerah masuknya arus istrik biasanya gosong dan tampak mencekung. Luka mungkin dikelilingi dengan daerah- daerah luka bakar yang khas atau jaringan yang tampak normal. Luka keluarnya arus listrik sama seperti luka tembak karena peluru berkecepatan tinggi. Kontak arus listrik dengan sendi dapat menimbulkan luka bakar kulit pads daerah-daerah yang tidak berkontak ketika arus listrik keluar atau masuk ke jaringan. Ukuran luka kulit biasanya membingungkan dan dapat membuat kita salah menentukan kerusakan pada otot, saraf dan pembuluh darah. Anggota gerak dengan luka bakar listrik mudah terkena komplikasi sindroma kompartemen karena adanya luka otot yang dalam atau vaskular. Denagan rusaknya otot, pengeluaran mioglobin ke aliran darah dan timbulnya mioglobinuria sering terlihat pada luka bakar listrik. Sekuestrasi cairan dan berkurang aliran darah ke ginjal akan menambah kemungkinan kerusakan ginjal karena pengendapan mioglobin di dalam tubulus ginjal.

2. Luka Bakar KimiaLuka kulit karena bahan kimia berbeda dengan luka karena panas yaitu derajat luka berhubungan langsung dengan lama kontak. Karena itu, dokter dapat langsung merubah kedalaman luka dengan perawatan yang cermat. Semua pakaian yang terkena harus segera dilepas dan kulit diperiksa untuk melihat daerah luka. Karena kedalaman luka juga ditentukan oleh konsentrasi agen yang ada pada kulit, maka pengeceran dengan pembelian yang banyak menjadi tahap berikut pada penatalaksanaan pasien. Ada berbagai agen neutralisasi yang sudah diusulkan untuk berbagai zat kimia, tetapi tak satupun menawarkan banyak keuntungan dari pada irigasi luka segera dengan aiir bervolume besar. Beberapa diantara malah dapat memperparah luka oleh pengeluaran panas dengan neutralisasi bahan kimia. Luka bakar karena basa seringkali kurang dipengaruhi oleh irigasi, bila luka sudah berumur lebih dari satu jam. Pertambahan kedalaman luka mungkin terlihat dengan irigasi karena dipermudah masuknya ion hidroksil ke lapisan kulit yang lebih dalam. Riwayat penting dalam menentukan komposisi zat kimia sebenarya karena ia dapat menentukan terapi setelah pengenceran dengan bilasan air. Luka bakar karena fenol, asam hihidrofluorida dan fosfor memerlukan perhatian khusus. Fenol kurang larut dalam air dan irigasi harus diikuti dengan pengoles pelarut seperti polietilen glikol, propilen glikol, gliserol, minyak sayur atau larutan air dan sabun. Konsentrasi absorsi fenol yang tinggi dapat menimbulkan efek pada sistem jantung, ginjal dan susunan saraf pusat serta pasien perlu dipantau untuk melihat fungsi-fungsi ini. Asam hidrofluorat menembus kulit dengan cepat dan bisa menimbulkan pencaiaran jaringan lunak serta erosi tulang mendasarinya. Nyerinya sangat hebat pada jenis luka bakar ini, dan suntikan kalsium glukonat intralesidapat digunakan untuk menetralisir ion flurida dan mengurangi nyeri. Luka bakar fosfor membutuhkan perhatian segera untuk menghilangkan semua partikel fosfor yang dapat dikenali dalam luka. Senyawa ini akan lelah bila terpapar pengering udara dan harus diletakkan dalam air setelah dikeluarkan. Pengolesan larutan tembaga sulfat encer pada permukaan luka mungkin diperlukan untuk identifikasi partikel-pertikel kecil fosfor yang tertanam.Setelah pembuangan bahan kimia yang salah, luka bakar ini diterapi dengan cara standard luka bakar kulit. Apa pun luka bakar kecil sering dapat di atasi dengan terapi jalan, tetapi cedera besar membutuhkan protokol resusitasi standart dan pantau kemungkinan efek sistemik karena absorsi. (Sabiston, 1995)3. Terminal (cedera terbakar, kontak, dan kobaran api)Agen pencedera dapat berupa api, air panas, atau kontak dengan objek panas. Luka bakar api berhubungan dengan asap atau cedera inhalasi.4. Radiasi.(Oman dkk, 2008)

2.3 Manifestasi Klinis

Berikut ini adalah manifestasi klinis awal untuk luka bakar sedang samapai berat :

1. Takikardia

2. Tekanan darah turun

3. Ekstermitas dingin dan perfusi buruk

4. Perubahan tingkat kesadaran

5. Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunan halauran urine, lidah dan kulit kering)

6. Pucat (tidak ada pada luka bakar derajat dua dan ketiga)7. Peningkatan frekuensi nafas

(Betz, 2009)

2.4Komplikasi1. Gagal ginjal

2. Asidosis metabolik

3. Hiperkalemia

4. Hiponatermia

5. Hipokalsemia

6. Masalah paru

Edema paru

Insufisiensi paru Embolus paru(betz dkk, 2009)

2.5 Klasifikasi1. Superficial (derajat I) epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagaian dermis turut cedera yang disebabkan tersengat matahari, terkena api dengan intensitas rendah, dengan ciri-ciri sbb:

Hanya mengenai lapisan epidermis.

Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat): menjadi putih ketika ditekan.

Kulit memucat bila ditekan.

Edema minimal atau tanpa edema. Tidak ada blister.

Kulit hangat/kering.

Nyeri / hyperethetic

Kesemutan.

Nyeri berkurang dengan pendinginan.

Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.

Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.

Pengelupasan kulit.Gambar 2.1 Luka Bakar Derajat Satu

2. Partial thickness (derajat II) meliputi distruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam yang disebabkan tersiram air mendidih, terbakar oleh nyala api, dengan ciri sbb.:

Mengenai epidermis dan dermis.

Luka tampak merah sampai pink

Terbentuk blister

Edema

Nyeri

Sensitif terhadap udara dingin

Melepuh; dasar luka berbintik-bintik merah; epidermis retak; permukaan luka basah.

Kesembuhan dalam waktu 2 hingga 3 minggu.

Pembentukan parut dan depigmentasi.

Infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat III. Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat Dua

3. Full thickness (derajat III), meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada sebagian kasus, jaringan yang berada dibawahnya yang disebbakan terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama dan tersengat arus listrik. Dengan ciri-ciri : Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.

Tanpa ada blister.

Permukaan luka kering; luka bakar berwarna putih seperti bahan kulit atau gosong.

Kulit retak dengan bagian lemak yang tampak.

Pembentukan eskar.

Hilangnya jari tangan atau ekstremitas dapat terjadi.

Pembentukan parut dan hilangnya kontour serta fungsi kulit.

Syok.

Edema.

Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.

Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.

Memerlukan skin graft.

Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif. Hematuria (adanya darah dalam urine) dan kemungkinan pula hemolisis (destruksi sel darah merah). (Brunner dkk, 2002)Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat Tiga

Keparahan Luka Bakar1. Luka bakar minor adalah luka bakar dengan ketebalan parsial dengan LPTT lebih kecil dari 15% pada orang dewasa atau LPTT 10% pada anak-anak, atau cedera ketebalan penuh dengan LPTT kurang dari 2% yang tidak disertai dengan komplikasi apapun.

2. Cedera luka bakar sedang Takterkomplikasi adalah cedera ketebalah-parsial dengan LPTT dari 15% sampai 25% pada orang dewasa atau LPTT dari 10% sampai 20% pada anak-anak, atau cedera ketebalan penuh dengan LPTT kurang dari 10% yang tanpa disertai dengan komplikasi lain.

3. Cedera luka bakar mayor adalah semua yang berikut ini:

Cedera ketebalan-parsial dengan LPTT lebih besar dari 25% pada orang dewasa atau LPTT lebih besar dari 20% pada anak-anak.

Cedera ketebalan penuh dengan LPTT 10% atau lebi

Luka bakar mengenai tangan, wajah, mata, teling, kaki dan perineum

Cedera inhalasi

Cedera sengatan listrik Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-masalah ringan, seperti cedera pada jaringan lunak, fraktur, traumah lainya, atau masalah-masalah kesehatan lain yang sudah ada sebelumnya. (Hudak dkk, 1996)2.6Patofisiologi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi oleh suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahakan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka abakar dapat dikelompokan menjadi lek abakar radiasi, ternal atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupak destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens penyebab (buring agent). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.

Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan laamnaya kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan dalamanya luka bakar, kemudian perawatannya melalui tiga fase luka bakar.

Respons SistemikPerubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung denga diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Pasien yang luk abakarnya tidak melampaui 20% dari luas total permukaan tubuh akan memperlihatkan respons yang terutama bersifat lokal. Insidensi, intensitas dan durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya luka bakar dengan respon maksimal terlihat pada luka bakar yang mencapai 60% atau lebih dari luas permukaan tubuh. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika yang diakibatlkan oleh hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan carian, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidakstabilan hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit, volume darah, mekanisme pulmonar dan berbagai mekansme lainnya.Respons KardiovaskulerCurah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus menurun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resitensi perifer (vasokonstriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer akan menurunkan curah jantung.

Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung tekanan vena sentral, tekanan arteri pelmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat maka akan terjadi syok distribusi.

Umumnya jumlah kebocoran cairan yang terbesar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6 hingga 8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka-bakar akan mneghilang dan cairan akan mngalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler. Setelah cairan diabsorpsi kembali dari jaringan interstisial ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Jika fungsi renal dan kardiak masih memadai, pengeluaran urine akan meningkat. Diuresis berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan tubuh, maka gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas pada luka bakar itu sendiri sehingga pembentukan lepuh dan edema hanya terjadi didaerah luka bakar. Pasien luka bakar yang lebih parah akan mengalami edema sistemik yang masif. Karena edem akan bertambah berta pada luka bakar yang melingkar (sirkumferensial), tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstermitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Kondisi ini dinamkan sindrom kompartemen. Dokter harus melakukan tindakan eksarotomi (insisi pada eskar) untuk mengurangi efek konstriksi dari jaringan yang terbakar.

Efek pada Cairan, Elektrolit dan Volume Darah

Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Disamping itu kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3 hingga 5L atau lebih selama periode 24jam sebelum permukaan kulit yang terbakar ditutup.

Selama syok luka bakar, respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hiponatremia terjadi. Hiponatremia biasanya juga sering dijumpai dalam minggu pertama fase akut karena air akan pindah dari ruang interstisial ke dalam ruang vaskuler.

Segera setelah terjadi luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang masif. Hipokalemia (deplesi kalium) dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.

Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan ini, nilai hematrokit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan, perawatan luka dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis serta tindakan hemodialisis lebih lanjut turut mneyebabkan anemia. Transfusi darah diperlukan secara periodik untuk mempertahankan kadar hemoglobin yang memadai yang diperlukan guna membawa oksigen. Abnormalitas koagulasi, yang mencakup penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan masa pembekuan serta waktu protombin yang memanjang juga ditemukan pada luka bakar.

Respons Pulmoner

Sepertiga dari pasien-paien luka bakar akan mengalami masalah polmuner yang beruhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi cedera pulmuner, hipoksia (starvasi oksigen) dapt dijumpai. Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien akan meningkat 2x lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal (White, 1993). Untuk memastikan ketersediaan oksigen bagi jaringan, mungkin diperlukan suplemen oksigen. Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran. Diperkirakan separuh dari kematian ini seharusnya bisa dicegah dengan alat pendeteksi asap.

Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori: Cedera saluran nafas atas; cedera inhalasi dibawah glotis, yang mencakup keracunan karbon monoksida; dan defekrestriktif. Cedera saluran nafas atas terjadi akibat panas langsung atau edema. Keadaan ini bermanifestasi sebagai obstruksi mekanis saluran nafas atas yang mencakup faring dan laring. Karena vaporisasi yang cepat dalam traktus pulmonalis akan menimbulkan efek pendingin, cedera panas langsung biasanya tidak terjadi dibawah tingkat bronkus. Cedera saluran nafas atas diatasi dengan intubasi nasotrakheal atau indotrakheal.

Cedera inhalasi dibawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakar yang tidak sempurna atau gas berbahaya. Produk ini mencakup gas monoksida, sulfuroksida, nitrogen oksida, senyawa-senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena dan halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru pada tingkat alveoli. Cedera inhalasi dibawah glotis menyebabkan hilangnya fungsi silia, hiperskresi, edema mukosa yang berat, dan kemungkinan pula bronkospasme. Zat aktif permukaan (surfaktan) paru menurun sehingga timbul aktelektasis (kolapsnya paru). Ekspektorasi partikel-partikel karbon dalam sputum merupakan tanda-tanada utama cedera inhalasi ini.

Karbonmoksida mungkin merupakan gas yang paling sering menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan produk sampingan pembakaran bahan organik dan dengan demikian akan terdapat dalam asap. Efek patofisiologiknya ditimbulkan oleh hipoksia jaringan yang terjadi ketika karbonmonoksida berikatan dnegan hemoglobin untuk membentuk karbosihemoglobin. Substansi ini akan bersaing dengan oksigen dalam memperebutkan tempat-tempat pengikatan hemoglobin yang ada. Afinitas hemoglobin terhadap karbonmoksida adalah 200x lebih besar daripada afinitasnya terhadap oksigen. Terapi biasanya terdiri atas intubasi dini dan ventilasi mekanis dengan oksigen 100%. Namun demikian, sebagian pasien mungkin hanya memerlukan terapi oksigen dan hal ini tergantung pada luasnya cedera serta edema pulmoner. Pemakaian oksigen 100% merupakan terapi yang esensial untuk mempercepat pelepasan karbonmonoksida dari molekul hemoglobin.

Defek retriktif akan terjadi kalau timbl edema dibawa luka bakar full-thickness yang melingkar pada leher dan thoraks. Ekskursi (pengembangan) dada dapat sangat terhalang sehingga tidal volume menurun. Dalam keadaan ini, tindakan ekskarotomi (insisi untuk melonggrkan parut yang menimbulkan konstriksi) merupakan keharusan.

Abnormalitas paru tidak selalu tampak dengan segera. Lebih dari separuh korban luka bakar yang menderita gangguan paru pada mulanya tidak memperlihatkan gejala dan tanda-tanda pulmoner. Setiap pasien dengan kemungkinan cedera inhalasi harus diamati selama sedikitnya 24 jam untuk mendeteksi komplikasi respirasi. Obstruksi saluran nafas dapat terjadi dengan sangat cepat atau dalam waktu beberapa jam kemudian. Penurunan kelenturan paru, penurunan kdar oksigen serum, dan asidosi respiratorik dapat terjadi secara berangsur-angsur dalam 5 hari setelah terjadi luka bakar.

Diagnosis cedera inhalasi merupakan prioritas yang penting bagi banyak korban luka bakar. Kadar karboksihemoglobin serum dan gas darah arterial kerap kali digunakan untuk menilai cedera inhalasi. Bronkoskopi dan pemeriksaan pemindaian fentilasi perfusi dengan senon 133 dapat pula digunakan untuk menbantu penebkan diagnosis dalam periode paska luka bakar yang dini. Pemeriksaan faal paru dapat pula dipakai untuk mendiagnosis penurunan kelenturan paru atau obstruksi aliran udara pernafasan.

Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi sekunder akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome). Kegagalan respirasi terjadi kalau derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. Intervensi yang harus segera dilakukan adalah intubasi dan ventilasi mekanis (pemasangan respirator). Jika ventilais independen terganggu oleh ekskursi dada yang terhalang, ekskaurotomi harus segera dikerjakan. ARDS dapat timbul dalam beberapa hari pertama sesudah luka bakar dan merupakan kejadian sekunder akibat respon sistemik serta pulmoner terhadap luka bakar dan cedera inhalasi.

Respons Sistemik Lainnya

Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urine. Jika terjadi perubahan otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan terlepas dari sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal. Pengganti volume cairan yang memadai akan memulihkan aliran darah renal, meningkatkan laju viltrasi glomerulus dan menaikkan volume urine. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul komplikasi nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal. Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar semua respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan intregitas kulit diperparah lagi dengan melepasnya faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfosittopenia). Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami sepsis.

Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhunya. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapaa jam pertama pasca luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel kembali suhu inti tubuh, pasien luka bakar akan mengalami hipertemia selama sebagian besar periode pasca luka bakar kendati tidak terdaoat infeksi.

Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial yaitu: ileus paralitik (tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan manisfestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distreksi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan tindakan dekompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung). Pendarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologi yang masif dapat ditandai oleh darah okulta dan feses, regurgitasi muntahan seperti bubuk kopi dari dalam lambung, atau vomitus yang berdarah semua tanda ini menunjukan erosi lambung atau dudenum (ulkus curling). (Brunner, 2002)2.7Penatalaksanaan

Penderita luka bakar harus segera dijauhkan dari agens yang dapat membakar, dan daerah kulit yang terkena harus segera direndam dalam air dingin untuk menghentikan kerusakan lebih lanjut. Pemberian es harus dihindari karena dapat menurunkan aliran darah ke daerah yang terkena dan memperburuk derajat luka bakar. Pakaian yang dikenakan tidak boleh dilepas pada luka bakar yang serius, karena melepas luka bakar berarti melepas kulit.

Edema yang berhubungan dengan luka bakar ketebalan parsial atau superfisial dapat dikendalikan dengan perendaman air dingin. Pemberian cairan intravena molekul-makro dengan volume besar seperti albumin, dekstran, dan glukosa, dapat meningkatkan edema daerah yang tidak terkena luka, tetapi tidak terjadi pada daerah yang terkena. Heparin dapat mempertahankan aliran darah pada daerah yang terkena tetapi dapat juga menimbulkan edema. Penderita luka bakar luas harus mendapat pengobatan. Bayi, anak kecil, dan lansia, dan penderita sakit kronis yang mengalami luka bakar yang serius harus dinilai oleh dokter. Luka bakar pada tangan, wajah, dan genital harus dinilai oleh personal medis.

Luka bakar derjat pertama biasanya dapat direndam dalam air dingin atau diberi kompres dingin dan obat anti inflamasi dalam waktu yang lama.

Luka bakar yang pertama akibat bahan kimia harus dibilas dengan air dingin selama beberapa menit.

Semua luka bakar yang lebih dalam memerlukan terapi antibiotik dan harus dievaluasi oleh personal medis. Penggunaan salep berbasis perak dapat efektif karena perak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Perak bersifat toksik namun sifatnya yang keratinosit dan fibroblas diperlukan untuk penyembuhan luka sehingga resiko dan keuntungannya harus dipertimbangkan.

Luka bakar yang luas memerlukan pemberian cairan intravena yang cepat untuk mengatasi hilangnya cairan akibat kebocoran kapiler. Untuk mempertahankan tekanan darah dan mencegah syok ireversibel, infus pada orang dewasa dapat mencapai 30liter dalam 24jam. Tingginya pemberian cairan ini juga membasuh ginjal dan mengurangi risiko gagal ginjal.

Dukungan nutrisi lanjutan dan dini diperlukan untuk penderita luka bakar luas, karena respons metabolisme yang tinggi. Oleh karena itu, diet kaya kalori dan protein harus diberikan secara adekuat untuk penyembuhan dan melindungi mukosa saluran cerna sehingga mengurangi kerusakan pada sawar usus.

Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial memerlukan balutan khusus yang merangsang pembelahan sel dan pertumbuhan.

Luka bakar derajat kedua, ketebalan penuh, dan derajat ketiga memerlukan tindakan pembersihan luka secara bedah dan tandur kulit. Apabila mungkin, kulit diambil dari bagian kulit pasien yang tidak terbakar(autograft). Sumber tandur (grafting) lain adalah tandur donor, baik tandur dari manusia yang hidup atau mati, atau donor bukan manusia, biasanya babi (xenograft).

Teknik ekspansi jaringan telah digunakan untuk meningkatkan keberhasilan tandur kulit. Teknik ini merangsang jalur penjalaran sinyal yang membangkitkan peregangan, karena peregangan dapat merangsang pertumbuhan keratenosit dan pembentukan protein pada kulit untuk autograft. Pentalaksanaan nyeri adalah tujuan utama terapi luka bakar. Luka bakar dapat menghasilkan nyeri yang luar biasa hebat, dan pengobatan dapat membantu penyembuhan kulit. Peredaan nyeri dapat mengurangi stress, yang dapat meningkatkan fungsi imun dan penyembuhan. Peredaan nyeri adekuat dapat juga menghilangkan trauma psikologis akibat luka bakar dan sebagian bertahan seiring dengan penyembuhan kulit. (Corwin, 2009)ANTIBAKTERIAL TOPIKAL UNTUK LUKA BAKAR

OBATKEKUATAN OBATPEMAKAIAN DAN PERTIMBANGAN

Perak Sulfadiazin

Perak nitrat

Sulfamylon (materid asetat)

Nitrofurazone (furacin)Krim 1%, dioleskan 1-2kali/hari

Larutan 0,5%

Krim 8,5%

Krim, salep, larutan 0,2%Mencegah dan mengobati infeksi pada luka bakar derajat kedua dan ketiga. Sepuluh persen dari obat ini diabsorpsi. Pemakaian yang banyak atau pengolesan secara berlebihan dapat menyebabkan timbulnya kristal sulfa (kristaluria).

Untuk luka bakar derajat kedua dan ketiga. Pembalut direndam dalam larutan perak nitrat 0,5% dan pembalut diangkat sebelum menjadi kering. Efektif melawan beberapa organisme gram negatif. Dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia) jika dipakai berlebihan.

Untuk luka bakar derajat kedua dan ketiga.

Untuk luka bakar derajat kedua dan ketiga. Dapat menimbulkan fotosensivitas, oleh karena itu hindari sinar matahari. Dapat menyebabkan dermatitis kontak.

(Kee dkk, 1996)2.8Rule of NinesRumus Sembilan (rule of nines). Estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan dengan menggunakan rumus sembilan. Rumus sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan presentase dalam kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.

Metode Lund Dan Browder. Metode yang lebih tepat untuk memeprtkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalah metode lund dan browder yang mengakui bahwa presentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan dibuat ketika pasien tiba di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta ketiga pasca luka bakar karena garis demarkasi biasanya baru tampak jelas ketika sesudah periode tersebut.

Metode Telapak Tangan. Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang diapakai untuk memperkirakan presentase luka bakar adalah metode telapak tangan (palm method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya. Lebar telapak tangan dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar. (Bruner dkk, 2002)Rumus Sembilan : luas permukaan tubuh

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1Pengkajian

Dasar data pengkajian pasien bergantung pada tipe, berat dan permukaan tubuh yang terkena.

1. Usia Pasien

Orang yang usianya lebih muda dari 2 tahun dan lebih tua dari 60 tahun mempunyai angka mortalitas yang lebih tinggi dengan keparahan luka bakar yang sama. Seorang anak berusia kurang dari 2 tahun akan lebih mudah terkena infeksi karena respons imun imatur. Orang yang lebih tua mempunyai proses degenerative yang memperumit penyembuhan dan yang dapat diperberat oleh stress luka bakar.

2. Riwayat medis

Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang dapat melemahkan kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi (missal; diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, sirosis) atau bila terdapat masalah-masalh ginjal, pernapasan, atau gastrointestinal.

3. Kaji cedera luka bakar

Untuk mengkaji keparahan luka bakar, beberapa factor harus diperhatikan:

Persentase luka permukaan tubuh (LPT) yang terbakar

Kedalaman luka bakar

Letak anatomis luka bakar

Cedera inhalasi

Usia korban

Riwayat medis

Cedera yang bersamaan

4. Aktivitas/ istirahat

Tanda:

penurunan kekuatan, tahanan

keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit

gangguan massa otot, perubahan tonus

5. sirkulasi

tanda:

penurunan nadi perifer distal pada ekdtremitas yang cedera; vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik)

takikardia (syok/ansietas/nyeri)

disritmia (syok listrik)

pembentukan edema jaringan (semua luka bukar)

6. integritas ego

gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan

tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah

7. eliminasi

tanda :

haluaran urin menurun / tak ada selama fase darurat. Warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam

dieresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi)

penurunan bising usus / tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stress penurunan motilitas/ peristaltic gastric

8. makanan/ cairan

tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual/ muntah

9. neurosensori

gejala : area kebads, kesemutan

tanda :

perubahan orientasi, afek, perilaku

penurunan reflex tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas

aktivitas kejang (syok listrik)

laserasi corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik)

rupture membrane timpanik (syok listrik)

paralisis (cedera listrik pada aliran saraf)

10. nyeri / kenyamanan

gejala : berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara ekstrem sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri, sementara respons pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

11. Pernapasan

Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda :

Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan menelan sekresi oral, dan sianosis, indikasi cedera inhalasi

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada

Jalan napas atas stridor/ mengi (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, edema laringeal)

Bayi napas: gemericik (edema paru), stridor (edema laringeal), secret jalan napas dalam (ronki)12. Keamanan

Tanda :

Kulit : umum: destruksi jaringan ldalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa luka

Area kulit tak terbakar mungkin dingin/ lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/ status syok

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema lingkar mulut dan/ atau lingkar nasal

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab

Kulit mungkin coklat kekuningan ldengan tekstuer seperti kulit samak halus; lepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari ,tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera

Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit dari di bawah nekrosis. Penampilan luka bakar bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/ keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup, dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar

Adanya fraktur/ dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor; kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).3.2Diagnosa

1. Gangguan pertukaran gas b.d inhalasi asap, bahaya panas pada paru, dan keracunan karbon monoksida 2. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas b.d edema trakea dan penurunan kerja silia paru3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan yang tidak normal akibat pergeseran cairanintravaskular ke ruang interstisial4. hipotermia b.d kehilangan jaringan epitel5. Nyeri b.d cedera terbakar, pajanan pada saraf tepi, kdan penanganan 6. Kecemasan b.d cedera yang tiba-tiba, nyeri akibat cedera dan pengobatan, prognosis yang tidak pasti, imobilitas. 3.3Intervensi

Diagnosa 1: Gangguan pertukaran gas b.d inhalasi asap, bahaya panas pada paru, dan keracunan karbon monoksida.

Intervensi NIC: Lakukan manajemen jalan napas untuk memfasilitasi kepatenan jalan napas

Berikan alat bantu untuk pasien bernapas Berikan terapi oksigenasi dan pantau efektivitasnya Pantau pernapasan untuk memastikan kepatenan jalan napas dan adekuatnya pertukaran gas Tingkatkan pola pernapasan spontan yang optimal dalam memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida di dalam paru

Pantau TTV untuk menentukan dan mencegah komplikasi

Lakukan analisa secara kritis data laboratorium pasien untuk membantu pengambilan keputusan klinis

Hasil NOC: Respons ventilasi mekanis: terjadi pertukaran elveolar dan perfusi jaringan yang disokong oleh ventilasi mekanis Status pernapasan: terjadi perpindahan udara masuk dan keluar paru-paru

Tanda Tanda Vital: kondisi suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah dalam rentang normal

Diagnosa 2: Ketidakefektifan pembersihan jalan napas b.d edema trakea dan penurunan kerja silia paru.

Intervensi NIC: Lakukan manajemen jalan napas untu memfasilitasi kepatenan jalan udara

Atur posisi pasien untuk memberikan efek kenyamanan

Pantau pernapasan untuk memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat

Bantu pasien untuk meningkatkan pola pernapasan spontan yang optimal dalam memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida di dalam paru

Hasil NOC:

Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif dibuktikan dengan pada pemeriksaan auskultasi memiliki suara napas yang jernih Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal Menunjukkan kepatenan jalan napas dibuktikan dengan kemudahan bernapas

Diagnosa 3: Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan yang tidak normal akibat pergeseran cairan intravaskular ke ruang interstisial

Intervensi NIC:

Lakukan manajemen cairan untuk meningkatkan keseimbangan cairan dan mencegah komlikasi Pantau input dan output cairan untuk mengatur keseimbangan cairan

Lakukan manajemen hipovolemi untuk mengembangkan volume cairan intravascular pada pasien yang mengalami penurunan volume cairan

Berikan terapi intravena (IV) untuk membantu dan memantau cairan dan obat intravena

Bantu mengatur asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang

Hasil NOC:

Keseimbangan cairan dibuktikan dengan konsentrasi urin yang normal Menampilkan hidrasi yang baik yaitu membrane mukosa lembab, mampu berkeringat Memiliki asupan nutrisi dan cairan oral dan/atau intravena adekuat

Diagnosa 4: hipotermia b.d kehilangan jaringan epitel

Intervensi NIC:

Pertahankan atau capai suhu tubuh dalam batas normal Pantau tanda-tanda vital untuk memantau dan mencegah komplikasi Berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat dan suhu ruangan yang disesuaikan

Hasil NOC:

Menunjukkan termoregulasi yaitu penurunan suhu tubuh Melaporkan tanda dan gejala dini hipotermi

Mempertahankan suhu tubuh pasiensetidaknya 36C

Diagnosa 5: Nyeri b.d cedera terbakar, pajanan pada saraf tepi, dan penanganan

Intervensi NIC:

Kaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas

Lakukan manajemen nyeri untuk meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien Berikan terapi analgesic untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri

Berikan sedatif, pantau respon pasien, dan berikan dukungan fisiologis

Hasil NOC:

Melaporkan keparahan nyeri berkurang Pasien tampak relax dan nyaman

Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai keamanan

Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan nonanalgesik secara tepat

Diagnosa 6: Kecemasan b.d cedera yang tiba-tiba, nyeri akibat cedera dan pengobatan, prognosis yang tidak pasti, imobilitas.

Intervensi NIC:

Lakukan penurunan ansietas dengan menyampaikan informasi untuk meminimalkan kehkawatiran dan perasaan ketakutan Berikan kesempatan bicara dengan tenang, damping pasien, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman Sediakan pengalihan kecemasan misalnya dengan hiburan atau hoby yang disukai oleh pasien Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan dan sikap empatik secara verbal dan nonverbal secara bergantian Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta izinkan pasien untuk menangis

Hasil NOC:

Penurunan tingkat ansietas dibuktikan dengan pasien tampak relax dan nyaman menerima keadaan Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan yang didapatkan Dapat mengomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative secara tepat Memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal

3.4 Pendidikan Kesehatan TerpilihSATUAN ACARA PENYULUHAN

Bidang Studi:Sistem Integumen

Pokok Bahasan : Penanganan Luka Bakar

Sasaran : Masyarakat, Khususnya Pasien Luka Bakar

Tempat : RSUD Dr. Soetomo

Hari / Tanggal : Kamis/ 14-10-2014

Karakteristik : Laki Laki dan Perempuan

W A K T U : 40 Menit

I. TUJUAN UMUM :

Setelah mengikuti penyuluhan mengenai perawatan luka bakar selama 40 menit Masyarakat secara umum ( khususnya pasien luka bakar) dapat memahami tentang perawatan luka setelah dirumah.

II. TUJUAN KHUSUS :1. Mampu menjelaskan pengertian luka bakar

2. Mampu menjelaskan penyebab luka bakar

3. Mampu menjelaskan penanganan luka bakar4. Mampu menjelaskan komplikasi dari luka bakar5. Mampu menjelaskan bahaya dari luka bakar6. Mampu menjelaskan makanan yang dianjurkanIII. MATERI :(TERLAMPIR)

1. Pengertian Luka Bakar

2. Penyebab Luka Bakar

3. Penanganan Luka Bakar4. Komplikasi dari luka bakar5. Bahaya pada luka bakar6. Diit pada luka bakarIV. METODE :

1. Ceramah

2. Tanya jawab

3. DiskusiV. MEDIA / ALAT:

1. Power Point

2. LCD

3. LeafletVI. KEGIATAN PEMBELAJARAN

No.TahapWaktuKegiatan

1.Pembukaan5 menitMenyampaikan tujuan

2. Pelaksanaan atau penyampaian materi25 menitMenggali dan menjelaskan tentang :

1. Pengertian Luka Bakar

2. Penyebab Luka Bakar

3. Penanganan Luka Bakar4. Komplikasi dari luka bakar5. Bahaya pada luka bakar6. Diit pada luka bakar7. Memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya

3.Penutup10 menitMenyimpulkan materi bersama peserta

Evaluasi

VII. EVALUASI :

1. Kriteria Struktur :

a. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar

b. Pengorganisasian Penyelenggara penyuluhan di lakukan sebelum dan sesaat penyuluhan

2. Kriteria Proses :

a. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar antusias terhadap materi penyuluhan

b. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar konsentrasi mendengarkan penyuluhanc. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar mengajukan pertayaan dan menjawab pertayaan secara lengkap dan benar

3. Kriteria Hasil

a. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar mengerti tentang pengertian luka bakar

b. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar mengerti tentang apa penyebab luka bakar

c. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar mengerti penangann dari luka bakar.d. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar mengerti tentang komplikasi dari luka bakar.e. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar mengerti tentang bahaya pada luka bakar.f. Peserta / masyarakat, khususnya pasien luka bakar mengerti tentang bagaimana diit pada luka bakar.VIII. PENGORGANISASIAN :

Pembawa Acara : Lies Tazkiyah A.F

Pembicara

:Afriliana Aulia F.

Fasilitator

:Zuhrina Irma A.

Notulen

:Lies Tazkiyah A. F.

Observer

:Zuhrina Irma A, Afriliana Aulia F, Lies Tazkiyah A.F. 3.5Web Of Causation

BAB IV

ASPEK LEGAL ETIK

1. Prinsip autonomi Jika seorang pasien terserang sengatan listrik dan mengalami luka bakar, disalah satu anggota tubuh pasien dan di rujuk ke rumah sakit , maka kita sebagai seorang perawat wajib memberi tahukan kepada pasien tersebut karena pasien berhak tahu mengenai keadaan luka yang mengenai tubuhnya.

2. Prinsip kebenaran Jika luka bakar tersebut menegenai salah satu anggota tubuh pasien, kita harus dapat menjelaskan tentang luka, tindakan/pengobatan yang akan dilakukan, efek samping dari tindakan/pengobatan tersebut dengan benar dan jelas kepada pasien, sesuai dengan tingkat pendidikan pasien tersebut.

3. Prinsip tidak merusak

Jika luka bakar tersebut menegenai salah satu anggota tubuh pasien, maka sebagai seorang perawat kita harus memeberikan perawatan/pengobatan yang baik untuk pasien, agar keadaan pasien lebih baik dan tidak mengalami komplikasi yang lain dari luka bakar tersebut.

4. Prinsip menguntungkan / beneficience Jika luka bakar tersebut menegenai salah satu anggota tubuh pasien, kita sebagai seorang perawat harus memeberikan pengobatan/perawatan kepada pasien namun pengobatan/perawatan tersebut tidak banyak merugikan pasien.

5. Prinsip kerahasiaan/confidentialyty Jika luka bakar tersebut mengenai salah satu anggota tubuh pasien (payudara), kita sebagai seorang perawat harus bisa merahasiakannya dari orang lain, misalnya pada saat kita merawat pasien tersebut kita memilih tempat yang tertutup, atau kita menutup luka tersebut dengan perban hingga tidak terlihat oleh orang lain.

6. Prinsip keadilan/juctice Jika luka bakar tersebut mengenai salah satu anggota tubuh pasien, apabila kita merawatnya kita harus dapat berperilaku adil. Kita sebagai seorang perawat tidak boleh membeda-bedakan pasien satu dengan lainnya. Namun meskipun demikian jika ada dua pasien yang terkena luka bakar (grate 1 dan grate 2) maka kita harus mendahulukan grate 2, karena grate 2 lebih parah daripada grate 1.

BAB V

PENUTUP

5.1Simpulan

Dari uraian BAB I sampai dengan BAB IV diatas, dapat disimpulkan bahwa Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka yang lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Pada kasus luka bakar tersebut ditemukan beberapa masalah keperawatan yaitu antara lain: gangguan pertukaran gas, ketidakefektifan pembersihan jalan napas, hipotermia, kekurangan volume cairan, nyeri, dan ansietas. Dari keenam maslah keperawatan yang muncul tersebut dilakukan asuhan keperawatan secara teori dari pengkajian sampai pasa intervensi atau perencanaan terhadap pasien dengan luka bakar. 5.2Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.Ekstravasi Cairan (H2O, Elektrolit, Protein)

MK: Kekurangan Volume Cairan

MK: Ansietas

MK: Gangguan Pertukaran Gas

Obstruksi jalan Nafas

Sesak nafas

MK: Ketidak Efektifan Pembersihan Jalan Nafas.

Kehilangan jaringan Epitel

Odema Laring

Cairan Intravaskuler Menurun

Luka Bakar (Combustio)

MK: Nyeri

Kerusakan Kulit

MK: Hipotermia

Syok Luka Bakar

Cairan Berevaporasi

Kerusakan Mukosa Saluran Pernapasan Atas

Cedera inhalasi di bawah Glotis

Bahan Kimia

Listrik/Petir

Radiasi

Termis

1