Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Penelitian Keuangan Daerah merupakan keuangan yang dimiliki Daerah sebagai tanggung jawab dari adanya asas desentralisasi. Dengan adanya asas desentralisasi ini menimbulkan suatu hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang menyangkut uang dan termasuk didalamnya kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut. Selain itu, asas desentralisasi diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian agar Daerah yang mendapatkan hak otonom serta dapat mengembangkan segala potensi dan pendapatan yang maksimal untuk pembiayaan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya sendiri. Dengan kata lain, Otonomi Daerah membawa Daerah untuk mengurus Daerah sendiri begitu pun dalam hal Keuangan Daerah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sunindhia : “ Otonomi Daerah berarti kepada daerah diberikan hak mengatur and mengurus rumah tangganya sendiri, 1
36

Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Jun 27, 2015

Download

Documents

Herly Irawan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Balakang Penelitian

Keuangan Daerah merupakan keuangan yang dimiliki Daerah sebagai tanggung

jawab dari adanya asas desentralisasi. Dengan adanya asas desentralisasi ini

menimbulkan suatu hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

Pemerintah Daerah yang menyangkut uang dan termasuk didalamnya kekayaan yang

berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut. Selain itu, asas desentralisasi

diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian agar Daerah yang mendapatkan hak

otonom serta dapat mengembangkan segala potensi dan pendapatan yang maksimal untuk

pembiayaan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya sendiri. Dengan kata lain,

Otonomi Daerah membawa Daerah untuk mengurus Daerah sendiri begitu pun dalam hal

Keuangan Daerah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sunindhia :

“ Otonomi Daerah berarti kepada daerah diberikan hak mengatur and mengurus rumah tangganya sendiri, mempunyai sifat mendorong untuk berusaha menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan sendiri” (1996:161).

Oleh sebab itu Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat menjalankan

pemerintahannya dengan baik agar sumber-sumber Pendapatan Daerah itu dapat

menghasilkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemakmuran daerah itu sendiri.

Selain itu agar daerah dapat mandiri dalam mengelola Keuangan Daerahnya maka

sebagai modalnya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup, tetapi mengingat

tidak dapat semua Daerah yang mendapatkan pembiayaan tersebut maka kembali lagi ke

1

Page 2: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

awal bahwa Daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangannya sendiri,

disamping didukung oleh Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Dengan otonomi, keuangan daerah pun dapat bercirikan pendapatan yang

merupakan hasil pemerintah daerah yang asli yang dikelola secara sendiri walaupun tidak

terlalu diberi kebebasan karena adanya perimbangan Keuangan Pusat dan Keuangan

Daerah.

Sumber pendapatan Keuangan Daerah itu bermacam-macam, biasanya dilihat dari

kondisi dan potensi daerah itu sendiri. Adapun sumber Keuangan Daerah yang dapat

dipergunakan untuk pemanfaatan daerah yang bersangkutan menurut UU No. 32 Tahun

2004 terdiri dari :

1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :

a. hasil pajak daerah ;

b. hasil retribusi daerah;

c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;

d. lain-lain PAD yang sah;

2. Dana perimbangan (dana bagi hasil, DAU, dan DAK);

3. Lain- lain pendapatan daerah yang sah.

Seperti yang telah disebutkan dalam UU No. 32 tahun 2004 maka Pendapat asli

daerah adalah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang disahkan. Mengenai

Pajak dan retribusi, yang dikenakan oleh pemerintah daerah itu harus sejalan dengan

distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam

masyarakat. Tetapi pengoptimalisasian pendapatan Asli Daerah ini masih dirasakan sulit,

2

Page 3: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

karena secara umum Pemerintah Daerah masih mengalami banyak masalah. Adapun

masalah yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Mardiasmo, MBA,Ak adalah

Ketidakcukupan Sumber daya finansial Minimnya jumlah pegawai yang memiliki ketrampilan dan keahlian Prosedur dan sistem pengendalian manajemen yang tidak memadai Rendahnya produktivitas pegawai Inefisiensi Infrastruktur yang kurang mendukung Lemahnya perangkat hukum (aparat penegak hukum dan peraturan

hukum) serta kesadaran masyarakat terhadap penegak hukum Political will yang rendah Adanya benturan budaya (SARA) yang destruktif Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Lemahnya akuntabilitas publik. (Mardiasmo, 2004 :125)

Selain itu terdapat masalah yang lebih spesifik yang dihadapi oleh Pemerintah

Daerah terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan daerah, antara lain :

Tingginya tingkat kebutuhan daerah yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal

yang dimiliki daerah, sehingga menimbulkan fiskal gap.

Kualitas layanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan produk

layanan publik yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat direspon dengan

negatif. Keadaan tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk taat

membayar pajak dan retribusi daerah.

Lemahnya infrastruktur prasarana dan sarana umum

Berkurangnya dana bantuan dari pusat (DAU dari pusat yang tidak mencukupi)

Belum diketahui potensi PAD yang mendekati kondisi riil.

Dengan melihat permasalahn tersebut Pemerintah Daerah diharapkan dapat

meningkakan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat,

sehingga dituntut untuk meningkatkan otonomi dan keleluasaan daerah. Langkah penting

yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah

3

Page 4: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

menghitung potensi Pendapatan Asli Daerah yang riil dimiliki daerah. Untuk itu

diperlukan keseriusan aparat pemerintah daerah untuk melaksanakannya.

Tetapi sebelum melihat cara yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatanAsli

Daerah ada baiknya melihat selintas mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang

menjadi Pendapatan Asli Daerah dan menjadi Studi potensi dalam skripsi ini.

Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis pendapatan yang

berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 tahun 2000

tentang perubahan atas UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, dirinci dengan :

a. Pajak Propinsi terdiri atas :

(i) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di Atas Air,

(ii) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

(iii) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,

(iv) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permuaan.

b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :

(i) Pajak Hotel

(ii) Pajak Hiburan

(iii) Pajak Reklame

(iv) Pajak Penerangan Jalan

(v) Pajak Pengambilan Bahan dan Galian Golongan C

(vi) Pajak Parkir

c. Retribusi dirinci menjadi :

4

Page 5: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

(i) Retribusi Jasa Umum

(ii) Retribusi Jasa Usaha

(iii) Retribusi Perijinan tertentu

Seperti yang telah disebutkan diatas mengenai perincian Pajak Daerah dan

Retribusi daerah. Pajak daerah dan Retribusi Daerah ini diusahakan oleh Pemerintah

Daerah agar meningkat dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya sehingga

pemerintah daerah dapat lebih maju dalam pembangunan di daerahnya dengan tidak

terlalu bergantung lagi dengan pemerintah pusat.

Salah satu cara yang dilakukan agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah dari sektor Pajak Daerah adalah memaksimalkan terhimpunnya pajak yang

dilakukan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikaasi di bidang perpajakan.

Intensifikasi adalah upaya meningkatkan terhimpunnya pajak pada subyek maupun obyek

pajak yang telah ada. Intensifikasi tercapai jika terjadi peningkatan jumlah rupiah dari

sektor perpajakan tanpa harus memperluas jumlah wajib pajak. Sedangkan Ekstensifikasi

Pajak adalah upaya meningkatkan terhimpunnya pajak dengan memperluas subyek pajak

maupun obyek pajak. Ekstensifikasi tercapai jika peningkatan jumlah rupiah dana yang

terhimpun diikuti oleh bertambahnya wajib pajak yang dapat terjaring. Jadi intinya

Ekstensifikasi Pajak itu adalah Penambahan jumlah Wajib Pajak dengan cara memperluas

jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak sehingga dengan adanya pertambahan tersebut jumlah

orang yang membayar pajak pun akan meningkat.

Hal ini merupakan kemajuan dalam bidang perpajakan. Dengan upaya

pemerintah tersebut secara tidak langsung akan menanamkan akan pentingnya pajak

dalam pembangunan dan dapat meningkatkan pendapatan untuk pembangunan pula. Dan

5

Page 6: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

hal ini pula yang harus dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat

mengingat Kecamatan Cililin yang akan dijadikan sebagai daerah yang akan diteliti

mengenai ekstensiikasi pajak dari industri rumah wajitnya ini masih menyisakan

keganjilan mengenai pembayaran retribusi dan pajak. Retribusi dan pajak yang

seharusnya menjadi kewajiban untuk dibayar oleh para pengrajin wajit Cililin nampaknya

masih kurang mencapai target.

Berasarkan uraian di atas, maka penyusun tertarik untuk melakukan

penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul : “Ekstensifikasi Pajak

Pada Industri Rumah Wajit Cililin Tahun 2008 (Study Potensi PAD Dari Industri

Wajit Cililin)”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan fenomena yang dikemukakan dalam latar belakang penelitian

maka dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari Pajak dan

retribusi dari Industri rumah wajit cililin tahun 2008?

2. Berapa banyak industri rumah wajit yang belum memiliki NPWP?

3. Bagaimana upaya Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam

ekstensifikasi Pajak dari industri rumah wajit cililin tahun 2008?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

6

Page 7: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan

potensi Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari industri rumah wajit cililin tahun

2008 , seberapa besarkah peranannya terhadap Pendapatan Asli Daerah serta

bagaimana caranya untuk meningkatkan pendapatan dari industri rumah wajit.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mendapatkan gambaran yang nyata tentang kondisi Pendapatan Asli Daerah yang

berasal dari Pajak dan retribusi dari Industri rumah wajit cililin tahun 2008.

2. Memberikan gambaran tentang jumlah industri rumah wajit yang belum memiliki

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

3. Menjelaskan tentang upaya Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam

ekstensifikasi Pajak pada industri rumah wajit cililin tahun 2008.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi aspek akademik dan

aspek praktis, yaitu :

1. Aspek Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pengembangan kegiatan akademik, biasanya dalam hal

menguji teori, membangun teori atau bahkan meciptakan teori yang

berhubungan dengan ekstensifikasi pajak dari Industri rumah yang

dapat dikaji dari sisi potensi Pendapatan Asli Daerah tersebut yaitu

dari pajak dan retribusinya, dalam hal ini lebih fokus lagi terhadap

7

Page 8: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

upaya-upaya Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Pendapatan

Daerah yang berasal dari ekstensifikasi pajak atau perluasan Nomor

pokok wajib pajak.

2. Aspek Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap

pemerintah agar dapat terus berupaya untuk meningkatkan Pendapatan

Asli Daerah agar dapat meningkatkan pemasukan yang dapat

dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan di daerah

tersebut. Peningkatan pendapatan Asli Daerah tersebut yang berasal

dari Studi mengenai Potensi PAD sendiri berupa Ekstensifikasi Pajak

dari Industri rumah khususnya dari Industri rumah wajit di Cililin.

Dan hal yang lebih penting lagi selain dapat menambah pengetahuan

saya sendiri, dapat pula menambah pengetahuan orang-orang yang

membaca hasil penelitian saya ini dan membuka fikiran akan

pentingnya partisipasi dalam pembayaran pajak yang langkah awalnya

dari pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak yang dapat meningkatan

pendapatan di daerahnya sehingga pembangunan dapat diwujudkan

minimal di daerah tersebut dan umumnya di Negara ini.

1.5 Kerangka Pemikiran

8

Page 9: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Pengertian pajak sebenarnya telah dikenal sejak jaman kerajaan dahulu yaitu

semenjak raja-raja di dunia ini menerima upeti dari rakyat atau negara jajahannya

(Rimsky K. Judissono, 1997:15). Penyerahan upeti kepada raja merupakan kewajiban

yang dapat dipaksakan. Upeti tersebut oleh raja dipergunakan untuk membiayai

keperluan pribadi dan untuk membiayai berbagai keperluan lainnya.

Tetapi menginjak pada permulaan abad ke-20 seiring berubahnya bentuk

pemerintahan kerajaan menjadi bentuk republik, maka muncul beberapa definisi

tentang pajak. Definisi tersebut antara lain beraasal dari : Leroy Beulieu, Mr. Dr. N. J.

Fieldman, Prof. Dr. Rochmat Soemitro dan definisi dari Prof. S. I. Djajadiningrat.

Menurut Leroy Beulieu, dalam bukunya yang berjudul Traite de la Science

des Finances, mengatakan :

“pajak merupakan kontribusi langsung maupun tidak langsung, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh kekuasaan publik baik terhadap masyarakat maupun atas barang untuk belanja negara.” (1906)

Menurut Fieldman dalam bukunya yang berjudul De overheidmiddelen Van

Indonesia mengatakan:

“pajak adalah utang-prestasi kepada pemerintah yang dapat dipaksaakan berdasarkan norma-norma umum, tanpa adanya kontrapestasi, dan digunakan untuk menutup pengeluaran pemerintah.” (Leiden, 1949)

9

Page 10: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro seperti yang dikutip oleh Dr.

Mardiasmo mengatakan :

“pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdaasarkan undang-undang (yang dapat dipaksaakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraaprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” (Maridasmo , 2002 :1 )

Selain itu, Menurut Prof. S.I. Djajadiningrat :

“pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keaadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksaakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.”

Dari definisi-definisi di atas dapatlah dirangkum esensi dari pengertian

pajak :

Pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah

Pengenaannya harus diatur dengan undang-undang

Dapat dipaksakan

Untuk keperluan pembiayaan umum

Kontrprestasi tidak langsung

Esensi yang terangkum di atas adalah hal-hal yang membedakan pengertian

pajak dengan punguitan lain. Hal-hal yang membedakan antara pajak dengan

10

Page 11: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

pungutan lain seperti: retribusi, sumbangan, dan cukai, terletak pada tingkat

peraturan yang mengaturnya dan kontraprestasi yang diperolehnya.

Fungsi pajak pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua fungsi, seperti

yang dikemukakan oleh Mardiasmo yaitu :

1. Fungsi budgetair.

Dari pelaksanaan upeti pada zaman kerajaan, menunjukkkan dengan jelas bahwa sejak dahulu kala negara telah mengandalkan pemasukan dana yang dipungut dari anggota masyarakat untuk menutup berbagai keperluan negara yang lebih dikenal sebagai fungsi budgeter. Jadi Fungsi Budgeter ini menempatkan pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi Regulerend

Sedang fungsi regulerend adalah fungsi pajak untuk mengatur tercapainya keseimbangan perekonomian politik suatu negara. Selain itu pajak sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. Jadi dengan semakin besarnya peran pajak dalam pembiayaan keperluan negara, menempatkan wajib pajak pada posisi tawar menawar (bargaining position) yang kuat. Semakin besar kontribusi masyarakat dalam membiayai pengeluaran negara, semakin tinggi pula hak kontrol masyarakat terhadap kebijaksanaan pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat. Contoh :

(a.) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

(b.) Pajak yang tinggi dikenakan kepada barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif

(c.) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. (Mardiasmo, 2002 : 1)

Selain fungsi pajak, dikenal pula asas-asas yang digunakan sebagai

pertimbangan pemungutan pajak yang adil dan sah menurut Adam Smith adalah

11

Page 12: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

dikenal dengan The Four Maxims, yang terdiri dari equality, certainty, convience of

payment dan effeciency.

1. Azaz Equality : setiap subyek pajak yang mempunyai kondisi yang sama harus dikenai pajak yang sama pula. Implikasi praktis dalam pemungutan pajak, tidak adanya diskriminasi diantara sesama wajib pajak.

2. Azaz Certainty : adalah azaz yang menjamin kepastian setiap subyek pajak daari keragu-raguan dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, karena segaala sesuatunya telah jelaaas adanya. Implikaasi praktis dalam pemungutan pajak adalah terciptanya piranti peraturan pajak yang menjamin kepastian hukum bagi pembayar pajak. Perpajakan harus menunjukkan dengan jelas hak dan kewajiban wajib pajak.

3. Azaz Convience of payment, adalah azaz yang menekankan saat dan waktu yang tepat bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Implikasi praktis dalam pemungutan perpajakan adalah bahwa saat yang tepat bagi wajib pajak untuk membayar atau dipotong pajaknya adalah ketika persyaratan subyektif dan obyektif sebagai wajib pajak terpenuhi. Wajib pajak adalah orang yang telah mempunyai kewajiban secara subyektif maupun obyektif.

4. Azaz Efficiency, adalah azaz yang menjamin bahwa pengorbanan (biaya) yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut. Implikasi praktisnya adalah adanya daya guna dan hasil guna aparatur perpajakan dalam menghitung dan dari sektor perpajakan.

Dalam melakukan pemungutan pajak tentunya tidak akan terlepas dari

hambatan-hambatan, adapun hambatan-hambatan yang dikemukakan oleh

Mardiasmo dan biasanya terjadi dalam melakukan pemungutan pajak :

a. Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :

Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

12

Page 13: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

System perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau sulit dilaksanakan dengan baik.

b. perlawanan aktif

perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

Tax evation, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak). (Mardiasmo, 2002 : 9)

Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut tentunya akan mempengaruhi

pendapatan yang berasal dari pajak untuk pembangunan. Oleh sebab itu, pemerintah

selau berupaya untuk mencari jalan keluar agar pendapatan dari pajak itu terus meningkat

dan hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi, sehingga pembangunan dapat terlaksana

dengan baik.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dari sektor pajak adalah

melalui kebijakan. Kebijakan tersebut salah satunya berupa ekstensifikasi pajak Yaitu

berupa memaksimalkan terhimpunnya pajak di bidang perpajakan. Lebih tepatnya lagi

Ekstensifikasi Pajak adalah upaya meningkatkan terhimpunnya pajak dengan memperluas

subyek pajak maupun obyek pajak. Ekstensifikasi tercapai jika peningkatan jumlah

rupiah dana yang terhimpun diikuti oleh bertambahnya wajib pajak yang dapat terjaring.

Ekstensifikasi Pajak ini telah dilaksanakan sejak tahun 2001, Direktorat

Jenderal Pajak (DJP) melakukan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak (WP) secara terus

13

Page 14: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

menerus dan berkesinambungan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.

Upaya ekstensifikasi antara lain dilakukan melalui:

Canvasssing terhadap pengusaha di sentra- sentra ekonomi (mall, plaza,

took dll.);

Kerjasama dengan RT/RW/Kelurahan di daerah pemukiman mewah atau

masyarakat mampu supaya setiap KK diberi Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP);

Kerjasama dengan pihak instansi keimigrasian supaya mewajibkan

pemilik paspor untuk mempunyai NPWP;

Mewajibkan pemegang kartu kredit mempunyai NPWP;

Mewajibkan pembeli mobil dan rumah mewah untuk mempunyai NPWP;

Mewajibkan orang pribadi yang memperoleh penghasilan di atas

Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Hambatan-hambatan yang terjadi di Pusat memang terjadi pula di daerah,

khususnya dalam pemungutan pajak, padalah Pajak Daerah itu menjadi salah satu

Pendapatan Asli Daerah yang wajib. Sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal

157 UU No. 32 tahun 2004 bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas:

a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:

1) Hasil pajak daerah;

14

Page 15: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

2) Hasil retribusi daerah;

3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

4) Lain-lain PAD yang sah;

b. Dana perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Oleh karena itu, Pemerintah Daerah pun berusaha untuk melaksanakan apa

yang menjadi kebijakan pemerintah pusat mengenai peningkatan pendapatan dari

sektor pajak. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa peningkatan pendapatan dari

sector pajak yang dilakukan pemerintah pusat adalah ekstensifikasi pajak. Berarti

daerah pun dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sector pajak adalah

dengan Ekstensifikasi Pajak.

Dari uraian di atas, penulis merumuskan anggapan dasar sebagai berikut :

1. Pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah

dapat dilaksanakan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

2. Pendapatan Asli Daerah dapat ditingkatkan dengan

pengoptimalisasian pengumpulan pajak yang dilakukan dengan

Ekstensifikasi Pajak.

3. Ekstensifikasi Pajak pada Industri rumah wajit cililin dapat

membantu meninkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten

Bandung Barat.

15

Page 16: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

1.6 Metode Penelitian

1.6.1. Metode

Untuk menemukan kerangka pemecahan masalah ekstensifikasi pajak

dari industri rumah wajit cililin tahun 2008 mencari kerangka pemecahan

masalah dalam studi potensi PAD dari industri rumah wajit terlebih dahulu,

dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka digunakan metode

penelitian kualitatif deskriptif.

Penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam

lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa

dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution, 1988 : 5). Dalam

penelitian ini yang akan diamati adalah orang, lebih tepatnya lagi adalah.

Perilaku orang yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak dan

bagaimana peran pemerintah dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Dalam hal ini bisa di dilihat gambarannya dari segi potensi PAD dari indusri

rumah wajit. Studi potensi tersebut dengan melihat dari sisi pajak dan retribusi

dari industri rumah wajit. Apakah sesuai dengan porsi yang diharapkan oleh

PAD ataukah tidak. Tetapi sesuai dengan judul bahwa lebih menitikberatkan

pada ekstensifikasi pajaknya.

Ekstensifikasi pajak ini merupakan upaya pemerintah yang

mengharapkan sekali adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah khususnya

dari sector pajak. Mengingat masih banyak orang yang belum memiliki Nomor

16

Page 17: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Pokok Wajib Pajak (NPWP). Oleh sebab itu, dengan adanya perluasan Nomor

Pokok Wajib Pajak atau ekstensifikasi pajak ini, banyak orang akan memiliki

NPWP dan bias membayar pajak sesuai dengan kewajibannya sebagai warga

Negara Indonesia.

Dengan digunakan metode kualitatif deskriptif , maka data yang

didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga

tujuan penelitian dapat dicapai. Penggunaan metode kualitatif ini, bukan karena

metode ini baru, dan lebih “trendy”, tetapi memang permasalahannya lebih

tepat dicarikan datanya dengan metode kualitatif.

Dengan metode kuantitatif, hanya dapat diteliti beberapa variabel saja,

sehingga seluruh permasalahan yang telah dirumuskan tidak akan terjawab

dengan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif tidak dapat ditemukan

data yang bersifat proses ekstensifikasi pajak, perkembangan suatu

peningkatan PAD, deskripsi yang luas dan mendalam, perasaan, norma,

pandangan masyarakat, sikap mental serta budaya yang terjadi dalam

kehidupan bermasyarakat yang tentunya sangat berpengaruh terhadap

permasalah yang terjadi akibat masih banyaknya orang yang belum memilki

NPWP khususnya para pengrajin makanan khas Cililin ini.

Hanya dengan metode kuantitaif juga dapat digali fakta-fakta yang

bersifat empirik dan terukur. Fakta-fakta yang tidak tampak oleh indra akan

sulit diungkapkan. Dengan metode kualitatif, maka akan dapat diperoleh data

yang lebih tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi.

17

Page 18: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Selain itu menurut Winarno Surakhmat bahwa Metode penelitian

kualitati deskriptif ini adalah :

Suatu metode yang memusatkan dari pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah yang actual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa. Karena itu metode ini sering disebut metode analitik (Surakhmat, 1990 : 140).

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian

kualitatif ini adalah dengan mempergunakan teknik wawancara. Adapun teknik

yang digunakan adalah wawancara semistruktur (semistructure interviewing),

yaitu wawancara yang dilakukan dengan Issue yang telah disiapkan terlebih

dahulu dan dalam proses wawancara, pewawancara bersifat agak mengatur

jalannya wawancara. Dalam wawancara ini digunakan pedoman wawancara

yang berisi hal-hal yang perlu ditanyakan secara sistematis, walaupun dalam

pelaksanaanya kemungkinan tidak seteratur seperti yang direncanakan.

Selain itu, dengan adanya teknik tiangulasi peneliti sekaligus menguji

kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik

pengumpulan data dan berbagai sumber. Triangulasi teknik ini berarti peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data dari sumber yang sama, dalam artian tidak hanya melakukan

wawancara, tetapi melakukan juga observasi partisipatif dan dokumentasi

untuk sumber data yang sama dan serempak. Triangulasi sumber berarti, untuk

18

Page 19: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.

Hal ini dapat digambarkan seperti gambar 1.a dan 1.b berikut.

Gambar 1.a Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam-macam cara pada

sumber yang sama).

19

Observasi partisipatif

Wawancara mendalam

Dokumentasi

Sumber data sama

Wawancara mendalam

A

B

C

Page 20: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Gambar 1.b Triangulasi “sumber” pengumpulan data. (satu teknik pengumpulan

data pada bermacam-macam sumber data A,B,C).

1.6.3. Teknik Informan

Informan dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian.

Dalam penelitian kualitatif ini, Informan dipilih, dan mengutamakan perspektif emic,

artinya yaitu mementingkan pandangan informan, yakni bagaimana mereka

memandang dan menafsirkan dunia dari pendiriannya. Peneliti tidak bisa memaksakan

kehendaknya untuk mendapatkan data yang diinginkan.

Selaain itu peneliti menentukan nara sumber (informan) dengan teknik

purposive sampling, yaitu dengan cara memilih orang-orang tertentu didasarkan pada

pertimbangan informasi yang diperlukan dan memiliki pengetahuan tentang

Ekstensifikasi pajak dari industri rumah wajit cililin tahun 2008. Yang menjadi sampel

adalah sumber yang memberi informasi secara relevan (Huseini dan Purnomo,

2001:24).

Adapun informan yang akan menjadi sumber data yaitu :

1. Pengambil kebijakan di Kabupaten Bandung Barat

2. Pengambil kebijakan di Kabupaten Bandung

3. Aparat di kantor pajak

4. Camat di Kecamatan Cililin

5. Kepala Desa di Desa Cililin

20

Page 21: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Data collection

6. Kepala Desa di Desa Sasak Bubur

7. Para pengrajin di Industri rumah wajit cililin.

1.6.4. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

data kualitatif, mengikuti konsep Miles dan Humberman dan Spradley.

Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktifitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya

sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu Reduksi data (data

Reduction), penyajian data (data display), dan conclusion

drawing/verification.

Dan analisis ditunjukan pada gambar berikut :

21

Data display

Conclition :Drawing/Verifying

Data reduction

Page 22: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

Gambar tersebut merupakan komponen dalam analisis data (Interactive Model)

Selanjutnya menurut Spradley teknik analisis data disesuaikan dengan

tahapan dalam penelitian. Pada tahap penjelajahan dengan teknik

pengumpulan data grand tour question, analisis data dilakukan dengan analisis

domain (memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari obyek /

penelitian atau situasi sosial). Pada tahap menetukan fokus analisis data

dilakukan dengan analisis taksonomi (domain yang terpilih tersebut

selanjutnya dijabarkan menjadi lebih rinci, untuk mengetahui struktur

internalnya). Pada tahap selection, analisis data dilakukan dengan analisis

komponensial (mencari-cari spesifik pada setiap struktur internal dengan cara

mengontraskan antar elemen, dilakukan melalui observasi dan wawancara).

Selanjutnya untuk sampai menghasilkan judul dilakukan dengan analisis tema

(mencari hubungan diantara domain, dana bgaimana hubungan dengan

keseluruhan, dan selanjutnya dinyatakan ke dalam tema / judul penelitian).

1.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian

1.7.1. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cililin dan Kabupaten Bandung

Barat sebagai Study Petensi PAD.

Selain itu, demi kelengkapan data maka peneliti mengambil data pula di

Kabupaten Bandung sebagai perbandingan PAD dan merupakan Kabupaten dari

Kecamatan Cililin sebelum adanya pemekaran.

22

Page 23: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

1.7.2. Jadwal penelitian

Waktu penelitian yang dibutuhkan dalam pembuatan skripsi ini

direncanakan sekitar 9 bulan dengan jadwal sebagai berikut :

1. Studi Pustaka, dimulai dari bulan Desember 2008 sampai Februari 2009

2. Pre-obervasi, dilaksanakan mulai bulan Februari 2008 sampai maret 2009

3. Studi lapangan/observasi, dimulai dari bulan April 2009 sampai Mei 2009

4. Pengolahan Data Penelitian, mulai bulan Mei 2009 dan Juni 2009

5. Penulisan Skripsi, mulai bulan Juli hingga Agustus 2009

6. Sidang Skripsi, Bulan Agustus 2009

No Kegiatan

2008

2009

12 1 2 3 4 5 6 7 8

1.Studi Pustaka

2.Pre – Observasi

3. Studi Lapangan/Observasi

4.Pengolahan Data

5.Penulisan Skripsi

6.Sidang Skripsi

23

Page 24: Bab I- Ekstensifikasi Pajak

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, Dr. MBA,Ak.,2004, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi

Offset, Yogyakarta.

Mardiasmo, Dr. MBA,Ak.,2002, Perpajakan , Andi Offset, Yogyakarta.

Sugiono, Prof.Dr.,2007, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung.

Singarimbun, Masri,2006, Metode Penelitian Survai, Pustaka LP3ES Indonesia-anggota

IKAPI, Jakarta.

Tjandra, W.Riawan, 2006, Hukum Keuangan Negara, Gramedia Widiasarana

Indonesia,Jakarta.

Yani, Ahmad, SH.,Ak.,MM, 2006, Solusi Masalah Pajak Penghasilan, Kencana Prenada

Media, Jakarta.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

http://www.pajakonline.com/engine/artikel/art.php?lang=id&artid=1636

http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/pp/2004/033-04.pdf

http://www.kanwilpajakkhusus.depkeu.go.id/content.asp?contentid=266

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bandung_Barat

24