Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5- 40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum dari saluran nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi local yang spesifik pada laring. Ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise. Faringitis akut dan tonsillitis akut sering ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang semua umur. Penyakit ini ditular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah. 1,2 Faringitis akut memberikan kontribusi 40 juta kunjungan penderita ke tenaga kesehatan setiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas termasuk faringitis akut setiap tahunnya, dan agen spesifik penyebabnya adalah streptococcus group A. 1,2 Faktor resiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, 1
51

BAB I case tht

Jul 10, 2016

Download

Documents

nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I case tht

BAB I

PENDAHULUAN

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan

oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.

Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum dari saluran nafas bagian atas

atau merupakan suatu infeksi local yang spesifik pada laring. Ditandai oleh

adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran

kelenjar getah bening leher dan malaise. Faringitis akut dan tonsillitis akut sering

ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang semua umur. Penyakit ini ditular

melalui kontak dari sekret hidung dan ludah.1,2

Faringitis akut memberikan kontribusi 40 juta kunjungan penderita ke

tenaga kesehatan setiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa

mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas termasuk faringitis akut setiap tahunnya,

dan agen spesifik penyebabnya adalah streptococcus group A.1,2

Faktor resiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,

turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok, dan

seseorang yang tinggal di lingkungan yang menderita sakit tenggorokan atau

demam.3

Gold standar untuk faringitis akut adalah swab tenggorokkan.2

1

Page 2: BAB I case tht

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Desi Aulia Alfain

Tempat tanggal lahir : Tegal, 20 Desember 2001

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 14 Tahun

Status pernikahan : Belum menikah

Alamat : Jl. Mangga Raya No.06 RT.01 RW.04 Kel.

Majesem Barat. Kec. Kramat. Kab. Tegal. Jawa

Tengah.

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

No. RM : 504554

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal

12 Februari 2016 pada pukul 12.00 WIB, bertempat di Lantai 2 bangsal

Lavender Atas Wanita RSUD Kardinah Tegal.

1) Keluhan Utama :

Sulit menelan sejak 2 hari sebelum datang berobat kerumah sakit.

2

Page 3: BAB I case tht

2) Keluhan Tambahan :

Demam, nyeri kepala, nyeri menelan, bibir pecah-pecah dan

sariawan, lidah kotor.

3) Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Kardinal Tegal, dengan

keluhan sulit menelan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit

(SMRS). Selain itu pasien juga mengeluh nyeri saat menelan dan

demam serta pusing. 4 hari sebelumnya pasien mengeluhkan

muncul ruam pada kulit disertai bibir pecah, sariawan, dan lidah

tampak kotor. Pasien mengatakan bahwa pasien mengalami

kesulitan makan makanan padat.

4) Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat keluhan serupa. Tidak ada riwayat

alergi dan asthma. Riwayat TB paru, dan diabetes mellitus

disangkal.

5) Riwayat Keluarga :

Keluarga pasien tidak memiliki keluhan serupa. Riwayat penyakit

hipertensi, diabetes mellitus, asthma, alergi maupun tumor pada

keluarga disangkal.

6) Riwayat Pengobatan :

Pasien sedang mendapatkan terapi penitoin capsul, defokene syrup,

injeksi ranitidine, injekis clinimic, neurosanbe, paracetamol tablet,

candesartan drop, injeksi ceftriaxone, metilprednisolon, ranitidine,

ceftirizine, kenalog.

7) Riwayat Kebiasaan :

Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi mie instan dan makanan

pedas.

3

Page 4: BAB I case tht

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

a. Kesan Sakit : tampak sakit ringan

b. Kesadaran : compos mentis

c. Kesan Gizi : gizi baik

d. BB : 50 kg

e. TB : 160cm

f. BMI : BB/TB (m2) = 50/(1,62) = 19,53 (normal)

g. Tanda Vital

i. Suhu : 36,50 C

ii. Nadi : 60 x/menit

iii. Tekanan darah : 90/60 mmHg

iv. Pernafasan : 16 x/menit

B. Status Generalis

Kepala : Normosefali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Telinga : Status lokalis

Hidung : Status lokalis

Mulut : Status lokalis

Leher : jejas (-), oedem (-), hematom (-), pembesaran

kelenjar getah bening (-) dan tiroid(-), nyeri tekan (-).

4

Page 5: BAB I case tht

Thorax

Jantung

Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS V linea

midklavikularis sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea

sternalis dextra

: Batas jantung kiri : ICS V linea

midklavikularis sinistra

: Pinggang jantung : ICS III linea

parsternalis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I, II regular, murmur (-),

gallop (-)

Paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : vocal fremitus teraba di kedua lapang paru

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki

(-/-)

Abdomen

Inspeksi : supel

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

5

Page 6: BAB I case tht

C. Status lokalis

Telinga

KANAN KIRI

Normotia, nyeri tarik

(-), yeri tekan tragus(-)

Daun Telinga Normotia, nyeri tarik

(-), yeri tekan tragus(-)

Hiperemis (-), fistula

(-), oedem (-),

sikatriks (-).

Preaurikuler Hiperemis (-), fistula

(-), oedem (-),

sikatriks (-).

Hiperemis (-), fistula

(-), oedem (-),

sikatriks (-), nyeri

tekan mastoid (-).

Retroaurikuler Hiperemis (-), fistula

(-), oedem (-),

sikatriks (-), nyeri

tekan mastoid (-).

Lapang (-), hiperemis

(-), oedem (-),

discharge (-).

Kanalis Akustikus

Eksternus

Lapang (-), hiperemis

(-), oedem (-),

discharge (-).

Hiperemis (-), warna

putih mengkilat, reflex

cahaya (+).

Membrane Timpani Hiperemis (-), warna

putih mengkilat, reflex

cahaya (+).

Hidung

KANAN KIRI

Bulu hidung (+),

hiperemis (-),benjolan

(-), nyeri (-), secret (-).

Vestibulum Bulu hidung (+),

hiperemis (-),benjolan

(-), nyeri (-), secret (-).

Tidak terlihat. Konka superior Tidak terlihat

Livid (-), hipertrofi (-),

hiperemis (-),

Konka media Livid (-), hipertrofi (-),

hiperemis (-),

6

Page 7: BAB I case tht

discharge (-). discharge (-).

Livid (-), hipertrofi (-),

hiperemis (-),

discharge (-).

Konka inferior Livid (-), hipertrofi (-),

hiperemis (-),

discharge (-).

Tidak dapat dinilai Meatus nasi medius Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai Meatus nasi inferior Tidak dapat dinilai

Lapang Cavum nasi Lapang

Devaisi (-) Septum nasi Devaisi (-)

Sinus paranasal

Sinus frontalis Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)

Sinus ethmoidalis Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)

Sinus maksilaris Nyeri tekan (-), nyeri ketuk (-)

Pemeriksaan bibir dan kavum oris

Simetris, sianosis (-), anemis (-), mukosa hiperemis (+), gigi (-), gusi

normal, lidah tampak plak putih, karies (-).

Orofaring

Mulut Trismus (+)

Palatum Simetris, deformitas (-)

Arkus faring Simetris, hiperemis (+)

Mukosa faring Hiperemis (+), oedem (+), secret (-)

Dinding faring posterior Hiperemis (+), post nasal drip (-)

7

Page 8: BAB I case tht

Uvula Simetris ditengah, hiperemis (-).

Tonsil Ukuran : T1

Warna : hiperemis (-)

Kripta : dalam batas normal

Destritus : -/-

Perlekatan : -/-

Massa : -/-

Kemampuan menelan Makanan padat (-), makanan lunak

(+), air (+)

Pemeriksaan nervus kranialis : tidak dilakukan

Laringioskop indirek : tidak dilakukan

Leher : kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba

membesar

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto thorak

Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal

2. Kultur swab trachea

Hasil : staphylococcus aureus

8

Page 9: BAB I case tht

Hasil Sensitivitas

V. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

1. Diagnosis Kerja

Faringitis akut et cause staphylococcus aureus

2. Diagnosis Banding

Faringitis akut et cause candida

Faringitis akut et cause virus

Faringitis akut et cause streptococcus grop a.

3. Rencana pemeriksaan penunjang tambahan : faringioskopi

9

Page 10: BAB I case tht

4. Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan farmakologi

Amikasin 2 x 500mg

Infus RL 20

b) Penatalaksanaan non farmakologi

Diet lunak

c) Operatif : -

Saran : konsul ke dokter spesialis kulit, saraf dan penyakit dalam

VI. PROGNOSI

Ad vitam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

10

Page 11: BAB I case tht

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mendukung. Dari hasil

anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami kesulitan menelan, nyeri saat

menelan, nyeri kepala dan demam sejak 2 hari SMRS. Gejala yang pasien rasakan

disebabkan karena reaksi inflamasi yang menyebabkan nyeri, edema mukosa,

hiperemis mukosa yang dapat menyebabkan pasien kesulitan menelan sehingga

berdampak pada gangguan nutrisi.1 Selain itu pasien juga mengeluhkan bibir

pecah-pecah dan sariawan yang disertai lidah tampak kotor 4 hari sebelumnya,

yang menunjukkan bahwa infeksi berasal dari daerah bibir dan lidah.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasilnya adalah mukosa bibir

hiperemis, lidah tampak plak putih, arcus faring hiperemis, mukosa faring

hiperemis dan oedem, dan dinding faring posterior hiperemis. Hasil pemeriksaan

penunjang berupa swab trachea menunjukkan hasilnya adalah kuman

staphylococcus aureus, dan hasil sensitivitas antibiotic menunjukkan pasien

resisten terhadap cefotaxime, ampicillin sulbactam, ceftazidine, dan erytromicin.

Hasil swab yang menunjukkan kuman staphylococcus aureus menunjang

diagnosis faringitis sebagai gold standard.2

Berdasarkan data yang dikumpulkan diatas, dapat disimpulkan bahwa

diagnosis pasien ini adalah faringitis akut et cause staphylococcus aureus. Dengan

diagnosis banding faringitis et causa candida, faringitis akut et cause virus, dan

faringitis akut et cause streptococcus group A. Seperti yang diketahui etiologi dari

faringitis dapat disebabkan oleh mikroorganisme seperti streptococcus group A,

candida dan virus. Dengan angka kejadian terbanyak etiologinya disebabkan oleh

bakteri dan virus.

Penatalaksansaan pada pasien terdiri dari medikamentosa dan non

medikamentosa. Terapi medikamentosa pada pasien adalah dengan pemberian

11

Page 12: BAB I case tht

amikasin 600 mg dengan infus RL 20 tetes per 12 jam. Pemberian obat diberikan

karena pasien telah resistensi terhadap golongan sephalosforin generasi 3,

kombinasi dan makrolit, sehingga dipertimbangkan untuk pemberian golongan

aminoglikosida. Resistensi yang terjadi pada pasien kemungkinan disebabkan

karena terjadi kegagalan kerja obat dalam mencapai target, terjadi inaktivasi obat

atau perubahan target kerja antibiotic.4 Untuk non medikamentosa adalah diet

makanan lunak.

12

Page 13: BAB I case tht

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

I. FARING-ESOFAGUS

1. Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk seperti

corong, yang besar dibagian atas dan sempit dibagian bawah serta

terletak pada bagian anterior kolum vertebra. Kantong ini mulai dari

dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra

servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung

melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui

ismus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan

melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus.

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14

cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.

Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia

faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring

(hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir

(mukosa blanket) dan otot.1

2. Mukosa & Palut Lendir (Mucous Blanket)

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada

nasofaring, karena fungsinya untuk respirasi, maka mukosanya

bersilia, sedangkan epitelnya berlapis torak dengan sel goblet. Pada

orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna,

epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.1

Dibagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di

atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang.

Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang

13

Page 14: BAB I case tht

terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim

Lyzozyme yang penting untuk proteksi.1

3. Otot

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan

memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari

m.konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak

di sebelah luar dan bekerja untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot

ini dipersafari oleh n.vagus (n.X).1

Otot-otot longitudinal terdiri atas m.stilofaring dan m.palatofaring.

Otot-otot ini terletak di sebalah dalam. Kedua otot ini berfungsi

sebagai elevator dimana m.stilofaring berguna untuk melebarkan

faring dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan

ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kerja

kedua otot ini penting pada waktu menelan. M.stilofaring dipersafari

oleh n.IX, sedangkan m. Palatofaring dipersarafi oleh n.X.1

Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan saatu

dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini,

m.tensor veli palatini, m.palatoglosus, m.palatofaring dan m.aziogos

uvula. 1

4. Pendarahan

Faring mendapat darah yang utama berasal dari cabang a.karotis

eksterna (cabang faring ascendens dan cabang fausial) serta dari

cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior.1

5. Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus

faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari

n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut simpatis.1

6. Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah

palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah

rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal. 14

Page 15: BAB I case tht

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior

faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan

posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.1

7. Anatomi Esofagus

Makroskopis

Esofagus adalah suatu organ berbentuk silindris berongga dengan

panjang sekitar 25 cm terbentang dari hipofaring, kemudian melewati

diafragma melalui hiatus diafragma (vertebra torakal 10) hingga ke

daerah pertemuan esofagus dan lambung dan berakhir di orifisum

kardia lambung (vertebra torakal 11). Esofagus memiliki diameter

yang bervariasi tergantung ada tidaknya bolus makanan atau cairan

yang melewatinya. Lumen esofagus dapat melebar kurang lebih 2 cm

di bagian anterior dan posterior serta ke 3 cm ke lateral untuk

memudahkan dalam proses menelan makanan.5,6 (gambar 1)

Gambar 1. Anatomi Esofagus

Esofagus dibagi menjadi 3 bagian yaitu, servikal, torakal dan

abdominal. Esofagus servikal merupakan segmen yang pendek, dimulai

dari pertemuan faring dan esofagus menuju ke suprasternal notch sekitar

4-5 cm, di bagian depannya dibatasi oleh trakea, belakang oleh vertebra

dan di lateral dibatasi oleh carotid sheaths dan kelenjar tiroid. Kemudian

15

Page 16: BAB I case tht

dilanjutkan esofagus torakal yang memanjang dari suprasternal notch ke

dalam hiatus diafragma. Pada bagian torakal dapat dibagi lagi menjadi 3

bagian yaitu: esofagus torakal bagian atas yang memanjang pada level

margin superior dari manubrium sterni ke level margin inferior dari

percabangan trakea, esofagus torakal bagian tengah yang memanjang dari

level margin inferior percabangan trakea sampai dengan daerah

pertengahan antara percabangan trakea dan daerah pertemuan esofagus-

lambung, terakhir esofagus torakal bagian bawah yang memanjang dari

daerah pertengahan tersebut sampai level diafragma. Esofagus abdominal

memanjang dari hiatus diafragma hingga ke orifisium dari kardia

lambung.5 (gambar 2)

Gambar 2. Pembagian esofagus

Pada esofagus terdapat 2 daerah bertekanan tinggi yang berfungsi

untuk mencegah terjadinya aliran balik dari makanan yaitu: sfingter

esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas terletak diantara faring

dan esofagus servikal. Sedangkan sfingter esofagus bawah terletak pada

perbatasan antara esofagus dan lambung. Kedua sfingter tersebut selalu

dalam keadaan tertutup kecuali saat ada makanan yang melewatinya.5

16

Page 17: BAB I case tht

Esofagus servikal dan sfingter esofagus atas mendapatkan suplai

darah dari cabang arteri tiroid inferior, sedangkan esofagus torakal

mendapatkan suplai darah dari sepasang arteri esofageal aorta atau cabang

terminal dari arteri bronkial. Esofagus abdominal dan daerah esofagus

bagian bawah mendapatkan suplai darah arteri gastrika kiri dan arteri

phrenika kiri.5

Lapisan otot yang membentuk esofagus adalah serabut longitudinal

di bagian luar dan serabut sirkuler di bagian dalam. Serabut longitudinal

melapisi hampir keseluruhan bagian luar dari esofagus kecuali pada daerah

3-4 cm di bawah kartilago krikoid. Serabut longitudinal pada esofagus

lebih tebal daripada serabut sirkuler. Pada sepertiga atas esofagus, kedua

lapisan otot tersebut adalah otot bergaris, di bagian tengah adalah transisi

dari otot bergaris ke otot polos, dan pada sepertiga bawah keseluruhannya

terdiri dari otot polos. Otot bergaris dan polos pada esofagus terutama

diinervasi oleh cabang dari nervus vagus.5

8. Mikroskopis

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan yaitu : mukosa, submukosa,

lapisan otot dan jaringan fibrous. Berbeda dengan daerah lain pada

saluran pencernaan, esofagus tidak memiliki lapisan serosa. Hal ini

menyebabkan esofagus lebih sensitif terhadap trauma mekanik.5

(gambar 3)

Mukosa

Mukosa esofagus terdiri dari 3 lapisan yaitu membran mukosa,

lamina propria dan mukosa muskularis. Membran mukosa dibentuk oleh

epitel skuamus bertingkat tidak berkeratinisasi yang merupakan kelanjutan

dari epitel di faring dan melapisi seluruh permukaan esofagus bagian

dalam kecuali pada daerah pertemuan esofagus dan lambung yang

dibentuk oleh epitel skuamus dan kolumnar. Epitel pada esofagus

memiliki fungsi utama untuk melindungi jaringan di bawahnya. Lamina

17

Page 18: BAB I case tht

propria merupakan jaringan ikat yang terdiri dari serat kolagen dan elastin

serta pembuluh darah dan saraf. Mukosa muskularis adalah lapisan tipis

otot polos yang terdapat pada seluruh bagian esofagus, semakin ke

proksimal semakin tipis dan semakin ke distal semakin tebal.5 (gambar 3)

Gambar 3. Histologi mukosa esofagus

Submukosa

Submukosa esofagus menghubungkan membran mukosa dan

lapisan muskularis yang terdiri dari limfosit, sel plasma, sel-sel saraf

(pleksus Meissner’s), jaringan vaskular (pleksus Heller) dan kelenjar

mukosa. Kelenjar mukosa ini menghasilkan mukus untuk lubrikasi

jalannya makanan di dalam esofagus. Selain itu sekresi dari kelenjar

esofagus ini sangat penting untuk pembersihan dan pertahanan jaringan

terhadap asam.5 (gambar 3)

Muskularis propria

Lapisan ini memiliki fungsi motorik, terdiri dari otot longitudinal

di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada esofagus bagian atas

komposisinya sebagian besar terdiri otot bergaris dan bagian bawah

18

Page 19: BAB I case tht

sebagian besar terdiri dari otot polos. Di antaranya terdapat campuran dari

kedua macam otot tersebut yang disebut dengan zona transisi.5 (gambar 3)

Jaringan fibrous

Jaringan fibrous adalah jaringan yang melapisi esofagus dari luar

dan menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur di sekitarnya.

Komposisinya terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah kecil, saluran

limfatik dan serabut-serabut saraf.5 (gambar 3)

II. FISIOLOGI MENELAN

Menurut kamus, deglutisi atau deglutition merupakan proses

menelan makanan. Menelan merupakan sebuah proses yang kompleks,

melibatkan memerlukan setiap organ bekerja secara terintegrasi dan

berkesinambungan. Secara garis besar pada proses menelan terjadi

pemindahan bolus makanan dari kavum oris kedalam lambung. Dalam

proses ini akan terjadi hal-hal sebagai berikut, (1) pembentukan bolus

makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik, (2) upaya sfingter

mencegar terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3)

mempercepat masuknya bolus makanan ke delam faring saat respirasi, (4)

mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan

laring, (5) kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk

mendorong bolus makanan ke arah lambung, (6) usaha untuk

membersihkan kembali esofagus. Proses ini terbagi menjadi 3 fase: fase

oral, fase faringeal dan fase esofageal.1,7

Fase Oral

Fase oral merupakan pemrosesan bolus makanan dari mulut

menuju faring1,7 Fase ini terjadi secara sadar.

19

Page 20: BAB I case tht

Kontraksi m.levator veli palatini

Ujung lidah terangkat ke bagian anterior palatum durum

Bolus makanan terdorong ke posterior, nasofaring menutup

akibat kontraksi m.levator veli palatini

Kontraksi m.palatoglosus sehingga isthmus faucium

tertutup dan kontraksi m.palatofaring sehingga bolus tidak

berbalik ke rongga mulut1

Fase Faringeal

Pada fase faringeal terjadi perpindahan bolus makanan dari faring

menuju esofagus. Fase ini terjadi secara refleks pada akhir fase oral.1,7

Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring,

m.salfongofaring,m.tiroihioid, dan m.palatofaring

Aditus laring tertutup oleh epiglotis

 

Kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritenoid obliqus. Plika ariepiglotika,

plika ventrikularis, dan plika vokalis tertutup

Penghentian udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan

Bolus makanan tidak masuk ke dalam saluran napas,

20

Page 21: BAB I case tht

Bolus makanan ke arah esofagus karena valekula dan sinus

piriformis dalam keadaan lurus1

Gambar 4. Fase Faringeal

Fase Esofageal

Fase esofageal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus

ke dalam lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu

tertutup. Akan tetapi, dengan adanya rangsangan bolus makanan pada

21

Page 22: BAB I case tht

akhir fase faringeal, maka m.krikofaring relaksasi, sehingga introitus

esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.1

Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi

lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat,

sehingga makanan tidak akan kembali ke faring dan refluks dapat

dihindari. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh

gerakan peristaltik esofagus.1

Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu

tertutup sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Sfingter akan

terbuka pada akhir fase esofageal secara refleks ketika dimulainya

peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal.

Sfingter akan kembali tertutup setelah bolus makanan lewat.1

III. FARINGITIS AKUT

A. DEFINIS

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat

disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin

dan lain-lain. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum dari saluran

nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi local yang spesifik pada

laring. Ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan

hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise.

Faringitis akut dan tonsillitis akut sering ditemukan bersama-sama dan

dapat menyerang semua umur. Penyakit ini ditular melalui kontak dari

sekret hidung dan ludah.1,2

B. ETIOLOGI

Penyebab tersering faringitis akut ialah kuman-kuman golongan

Streptococcus B hemoliticus, Streptococcus viridans serta golongan

pyogenes. Penyebab lain adalah oleh infeksi virus yaitu adenovirus,

22

Page 23: BAB I case tht

ECHO, virus influenza, serta Herpes. Cara infeksi ialah oleh percikan

ludah (droplet infektion).

Tabel 1. Etiologi faringitis akut

Pathogen

Viral

• Rhinovirus (100 types and 1 subtype)

• Coronavirus (3 or more types)

• Adenovirus (types 3, 4,7, 14 and 21)

• Herpes simplex virus (types 1 and 2)

• Parainfluenza virus (types 1-4)

• Influenzavirus (types A and B)

• Coxsackivirus A (types 2, 4-6, 8 and 10)

• Epstein-Barr virus

• Cytomegalovirus

• Human immunodeficiency virus type I

Bakteri

Streptococcus pyogenes (group A b-hemolytic streptococci)

• Group C b-hemolytic streptococci

• Neisseria gonorrhoeae

• Corynebacterium diphtheria

• Arcanobacterium haemolyticum

Chlamydial

23

Page 24: BAB I case tht

• Chlamydia penumoniae

Mycoplasmal

• Mycoplasma pneumonia

C. EPIDEMIOLOGI

Frekuensi

Faringitis akut memberikan konstribusi sebanyak 40 juta kunjungan

penderita berobat ke tenaga kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-

anak dan orang dewasa mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas

(termasuk didalamnya faringitis akut) tiap tahunnya.2

Mortalitas

Faringitis akut merupakan salah satu penyebab terbesar absensi anak di

sekolah dan absensi di tempat kerja bagi orang dewasa karena dapat

mengganggu aktivitas.2

Ras

Faringitis akut dapat mengenai semua golongan ras dan suku bangsa

secara merata.2

Jenis Kelamin

Faringitis akut dapat mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi yang

sama.2

Usia

Faringitis akut mengenai semua golongan usia, terutama mengenai anak-

anak.2

24

Page 25: BAB I case tht

D. PATOFISIOLOGI

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus

dapat secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan menyebabkan

respon inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel, lalu

akan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid superfisial bereaksi dan

akan terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Pada stadium awal mukosa faring akan hiperemis,

kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada awalnya eksudat akan

bersifat serosa dan kemudian akan menebal dan cenderung menjadi kering

sehingga akan melekat pada dinding faring. Dengan keadaan hiperemis,

pembuluh darah dinding faring akan melebar. Bentuk sumbatan yang

berwarna kuning, putih atau abu-abu akan didapatkan di dalam folikel atau

jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada

dinding faring posterior atau yang terletak lebih ke lateral akan meradang

dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat

menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.1,2

E. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin,

turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza,

konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan,

merokok, dan seseorang yang tinggal di lingkungan yang menderita sakit

tenggorokan atau demam.3

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS

a) Diagnosis Klinis

Diagnosis faringitis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang

cermat, pemeriksaan fisik mulai dari status general sampai status

local dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Pada faringits

dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang

25

Page 26: BAB I case tht

membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening

dileher.1,2

Tabel 2. Perbedaan faringitis virus dan bakteri

Faringitis virus Faringitis bakteri

Tidak ditemukan nanah

ditenggorokan

Sering ditemukan nanah

ditenggorokan.

Demam ringan atau tanpa

demam

Demam ringan sampai sedang

Jumlah sel darah putih normal

atau agak meningkat

Jumlah sel darah putih

meningkat ringan sampai sedang

Kelenjar getah bening normal

atau sedikit membesar

Pembengkakkan ringan sampai

sedang kelenjar getah bening

Swab tenggorok memberikan

hasil negative

Swab tenggorokan menunjakkan

hasil positive

Biakan laboratorium tidak

ditemukan pertumbuhan kuman

Biakan laboratorium ditemukan

pertumbuhan bakteri

Pemeriksaan Penunjang

Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan

tenggorokan (kultur apus tenggorokan). Pemeriksaan kultur

memiliki sensitivitas 90−95% dari diagnosis, sehingga lebih

diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis yang diandalkan.8

Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang

dilakukan untuk menegaskan diagnosis dari faringitis yang

disebabkan oleh bakteri Group A Beta-Hemolytic Streptococcus

(GABHS). Group A Beta-Hemolytic Streptococcus (GABHS)

26

Page 27: BAB I case tht

rapid antigen detection test merupakan suatu metode untuk

mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan

menjadi indikasi jika pasien memiliki risiko sedang atau jika

seorang dokter memberikan terapi antibiotik dengan risiko tinggi

untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh positif maka pengobatan

diberikan antibiotik dengan tepat namun apabila hasilnya negatif

maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan

follow-up.8

Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus

tenggorok dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring

posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami

pada disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis

infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90−99%.

Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari

sepuluh hari.8

G. PENATALAKSANAN

Terapi pada penderita faringitis viral dapat diberikan aspirin atau

asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada

tenggorokan. Penderita dianjurkan untuk beristirahat di rumah dan

minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Faringitis yang

disebabkan oleh virus dapat sembuh sendiri.1,2

Terapi untuk faringitis bakterial diberikan antibiotik terutama bila

diduga penyebab faringitis akut ini grup A Streptokokus β hemolitikus.

Dapat juga diberikan Penicilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis

tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama

10 hari dan pada dewasa 3 x 500mg selama 6-10 hari, jika pasien

alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin 4x500 mg/hari.

Kumur dengan air hangat atau antiseptik beberapa kali sehari.1

27

Page 28: BAB I case tht

Faringitis yang disebabkan Candida dapat diberikan Nystasin

100.00 – 400.000 2 kali/hari dan faringitis yang disebabkan Gonorea

dapat diberikan Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250mg secara

injeksi intramuscular.1

H. KOMPLIKASI

Komplikasi umum pada faringitis termasuk sinusitis, otitis media,

epiglottitis, mastoiditis, dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan

infeksi streptokokus jika tidak diobati dapat menyebabkan demam

reumatik akut, peritonsillar abses, peritonsillar cellulitis, abses

retrofaringeal, toxic shock syndrome dan obstruksi saluran pernasafan

akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik akut dilaporkan

terjadi pada1 dari 400 infeksi GABHS yang tidak diobati.1,2

I. PROGNOSIS

Prognosis untuk faringitis akut sangat baik pada beberapa kasus.

Biasanya faringitis akut sembuh dalam waktu 10 hari, namun harus

berhati-hati dengan komplikasi yang berpotensi terjadi.2

IV. MEKANISME RESISTENSI ANTIBIOTIK

Obat-obat antimikroba tidak efektif terhadap semua

mikroorganisme. Spektrum aktivitas setiap obat merupakan hasil

gabungan dari beberapa faktor, dan yang paling penting adalah mekanisme

kerja obet primer. Demikian pula fenomena terjadinya resistensi obat tidak

bersifat universal baik dalam hal obat maupun mikroorganismenya.4

Perubahan-perubahan dasar dalam hal kepekaan mikroorganisme

terhadap antimikroba tanpa memandang faktor genetik yang mendasarinya

adalah terjadinya keadaan-keadaan sebagai berikut :

28

Page 29: BAB I case tht

1. Dihasilkannya enzim yang dapat menguraikan antibiotic seperti enzim

penisilinase, sefalosporinase, fosforilase, adenilase dan asetilase.

2. Perubahan permeabilitas sel bakteri terhadap obat.

3. Meningkatnya jumlah zat-zat endogen yang bekerja antagonis terhadap

obat.

4. Perubahan jumlah reseptor obat pada sel bakteri atau sifat komponen

yang mengikat obat pada targetnya.

Tabel 3. Mekanisme resistensi antibiotik

Perubahan target

Modifikasi menjadi insensitif

Penurunan fungsi fisiologik dari target

Sintesis enzim

Pencegahan mencapai target

Efflux obat

Kegagalan obat memasuki sel

Inaktivasi antibiotik

Destruksi obat

Modifikasi obat sehingga gagal berikatan dengan target

Kegagalan dalam mengubah bentuk prekursor inaktif menjadi aktif

Resistensi bakteri dapat terjadi secara intrinsik maupun didapat.

Resistensi intrinsic terjadi secara khromosomal dan berlangsung melalui

multiplikasi sel yang akan diturunkan pada turunan berikutnya. Resistensi

29

Page 30: BAB I case tht

yang didapat dapat terjadi akibat mutasi khromosomal atau akibat transfer

DNA.4

Sifat resistensi terhadap antibiotik melibatkan perubahan genetik

yang bersifat stabil dan diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya,

dan setiap proses yang menghasilkan komposisi genetik bakteri seperti

mutasi, transduksi (transfer DNA melalui bakteriofaga), transformasi

(DNA berasal dari lingkungan) dan konjugasi (DNA berasal dari kontak

langsung bakteri yang satu ke bakteri lain melalui pili) dapat menyebabkan

timbulnya sifat resisten tersebut. Proses mutasi, transduksi dan

transformasi merupakan mekanisme yang terutama berperan di dalam

timbulnya resistensi antibiotik pada bakteri kokus Gram positif, sedangkan

pada bakteri batang Gram negatif semua proses termasuk konjugasi

bertanggung jawab dalam timbulnya resistensi.4

Telah diketahui lebih dari dua dekade bahwa penyebaran sifat

resisten secara cepat dan luas dapat terjadi di antara spesies bakteri yang

sama maupun yang berbeda, bahkan juga di antara genus yang berbeda

melalui perantaraan plasmid (faktor R).4

Pada resistensi dengan perantaraan plasmid, mikroorganisme

mendapatkan kemampuan tambahan dalam bentuk produksi enzim dan

pada mutasi terjadi perubahan struktur di dalam sel bakteri.4

Resistensi akibat mutasi.

Seperti proses mutasi khromosom yang lain, mutasi yang

menimbulkan keadaan resisten terhadap antibiotik juga merupakan

peristiwa spontan, terjadi secara acak, tidak dipengaruhi frekuensinya oleh

kondisi seleksi atau antibiotik, kecuali antibiotik tersebut sendiri adalah

mutagen yang mampu meningkatkan angka mutasi.4

Perubahan yang terjadi pada mutasi biasanya mengenai satu

pasangan basa pada urutan nukleotida gen.4

30

Page 31: BAB I case tht

Mutasi khromosom mengakibatkan perubahan struktur sel bakteri

antara lain perubahan struktur ribosom yang berfungsi sebagai “target

site”, perubahan struktur dinding sel atau membran plasma menjadi

impermeabel terhadap obat, perubahan reseptor permukaan dan hilangnya

dinding sel bakteri menjadi bentuk L (“L-form”) atau sferoplast.

Penggunaan antibiotik secara luas dan dalam jangka waktu yang lama

merupakan proses seleksi, sehingga galur mutan akan bekembang biak

menjadi dominan di dalam populasi.

Resistensi dengan perantaraan plasmid.

Plasmid R ditemukan sekitar tahun 1960-an dan telah menyebar

luas pada populasi bakteri komensal maupun patogen. Plasmid adalah

elemen genetik ekstrakromosom yang mampu mengadakan replikasi

secara otonom. Pada umumnya plasmid membawa gen pengkode resisten

antibiotik. Resistensi yang diperantarai oleh plasmid adalah resistensi yang

umum ditemukan pada isolat klinik. Gen yang berlokasi pada plasmid

lebih mobil bila dibandingkan dengan yang berlokasi pada kromosom.

Oleh karena itu gen resistensi yang berlokasi pada plasmid dapat ditransfer

dari satu sel ke sel lain.4

Sifat resistensi dengan perantaraan plasmid biasanya berhubungan

dengan sintesis protein yang bekerja secara enzimatik merusak obat atau

memodifikasi obat menjadi bentuk yang tidak bersifat bakteriostatik-

bakterisid.4

Tabel 4. Beberapa antimikroba dan mekanisme resistensi dengan

perantaraan plasmid.

Jenis antimikroba Mekanisme resistensi perantaraan

plasmid

Antibiotik β-laktam : β- laktamase

31

Page 32: BAB I case tht

penisilin, sefalosporin

Aminoglikosida

Kloramfenikol

Streptomisisn, spektinomisin

Tetrasiklin

Eritromisisn

N-asetilase, fosforilase

Asetil transferase

Fosforilase

Perubahan sistem transport

Perubahan “ribosom binding site”

Resistensi dengan perantaraan transposon.

Transposon dapat berupa insertion sequence dan transposon

kompleks. Transposon adalah struktur DNA yang dapat bermigrasi

melalui genom suatu organisme. Struktur ini bisa merupakan bagian dari

plasmid dan bakteriofaga tapi dapat juga berasal dari khromosom bakteri.4

Insertion sequence = IS (simple transposon) adalah elemen DNA

yang bersifat mobile pada bakteri, biasanya hanya mengandung gen

transposase. Struktur ini dapat mengubah urutan DNAnya sendiri dengan

memotong dari lokasi DNA dan pindah ke tempat lain. Akibatnya IS

menyebabkan susunan genom berubah, terjadi delesi, inversi, duplikasi

dan fusi replikasi.4

Transposon kompleks dapat berupa bagian dari plasmid tetapi juga

dapat terjadi pada genom bakteri. Transposon terdiri dari gen yang

mengkode enzim yang dapat memotong DNAnya sendiri sehingga dapat

berpindah ketempat lain. Transposon kompleks mengandung satu gen atau

lebih dengan fungsi yang berbeda-beda.4

Bila transposon yang mengandung gen resisten mengadakan insersi

pada plasmid maka akan dipindahkan ke sel lain. Dengan demikian bila

plamid mampu bereplikasi sendiri pada inang yang baru atau bila

transposon pindah ke plasmid yang mampu mengadakan replikasi atau

32

Page 33: BAB I case tht

mengadakan insersi pada khromosom maka sel ini menjadi resisten

terhadap antibiotik4

33

Page 34: BAB I case tht

BAB V

KESIMPULAN

Faringitis akut adalah peradangan akut pada mukosa faring yang

disebabkan oleh mikroorganisme antara lain rhinovirus, streptococcus

group A, candida dan lain-lain. Gambaran klinis pada pasien faringitis

akut adalah tampak mukosa faring hiperemis dan edema. Gejala yang

sering muncul adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokkan yang

disertai kesulitan menelan sampai demam. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Terapi

yang diberikan untuk mengatasi kausalnya adalah dengan antibiotic

dan simptomatiknya adalah analgesic. Komplikasi yang terjadi bisa

berupa otitis media, sinusitis, demam rematik sampai kelainan katub.

34

Page 35: BAB I case tht

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Buku Ajar Ilmu

Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 7th ed.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2012, p.212-25.

2. Acerra J, Pharyngitis. Available at:

http//emedicine.medscape.com/article/764304-overview#a1. Accessed

on : February 15, 2016.

3. Mayoclinic. Diseases and Conditions Sore Throat. Available at:

http//www.mayoclinic.org/disease-conditions/sore-throat/basics/risk-

factors/con-20027360. Accessed on: February 17, 2016.

4. Sudigdoadi S, Mekanisme Timbulnya Resistensi Antibiotik pada

Infeksi Bakteri. Available at:

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/09/mekanisme-

timbulnya-resistensi-antibiotik-pada-infeksi-bakteri.pdf. Acceseed on:

February 17, 2016.

5. Falerina R, Juniati SH. Mekanisme Pertahanan Mukosa Esofagus

Terhadap Asam. Jurnal THT-KL Universitas Airlangga. Jan 2001; 1(1)

6. Digestive Disorders Health Centre. Available at :

http://www.webmd.com/digestive-disorders/picture-of-the-esophagus.

Accessed on : July 29, 2015

7. Malagelada JR, Bazzoli F, Elewaut A, Fried M, Krabshuis JH et al.

World Gastroenterology Practice Guidelines : Dysphagia. Available

at :

http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guideli

nes/08_dysphagia.pdf. Accessed on : July 28,2015

8. Choby B.A. Diagnostic and Treatment of Streptococal Pharyngitis.

Available at: http://www.aafp.org/afp/2009/0301/p383.html. Accessed

on: February 18, 2016.

35