Top Banner
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Zakaria, 2017). Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2000, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling kebergantungan. Duval dan Logan (1986 dalam Zakaria, 2017)mengatakan keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarganya.Dari hasil analisa Walls, 1986 (dalam Zakaria, 2017) keluarga sebagai unit yang perlu dirawat, boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tetapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi dan boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah dan hukum yang tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan dan memiliki kedekatan emosional yang memiliki tujuan mempertahankan budaya,
55

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

Nov 12, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga

2.1.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan

kebersamaan dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri mereka

sebagai bagian dari keluarga (Zakaria, 2017). Sedangkan menurut Depkes

RI tahun 2000, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri

dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di

suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling kebergantungan.

Duval dan Logan (1986 dalam Zakaria, 2017)mengatakan keluarga adalah

sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang

bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan

pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap anggota

keluarganya.Dari hasil analisa Walls, 1986 (dalam Zakaria, 2017) keluarga

sebagai unit yang perlu dirawat, boleh jadi tidak diikat oleh hubungan

darah atau hukum, tetapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka

menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih

yang disatukan oleh ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi dan boleh jadi

tidak diikat oleh hubungan darah dan hukum yang tinggal di suatu tempat

di bawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan dan memiliki

kedekatan emosional yang memiliki tujuan mempertahankan budaya,

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

7

meingkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial sehingga

menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga.

2.1.2 Tipe Keluarga

Menurut Nadirawati (2018) pembagian tipe keluarga adalah :

1. Keluarga Tradisional

a. Keluarga Inti (The Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri

dari suami, istri, dan anak baik dari sebab biologis maupun adopsi

yang tinggal bersama dalam satu rumah. Tipe keluarga inti

diantaranya:

1) Keluarga Tanpa Anak (The Dyad Family) yaitu keluarga

dengan suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama

dalam satu rumah.

2) The Childless Familyyaitu keluarga tanpa anak dikarenakan

terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat

waktunya disebabkan mengejar karir/pendidikan yang terjadi

pada wanita.

3) Keluarga Adopsi yaitu keluarga yang mengambil tanggung

jawab secara sah dari orang tua kandung ke keluarga yang

menginginkan anak.

b. Keluarga Besar (The Extended Fmily) yaitu keluarga yang terdiri

dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah,

contohnya seperti nuclear family disertai paman, tante, kakek dan

nenek.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

8

c. Keluarga Orang Tua Tunggal (The Single-Parent Family) yaitu

keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan

anak. Hal ini biasanya terjadi karena perceraian, kematian atau

karena ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan).

d. Commuter Family yaitu kedua orang tua (suami-istri) bekerja di

kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat

tinggal dan yang bekerja di luar kota bisa berkumpul dengan

anggota keluarga pada saat akhir minggu, bulan atau pada waktu-

waktu tertentu.

e. Multigeneration Family yaitu kelurga dengan beberapa generasi

atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.

f. Kin-Network Family yaitu beberapa keluarga inti yang tinggal

dalam satu tumah atau berdekatan dan saling menggunakan

barang-barang dan pelayanan yang sama. Contohnya seperti kamar

mandi, dapur, televise dan lain-lain.

g. Keluarga Campuran (Blended Family) yaitu duda atau janda

(karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak

dari hasil perkawinan atau dari perkawinan sebelumnya.

h. Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri (The Single Adult Living

Alone), yaitu keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup

sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti

perceraian atau ditinggal mati.

i. Foster Familyyaitu pelayanan untuk suatu keluarga dimana anak

ditempatkan di rumah terpisah dari orang tua aslinya jika orang tua

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

9

dinyatakan tidak merawat anak-anak mereka dengan baik. Anak

tersebut akan dikembalikan kepada orang tuanya jika orang tuanya

sudah mampu untuk merawat.

j. Keluarga Binuklir yaitu bentuk keluarga setela cerai di mana anak

menjadi anggota dari suatu sistem yang terdiri dari dua rumah

tangga inti.

2. Keluarga Non-tradisional

a. The Unmarried Teenage Motheryaitu keluarga yang terdiri dari

orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

b. The Step Parent Family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.

c. Commune Family yaitu beberapa keluarga (dengan anak) yang

tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah,

sumber, dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama; serta

sosialisasi anak melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak

bersama.

d. Keluarga Kumpul Kebo Heteroseksual (The Nonmarital

Heterosexual Cohabiting Family), keluarga yang hidup bersama

berganti-ganti pasangan tanpa melakukan pernikahan.

e. Gay and Lesbian Families, yaitu seseorang yang mempunyai

persamaan seks hidup bersama sebagaimana ‘marital partners’.

f. Cohabitating Family yaitu orang dewasa yang tinggal bersama

diluar hubungan perkawinan melainkan dengan alasan tertentu.

g. Group-Marriage Family, yaitu beberapa orang dewasa yang

menggunakan alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

10

menikah satu dengan lainnya, berbagi sesuatu termasuk seksual

dan membesarkan anak.

h. Group Network Family, keluarga inti yang dibatasi aturan/nilai-

nilai, hidup berdekatan satu sama lain, dan saling menggunakan

alat-alat rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab

membesarkan anaknya.

i. Foster Family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan

keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua

anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan

kembali keluarga aslinya.

j. Homeless Family, yaitu keluarga yang terbentuk dan tidak

mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal

yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau masalah

kesehatan mental.

k. Gang, bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang

mencari ikatan emosional dan keluarga mempunyai perhatian,

tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam

kehidupannya.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

11

2.1.3 Struktur Keluarga

Beberapa ahli meletakkan struktur pada bentu/tipe keluarga, namun ada

juga yang menggambarkan subsitem-subsistemnya sebagai dimensi

struktural. Struktur keluarga menurut Friedman (2009) dalam Nadirawati

(2018) sebagai berikut :

1. Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik, transaksional

untuk menciptakan mengungkapkan pengertian dalam keluarga.

2. Struktur Kekuatan

Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung pada

kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang ada dalam

keluarga.Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan

(potensial/aktual) dari individu untuk mengontrol atau memengaruhi

perilaku anggota keluarga. Beberapa macam struktur keluarga:

a. Legimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti orang

tua terhadap anak.

b. Referent power (seseorang yang ditiru) dalam hal ini orang tua

adalah sesorang yang dapat ditiru oleh anak.

c. Resource or expert power (pendapat, ahli, dan lain).

d. Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang

akan diterima).

e. Coercive power (pengaruh yang dipaksa sesuai dengan

keinginannya).

f. Informational power (pengaruh yang dilalui melalui pesuasi)

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

12

g. Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi cinta

kasih, misalnya hubungan seksual).

Sedangkan sifat struktural di dalam keluarga sebagai berikut:

a. Struktur egilasi (demokrasi), yaitu dimana masing-masing anggota

keluarga memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat.

b. Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi.

c. Struktur yang terbuka dan anggota yang terbuka (honesty dan

authenticity), struktur keluarga ini mendorong kejujuran dan

kebenaran.

d. Struktur yang kaku, yaitu suka melawan dan bergantun pada

peraturan.

e. Struktur yang bebas (permissiveness), pada struktur ini tidak

adanya peraturan yang memaksa.

f. Struktur yang kasar (abuse); penyiksaan, kejam dan kasar.

g. Suasana emosi yang dingin; isolasi dan sukar berteman.

h. Disorganisasi keluarga; disfungsi individu, stres emosional.

3. Struktur Peran

Peran biasanya meyangkut posisi dan posisi mengidentifikasi status

atau tempat sementara dalam suatu sistem sosial tertentu.

a. Peran-peran formal dalam keluarga

Peran formal dalam keluarga dalah posisi formal pada keluarga,

seperti ayah, ibu dan anak Setiap anggota keluarga memiliki peran

masing-masing. Ayah sebagai pemimpin keluarga memiliki peran

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, pemberi rasa aman

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

13

bagi seluruh anggota keluarga, dan sebagai anggota masyarakat

atau kelompok sosial tertentu. Ibu berperan sebagai pengurus

rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak, pelidung keluarga,

sebagai pencari nafkah tambahan keluarga, serta sebagai anggota

masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Sedangkan anak

berperan sebagai pelaku psikosoal sesuai dengan perkembangan

fisik, mental, sosial dan spiritual.

b. Peran Informal kelauarga

Peran informal atau peran tertutup biasanya bersifat implisit, tidak

tampak ke permukaan, dan dimainkan untuk memenuhi kebutuhan

emosional atau untuk menjaga keseimbangan keluarga.

4. Struktur Nilai

Sistem nilai dalam keluarga sangat memengaruhi nilai-nilai

masyarakat. Nilai keluarga akan membentuk pola dan tingkah laku

dalam menghadapi masalah yang dialami keluarga. Nilai keluarga ini

akan menentukan bagaimana keluarga menghadapi masalah kesehatan

dan stressor-stressor lain.

2.1.4 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018)

sebagai berikut:

1. Fungsi afektif dan koping; dimana keluarga memberikan kenyamanan

emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas,

dan mempertahankan saat terjadi stres.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

14

2. Fungsi sosialisasi; keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan,

nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback dan saran

dalam penyelesaian masalah.

3. Fungsi reproduksi; dimana keluarga melanjutkan garis keturunannya

dengan melahirkan anak.

4. Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota

keluarga dan kepentingan di masyarakat.

5. Fungsi pemeliharaan kesehatan; keluarga memberikan keamanan dan

kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,

perkembangan dan istirahat juga penyembuhan dari sakit.

2.1.5 Tugas Keluarga

Tugas kesehatan keluarga menurut Bsilon dan Maglalaya (2009) :

1. Mengenal masalah kesehatan

Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-

perubahan yang dialami anggota keluarga.Dan sejauh mana keluarga

mengenal dan mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang

meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang

mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah

kesehatan.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

Hal ini meliputi sejauh mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan

luasnya masalah. Apakah keluarga merasakan adanya masalah

kesehatan, menyerah terhadap masalah yang dialami, adakah perasaan

takut akan akibat penyakit, adalah sikap negatif terhadap masalah

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

15

kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang

ada, kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan, dan apakah

keluarga mendapat informasi yang benar atau salah dalam tindakan

mengatasi masalah kesehatan.

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit,

keluarga harus mengetahui beberapa hal seperti keadaan penyakit, sifat

dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, keberadaan fasilitas

yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota

keluarga yang bertanggung jawab, finansial, fasilitas fisik,

psikososial), dan sikap keluarga terhadap yang sakit.

4. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat

Hal-hal yang harus diketahui oleh keluarga untuk memodifikasi

lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat yaitu sumber-

sumber keluarga yang dimiliki, manfaat dan keuntungan memelihara

lingkungan, pentingnya dan sikap keluarga terhadap hygiene sanitasi,

upaya pencegahan penyakit.

5. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat

Hal-hal yang harus diketahui keluarga untuk merujuk anggota keluarga

ke fasilitas kesehatan yaitu keberadaan fasilitas keluarga, keuntungan-

keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat

kepercayaan keluarga dan adanya pengalaman yang kurang baik

terhadap petugas dan fasilitas kesehatan, fasilitas yang ada terjangkau

oleh keluarga.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

16

2.1.6 Tahapan Keluarga Sejahtera

Tingkatan kesehatan kesejahteraan keluarga menurut Amin Zakaria (2017)

adalah :

1. Keluarga Prasejahtera

Keluarga yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar minimal, yaitu

kebutuhan pengajaran agama, sandang, pangan, papan dan kesehatan.

Dengan kata lain tidak bisa memenuhi salah satu atau lebih indikator

keluarga sejahtera tahap I.

2. Keluarga Sejahtera Tahap I

Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, tetapi

belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, seperti

pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, lingkungan sosial dan

transportasi.Indikator keluarga tahap I yaitu melaksanakan ibadah

menurut kepercayaan masing-masing, makan dua kali sehari, pakaian

yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah,

kesehatan (anak sakit, KB dibawa keperawatan pelayanan kesehatan).

3. Keluarga Sejahtera Tahap II

Pada tahap II ini keluarga sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar

minimal, dapat memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, tetapi belum

dapat memenuhi kebutuhan perkembangan (kebutuhan menabung dan

memperoleh informasi. Indikator keluarga tahap II adalah seluruh

indikator tahap I ditambah dengan melaksanakan kegiatan agama

secara teratur, makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk minimal satu

tahun terakhir, luas lantai rumah perorang 8 m2, kondisi anggota

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

17

keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir, keluarga usia 15 tahun keatas

memiliki penghasilan tetap, anggota keluarga usia 15-60 tahun mampu

membaca dan menulis, anak usia 7-15 tahun bersekolah semua dan dua

anak atau lebih PUS menggunakan Alkon.

4. Keluarga Sejahtera Tahap III

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, setelah

memenuhi keseluruhan kebutuhan psikososial, dan memenuhi

kebutuhan perkembangan, tetapi belum bisa memberikan sumbangan

secara maksimal pada masyarakat dalam bentuk material dan keuangan

dan belum berperan serta dalam lembaga kemasyarakatan.

5. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus

Memenuhi indikator keluarga tahap sebelumnya ditambah dengan

upaya keluarga menambahkan pengetahuan tentang agama, makan

bersama minimal satu kali sehari, ikut serta dalam kegiatan

masyarakat, rekreasi sekurangnya dalam enam bulan, dapat

memperoleh berita dari media cetak maupun media elektronik, anggota

keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.

2.1.7 Teori Perkembangan Keluarga

Salah satu teori perkembangan keluarga adalah keluarga berkembang

dari waktu-kewaktu dengan pola secara umum dan dapat diprediksi

(Zakaria, 2017). Paradigma siklus kehidupan ialah menggunakan tingkat

usia, tingkat sekolah dan anak paling tua sebagai tonggak untuk interval

siklus kehidupan (Duvall dan Miller, 1987 dalam Zakaria, 2017)

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

18

Tabel 2.1 Tahap Siklus Kehidupan Keluarga

Tahap I Keluarga pemula (Keluarga baru menikah - hamil)

Tahap II Keluarga mengasuh anak (anak tertua bayi - umur 30 bulan)

Tahap III Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berusia 2 - 6 tahun)

Tahap IV Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua berusia 6 – 13 tahun)

Tahap V Keluarga dengan anak usia remaja (anak tertua berusia 13 – 20 tahun)

Tahap VI Keluarga melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai dengan anak terakhir meninggalkan rumah)

Tahap VII Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pension)

Tahap VIII Keluarga dalam masa pension dan lansia (hingga pasangan meninggal dunia)

Sumber: Duval dan Miller, 1985 dalam Zakaria, 2017

2.2 Konsep Skizofrenia

2.2.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola

pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak

tepat serta adanya gangguan fungsi psikososial (Yuliana Elin 2011).

Menurut Varcarolis (2000) dan Videbeck (2001) dalam Tumanggor (2018)

menegaskan bahwa skizofrenia bukan penyakit tunggal namun merupakan

suatu penyakit dengan kumpulan gejala yang melibatkan aliran darah

serebral, neuoroelektrofisiologi, neuroanatomi, dan neurobiokimia.

Menurut Eugene Bleuer (1936) dalam Tumanggor (2018) pada skizofrenia

terjadi gangguan afeksi, gangguan daya pikir, autis, dan ambivalence.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

19

2.2.2 Etiologi Skizofrenia

Beberapa teori penyebab skizofreniamenurut Sadock dan Sadock (2007)

dalam Tumanggor (2018) :

1. Faktor Genetik

Kecenderungan untuk menderita skizofrenia berkaitan dengan

kedekatan seseorang secara genetik.Kemungkinan 40% mengalami

skizofrenia jika kedua orang tuanya menderita skizofrenia.Jika salah

satu dari kedua orang tua menderita skizofrenia kemungkinan

mengalami skizofrenia sebanyak 12%.

2. Faktor Biokimia

Aktivitas dopaminergik yang terlalu tinggi.Teori ini terkait dengan

efektivitas obat-obatan antipsikotik dalam meredam efek

psikosis.Selain itu obat-obatan yang meningkatkan kerja dopamin yang

bersifat psikomimetik.Kelebihan dari dopamin pada penderita

skizofrenia berkaitan dengan keparahan dari gejala positif yang

muncul.

3. Neuropatologi

Pada penderita skizofrenia terjadi abnormalitas neurokimia otak pada

korteks serebral, talamus dan batang otak.Pada penderita skizofrenia

kehilangan volume otak yang signifikan tampaknya menimbulkan

pengurangan densitas akson, dendrit dan sinaps yang erat kaitannya

dengan fungsi asosiasi otak.

4. Sirkuit Saraf

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

20

Abormalitas korteks prefrontal mengakibatkan disfungsi sirkuit

anterior cingulated basal ganglia thalamocortical yang menyebabkan

gejala positif pada skizofrenia, disfungsi dorsolateral yang

menyebabkan gejala negatif pada skizofrenia.

5. Metabolisme Otak

Pada penderita skizofrenia menunjukkan bahwa kadar fosfomonoester

dan fosfat inorganik yang rendah.

6. Applied electrophysiology

Studi elektroensefalografis pada skizofrenia menunjukkan adanya

penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas beta dan delta.Hal ini

mengakibatkan kemungkinan epilepsi dan abnormalitas otak kiri, dan

menyebabkan penderita skizofrenia tidak mampu untuk menyaring

suara dan sensitif terhadap suara ribut.Hal ini dapat menimbulkan

halusinasi pendengaran.

7. Psikneuroimunologi

Abnormalitas sistem imun tubuh dikaitkan dengan skizofrenia karena

adanya peningkatan orisuksi sel T interleukin dan pengurangan

respons limfosit periferal pada penderita skizofrenia.

8. Psychoneuoroendocrinology

Uji deksametason pada penderita skizofrenia bersifat abnormal

dibanding yang tidak mengalami skizofrenia.Teori ini masih

dipertanyakan dan belum valid.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

21

2.2.3 Gejala Klinis Skizofrenia

Menurut Iskandar (2012) gejala-gejala yang dapat dialami penderita

skizofrenia antara lain:

1. Penampilan dan perilaku umum

Penderita skizofrenia cenderung menelantarkan penampilan,

kebersihan dan kebersihan diri juga terabaikan.Biasanya juga menarik

diri dari lingkungan sekitar secara sosial.

2. Gangguan Pembicaraan

Pada penderita skizofrenia terjadi proses pikir hal utama yang

terganggu yaitu asosiasi.

3. Gangguan perilaku

Salah satu gangguan aktivitas motorik pada penderita skizofrenia

adalah gejala katatonik yang berupa stupor, atau gaduh gelisah.

4. Gangguan afek

Gangguan afek yang sering muncul yaitu kedangkalan respon emosi,

parathimi, emosi yang berlebihan sensitif emosi.

5. Gangguan persepsi

Pada penderita skizofrenia terjadi gangguan persepsi yaitu halusinasi.

Halusinasi sendiri terjadi pada salah satu panca indra.

6. Gangguan pikiran

Pada skizofrenia gangguan pikiran yang terjadi yaitu waham.

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

22

2.2.4 Tipe-Tipe Skizofrenia

Tipe-Tipe Skizofrenia (Tumanggor, 2018):

1. Tipe Paranoid

Karakteristik yang khas pada skizofrenia tipe paranoid yaitu

menunjukkan satu atau lebih delusi atau halusinasi pendengaran yang

kontinu.

2. Tipe yang Tidak Terorganisasi

Ciri yang khas pada skizofrenia tipe ini adalah adanya pembicaraan dan

perilaku yang tidak terarah, adanya afek datar atau afek yang tidak

sesuai.Namun, perilaku yang muncul tidak bersifat katatonik.

3. Tipe Katatonik

Karakteristik skizofrenia tipe katatonik yaitu imobilitas motorik yang

ditunjukkan dengan katalepsi atau stupor, aktivitas motorik berlebihan

yang tidak memiliki tujuan dan tidak adanya stimulus eksternal,

perilaku negatif yang ekstrem dimana penderita cenderung untuk tidak

termotivasi terhadap instruksi atau mempertahankan posisi

diam/autism, gerakan aneh yang ditunjukkan dengan posisi tubuh yang

tidak biasa, adanya echolalia atau echopraxia.

4. Tipe Tidak Terdefinisikan

Penampakan khas dari tipe ini adalah tanda dan gejala skizofrenia untuk

kriteria A, namun tidak dijumpai tanda dan gejala untuk tipe paranoid,

tipe disorganisasi maupun tipe katatonik.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

23

5. Tipe Residual

Karakteristik khas yang ada pada skizofrenia tipe residual adalah

ketiadaan delusi dan halusinasi yang bertahan, selain itu juga tidak

dijumpai adanya pembicaraan yang tidak terorganisasi maupun perilaku

katatonik.Adanya gangguan yang berkesinambungan yang ditunjukkan

dengan adanya gejala negatif atau adanya dua atau lebih gejala

skizofrenia pada kriteria A. Kemudian, penderita juga menunjukkan

kepercayaan yang aneh maupun pengalaman/persepsi yang tidak biasa.

2.2.5 Penatalaksanaan

Fase pengobatan dan pemulihan skizofrenia (Ikawati, 2011) :

1. Terapi fase akut

Pada fase ini pasien memperlihatkan tanda psikotik yang

intensif.Terapi ini menggunakan obat dan dibutuhkan rawat inap.

Tujuan pengobatan ini untuk mengendalikan gejala psikotik sehingga

tidak membahayakan dirinya sendiri dan orang lain.

2. Terapi fase stabilisasi

Pada fase ini dubutuhkan pengobatan yang rutin untuk pemulihan yang

lebih stabil karena pasien masih memiliki tingkat kekambuhan yang

besar.

3. Terapi fase pemeliharaan

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

24

Harapan dari terapi pemeliharaan yaitu dapat mempertahankan

kesembuhan, mengontrol gejala, mengurangi resiko kekambuhan, dan

mengajarkan keterampilan untuk mandiri pada pasien.

Terapi untuk skizofrenia dibagi menjadi terapi non farmakologi dan terapi

farmakologi :

1. Terapi Non Farmakologis

Intervensi psikososial ditujukan untuk memberikan dukungan

emosional pada pasien.Intervensi yang diberikan pasien berdasarkan

kebutuhan dan keparahan penyakit.

a. Program for Assertive Community Treatment (PACT)

Program ini dirancang khusus untuk pasien yang fungsi sosialnya

buruk dan bertujuan untuk mencegah kekambuhan dan

memaksimalkan fungsi sosial dan pekerjaan. Unsur-unsur pada

PACT adalah menekankan pada kemampuan pasien untuk

beradaptasi dengan masyarakat, penyediaan dukungan, layanan

konsultasi untuk pasien dan memastikan pasien berada tetap berada

dalam program perawatan.Dari beberapa penelitian membuktikan

PACT efektif untuk memperbaiki gejala, mengurangi masa

perawatan di rumah sakit dan memperbaiki kondisi kehidupan

pasien secara umum.

b. Intervensi Keluarga

Keluarga merupakan bagian yang sangat penting dalam merawat

penderita dengan gangguan jiwa (Cheryl dkk, 2016). Vander

(2012) mengatakan pasien skizofrenia sangat membutuhkan

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

25

perawatan oleh keluarga dengan baik untuk membantu proses

penyembuhan pasien. Keluarga harus dilibatkan dalam proses

penyembuhan pasien. Anggota keluarga diharapkan dapat

berkontribusi untuk perawatan pasien dan memerlukan pendidikan,

bimbingan dan dukungan serta pelatihan membantu

mengoptimalkan peran keluarga.Karena jika keluarga tidak mampu

mampu merawat pasien dengan baik maka kemungkinan besar

dapat terjadi kekambuhan pada pasien.

c. Terapi perilaku kognitif

Dalam terapi ini dilakukan koreksi atau modifikasi terhadap

keyakinan dan menormalkan pengalaman psikotik pasien.Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif efektif

dalam mengurangi frekuensi dan keparahan gejala.CBT (Cognitive

Behaviour Therapy) membantu individu untuk berkembang dengan

meningkatkan keterampilan dalam mekanisme koping menurunkan

kecemasan dan meningkatkan harga diri (Wheeler, 2008 dalam

Caturini 2014).

d. Pelatihan keterampilan sosial

Terapi ini merupakan kegiatan pembelajaran untuk memenuhi

tuntutan interpersonal, perawatan diri dan menghadapi tuntutan

masyarakat. Tujuannya yaitu untuk memperbaiki fungsi sosial pada

pasien.Kader kesehatan dan tokoh masyarakat memiliki peranan

penting dalam mensosialisasikan kesehatan jiwa, hal ini

dikarenakan kader merupakan ujung tombak untuk melakukan

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

26

pelaporan sekaligus penanganan dan tindak lanjut masalah

kejiwaan yang ada dilingkungan (Kancee, 2010).Sedangkan terapi

suportif merupakan alternatif pilihan terapi yang ditujukan untuk

meningkatkan keluarga menjadi support system.

e. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

Dalam sebuah kajian sistematik menyatakan bahwa penggunaan

ECT dan kombinasi dengan obat-obat antipsikotik dapat

dipertimbangkan sebagai pilihan bagi penderita skizofrenia

terutama jika menginginkan perbaikan umum dan pengurangan

gejala yang cepat (American Psychiatric Assosiated, 2013).

2. Terapi Farmakologi

Secara umum, terapi penderita skizofrenia dibagi menjadi tiga tahap

yakni terapi akut, terapi stabilisasi dan terapi pemeliharaan. Terapi

akut dilakukan pada tujuh hari pertama dengan tujuan mengurangi

agitasi, agresi, ansietas, dll. Benzodiazepin terapi stabilisasi dimulai

pada minggu kedua atau ketiga.Terapi stabilisasi bertujuan untuk

meningkatkan sosialisasi serta perbaikan kebiasaaan dan perasaan.

Terapi pemeliharaan bertujuan untuk mencegah kekambuhan.Dosis

pada terapi pemeliharaan dapat diberikan setengah dosis akut.

Klozapin merupakan antipsikotik yang hanya digunakan apabila

pasien mengalami resistensi terhadap antipsikotik yang lain (Crismon

dkk., 2008).

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

27

2.3 Konsep Harga Diri Rendah

2.3.1 Pengertian Harga Diri Rendah

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah

diri akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan

diri.Harga diri rendah dibagi menjadi harga diri rendah situasional dan

harga diri rendah kronik. Harga diri rendah situasional yaitu munculnya

persepsi negatif tentang makna diri sebagai respons terhadap situasi saat

ini.Sedangkan, harga diri rendah kronik merupakan evaluasi diri atau

perasaan negatif tentang diri sendiri atau kemampuan diri dalam waktu

lama yang dapat mengganggu kesehatan (Herdman, 2015).Harga diri

rendah dapat disebabkan karena penilaian internal maupun penilaian

eksternal yang negatif.Penilaian internal adalah penilaian dari individu itu

sendiri, sedangkan penilaian eksternal merupakan penilaian dari luar

individu (orang tua, saudara dan lingkungan) yang sangat mempengaruhi

penilaian individu terhadap dirinya (Nurhalimah, 2016).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah kronik adalah perasaan

tidak berharga yang berkepanjangan akibat dari evaluasi negatif terhadap

diri sendiri dan kemampuan diri, harga diri rendah dapat juga terjadi akibat

penilaian eksternal yang negatif.

2.3.2 Batasan Karakteristik Harga Diri Rendah

1. Harga diri rendah situasional

a. Meremehkan kemampuan menghadapi situasi

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

28

b. Perilaku tidak asertif

c. Perilaku tidak selaras dengan nilai

d. Tanpa tujuan

e. Tantangan situasi terhadap harga diri

f. Tidak berdaya

g. Ungkapan negatif tentang diri

2. Harga diri rendah kronis

a. Bergantung pada pendapat orang lain

b. Ekspresi rasa bersalah

c. Ekspresi rasa malu

d. Enggan mencoba hal baru

e. Kegagalan hidup berulang

f. Kontak mata kurang

g. Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri

h. Menolak balik umpan positif tentang diri sendiri

i. Meremehkan kemampuan mengatasi situasi

j. Pasif

k. Perilaku bimbang

l. Perilaku tidak asertif

m. Secara berlebihan mencari penguatan

n. Sering kali mencari penegasan

2.3.3 Faktor yang Berhubungan dengan Harga Diri Rendah

1. Harga diri rendah situasional

a. Gangguan citra tubuh

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

29

b. Gangguan fungsi

c. Gangguan peran sosial

d. Ketidakadekuatan pemahaman

e. Perilaku tidak konsisten dengan nilai

f. Pola kegagalan

g. Riwayat kehilangan

h. Riwayat penolakan

i. Transisi perkembangan

2. Harga diri rendah kronis

a. Gangguan psikiatri

b. Kegagalan berulang

c. Ketidaksesuaian budaya

d. Ketidaksesuaian sosial

e. Koping terhadap kehilangan tidak efektif

f. Kurang kasih sayang

g. Kurang keanggotaan dalam kelompok

h. Kurang respek dari orang lain

i. Merasa afek tidak sesuai

j. Merasa persetujuan orang lain tidak cukup

k. Penguatan negatif berulang

l. Terpapar peristiwa traumatik

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

30

2.3.4 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah

Harga diri rendah kronis merupakan lanjutan dari gangguan pada diri klien

yang terjadi akibat harga diri rendah situasional yang tidak terselesaikan

atau ketidakadaan feed back (umpan balik) yang positif dari lingkungan

terhadap perilaku klien sebelumnya. Respon negatif dari lingkungan juga

memiliki peran terhadap gangguan harga diri rendah kronis.Pada awalnya

klien dihadapkan dengan stresor (krisis) dan berusaha untuk

menyelesaikannya tetapi tidak tuntas. Ketidaktuntasan itu menimbulkan

evaluasi diri bahwa ia tidak mampu atau gagal menjalankan peran dan

fungsinya. Evaluasi diri yang negatif karena merasa gagal merupakan

gangguan harga diri rendah situasional yang berlanjut menjadi harga diri

rendah kronis akibat tidak adanya respon positif dari lingkungan pada

klien (Sutejo, 2019).

2.3.5 Faktor Penyebab Harga Diri Rendah

1. Faktor Predisposisi

Gangguan konsep diri harga diri rendah kronis dipengaruhi oleh

beberapa fackor predisposisi, seperti faktor biologis, psikologis, sosial

dan kultural.

a. Faktor Biologis

Dari faktor biologis, gangguan harga diri rendah kronis biasanya

terjadi karena adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi

kerja hormon secara umum. Karena hal itu keseimbangan

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

31

neurotransmiter di otak dapat terganggu, seperti penurunan kadar

serotonin yang dapat menyebabkan klien mengalami depresi.

Kecenderungan gangguan harga diri rendah pada penderita depresi

semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran yang negatif

dan ketidakberdayaan.Struktur otak yang mungkin mengalami

gangguan pada harga diri rendah kronis yaitu sistem limbik (pusat

emosi), hipotalamus yang mengatur mood, dan motivasi thalamus

sebagai sistem pengatur arus informasi sensori yang berhubungan

dengan perasaan, dan amigdala yang berhubungan dengan emosi

(Sutejo, 2019).Faktor hereditas (keturunan) yaitu adanya riwayat

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.Selain itu adanya

riwayat penyakit kronis dan trauma kepala dapat menjadi salah satu

faktor penyebab gangguan jiwa (Nurhalimah, 2016).

b. Faktor Psikologis

Dari faktor psikologis, harga diri rendah kronis berhubungan

dengan pola asuh dan kemampuan individu dalam menjalankan

peran dan fungsi. Hal-hal lain yang dapat menyebabkan harga diri

rendah kronis diantaranya adanya penolakan dari orang tua,

harapan orang tua yang tidak realistis, ketidakpercayaan orang tua

terhadap anak, tekanan dari teman sebaya, peran yang tidak sesuai

dengan jenis kelamin, serta peran dalam pekerjaan (Sutejo, 2019)

c. Faktor Sosial dan Kultural

Pengaruh sosial yang dapat menimbulkan harga diri rendah yaitu

adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

32

ekonomi rendah, pendidikan yang rendah dan adanya riwayat

penolakan lingkungan pada masa pertumbuhan dan perkembangan

anak (Nurhalimah, 2016)

2. Faktor Presipitasi

Menurut Nurhalimah (2016) Faktor Presipitasi yang dapat

menimbulkan harga diri rendah adalah:

a. Riwayat trauma, contohnya seperti pengalaman psikososial yang

tidak menyenangkan, penganiayaan seksual, menjadi korban,

pelaku, maupun saksi dari perilaku kekerasan.

b. Ketegangan peran

1) Transisi peran perkembangan yaitu perubahan normatif yang

berkaitan dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-

kanak.

2) Transisi peran situasi yaitu terjadi dengan bertambahnya atau

berkurangnya keluarga melalui kelahiran atau kematian.

3) Transisi peran sehat-sakit yaitu akibat pergeseran dari kondisi

sehat kesakit. Hal ini dapat ditimbulkan karena kehilangan

salah satu anggota tubuh, perubahan ukuran, bentuk,

penampilan atau fungsi tubuh. Atau perubahan fisik yang

berhubungan dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis

dan keperawatan.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

33

2.3.6 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah

Manifestasi yang biasanya muncul pada klien skizofrenia dengan

masalah harga diri rendah, menurut Nurhalimah (2016) :

1. Data Subjektif

a. Pasien mengungkapkan hal negatif terhadap diri sendiri dan orang

lain.

b. Pasien mengungkapkan perasaan tidak mampu.

c. Pasien mengungkapkan pandangan hidup yang pesimis.

d. Pasien mengungkapkan penolakan terhadap kemampuan diri

e. Pasien mengungkapkan evaluasi diri tidak mampu mengatasi

situasi.

2. Data Objektif

a. Adanya penurunan produktivitas.

b. Pasien cenderung tidak berani menatap lawan bicaranya.

c. Pasien lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi dengan

orang lain.

d. Berbicara lambat dengan nada suara lemah.

e. Bimbang, menunjukkan perilaku non-asertif.

f. Mengekspresikan diri tidak berdaya dan tidak berguna.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

34

2.3.7 Rentang Respon Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi

diri positf rendah identitas

Gambar 2.1 Rentang Respon Konsep Diri: Harga Diri Rendah (Sumber:

Stuart, 2013)

Keterangan:

1. Aktualisasi diri, merupakan pernyataan tentang konsep diri yang

positif yang dilatar belakangi dengan adanya pengalaman yang

nyata, sukses dan diterima.

2. Konsep diri positif, merupakan kondisi individu yang memiliki

pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri.

3. Harga diri rendah, merupakan transisi atau peralihan dari respon

konsep diri adaptif dengan respon konsep diri maladaptif.

4. Kerancuan identitas, merupakan kegagalan individu dalam

mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam

kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang

harmonis.

5. Depersonalisasi, yaitu perasaan yang tidak realistis dan merasa asing

dengan diri sendiri yang berkaitan dengan ansietas, kepanikan serta

tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

35

2.3.8 Pohon Masalah

Koping Individu tidak efektif

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah Kronis

Ketidak-mampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan

Kurangnya pengetahuan dalam melaksanakan 5 fungsi tugas pokok keluarga :

1. Kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan.

2. Kemampuan keluarga membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

3. Kemampuan keluarga memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

4. Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

5. Kemampuan keluarga merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat.

Ketidak-mampuan keluarga membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

Ketidak-mampuan keluarga memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

Ketidak-mampuan keluarga memodifika-si lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

Ketidak-mampuan keluarga merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

36

Gambar 2.2 Pohon Masalah Harga Diri Rendah Kronis pada Keluarga

2.4 Konsep Pemberdayaan Keluarga & Masyarakat

2.4.1 Pemberdayaan Keluarga

Pemberdayaan keluarga menurut Friedman (2010) adalah intervensi yang

bersifat pemberian solusi, pemecahan masalah, dan pemberian informasi

yang spesifik. Pemberian informasi terkait masalah yang dihadapi keluarga

dapat meningkatkan koping keluarga. Penelitian oleh Barnett menyebutkan

bahwa program yang berfokus pada pemberian informasi pada keluarga

berkaitan dengan penyakit krons dalam keluarga dapat memperlihatkan

perbaikan dalam penatalaksanaan penyakit dan perawatan.

Pemberdayaan keluarga dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam

mengambil keputusan dengan penyedia pelayanan kesehatan dalam

meningkatkan kenyamanan pada keluarga dengan anggota keluarga yang

mengalami penyakit kronis (Friedman 2010). Robinson (1995, dalam

Ardian 2013) menjelaskan bahwa intervensi pemberdayaan yang

dilakukan pada keluarga dengan penyakit kronis adalah dengan menjadi

pendengar yang baik, penuh kasih sayang, tidak menghakimi, kolaborator,

memotivasi munculnya kekuatan keluarga, partisipasi keluarga dan

keterlibatan dalam proses perubahan dan penyembuhan penyakit.

Pemberdayaan keluarga dalam mendukung kesembuhan orang dengan

gangguan jiwa menjadi sangat penting untuk diwujudkan. Salah satu

bentuk pemberdayaan keluarga adalah memberikan psikoedukasi yang

bertujuan untuk memberikan informasi pada keluarga untuk meningkatkan

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

37

keterampilan mereka dalam merawat anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa. Diharapkan keluarga akan mempunyai koping yang positif

terhadap stress dan beban yang dialaminya ketika sudah dibekali informasi

tentang perawatan ODGJ yang memadai (Goldenberg &Goldenberg, 2004;

Lefley, 2009; Lucksted, Downing, McFarlane, 2012).

2.4.2 Pemberdayaan Masyarakat (Kader Kesehatan Jiwa)

Pemberdayaan masyarakat dalam keperawatan kesehatan jiwa

diwujudkan dengan dikembangkannya model Community Mental Health

Nursing (CMHN). CMHN/Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas

(KKJK) yang merupakan salah satu upaya yang digunakan untuk

membantu masyarakat menyelesaikan masalah-masalah kesehatan jiwa.

Pemberdayaan masyarakat merupakan proses pengembangan potensi

pengetahuan maupun keterampilan masyarakat agar mampu mengontrol

diri dan terlibat dalam pemenuhan kebutuhan mereka sendiri (Helvi, 1998;

Keliat, 2011). Manajemen pemberdayaan masyarakat dalam hal ini adalah

kader kesehatan jiwa (KKJ) (Marliana, 2013).

Kader adalah setiap orangyang dipilih oleh masyarakat dan dilatih

untuk menangani masalah-masalah kesehatan perorangan atau masyarakat

serta bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat

pemberi pelayanan kesehatan (Pemenkes RI No.25 tahun 2014). Peran

kader kesehatan jiwa berperan serta dalam meningkatkan, memelihara dan

mempertahankan kesehatan jiwamasyarakat (Keliat dkk, 2011). Kader

kesehatan dan tokoh masyarakat memiliki peranan penting dalam

mensosialisasikan kesehatan jiwa, hal ini dikarenakan kader merupakan

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

38

ujung tombak untuk melakukan pelaporan sekaligus penanganan dan

tindak lanjut masalah kejiwaan yang ada dilingkungan (Kancee, 2010).

2.5 Konsep Psikoedukasi Keluarga

2.5.1 Pengertian Psikoedukasi Keluarga

Psikoedukasi merupakan komponen yang penting dari penanganan

gangguan medis dan kejiwaan, terutama gangguan mental yang

berhubungan dengan kurangnya wawasan. Konten dari psikoedukasi

adalah etiologi dari suatu penyakit, proses terapi, efek samping dari obat,

strategi koping, edukasi keluarga, dan pelatihan keterampilan hidup

(Ekhtiari et al., 2017).Psikoedukasi adalah metode edukatif yang ditujukan

untuk memberikan informasi dan pelatihan yang diperlukan keluarga

dengan bekerjasama dengan tenaga kesehatan sebagai bagian dari

keseluruhan rencana perawatan klinis untuk kesehatan anggota keluarga

(Bhattacharjee, dkk., 2011). Selain itu Psikoedukasi juga diartikan sebagai

sebuah edukasi atau pelatihan yang dilakukan dengan tujuan untuk

melakukan perawatan dan rehabilitasi (Bordbar & Faridhosseini, 2012).

Psikoedukasi keluarga adalah salah satu elemen program perawatan

kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi

melalui komunikasi. (Stuart & Laraia, 2015). Kartikasari dkk (2017)

mengatakan terapi psikoedukasi keluarga mudah dipelajari dan digunakan

oleh caregiver dan juga tidak menimbulkan efek negatif pada klien

skizofrenia. Pemberian FPE (Family Psychoeducation) bahwa pada

prinsipnya terapi psikoedukasi dapat membantu keluarga dalam

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

39

meningkatkan pengetahuan tentang suatu penyakit melalui pemberian

informasi dan pendidikan yang mendukung pengobatan pada klien

(Carson, 2000 dalam Herminsih 2017).

2.5.2 Tujuan Psikoedukasi Keluarga

Tujuan umum terapi psikoedukasi keluarga adalah untuk saling bertukar

informasi mengenai perawatan kesehatan mental akibat penyakit yang

dialami, membantu anggota keluarga mengerti mengenai penyakit

(Vrcarolis, 2006 dalam Gusdiansyah 2016). Sedangkan menurut

Miklowitz (1998, dalam Gusdiansyah 2016) psikoedukasi keluarga

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit,

memberikan support kepada keluarga, dan keluarga dapat

mengekspresikan beban yang dirasakan dalam merawat anggota keluarga

yang sakit untuk jangka perawatan yang lama.

Tujuan terapi psikoedukasi keluarga menurut Levine (2002, dalam

Gusdiansyah 2016) yaitu untuk menurunkan intensitas emosi dalam

keluarga sampai pada tingkat yang terendah dan memberikan perasaan

sejahterah atau kesehatan mental pada keluarga. Tujuan khusus dari terapi

psikoedukasi untuk meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang

penyakit dan pengobatan, memberikan dukungan kepada keluarga,

mengembalikan fungsi pasien dan keluarga dan melatih keluarga untuk

bisa mengungkapkan perasaan (Miklowitz 1998, dalam Gusdiansyah

2016).

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

40

2.5.3 Tindakan Psikoedukasi Keluarga

Menurut Tim Keperawatan Jiwa Universitas Indonesia (2014) Tindakan

keperawatan spesialis kepada keluarga, yaitu terapi psikoedukasi yang

terdiri dari 5 sesi, setiap sesi dilaksanakan dalam waktu 40-60 menit:

1. Sesi I : Mengenal masalah kesehatan keluarga

Pada sesi I keluarga dilatih untuk mengenal masalah yang dihadapi

dalam merawat anggota keluarga yang sakit dan hal ini berhubungan

dengan kondisi kesehatan dirinya maupun pelaksanaan kegiatan harian

yang lain.

2. Sesi II : Kemampuan merawat klien

Pada sesi ini membahas mengenai cara merawat anggota keluarga yang

mengalami masalah kesehatan baik penyakit fisik maupun penyakit

jiwa sehingga keluarga mempunyai pemahaman yang baik tentang

penyakit dan mampu mempraktikkan cara merawat anggota keluarga.

3. Sesi III : Kemampuan merawat diri sendiri

Sesi ini membahas tentang cara merawat keluarga yang memiliki klien

gangguan jiwa, perawat atau terapis akan mengajarkan cara mengatasi

kecemasan, kekhawatiran yang dialami keluarga ketika merawat

anggota keluarganya yang sakit. Latihan mengenal kecemasan yang

dialami keluarga dan latihan cara mengatasi kecemasan yang dialami

dilakukan sebanyak 3-4 kali.

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

41

4. Sesi IV : Kemampuan manajemen beban dalam keluarga

Pada sesi ini membahas tentang beban yang dialami keluarga ketika

merawat anggota keluarga yang sakit dan akan dilatih cara mengatur

dan mengelola beban yang dialami keluarga.

5. Sesi V : Kemampuan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan

Sesi ini perawat atau terapis akan membantu keluarga mengidentifikasi

atau mengenalkan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dapat

digunakan untuk merawat anggota keluarga yang sakit.

2.6 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.6.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan menurut Aisyah (2010) adalah suatu proses

pembelajaran yang dilakukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat

yang dilakukan untuk merubah perilaku yang tidak sehat ke pola yang

lebih sehat. Proses pendidikan kesehatan ini melibatkan beberapa

komponen, antara lain menggunakan strategi belajar mengajar,

mempertahankan keputusan untuk membuat perubahan tindakan/perilaku,

dan pendidikan kesehatan berfokus kepada perubahan perilaku untuk

meningkatkan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang akan diberikan

kepada responden merupakan harapan perilaku yang spesifik dan

berpengaruh terhadap kognitif responden. Perilaku yang spesifik adalah

pemahaman terhadap tindakan, upaya pencegahan, pemahaman terhadap

efektifitas, dan pengaruh terhadap aktivitas (Purnamasari, 2012).

Pendidikan kesehatan perlu terus diberikan bagi keluarga sebagai upaya

pemerintah dalam penanganan gangguan jiwa (Taty Hernawaty dkk, 2018)

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

42

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan pada Keluarga dengan Masalah Harga

Diri Rendah Kronis

Proses keperawatan adalah metode pemberian asuhan keperawatan yang

dilakukan secara sistematis, teratur dan berkelanjutan untuk membantu klien

dalam mengatasi masalah keperawatan yang dihadapinya melalui serangkaian

intervensi berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Proses tersebut meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, tindakan dan evaluasi

(Olfah, 2016)

2.7.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, tahap ini

merupakan dasar dalam mengidentifikasi kebutuhan keperawatan klien.

Pengkajian yang sistematis dengan pengumpulan data dan di evaluasi

untuk mengetahui status kesehatan klien. Pengkajian yang akurat,

sistematis dan kontinu akan membantu menentukan tahapan selanjutnya

dalam proses keperawatan (Olfah, 2016).

Pengkajian pada Asuhan Keperawatan Keluarga menurut Andarmoyo,

2012 :

1. Identitas Umum Keluarga

a. Identitas Kepala keluarga

Meliputi nama kepala keluarga sebagai penanggung jawab penuh

terhadap keberlangsungan keluarga. Alamat dan telepon untuk

memudahkan dalam pemberian asuhan keperawatan.Pekerjaan dan

pendidikan kepala keluarga sebagai dasar menentukan tindakan

keperawatan selanjunjutnya.

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

43

b. Komposisi Keluarga

Semua anggota keluarga dimasukkan ke data, dituliskan hubungan

anggota keluarga dengan pasien, umur masing – masing anggota

keluarga, pendidikan dan pekerjaan, dan status kesehatan anggota

keluarga.Cara penulisan dalam asuhan keperawatan orang yang

sudah dewasa (orang tua) dicatat terlebih dahulu lalu diikuti

dengan anak-anak.

c. Genogram

Genogram merupakan pohon keluarga dimana sebagai alat

pengkajian untuk mengetahui riwayat keluarga.Genogram memuat

informasi tentang tiga generasi keluarga meliputi keluarga inti dan

keluarga asal masing-masing orangtua.

d. Tipe Keluarga

Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga dan kendala atau

masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

e. Suku Bangsa

Suku dan adat istiadat mempengaruhi keluarga dalam menyikapi

suatu masalah terutama kesehatan.

f. Agama dan Kepercayaan

Mengkaji agama dan kepercayaan keluarga yang dapat

mempengaruhi kesehatan.

g. Status sosial ekonomi keluarga

Ditentukan oleh pendapatan per bulan yang diperoleh dari kepala

keluarga maupun dari anggota keluarga lainnya, dan kebutuhan-

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

44

kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga dalam satu bulan serta

barang-barang yang dimiliki keluarga.Dari pendapatan yang

diperoleh apakan mencukupi kebutuhan keluarga dan dapat

menyisihkan uang untuk ditabung.

h. Aktivitas rekreasi keluarga

Hal yang dilakukan oleh keluarga dan penderita saat dirumah dan

di luar rumah jika ada waktu luang. Misalnya seperti rekreasi ke

suatu tempat, menonton TV, mendengarkan radio, membaca koran.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a. Tahap perkembangan keluarga saat ini

Ditentukan dengan usia atau perkembangan anak tertua dari

keluarga inti.

b. Riwayat keluarga inti

Menjelaskan riwayat keluarga inti mulai lahir hingga saat ini

meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-

masing anggota keluarga, status imunisasi, sumber pelayanan

kesehatan yang biasa digunakan keluarga, pengalaman tehadap

pelayanan kesehatan dan tindakan yang telah dilakukan berkaitan

dengan kesehatan.

3. Lingkungan

a. Karakteristik Rumah

Gambaran tipe tempat tinggal (rumah, sewa kamar, apartemen dll)

dan kepemilikan hak rumah . Perincian denah rumah termasuk

bangun, ukuran, atap, ventilasi, jendela, pintu, apakah lantai,

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

45

tangga dan susunan bangunan yang lain dalam kondisi yang

adekuat. Pada bagian dapur bagaimana suplai air minum dan

penggunaan alat-alat untuk memasak.Untuk kamar mandi

bagaimana sanitasi air dan fasilitas toilet. Mengamati keadaan

rumah apakah rumah klien bersih apa tidak, kebiasaan keluarga

dalam merawat rumah dan kepuasaan keluarga terhadap

rumah/lingkungan.

b. Karakteristik tetangga komunitas

Tipe lingkungan/komunitas keluarga (desa, kota, subkota). Adat

istiadat komunitas setempat serta pola pergaulan keluarga dapat

memicu terjadinya penyebab penyakit dalam suatu komunitas.

c. Mobilitas geografis keluarga

Ditentukan dengan kebiasaan berpindah-pindah tempat tinggal,

berapa lama keluarga tinggal di daerah ini juga perlu dikaji.

4. Struktur keluarga

a. Pola/cara komunikasi keluarga

Dilihat dari cara keluarga dalam berkomunikasi apakah saling

terbuka dan saling membantu, bahasa apa yang digunakan dalam

keluarga. Frekuensi dan kualitas komunikasi yang belangsung

dalam keluarga.

b. Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga dalam mengendalikan dan

memengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku. Hal yang perlu

dikaji siapa yang membuat keputusan keluarga, siapa yang

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

46

mengelola keuangan dalam keluarga. Saat terjadi masalah apakah

masalah diselesaikan dengan cara bermusyawarah atau tidak.

c. Struktur Peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik

secara formal dan informal.

d. Nilai atau norma keluarga

Nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan

dengan kesehatan.

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi afektif dan koping; apakah keluarga mampu memberikan

kenyamanan emosional, dan mempertahankan saat terjadi stres.

b. Fungsi sosialisasi; bagaimana kerukunan hidup, interaksi dan

hubungan dalam keluarga dan bagaimana partisipasi keluarga

dalam kegiatan sosial.

c. Fungsi reproduksi; apakah keluarga memiliki perencanaan jumlah

anak, apakah keluarga melakukan program KB.

d. Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota

keluarga dan kepentingan di masyarakat.

e. Fungsi pemeliharaan kesehatan; apakah keluarga dapat

memberikan keamanan dan kenyamanan lingkungan yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat juga

penyembuhan dari sakit.

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

47

6. Stress dan Koping Keluarga

Kemampuan keluarga dalam mengenali stressor jangka pendek (< 6

bulan) dan jangka panjang (> 6 bulan), apakah keluarga mampu

mengatasi ketegangan dan stressor biasa dalam kehidupan sehari-hari

dan bagaimana upaya keluarga dalam mengatasi masalah.

7. Gizi Keluarga

Menyangkut pemenuhan nutrisi yang bergizi pada keluarga dan upaya

lain dalam meningkatkan gizi.

8. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan secara head to toepada klien dan juga seluruh anggota

keluarga.

9. Status Mental

a. Faktor Predisposisi

Adanya penolakan, kurang penghargaan, pola asuh yang

overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu

dituntun. Adanya persaingan antar keluarga, kesalahan dan

kegagalan berulang, tidak mampu mencapai standar (Yusuf, 2015)

b. Faktor Presipitasi

Adanya trauma, ketegangan peran, transisi peran perkembangan,

transisi peran situasi, transisi peran sehat-sakit (Yusuf, 2015).

c. Perilaku

Mengkritik diri sendiri atau orang lain. Produktivitas menurun,

gangguan berhubungan, merasa diri paling penting, destruktif pada

diri sendiri dan orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

48

dan khawatir, mudah tersinggung atau marah, perasaan negatif

terhadap tubuh, ketegangan peran, pesimis menghadapi hidup,

keluhan fisik, penolakan kemampuan diri, pandangan hidup

bertentangan, menarik diri secara sosial dan realita,

penyalahgunaan obat (Yusuf, 2015). Klien menghindari orang lain,

menunduk, bergerak lamban, bicara pelan, kurangnya kontak mata

(Sutejo, 2019)

d. Faktor Afektif

Klien merasa malu, sedih, tidak berguna dan murung (Sutejo,

2019).

e. Faktor Fisiologis

Klien dapat mengalami sulit tidur, penurunan nafsu makan, klien

merasa lemas, pusing dan mual (Sutejo, 2019).

f. Faktor Sosial

Klien lebih senang menyendiri, klien membatasi interaksi dengan

orang lain, klien cenderung lebih banyak diam (Sutejo, 2019).

g. Mekanisme Koping

1) Pertahanan Jangka Pendek

Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementaradari krisis

seperti menonton terus menerus dan menggunakan obat-

obatan.Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti

sementara untuk klien, seperti ikut kegiatan sosial. Aktivitas

sementara yang dapat menguatkan perasaan klien seperti

pencapaian akademik (Yusuf, 2015).

Page 44: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

49

2) Pertahanan Jangka Panjang

Penutupan identitas dengan adopsi identitas prematur yang

diinginkan oleh orang yang penting bagi klien tanpa

memperhatikan keinginan dan potensi dirinya.Identitas negatif

yaitu asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapatditerima

oleh nilai-nilai harapan masyarakat (Yusuf, 2015).

3) Mekanisme pertahanan ego.

Fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, displacement, marah atau

amuk pada diri sendiri (Yusuf, 2015).

Page 45: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

50

2.7.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap selanjutnya setelah proses

pengkajian. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan

rencana tindakan asuhan keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah

keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai

akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau

potensial dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah (Olfah, 2016)

Dalam penentuan diagnosa keperawatan keluarga meliputi 5 tugas

pokok keluarga menurut Bailon dan Maglaya (2009) yaitu:

1. Ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan.

2. Ketidakmampuan keluarga membuat keputusan tindakan kesehatan

yang tepat.

3. Ketidakmampuan keluarga memberi perawatan pada anggota

keluarga yang sakit.

4. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan atau

menciptakan suasana rumah yang sehat.

5. Ketidakmampuan keluarga merujuk pada fasilitas kesehatan

masyarakat.

Diagnosa keperawatan keluarga yang muncul adalah gangguan

konsep diri: harga diri rendah kronis berhubungan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam memberi perawatan pada anggota

keluarga yang sakit.

Page 46: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

51

2.7.3 Skala Prioritas Masalah

Prioritas didasarkan pada diagnosa keperawatan yang mempunyai skor

tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor rendah.

Scoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah

dari satu proses scoring menggunakan skala yang telah dirumuskan

Tabel 2.2 Skala Prioritas Masalah

No. Kriteria Komponen Skor Bobot

1 Sifat Masalah Ancaman Tidak/Kurang sehat Krisis

2 3 1

1

2 Kemungkinan Masalah Untuk Dipecahkan

Mudah Sebagian Tidak dapat

2 1 0

2

3 Potensi Masalah Untuk Dicegah

Tinggi Cukup Rendah

3 2 1

1

4 Menonjolnya Masalah

Segera diatasi Tidak perlu diatasi Tidak dirasakan adanya masalah

2 1 0 1

Sumber: Effendy, 2012

Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan:

1. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh perawat.

2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot.

3. Jumlahkan skor untuksemua kriteria.

4. Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5).

Page 47: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

52

2.7.4 Intervensi

Perencanaan keperawatan adalah kegiatan penentuan langka-langkah

untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksipemecahan masalah dan

prioritasnya, perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan

keperawatan terhadap klien berdasarkan anlisa data dan diagnosa

keperawatan (Olfah, 2016)

Intervensi keperawatan pada keluarga untuk masalah harga diri rendah

kronis menurut Yusuf (2015):

1. Tujuan

a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan

yang dimiliki oleh pasien.

b. Keluarga mampu memfasilitasi aktivitas pasien yang sesuai dengan

kemampuan pasien.

c. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan seusai

dengan latihan yang dilakukan.

d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan

pasien.

2. Tindakan Keperawatan

a. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki oleh

pasien.

b. Latih keluarga cara merawat pasien harga diri rendah kronis dan

memotivasi pasien agar menunjukkan kemampuan yang dimiliki,

c. Ajarkan pada keluarga cara mengamati perkembangan perubahan

perilaku pasien dengan membuat jadwal kegiatan harian pasien.

Page 48: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

53

Intervensi yang dapat diberikan kepada keluarga dengan anggota

keluarga penderita skizofrenia dengan masalah harga diri rendah kronis

yaitu pemberdayaan keluarga, psikoedukasi keluarga, pemberian

pendidikan kesehatan, pemberdayaan kader kesehatan juga dapat

digunakan untuk memaksimalkan perawatan pada pasien harga diri rendah

kronis. Pemberian intervensi pemberdayaan keluarga & kader kesehatan,

psikoedukasi keluarga dan pendidikan kesehatan tentang meningkatkan

kemampuan merawat pasien skizofrenia dengan harga diri rendah telah

diuji keefektifannya dalam beberapa penelitian ilmiah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Analisis Jurnal Ilmiah

Reference Objectif Studi

design Population Result country

Jurnal title: Pemberdayaan Keluarga dan Kader Kesehatan Jiwa Dalam Penanganan Pasien Harga Diri Rendah Kronik dengan Pendekatan Model Precede L. Green Di RW 06, 07 dan 10 Tanah Baru Bogor Utara Author: Desi Pramujiwati, Budi Anna Keliat, dan Ice Yulia Wardani

Karya ilmiah akhir ini bertujuan menjelaskan hasil asuhan keperawat-an spesialis jiwa pada pasien harga diri rendah kronik yang diberikan CBT, FPE dan terapi suportif

Metode yang digunakan adalah serial studi kasus

Responden pada peneliatin ini yaitu 16 pasien harga diri rendah kronik, 8 keluarga, dan 22 kader aktif berpartisi-pasi dalam pelaksanaan tindakan keperawat-an

Hasil asuhan keperawat-an menunjuk-kan penurunan tanda dan gejala harga diri rendah kronik disertai peningkatan kemampuan pasien lebih tinggi pada kelompok pasien yang mendapat-kan CBT, FPE dan terapi suportif

Indonesia

Page 49: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

54

Volume in page number: Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 1, No.2, November 2013; 170-177

daripada kelompok yang mendapat-kan CBT dan FPE maupun

yang mendapat-kan CBT.

Jurnal title: Psikoedukasi Meningkatkan Peran Keluarga Dalam Merawat Klien Gangguan Jiwa Author: Masnaeni Ahmad, Zulhaini Sartika A. pulungan, Hardiyati Volume in page number: Jurnal Keperawatan Volume 11 No 3 September 2019; Hal 191-198

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh psikoedukasi terhadap peningkatan peran keluarga dalam klien gangguan jiwa di Kabupaten Mamuju

Penelitian ini menggunakan metode pra eksperi-men dengan desain pre-posttest without control group design.

Populasi dalam peneltian ini adalah caregiver yang mempunyai anggota keluarga gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Tampapada-ng, Kabupaten Mamuju. Dengan total sampel sebanyak 23 keluarga yaitu caregiver yang mempunyai anggota keluarga gangguan jiwa

Hasil dari penelitian ini menunjuk-kan ada penigkatan kemampuan kognitif keluarga setelah diberikan psikoeduka-si. Psikoedukasi meningkatkan peran keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa

Indonesia

Jurnal title: Pengaruh Pendidikan Kesehatan Keluarga Terhadap Kemampuan

Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan keluarga

Penelitian ini dengan desain quasi eksperi-men pendekat-

Populasi penelitian adalah seluruh keluarga dengan salah satu

Hasil penelitian ini yaitu Kemampu-an keluarga merawat klien HDR

Indonesia

Page 50: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

55

Keluarga Merawat Klien HDR di Kota Tasikmalaya Author: Ridwan Kustiawan Volume in page number: Buletin Media Informasi Vol 11, Edisi 1 Tahun 2015; Hal 60-66

terhadap kemampuan keluarga merawat klien HDR di Kota Tasikmalaya.

an pre post tes dengan grup kontrol.

anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dengan harga diri rendah di Kota Tasikmala-ya. Didapat sampel 25 kelompok intervensi dan 25 kelompok kontrol.

yang mendapat-kan pendidikan kesehatan keluarga lebih tinggi disbanding-kan dengan kelompok yang tidak mendapat-kan pendidikan kesehatan keluarga.

Hasil analisis penulis dari ketiga jurnal penelitian ilmiah diatas bahwa

psikoedukasi keluarga, pendidikan kesehatan keluarga dan pemberdayaan

keluarga disertai pemberdayaan kader kesehatan dapat meningkatkan

kemampuan keluarga dalam merawat pasien skizofrenia dengan masalah

harga diri rendah kronis.

Rasulullah SAW bersabda “sebaik-baiknya amal shalih adalah agar

engkau memasukan kegembiraan kepada saudaramu yang beriman” HR.

Ibnu Abu Dunya dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih

Jami’ush shaghir no.1096. Kesimpulan dari hadist tersebut yaitu umat

muslim dianjurkan untuk mendapingi dan menghibur saudaranya dalam

keadaan apapun terutama pada saat sakit.

Al-Qur’an sebagai rujukan menegaskan tentang percaya diri dengan jelas

dalam beberapa ayat yang mengindikasikan percaya diri yaitu dalam surah

Al-Imran ayat 139 yang berarti “Janganlah kamu bersikap lemah, dan

janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang

Page 51: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

56

paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. Dan

juga pada surah Fusshilat ayat 30 yang berarti “Sesungguhnya orang-

orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka

meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka

(dengan mangatakan): ‘janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu

merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang

telah dijanjikan Allah kepadamu”. Mengenal diri sendiri (Ma’rifatun-

nafsi) dengan ungkapan “barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia

mengenal Tuhannya” dapat disejajarkan dengan konsep diri yaitu

bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri. Khusnudzon atau

prasangka yang baik juga dapat disejajarkan dengan berpikir positif

Dalam ayat lain Allah memberikan gambaran tentang putus asa dalam

surah Yusuf ayat 87 yang berarti “Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka

carilah berita tentang Yusuf dan saudaranyadan jangan kamu berputus

asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa darirahmat

Allah, melainkan kaum yang kafir.”. Sesungguhnya agama Islam

memerintahkan kepada kita semua agar percaya diri dan tidak putus asa

dalam mencari rahmat dan hidayah Allah SWT. Manusia wajib ikhtiar

kepada Allah SWT karena semua masalah pasti ada jalan keluarnya.

Sesungguhnya kehidupan sesorang ditentukan oleh cara berfikirnya.

Apabila ia berfikir atau mempunyai gambaran sebagai orang yang penakut

dan pesimis, maka gambaran tersebut akan mempengaruhi seluruh potensi

dirinya sebagai orang yang penakut karena ketidakmampuan dan

ketidakyakinan orang tersebut dalam menghadapi masalah yang dialami.

Page 52: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

57

2.7.5 Implementasi

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan asuhan

keperawatan yang telah disusun perawat beserta keluarga dengan tujuan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan antara lain mencakup

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan

memfasilitasi koping (Nadirawati, 2018). Implementasi yang dilakukan

untuk keluarga dengan penderita harga diri rendah kronis yaitu dengan

mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di

rumah, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah,

menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,

mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan

memberi kesempatan pada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat

pasien. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan

masalah harga diri rendah langsung kepada pasien. Selanjutnya membuat

perencanaan kegiatan pasien sehari-hari bersama keluarga (Yusuf, 2019)

Tabel. 2.4 Strategi Pelaksanaan Keluarga pada Harga Diri Rendah Kronis

SP 1 Keluarga Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah kronis, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah kronis dan memberi kesempatan pada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah harga diri rendah kronis

SP 2 Keluarga Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah harga diri rendah kronis langsung pada pasien

SP 3 Keluarga Membuat kegiatan pasien sehari-hari bersama keluarga

Sumber: Yusuf, 2019

Page 53: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

58

2.7.6 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

berfungsi untuk mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan

tindakan keperawatan yang telah dilakukan apakah tujuan dari tindakan

keperawatan yang dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain

(Olfah,2016)

Perumusan evaluasi formatif meliputi 4 komponen yang dikenal dengan

istilah SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, dan Planning), yakni:

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan

apakah masalah tetap atau muncul masalah baru.

P : Perencanaan hasil dan analisa ulang data.

Evaluasi yang diharapkan pada keluarga dengan salah satu anggotanya

mengalami masalah harga diri rendah kronis yaitu keluarga mampu

membantu pasien dalam melakukan aktivitas, dan keluarga memberikan

pujian pada pasien terhadap kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas

(Yusuf 2015)

Page 54: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO

59

2.8 Hubungan Antar Konsep

Gambar 2.3 Hubungan antar konsep Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Keluarga Penderita Skizofrenia dengan masalah Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah Kronis

Ketidakmampuan keluarga dalam memberi perawatan padapenderita Skizofrenia dengan masalah Gangguan

Konsep Diri: Harga Diri Rendah Kronis

Asuhan Keperawatan Keluarga Penderita Skizofrenia dengan Harga Diri Rendah dengan Ketidakmampuan Keluarga dalam member perawatan pada

penderita Haarga Diri Rendah Kronis

Intervensi:

1. Berikan penyuluhan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR

2. Berikan penyuluhan dan mendemosntrasikan cara merawat pasien HDR

3. Melatih keluarga dalam merawat pasien HDR

4. Diskusi dengan keluarga untuk membuat kegiatan harian pasien HDR

Intervensi keluarga dari jurnal penelitian ilmiah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat penderita harga diri rendah kronis dari jurnal penelitian ilmiah yaitu dengan pemberdayaan keluarga disertai pemberdayaan kader kesehatan, psikoedukasi keluarga dan pendidikan kesehatan keluarga

Studi literatur dari sumber yang digunakan yaitu Google Scholar

Pengkajian keluarga penderita harga diri rendah kronis dengan ketidakmampuan keluarga dalam memberi perawatan pada penderita

Keluarga dengan salah satu anggota keluarga penderita skizofrenia dengan

masalah Harga diri rendah

Page 55: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - UMPO