5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Ginseng Jawa 2.1.1 Taksonomi Ginseng Jawa Divisi : Magnoliophyta Klas : Magnoliopsida Anak-klas : Caryophyllidae Bangsa : Caryophyllales Suku : Portulacaceae Marga : Talinum Jenis : Talinum triangulare (Jacq.) Willd. (UPT Materia Medika, 2016) 2.1.2 Morfologi Ginseng Jawa (Ekpo et al., 2012) Gambar 2.1 Talinum triangulare (Jacq.) Willd. Ginseng jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd. merupakan tumbuhan sukulen, yaitu tumbuhan yang memiliki habitat kering dan tidak dapat tumbuh besar. Tanaman ini tumbuh tegak mencapai ketinggian 30-100 cm. Tanaman ini memiliki daun panjang yang tebal
30
Embed
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daun Ginseng Jawa
2.1.1 Taksonomi Ginseng Jawa
Divisi : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Anak-klas : Caryophyllidae
Bangsa : Caryophyllales
Suku : Portulacaceae
Marga : Talinum
Jenis : Talinum triangulare (Jacq.) Willd.
(UPT Materia Medika, 2016)
2.1.2 Morfologi Ginseng Jawa
(Ekpo et al., 2012)
Gambar 2.1 Talinum triangulare (Jacq.) Willd.
Ginseng jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd. merupakan
tumbuhan sukulen, yaitu tumbuhan yang memiliki habitat kering dan
tidak dapat tumbuh besar. Tanaman ini tumbuh tegak mencapai
ketinggian 30-100 cm. Tanaman ini memiliki daun panjang yang tebal
6
dan kebanyakan berkumpul di bagian atas batang (gambar 2.1), batang
yang berwarna coklat kehijauan, dan bunga berwarna merah muda yang
mekar pada pagi hari (Department of Agriculture Regional Field,
2014). Tanaman ini sering disebut juga sebagai waterleaf karena kadar
air yang tinggi, yaitu 90,8 gram per 100 gram daun yang dimakan
(Fontem & Schippers, 2004).
2.1.3 Habitat dan Distribusi Tanaman Ginseng Jawa
Ginseng Jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd. merupakan
tanaman yang dapat tumbuh beradaptasi di banyak negara. Tanaman
ini paling cocok untuk ditanam di daerah tropis lembab seperti Afrika
Barat, Asia, dan Amerika Selatan (Ezekwe et al., 2002). Tanaman ini
juga dikenal dengan nama waterleaf, Philippine spinach, Ceylon
spinach, Florida spinach dan ginseng jawa (Fasuyi, 2007).
2.1.4 Penggunaan Daun Ginseng Jawa
Daun Ginseng Jawa umumnya dikonsumsi sebagai makanan baik di
olah maupun mentah. Daun ini juga biasanya ditambahkan dalam menu
makanan oleh Suku Sunda (Department of Agriculture Regional Field,
2014). Di Asia Tenggara, tumbuhan ini dijadikan tanaman hias dalam
pot maupun di taman. Beberapa penelitian menunjukan tanaman ini
memiliki manfaat pengobatan. Di Taiwan, Talinum triangulare (Jacq.)
Willd. digunakan dalam pengobatan dan pencegahan kanker (Liao et
al.,2015).
7
2.1.5 Kandungan Daun Ginseng Jawa
Daun ginseng jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd mengandung
karbohidrat, protien, lipid, asam amino, asam askorbat, kalium,
kalsium, magnesium, pektin, besi, natrium, beta karoten dan vitamin
Mensah et al (2008). Vitamin yang terkandung dalam Daun Ginseng
Jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd yaitu Thiamin, riboflavin,
niacin, vitamin c, dan tocopherol (Ogbonnaya & Chinedum, 2013).
Dalam penelitian Ogbonnaya & Chinedum (2013) juga dijelaskan
bahwa kandungan vitamin akan berkurang 13,19% dalam Daun
Ginseng Jawa apabila dimasak dibandingkan dengan mentahnya.
Selain kandungan nutrisi, daun ginseng jawa juga mengandung
antioksidan (Andarwulan et. Al., 2010). Ame dan Eze (2010)
melakukan penelitian untuk melihat kandungan antioksidan dalam daun
ginseng jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd ini secara fitokimia.
Kandungan flavonoid, tanin, dan saponin ditemukan pada ekstrak daun.
Perhitungan secara quantiatif pada ekstrak daun ginseng jawa Talinum
triangulare (Jacq.) Willd diperoleh kandungan flavonoid yang tinggi,
yaitu 69,8 mg /100mg , saponin 1,48±0,20 mg/100mg , dan tanin
1,44±0,05 mg/100 mg (Aja et al.,2010).
2.2 Hepar Manusia
2.2.1 Anatomi Hepar Manusia
Hepar merupakan organ metabolik utama dan kelenjar terbesar pada
tubuh dengan berat 2,5% berat badan atau sekitar 1200-1800 gram
(Paulsen & Waschke, 2013). Hepar terletak di kuadran hipokondrium
8
dekstra pada abdomen. Hepar dilindungi oleh costae dan dapat
mempertahankan posisinya dengan bergantung pada ligamen-ligamen.
Ligamentum falciforme yang membagi lobus kanan dan kiri pada hepar
menempel pada permukaan anterosuperior hepar, menuju ke diafragma
dan lobus caudatus inferior (Martin and Neuhaus, 2007) (gambar 2.4). Lobus
daerah medial dan sinistra, yaitu lobus lateral sinistra, lobus medial sinistra,
lobus medial dextra, di lewati langsung oleh vena porta utama (Sanger et
al.,2015). Akumulasi lemak umumnya ditemukan didaerah lobus medial dan
sinistra, karena mendapat suplai darah dari usus melalui vena porta utama
tanpa percabangan. Jika darah yang berasal dari usus mengandung toksin
maka kerusakan awal ditemukan pada hepatosit di daerah vena porta (Paderi,
2007).
(Martin and Neuhaus, 2007)
Gambar 2.4 Anatomi hepar Rattus norvegicus tampak anterior setelah
lobus dipisahkan. RML; right medial lobe, LML; left medial lobe, SRL; superior right lobe, IRL; inferior right lobe, LLL; left lateral lobe, AC; anterior caudatus.
Seperti pada manusia, hepar tikus memiliki penggantung atau ligament
yaitu, ligamentum falciform, ligamentum coronarius, dan ligamentum lateral
melekat pada peritoneal, serta ligamentum round yang merupakan obliterasi
dari vena umbilikal. Seperti pada manusia, hepar tikus memiliki fungsi utama
metabolisme energi, mengubah zat buangan dan bahan racun untuk di
14
eksresikan, menghasilkan enzim glikogenik, dan sekresi garam empedu.
Tikus tidak memiliki kandung empedu yang digunakan untuk menyimpan
empedu seperti pada manusia. Empedu dari setiap lobus hepar keluar
melewati duktus, kemudian duktus dari setiap lobus ini membentuk saluran
empedu yang menuju duodenum (Martin & Neuhaus, 2006).
Tabel 2.1 Perbandingan Hepar Tikus Rattus norvegicus dan Manusia
Vdoviaková et al., 2016 2.3.1.2 Histologi Hepar Tikus Rattus norvegicus
Sel parenkim pada hepar tikus yaitu hepatosit, sedangkan sel non
parenkim adalah sel Kupffer, sel Ito Stelata, dan sel endotel (Furth et al.,
1972). Perbedaan sel sel tersebut diidentifikasi berdasarkan morfologi dan
reaksi imunologi. Hepatosit dengan pewarnaan Hematoxilin Eosin ditemukan
berbentuk bulat atau kubus. Hepatosit memiliki nucleus yang besar dan bulat
(kadang-kadang ditemukan 2 inti) yang menonjol. Sebagian besar sitoplasma
terisi oleh mitokondria, retikulum endoplasma halus dan kasar, dan partikel
glikogen yang tersebar.bagian basolateral hepatosit yang menghadap kapiler
sinusoid, memiliki banyak mikrovili yang dibatasi oleh ruang Disse. Seperti
pada spesies mamalia yang lain, bagian apikal hepatosit berhubungan dengan
kanalikuli. Kanalikuli terbentuk dari pelebaran ruang interseluler yang
Tikus Rattus norvegicus Manusia 5% berat badan tikus 2,5% berat badan manusia 6 lobus tidak terbagi dengan jelas (terlihat seperti 1 unit) ada vesica biliaris tidak ada vesica biliaris lobus caudatus terlihat jelas lobus caudatus tidak terlihat jelas vena portal terbagi trifurcatio vena portal tebagi bifurcatio ductus choledocus terletak di kiri vena porta dan memiliki lintasan panjang yang masuk dalam pankreas
ductus choledocus terletak di kanan vena porta dan memiliki lintasan pendek menuju pankreas
vena cava inferior terletak intrahepatik vena cava inferior terletak retroperitoneal
15
beranastomosis menjadi duktus empedu kecil di area porta (Barrata et al.,
2009).
Sediaan histologi hepar tikus dengan metode pewarnaan hematoxilin
eosin didapatkan pola yang mirip dengan histologi hepar pada manusia.
Terdapat area porta yang terdiri atas elemen triad hepatik, yang merupakan
cabang kecil dari vena porta, arteri hepatik, dan duktus empedu yang diikuti
dengan pembuluh limfe dan jaringan ikat. Keberadaan area portal yang diikuti
central venula menunjukkan struktur lobular pada hepar tikus (Barrata et al.,
2009).
Seperti pada manusia hepar tikus dapat dibagi menjadi 3 zona,
berdasarkan suplai oksigen yang diterima. Zona 1 yang mengelilingi trias
porta dimana darah teroksigenasi berasal dari arteri hepatik masuk. Zona 3
terletak di sekeliling vena centralis dimana daerah ini merupakan daerah yang
minim suplai oksigen. Zona 3 berada di antara zona 1 dan 2 (gambar 2.5)
(Savannah, et al.,2016).
(Barrata et al., 2009) Gambar 2.5
Histologi hepar tikus ditemukan vena sentralis (Central Vein/CV), vena porta (Porta Vein/PV) pada area porta (Porta Area/PA). Zona 1 (1), zona 2 (2), dan zona 3 (3).Pulasan: hematoksin dan eosin. Perbesaran 100µm.
16
2.4 Metabolisme Lemak
Lemak yang diserap dari makanan dan lipid yang disintesa oleh hepar serta
jaringan adiposa harus diangkut ke berbagai jaringan dan organ tubuh untuk
digunakan serta disimpan. Lipid bersifat tak larut dalam air sehingga
pengangkutan lipid dalam plasma darah, dibutuhkan pembentukan lipoprotein
yang terdiri dari senyawa lipid non polar (triasilgliserol dan ester kolestril) dengan
lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) dan protein, senyawa tersebut dapat
bercampur dengan air (Murray, 2013).
Kelompok lipoprotein yang mempunyai makna penting secara fisiologis dan
untuk diagnosis klinis adalah (1) kilomikron yang berasal dari penyerapan
triasilgliserol di usus; (2) lipoprotein dengan densitas yang sangat reendah atau
very low density lipoprotein (VLDL atau β-lipoprotein) yang berasal dari hati
untuk mengeluarkan triasilgliserol; (3) lipoprotein dengan densitas rendah atau
low density lipoprotein (LDL atau β-lipoprotein) yang memperlihatkan tahap
akhir di dalam katabolisme VLDL; dan (4) lipoprotein dengan densitas tinggi atau
high density lipoprotein (HDL atau α-lipoprotein) yang terlibat di dalam
metabolisme VLDL dan kilomikron serta pengangkutan kolesterol (Guyton &
Hall, 2006). Ukuran lipoprotein ini meningkat sebanding dengan trigliserida dan
isi kolesterol ester dari inti. Densitas lipoprotein sebanding dengan protein dan
berbanding terbalik dengan lipid, dan mobilitasnya bergantung pada ukuran
lipoprotein(Pan et al.,2004). Dalam darah, lemak diangkut melalui 2 jalur, yaitu
jalur eksogen dan endogen (gambar 2.5).
17
(Rosensen & Robert ,2009) Gambar 2.6
Jalur eksogen dimula dari diet makanan lalu diserap usus bersamaan dengan asam empedu dan kolesterol dari hepar. TG akan dibawa ke kapiler oleh kilomikron dan disimpan dalam jaringan lemak. Sisa nya (remnants) masuk ke dalam hepar melalui reseptor remnants. Kolesterol dalam hepar akan membentuk VLDL untuk disekresi ke sirkulasi. Jalur eksogen dimulai dari VLDL yang disekresi hepar dalam sirkulasi dipecah oleh LP-lipase menjadi IDL dengan TG yang tersimpan dalam jaringan lemak. IDL kemudian menjadi LDL yang masuk ke hepar melalui resptor LDL, diambil oleh makrofag yang bila berlebih akan membentuk plak, dan ditangkap oleh reseptor LDL di sel perifer.
1) Jalur Eksogen
Kolesterol dari diet makanan dan asam lemak akan diserap dalam usus.
Trigliserida di dalam sel usus teridiri dari 3 cincin asam lemak bebas dan
gliserol-ester akan membentuk kilomikron (Rosensen & Robert ,2009). Pada
kapiler, jaringan lemak dan oto polos, ikatan tersebut dipecah oleh enzim
Lipoprotein-lipase (LP-lipase) yang membebaskan asam lemak dan sisanya
18
(remnant) partikel kaya kolesterol, yang apabila sampai di hepar akan diikat
oleh reseptor khusus dan diambil masuk ke dalam sel hepar. Kolesterol yang
ada didalam hepar akan disekresi ke dalam usus dalam bentuk VLDL dan
disekresi ke sirkulasi (Munaf, 2008).
2) Jalur Endogen
Trigliserida yang ada dalam jaringan lemak dan otot akan dikeluarkan
dengan meninggalkan sisa serupa IDL yang kaya-kolesterol. Sebagian IDL
terikat oleh reseptor LDL lalu diambil ke hepar dengan sisanya tetap ada
dalam sirkulasi diubah menjadi LDL. Kolesterol yang terlepas dari ikatan sel
ke bentuk HDL akan diesterifikasi oleh enzim lecithin-cholesterol
acyltransferase (LCAT). Ester ditransfer ke IDL, kemudian LDL lalu diambil
kembali oleh hepar (Munaf, 2008). Di dalam hepar, LDL diubah menjadi
asam empedu untuk disekresikan ke dalam usus. LDL digunakan dalam
produksi hormon, sintesis membran sel, atau disimpan di organ non hepar.
LDL juga diambil oleh makrofag dan sel-sel lain yang menyebabkan
akumulasi berlebihan dan dapat membentuk plak (Rosensen & Robert ,
2009).
2.5 Perlemakan Hati Non Alkoholik
2.5.1 Definisi
Perlemakan hati non alkoholik (Non Alcoholic Fatty Liver Disease atau
NAFLD) didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang berlebihan dalam
parenkim hati yang tidak disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan
ataupun penyebab sekunder lain (Ahmed, 2015). Walaupun pada awalnya
jinak, NAFLD dapat berkembang secara perlahan dari steatosis non alkoholik
19
sederhana (Non Alcoholic Steatosis atau NAS) menjadi steatohepatitis non
alkoholik (Non alcoholic steatohepatitis atau NASH), kemudian menjadi
hepatik fibrosis, sirosis heparis dan hepaseluler karsinoma (El-Kader et al.,
2015). Disebut sebagai NAFLD apabila kandungan lemak di hati melebihi
5% dari seluruh berat hati. Pengukuran berat hati yang sulit dilakukan
membuat diagnosis tidak praktis sehingga dibuat berdasarkan analisi
spesimen biopsi jaringan hati, yaitu ditemukan minimal 5-10% sel lemak dari
keseluruhan hepatosit (Hasan, Gani, & Mahmud, et al., 2002).
2.5.2 Patogenesis
Teori Multiple Hit merupakan teori yang dikemukakan sebagai
patogenesis dari NAFLD (El-Kader et al., 2015). Peningkatan pasokan asam
lemak bebas ke hati memainkan peranan utama dalam tahap awal penyakit in.
Pada Hit pertama, terdapat akumulasi trigliserida sebagai droplet lemak
dalam sitoplasma hepatosit. Penumpukan trigliserida dalam hepatosit terjadi
karena meningkatnya asam lemak bebas. Dalam keadaan normal, asam lemak
bebas dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi dara arteri dan portal.
Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami metabolisme lebih lanjut
seperti esterifikasi menjadi trigliserda atau digunakan untuk membentuk
lemak lainnya. Adanya peningkatan masa jaringan lemak tubuh, misalnya
pada keadaan obesitas, akan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas yang
kemudian menumpuk di hepatosit (Hasan, 2009).
Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan meningkatkan
aktifitas PPARα (Peroxisome proliferator-activated receptor alpha), yaitu
suatu reseptor asam lemak yang mengaktifkan ω-oxidation yang kemudian
20
akan meningkatkan β-oxidation yang merupakan proses utama oksidasi asam
lemak di mitokondria (Reddy, 2006). Proses ini terus terjadi pada
mitokondria hepatosit sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan
mitokondria itu sendiri, hal ini lah yang disebut sebagai Hit kedua, yaitu
meningkatnya stres oksidatif di hati (Hasan, 2009). Peningkatan stres
oksidatif dalam sel akan menyebabkan kerusakan pada membran sel sehingga
menurunkan integritas sel yang menyebabkan sel rentan mengalami
kerusakan maupun akumulasi berlebih sel lemak, kerusakan juga terjadi pada
mitokondria sehingga menyebabkan penurukan hasil pembakaran asam lemak
menjadi energi atau ATP. Kerusakan mitokondria itu juga menyebabkan
peningkatan uncoupling protein C-2 (UCP2) (Jin, 2013). Uncoupling protein
C-2 (UCP2) merupakan protein mitokondria yang mengatur produksi dari
ATP. Peningkatan UCP2 yang terus menerus akan mengurangi efisiensi
pembentukan ATP, sehingga asam lemak yang masuk ke hepar akan lebih
mudah diubah menjadi trigliserida daripada dipecah menjadi ATP (Jin, 2013).
Pada Hit ketiga, terjadi gangguan regenerasi hepatosit dengan peran gen
PNPLA3 (palatine-like phospholipase 3) (Tijera et al.,2015). Beberapa
adalah sel hepatosit edema dengan inti bulat, sitoplasma pucat dan
terkesan putih didaerah inti, serta refleks jejas hepatoseluler.
Ballooning hepatoseluler merupakan hasil kerusakan filamen
sitoskeleton hepatosit. Droplet lemak dan/atau Mallory Bodies dapat
diobservasi pada ballooning hepatosit (gambar 2.9) (Takahashi &
Fukusato, 2014).
25
(Takahashi & Fukusato, 2014) Gambar 2.8
Ballooning pada hepar manusia. Panah hitam menunjukkan ballooning dan panah putih menunjukkan Mallory Bodies. Pulasan Masson trichrome. Perbesaran 100µm.
2.6 Dislipidemia
2.6.1 Definisi
Dislipidemia adalah suatu gangguan pada metabolisme lipoprotein,
termasuk produksi lipoprotein yang berlebihan atau kekurangan. Dislipidemia
dapat ditandai dengan peningkatan dari total kolesterol, konsentrasi kolesterol
LDL dan trigliserida, dan penurunan kolesterol HDL dalam darah.
Kebanyakan dislipidemia adalah hiperlipidemia, yang merupakan
peningkatan lipid dalam darah umumnya diakibatkan oleh diet dan gaya
hidup (Asha et al., 2012).
Hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia adalah kondisi abnormal
dimana terjadi peningkatan level pada beberapa atau seluruh lipoprotein lipid
di dalam darah. Hiperlipidemia adalah bentuk paling sering ditemui dari
dislpidemia. Lipid (molekul larut lemak) yang diangkut dalam kapsul protein
atau lipoprotein, menentukan densitas lipoprotein. Peningkayan kolesterol
dalam darah melibatkan abnormalitas partikel protein yang mengangkut
semua molekul lemak, termasuk kolesterol, di dalam peredaran darah.
26
Peningkatan kolesterol ini terkait dengan diet, peningkatan lemak dalam
tubuh, faktor genetik (seperti mutasi pada reseptor LDL pada familial
hiperkolesterol), dan adanya penyakit lain seperti diabetes. Tipe
hiperkolesterolemia bergantung pada tipe lipoprotein yang ditemukan