Top Banner
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Ginseng Jawa 2.1.1 Taksonomi Ginseng Jawa Divisi : Magnoliophyta Klas : Magnoliopsida Anak-klas : Caryophyllidae Bangsa : Caryophyllales Suku : Portulacaceae Marga : Talinum Jenis : Talinum triangulare (Jacq.) Willd. (UPT Materia Medika, 2016) 2.1.2 Morfologi Ginseng Jawa (Ekpo et al., 2012) Gambar 2.1 Talinum triangulare (Jacq.) Willd. Ginseng jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd. merupakan tumbuhan sukulen, yaitu tumbuhan yang memiliki habitat kering dan tidak dapat tumbuh besar. Tanaman ini tumbuh tegak mencapai ketinggian 30-100 cm. Tanaman ini memiliki daun panjang yang tebal
30

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

Mar 28, 2019

Download

Documents

LêAnh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Ginseng Jawa

2.1.1 Taksonomi Ginseng Jawa

Divisi : Magnoliophyta

Klas : Magnoliopsida

Anak-klas : Caryophyllidae

Bangsa : Caryophyllales

Suku : Portulacaceae

Marga : Talinum

Jenis : Talinum triangulare (Jacq.) Willd.

(UPT Materia Medika, 2016)

2.1.2 Morfologi Ginseng Jawa

(Ekpo et al., 2012)

Gambar 2.1 Talinum triangulare (Jacq.) Willd.

Ginseng jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd. merupakan

tumbuhan sukulen, yaitu tumbuhan yang memiliki habitat kering dan

tidak dapat tumbuh besar. Tanaman ini tumbuh tegak mencapai

ketinggian 30-100 cm. Tanaman ini memiliki daun panjang yang tebal

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

6

dan kebanyakan berkumpul di bagian atas batang (gambar 2.1), batang

yang berwarna coklat kehijauan, dan bunga berwarna merah muda yang

mekar pada pagi hari (Department of Agriculture Regional Field,

2014). Tanaman ini sering disebut juga sebagai waterleaf karena kadar

air yang tinggi, yaitu 90,8 gram per 100 gram daun yang dimakan

(Fontem & Schippers, 2004).

2.1.3 Habitat dan Distribusi Tanaman Ginseng Jawa

Ginseng Jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd. merupakan

tanaman yang dapat tumbuh beradaptasi di banyak negara. Tanaman

ini paling cocok untuk ditanam di daerah tropis lembab seperti Afrika

Barat, Asia, dan Amerika Selatan (Ezekwe et al., 2002). Tanaman ini

juga dikenal dengan nama waterleaf, Philippine spinach, Ceylon

spinach, Florida spinach dan ginseng jawa (Fasuyi, 2007).

2.1.4 Penggunaan Daun Ginseng Jawa

Daun Ginseng Jawa umumnya dikonsumsi sebagai makanan baik di

olah maupun mentah. Daun ini juga biasanya ditambahkan dalam menu

makanan oleh Suku Sunda (Department of Agriculture Regional Field,

2014). Di Asia Tenggara, tumbuhan ini dijadikan tanaman hias dalam

pot maupun di taman. Beberapa penelitian menunjukan tanaman ini

memiliki manfaat pengobatan. Di Taiwan, Talinum triangulare (Jacq.)

Willd. digunakan dalam pengobatan dan pencegahan kanker (Liao et

al.,2015).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

7

2.1.5 Kandungan Daun Ginseng Jawa

Daun ginseng jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd mengandung

karbohidrat, protien, lipid, asam amino, asam askorbat, kalium,

kalsium, magnesium, pektin, besi, natrium, beta karoten dan vitamin

Mensah et al (2008). Vitamin yang terkandung dalam Daun Ginseng

Jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd yaitu Thiamin, riboflavin,

niacin, vitamin c, dan tocopherol (Ogbonnaya & Chinedum, 2013).

Dalam penelitian Ogbonnaya & Chinedum (2013) juga dijelaskan

bahwa kandungan vitamin akan berkurang 13,19% dalam Daun

Ginseng Jawa apabila dimasak dibandingkan dengan mentahnya.

Selain kandungan nutrisi, daun ginseng jawa juga mengandung

antioksidan (Andarwulan et. Al., 2010). Ame dan Eze (2010)

melakukan penelitian untuk melihat kandungan antioksidan dalam daun

ginseng jawa Talinum triangulare (Jacq.) Willd ini secara fitokimia.

Kandungan flavonoid, tanin, dan saponin ditemukan pada ekstrak daun.

Perhitungan secara quantiatif pada ekstrak daun ginseng jawa Talinum

triangulare (Jacq.) Willd diperoleh kandungan flavonoid yang tinggi,

yaitu 69,8 mg /100mg , saponin 1,48±0,20 mg/100mg , dan tanin

1,44±0,05 mg/100 mg (Aja et al.,2010).

2.2 Hepar Manusia

2.2.1 Anatomi Hepar Manusia

Hepar merupakan organ metabolik utama dan kelenjar terbesar pada

tubuh dengan berat 2,5% berat badan atau sekitar 1200-1800 gram

(Paulsen & Waschke, 2013). Hepar terletak di kuadran hipokondrium

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

8

dekstra pada abdomen. Hepar dilindungi oleh costae dan dapat

mempertahankan posisinya dengan bergantung pada ligamen-ligamen.

Ligamentum falciforme yang membagi lobus kanan dan kiri pada hepar

menempel pada permukaan anterosuperior hepar, menuju ke diafragma

(gambar 2.2) (Gray & Lewis, 2000). Ligamentum falciforme berlanjut

sebagai ligamentum coronarium yang kemudian menjadi ligamentum

triangulare dekstrum dan sinistrum yang menghubungkan dengan

diafragma. Tepi bebas ligamentum falciforme disebut sebagai

ligamentum teres hepatis, merupakan vena umbilikal yang terobliterasi.

Di kranial hepar, terdapat ligamentum venosum yang merupakan ductus

venosum yang terobliterasi (Paulsen & Waschke, 2013).

(Geller, Goss, Tsung, 2010) Gambar 2.2

Anatomi Hepar

Secara anatomi, hepar dibagi menjadi 2 lobus. Lobus kanan, yang

dipisahkan oleh ligamentun falciforme lebih besar daripada lobus kiri

(60:40)(Abdel-Misih & Bloomston, 2010). Pembagian ini berdasarkan

cabang dari arteri hepatika dan vena porta, yang diikuti oleh duktus

biliaris dan vena hepatika intermedia diantaranya. Setiap lobus dibagi

menjadi 2 sektor, vena hepatika dekstra membagi lobus dekstra menjadi

sektor anterior dan posterior, dan vena hepatika sinistra membagi lobus

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

9

sinistra menjadi sektor medial (lobus quadratus) dan sektor lateral

(Gray & Lewis, 2000).

2.2.2 Histologi Hepar Manusia

Unit struktural parenkim hepar adalah lobulus hepaticus yang terdiri

dari trabekula hepatosit yang tersusun secara radial. Di bagian tengah

setiap lobulus terdapat sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena

hepatika. Lobulus hepatikus dikelilingi oleh saluran-saluran porta pada

sudut perifernya (gambar 2.3). Struktur tersebut disebut trias porta yang

terdiri dari arteri interlobularis, vena interlobularis dan duktus bilifer

interlobularis (Paulsen & Waschke, 2013). Jaringan halus dari serat

retikulin menjadi penyokong lobulus pada hepar (Savannah, et

al.,2016). Secara fungsional, hepar dapat dibagi menjadi 3 zona,

berdasarkan suplai oksigen yang diterima. Zona 1 yang mengelilingi

trias porta dimana darah teroksigenasi berasal dari arteri hepatik masuk.

Zona 3 terletak di sekeliling vena centralis dimana daerah ini

merupakan daerah yang minim suplai oksigen. Zona 3 berada di antara

zona 1 dan 2 (gambar 2.3) (Savannah, et al.,2016).

Sinusoid hati merupakan saluran darah yang melebar dan berliku-

liku, dilapisi oleh lapisan tidak utuh sel sendotel berfenestra yang

menunjukan lamina basalin yang berpori dan tidak utuh. Sinusoid ini

dipisahkan dari hepatosit dibawahnya oleh spatium persinusoideum

subendotelial (ruang Disse) (Eroschenko ,2010). Darah dalam sinusoid

mengalir ke vena sentralis. Sel kupffer yang merupakan bagian dari

sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

10

sinusoid (Savannah, et al.,2016). Sel kupffer (macrophagitus stellatus)

ini terletak di sisi luminal pada sel endotel) (Eroschenko, 2010).

(Savannah, et al., 2016) Gambar 2.3

Histologi hepar manusia. Zona 1 (1), zona 2 (2), dan zona 3 (3). Pewarnaan hematoxilin dan eosin. Perbesaran 30x

Empedu yang dikeluarkan oleh hepatosit dialirkan ke dalam saluran

yang disebut kanalikulus biliaris yang terletak di antara hepatosit.

Kemudian kanalikulus-kanalikulus ini bertemu di trias porta sebagai

duktus biliaris. Empedu lalu keluar dari hati melalui duktus hepatikus

yang lebih besar) (Eroschenko ,2010).

2.2.3 Fisiologi Hepar Manusia

Hepar memiliki banyak fungsi, diantaranya (1) fungsi penyimpanan;

(2) pembentukan faktor koagulasi; (3) metabolisme karbohidrat, lemak,

dan protein; dan (4) metabolisme obat dan xenobiotik. Hepar

merupakan tempat penyimpanan vitamin larut lemak seperti vitamin A,

D, dan K. Hepar berperan dalam penyerapan, penyimpanan, dan

pemeliharaan vitamin A untuk jumlah vitamin A dalam sirkulasi.

Vitamin D paling banyak disimpan dalam otot rangka dan jaringan

adiposa, namun hepar memiliki peran dalam inisiasi aktifaso vitamin D

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

11

melalui koversi vitamin D3 menjadi 25-hidroksi vitamin D3 (Tso, &

McGill, 2010). Vitamin K yang disimpan dalam hepar akan dibutuhkan

dalam membentuk protrombin, faktor VII, IX, dan X yang juga disebut

dalam fungsi pembentukan faktor koagulasi (Guyton & Hall, 2006).

Sebagian besar besi di dalam tubuh disimpan di dalam hepar dalam

bentuk ferritin. Bila besi dalam sirkulasi darah menurun, ferritin dalam

hepar akan melepaskan besi (Guyton & Hall, 2006). Hepar memiliki

kemampuan dalam mendetoksifikasi atau ekskresi obat-obatan, seperti

sulfonamid, penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu.

Kebanyakan obat-obatan dan zat metabolit bersifat hidrofobik, hepar

mengubahnya menjadi senyawa hidrofilik sehingga dapat dikeluarkan

oleh ginjal (Tso, & McGill, 2010). Fungsi eksokrin pada hepar

digunakan untuk pencernaan, absorbsi lemak, dan menetralisir asam

lambung pada usus yaitu dengan diproduksinya asam empedu (Ward,

Clarke, & Linden, 2009).

Pada metabolisme karbohidrat, hepar memiliki peran, seperti (1)

menyimpan glikogen dalam jumlah besar; (2) konversi galakosa dan

fruktosa menjadi glukosa; (3) proses glukoneogenesis; dan (4)

pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme

karbohidrat (Guyton & Hall, 2006).

2.3 Tikus (Rattus norvegicus)

Penelitian kedokteran membutuhkan hewan coba yang dapat

merepresentasikan penyakit pada manusia. Dalam penelitian kedokteran, tikus

(Rattus nirvegicus) merupakan hewan uji yang paling banyak digunakan. Hal

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

12

tersebut disebabkan karena karakteristik genetik, biologi dan perilaku tikus

(Rattus nirvegicus) dan manusia memiliki banyak kemiripan, serta banyak

keadaan pada manusia yang dapat dilakukan pada tikus (Alexandru, 2011). Galur

yang sering digunakan dalam penelitian adalah galur Wistar dan galur Sprague

Dawley (Wolfenshon & Lloyd, 2013). Tikus putih atau tikus albino lebih banyak

dipilih untuk menjadi hewan coba karena kemiripan genetis yang besar, yaitu

98%. Kemiripan terssebut diperoleh dari hasil perkawinan antara tikus albino

jantan dan betina, meskipun sudah lebih dari 20 generasi.

Taksonomi Rattus norvegicus:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mammalia

Order : Rodentia

Suborder : Myomorpha

Family : Muridae

Genus : Rattus

Species : norvegicus

(Sharp & La Regina, 2010)

2.3.1 Hepar Tikus (Rattus norvegicus)

2.3.1.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar Tikus (Rattus nirvegicus)

Hepar tikus (Rattus nirvegicus) rata-rata memiliki berat 10g untuk berat

badan tikus rata-rata 250g, sedangkan volumenya sebesar 19,6 mL. Hepar

tikus (Rattus nirvegicus) terdiri dari lobus-lobus yang dinamai sesuai porta

yang melewati, yaitu lobus lateral sinistra, lobus medial sinistra, lobus medial

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

13

dextra, lobus dextra superior, lobus dextra inferior, lobus caudatus anterior

dan lobus caudatus inferior (Martin and Neuhaus, 2007) (gambar 2.4). Lobus

daerah medial dan sinistra, yaitu lobus lateral sinistra, lobus medial sinistra,

lobus medial dextra, di lewati langsung oleh vena porta utama (Sanger et

al.,2015). Akumulasi lemak umumnya ditemukan didaerah lobus medial dan

sinistra, karena mendapat suplai darah dari usus melalui vena porta utama

tanpa percabangan. Jika darah yang berasal dari usus mengandung toksin

maka kerusakan awal ditemukan pada hepatosit di daerah vena porta (Paderi,

2007).

(Martin and Neuhaus, 2007)

Gambar 2.4 Anatomi hepar Rattus norvegicus tampak anterior setelah

lobus dipisahkan. RML; right medial lobe, LML; left medial lobe, SRL; superior right lobe, IRL; inferior right lobe, LLL; left lateral lobe, AC; anterior caudatus.

Seperti pada manusia, hepar tikus memiliki penggantung atau ligament

yaitu, ligamentum falciform, ligamentum coronarius, dan ligamentum lateral

melekat pada peritoneal, serta ligamentum round yang merupakan obliterasi

dari vena umbilikal. Seperti pada manusia, hepar tikus memiliki fungsi utama

metabolisme energi, mengubah zat buangan dan bahan racun untuk di

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

14

eksresikan, menghasilkan enzim glikogenik, dan sekresi garam empedu.

Tikus tidak memiliki kandung empedu yang digunakan untuk menyimpan

empedu seperti pada manusia. Empedu dari setiap lobus hepar keluar

melewati duktus, kemudian duktus dari setiap lobus ini membentuk saluran

empedu yang menuju duodenum (Martin & Neuhaus, 2006).

Tabel 2.1 Perbandingan Hepar Tikus Rattus norvegicus dan Manusia

Vdoviaková et al., 2016 2.3.1.2 Histologi Hepar Tikus Rattus norvegicus

Sel parenkim pada hepar tikus yaitu hepatosit, sedangkan sel non

parenkim adalah sel Kupffer, sel Ito Stelata, dan sel endotel (Furth et al.,

1972). Perbedaan sel sel tersebut diidentifikasi berdasarkan morfologi dan

reaksi imunologi. Hepatosit dengan pewarnaan Hematoxilin Eosin ditemukan

berbentuk bulat atau kubus. Hepatosit memiliki nucleus yang besar dan bulat

(kadang-kadang ditemukan 2 inti) yang menonjol. Sebagian besar sitoplasma

terisi oleh mitokondria, retikulum endoplasma halus dan kasar, dan partikel

glikogen yang tersebar.bagian basolateral hepatosit yang menghadap kapiler

sinusoid, memiliki banyak mikrovili yang dibatasi oleh ruang Disse. Seperti

pada spesies mamalia yang lain, bagian apikal hepatosit berhubungan dengan

kanalikuli. Kanalikuli terbentuk dari pelebaran ruang interseluler yang

Tikus Rattus norvegicus Manusia 5% berat badan tikus 2,5% berat badan manusia 6 lobus tidak terbagi dengan jelas (terlihat seperti 1 unit) ada vesica biliaris tidak ada vesica biliaris lobus caudatus terlihat jelas lobus caudatus tidak terlihat jelas vena portal terbagi trifurcatio vena portal tebagi bifurcatio ductus choledocus terletak di kiri vena porta dan memiliki lintasan panjang yang masuk dalam pankreas

ductus choledocus terletak di kanan vena porta dan memiliki lintasan pendek menuju pankreas

vena cava inferior terletak intrahepatik vena cava inferior terletak retroperitoneal

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

15

beranastomosis menjadi duktus empedu kecil di area porta (Barrata et al.,

2009).

Sediaan histologi hepar tikus dengan metode pewarnaan hematoxilin

eosin didapatkan pola yang mirip dengan histologi hepar pada manusia.

Terdapat area porta yang terdiri atas elemen triad hepatik, yang merupakan

cabang kecil dari vena porta, arteri hepatik, dan duktus empedu yang diikuti

dengan pembuluh limfe dan jaringan ikat. Keberadaan area portal yang diikuti

central venula menunjukkan struktur lobular pada hepar tikus (Barrata et al.,

2009).

Seperti pada manusia hepar tikus dapat dibagi menjadi 3 zona,

berdasarkan suplai oksigen yang diterima. Zona 1 yang mengelilingi trias

porta dimana darah teroksigenasi berasal dari arteri hepatik masuk. Zona 3

terletak di sekeliling vena centralis dimana daerah ini merupakan daerah yang

minim suplai oksigen. Zona 3 berada di antara zona 1 dan 2 (gambar 2.5)

(Savannah, et al.,2016).

(Barrata et al., 2009) Gambar 2.5

Histologi hepar tikus ditemukan vena sentralis (Central Vein/CV), vena porta (Porta Vein/PV) pada area porta (Porta Area/PA). Zona 1 (1), zona 2 (2), dan zona 3 (3).Pulasan: hematoksin dan eosin. Perbesaran 100µm.

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

16

2.4 Metabolisme Lemak

Lemak yang diserap dari makanan dan lipid yang disintesa oleh hepar serta

jaringan adiposa harus diangkut ke berbagai jaringan dan organ tubuh untuk

digunakan serta disimpan. Lipid bersifat tak larut dalam air sehingga

pengangkutan lipid dalam plasma darah, dibutuhkan pembentukan lipoprotein

yang terdiri dari senyawa lipid non polar (triasilgliserol dan ester kolestril) dengan

lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) dan protein, senyawa tersebut dapat

bercampur dengan air (Murray, 2013).

Kelompok lipoprotein yang mempunyai makna penting secara fisiologis dan

untuk diagnosis klinis adalah (1) kilomikron yang berasal dari penyerapan

triasilgliserol di usus; (2) lipoprotein dengan densitas yang sangat reendah atau

very low density lipoprotein (VLDL atau β-lipoprotein) yang berasal dari hati

untuk mengeluarkan triasilgliserol; (3) lipoprotein dengan densitas rendah atau

low density lipoprotein (LDL atau β-lipoprotein) yang memperlihatkan tahap

akhir di dalam katabolisme VLDL; dan (4) lipoprotein dengan densitas tinggi atau

high density lipoprotein (HDL atau α-lipoprotein) yang terlibat di dalam

metabolisme VLDL dan kilomikron serta pengangkutan kolesterol (Guyton &

Hall, 2006). Ukuran lipoprotein ini meningkat sebanding dengan trigliserida dan

isi kolesterol ester dari inti. Densitas lipoprotein sebanding dengan protein dan

berbanding terbalik dengan lipid, dan mobilitasnya bergantung pada ukuran

lipoprotein(Pan et al.,2004). Dalam darah, lemak diangkut melalui 2 jalur, yaitu

jalur eksogen dan endogen (gambar 2.5).

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

17

(Rosensen & Robert ,2009) Gambar 2.6

Jalur eksogen dimula dari diet makanan lalu diserap usus bersamaan dengan asam empedu dan kolesterol dari hepar. TG akan dibawa ke kapiler oleh kilomikron dan disimpan dalam jaringan lemak. Sisa nya (remnants) masuk ke dalam hepar melalui reseptor remnants. Kolesterol dalam hepar akan membentuk VLDL untuk disekresi ke sirkulasi. Jalur eksogen dimulai dari VLDL yang disekresi hepar dalam sirkulasi dipecah oleh LP-lipase menjadi IDL dengan TG yang tersimpan dalam jaringan lemak. IDL kemudian menjadi LDL yang masuk ke hepar melalui resptor LDL, diambil oleh makrofag yang bila berlebih akan membentuk plak, dan ditangkap oleh reseptor LDL di sel perifer.

1) Jalur Eksogen

Kolesterol dari diet makanan dan asam lemak akan diserap dalam usus.

Trigliserida di dalam sel usus teridiri dari 3 cincin asam lemak bebas dan

gliserol-ester akan membentuk kilomikron (Rosensen & Robert ,2009). Pada

kapiler, jaringan lemak dan oto polos, ikatan tersebut dipecah oleh enzim

Lipoprotein-lipase (LP-lipase) yang membebaskan asam lemak dan sisanya

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

18

(remnant) partikel kaya kolesterol, yang apabila sampai di hepar akan diikat

oleh reseptor khusus dan diambil masuk ke dalam sel hepar. Kolesterol yang

ada didalam hepar akan disekresi ke dalam usus dalam bentuk VLDL dan

disekresi ke sirkulasi (Munaf, 2008).

2) Jalur Endogen

Trigliserida yang ada dalam jaringan lemak dan otot akan dikeluarkan

dengan meninggalkan sisa serupa IDL yang kaya-kolesterol. Sebagian IDL

terikat oleh reseptor LDL lalu diambil ke hepar dengan sisanya tetap ada

dalam sirkulasi diubah menjadi LDL. Kolesterol yang terlepas dari ikatan sel

ke bentuk HDL akan diesterifikasi oleh enzim lecithin-cholesterol

acyltransferase (LCAT). Ester ditransfer ke IDL, kemudian LDL lalu diambil

kembali oleh hepar (Munaf, 2008). Di dalam hepar, LDL diubah menjadi

asam empedu untuk disekresikan ke dalam usus. LDL digunakan dalam

produksi hormon, sintesis membran sel, atau disimpan di organ non hepar.

LDL juga diambil oleh makrofag dan sel-sel lain yang menyebabkan

akumulasi berlebihan dan dapat membentuk plak (Rosensen & Robert ,

2009).

2.5 Perlemakan Hati Non Alkoholik

2.5.1 Definisi

Perlemakan hati non alkoholik (Non Alcoholic Fatty Liver Disease atau

NAFLD) didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang berlebihan dalam

parenkim hati yang tidak disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan

ataupun penyebab sekunder lain (Ahmed, 2015). Walaupun pada awalnya

jinak, NAFLD dapat berkembang secara perlahan dari steatosis non alkoholik

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

19

sederhana (Non Alcoholic Steatosis atau NAS) menjadi steatohepatitis non

alkoholik (Non alcoholic steatohepatitis atau NASH), kemudian menjadi

hepatik fibrosis, sirosis heparis dan hepaseluler karsinoma (El-Kader et al.,

2015). Disebut sebagai NAFLD apabila kandungan lemak di hati melebihi

5% dari seluruh berat hati. Pengukuran berat hati yang sulit dilakukan

membuat diagnosis tidak praktis sehingga dibuat berdasarkan analisi

spesimen biopsi jaringan hati, yaitu ditemukan minimal 5-10% sel lemak dari

keseluruhan hepatosit (Hasan, Gani, & Mahmud, et al., 2002).

2.5.2 Patogenesis

Teori Multiple Hit merupakan teori yang dikemukakan sebagai

patogenesis dari NAFLD (El-Kader et al., 2015). Peningkatan pasokan asam

lemak bebas ke hati memainkan peranan utama dalam tahap awal penyakit in.

Pada Hit pertama, terdapat akumulasi trigliserida sebagai droplet lemak

dalam sitoplasma hepatosit. Penumpukan trigliserida dalam hepatosit terjadi

karena meningkatnya asam lemak bebas. Dalam keadaan normal, asam lemak

bebas dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi dara arteri dan portal.

Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami metabolisme lebih lanjut

seperti esterifikasi menjadi trigliserda atau digunakan untuk membentuk

lemak lainnya. Adanya peningkatan masa jaringan lemak tubuh, misalnya

pada keadaan obesitas, akan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas yang

kemudian menumpuk di hepatosit (Hasan, 2009).

Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan meningkatkan

aktifitas PPARα (Peroxisome proliferator-activated receptor alpha), yaitu

suatu reseptor asam lemak yang mengaktifkan ω-oxidation yang kemudian

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

20

akan meningkatkan β-oxidation yang merupakan proses utama oksidasi asam

lemak di mitokondria (Reddy, 2006). Proses ini terus terjadi pada

mitokondria hepatosit sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kerusakan

mitokondria itu sendiri, hal ini lah yang disebut sebagai Hit kedua, yaitu

meningkatnya stres oksidatif di hati (Hasan, 2009). Peningkatan stres

oksidatif dalam sel akan menyebabkan kerusakan pada membran sel sehingga

menurunkan integritas sel yang menyebabkan sel rentan mengalami

kerusakan maupun akumulasi berlebih sel lemak, kerusakan juga terjadi pada

mitokondria sehingga menyebabkan penurukan hasil pembakaran asam lemak

menjadi energi atau ATP. Kerusakan mitokondria itu juga menyebabkan

peningkatan uncoupling protein C-2 (UCP2) (Jin, 2013). Uncoupling protein

C-2 (UCP2) merupakan protein mitokondria yang mengatur produksi dari

ATP. Peningkatan UCP2 yang terus menerus akan mengurangi efisiensi

pembentukan ATP, sehingga asam lemak yang masuk ke hepar akan lebih

mudah diubah menjadi trigliserida daripada dipecah menjadi ATP (Jin, 2013).

Pada Hit ketiga, terjadi gangguan regenerasi hepatosit dengan peran gen

PNPLA3 (palatine-like phospholipase 3) (Tijera et al.,2015). Beberapa

nukleotida tunggal polimorfisme (Single Nucleotide polymorphisms)

ditemukan berhubungan dengan peningkatan perubahan histologis dan

perkembangan NAFLD (El-Kader et al., 2015).

2.5.3 Faktor Resiko

Pasien dengan dislipidemia, obesitas, dan resistensi insulin memiliki

resiko untuk mengalami NAFLD (Gaggini et al., 2013). Dislipidemia diyakini

berperan dalam NAFLD melalui produksi berlebihan dari very low density

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

21

lipoprotein (VLDL) dan disregulasi lipoprotein dari sirkuasi (Chatrath et al.,

2013). Resistensi insulin didapatkan pada pasien obesitas dan/atau diabetes

melitus. Pada keadaan resistensi insulin, jaringan lemak menjadi resisten

terhadap efek antilipolitik dan pelepasan asam lemak bebas meningkat.

Keadaan ini meningkatkan lipolisis dan atau intake lemak yang memicu

sintesis trigliserida dalam hepar (Gaggini, Morelli, Buzzigoli, et al., 2013).

2.5.4 Tanda dan Gejala

Pada banyak kasus, pasien dengan NAFLD tidak menunjukkan gejala

(asimtomatik). Beberapa pasien mengeluhkan gejala non spesifik seperti,

kelelahan dan rasa tidak nyaman atau sakit pada hipokondrium dekstra yang

memburuk saat pasien bergerak. Sakit tersebut diakibatkan karena hati yang

membesar dan kapsul hati yang meregang(Ahmed, 2015). Saat NAFLD sudah

berkembang menjadi sirosis, pasien menunjukan gejala-gejala dekompensasi

hati seperti eritema palmaris, spider nervi, jaundice, asites, edema,

perdarahan gastrointestinal, dan ensefalopati. Pada pemeriksaan fisik

kemungkinan didapatkan hepatomegali dan obesitas pada pasien. Diagnosis

pada pasien dengan NAFLD ini biasanya terjadi secara tidak sengaja akibat

level enzim hepar yang abnormal atau gambaran radiologi dari hati yang

berlemak. Perlu diperhatikan bahwa hanya sebagian kecil pasien dengan

NAFLD ini yang di diagnosa dan sebagian lain dengan resiko yang besar

masih tidak terdiagnosa (El-Kader et al., 2015).

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

22

2.5.5 Gambaran Histopatologis

The Non Alcoholic Steatohepatitis Clinical Research Network (NASH

CRN) membuat skor histopatologi untuk NAFLD berdasarkan kelainan yang

ditemukan berupa hepatoselular steatosis, ballooning, dan inflamasi lobular

yang ditemui pada hepar manusia yang mengalami perlemakan (Juluri et al.,

2011) (Tabel 2.1).

Tabel 2.2 Skor Histopatologi NASH CRN Yang Dilihat Definisi Skor

Steatosis

<5% 0 5% - 33% 1 >33% - 66% 2 >66% 3

Inflamasi Lobular

tanpa fokus 0 <2 fokus per 200 lapang pandang 1 2-4 fokus per 200 lapang pandang 2 >4 fokus per 200 lapang pandang 3

Ballooning tidak ada 0 sedikit sel balloon 1 banyak/menonjol sel balloon 2

(Takahashi & Fukusato, 2014)

a. Steatosis

Hepatoseluler steatosis merupakan ciri khas pada NAFLD dengan

ditemukan lebih dari 5% dari jumlah hepatosit yang dibutuhkan

dalam mendiagnosis NAFLD (Brunt & Tiniakos 2009,).

Hepatoseluler steatosis di klasifikasikan dalam dua tipe yaitu,

makrovesikuler dan mikrovesikuler. Pada steatosis makrovesikuler,

ditemukan satu droplet lemak besar dalam sitoplasma hepatosit yang

mendorong nukleus ke tepi sel. Pada steatosis mikrovesikuler,

sitoplasma hepatosit terisi dengan droplet lemak kecil-kecil dan letak

nukleus di tengah-tengah sel. Pada NAFLD yang paling sering

ditemukan adalah tipe makrovesikuler (gambar 2.7), walaupun

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

23

mikrovesikuler juga mungkin ditemui (Takahashi & Fukusato,

2014).

(Takahashi & Fukusato, 2014)

Gambar 2.7 Steatosis pada hepar manusia. Pulasan Masson trichrome.

Perbesaran 100µm.

b. Inflamasi lobular

Inflamasi lobular yang ditemui pada NAFLD biasanya ringan dan

terdiri dari infiltrat sel inflamatorik (limfosit, neutrofil, eosinofil, dan

sel Kupffer). Sel polimorfik kadang ditemukan mengelilingi

ballooning hepatosit, disebut sebagai satelitosis (gambar 2.8).

Adakalanya satelitosis ini ditemukan pada NAFLD dan sering pada

hepatitis alkoholik (Takahashi & Fukusato, 2014).

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

24

(Takahashi & Fukusato, 2014)

Gambar 2.8 Inflamasi lobular pada hepar manusia panah hitam menunjukkan fokus inflamatorik lobus. Pulasan Masson trichrome. Perbesaran 100µm.

c. Degenerasi Hidropik (Ballooning)

Karekteristik Degenerasi Hidropik Ballooning hepatoseluler

adalah sel hepatosit edema dengan inti bulat, sitoplasma pucat dan

terkesan putih didaerah inti, serta refleks jejas hepatoseluler.

Ballooning hepatoseluler merupakan hasil kerusakan filamen

sitoskeleton hepatosit. Droplet lemak dan/atau Mallory Bodies dapat

diobservasi pada ballooning hepatosit (gambar 2.9) (Takahashi &

Fukusato, 2014).

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

25

(Takahashi & Fukusato, 2014) Gambar 2.8

Ballooning pada hepar manusia. Panah hitam menunjukkan ballooning dan panah putih menunjukkan Mallory Bodies. Pulasan Masson trichrome. Perbesaran 100µm.

2.6 Dislipidemia

2.6.1 Definisi

Dislipidemia adalah suatu gangguan pada metabolisme lipoprotein,

termasuk produksi lipoprotein yang berlebihan atau kekurangan. Dislipidemia

dapat ditandai dengan peningkatan dari total kolesterol, konsentrasi kolesterol

LDL dan trigliserida, dan penurunan kolesterol HDL dalam darah.

Kebanyakan dislipidemia adalah hiperlipidemia, yang merupakan

peningkatan lipid dalam darah umumnya diakibatkan oleh diet dan gaya

hidup (Asha et al., 2012).

Hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia adalah kondisi abnormal

dimana terjadi peningkatan level pada beberapa atau seluruh lipoprotein lipid

di dalam darah. Hiperlipidemia adalah bentuk paling sering ditemui dari

dislpidemia. Lipid (molekul larut lemak) yang diangkut dalam kapsul protein

atau lipoprotein, menentukan densitas lipoprotein. Peningkayan kolesterol

dalam darah melibatkan abnormalitas partikel protein yang mengangkut

semua molekul lemak, termasuk kolesterol, di dalam peredaran darah.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

26

Peningkatan kolesterol ini terkait dengan diet, peningkatan lemak dalam

tubuh, faktor genetik (seperti mutasi pada reseptor LDL pada familial

hiperkolesterol), dan adanya penyakit lain seperti diabetes. Tipe

hiperkolesterolemia bergantung pada tipe lipoprotein yang ditemukan

berlebih (seperti pada LDL).

2.6.2 Komposisi Lipoprotein

Tabel 2.3 Komposisi Lipoprotein

Lipoprotein Apoprotein Kandungan Lipid Trigliserida Kolesterol Fosfolipid

Kilomikron Apo-B48 8-095 2-7 3-9 VLDL Apo-B100 55-80 5-15 10-20 IDL Apo-B100 20-50 10-20 20-25 LDL Apo-B100 5-15 20-40 20-25 HDL Apo-AI & Apo-AII 5-10 15-25 20-30

Rahmawansa, 2009

2.6.3 Klasifikasi Kadar Lipid Plasma

Klasifikasi kadar lipid plasma (kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol

HDL, dan trigliserida) menurut National Cholesterol Education Program

ATP III (2001) dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Klasifikasi Kadar Lipid Plasma Kolesterol Total

<200 diinginkan 200-239 borderline tinggi

≥240 tinggi Kolesterol LDL

<100 optimal 100-129 mendekati optimal 130-159 borderline tinggi 160-189 tinggi

≥190 sangat tinggi Kolesterol HDL

<40 rendah ≥60 tinggi

trigliserida <150 optimal

150-199 borderline tinggi 200-499 tinggi

≥500 sangat tinggi Fahy et al., 2011

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

27

2.6.4 Dislipidemia dan Pengaruhnya pada NAFLD

Keadaan dislipidemia (hiperkolesterolemia, hipertrigliserida, atau

keduanya) telah ditemukan pada 20-80 % kasus NAFLD (Souza et al., 2012).

Peningkatan asam lemak bebas menjadi pemicu terjadinya stres oksidatif dan

peroksidasi lipid yang berhubungan dengan perkembangan NAFLD. Stres

oksidatif dan peningkatan asam lemak bebas ini menyebabkan akumulasi

berlebih trigliserida di hati (Zhang et al., 2015).

2.7 Radikal Bebas

Oksigen adalah unsur yang sangat diperlukan bagi kehidupan untuk

menghasilkan energi. Radikal bebas merupakan molekul independen yang berisi

elektron yang tidak berpasangan, sehingga bersifat oksidan ataupun reduktan

karena kemampuannya untuk menyumbangkan atau menerima elektron dari

molekul lain Radikal bebas diciptakan sebagai konsekuensi dari ATP (adenosin

trifosfat) melalui produksi oleh mitokondria (Lobo et al., 2010).

Radikal bebas dapat terbentuk dari substansi endogen maupun eksogen.

Sumber radikal bebas endogen dapat berasal dari mitokondrial sitokrom

oksidase,lipid peroxidase, xantin oksidase, inflamasi, fagositosis, jalur arakidonat,

dan keadaan iskemik. Sedangkan sumber radikal bebas eksogen berasal dari asap

rokok, polutan lingkungan, radiasi, obat-obatan tertentu, pestisida, pelarut

industri, dan ozon (Sen et al., 2010).

Akumulasi radikal bebas dan turunannya yang reaktif disebut dengan ROS

(Reactive Oxygen Species). ROS memiliki peran ganda baik sebagai senyawa

beracun maupun bermanfaat. Keseimbangan antara dua efek antagonistik ROS

merupakan aspek penting dari kehidupan. Pada tingkat rendah atau sedang, ROS

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

28

memberi efek menguntungkan seperti respon seluler berupa diferensiasi, adaptasi

metabolik dan fungsi kekebalan tubuh. Pada konsentrasi tinggi, ROS

menghasilkan stres oksidatif, proses yang dapat merusak semua struktur sel (Sena

dan Chandell, 2012).

2.8 Stres Oksidatif

Istilah stres oksidatif digunakan untuk menggambarkan kerusakan oksidatif

oleh karena tingkat radikal bebas atau ROS toksik yang melebihi pertahanan

antioksidan. Stres oksidatif berperan besar terhadap perkembangan penyakit

kronis dan degeneratif seperti pada kanker, artritis, penuaan, kelainan autoimun,

dan pada penyakit hati kronis N. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan

pada protein, DNA, dan peroksidasi lipid, sehingga menyebabkan kerusakan lokal

dan disfunsi organ tertentu. Lipid merupakan biomolekul yang rentan terhadap

radikal bebas (Lobo et al., 2010).

2.8.1 Peroksidasi lipid

Peroksidasi lipid diartikan sebagai kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh

atau PUFA (Polysaturated Fatty Acid). PUFA banyak ditemukan pada membran

sel yang memungkinkan untuk transpor cairan dan pada LDL. Kerusakan oksidatif

pada membran sel dapat menyebabkan penurunan integritas membaran, dan

mobilitas, serta menyebabkan sel rentan mengalami kerusakan maupun akumulasi

berlebih sel lemak (Gutowski dan Kowalczyk, 2013).

2.8.2 Kerusakan Protein

Kerusakan oksidatif pada protein menghasilkan protein yang rentan terhadap

enzim proteolitik. Kerusakan tersebut mempengaruhi perubahan mekanisme

transduksi sinyal, aktivitas enzim, stabilitas panas, dan proteolisis kerentanan,

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

29

yang mengarah pada penuaan. Dibandingkan dengan lipid, protein dan DNA lebih

tahan terhadap radikal bebas, sehingga kerusakan protein ini terjadi pada serangan

radikal bebas yang ekstensif (Lobo et al., 2010).

2.8.3 Kerusakan DNA

Seperti pada protein, kerusakan pada DNA ini kemungkinan kecil terjadi.

Kerusakan pada DNA biasanya terjadi apabila ada lesi pada susunan molekul.

Bila kerusakan pada DNA ini tidak diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka

akan terjadi mutasi (Lobo et al., 2010).

2.9 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang cukup stabil untuk mendonasikan elektron

pada radikal bebas yang tidak stabil dan menteralisirnya, sehingga menurunkan

kerusakan yang disesbabkan oleh radikal bebas. Antioksidan menghambat atau

memperlambak kerusakan seluler kebanyakan melalui cara menetralkan tersebut.

Antioksidan dapat dengan aman berinteraksi dengan radikal bebas dan

menghentikan reaksinya sebelum molekul penting rusak (Lobo et al., 2010). Jenis

antioksidan dibagi menjadi antioksidan enzimatik dan antioksidan non enzimatik.

Antioksidan enzimatik yaitu glutation peroksidase, katalase, dan superoksida

dismutase. Antioksidan non enzimatik berasal dari makanan yang dimakan

seperti mikronutrien vitamin E, vitamin A, flavonoid, saponin, tannin dan vitamin

C, dimana tubuh tidak bisa memproduksi mikronutrien tersebut sehingga perlu

asupan dari makanan yang dikonsumsi (Valko et al., 2007).

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

30

2.9.1 Mekanisme Kerja Antioksidan

Terdapat dua prinsip mekanisme kerja antioksidan dalam melawan radikal

bebas. Pertama, mekanisme merusak rantai ikatan, dimana antioksidan

mendonorkan satu elektron kepada radikal bebas. Mekanisme ke dua merupakan

pembersihan ROS melalui suatu proses katalisis. Fungsi antioksidan secara sistem

biologi dapat melalui mekanisme yang berbeda-beda seperti, donasi elektron,

khelasi ion logam, atau melalui regulasi ekspresi gen (Huy et al., 2008).

Mekanisme pertahanan antioksidan terhadap stres oksidatif tersusun dalam

beberapa lini yang terbagi dalam empat kategori berdasarkan fungsinya. Pertama,

antioksidan preventif bekerja dengan menekan pembentukan dari radikal bebas.

Kedua, pembersihan radikal bebas secara radikal dengan menekan inisiasi rantai

dan merusak rantai propagasi reaksi. Ketiga, antioksidan yang memperbaiki

keadaan (seperti pada beberapa enzim proteolisis dan enzim pada DNA). Keempat

merupakan adaptasi sinyal pada produksi dan reaksi terhadap pembentukan

radikal bebas, serta transportasi antioksidan pada tempat-tempat yang tepat (Lobo

et al., 2010).

2.9.1.1 Peran Antioksidan Enzimatik

a) Katalase

Secara kimia katalase merupakan tetramer empat rantai polipeptida yang

mengandung empat porfirin kelompok heme yang memungkinkan untuk

bereaksi dengan hidrogen peroksida. Dalam melawan stres oksidatif,

katalase dapat ditemukan dalam hati,ginjal, dan sel-sel darah merah.

Katalase merupakan komponen pertahanan utama antioksidan yang

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

31

mengkatalisi dekomposisi hidrogen peroksidan menjadi air dan oksigen

(Patekar et al.,2013).

b) Superoksida Dismutase (SOD)

Aktifitas superoksida dismutase terjadi dalam ektraseluler maupun

intraseluler pada mitokondria dan kompartemen sitosolik. Atifitas SOD

berbeda di berbagai jaringan, aktifitas paling terlihat pada hati, kelenjar

adrenal, spleen dan ginjal. Kegiatan SOD diatur melalui biosintesis dan

sensitif terhadap oksigenasi jaringan. SOD disebut sebagai pertahanan

primer karena mekanisme kerjanya melepaskan superoksida (O2-) secara

radikal, memperbaiki sel dan mengurangi kerusakan (Lobo et al., 2010).

c) Glutation Peroksidase

Glutation peroksidase diklasifikasikan menjadi selenium dependen dan

selenium independen yang mengkatalase hidrogen peroksida dan organik

hidroperoksida. Glutation peroksidase terdapat di sitosol dan matriks

mitokondria intraseluler. Glutation peroksidase melawan kerusakan radikal

bebas melalui pengurangan proksida dan inhibisi lipid peroksida (Patekar

et al.,2013).

2.9.1.2 Peran Antioksidan Non Enzimatik

a) Vitamin E

Secara intraseluler, vitamin E berhubungan dengan membran kaya

lipidseperti mitokondria dan retikulum endoplasma, sehingga aktifitas

antioksidannya yaitu melawan membran lipid peroksidasi. Vitamin E

bersifat lipofilik melindungi asam lemak tak jenuh (PUFA =

polyunsaturated fatty acid) dari peroksida dan sebagai pengikat radikal

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

32

bebas. Vitamin E merupakan kebutuhan esensial pada struktur membran

dan integritas sel (Lobo et al., 2010).

b) Vitamin C (Asam Askorbat)

vitamin c merupakan pengikat radikal bebas yang bersifat hidrofilik

dan sebagai reduktan dan agen antioksidan. Vitamin c dapat bertindak

sebagai antioksidan maupun prooksidan. Pada Fe3+ ata Cu2+, vitamin c

membuat radikal bebas yang dapat mengakibatkan lipid peroksidasi.

Aktifitas sinergis dari vitamin c dan e membantu menghambat nitrosasi

pada nitrit, misal menghambat pembentukan N-nitro pada air dan lipid.

(Patekar et al.,2013)

c) Vitamin A

vitamin a bersifat larut lemak yang termasuk dalam golongan

karotenoid yang dibentuk dari pro vitamin yang dikonversikan menjadi

vitamin a aktif. Karotenoid bertindak sebagai antioksidan karena

kemampuannya untuk mengikat radikal bebas dan inhibisi lipid

peroksidase. Sama seperti vit C , fungsi beta karoten dapat sebagai

antioksidan dan prooksidan. Pada keadaan tekanan parsial oksigen yang

lebih tinggi menunjukkan efek prooksidan seiring dengan hilangnya

aktivitas antioksidan (Patekar et al.,2013).

d) Flavonoid

Tumbuh-tumbuhan merupakan sumber potensial yang banyak

mengandung antioksidan. Flavonoid merupakan antioksidan dan terbukti

lebih efektif daripada vitamin c, e dan karotenoid (Saxena et al., 2012)

aktifitas antioksidan pada flavonoid bergantung pada susunan secara

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

33

fungsional dari struktur nuklear. Konfigurasi, subtitusi dan total grup

hidroksil mempengaruhhi beberapa mekanisme antioksidan seperti

pengikatan radikal bebas dan khelasi ion logam. Flavonoid menghambat

enzim yang terlibat dalam pembentukan ros seperti, microsomal

monooxigenase, glutathione s-transferase, mitochondrial succinoxidase,

dan nadh oxidase. Flavonoid dengan potensi redoks rendah mampu

mengoksidasi radikal bebas seperti superoksida, peroksil, alkoksil, dan

hidroksil dengan donasi atom hidrogen. Flavonoid juga menghambat

peroksidasi lipid (Kumar, dan Pandey, 2013)

e) Saponin

Saponin terdistribusi secara luas dan dapat ditemukan di hampir 500

jenis tanaman. Saponin memiliki kemampuannya memproduksi busa

ketika dikocok dengan air. Saponin memiliki banyak aktifitas biologi

yaitu, sebagai antioksidan, imunostimulan, antibakteria, antikarsinogenik,

antidiare dan antioksitoksik. Mekanisme kerja saponin sebagai antioksidan

adalah pada inhibisi lipid peroksidasi dan pembuatan radikal bebas

(mengikat superoksida, nitrit oksida, hidroksil, dan hidrogen peroksida)

(Smith dan Adanlawo, 2014)

d) Tannin

Tannin atau yang dikenal juga dengan asam tanat merupakan polifenol

tumbuhan alami yang terdiri dari molekul glukosa dipusat dengan

diderivatisasi di gugus hidroksil dengan satu atau lebih residu galloyl.

Asam tanat merupakan antioksidan (lopes et al., 1999; ferguson, 2001; wu

et al., 2004) , antimutagen (ferguson, 2001; horikawa et al., 1994; chen and

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41078/3/jiptummpp-gdl-trinurdian-47136-3-babii.pdf · sistem mononuklear fagosit menjadi makrofag tetap yang tersebar di

34

chung, 2000), dan antikarsinogenik (horikawa et al., 1994; athar et al.,

1989; gali et al., 1992; nepka et al., 1999). Mekanisme kerja asam tanat

sebagai antioksidan yaitu dengan menghambat lipid peroksida dan

menghambat pembentukan radikal bebas atau ROS (pengikatan

superoksida, hidrogen peroksida dan khelasi ion logam) (Gulcin et al.,

2010).