Top Banner
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectum 2.1.1. Anatomi dan histologi normal Panjang usus besar (kolon dan rectum) 1.500cm, yang terdiri dari sekum, kolon asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Dinding usus besar mempunyai tiga lapis yaitu lapisan mukosa (bagian dalam), yang berfungsi untuk mencernakan dan absorpsi makanan, lapisan muskularis (bagian tengah) yang berfungsi untuk menolak makanan ke bagian bawah, dan lapisan serosa (bagian luar), bagian ini sangat licin sehingga dinding usus tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga abdomen. 1,3,5 Berbeda dengan mukosa usus halus, pada mukosa kolon tidak dijumpai villi dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe absortif (kolumnar) diselang seling sel goblet. Pelapis epitel kripta terdiri dari sel goblet. Pada lamina propria secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid. Sel berfungsi mengabsorpsi air, lebih dominan pada kolon bagian proksimal (asendens dan tranversum), sedangkan sel goblet lebih banyak dijumpai pada kolon desenden. Lamina propria lebih seluler (sel plasma, limfosit dan eosinofil) pada bagian proksimal dibanding dengan distal dan rektum. Pada bagian distal kolon, sel plasma hanya ada dibawah epitel permukaan. Sel paneth bisa ditemukan pada sekum dan kolon asenden. Pada anus terdapat sfingter anal internal (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari anus. (20-24) Universitas Sumatera Utara
19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

Feb 06, 2018

Download

Documents

vantruc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usus Besar dan rectum

2.1.1. Anatomi dan histologi normal Panjang usus besar (kolon dan rectum) 1.500cm, yang terdiri dari

sekum, kolon asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon

sigmoid dan rektum. Dinding usus besar mempunyai tiga lapis yaitu

lapisan mukosa (bagian dalam), yang berfungsi untuk mencernakan

dan absorpsi makanan, lapisan muskularis (bagian tengah) yang

berfungsi untuk menolak makanan ke bagian bawah, dan lapisan

serosa (bagian luar), bagian ini sangat licin sehingga dinding usus

tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga abdomen.1,3,5

Berbeda dengan mukosa usus halus, pada mukosa kolon tidak

dijumpai villi dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan

mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe absortif (kolumnar) diselang

seling sel goblet. Pelapis epitel kripta terdiri dari sel goblet. Pada

lamina propria secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid. Sel

berfungsi mengabsorpsi air, lebih dominan pada kolon bagian

proksimal (asendens dan tranversum), sedangkan sel goblet lebih

banyak dijumpai pada kolon desenden. Lamina propria lebih seluler

(sel plasma, limfosit dan eosinofil) pada bagian proksimal dibanding

dengan distal dan rektum. Pada bagian distal kolon, sel plasma hanya

ada dibawah epitel permukaan. Sel paneth bisa ditemukan pada

sekum dan kolon asenden. Pada anus terdapat sfingter anal internal

(otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

anus.(20-24)

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

Gambar 2.1 Anatomi kolon dan rektum22

Gambar 2.2. Histologi kolon24

2.1.2. Fisiologi kolon

Kolon mengabsorpsi air sampai dengan 90% dan juga elektrolit,

sehingga mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat,

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

disebut eses. Kolon tidak memproduksi enzim, tetapi hanya mukus.

Terdapat sejumlah bakteri pada kolon, yang mampu mencerna

sejumlah kecil selulosa, dan menghasilkan sedikit nutrien bagi tubuh.

Bakteri juga memproduksi vitamin K dan juga gas, sehingga

menimbulkan bau pada feses. Secara imunologis, oleh karena banyak

limfonodus terutama di aappendiks dan rektum; dan sel imun dilamina

propria. Feses juga bewarna coklat yang disebabkan pigmen

empedu.(22-30)

2.2. Kolitis ulserosa Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada mukosa

kolon yang dapat meluas ke bagian proksimal bersifat difus, ulseratif

dan sering kambuh setelah dalam periode tertentu secara klinis

tenang. Pada kolitis ulserosa berat, semua mukosa usus besar

terkena dan ileum termanilis ikut meradang yang disebut “back wash

ileitis”. Kolitis ulcerosa terjadi pada garis antara rektum dan kolon yang

dapat menyebabkan nekrosis (kematian sel). Hal ini sering terjadi

pada daerah kolon yang mengakibatkan perdarahan dan pengeluaran

pus. Peradangan ini mengakibatkan diarhea yang akibatnya kolon

sering dalam keadaan kosong. Jika peradangan terjadi pada rektum

dan bagian bawah dari kolon disebut proctitis ulcerosa, sedangkan jika

terkena daerah kolon disebut juga pankolitis. Kolitis ulserosa secara

umum adalah penyakit oleh karena radang pada usus halus dan usus

besar. Kesulitan diagnosa karena gejala pada penyakit ini harus dapat

dibedakan, dengan tipe yang lain yaitu Crohn disease. Penyakit Crohn

berbeda karena peradangan lebih dalam pada dinding usus dan dapat

mengenai pada bagian lain dari sistem percernaan termasuk usus

halus, mulut, osephagus dan lambung 1,2,3

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

2.2.1. Epidemiologi Kolitis ulserosa terjadi dengan frekuensi yang sama pada pria dan

wanita. Paling sering pada usia 20-30 tahun dan 70-80 tahun,

walaupun begitu dapat dijumpai pada semua umur. Dilaporkan bahwa

20% penderita kilitis ulcerosa mempunyai keluarga yang menderita

penyakit kolitis ulcerosa dan Crohn disease. Insiden paling tinggi

terdapat pada kulit putih dan Yahudi. Perkiraan insiden di Amerika

Utara dan Eropa berkisar 4-20 orang/100.000 penduduk. Insiden

kolitis ulserosa tampaknya meningkat dalam dua dekade terakhir

insiden terjadinya displasia pada kolitis ulcerosa sulit untuk

diperkirakan. Pada beberapa studi 5% dari insiden terjadi setelah 10

tahun dan 25% terjadi setelah 20 tahun. Secara keseluruhan dari

karsinoma kolorektal terjadi insiden 3-43% pada penderita kolitis

ulcerosa selama 25-30 tahun. Maka resiko peningkatan terjadinya

karcinoma kira-kira 1-2% setalah 10 tahun pertama terkena penyakit

kolitis ulserosa.11

2.2.2. Etiologi Penderita biasanya mempunyai gangguan pada sistem auto immun,

tetapi para ahli tidak mengetahui apakah abnormalitas ini adalah

faktor penyebab atau akibat dari penyakit ini. Sistem kekebalan tubuh

dipercaya memberikan reaksi kepada bakteri di dalam saluran

pencernaan. Gangguan emosional atau sensivitas dari makanan

tertentu mungkin sebagai pemicu pada beberapa orang. Banyaknya

persoalan dalam kehidupan para penderita kolitis ulcerosa mungkin

juga memberikan kontribusi untuk memperburuk penyakit ini. Satu

teori mengatakan kemungkinan interaksi virus atau bakteri dengan

sistem kekebalan tubuh menimbulkan reaksi peradangan sistem

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

dinding usus. Identifikasi pada beberapa gen tidak dapat dipastikan,

tetapi pada beberapa studi tampak diturunkan pada kromosom 3, 5, 7

dan 12.

Para pakar memfokuskan penyebab pada 4 faktor genetik sebagai

faktor predisposisi yaitu infeksi, gangguan immunologi dan

psikosomatik. Prevalensi kolitis ulserosa lebih banyak pada kelompok

keluarga dari populasi umum, merupakan petunjuk genetic mungkin

sebagai predisposisi. Simptom diare yang tiba-tiba memberikan kesan

bahwa kolitis ulserosa merupakan penyakit infeksi walaupun mikro

organisme penyebab belum dapat diidentifikasi. Adanya antibodi

makanan protein dalam sirkulasi darah penderita dan mekanisme

“Immun mediated” merupakan petunjuk bahwa kolitis ulserosa

mungkin ada kaitannya dengan faktor autoimmun. Selain dari penyakit

ini sering disertai artritis reumatik dan uveitis. Hal ini menguatkan

dugaan bahwa autoimmune merupakan faktor menyebab kolitis

ulserosa. Etiologi dan patogenesis dari kolitis ulserosa juga

diperkirakan dari banyak hal, contoh: merokok sebagai penghalang,

apendektomi berisiko ringan terbentuknya penyakit ini.Secara

signifikan peningkatan jumlah HLA-A11 dan HLA-A7 terjadi disini.(8-12)

2.2.3. Gambaran Klinis Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulserosa

adalah sakit pada perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di

camping itu dapat juga dijumpai anemia, kelelahan (mudah lelah),

kehilangan berat badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu

makan, kehilangan cairan tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang

sendi, pertumbuhan yang terganggu, terutama anak-anak.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis ulserosa yang

mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam,

diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang

hebat. Kolitis ulcerosa juga dapat menimbulkan gejala seperti arthritis,

radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing cholangitis) dan

osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di

luar dari kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi

akibat pencetus dari peradangan yaitu sistem immune. Sebagian

problem seperti ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat diobati.

Gambar 2.3. Gambaran klinis16

2.2.4. Patologi

Makroskopis, kolitis ulserosa lebih banyak berjangkit pada daerah

rektum dan sigmoid namun dapat meluas ke mukosa kolon proksimal

segmen berikutnya. Berbeda dengan penyakit Crohn dimana usus

yang terjangkit adalah ileum terminalis dan sekum, batas antara

mukosa yang kena dengan mukosa normal jelas, sedangkan pada

kolitis ulserosa mukosa yang terkena sifatnya difus dan batas sulit

ditentukan dengan jaringan yang normal. Kolitis ulserosa dimulai

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

dengan mikrobases pada kripta dan kemudian beberapa abses

bersatu membentuk ulkus melibatkan mukosa dan submukosa.

Histopatologi, pada pinggir ulkus terdapat infiltrasi sel radang neutrofil,

limfosit dan sel plasma dan tidak dijumpai proses granulomatosa.

Pada yang normal dijumpai juga sel radang dan untuk

membedakannya secara histopatologi tampak distribusi sel radang

pada kolitis ulserosa lebih dari setengah kelenjar mukosa dan adanya

kongesti pembuluh darah. Pada stadium lanjut, kolitis ulserosa timbul

penonjolan mukosa di antara ulkus yang disebut pseudopolip.

Penyakit yang sudah lama dan berulang dengan kelainan mukosa

yang luas disertai adanya pseudopolip merupakan resiko terhadap

karsinoma.

Pada kasus yang sering berulang-ulang, karsinoma yang timbul

sebagai komplikasi kolitis ulcerosa bersifat lebih ganas, cepat tumbuh

dan metastase.

n dapat dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah

mencegh terjadinya terjadinya karsinoma dan menghindari penyaki

Kolitis Ulserosa

Letak Lesi P. Darah Mukosa

Intra Abdomen kanan Difus Superfisial Tidak ada fisura Granulomatosa (-) Perdarahan sering Dilatasi Ederma Mikroabseskripta Tidak ada fisura

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

Rektum Ileum Efek terapi

Potensial karsinoma Selalu terlibat Tidak terlibat, kecuali “Back wash” Positif

Kolitis ulserosa pada beberapa kasus akan menetap pada daerah

rektum (proctitis ulceratif). Namun pada beberapa keadaan dapat

menyebar kebagian proksimal dan kadang melibatkan seluruh kolon

(pankolitis). Pada bentuk yang akut permukaan mukosa ditandai

adanya perdarahan mucus, ptechia juga sering dijumpai. Bentuk ulkus

bervariasi dengan konfigurasi yang irregular. Beberapa tukak merusak

mukosa hingga sub mucosa. Tukak yang meluas secara longitudinal

dan dijumpai juga yang transversal bukan gambaran kolitis ulcerosa

tapi gambaran kolitis granulomatous). Nodul kemerahan (cecil)

Pseudopolip sering dijumpai pada kolitis ulcerosa dengan permukaan

yang rata. Secara khas bentuk kecil dan multipel, jarang mempunyai

konfigurasi bentuk villiformis. Kadang-kadang bisa mencapai ukuran

yang sangat besar yang mana secara klinik atau radiology dicurigai

sebagai karsinoma. Pada stadium yang lebih kanjut seluruh usus akan

mengalami pemendekan dan menyempit. Sterosis dan sikatriks yang

dihubungkan dengan masa peradangan bisa menimbulkan masalah

dalam diagnosa dari karsinoma. Sebagian besar dinding usus

mengalami atrofi yang hebat dan peningkatan lemak-lemak di sekitar

kolon. Pada stadium yang menetap (quissence), tukak tidak dijumpai,

mukosa atrofi dan tampak penimbunan lemak yang luas. Pada

beberapa kasus ini, gambaran mukosa secara macros tampak

normal.Secara ringkas gambaran dari kripta simple dan tubular,sel

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

epitel absortif banyak,inti dibasal,goblet sel banyak dan clear epithel.

Dalam perjalanan penyakit, kolitis ulserosa dibagi dalam 3 tahap yaitu:

1. Kolitis ulserosa dini aktif; 2. Kolitis ulserosa aktif kronik; dan 3.

Kolitis ulseratif tenang.

2.2.5 Klasifikasi kolitis Ulserosa A. Kolitis ulserosa dini aktif

Pada pemeriksaan endoskopik tampak mukosa rektum hipermia dan

edema, erosif dan ulserasif kecil. Gambaran histopatologi biopsi,

menunjukkan kelainan kombinasi antara erosi dan ulserasi. Kuantitas

elemen kelenjar mukosa berkurang atau menghilang dan vaskularisasi

pada lamina propria bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang

terdiri dari kumpulan sel radang neutrofil dan limfosit. Mikroabses

kemudian pecah dan proses radang meluas pada submukosa.

Gambar 2.4. Mikroabses pada kripta4

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

B. Kolitis ulserosa kronik aktif Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses

penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta

jumlahnya berkurang atau menghilang, pada lamina propria jaringan

limfoid mengalami hiperplasia. Kelenjar mukosa mengalami

hiperplasia, muncul dalam bentuk psedopolip.

C. Kolitis Ulserosa Tenang

Pada stadium tenang, mukosa lebih tipis. Walaupun ada proses

regenerasi kelenjar, menonjol, akan tetapi vaskularisasi sudah

berkurang. Bila kolitis ulserosa sudah berlangsung lama, dapat

dijumpai displasia atau prakanker. Itulah alasannya ulserosa dianggap

sebagai resiko tinggi untuk karsinoma kolon dan rektum.

2.2.6 Diagnosa

Banyak cara yang digunakan untuk mendiagnosa kolitis ulserosa.

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk pemeriksaan anemia yang

disebabkan adanya perdarahan dari kolon atau rektum, juga

peningkatan leukosit merupakan tanda adanya radang. Pemeriksaan

feses dapat juga menunjukkan adanya leukosit, yang mana hal ini

menunjukkan adanya indikasi kolitis ulserosa atau penyakit yang

disebabkan oleh peradangan. Sebagai tambahan, sampel dari faeces

menunjukkan bahwa perdarahan atau radang dari kolon/rektum

disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit.

Kolonoskopi atau sigmoidoskopi adalah pemeriksaan yang akurat

untuk mendiagnosa kolitis ulserosa dan mengesampingkan

kemungkinan seperti penyakit Crohn, divertikular dan kanker. Untuk

pemeriksaan tersebut dimasukkan sebuah endoskopik yang panjang

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

dan fleksibel yang dihubungkan dengan komputer dan TV monitor.

Melalui anus dilihat ke rectum sampai colon, dalam hal ini dilihat

apakah dijumpai peradangan, perdarahan atau tukak dari dinding

kolon. Selama pemeriksaaan dapat dilakukan biopsi yang diambil dari

jaringan kolon untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih akurat

(hispatologi). Kadang-kadang x-ray seperti Barium enema atau CT-

scan juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kolitis ulserosa.(19-25)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

Table 2.1(Fenoglio-Peiser, 1999)

Acute stage

Resolving stage

Chronic-healed stage

Vascular congestion ++ +

Mucin depletion + - Cryptitis, crypt abscess

++ -

PMN, eosinophils, and mast cells

++ +

Luminal pus ++ - Basal plasma cells ++ ++ Epithelial regeneration

- ++

Expantion of mitotic active cell

- ++

Architectural distortion :

Atrophy Branching Crypt shortening Villous surface

++ ++ ++ ++

Metaplasia pyloric ++ Metaplasia paneth cell

++

Lymphoid hyperplasia ++ Villiformis polyposis ++ Epithelial displacement

++

Increased mononucleous

++

Endocrine cell metaplasia

++

Squamous metaplasia

++

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

2.3. Displasia pada kolitis ulserosa

Terjadinya adenokarsinoma kolon didahului oleh inflamasi kronis,

proliferasi sel, ”metaplasia“, dan displasia. Inflamasi kronis yang

didominasi oleh makrofag, bersama dengan leukosit akan

menimbulkan reactive oxygen dan nitrogen spesies.Bila berlama-

lama, agen-agen tersebut akan terganggu dan bermutasi

(peroxynitrate). Mutasi tersebut terjadi di dalam proliferasi epitel

stroma. Makrofag dan limfosit-T akan mempengaruhi TNF-α dan

makrofag inhibitory factor, akibatnya DNA rusak. Displasia dapat

terjadi di semua bagian kolon, namun sering paralel terhadap lokasi

kanker dan mungkin terjadi sebagai fokus terisolasi, namun lebih

sering multiple dan kadang-kadang difus. Displasia secara

makroskopis dapat diklasifikasikan sebagai lesi yang datar atau

meninggi sedikit. Faktor resiko yang paling kuat untuk terjadinya

displasia atau karsinoma ialah luas dan lamanya penyakit. Beberapa

studi yeng menyokong bahwa sclerossing cholangitis merupakan

faktor resiko yang bermakna. Faktor resiko yang masih kontroversial

termasuk onset umur yang muda, riwayat keluarga dengan karsinoma

kolon dengan defisiensi asam Folat. Secara umum, pasien dengan

kolitis ulserosa yang lebih 8 tahun adalah faktor yang bermakna untuk

terjadinya displasia dan karsinoma. Insiden terjadinya displasia pada

kolitis ulcerosa sulit untuk diperkirakan. Pada beberapa studi, 5% dari

insiden terjadi setelah 10 tahun dan 25% terjadi setalah 20 tahun.

Secara keseluruhan dari karsinoma kolorektal terjadi insiden 3-43%

pada penderita kolitis ulserosa selama 25-35 tahun. Maka resiko

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

peningkatan terjadi karsinoma kira-kira 1-2% setelah 10 tahun

pertama terkena penyakit kolitis ulserosa.

Gambaran kelenjar pada displasia tampak distorsi, inti sel sudah tidak

normal susunannya dilapisan membran basal,goblet sel menurun dan

dark purple epithelium

Secara makroskopis, dengan pemeriksan endoskopi displasia bisa

tampak berupa lesi yang rata (flat) atau sedikit meninggi (DALM =

Displasia Associated Lession of Mass). Secara mikroskopis,

perubahan atipik pada kolitis ulcerosa dibedakan dalam 3 kategori

yaitu : Negatif displasia, Indefinite displasia, dan positive displasia.

Gambar 2.5. Indefinite displasia2

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

Gambar 2.6. Positif displasia2

2.4. Adenokarsinoma kolorektal

Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat

insiden dan mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden

kanker kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria

penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita

angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker.23

Insidens meningkat sesuai dengan usia, jarang sebelum usia 40 tahun

kecuali pada individu dengan predisposisi genetic atau kondisi

predisposisi seperti chronic inflammatory bowel disease. Faktor terjadinya

kanker kolon yaitu adanya polip dan faktor genetik . Faktor genetik ini

terdiri dari riwayat keluarga dan herediter kanker kolorektal dengan

dijumpai allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker

kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon.

Dua sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker

kolorektal memiliki mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous

polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer

(HNPCC).24

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

Tabel 2.2. World Health Organization Classification of Colorectal Carcinoma Adenocarcinoma Medullary carcinoma Mucinous (colloid) adenocarcinoma (_50% mucinous) Signet-ring cell carcinoma (_50% signet-ring cells) Squamous cell (epidermoid) carcinoma Adenosquamous carcinoma Small-cell (oat cell) carcinoma Undifferentiated carcinoma Other (e.g., papillary carcinoma) The term “carcinoma, NOS” (not otherwise specified) is not part of the WHO classification. Tabel 2.3. Prognostik factor adenocarcinoma colon

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

sssssHHH Secara mikroskopis tampak kelenjar distorsi, inti sel sudah berlapis-lapis, pleomorfik, mitotik lebih banyak dan goblet sel hampir tidak ada.

Gambar 2.7 7 Adenokarsinoma kolon13

2.5. Carcinoembryonic antigen dan Peranan pada kolitis ulserosa Penelitian korelasi ekspresi CEA dan aktivitas dengan pewarnaan ini

untuk mendeteksi antigen walaupun sedikit didalam jaringan kolitis

ulserosa dan hal ini dengan teknik jaringan yang difiksasi dengan

formalin, blok parafin dan pewarnaan dengan carcinoembryonic

antigen (CEA), diharapkan adanya konfimasi sel-sel epitel abnormal

pada mukosa. Hal ini berhubungan dengan lamanya menderita kolitis

ulserosa. CEA dapat mendeteksi adanya adenocarcinoma colon (Gold

& Freedman), karena mempunyai antigen yang sama (homolog)

dengan jaingan kolon pada fetal. CEA terdiri dari oncofetal 200 kD

glycoprotein bersifat heterogen yang biasannya disekresikan pada

permukaan glycocalyx saluran cerna (gastrointestinal). Pewarnaan

dengan CEA penting digunakan pada karsinoma payudara, kolon,

serviks dan ovarium, juga memberikan tampilan yang positif pada

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

karsinoma pankreas, testis, kandung kemih dan granular cell

myoblastoma, CEA akan memberikan hasil negatif pada tumor otak

,prostat ,kulit ,hati,esopagus dan mesothelioma. Pada pasien dengan

kolitis ulserosa yang lama ,akan memberikan resiko untuk terjadinya

displasia ringan-berat dan karsinoma kolorektal. Kolonoskopi adalah

yang terbaik untuk menduga displasia atau kanker yang dilanjutkan

dengan biopsi.(10-21)

2.6. Pewarnaan Imunohistokimia untuk CEA Antibodi CEA dikenal juga sebagai CD66e, tersedia dalam bentuk

polyclonal (pCEA) atau monoclonal (Mcea ). Pada penelitian ini

dipakai monoclonal antibodi CEA. Simbol gen yaitu CEA-CAM5

dengan gene map locus : 19q13.1 –q13.2(manusia). Formulasi dari

antibodi ini berisi cairan imunoglobulin terdiri dari 0.05% sodium azide

sebagai bahan pengawet.CEA digunakan terutama untuk

mengidentifikasi karsinoma pada saluran cerna bagian bawah dengan

menggunakan mikroskop cahaya. Hal ini dapat dilakukan pada

jaringan yang telah difiksasi dengan formalin, blok parafin. Pada

adenokarsinoma kolorektal, CEA menampilkan warna coklat pada

sitoplasma dan lumen membran sel, tetapi tidak tertampil pada

polymorphonuclear neutrophils (PMN) dan eritrosi. Hasil akhir dilihat

dengan memakai kontrol (intesitas kuat).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usus Besar dan rectumrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24995/4/Chapter II.pdf · (otot polos) dan sfingter anal eksternal (otot rangka) yang mengitari

Gambar 2.8 Kontrol positip dari adenokarsinomakolon12

2.7. Kerangka Konsep

Normal

IBD Without IBD Mild /Normal Severe

( CEA ) ( CEA ) Inf.Polyp Polyp Adenoma

Dysplasia

Cance Cancer

( CEA )

Dyslasia ( CEA )

Universitas Sumatera Utara