Top Banner
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein Manusia demi kehidupannya sangat ditentukan oleh berlangsungnya atau bergeraknya proses-proses dalam tubuh, seperti berlangsungnya proses peredaran/sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses-proses fisiologis lainnya, selanjutnya bergerak melakukan berbagai kegiatan atau melakukan pekerjaan fisik, untuk itu semua diperlukan energi. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula kedalam tubuhnya. Manusia yang kurang makan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan-pekerjaan fisik maupun daya pemikirannya, karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi. Manusia harus mendapatkan sejumlah makanan tertentu setiap harinya yang menghasilkan energi, terutama untuk mempertahankan proses kerja tubuhnya dan menjalankan kegiatan-kegiatan fisik. Karena itu maka kita harus dapat mengetahui atau menentukan banyaknya energi dari makanan yang dimakan itu apakah mencukupi banyaknya energi minimal untuk keperluan menjalankan proses kerja tubuh atau masih kurang mencukupi (Kartasapoetra, G, 2003). Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian, setelah itu bahan 8
22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

Jan 17, 2017

Download

Documents

dinhdung
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecukupan Energi dan Protein

Manusia demi kehidupannya sangat ditentukan oleh berlangsungnya atau

bergeraknya proses-proses dalam tubuh, seperti berlangsungnya proses

peredaran/sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses-proses

fisiologis lainnya, selanjutnya bergerak melakukan berbagai kegiatan atau melakukan

pekerjaan fisik, untuk itu semua diperlukan energi. Energi dalam tubuh manusia dapat

timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan

demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat

makanan yang cukup pula kedalam tubuhnya. Manusia yang kurang makan akan

lemah baik daya kegiatan, pekerjaan-pekerjaan fisik maupun daya pemikirannya,

karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan

energi. Manusia harus mendapatkan sejumlah makanan tertentu setiap harinya yang

menghasilkan energi, terutama untuk mempertahankan proses kerja tubuhnya dan

menjalankan kegiatan-kegiatan fisik. Karena itu maka kita harus dapat mengetahui

atau menentukan banyaknya energi dari makanan yang dimakan itu apakah

mencukupi banyaknya energi minimal untuk keperluan menjalankan proses kerja

tubuh atau masih kurang mencukupi (Kartasapoetra, G, 2003).

Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak,

seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian, setelah itu bahan

8

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni.

Semua bahan makanan yang dibuat dari dan dengan bahan makanan tersebut

merupakan sumber energi. Keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk

kedalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan (Almatsier,

2001).

Menurut Depkes RI (1996), pengukuran kecukupan energy adalah sebagai

berikut : lebih, jika asupannya > 110% dari kebutuhan, baik jika asupannya > 80 –

110% dari kebutuhan, cukup jika asupannya 70 – 80% dari kebutuhan dan kurang

jika asupannya < 70% dari kebutuhan. Tingkat kecukupan energy dikatakan defisiensi

berat apabila tingkat konsumsi dibawah 70% (Suryono, 2012).

Kecukupan energi seseorang adalah konsumsi energi berasal dari makanan

yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai

ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktifitas yang sesuai dengan kesehatan

jangka panjang dan yang memungkinkan pemeliharaan aktifitas fisik yang

dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Pada anak balita kebutuhan energi termasuk

kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jaringan baru sesuai dengan kesehatan

(Almatsier, 2001).

Salah satu penyebab munculnya kekurangan gizi dimasyarakat adalah akibat

rendahnya asupan energi dan protein dari makanan sehari-hari. Kondisi ini muncul

akibat tidak tersedianya makanan sumber energi dan protein yang mencukupi dalam

keluarga, sehingga kebutuhan anggota keluarga akan energi dan protein tidak

terpenuhi. Kegunaan energi pada masa pertumbuhan anak-anak sebagai berikut : 50%

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

untuk basal metabolisme atau sebanyak lebih kurang 55 kkal/kg BB/hari dan setiap

kenaikan basal metabolisme atau sebanyak lebih kurang 10%, 5%-10% untuk specific

dynamic, 12% untuk aktifitas fisik atau sebanyak 15-25 kkal/kg/hari dan 10%

terbuang melalui feses. Kekurangan konsumsi zat gizi dalam waktu yang lama akan

menyebabkan terlambatnya pertumbuhan anak dan penyakit kurang energi protein

(KEP) terutama marasmus (RSCM dan Persagi, 1990).

Kekurangan energi yang kronis pada anak balita dapat menyebabkan anak

tersebut lemah, serta pertumbuhan jasmani terhambat dan perkembangan selanjutnya

terganggu. Pada orang dewasa ditandai dengan menurunnya berat badan menurunnya

produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua golongan umur dapat menyebabkan

mudahnya serangan infeksi penyakit lainnya serta lambatnya proses regenerasi sel

tubuh (Almatsier, 2001).

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar

tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada didalam

otot, seperlima didalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit dan

selebihnya didalam jaringan lain dan cairan tubuh. Semua enzim berbagai hormon

pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein.

Ada beberapa fungsi protein yang diantaranya adalah :

1. Pertumbuhan dan pemeliharaan

Sebelum sel-sel dapat mensintesis protein baru, harus tersedia semua asam

amino esensial yang diperlukan dan cukup nitrogen atau ikatan amino guna

pembentukan asam-asam amino non esensial yang diperlukan.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

2. Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh

Hormon-hormon seperti tiroid, insulin dan efinefrin adalah protein, demikian

pula berbagai enzim. Ikatan-ikatan ini bertindak sebagai katalisator atau

membantu perubahan-perubahan biokimia yang terjadi didalam tubuh.

3. Mengatur keseimbangan air

Cairan tubuh terdapat didalam tiga kompartemen : intraseluler (didalam sel),

ekstraseluler (diantara sel) dan intravaskuler (didalam pembuluh darah).

Distribusi cairan didalam kompartemen ini harus dijaga dalam keadaan

seimbang atau homeostasis. Keseimbangan ini diperoleh melalui system

kompleks yang melibatkan protein dan elektrolit.

4. Memelihara netralitas tubuh

Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam dan basa

untuk menjaga ph pada taraf konstan.

5. Pembentukan antibodi

Kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi bergantung pada kemampuannya

untuk memproduksi antibody terhadap organisme yang menyebabkan infeksi

tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang memasuki tubuh.

6. Mengangkut zat-zat besi

Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran

cerna melalui dinding saluran cerna kedalam darah, dari darah kejaringan-

jaringan dan melalui membran sel kedalam sel.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

Sebagai sumber energi, protein relative lebih mahal, baik dalam harga maupun dalam

jumlah energi yang dibutuhkan untuk metabolisme energi. Sumber protein seperti

bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun

mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati

adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu serta kacang-kacangan

lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau

nilai biologi tertinggi (Almatsier, 2001).

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah

maupun mutu, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rerata penduduk

Indonesia. Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-

kacangan, dengan kontribusinya rerata terhadap konsumsi protein hanya 9,9%.

Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah.

Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-

anak dibawah lima tahun (Almatsier, 2004).

Kebutuhan protein pada masa bayi dan balita berdasarkan daftar kecukupan

gizi (DKG) yang dianjurkan untuk orang Indonesia perorang/perhari. Menurut daftar

kecukupan energi dan protein dalam jumlah yang dianjurkan adalah : golongan umur

0-6 bulan sebanyak 550 kkal/hari dan protein 12 gr/hari, golongan umur 7-11 bulan

sebanyak 725 kkal/hari dan protein 18 gr/hr, golongan umur 1-3 tahun sebanyak 1125

kkal/hari dan protein 26 gr/hari, golongan umur 4-6 tahun sebanyak 1600 kkal/hari

dan protein 35 gr/hari serta golongan umur 7-9 tahun sebanyak 1850 kkal/hari dan

protein 49 gr/hari (WNPG, 2012).

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

Menurut Depkes RI (1996), pengukuran kecukupan protein adalah sebagai

berikut : lebih, jika asupannya > 110% dari kebutuhan, baik jika asupannya > 80 –

110% dari kebutuhan, cukup jika asupannya 70 – 80% dari kebutuhan dan kurang

jika asupannya < 70% dari kebutuhan. Tingkat kecukupan protein dikatakan

defisiensi berat apabila tingkat konsumsi dibawah 70% (Suryono, 2012).

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi

protein biasanya tinggi lemak, sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan

protein dapat menimbulkan masalah lain, terutama pada bayi. Kelebihan protein akan

menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum

darah dan demam. Ini dilihat pada bayi yang diberi susu skim atau formula dengan

konsentrasi tinggi, sehingga konsumsi protein mencapai 6 gr/kg berat badan. Batas

yang dianjurkan untuk konsumsi protein adalah dua kali angka kecukupan gizi

(AKG) untuk protein (Almatsier, 2004).

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Per Orang/Hari

No Umur Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (cm)

Energi (kkal)

Protein (gr)

1 0 – 6 bulan 6 61 550 12 2 7 – 11 bulan 9 71 725 18 3 1 – 3 tahun 13 91 1125 26 4 4 – 6 tahun 19 112 1600 35 5 7 - 9 tahun 27 130 1850 49

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2012)

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecukupan Energi dan Protein Anak Balita

2.2.1. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi didefinisikan sebagai apa yang diketahui berkenaan dengan

sesuatu hal. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pengalaman orang lain, selain

itu dapat diperoleh dengan mengikuti penyuluhan. Salah satu faktor yang

menyebabkan timbulnya masalah gizi adalah kurangnya pengetahuan akan pengaruh

makanan dan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang maka

semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsi

(Berg, 1986).

Menurut Sukarni (2000), pengetahuan merupakan kemampuan seseorang

yang mempengaruhi terhadap tindakan yang dilakukan. Pengetahuan seseorang tidak

saja dipengaruhi oleh pendidikan, karena pengetahuan dapat diperoleh dari

pengalaman pada masa lalunya. Hanya saja perlu pertimbangan bahwa faktor

pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan

memahami pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan menjaga gizi anak balita.

Hal ini dapat dijadikan landasan untuk memberikan makanan kepada anak balitanya

yang cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh anak balita pada masa

pertumbuhan dan perkembangan (Damiati, 2010).

Hasil penelitian dari Hardiviani (2003), yang dilakukan di Desa Suwawal

Barat Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, menunjukkan bahwa ada pengaruh

tingkat pengetahuan gizi ibu terhadap kecukupan energi dan protein pada anak balita.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

Seorang ibu harus memiliki pengetahuan gizi untuk menanggulangi masalah-masalah

gizi yang dihadapi oleh anak-anaknya, kenyataannya setelah orang tua diberi

penyuluhan gizi, tetapi tetap saja anaknya menderita kurang protein. Hal ini

dikarenakan orang tua tersebut tidak mampu mengaitkan informasi gizi yang

diperolehnya dengan masalah gizi yang dihadapi anak-anaknya (Khomsan, 2000).

Apabila pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi masih kurang, maka

pemberian makanan untuk keluarga bisa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya

dapat mengenyangkan perut saja, tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau

tidak bergizi. Walaupun persentase pendapatan untuk keperluan penyediaan atau

pemberian makanan keluarga tidak mencukupi tetapi apabila pengetahuan ibu

terhadap bahan makanan yang bergizi baik maka dapat diperoleh makanan sesuai

kemampuan, namun mengandung zat gizi. Sehingga kebutuhan tubuh masing-masing

anggota keluarga akan zat gizi dapat tercukupi. Pengetahuan tentang zat gizi yang

terkandung dalam berbagai bahan makanan berguna bagi kesehatan keluarga, karena

dapat membantu ibu dalam memilih bahan makanan yang tidak begitu mahal tetapi

nilai gizinya tinggi (Marsetyo, dkk, 2003).

Salah satu variabel yang mempengaruhi perilaku dan keyakinan tentang

kesehatan adalah tingkat pengetahuan atau intelektual. Variabel ini mempengaruhi

pola pikir seseorang, selain itu kemampuan kognitif membentuk cara berfikir

seseorang meliputi kemampuan untuk mengerti faktor-faktor yang berpengaruh

dalam kondisi sakit dan untuk menerapkan pengetahuan tentang sehat dalam praktek

kesehatan personal (Potter dan Perry, 2005).

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

Tingkat pengetahuan gizi seseorang besar pengaruhnya bagi perubahan

sikap dan perilaku didalam pemilihan bahan makanan, yang selanjutnya akan

berpengaruh pula pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Keadaan gizi yang

rendah disuatu daerah akan menentukan tingginya angka kurang gizi secara nasional

(Suhardjo, 2003).

Konsumsi makanan pokok merupakan proporsi terbesar dalam susunan

hidangan di Indonesia, karena dianggap terpenting di antara jenis makanan lain. Suatu

hidangan bila tidak mengandung bahan makanan pokok dianggap tidak lengkap oleh

masyarakat. Makanan pokok seringkali mendapat penghargaan lebih tinggi oleh

masyarakat dibanding lauk-pauk. Orang merasa puas asalkan bahan makanan pokok

tersedia lebih besar dibanding jenis makanan lain (Sediaoetama, 2004).

2.2.2. Kebiasaan Makan Keluarga

Pada masyarakat, berbagai jenis bahan makanan mempunyai nilai sosial.

Orang cenderung mengkonsumsi bahan makanan yang mempunyai nilai sosial

tertentu yang dianggap sesuai dengan tingkat sosial mereka dan hal ini seringkali

tidak sesuai dengan nilai gizi dalam makanan. Makanan yang bernilai gizi tinggi,

diberi nilai sosial rendah atau sebaliknya (Sediaoetama, 2004).

Kebiasaan makan didefinisikan sebagai perilaku seseorang atau sekelompok

orang untuk memenuhi kebutuhan makan yang melibatkan sikap, kepercayaan dan

pilihan makanan (Khomsan et.al, 2006).

Pendefinisian tentang makanan juga berpengaruh pada kebiasaan makan dan

kecukupan gizi, pengertian makan hanya ditujukan pada nasi atau produk olahan

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

yang berasal dari bahan dasar beras, seperti lontong. Kalau belum makan nasi belum

dianggap makan, apapun lauknya. Ada pula jenis masakan yang dihubungkan dengan

upacara/selametan, seperti selamaten kelahiran, pernikahan hingga kematian,

terdapat perbedaan makanan yang disajikan atau dihantarkan kepada tetangga atau

kerabat. Dalam berbagai kebiasaan makan itu, terlihat bagaimana kebiasaan makan

tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai budaya setempat yang tentunya berpengaruh

pada kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. Uraian tentang keberagaman kebiasaan

makan dan pengolahan makanan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memahami

kondisi gizi dan kesehatan masyarakat maupun bagi program penyuluhan gizi dan

kesehatan secara menyeluruh. Walaupun hampir semua orang mengetahui bahwa

pangan dan gizi merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sangat erat

kaitannya dengan kesehatan dan penyakit. Banyak juga yang sudah mengetahui

bahwa kekurangan gizi akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi,

menyebabkan banyak penyakit kronis, serta menyebabkan orang tidak mungkin

melakukan kerja keras. Namun demikian, aspek budaya masih mendominasi perilaku

dan kebiasaan makan yang terjadi dalam masyarakat (Saptandari, 2013).

Menurut Foster dan Anderson (1986), dalam pangan, gizi dan kesehatan

banyak ditemukan masalah yang berhubungan dengan kepercayaan-kepercayaan,

pantangan-pantangan, dan upacara-upacara yang acap kali mencegah orang

memanfaatkan makanan yang tersedia bagi mereka. Kebiasaan makanan beragam

dalam konteks budaya. Mengubah kebiasaan atau pola makanan tradisional bukan hal

yang mudah, mengingat dari semua kebiasaan yang paling sulit diubah adalah

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

kebiasaan makan. Apa yang kita sukai dan tidak kita sukai, kepercayaan-kepercayaan

kita terhadap apa yang dapat di makan atau tidak dapat dimakan, dan keyakinan kita

dalam hal makanan yang berhubungan kesehatan dan ritual, telah ditanamkan sejak

usia muda (Anitashiva, 2013).

Kebiasaan makan sebagaimana halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lain hanya

dapat dimengerti dalam konteks budaya secara menyeluruh. Oleh karena

itu, program-program pendidikan gizi efektif yang memungkinkan untuk

menuju pada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang

makanan sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi. Studi-studi

mengenai makanan dalam konteks budaya, merupakan suatu peranan para ahli

antropologi. Perhatian mengenai kepercayaan tentang makanan, dan praktek-

prakteknya jika digabung akan menjurus kebidang antropologi kesehatan dan

antropologi gizi. Antropologi kesehatan dipandang para dokter sebagai disiplin bio-

budaya yang memberikan perhatian pada aspek biologis dan sosial-budaya dari

tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya

disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.

Foster dan Barbara Anderson, menyarankan sebaiknya antropologi kesehatan

didefinisikan sebagai aktivitas formal antropologi yang berhubungan dengan

kesehatan dan penyakit. Adapun aspek penting antropologi gizi adalah sebagai

berikut: (1) sifat budaya dan psikologis dari makanan (yaitu peranan budaya dari

makanan, yang berbeda dengan peranan-peranan gizinya), dan (2) cara-cara dimana

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

dimensi-dimensi budaya dan psikologis dari makanan berkaitan dengan masalah gizi

yang cukup, terutama dalam masyarakat-masyarakat tradisional (Anitashiva, 2013).

Dalam hal pangan ada sementara kebiasaan yang memprioritaskan anggota

keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan,

umumnya kepala keluarga. Anggota keluarga lainnya menempati urutan prioritas

berikutnya dan yang paling umum mendapatkan prioritas terbawah adalah golongan

ibu-ibu rumah tangga, apabila hal yang demikian itu masih dianut dengan kuat oleh

suatu kebiasaan, sedangkan dilain pihak pengetahuan gizi belum dimiliki oleh

keluarga yang bersangkutan maka dapat saja timbul distribusi konsumsi pangan yang

tidak baik diantara anggota keluarga. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama

dapat mengakibatkan timbulnya masalah gizi kurang didalam keluarga yang

bersangkutan (Suhardjo, 1989).

Banyak larangan tentang makanan yang dimaksudkan untuk kepentingan

kesehatan, tetapi pada kenyataannya bahkan berpengaruh sebaliknya. Pantangan

demikian harus dicoba untuk dihindarkan sejauh mungkin. Sebaliknya tidak semua

pantangan merugikan. Kita harus hati-hati dan kritis dalam menilai mana pantangan

yang merugikan dan mana yang masih menguntungkan (Sediaoetama, 2004).

Di Indonesia kebiasaan makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya,

unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat

yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya, padahal

kadang-kadang unsur budaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.

Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai dengan

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

keadaan lingkungan, agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini aspek

budaya sangat mempengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia

(Suhardjo, 2003).

Pada masyarakat Jawa Barat masih terdapat pantangan bahan makanan, yang

sebenarnya bahan makanan tersebut mengandung nilai gizi yang tinggi. Seperti

contohnya anak balita dilarang makan ikan dengan anggapan akan cacingan, dan juga

dilarang makan telur karena akan timbul bisulan. Tabu yang demikian tidak rasional,

namun anggapan demikian diwariskan dari generasi-generasi secara turun temurun.

Di Aceh, air susu ibu dianggap kurang memadai sebagai makanan bayi sehingga

biasanya bayi diberi makan pisang wak yang telah dilumatkan kemudian disulang ke

mulut bayi. Setelah berumur tiga bulan, bayi diberi pisang ditambah dengan nasi yang

telah digiling halus diatas piring yang terbuat dari tanah liat kemudian disulangkan

kepada bayi sambil dibaringkan diatas lonjoran kaki pengasuh. Setelah umur delapan

bulan bayi diberi makanan yang sama jenisnya dengan makanan orang dewasa

(Arber, 2013).

Makanan pokok masyarakat Aceh adalah nasi. Perbedaan yang cukup

menyolok di dalam tradisi makan dan minum masyarakat Aceh dengan masyarakat

lain di Indonesia adalah pada lauk-pauknya. Kebiasaan makan masyarakat Aceh

sangat spesifik dan bercitra rasa seperti masakan India. Lauk-pauk utama masyarakat

Aceh dapat berupa ikan, daging (kambing/sapi). Di antara makanan khas Aceh adalah

gulai kambing (kari kambing), sie reboh, keumamah, eungkot paya (ikan paya), mie

Aceh, dan Martabak. Selain itu, juga ada nasi gurih yang biasa dimakan pada pagi

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

hari. Sedangkan dalam kebiasaan minum pada masyarakat Aceh adalah kopi. Oleh

karena itu, tidak mengherankan apabila pada pagi hari kita melihat warung-warung di

Aceh penuh sesak orang yang sedang menikmati makan pagi dengan nasi gurih,

ketan/pulut, ditemani secangkir kopi, atau pada siang hari makan nasi dengan kari

kambing dan sebagainya (Wibowo, 2011).

2.2.3. Pendapatan Keluarga

Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dengan jelas melalui

besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga yang bersangkutan. Semakin

tinggi pendapatan maka semakin berkurang persentase pengeluaran untuk makanan

pokok, dan semakin tinggi persentase pengeluaran untuk makanan berprotein tinggi

seperti daging, ikan dan susu (Suhardjo, 2005).

Tingkat pendapatan akan mempengaruhi pola kebiasaan makan yang

selanjutnya berperan dalam penyediaan prioritas penyediaan pangan berdasarkan nilai

ekonomi dan nilai gizinya. Bagi mereka dengan pendapatan yang sangat rendah

hanya dapat memenuhi kebutuhan pangan berupa sumber karbohidrat yang

merupakan pangan prioritas utama. Jika tingkat pendapatan meningkat maka pangan

merupakan prioritas kedua. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang

menyebabkan seseorang tidak mampu membeli pangan (Suhardjo, 1989).

Hasil penelitian dari Hardiviani (2003), yang dilakukan di Desa Suwawal

Barat Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, menunjukkan bahwa ada pengaruh

pendapatan keluarga terhadap kecukupan energi dan protein pada anak balita.

Tingkat pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa tidak selalu membawa perbaikan

pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang

akan dibeli untuk makanan. Jika keuangan memungkinkan serta memiliki keleluasaan

dalam memilih, maka kebutuhan makanan akan terpenuhi. Akan tetapi jika keuangan

terbatas, memilih makanan yang murah, namun diharapkan dengan uang yang sedikit

tersebut dapat dibelanjakan bahan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi. Jadi

dalam mengolah diperlukan pertimbangan yang cermat, hal dimaksud agar dapat

menggunakan uang belanja dengan sebaik-baiknya serta dapat mencukupi kebutuhan

keluarga, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk itu perlu sekali kemahiran

dalam mengganti bahan makanan lain yang sesuai dengan unsur gizi yang dibutuhkan

(Suhardjo, 2003).

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang

mempunyai penghasilan mencukupi akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya

saja, dengan demikian kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga

yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang relative mempunyai

penghasilan yang baik (Moehji, 1986).

2.2.4. Pendidikan

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dialami seseorang

dan berijazah. Pendidikan mempengaruhi seseorang dalam kesehatan terutama pada

pola asuh anak, alokasi sumber zat gizi serta utilisasi informasi lainnya. Rendahnya

tingkat pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani

masalah gizi dan keluarga serta anak balitanya (Notoatmodjo, 2007).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

Pendidikan adalah suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mulai

dari usia anak-anak sampai dewasa, karena itu memerlukan beraneka cara dan

sumber. Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga

juga berperan dalam penyusunan makan keluarga, serta pengasuhan dan perawatan

anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah

menerima informasi kesehatan khususnya dibidang gizi, sehingga dapat menambah

pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari (Depkes RI,

2008).

Secara biologis ibu adalah sumber kehidupan anak. Tingkat pendidikan ibu

banyak menentukan sikap dan tindak tanduk dalam menghadapi berbagai masalah.

Ibu mempunyai peranan cukup penting dalam kesehatan dan pertumbuhan anak dapat

ditunjukkan oleh kenyataan. Bahwa ibu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi,

tumbuh kembang anaknya akan menjadi lebih baik (Kardjati, 1985).

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan dalam rumah tangga.

Pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan yang telah diikuti baik formal maupun

non formal sangat menentukan untuk diterapkan dalam hal pemilihan dan penentuan

jenis makanan yang dikonsumsi seluruh keluarga. Dari hal tersebut dapat

diasumsikan bahwa tingkat kecukupan energi dalam rumah tangga dan pendidikan

ibu yang relative tinggi akan lebih baik dibandingkan dengan rumah tangga yang

tingkat pendidikan ibu rendah atau tidak sekolah (Suhardjo, 1989).

Pendidikan gizi atau penyuluhan gizi selalu dimaksudkan agar anak-anak

mengubah perilaku konsumsi gizi menuju keperilaku yang lebih baik, memiliki

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

pengetahuan gizi tidak berarti seseorang mau mengubah kebiasaan mereka, mungkin

mereka paham tentang protein, karbohidrat, vitamin dan zat gizi lainnya yang

diperlukan untuk kepentingan diit, tetapi mereka tidak pernah mengaplikasikan

pengetahuan gizi dalam kehidupan sehari-hari (Kasijam, 1994).

2.2.5. Sikap

Ahli psikologi W.J. Thomas (1997), memberikan batasan sikap sebagai suatu

kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan nyata yang mungkin akan

terjadi didalam kegiatan-kegiatan sosial.

Menurut Newcomb (1999), sikap adalah kesiapan dan kesediaan untuk

bertindak seseorang terhadap hal-hal tertentu kemudian dilahirkan dalam perilaku.

Sikap merupakan kecenderungan untuk bertingkah laku seseorang terhadap sesuatu

hal termasuk dalam penyajian menu bagi anak balita. Sikap individu merupakan

pendorong untuk bertindak disertai dengan perasaan-perasaan yang dimiliki oleh

individu tersebut, dengan dasar pengetahuan dan pengalaman masa lalu, maka timbul

sikap dalam diri manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dengan menanggapi

suatu objek yang menggerakkannya untuk bertindak.

Sikap merupakan suatu reaksi yang masih tertutup tidak dapat dilihat secara

langsung sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak.

Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek

dengan cara tertentu serta merupakan suatu respon evaluasi terhadap pengalaman

kognitif, reaksi, afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya. Jadi sikap merupakan

suatu respon evaluasi didasarkan pada evaluasi diri yang disimpulkan berupa

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

penilaian positif dan negatif yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi

terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Allport (1992), dijelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen

pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, berfikir, keyakinan dan

emosional pada diri seseorang memegang peranan penting dalam bertindak. Suatu

sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (evert behavior).

2.3. Anak Balita

Balita adalah salah satu kelompok didalam masyarakat yang berusia dibawah

lima tahun. Karena balita sedang dalam tahap pertumbuhan maka ia sangat mudah

mengalami gangguan kesehatan apabila kebutuhan gizinya kurang terpenuhi (James,

1998).

Anak balita adalah anak yang berusia satu sampai lima tahun, pada kelompok

usia ini pertumbuhan anak tidak sebesar masa bayi tetapi aktifitasnya lebih banyak,

oleh sebab itu masukan zat gizi benar-benar diperhatikan. Makanan yang diperhatikan

selama anak-anak akan membawa akibat dikemudian hari, sebab pada masa itu otak

sedang mengalami perkembangan pesat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

pertumbuhan otak banyak kaitannya dengan masukan energi dan protein serta

defisiensi zat gizi tertentu (Moehji, 1988).

Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok didalam masyarakat yang paling

mudah menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena kekurangan gizi.

Biasanya kelompok rentan gizi ini berhubungan dengan proses kehidupan manusia,

oleh karena itu kelompok rentan gizi ini terdiri dari kelompok umur tertentu dalam

siklus kehidupan manusia. Pada kelompok umur-umur tersebut berada pada suatu

siklus pertumbuhan atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah

yang lebih besar dari kelompok umur yang lain. Oleh sebab itu, apabila kekurangan

zat gizi maka akan terjadi gangguan gizi atau kesehatannya. Kelompok-kelompok

rentan gizi ini terdiri dari kelompok bayi (0-1 tahun), kelompok anak balita (1-5

tahun), anak sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui serta kelompok lanjut usia

(lansia) (Notoatmodjo, 1996).

2.4. Landasan Teori

Kekurangan gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan tidaklah mudah

untuk mengetahuinya. Misalnya seorang anak balita yang terganggu

pertumbuhannya. Sebagian besar penduduk Indonesia (sekitar 50%) dapat dikatakan

tidak sakit tetapi juga tidak sehat. Kondisi ini tergolong kekurangan gizi yang secara

perlahan akan berdampak terhadap tingginya kematian anak, selanjutnya secara

langsung menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara (Aritonang,

2012)

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

Menurut Unicef (1998) gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa

faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak

langsung, pokok masalah dan akar masalah. Gizi kurang secara langsung disebabkan

oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah

usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam

keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi

dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung

pada pendapatan, agama, budaya, sikap, kebiasaan makan, pengetahuan ibu dan

pendidikan keluarga yang bersangkutan.

Keadaan gizi tergantung dari tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan

oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua

zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang

satu terhadap yang lain (Djaeni, 2004).

Adapun landasan teori penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi

kecukupan energi dan protein anak balita, modifikasi dari Unicef (1998) adalah

sebagai berikut :

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

Gambar 2.1. Landasan Teori

Status Gizi

Asupan Gizi

Penyakit Infeksi

Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Tangga

Pola Asuh Anak

Sanitasi dan Pelayanan Kesehatan

Pendapatan, Pendidikan, Pengetahuan Rendah, Sikap dan Kebiasaan Makan

Krisis Politik, Sosial dan Ekonomi

Masalah Utama

Akar Masalah

Penyebab Tidak Langsung

Penyebab Langsung

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecukupan Energi dan Protein ...

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep

penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Banyak faktor yang mempengaruhi kecukupan energi dan protein, diantaranya

adalah penyebab langsung (asupan gizi dan penyakit infeksi), penyebab tidak

langsung (ketersediaan pangan tingkat rumah tangga, pola asuh anak, sanitasi dan

pelayanan kesehatan), masalah utama (pendapatan, pendidikan, pengetahuan rendah,

sikap dan kebiasaan makan) dan akar masalah (krisis politik, sosial dan ekonomi).

Berdasarkan landasan teori maka variabel yang akan diteliti adalah tingkat

pengetahuan gizi ibu, pendapatan keluarga dan kebiasaan makan keluarga terhadap

kecukupan energi dan protein pada anak balita.

Kecukupan Energi dan Protein Anak Balita

Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu

Pendapatan Keluarga

Kebiasaan Makan Keluarga