BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dijelaskan pengertian-pengertian dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya yaitu peramalan, konsep dasar time series, stasioner dan nonstasioner, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation Function (PACF), model-model Time Series, heteroskedastisitas, model ARCH, pengujian efek ARCH, dan model GARCH. A. Peramalan Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan bergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat dilihat pada waktu keputusan itu diambil. Peamalan (forecasting) suatu teknik untuk memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan datang dengan memperhatikan data masa lalu maupun data saat ini. (Aswi dan Sukarna, 2006: 1) 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab II akan dijelaskan pengertian-pengertian dasar yang digunakan
sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya yaitu peramalan, konsep dasar
time series, stasioner dan nonstasioner, Autocorrelation Function (ACF) dan
Parsial Autocorrelation Function (PACF), model-model Time Series,
heteroskedastisitas, model ARCH, pengujian efek ARCH, dan model GARCH.
A. Peramalan
Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan
keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan bergantung pada beberapa
faktor yang tidak dapat dilihat pada waktu keputusan itu diambil. Peamalan
(forecasting) suatu teknik untuk memperkirakan suatu nilai pada masa yang akan
datang dengan memperhatikan data masa lalu maupun data saat ini. (Aswi dan
Sukarna, 2006: 1)
Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi sesuatu yang
kemungkinan besar akan terjadi misalnya kondisi permintaan, banyaknya curah
hujan, kondisi ekonomi, dan lain-lain.
Atas dasar logika, langkah dalam metode peramalan secara umum adalah
mengumpulkan data, meyeleksi dan memilih data, memilih model peramalan,
menggunakan model terpilih untuk melakukan peramalan, evaluasi hasil akhir.
Berdasarkan sifatnya, peramalan dibedakan menjadi:
1
1. Peramalan kualitatif
Peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil
peramalan kualitatif didasarkan pada pengamatan kejadian-kejadian di masa
sebeumnya digabung dengan pemikiran dari penyusunnya.
2. Peramalan kuantitatif
Peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif masa lalu yang diperoleh
dari pengamatan nilai-nilai sebelumnya. Hasil pengamatan yang dibuat tergantung
pada metode yang digunakan, menggunakan metode yang berbeda akan diperoleh
hasil peramalan yang berbeda.
B. Konsep dasar Time series
Deret waktu (time series) merupakan serangkaian data pengamatan yang
terjadi berdasarkan indeks waktu secara beruntun dengan interval waktu tetap
(Aswi dan Sukarna, 2006: 5). Metode time series adalah metode peramalan
dengan menggunakan analisis pola hubungan antara variabel yang akan
diperkirakan dengan variabel waktu atau analisis time series, antara lain:
1. Metode smooting
2. Metode Box-Jenkins (ARIMA)
3. Metode Proyeksi trend dengan regresi
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan peramalan adalah pada
galat (error), yang tidak dapat dipisahakan dalam metode peramalan. Untuk
mendapatkan hasil yang mendekati data asli, maka seorang peramalan berusaha
membuat error-nya sekecil mungkin.
2
Analisis deret waktu adalah salah satu prosedur statistik yang diterapkan
untuk meramalkan struktur probabilistik keadaan yang akan terjadi di masa yang
akan datang dalam rangka pengabilan keputusan. (Aswi dan Sukarna, 2006: 5).
C. Stasioner dan Nonstasioner
Dalam analisis runtun waktu sering kali menggunakan asumsi bahwa
data harus stasioner. Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat perubahan yang
dratis pada data. Fluktuasi data berada disekitar suatu nilai rata-rata yang konstan,
tidak tergantung pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut (Makridakis,
1995: 351).
Bentuk visual dari plot data runtun waktu sering kali
cukup meyakinkan para peneliti bahwa data yang diperoleh stasioner atau
nonstasioner. Gambar 2.1 merupakan contoh plot data runtun waktu yang
stasioner dalam rata-rata dan Gambar 2.2 menunjukkan plot data runtun waktu
yang tidak stasioner dalam rata-rata. Data yang digunakan adalah data penjualan
rumah yang ada di Amerika Serikat mulai bulan Januari 1968 sampai bulan
Desember 1982.
Gambar 2.1 Plot Data penjualan rumah Stasioner dalam Rata-rata(Time Series Analysis (ARIMA) Contoh Pemodelan dan Peramalan
dengan metode ARIMA.html)
3
Gambar 2.2 Plot Data penjualan rumah Tidak Stasioner dalam Rata-rata( Time Series Analysis (ARIMA) Contoh Pemodelan dan Peramalan
dengan metode ARIMA.html)
Untuk mengatasi ketidakstasioneran data berdasarkan rata-rata (mean)
yaitu dengan melakukan pembedaan (differencing). Menurut Makridakis dkk
(1999: 452) notasi yang sangat bermanfaat dalam metode pembedaan adalah
operator shift mundur (backward shift) disimbolkan dengan B sebagai berikut:
B X t=X t−1 (2.1)
Dengan kata lain, notasi B yang dipasang pada X t memiliki efek
menggeser data satu periode ke belakang. Dua aplikasi dari B terhadap X t akan
menggeser data tersebut dua periode ke belakang, sebagai berikut:
B(BX¿¿ t)=B2 X t=X t−2 ¿ (2.2)
Apabila suatu time series tidak stasioner, maka data tersebut dapat dibuat
lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama. Operator ini
memudahkan proses diferensiaisi. Diferensiaisi pertama/turunan tingkat satu dapat
dituliskan sebagai berikut:
X t,=X t−X t−1 (2.3)
Menggunakan operator shift mundur, persamaan (2.3) dapat ditulis kembali
menjadi (Makridakis, 1995:383):
4
X t,=X t−X t−1=X t−B X t=(1−B ) X t (2.4)
Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1−B ) sama halnya apabila pembedaan orde
kedua (yaitu pembedaan pertama sebelumnya) harus dihitung, maka:
X t,,=(X t
,−X t−1, )
¿¿
¿ X t−2 X t−1+ X t−2
¿ (1−2 B+B2 ) X t
¿ (1−B )2 X t (2.5)
Dengan: X t,, = pembedaan orde kedua
Pembedaan orde kedua diberi notasi (1−B )2. Pembedaan orde kedua tidak
sama dengan pembedaan kedua yang diberi notasi (1−B2), sedangkan pembedaan
pertama (1−B ) sama dengan pembedaan orde pertama (1−B).
Pembedaan kedua
X t2=X t−X
¿(1−B2) X t (2.6)
Dengan: X t2 = pembedaan kedua
Tujuan dari menghitung pembedaan adalah untuk mencapai stasioneritas
dan secara umum apabila terdapat pembedaan orde ke-d untuk mencapai
stasioneritas, ditulis sebagai berikut:
Pembedaan orde ke-d = (1−B )d X t
Sebagai deret yang stasioner dan model umum ARIMA (0,d,0) akan
menjadi (Pankratz 1983:165):
5
(1−B )d X t=et (2.7)
Dimana: (1−B )d X t : pembedaan orde ke-d
e t : nilai kesalahan
Data runtun waktu dikatakan stasioner dalam varians jika fluktuasi
datanya tetap atau konstan, seperti pada gambar 2.3. Sebaliknya
jika data runtun waktu menunjukkan bahwa terdapat variasi fluktuasi data
pada grafik maka data termasuk dalam runtun waktu yang tidak stasioner
berdasarkan varians. Data runtun waktu yang tidak stasioner dalam varians
ditunjukkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.3 Plot Data produksi bawang merah Stasioner dalam Varians
Gambar 2.4 Plot Data produksi bawang merah Tidak Stasioner dalam Varians
6
Untuk menstasionerkan data tidak stasioner dalam varians dapat
dilakukan dengan transformasi Box-Cox (penstabilan varians). Secara umum,
transformasi kuasa yang digunakan (Wei, 1990:83-84) adalah
T ( X t )=X tλ{X t
λ−1λ
, λ ≠ 0
ln ( X t ) , λ=0 (2.8)
dengan λ adalah konstanta atau ketetapan dalam melakukan transformasi
data. Beberapa nilai λ dan bentuk transformasinya yang umum digunakan
diberikan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1. Nilai λ dan Bentuk Transformasinya
λ Bentuk transformasi
-1 1X t
-0.5 1
√ X t
0 ln X t
0.5 √ X t
1 X t (tidak diransformasikan)
Namun dalam banyak penerapan, jenis transformasi yang digunakan untuk
mengulangi data yang tidak stasioner dalam variansi adalah transformasi
logaritma, ditulis ln ( X t ) .
7
D. Fungsi Autokorelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial
Dalam metode time series , alat utama untuk mengidentifikasi model dari
data yang akan diramalkan adalah dengan menggunakan fungsi
Autokerelas/Autocorelation Fungtion (ACF) dan fungsi Autokorelasi
Parsial/Partial Autocorelation Fungtion (PACF).
1. Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Funtion)
Pada proses stasioner suatu data time series (Z t) diperoleh E( X t)=μdan
variansi Var ( X t)=E ( X t−μ )2=σ2, yang konstan dan kovariansi Cov (X t¿¿ , X t+k)¿,
yang fungsinya hanya pada pembedaan waktu ¿ t−( t+k )∨¿. Oleh karena itu, hasil
tersebut dapat ditulis sebagai kovariansi antara X t dan X t+ k sebagi berikut (Wei,
1989:10):
γ k=Cov (X ¿¿ t , X t+k )=E( X t−μ)( X t+k−μ)¿ (2.9)
γ 0=Var X t=Var X t−k=SX t× S Xt −k
(2.10)
Dan korelasi antar X tdan X t+ k sebagai berikut:
ρk=γk
γ0
ρk=Cov (X t , X t+k)
√Var ( X t)√Var ( X t+ k)
¿∑t=2
n
(X t¿−X t)(X t−1−X t−1)
√∑t=2
n
(X t ¿−X t)2 √∑
t=2
n
(X t−1¿−X t−1)2 ¿¿
¿
8
¿∑t=2
n
( X t¿−X t)(X t−1−X )
∑t=2
n
( X t−X )2¿
(2.11)
Dengan menggunakan asumsi-asumsi di atas, maka persamaan di atas
dapat disederhanakan menjadi (wei, 1989:10):
ρk=∑t=1
n−k
(X t¿−X t)( X t−1−X )
∑t=1
n
( X t−X )2
¿
(2.12)keterangan: ρk= koefisisen autokorelasi lag ke k, dimana k = 0,1,2,3,...,n
n= jumlah data
X t = nilai x orde ke t
X = rata-rata (mean)
Dimana notasi Var ( X ¿¿ t)=Var ( X t+ k)=γ 0 ¿. Sebagai fungsi dari k, makaγ k
disebut fungsi autokorelasi dan ρk menggambarkan kovariansi (ACF), dalam
analisis time series ,γ k dan ρk menggambarkan kovarian dan korelasi antara X t
dan X t+ k dari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh lag ke-k.
2. Fungsi Autokorelasi Parsial (Partial Autocorrelation Function)
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur derajat asosiasi antara X t
dan X t+ k , ketika efek dari rentang/jangka waktu (time lag) 1, 2, 3,..., k-1
dianggap terpisah. Ada beberapa prosedur untuk menentukan bentuk PACF yang
salah satunya akan dijelaskan sebagai berikut. Menurut Wei (1989:12) fungsi
autokorelasi parsial dapat dinotasikan dengan:
9
∅ kk=corr( X t , X t+k ,∨X t+1 , X t+2 ,…. ,X t+ k−1) (2.13)
Misalkan X t adalah proses yang stasioner dengan E ( X t )=0, selanjutnya
X t+ k dapat dinyatakan sebagai proses linear (wei, 1989:14):
X t+ k=∅ k 1 X t+ k−1 ,∅ k 2 X t+k −2 , …,∅ kk X t+ε t+ k (2.13)
Dengan ∅ kkadalah parameter regresi ke-i dan ε t+ k adalah nilai kesalahan
yang tidak berkorelasi dengan X t+ k− j untuk j=1,2 ,…, k .
Durbin (1960) telah memperkenalkan metode yang lebih efisien untuk
menyelesaikan persamaan Yule Walker, nilai PACF dapat dihitung secara rekursi
dengan menggunakan persamaan berikut:
∅ kk=ρk−∑
j=1
k−1
∅ k−1 ρ k− j
1−∑j=1
k−1
∅ k−1 ρ k
(2.14)
dimana ∅ kj=∅k −1 , j−∅ kk∅ k−1 ,k− j, untuk j=1,2 ,…, k−1
Sehingga himpunan dari ∅ kk, {∅ kk ;k=1,2 ,…}, disebut sebagai Partial
Autocorrelation Function (PACF). Fungsi ∅ kk menjadi notasi standar untuk
autokorelasi parsial antara observasi X t dan X t+ k dalam analisis time series.
Fungsi ∅ kk akan bernilai nol untuk k> p. Sifat ini dapat dgunakan untuk
identifikasi model AR dan MA, yaitu pada model Autoregressive berlaku ACF
akan menurun secara bertahap menuju nol dan Moving Avarage berlaku ACF
menuju ke-0 setelah lag ke-q sedangkan nilai PACF model AR yaitu ∅ kk=0 , k> p
dan model MA yaitu ∅ kk=0 , k>q (Wei, 2006:11)
E. Proses white noise
10
Proses white noise merupakan salah satu bentuk proses stasioner. Proses
ini didefenisikan sebagai bentuk variabel random yang berurutan tidak saling
berkorelasi dan mengikuti distribusi tertentu. Rata-rata dari proses ini adalah
konstan μa=E(εt) dan diasumsikan bernilai nol dan mempunyai variansi konstan
Var (εt )=σa2. Nilai kovarian dari proses ini γ k=Cov (εt , εt+k )=0 untuk semua k ≠ 0.
Suatu proses white noise memiliki fungsi autokovarian, yaitu:
γ k={ σa2 untuk k=0
0untuk nilai k lainnya
Nilai ACF-nya adalah ρk={ 1untuk k=00 untuk k yang lain
Nilai PACF-nya adalah ∅ kk={ 1untuk k=00 untuk k yang lain
F. Model-Model Time Series
Beberapa model ARIMA yang dapat digunakan pada data time series,
yaitu:
1. Model Autoregressive (AR)
Autoregressive adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang
menghubungkan variabel tak bebas, melainkan menghubungkan nilai-nilai
sebelumnya pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi suatu
model Autoregressive akan menyatakan suatu ramalan sebagai fungsi nilai-nilai
sebelumnya dari time series tertentu (Makridakis,1995: 513)
Model Autoregressive (AR) dengan orde p dinotasikan dengan AR(p).
Bentuk umum model AR(p) adalah (Aswi dan Sukarna, 2006:37)
X t=∅ 1 X t−1+∅ 2 X t−2+…+∅ p X t−p+εt (2.15)
11
dengan : X t : nilai variabel pada waktu ke-t
X t−1 , X t−2 ,… , X t−p : nilai masa lalu dari time series yang bersangkutan pada
waktu t−1 , t−2, .. , t−p
∅ i : koefisien regresi, i:1, 2, 3, ..., p
ε t : nilai error pada waktu ke-t
p : orde AR
Persamaan (2.15) dapat ditulis dengan menggunakan operator B (backshift):
X t=∅ 1 B X t+∅2 B2 X t+…+∅ p B p X t+εt (2.16)
Dengan mengalikan kedua ruas pada persamaan (2.15) dengan X t+ k dan
berdasarkan rumus (2.9) maka diperoleh:
γ k=∅ 1 γ k−1+γ k−2+…+∅ p γk−p+σ a2 (2.17)
Karena γ k−1=γk dan γ 0=σ z2, maka untuk k=0 diperoleh
σ z2=
σa2
1−ρ1∅ 1−ρ2∅ 2−…−ρp∅ p
(2.18)
yang merupakan variansi dari autoregresif.
Proses AR (p) terjadi jika terdapat parameter ∅ 1,∅ 2 ,…,∅ p yang bernilai
tidak nol (berbeda secara signifikan dengan nol), sedangkan ∅ k=0 (tidak berbeda
secara nyata dengan nol) untuk k > p.
Dalam praktik, dua kasus yang paling sering dihadapi adalah apabila p = 1
dan p = 2, yaitu AR(1) dan AR(2) atau ARIMA(0,0,1) atau ARIMA(0,0,2).
o Autoregressive Orde 1, AR (1) atau ARIMA (1,0,0)
12
Suatu proses { X t } dikatakan mengikuti model autoregresive orde 1 jika
memenuhi (Wei, 1989:33):
(1−∅1 B ) X t=εt atau X t=∅ 1 X t−1+ε t
Karena ε t independen dengan X t−1, maka variansinya adalah
Var ( X t )=∅ 2Var ( X t−1 )+Var (ε t )
σ z2=∅ 2σ z
2+σa2
Atau (1−∅2 ) σ z2=σa
2 dan supaya σ z2 berhingga dan tidak negatif, maka
haruslah −1<∅<1. Ketaksamaan inilah yang merupakan syarat agar runtun
wakunya stasioner.
Dengan mengambil nilai harapan dari persamaan umum AR(1) diatas,
maka diperoleh
E ( X t )=∅ 1 E ( X t−1)+ E(ε t)
Fungsi autokorelasinya adalah ρk=∅1 ρk−1 , k ≥1 yang menjamin bahwa ε t
danX t−1 independen. Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensi derajat
satu yang mempunyai penyelesaian
ρk=∅ k ρ0 dan untuk k ≥ 1 maka ρk=∅ k
Fungsi autokorelasi parsial dari AR(1) adalah ∅ 11= ρ1=∅ untuk k = 1 dan untuk k
> 1, maka ∅ kk=0.
o Model autoregreresif tingkat kedua (AR(2))
X t=∅ 1 X t−1+∅ 2 X t−2+εt
Dengan mengambil ekspektasi dari persamaan diatas, maka diperoleh:
13
E( X ¿¿ t)=∅ 1 E(X t−1)+∅ 2 E (X t−2)+E (ε¿¿ t)¿¿
μ=∅ 1 μ+∅ 2 μ
Untuk stasioneritas dapat disimpulkan bahwa μ=0. Dengan mengalikan
persamaa umum AR(2) diatas X t−k dan mengambil ekspektasinya diperoleh untuk
k = 0.
σ z2=∅ 1γ 1+∅2 γ 2+σa
2 atau σ z2 (∅ 1 ρ1+∅ 2 ρ2 )=σa
2, dan untuk k ≥ 1, maka
γ k=∅ 1 γ k−1+∅ 2 γ k−2 atau ρk=∅1 ρk−1+ρ γ k−2 yang merupakan persamaan diferensi
derajat dua yang dapat diselesaikan. Tetapi dalam praktik akan lebih mudah jika
dimulai dengan:
ρ0=1 , ρ1=∅ 1+∅ 2 ρ1 atau ρ1=∅1
1−∅ 2
ρ2=∅ 1
2
1−∅ 2
+∅2
Dengan menstabilkan persamaan diatas pada persamaan variansinya, maka
diperoleh σ z2( 1−∅1
2
1−∅2
−∅ 2( ∅ 12
1−∅ 2
+∅ 2))=σa2 atau
σ z2=
(1−∅ 2)σ a2
(1−∅ 2)(1−∅ 1−∅ 2)((1−∅ 2+∅1))
agar faktor dalam penyebut positif, maka haruslah
|∅ 2|<1
∅ 2+∅1<1 yang merupakan syarat daerah stasioner
∅ 2−∅ 1<1 .
2. Model Moving Average (MA)
14
Proses Moving Average adalah proses yang mengatakan bahwa nilai deret
berkala pada waktu t dipengaruhi oleh unsur kesalahan. Pada saat ini dan mungkin
unsur kesalahan terbobot pada masa lalu.
Bentuk umum suatu model moving average ordr q dinotasikan MA (q)
didefinisikan sebagai (Aswi dan Sukarna, 2006:55):
X t=εt−θ1 εt−1−θ2ε t−2−…−θq εt−q :ε t N (0 , σ t2) (2.19)
Dengan,
X t : nilai variabel pada waktu ke-t
ε t , εt−1 , εt−2, .. , εt−q : nilai-nilai dari error pada waktu t, t-1, t-2,..., t-q dan ε t
diasumsikan white noise dan normal.
θi : koefisien regresi, i:1, 2, 3, ..., q
ε t : nilai error pada waktu ke-t
q : orde MA
Persamaan diatas dapat ditulis menggunakan operator backshift (B),
menjadi:
Z t=θ ( B ) εt dengan θ ( B )=1−θ1 B−θ2 B−…−θq Bq merupakan operator MA (q).
Fungsi autokovariansi dari proses moving average orde q