Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ekskresi disini merupakan hasil dari tiga proses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorbsi pasif di tubulus proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu disesuaikan dengan penurunan dosis atau perpanjangan interval pemberian (Ganiswara, 2005). Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai dengan adanya gangguan fungsi ginjal secara mendadak dalam beberapa jam sampai beberapa hari yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen dan non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oliguri (Anonim, 2007). Sindroma ini ditemukan pada kira-kira 5% dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit dan sampai dengan 30% pasien yang dirawat di unit rawat intensif. Meskipun biasanya bersifat reversibel, GGA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di rumah sakit yang disebabkan oleh sifat yang serius dari penyakit yang mendasarinya dan tingginya komplikasi yang terjadi (Isselbacher et al., 2000). Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan berpotensi kembali lagi ke normal, sedangkan gagal ginjal kronik sudah terjadi bertahun-tahun dan progresif. Menurut Parsoedi dan Soewito, angka kematian yang disebabkan berkisar antara 20-52% meskipun dirawat dengan fasilitas yang sempurna (Parsoedi and Soewito, 1990). Kasus gagal ginjal di dunia meningkat lebih dari 50% pertahun, sedangkan di Indonesia sudah mencapai 20%. Mortalitas penderita GGA masih cukup tinggi, 4050 % pada GGA oliguri dan 1520 % pada GGA non-oliguri. Insiden GGA di populasi umum kurang dari 1 %, sedangkan pada penderita yang dirawat di rumah sakit berkisar 57 % dan 2025 % terjadi pada penderita di ruang perawatan intensif (Suhardjono, 2007). Obat yang dikeluarkan terutama melalui ekskresi ginjal dapat menyebabkan toksisitas pada penderita gangguan ginjal (Shargel and Yu, 1999). Keberhasilan terapi
51

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Jan 31, 2018

Download

Documents

lyanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk

metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ekskresi disini merupakan hasil

dari tiga proses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan

reabsorbsi pasif di tubulus proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada

gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu disesuaikan dengan penurunan dosis atau

perpanjangan interval pemberian (Ganiswara, 2005).

Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai dengan

adanya gangguan fungsi ginjal secara mendadak dalam beberapa jam sampai beberapa hari

yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen dan non-nitrogen, dengan atau tanpa

disertai oliguri (Anonim, 2007). Sindroma ini ditemukan pada kira-kira 5% dari semua

pasien yang dirawat di rumah sakit dan sampai dengan 30% pasien yang dirawat di unit

rawat intensif. Meskipun biasanya bersifat reversibel, GGA merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas di rumah sakit yang disebabkan oleh sifat yang serius dari

penyakit yang mendasarinya dan tingginya komplikasi yang terjadi (Isselbacher et al.,

2000).

Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan berpotensi kembali lagi ke normal,

sedangkan gagal ginjal kronik sudah terjadi bertahun-tahun dan progresif. Menurut

Parsoedi dan Soewito, angka kematian yang disebabkan berkisar antara 20-52% meskipun

dirawat dengan fasilitas yang sempurna (Parsoedi and Soewito, 1990).

Kasus gagal ginjal di dunia meningkat lebih dari 50% pertahun, sedangkan di

Indonesia sudah mencapai 20%. Mortalitas penderita GGA masih cukup tinggi, 40–50 %

pada GGA oliguri dan 15–20 % pada GGA non-oliguri. Insiden GGA di populasi umum

kurang dari 1 %, sedangkan pada penderita yang dirawat di rumah sakit berkisar 5–7 % dan

20–25 % terjadi pada penderita di ruang perawatan intensif (Suhardjono, 2007).

Obat yang dikeluarkan terutama melalui ekskresi ginjal dapat menyebabkan

toksisitas pada penderita gangguan ginjal (Shargel and Yu, 1999). Keberhasilan terapi

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

untuk penyakit sangat ditunjang oleh pemilihan kombinasi obat yang tepat sedangkan

kegagalan terapi sering diakibatkan karena adanya Drug Related Problem (DRP). Ketika

outcome yang didapatkan tidak optimal, maka DRP dapat terjadi. Pasien yang paling sering

mengalami resiko tinggi terjadinya jenis DRP ketidak tepatan dosis adalah golongan usia

lanjut, yang dalam proses penuaan akan mengalami proses penurunan fungsi renal (Cipolle

et al., 1998).

Pasien usia lanjut mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap interaksi obat, di

antaranya karena pasien ini akan memperoleh berbagai macam obat karena pasien

kemungkinan juga menderita berbagai jenis penyakit sistemik lain yang menyertai. Selain

itu pemahaman terhadap pengobatan yang buruk, mengakibatkan munculnya banyak

masalah termasuk rendahnya kepatuhan dalam pengobatan (Kenward and Tan, 2003).

Dari penelitian yang dilakukan sebelummnya terdapat penggunaan obat dengan

kontraindikasi pada pasien gagal ginjal sebanyak 13 kasus (40,63% dari total kasus). Selain

itu terjadi interaksi obat pada 9 kasus (28,13% dari total kasus) dan kasus dosis tidak tepat

terjadi pada 10 kasus (31,25% dari total kasus) (Masrruroh, 2006). Menurut Winarni

(2006) terdapat 11 kasus (23%) pasien menggunakan obat nefrotoksik dan 5 kasus (11%)

pasien mengalami interaksi obat dari total kasus yang ada.

Berdasarkan laporan dari unit rekam medik rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta pada tahun 2003-2005 kurang lebih terdapat 70 kasus pasien yang menderita

GGA, dan sekitar 18,5% pasien meninggal dunia setelah menjalani perawatan di rumah

sakit ini. Dari sekian kasus yang terjadi, umur pasien yang menderita penyakit ini rata-rata

di atas 30 tahun.

Dari latar belakang di atas dan adanya kasus pasien yang menderita GGA di rumah

sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, penelitian terkait dengan pola penggunaan obat

pada pengobatan pasien GGA yang ada di rumah sakit tersebut penting untuk dilakukan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran penggunaan obat pada pasien GGA di instalasi rawat inap

rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2003-2005 ?

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

2. Bagaimana kesesuaian pengobatan yang dilakukan dibandingkan dengan standar

pelayanan medik (SPM) tahun 2005 yang ada di rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta ?

3. Bagaimanakah efektivitas penggunaan obat pada pasien GGA di rumah sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta yang dilihat dari lama perawatan, keadaan pulang serta

data obyektif pasien berupa BUN dan kreatinin ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimana pola penggunaan obat pada penderita GGA di rumah sakit

PKU Muhammadiyah.

2. Mengetahui kesesuaian penggunaan obat yang diberikan dengan standar pelayanan

medik (SPM) yang ada di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Mengetahui efektivitas penggunaan obat yang diberikan di rumah sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada praktisi

kesehatan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sehingga dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan dan pasien mendapatkan terapi yang optimal.

2. Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding dan pelengkap

untuk penelitian selanjutnya.

BAB ΙΙ

STUDI PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Anatomi dan fisiologi ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang terletak bagian ventral

dinding perut bagian dorsal, di bawah diafragma dan masing-masing terletak pada kedua

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

sisi kolom tulang belakang. Pada bagian cembungnya mengarah ke lateral, bagian

cekungnya mengarah ke medial. Panjang ginjal 10-12 cm, penampang melintangnya 5-6

cm dan beratnya sekitar 120-160 gram (Ganiswara, 2005).

Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal yang kiri karena tertekan ke

bawah oleh hati. Katup atasnya terletak setinggi kosta keduabelas sedangkan kutup atas

ginjal kiri terletak setinggi kosta kesebelas (Wilson, 1995).

Tiap tubulus ginjal dan glomerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Ukuran

ginjal berbagai spesies ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya. Tiap ginjal

manusia memiliki kira-kira 1,3 juta nefron. Ginjal akan mendapat 1,2-1,3 L darah per menit

pada orang dewasa yang sedang istirahat, atau sedikit lebih kecil daripada 25% curah

jantung (Ganong, 2001).

Kapsula ginjal tipis tapi kuat. Bila ginjal edema, kapsula ini akan membatasi

pembengkakan, dan akibatnya tekanan jaringan (tekanan intersisial) ginjal meningkat. Hal

ini akan menurunkan laju filtrasi glomerulus dan dianggap memperberat dan

memperpanjang keadaan anuria pada GGA (Ganong, 2001).

Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah

(dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengekskresikan solut dan air secara selektif. Fungsi

vital ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan

reabsorbsi sejumlah solut dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal.

Kelebihan solut dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai kemih melalui sistem

pengumpul (Wilson, 1995).

Ginjal memiliki sejumlah fungsi penting :

a. Ekskresi bahan yang tidak diperlukan

Ekskresi produk buangan yang meliputi produk sampingan dari metabolisme

karbohidrat (misal: air, asam) dan metabolisme protein (misal: urea, asam urat,

kreatinin), bersama dengan bahan yang jumlahnya melebihi kebutuhan tubuh

(misal: air).

b. Pengaturan homeostatis

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

berperan penting dan secara aktif mempertahankan keseimbangan ionik, osmotik,

pH, dan keseimbangan cairan yang paling tepat di seluruh bagian tubuh.

c. Biosintesis dan metabolisme hormon

Meliputi biosintesa (misal : renin, aldosteron, erythopoetin dan 1,25- dihidroksi

vitamin D). Serta metabolisme hormon (misal : insulin, steroid, dan hormon-

hormon tiroid). Oleh karena itu, ginjal terlibat dalam pengaturan tekanan darah,

metabolisme kalsium, dan tulang serta eritopoesis (Kenward and Tan, 2003).

2. Definisi

Gagal ginjal akut (GGA) merupakan penurunan fungsi ginjal secara mendadak

sehingga ginjal tidak mampu menjalani fungsinya untuk mengekskresikan hasil

metabolisme tubuh (kelebihan nitrogen dan air) dan mempertahankan keseimbangan asam

dan basa (Mueller,2005). GGA adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan

ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria. GGA dapat berakibat azotemia

progesif disertai kenaikkan ureum dan kreatinin darah (Parsoedi and Soewito, 1990).

Penurunan fungsi ginjal yang terjadi dalam waktu singkat menyebabkan penderita

GGA hanya mengalami sedikit gejala. Diagnosis yang dapat diterima meliputi terjadinya

peningkatan 50% dari batas atas nilai normal serum kreatinin, atau sekitar 0,5 mg/dl atau

terjadi penurunan sebesar 50% dari normal laju filtrasi glomerulus (Needham. 2005).

Anuria didefinisikan bila volume urin kurang dari 50ml per hari. Oliguria terjadi jika

volume urin dalam satu hari sekitar 50-450ml, sedangkan kondisi non oliguria terjadi jika

volume urin lebih dari 450ml per hari (Mueller, 2005).

Jika GGA bersifat sedang, efek fisiologis utamanya adalah retensi darah dan cairan

ekstraseluler dari cairan tubuh, produk buangan dari metabolisme dan elektrolit. Hal ini

dapat menyebabkan penumpukkan air dan garam yang berlebihan yang kemudian dapat

mengakibatkan edema dan hipertensi. Namun retensi kalium yang berlebihan sering

menyebabkan ancaman yang lebih serius terhadap pasien gagal ginjal akut karena

peningkatan konsentrasi kalium plasma (hiperkalemia) kira-kira lebih dari 8 mEq/liter

(hanya 2 kali normal) dapat menjadi fatal, karena ginjal juga tidak dapat mengekskresikan

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

cukup ion hidrogen. Pasien dengan GGA mengalami asidosis metabolik yang dapat

menyebabkan kematian atau dapat memperburuk hiperkalemia itu sendiri (Guyton and

Hall, 1997).

3. Epidemiologi

Acute renal failure (ARF) merupakan sindrom klinis yang sangat lazim terjadi pada

sekitar 5% pasien rawat inap dan sebanyak 30% pasien yang dirawat di unit perawatan

intensif. Sebagian besar pasien GGA biasanya memiliki fungsi ginjal yang sebelumnya

normal, dan keadaan ini umumnya dapat pulih kembali. Selain kenyataan ini, mortalitas

akibat GGA sangat tinggi sekitar 50%, bahkan dengan ketersediaan pengobatan dialisis,

mungkin menunjukkan penyakit kritis yang menyertainya (Wilson, 1995).

Menurut Dr. Suhardjono kasus gagal ginjal di dunia meningkat lebih dari 50%,

sedangkan di Indonesia sudah mencapai 20%. Mortalitas penderita GGA masih cukup

tinggi, 40–50% pada GGA oliguri dan 15–20 % pada gagal ginjal akut non-oliguri. Insiden

GGA di populasi umum kurang dari 1 %, 5–7 % pada penderita yang dirawat di rumah

sakit dan 20–25 % dari penderita di ruang perawatan intensif (Suhardjono, 2007).

4. Etiologi

Penyebab GGA dapat di bagi dalam 3 kategori utama :

1) GGA akibat penurunan suplai darah ke ginjal, keadaan ini sering disebut sebagai

GGA prarenal untuk menggambarkan bahwa kelainan terjadi sebelum ginjal.

Kelainan ini bisa diakibatkan oleh:

a) Gagal jantung dengan penurunan curah jantung dan tekanan darah rendah.

b) Keadaan yang berhubungan dengan penurunan volume darah dan tekanan

darah rendah seperti pada pendarahan hebat.

2) Gagal ginjal intrarenal akibat kelainan di dalam ginjal itu sendiri termasuk

kelainan yang mempengaruhi darah glomerulus atau tubulus.

3) Gagal ginjal pascarenal, berarti ada sumbatan di traktus urinarius di luar ginjal

adalah batu ginjal, akibat presipitasi kalsium, atau sistin (Guyton and Hall,

1997).

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Tabel I. Penyebab Kegagalan Ginjal Akut (Woodley and Whelan, 1995)

Klasifikasi GGA Penyebab

Prarenal (iskemik) 1. Pengurangan volume cairan

2. Hipotensi

3. Kegagalan jantung parah

4. Kegagalan hati

Kegagalan ginjal

intrinsic (renal)

1. Nekrosis tubulus akut (iskemia berkepanjangan, bahan bahan

nefrotoksik seperti logam berat, aminoglikosida, bahan kontras

radiografi).

2. Perlukaan arteriol seperti hipertensi yang di percepat,

vaskulitis, Mikrolopathia (purpura trombotik

trombositopenia, sindroma hemolitik uremik)

3. Glomerulonefritis

4. Nephritis intestinal akut (karena pengaruh obat)

5. Penimbunan intrarenal (asam urat, myeloma)

Pascarenal 1. Obstruksi ureteral (jendalan, batu, tumor, papillae yang

terkelupas, penekanan dari luar)

2. Obstruksi pada pintu keluar vesica urinaria (neurogenic

bladder, hipertrofi prostat, karsinoma, batu, jendalan,

penyempitan uretra).

(1) GGA prarenal azotemia

Prerenal azotemia disebabkan karena hipoperfusi dari parenkim ginjal dengan atau

terjadinya hipotensi arteriol sistemik. Hipoperfusi ginjal dengan hipotensi arteriol sistemik

mungkin disebabkan oleh penurunan volume intravaskular (hemoragi, dehidrasi) atau

penurunan volume darah efektif. Gagal jantung kongestif dan gagal hati merupakan salah

satu contoh penyebab penurunan volume darah efektif tanpa penurunan tekanan

intravaskular. Pada tahap ini, ginjal belum mengalami kerusakan. Urinalisis masih dalam

rentang normal, namun terjadi penurunan fraksi natrium yang menunjukkan terjadinya

peningkatan retensi natrium. Hipoperfusi ginjal tanpa hipotensi sistemik pada umumnya

diakibatkan oleh adanya sumbatan pada arteri ginjal bilateral atau unilateral. Pada keadaan

ini, retensi natrium diaktivasi oleh penurunan perfusi parenkim ginjal, tetapi tekanan darah

arteri sistemik biasanya meningkat sehingga menimbulkan inhibisi pada pelepasan hormon

antidiuretik (Mueller, 2005).

(2) Gagal ginjal renal

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

GGA renal atau intrinsik di bagi menjadi 4 kategori, yaitu : kelainan tubular,

kelainan vaskular, kelainan glomerulus dan kelainan interstisial. Pada GGA renal terjadi

kerusakan parenkim ginjal. Kerusakan parenkim menyebabkan kerusakan reabsorbsi

natrium yang dapat dilihat dari fraksi ekskresi natrium yang lebih dari 3% dan osmolalitas

urin yang rendah kurang dari 30 mOsm/kg (Agrawal and Swartz, 2000).

(a) Kelainan tubulus (nekrosis tubulus akut)

Kelainan utama terjadi pada sirkulasi renal yaitu terjadinya iskemia. Pada ginjal

terjadi penurunan perfusi ke korteks ginjal tempat adanya glomerulus, mungkin karena

umpan balik glomerulonefritis tubular intranefron sebagai reaksi terhadap peningkatan

konsentrasi natrium ke tubulus proksimal. Pada tahap ini pemberian dopamin dosis rendah

berguna dengan tujuan melebarkan vaskularisasi renal (Alatas et al., 1996).

(b) Kelainan vaskular

Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa trombusis atau vaskulitis

GGA ini ditemukan pada pasien sindrom hemolitik uremik (SHU). Pada SHU terjadi

kerusakan sel endotel glomerulus yang mengakibatkan terjadinya deposisi thrombus

trombosit fibrin, selanjutnya terjadi konsumsi trombosit, kerusakan sel darah merah

(eritrosit) yang melalui jaring-jaring fibrin, dan obliterasi kapiler glomerulus. Kelainan ini

di sebut mikroangiopati (Alatas et al., 1996).

(c) Kelainan glomerulus (glomerulonefritis)

Glomerulonefritis ditandai dengan hipotensi, proteinuria , dan hematuuria. Pada

umumnya ada 2 macam glomerulonefritis yang menyebabkan GGA, yaitu

glomerulonefritis progresif cepat dan glomerulonefritis poliferatif akut. Glomerulonefritis

proliferatif akut terjadi pada pasien dengan endokarditis bakteri atau kondisi paska infeksi

lainnya . Pada pasien dengan glomerulonefritis progresif cepat fungsi renal bisa menurun

dengan cepat dan dapat berkembang menjadi gagal ginjal terminal dalam beberapa hari

sampai satu minggu (Agrawal and Swartz, 2000).

(d) Kelainan intersitial

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Nefritis intersitial akut biasanya di tandai dengan demam dan eosinofilia.

Nefritis intersitial akut biasanya hasil dari reaksi alergi obat, tetapi bisa juga disebabkan

oleh penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi penyakit lainnya. Banyak obat-obatan yang

dapat menyebabkan nefritis intersitial akut tapi yang lebih umum adalah obat

antiinflamasi non steroid, penisilin, sefalosporin, sulfonamid, diuretik dan allupurinol

(Agrawal and Swartz, 2000).

(3) GGA pascarenal

GGA pascarenal diakibatkan oleh obstruksi pada ginjal, seperti hipertofi prostat,

kateterisasi, tumor atau kristal (Needham, 2005).obstruksi yang mengakibatkan GGA bisa

terjadi pada sistem urinasi dari tubulus ginjal menuju uretra. Untuk menimbulkan GGA,

obstruksi harus menyumbat kedua ginjal atau hanya satu ginjal pada pasien yang ginjalnya

hanya satu yang berfungsi. Obstruksi pada kandung kemih adalah yang paling sering dari

obstruksi uropati (Mueller, 2005).

5. Patofisiologi

a. Perubahan filtrasi glomerulus

filtrasi glomerulus bergantung pada penjumlahan gaya-gaya yang mendorong

filtrasi plasma menembus glomerulus dan gaya-gaya yang mendorong reabsorpsi filtrat

kembali ke dalam glomerulus. Gaya-gaya yang mendorong filtrasi adalah tekanan kapiler

dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium (Corwin, 2000).

Tekanan kapiler bergantung pada tekanan arteri rerata. Peningkatan tekanan arteri

rerata meningkatkan tekanan kapiler sehingga cenderung terjadi peningkatan filtrasi

glomerulus. Penurunan tekanan arteri rerata menurunkan tekanan tekanan kapiler dan

cenderung mengurangi filtrasi glomerulus. Tekanan osmotik koloid cairan intertisium

rendah karena hanya sedikit protein plasma atau sel darah merah dapat menembus

glomerulus. Pada cedera glomerulus atau kapiler peritubulus, tekanan osmotik koloid cairan

intertisium dapat meningkat. Apabila meningkat, maka cairan akan tertarik keluar

glomerulus dan kapiler peritubulus sehingga terjadi pembengkakan dan edema di ruang

Bowman dan intertisium yang mengelilingi tubulus. Pembengkakan tersebut dapat

mengganggu filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus lebih lanjut dengan meningkatkan

tekanan cairan interstisium (Corwin, 2000).

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

b. Obstruksi tubulus

Peningkatan tekanan cairan interstisium sering disebabkan oleh obstruksi tubulus.

Obstruksi menyebabkan penimbunan cairan di nefron yang mengalir kembali ke kapsula

dan ruang Bowman. Obstruksi tubulus yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapsnya

nefron dan kapiler sehingga terjadi kerusakan ginjal yang ireversibel terutama di papila

yang merupakan tempat akhir pemekatan urin. Penyebab obstruksi antara lain adalah batu

ginjal dan pembentukkan jaringan parut akibat infeksi ginjal (Corwin, 2000).

c. Iskemia korteks ginjal

Iskemia terjadi karena kerusakan tubulus sel endotel dan adanya sumbatan

intrarenal sehingga laju filtrasi glomerulus menurun. Iskemia umumnya merupakan

kejadian awal yang dapat merusak tubulus atau glomerulus sehingga dapat menurunkan

aliran darah. Nekrosis tubular akut mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrotik dan

bahan protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen

tubulus. Pembengkakan seluler akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya

obstruksi dan memperberat iskemia (Wilson, 1995)

6. Tanda dan gejala

Tanda-tanda dan gejala klinis GGA sering tersamar dan tidak spesifik walaupun

hasil pemeriksaan biokimiawi serum selalu menunjukkan ketidaknormalan. Gambaran

klinis dapat meliputi :

a. Perubahan volume urin (oliguria, poliuria)

b. Kelainan neurologis (lemah, letih. gangguan mental)

c. Gangguan pada kulit (gatal-gatal, pigmentasi, pallor)

d. Tanda pada kardiopulmoner (sesak, pericarditis) dan gejala pada saluran cerna

(mual, nafsu makan menurun, muntah) (Kenward and Tan, 2003).

Oliguria (penurunan pengeluaran urin), terutama apabila kegagalan disebabkan oleh

iskemia atau obstruksi. Oliguria dapat terjadi karena penurunan laju filtrasi glomerulus.

Azotemia (peningkatan senyawa-senyawa bernitrogen dalam darah), hiperkalemia

(peningkatan kalium dalam darah) dan asidosis. Perubahan elektrolit dan pH yang dapat

menyebabkan ensefalopati uremik (Corwin, 2000).

7. Pemeriksaan klinis dan Diagnosis

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Uji fungsi ginjal hanya menggambarkan penyakit ginjal secara garis besar saja, dan

lebih dari setengah bagian ginjal harus mengalami kerusakan sebelum terlihat nyata adanya

gangguan pada ginjal. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan

fungsi ginjal (Kenward and Tan, 2003).

a. Anamnesis

Riwayat penyakit amat penting untuk mendapatkan faktor penyebab atau yang

memperberat gagal ginjal. Pada GGA perlu diperhatikan betul banyaknya asupan cairan,

kehilangan cairan melalui urin, muntah, diare, keringat yang berlebihan dan lain-lain serta

pencatatan berat badan pasien (Suhardjono et al., 2001).

b. Pemeriksaan fisis

Ada tiga hal penting yang harus didapatkan pada pemeriksaan fisis pasien dengan

GGA : Penentuan status volume sirkulasi, apakah ada tanda-tanda obstruksi saluran kemih,

yang terakhir adakah tanda-tanda penyakit sisitemik yang mungkin menyebabkan GGA

(Suhardjono et al., 2001).

c. Analisis urin

Meliputi berat jenis urin, glukosa pada urin, protein pada urin, sedimen eritrosis,

silinder leukosit, eosinofil dalam urin, kristal urat dan kristal oksalat (Suhardjono et al.,

2001). Osmolalitas (berat jenis spesifik) urin dapat diukur dan harus berada di antara 1.015

dan 1.025. Dehidrasi menyebabkan peningkatan osmolalitas urin karena banyak air yang

direabsorpsi kembali masuk ke kapiler peritubulus. Hidrasi berlebihan menyebabkan

penurunan osmolalitas urin (Corwin, 2000).

d. Penentuan indikator urin

Pemeriksaan beberapa indikator urin seperti albumin, natrium, ureum dan kreatinin

dapat dipakai untuk mengetahui proses yang terjadi dalam ginjal (Suhardjono et al., 2001).

Pemeriksaan laju filtrasi glomerulus dapat menggunakan konsentrasi kreatinin

serum dan Blood Urea Nitrogen (BUN)

1) Blood Urea Nitrogen (BUN)

Urea adalah produk akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen. Pada

penurunan fungsi ginjal, kadar urea darah meningkat. BUN dapat dipengaruhi keadaan-

keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal, misalnya peningkatan atau penurunan asupan

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

protein dalam makanan atau setiap peningkatan penguraian protein yang tidak lazim seperti

cedera otot. Maka BUN merupakan suatu indikator yang kurang tepat (Corwin, 2000).

Urea merupakan produk nitrogen terbesar yang dikeluarkan melalui ginjal. Nilai

normal konsentrasi ureum plasma ≤ 80 mg/dl. Konsentrasi urea plasma kurang tepat bila

digunakan untuk menentukan laju filtrasi glomerulus karena kosentrasi urea dipengaruhi

oleh diet dan reabsorbsi tubulus (Nasution and Prodjosudjadi, 2001).

2) Kreatinin Serum

Kreatinin serum merupakan produk sampingan dari metabolisme otot rangka

normal. Laju produksinya bersifat tetap dan sebanding dengan jumlah massa otot tubuh.

Kreatinin diekskresi terutama oleh filtrasi glomeruler dengan sejumlah kecil yang

diekskresi atau reabsorpsi oleh tubulus. Bila massa otot tetap, maka adanya perubahan pada

kreatinin mencerminkan perubahan pada klirensnya melalui filtrasi, sehingga dapat

dijadikan indikator fungsi ginjal. Kreatinin serum meningkat pada gagal ginjal. Namun ada

beberapa yang mempengaruhi kadar kretinin serum antara lain : diet, saat pengukuran, usia

penderita, jenis kelamin, berat badan, latihan fisik, keadaan pasien, dan obat (Kenward and

Tan, 2003).

Tabel II. Fungsi Ginjal Berdasarkan Klirens Kreatinin (ClCr) dan Serum Kreatinin (SrCr)

(Walker, 2003)

Gangguan Fungsi Ginjal ClCr (ml/menit) SrCr (mg/dl)

Ringan 20-50 1,5-5

Moderat 10-20 5-10

Parah <10 >10

e. Pemeriksaan penunjang untuk melihat anatomi ginjal. Pada gagal ginjal

pemeriksaan ultrasonography menjadi pilihan utama untuk memperlihatkan anatomi ginjal

(Suhardjono et al., 2001).

f. Pemeriksaan biopsi ginjal dan serologi

Indikasi yang memerlukan biopsi adalah apabila penyebab GGA tak jelas atau

berlangsung lama, atau terdapat tanda glomerulonefrosis atau nefritis intertisial.

Pemeriksaan ini perlu ditunjang oleh pemeriksaan serologi imunologi ginjal (Suhardjono et

al., 2001). Biopsi ginjal merupakan salah satu teknik diagnostik terpenting yang telah

berkembang selama beberapa abad terakhir dan telah menghasilkan kemajuan yang sangat

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

pesat dalam pengetahuan riwayat penyakit ginjal. Tindakan ini berbahaya, terutama pada

pasien yang tidak bersedia bekerja sama atau yang menderita gangguan proses pembekuan

atau hanya memiliki sebuah ginjal. Komplikasi yang paling sering ditemui adalah

pendarahan intrarenal dan perirenal (Wilson, 1995)

8. Obat-obat nefrotoksik

Ginjal sangat peka terhadap pengaruh toksik dari macam-macam obat karena :

a. Sebagian darah melewati ginjal.

b. Hipertonisitas dari medula ginjal sehingga obat dan metabolitnya mudah

terkonsentrasi dalam ginjal.

c. Obat terkonsentrasi dalam sel-sel tubulus ginjal sebelum diekskresikan ke dalam

urin (Sukandar,1997).

Obat dalam praktek klinis yang paling sering menimbulkan nefrotoksisitas antara

lain agen radiokontras, aminoglikosida, non steroid antiinflamasi drug (NSAID), dan

angiotensin converting enzym (ACE) inhibitor, yang di kenal sebagai internist’ s

nephrotoxic quartener. Obat-obat lain yang potensial nefrotoksik biasanya di resepkan

untuk pasien-pasien dengan kondisi khusus yaitu cisplatin dan methotrexate pada pasien

kanker, siklosporin pada pasien yang menerima transplantasi ginjal dan Asiklovir pasien

AIDS (Thattle,1996).

Obat yang bersifat nefrotoksik sedapat mungkin harus dihindari pada pasien dengan

penyakit ginjal karena efek yang diakibatkan oleh nefrotoksisitasnya akan lebih berbahaya,

jika cadangan ginjal telah menurun. Idealnya, obat yang digunakan untuk penderita

penyakit ginjal memiliki karakteristik berikut :

1) Tidak menghasilkan metabolit aktif.

2) Disposisi obat tidak dipengaruhi oleh perubahan keseimbangan cairan.

3) Disposisi obat tidak dipengaruhi oleh perubahan ikatan protein.

4) Respon obat tidak dipengaruhi oleh perubahan kepekaan jaringan .

5) Mempunyai rentang terapi yang lebar.

6) Tidak bersifat nefrotoksik (Kenward and Tan, 2003).

9. Pencegahan pada GGA

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Pencegahan GGA dapat dilakukan dengan menghindari penggunaan agen

nefrotoksik. Terapi non farmakologi tertentu dapat diberikan apabila penggunaan agen

nefrotoksik tidak bisa dihindari. Misalnya pada penggunaan media radiokontras, perlu

diberikan hidrasi yang adekuat dan pemberian natrium. Infus NaCl 0,9% atau dextrosa 5%

dengan NaCl 0,45% diberikan dengan kecepatan 1 ml/kg/jam di mulai pada pagi hari.

Regimen ini hendaknya diberikan pada pasien yang bisa mentoleransi natrium (Mueller,

2005).

Beberapa obat yang dapat diberikan sebagai terapi farmakologi untuk mencegah

terjadinya GGA apabila penggunaan agen nefrotoksik tidak dapat dihindarkan :

a. Fenoldopam

Merupakan agonis selektif reseptor dopamin-1 yang memiliki kemampuan

mencegah nefropati akibat penggunaan agen radiokontras. Sebenarnya obat ini digunakan

sebagai agen hipertensi. Fenoldopam mengurangi tekanan darah sistemik dan memelihara

Renal Blood Flow (RBF).

b. Asetilsistein

Pemberian asetilsistein oral 600mg 2x sehari sebelum pemberian radiokontras telah

banyak dibuktikan dalam beberapa penelitian mampu menurunkan angka munculnya GGA.

mekanismenya masih belum jelas, tetapi kemungkinan karena efek antioksidannya

(Mueller, 2005).

Gagal ginjal berkaitan dengan sejumlah kondisi klinis (misalnya, ketikseimbangan

pH, dan elektrolit) yang perlu diperbaiki dan diobati. Penderita tersebut umumnya

mengeluhkan gatal, kram, peripheral tingling, mual dan muntah, yang mungkin harus

diobati secara simptomatis. Selain itu, penderita juga dapat menderita berbagai jenis

penyakit sistemik lainnya yang mungkin perlu diobati juga. Jadi, pasien dengan gangguan

ginjal seringkali diobati dengan sejumlah obat. Tetapi, penggunaan obat pada penderita

yang mengalami penurunan fungsi ginjal dapat menimbulkan masalah karena beberapa

alasan berikut :

1) Kegagalan untuk mengekskresikan obat atau metabolitnya dapat menimbulkan

toksisitas.

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

2) Kepekaan terhadap beberapa obat akan meningkat meskipun eliminasinya tidak

terganggu.

3) Banyak efek samping sulit ditoleransi.

4) beberapa obat menjadi tidak efektif jika fungsi ginjal menurun. (Kenward and Tan,

2003).

Beberapa pedoman berikut ini menjadi penting :

a) Gunakan obat hanya jika secara jelas diindikasikan bagi penderita tersebut.

b) Pilih obat dengan efek nefrotoksik minimal dan hindari obat yang berpotensi

nefrotoksik.

c) Waspada terhadap peningkatan kepekaan terhadap efek obat tertentu.

d) Pantau dan lakukan hal yang diperlukan sesuai dengan kadar obat dalam plasma.

e) Cek kesesuaian pengaturan dosis.

f) Hindari pemakaian jangka panjang obat yang memiliki potensi toksik.

g) Pantau kemanfaatan klinis dan keberadaan toksisitas.

h) Banyak masalah dapat dihindari dengan cara menurunkan dosis atau menggunakan

obat lain sebagai pengganti (Kenward and Tan, 2003).

10. Penatalaksanaan GGA

Ada tiga sasaran dalam penatalaksanaan GGA, yaitu mencegah perluasan kerusakan

ginjal, mengatasi perluasan kerusakan ginjal, dan mempercepat pemulihan ginjal. Terapi

non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien GGA yaitu terapi suportif berupa

pengelolaan cairan. Curah jantung dan tekanan darah harus dijaga agar tetap memberikan

perfusi jaringan yang adekuat. Cairan harus dihindarkan pada keadaan anuria dan oliguria

sampai pasien mengalami hipervolemia (edema paru). Apabila pemberian cairan tidak

dibatasi, edema seringkali terjadi terutama pada pasien dengan hipoalbumenia. Sebaliknya

vasopresor seperti dopamin dengan dosis >2µg/kg/menit atau norefrineprin digunakan

untuk memelihara perfusi jaringan, tetapi juga bisa menginduksi hipoksia ginjal melalui

pengurangan aliran darah ginjal. Hiperkalemia dan hiperfosfatemia merupakan gangguan

elektrolit yang umum pada pasien GGA (Mueller, 2005)

Pemberian terapi obat pada pasien GGA kadang masih kontroversial. Diuretik

digunakan pada pasien overload cairan dan non oliguria. Obat yang paling efektif

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

menyebabkan diuresis pada GGA adalah manitol dan diuretik kuat. Manitol hanya bisa

diberikan melalui jalur parenteral. Dosis awal biasanya 2,5-25 gram lewat infus intravena

selama 3-5 menit. Klirens non renal manitol sangat kecil sehingga bila diberikan pada

pasien anuria atau oliguria bisa menimbulkan keadaan hiperosmolar. Manitol juga bisa

menyebabkan GGA sehingga penggunaan pada GGA harus dimonitor dengan hati-hati

dengan melihat output urin, osmolalitas serum, dan elektrolit (Mueller, 2005).

Furosemid, bumetamid, torsemid dan asam etakrinat merupakan jenis diuretik kuat

yang digunakan pada pasien GGA. Furosemid merupakan diuretik kuat yang paling sering

digunakan karena harganya murah, aman dan juga bisa digunakan secara oral atau

parenteral. Asam etakrinat digunakan pada pasien yang alergi terhadap komponen sulfa.

Torsemid dam bumetamid memiliki bioavailabilitas oral yang lebih baik dibandingkan

furosemid (Mueller, 2005).

Penatalaksanaan GGA antara lain sebagai berikut :

a. Individu yang mengalami syok (penurunan tekanan darah) cepat diterapi dengan

penggantian cairan untuk memulihkan tekanan darah

b. Memperbaiki keseimbangan elektrolit.

c. Tindakan pencegahan fase oligurik untuk menghasilkan prognosis yang baik,

antara lain :

1) Ekspansi volume plasma secara agresif

2) Pemberian diuretik untuk meningkatkan pembentukan urin.

3) Vasodilator, terutama dopamin, yang bekerja secara spesifik sebagai

vasodilator ginjal untuk meningkatkan aliran darah ginjal.

d. Pembatasan asupan protein dan kalium. Selain itu, asupan karbohidrat

tinggi akan mencegah metabolisme protein dan mengurangi pembentukan

zat-zat sisa bernitrogen.

e. Terapi antibiotik untuk mencegah atau mengobati infeksi karena tingginya

angka sepsis pada GGA dengan obat non nefrotoksik

f. Memperbaiki keseimbangan asam basa dengan Na-HCO3 po/iv.

g. Dialisis selama stadium oliguria GGA, untuk memberi waktu

pada ginjal untuk memulihkan diri. Dialisis juga mencegah penimbunan

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

zat-zat bernitrogen, dapat menstabilkan elektrolit, dan mengurangi beban

cairan (Corwin, 2000).

Indikasi yang mutlak untuk dialisis adalah terdapatnya sindroma uremia dan

terdapatnya kegawatan yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia (edema paru),

hiperkalemia, atau asidosis berat yang resisten terhadap pengobatan konservatif. Dialisis

ginjal mengacu kepada proses penyesuaian kadar elektrolit dan dalam darah. Hal ini

dilaksanakan dengan dengan melewatkan darah melalui suatu medium artifisial yang

mengandung air dan elektrolit dengan konsentrasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Medium artifisial adalah cairan dialisis.

a) Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan di luar tubuh. Pada hemodialisis, darah

dikeluarkan dari tubuh, melalui sebuah kateter, masuk ke dalam sebuah alat besar.

Hemodialisis tampaknya ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel

darah merah rusak dalam proses tersebut. Infeksi juga merupakan faktor resiko.

b) Dialisis peritoneum adalah berlangsung di dalam tubuh. Membran peritoneum

digunakan sebagai sawar permeabel alami. Masalah-masalah yang terjadi pada

dialisis peritoneum adalah infeksi dari kateter atau malfungsi kateter (Corwin,

2000).

c) Hemofiltrasi adalah bentuk terapi primer luar tubuh yang terus menerus yang

digunakan untuk pengobatan GGA dan cara ini berdasarkan pada prinsip konveksi;

darah dapat melalui jalan arteri dan kembali ke vena. (CAVH) atau melalui jalan

vena dan kembali ke vena yang lain (CVVH).

d) Hemodiafiltrasi , juga terutama digunakan untuk mengobati GGA. Cara ini

berdasarkan pada prinsip konveksi dan difusi.(Wilson, 1995).

TABEL III. Komplikasi pada GGA dan penatalaksanaannya

(Mc Nally, 1998)

Komplikasi Penatalaksanaan

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Ketidakseimbangan air dan natrium Manitol 20%

Furosemid

Dopamin

Ketidakseimbangan asam basa Natrium bikarbonat

Ketidakseimbangan kalium Hiperkalemia

Kalsium klorida

Natrium bikarbonat

Glukosa dan insulin

Hipokalemia

Garam kalium (KCl)

Abnormalitas kalsium dan fosfat Hiperkalsemia

Antasida

Hipokalsemia

Suplemen kalsium

Anemia Suplemen zat besi

Suplemen asam folat

Komplikasi kardiovaskular Furosemid

Antagonis kalsium

ACE inhibitor

Komplikasi gastrointestinal Antasida

Sukralfat antagonis H2

11. Penyesuaian dosis obat pada gangguan ginjal

Tercapainya kadar terapi optimal mempunyai arti bahwa kadar obat dalam darah

berada dalam kisaran terapi yaitu tidak melampaui kadar toksik minimal (KTM) sehingga

tidak menimbulkan efek toksik dan tidak di bawah kadar efek minimal (KEM) yang

menyebabkan kegagalan terapi (Ganiswara, 2005).

Penerapan farmakokinetika bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi atau

menurunkan efek samping dan toksisitas pada pasien. Obat yang dikeluarkan terutama

melalui ekskresi ginjal dapat menyebabkan toksisitas pada penderita gangguan ginjal.

Penyesuaian dosis berupa penurunan terhadap total dosis pemeliharaan seringkali

diperlukan. Perubahan dosis yang sering dijumpai adalah penurunan dosis obat atau

perpanjangan interval pemberian obat atau gabungan keduanya (Shargel and Yu,1999).

Bagi beberapa jenis obat, apabila dosis penjagaan diturunkan, merupakan hal yang

penting untuk menambahkan suatu dosis muatan. Hal ini disebabkan oleh keadaan di mana

penderita yang diberi dosis lazim obat apapun akan memerlukan lebih dari waktu paruh

untuk mencapai kadar plasma tunak. Oleh karena waktu paruh obat dalam plasma yang

diekskresikan melelui ginjal diperpanjang pada gagal ginjal, maka dipelukan beberapa hari

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

sebelum dosis obat (yang sudah diturunkan/lebih rendah) tersebut dapat mencapai kadar

terapeutik dalam plasma (Kenward and Tan, 2003).

B. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan terkait dengan peningkatan jumlah kasus dan angka

kematian pasien akibat gagal ginjal akut di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

selama tahun 2003–2005 dan penggolongan pasien dengan kekhususan terutama dalam

hal penggunaan obat, di samping itu lebih rentan terhadap terjadinya Drug related problem.

BAB ІІІ

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode cross sectional dengan

pengumpulan data secara retrospektif.

B. Waktu dan Tempat

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2008 di bagian rekam

medik rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

C. Populasi dan Sampel

Populasi yang diambil adalah seluruh pasien dengan diagnosa utama gagal ginjal

akut, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan

diagnosa gagal ginjal akut di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta selama tahun

2003-2005.

Kriteria inklusi :

1. Menderita gagal ginjal akut pada tahun 2003-2005.

2. Pasien memiliki kelengkapan catatan rekam medik.

Kriteria eksklusi :

Pasien tidak memiliki kelengkapan data laboratorium seperti BUN dan kreatinin

D. Batasan Operasional Penelitian

Variable yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

1. Pasien gagal ginjal akut dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa

gagal ginjal akut di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta selama tahun

2003-2005 yang tercatat dalam rekam medik.

2. Pola penggunaan obat adalah gambaran penggunaan obat yang diberikan pada

pasien seperti yang tercantum dalam rekam medik meliputi golongan dan jenis obat

yang digunakan pasien gagal ginjal akut.

3. Kesesuaian penggunaan obat dinilai dengan cara melihat kesesuaian pemilihan obat

dengan indikasi dari pasien yang tercatat di dalam rekam medik berdasarkan standar

pelayanan medik (SPM) tahun 2005 di rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta. Pengobatan dikategorikan sesuai apabila pasien menggunakan cairan

dan elektrolit.

4. Efektivitas dinilai berdasarkan keadaan, lama perawatan, serta data obyektif

berupa BUN dan kreatinin. Lama perawatan adalah lama pasien gagal ginjal akut

berada dalam perawatan di instalasi rawat inap di rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta yang tercatat di rekam medik. Keadaan pulang adalah keadaan status

penyakit pasien saat pulang dari rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Penyakit penyerta merupakan penyakit yang menyertai gagal ginjal akut dan atau

penyakit yang kemungkinan dapat menyebabkan gagal ginjal akut.

6. Penyakit komplikasi merupakan penyakit yang berkembang akibat gagal ginjal akut.

E. Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data dari rekam medik di rumah sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2003-2005.

Pertama, Proses penelusuran data dimulai dari observasi laporan unit rekam medik

secara retrospektif untuk kasus pasien dengan diagnosa gagal ginjal akut pada tahun 2003-

2005. Laporan dari rekam medik berupa daftar nomor registrasi dari penderita yang

digunakan untuk mengumpulkan kartu status penderita. Kemudian dibuat tabulasi yang

meliputi nomor registrasi, umur, jenis kelamin, diagnosa utama, komplikasi, jenis dan

golongan obat yang digunakan, rute pemberian, dosis, lama pemberian obat, lama

perawatan, kondisi pasien saat pulang, data subyektif seperti : nyeri, pusing, lemah, mual,

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

muntah serta data obyektif seperti : edema, BUN, kreatinin, elektrolit. Kedua, identifikasi

pola penggunaan obat melalui tabel-tabel yang dibuat.

F. Analisis Hasil

Data pola penggunaan obat pada gagal ginjal akut yang dirawat di rumah sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2003-2005 dianalisis secara deskriptif untuk

memperoleh informasi tentang :

1) Profil pasien gagal ginjal akut yang dilihat dari

a. Persentase yang dihasilkan berdasar jenis kelamin dibanding banyaknya pasien

laki-laki dan perempuan dibagi jumlah total pasien dikali 100%.

b. Persentase yang dihasilkan berdasar usia pasien sesuai klasifikasi dibagi jumlah

total pasien dikali 100%.

c. Persentase yang dihasilkan berdasar data serum kreatinin pasien sesuai jumlah

serum kreatinin dibagi jumlah total pasien dikali 100%.

d. Persentase yang dihasilkan berdasarkan lama perawatan pasien sesuai klasifikasi

dibagi jumlah total pasien dikali 100%.

e. Persentase yang di hasilkan berdasar keadaan pulang sesuai klasifikasi apakah

sembuh, belum sembuh, membaik ataupun mmeninggal dibagi jumlah total pasien

dikali 100%.

f. Persentase yang dihasilkan berdasar penyakit komplikasi pasien sesuai klasifikasi

dibagi jumlah total pasien dikali 100%.

g. Persentase yang dihasilkan berdasar klasifikasi gagal ginjal dan etiologi pasien

sesuai klasifikasi dibagi jumlah total pasien dikali 100%.

h. Persentase yang dihasilkan berdasarkan jenis dan golongan obat yang diberikan

kepada pasien dihitung dari jumlah kasus yang menerima jenis obat tertentu dibagi

jumlah kasus dikali 100%.

i. Persentase yang dihasilkan berdasarkan penggunaan obat pada pasien terkait dengan

penyakit penyerta pasien sesuai klasifikasi dibagi jumlah total pasien dikali 100%.

2) Kesesuaian penggunaan obat yang dinilai dengan melihat obat yang diberikan pada

pasien apakah sesuai dengan indikasi berdasarkan standar pelayanan medik (SPM)

tahun 2005 di rumah sakit PKU Muhammadiyah.

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

3) Efektivitas terapi dinilai dengan melihat perkembangan atau perbaikan kondisi pasien

setelah memperoleh terapi obat apakah gejala-gejala sakit berkurang atau hilang sama

sekali dan data obyektif pasien menunjukkan nilai normal atau yang mendekati normal

serta dilihat dari lama perawatan pasien dan bagaimana keadaan pulang pasien apakah

sudah sembuh dan diijinkan pulang, pulang paksa, atau meninggal dunia

Data tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk

memperoleh gambaran tentang penggunaan obat yang diperoleh pasien gagal ginjal akut

selama menjalani perawatan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB ІV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data dari bagian rekam medik rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta diketahui bahwa selama periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2005

terdapat 69 kasus pasien dengan diagnosa GGA. Jumlah pasien GGA pada tahun 2003

sebanyak 27 pasien (39,1%), 26 pasien (37,7%) pada tahun 2004 dan 16 pasien (23,2%) di

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

tahun 2005. Pasien GGA yang dimasukkan dalam penelitian ini sebanyak 58 pasien dari

total kasus yang ada karena 11 pasien tidak ditemukan berkas rekam mediknya dikarenakan

hilang atau tidak ada. Hal ini disebabkan karena penelitian dilakukan pada pasien yang

mengalami GGA yang waktunya sudah berlangsung lama yaitu pada tahun 2003-2005,

sehingga mungkin beberapa rekam medik telah mengalami inaktivasi dan sulit dilacak

kembali.

A. Karakteristik Pasien

1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin

Dilihat dari gambar 1, jumlah kasus GGA yang ada banyak dialami oleh pasien laki-

laki yaitu 37 pasien (64%). Hal ini sesuai dengan penelitian Gibney et al., (2005) yang

menyebutkan bahwa salah satu faktor resiko dasar GGA adalah jenis kelamin laki-laki.

64%

36%

Laki-laki

Perempuan

Gambar 1. Distribusi Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun

2003-2005 berdasarkan jenis kelamin

Kecenderungan pria lebih banyak menderita GGA kemungkinan disebabkan oleh adanya

hormon testosteron yang mempercepat progresi kerusakan ginjal. Analisis NHANES II

(National Health And Nutrition Examination Survey) juga menyatakan bahwa laki-laki

memiliki kecenderungan lebih besar dibandingkan perempuan untuk mengalami penurunan

fungsi ginjal lebih cepat (Sulistiasih, 2006). Namun demikian, hasil penelitian Habsari

(2008) ditemukan 36% pasien laki-laki dan 64% pasien perempuan kasus GGA di instalasi

rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama tahun 2005-2007.

2. Distribusi Berdasarkan Usia

Usia merupakan salah satu faktor resiko penyebab penurunan fungsi ginjal.

Distribusi penderita GGA berdasarkan usia pada penelitian ini digolongkan menjadi 4

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

kelompok untuk mempermudah melihat gambaran usia pasien yang mengalami GGA di

rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Tabel IV. Distribusi Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-

2005 Berdasarkan Usia

Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Pasien Persentase (%)

<25 1 1,7

25-40 13 22,4

41-65 31 53,5

>65 13 22,4

Total 58 100

.

Data pada tabel IV menunjukkan bahwa rentang usia 41-65 tahun merupakan

kelompok usia yang paling banyak mengalami GGA yaitu sebanyak 31 pasien (53,45%).

Pada penelitian Habsari (2008) diketahui pasien GGA diderita oleh 61 pasien (61%) dengan

usia 45-64 tahun. Penelitian lain menyebutkan 40 pasien (57,9%) mengalami GGA dalam

rentang usia 41-65 tahun (Masruroh, 2006).

Penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan terjadinya penurunan laju filtrasi

glomerulus terjadi seiring dengan meningkatnya usia. Penurunan laju filtrasi glomerulus

sendiri merupakan penyebab terjadinya GGA (Mueller, 2005).

Usia di atas 65 tahun merupakan golongan usia lanjut. Di Indonesia sendiri pada

tahun 2000 jumlah penduduk dengan usia lanjut hanya sekitar 7,28% karena penduduk

pada usia di atas 65 tahun kebanyakan sudah meninggal (Anonim, 2007). Hal ini sesuai

apabila data tersebut dihubungkan dengan hasil penelitian yang didapatkan yaitu pasien

GGA pada usia di atas 65 tahun berjumlah lebih sedikit dibandingkan dengan pasien GGA

pada rentang usia 41-65 tahun.

Ada 1 pasien yang mengalami GGA dengan umur di bawah 25 tahun. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena penyakit hipertensi yang dialami pasien tersebut.

Hipertensi merupakan penyakit komplikasi dari GGA, namun demikian hipertensi juga

dapat mengakibatkan perlukaan arteriol pada ginjal sehingga hipertensi bisa menjadi

penyakit yang menyebabkan GGA (Woodley and Whelan, 1995).

3. Distribusi Berdasarkan Data Serum Kreatinin

Pemeriksaan utama pada pasien GGA di rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta meliputi BUN dan kreatinin. Kreatinin merupakan parameter hasil

laboratorium yang lebih spesifik pada pasien GGA dibandingkan dengan BUN. Pasien

Page 26: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

mengalami GGA apabila terjadi peningkatan 50% dari batas atas nilai normal serum

kreatinin, atau sekitar 0,5 mg/dl atau terjadi penurunan sebesar 50% dari normal laju filtrasi

glomerulus (Mueller, 2005).

Kreatinin diekskresikan melalui ginjal terutama dengan proses filtrasi glomerulus,

sedangkan sekresi tubulus minimal. Bila massa otot tetap, maka adanya perubahan pada

kreatinin mencerminkan perubahan pada klirensnya melalui filtrasi. kosentrasi ureum

dipengaruhi oleh diet dan reabsorbsi tubulus Ureum merupakan produk nitrogen terbesar

yang dikeluarkan melalui ginjal. selain mengalami filtrasi glomerulus, ureum juga

mengalami reabsorbsi tubulus (Kenward and Tan, 2003).

Tabel V menyajikan data hasil pemeriksaan serum kreatinin pada awal kedatangan

pasien GGA. Data berupa berat badan pasien tidak tertulis secara lengkap dalam rekam

medik sehingga nilai klirens kreatinin pasien tidak dapat dicantumkan.

Tabel V. Distribusi Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-

2005 Berdasarkan Data Serum Kreatinin Pada Awal Kedatangan

Jumlah Serum Kreatinin Jumlah Pasien Persentase (%) Kategori

<1,5 3 5,2 Normal

1,5-5 14 24,1 Ringan

5-10 25 43,1 Moderat

>10 16 27,6 Parah

Total 58 100

Kasus dengan serum kreatinin yang tidak normal pada awal kedatangan sebanyak

56 pasien (96,6%). Rentang serum kreatinin yang paling banyak adalah 5-10mg/dl dan

termasuk dalam gangguan fungsi ginjal yang bersifat moderat. Terdapat 3 pasien (5,2%)

dengan hasil pemeriksaan serum kreatinin yang normal pada awal kedatangannya, tetapi

setelah pemeriksaan lebih lanjut 1 pasien ternyata mengalami obstruksi AMI (Acute

Myocardial Infarction) dan mengalami peningkatan serum kreatinin pada hari berikutnya

sehingga berada dalam rentang yang tidak normal. Hal ini bisa terjadi karena obstruksi

AMI dapat menyebabkan hipoperfusi aliran darah sehingga menurunkan laju filtrasi

glomerulus (Mueller, 2005). Pasien lainnya mengalami ISK yang kemungkinan dapat

menjadi penyebab GGA.

4. Distribusi Berdasarkan lama perawatan

Page 27: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Lama perawatan pasien digolongkan menjadi 4 kelompok hari rawat berdasarkan

data yang tertulis dalam berkas rekam medik rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta untuk mempermudah melihat gambaran lama perawatan pasien GGA. Data

selengkapnya dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Distribusi Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-

2005 Berdasarkan Lama Perawatan

Lama Perawatan (hari) Jumlah Pasien Persentase (%)

1-7 30 51,7

8-14 21 36,2

15-21 6 10,4

22-28 1 1,7

Total 58 100

Dilihat dari tabel VI ditemukan bahwa presentase terbesar lama perawatan pasien

adalah selama 1-7 hari yakni sebanyak 30 pasien (51,7%). Kejadian ini mungkin

disebabkan karena kerusakan yang ada belum begitu parah. Hal ini dapat dilihat dari data

serum kreatinin pasien yang banyak berada dalam rentang ringan sampai moderat (1,5-

10mg/dl) sehingga penyakit ini dapat segera diatasi. Selain itu, ginjal mempunyai sel-sel

yang dapat melakukan regenerasi sehingga tidak menyebabkan kerusakan lebih lanjut.

Ada 1 pasien (1,7%) GGA yang menjalani perawatan selama 22 hari. Pasien ini

lama menjalani perawatan dikarenakan adanya penyakit penyerta yang dialami yaitu

anemia. Mueller (2005) menyatakan bahwa anemia pada GGA disebabkan penurunan

produksi eritropoetin pada ginjal yang berfungsi merangsang pembentukan eritrosit di sum-

sum tulang belakang. Dengan demikian, lama perawatan tidak hanya ditentukan oleh

penyakit GGA itu sendiri tetapi juga karena adanya komplikasi ataupun penyakit penyerta

yang dialami pasien.

5. Distribusi Berdasarkan Keadaan Pulang

Keadaan pulang pasien GGA di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

dikategorikan dalam beberapa kondisi yaitu : sembuh, membaik, belum sembuh atau

pulang paksa, dan meninggal.

Tabel VII. Distribusi Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-

2005 Berdasarkan Keadaan Pulang

Keadaan Pulang Jumlah Pasien Persentase (%)

Membaik 17 29,3

Sembuh 8 13,8

Page 28: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Belum Sembuh 4 6,9

Meninggal 8 13,8

Tidak Diketahui 21 36,2

Total 58 100

Sebanyak 21 pasien (36,2%) GGA tidak diketahui bagaimana keadaan pulangnya

karena dokter ataupun petugas kesehatan rumah sakit tidak menulisnya dalam berkas rekam

medik. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terakhir sebelum pulang seperti BUN

dan kreatinin menunjukkan bahwa tidak semua pasien berada dalam rentang nilai yang

normal. Kemungkinan penilaian kondisi dimana pasien diperbolehkan pulang dilakukan

berdasarkan kondisi fisik yang sudah membaik, gejala-gejala yang dialami pasien sudah

berkurang ataupun sudah hilang dan kesulitan terkait dengan biaya pengobatan.

Pasien GGA yang meninggal biasanya tidak disebabkan oleh GGA itu sendiri

melainkan terkait dengan penyakit penyerta dan komplikasi yang dialami oleh pasien. Pada

penelitian ini pasien GGA yang meninggal disebabkan karena adanya infeksi dan edema

paru. Pasien GGA yang meninggal sebanyak 25% berada dalam rentang usia 25-40 tahun

sedangkan 50% berada dalam rentang usia 41-65 tahun dan sejumlah 25% pada usia >65

tahun. Sebanyak 75% pasien yang meninggal, ternyata sebelumnya datang dalam kondisi

kesadaran yang sudah menurun.

Tabel VIII. Distribusi Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun

2003-2005 Berdasarkan Penyakit Penyerta

Penyakit Penyerta Jumlah Pasien Persentase (%)

ISK 15 25,9

DM 13 22,4

Leptospirosis 3 5,2

Hepatitis 2 3,5

Pneumonia 1 1,7

Tanpa Penyakit Penyerta 28 48,3

Total 58 100

Penyakit penyerta di sini merupakan penyakit yang menyertai GGA dan mungkin

juga menjadi penyebab GGA. Dari hasil penelitian terlihat bahwa penyakit penyerta yang

banyak dialami pasien GGA di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2003-

Page 29: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

2005 adalah infeksi saluran kemih (ISK) yang berjumlah 15 pasien (25,9%) dari total kasus

yang ada. ISK menyebabkan GGA karena ISK dapat mengakibatkan kerusakan saluran

ureter. Hepatitis dapat memicu hipoperfusi aliran darah dan mengakibatkan GGA prarenal.

Leptospirosis dan diabetes mellitus dapat mengakibatkan gangguan pada bagian intrinsik

ginjal (Mueller, 2005).

6. Distribusi Berdasarkan Penyakit Komplikasi

Berdasarkan hasil penelitian, penyakit komplikasi yang banyak dialami oleh pasien

GGA berupa gastroenteritis dengan jumlah 16 pasien (27,6%). GGA yang tidak tertangani

dapat menimbulkan penyakit komplikasi. Penyakit komplikasi di sini adalah penyakit yang

berkembang akibat GGA.

Tabel IX. Distribusi Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-

2005 Berdasarkan Penyakit Komplikasi

Penyakit Komplikasi Jumlah Pasien Persentase (%)

Gastroenteritis 16 27,6

Gastroenteritis + Hipertensi 8 13,8

Hipertensi 8 13,7

Hipertensi + Arthritis Rheumatoid 1 1,7

Arthritis Rheumatoid 10 17,2

Asidosis Metabolik 3 5,2

Tanpa Penyakit Komplikasi 12 20,7

Total 58 100

Gastroenteritis menempati urutan tertinggi komplikasi GGA dari total pasien yang

ada. Menurut Mueller (2005) karena adanya akumulasi urea dalam darah (uremia) yang

memicu peningkatan sekresi asam lambung sehingga terjadi gangguan gastrointestinal.

Kejadian komplikasi hipertensi yang disebabkan karena adanya peningkatan aldosteron

pada GGA mengakibatkan terjadinya retensi air dan garam sehingga terjadi peningkatan

tekanan darah (Mueller, 2005).

Sejumlah 10 pasien (17,2%) mengalami komplikasi arthritis rheumatoid. Hal ini

karena terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus menyebabkan terjadinya akumulasi asam

urat yang mengakibatkan arthritis rheumatoid. Komplikasi asidosis metabolik yang terjadi

pada 3 pasien (5,2%) disebabkan karena terjadinya gangguan ekskresi ion hidrogen pada

tubulus distal (Mueller, 2005). Selain itu asidosis juga dapat disebabkan oleh produksi asam

Page 30: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

yang meningkat secara tiba-tiba dan hilangnya bikarbonat melalui traktus gastrointestinal

seperti pada diare (Tisher dan Wilcox, 1997).

7. Distribusi Berdasarkan Klasifikasi Gagal Ginjal dan Etiologi

Gagal ginjal akut dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu GGA prarenal, GGA

intrinsik, dan GGA pascarenal (Mueller, 2005). Distribusi pasien GGA di rumah sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta berdasarkan klasifikasi gagal ginjal dan etiologinya

dapat dilihat pada tabel X.

Tabel X. Distribusi Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-

2005 Berdasarkan Klasifikasi GGA

Klasifikasi GGA Etiologi Jumlah Pasien Persentase (%)

Prarenal Pengurangan vol. cairan 5 8,6

Hipotensi 5 8,6

Gagal Jantung 2 3,5

Gagal Hati 3 5,2

Renal Glomerulonefritis 1 1,7

Nephritis interstisial akut 2 3,5

Pascarenal Obstruksi 6 10,3

Tidak Diketahui 34 58,6

Total 58 100

Berdasarkan tabel X, penyebab GGA terbesar adalah GGA prarenal sebanyak 13

pasien (22,41%). Hal ini tidak sesuai apabila dikaitkan dengan penyakit penyerta yang

dialami pasien. Penyakit penyerta yang banyak dialami pasien GGA berupa ISK yang

merupakan penyebab GGA pascarenal, diabetes mellitus dan leptospirosis yang dapat

mengakibatkan gangguan pada bagian intrinsik ginjal. Kejadian ini dikarenakan banyaknya

penyebab GGA yang tidak tertulis dalam rekam medik.

ISK menjadi penyebab GGA karena dapat mengakibatkan kerusakan pada saluran

ureter. Sepsis, hepatitis, dan gagal jantung dapat memicu hipoperfusi aliran darah dan

mengakibatkan GGA prarenal, sedangkan leptospirosis, kanker serviks dan diabetes

mellitus tipe II dapat mengakibatkan gangguan pada bagian intrinsik ginjal. GGA intinsik

disebabkan oleh kerusakan pada ginjal seperti pada pembuluh darah kecil, glomerulus,

tubulus ginjal dan interstium (Mueller, 2005).

B. Pola Pengobatan Pada Pasien GGA

Terapi pada GGA bertujuan untuk mencegah perluasan kerusakan ginjal, mengatasi

perluasan kerusakan ginjal dan mempercepat pemulihan fungsi ginjal. Ketiga tujuan

Page 31: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

tersebut dapat dicapai dengan 2 cara, yaitu pengobatan konservatif dan atau terapi

pengganti dengan dialisis. Pengobatan konservatif terdiri dari tiga strategi, pertama adalah

usaha untuk memperlambat laju penurunan (progresivitas) fungsi ginjal. Kedua adalah

mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Ketiga berupa pengelolaan berbagai masalah yang

terdapat pada pasien GGA dan komplikasinya.

Terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien GGA adalah terapi

suportif berupa pengelolaan cairan dan elektrolit. Curah jantung dan tekanan darah harus

dijaga agar tetap memberikan perfusi jaringan yang adekuat. Pemberian terapi farmakologi

berupa obat pada pasien GGA kadang masih kontroversial (Mueller, 2005).

Tabel XI akan menyajikan berbagai golongan dan jenis obat yang diberikan kepada

pasien GGA di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta selama tahun 2003-2005.

Golongan dan jenis obat akan disajikan secara berurutan sesuai dengan banyaknya pasien

yang menggunakan obat-obat tersebut.

Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Yang Diberikan pada Pasien GGA di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-2005

No Golongan Obat Jenis Jumlah

Pasien

Persentase

(%)

1 Cairan & Elektrolit NaCl 0,9%, Dekstrosa, Asering, RL,

Kaen IB,Kaen MG3

53 91,4

2 Antibiotik

Seftriakson, Siprofloksasin,

Amoksisilin, Ampisilin, Levoflosasin

45

77,6

3 Antasida dan Antiulserasi Metoklopramid, Domperidon,

Ranitidin, Simetidin, Omeprazol,

Sukralfat, Antasida, Atalpugit

40 68,9

4 Vitamin & Mineral CaCO3, Vit.B, Vit.K, Kalium Aspartat 31 53,5

5 Diuretik Hidroklortiazid, Furosemid,

Spironolakton

27 46,6

6 Analgesik PCT, Metampiron 20 34,5

7 Antihipertensi Kaptopril, Kandesartan, Amlodipin,

Nifedipin, Klonidin

16 27,6

8 Antigout Alopurinol 11 19,0

9 Dietikum Ketosteril 9 15,5

10 Antianemia Asam Folat, Epoetin 9 15,5

11 Antiseptik Saluran Kemih Fosfomisin 7 12,1

Page 32: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

12 Sedatif-Hipnotik Diazepam 6 10,3

13 Glikosida Jantung & inotropik lain Digoksin, Dopamin, Dobutamin 5 8,6

14 Antidiabetik Insulin 4 6,9

15 Antikonvulsi Karbamazepin, Pirasetam 4 6,9

16 Hemostatikum Asam Traneksamat 3 5,2

17 Antiangina Isosorbid dinitrat 3 5,2

18 Suplemen Lesitin, Rhizoma curcuma 3 5,2

19 Antiasma Teofilin, Asefilinapiperazin, Flutikason

Propionat

3 5,2

20 Antihistamin Feniramin Maleat, Seftirizina HCl 3 5,2

Dilihat dari tabel XI diketahui bahwa pemberian obat pada pasien GGA di rumah

sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta paling banyak adalah golongan cairan dan elektrolit

yaitu 53 pasien (91,4%). Beberapa obat yang juga banyak digunakan pasien GGA antara

lain terdapat 45 pasien (77,6%) menggunakan antibiotik, 40 pasien (68,9%) menggunakan

obat saluran cerna, 31 pasien (53,5%) menggunakan vitamin dan mineral, serta 27 pasien

(46,6%) berupa diuretik. Penjelasan selengkapnya akan dibagi menurut golongan obat.

1. Cairan dan Elektrolit

Pada penderita GGA, pengelolaan terapi cairan merupakan hal yang penting (Mueller,

2005). Untuk itu dalam penelitian ini disajikan data tentang pola penggunaan cairan dan

elektrolit seperti terlihat pada tabel XII.

Tabel XII. Pemberian Cairan dan Elektrolit pada Pasien GGA di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-2005

No Jenis Cairan & Elektrolit Jumlah Pasien Persentase (%)

1 Asering 9 15,5

2 Kaen IB 7 12,1

3 NaCl 0,9% 7 12,1

4 Kaen MG3 3 5,2

5 Dekstrosa 3 5,2

6 RL 1 1,2

7 Asering, Kaen IB 5 8,6

8 NaCl 0,9%, Kaen IB 5 8,6

9 Asering, NaCl 0,9% 3 5,2

10 Asering, Dekstrosa 2 3,5

11 Asering, RL 2 3,5

12 NaCl 0,9%, Kaen MG3 1 1,7

13 NaCl 0,9%, RL 1 1,7

Page 33: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

14 Dekstrosa, Kaen IB 1 1,7

15 Dekstrosa, Kaen MG3 1 1,7

16 Asering, Kaen IB, NaCl 0,9% 1 1,7

17 Asering, Dekstrosa, NaCl 0,9% 1 1,7

18 Tanpa Elektrolit 5 8,6

Total 58 100

Pemberian terapi cairan dan elektrolit dimaksudkan untuk memperbaiki

keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadi akibat fungsi ginjal yang terganggu.

Pemberian terapi cairan dan elektrolit efektif pada pasien yang tidak mengalami overload

cairan atau dalam keadaan hipovolemi. Dari tabel XII jenis cairan dan elektrolit yang

banyak digunakan adalah asering yang berisi natrium, kalium, kalsium dan asetat. Infus

asering diindikasikan untuk pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi dan

kehilangan ion alkali tubuh.

Penggunaan terapi cairan dan elektrolit pada pasien GGA terutama berupa NaCl

0,9% yang mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan cairan di dalam tubuh. Menurut

Mueller (2005) NaCl berperan dalam menyediakan ion natrium dalam keadaan

hiponatremia akibat menurunnya kemampuan dari ginjal untuk menyeimbangkan

pertukaran ion. Pemberian ini hendaknya pada pasien yang dapat mentoleransi natrium.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan karena jenis cairan dan

elektrolit yang banyak digunakan berupa asering. Banyak pertimbangan yang mungkin

dilakukan rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Salah satunya karena pasien

tidak dapat mentoleransi ion natrium seperti pada pasien hipertensi. Walaupun di dalam

asering juga terdapat ion natrium tetapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan NaCl

0,9%. Selain itu asering cepat dimetabolisme sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit

pada pasien GGA cepat dicapai.

Larutan ringer laktat (RL) diberikan terutama pada pasien dengan asidosis

metabolik dan kekurangan volume cairan. Natrium laktat yang terkandung di dalam larutan

RL akan dimetabolisme oleh tubuh menjadi natrium bikarbonat yang berperan dalam

memperbaiki asidosis. KA-EN IB berisi ion natrium, ion klorida dan glukosa yang

berfungsi untuk menyeimbangkan kebutuhan cairan, elektrolit dan menyediakan kebutuhan

kalori. KA-EN MG3 berfungsi dalam ketidakseimbangan elektolit dan menyediakan

Page 34: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

kebutuhan kalori. Dextrose berfungsi untuk rehidrasi dan mensuplai kebutuhan kalori pada

pasien GGA. Pada beberapa pasien mendapatkan penggantian yang tidak hanya dari satu

jenis cairan dan elektrolit.

2. Antibiotik

Penggunaan antibiotik pada pasien GGA di rumah sakit PKU Muhammadiyah

yogyakarta mencapai prosentase yang tinggi, yaitu 45 pasien (77,6%) dari total kasus yang

ada. Berdasarkan tabel XIII antibiotik yang banyak digunakan adalah golongan

Sefalosporin generasi ketiga yaitu pada 28 pasien (48,3%) .

Penggunaan antibiotik diberikan untuk mencegah salah satu komplikasi pada pasien

GGA berupa infeksi. Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakuti yang muncul pada

50-90% pasien GGA dan menyebabkan kematian hingga 75% (Isserbacher et al., 2000).

Tabel XIII. Pemberian Antibiotik pada Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta Tahun 2003-2005

Golongan Antibiotik Jenis Antibiotik Jumlah

Pasien

Persentase (%)

Sefalosporin Seftriakson 22 48,3

Sefoperazon 4

Sefotaksim 1

Seftazidim 1

Penisilin Ampisilin 3 8,6

Amoksisilin 2

Quinolon Siprofloksasin 1 3,4

Levofloksasiin 1

Sefalosporin dan Quinolon Seftriakson dan Siprofloksasin 4 6,9

Sefalosporin dan Karbapenem Seftriakson dan Meropenem 2 3,4

Sefalosporin dan Penisilin Seftriakson dan Amoksisilin 2 3,4

Sefalosporin, Quinolon, Penisilin Seftriakson, Siprofloksasin, Amoksisilin 2 3,4

Tanpa antibiotik 13 22,4

Total 58 100

Dari hasil penelitian didapatkan pasien GGA yang banyak menggunakan antibiotik

adalah pasien yang terkait dengan penyakit gastroenteritis sebanyak 18 pasien (40%), ISK

dengan jumlah 12 pasien (26,7%), 3 pasien (6,7%) dengan penyakit gastroenteritis dan ISK,

leptospirosis dengan jumlah 3 pasien (6,7%), dan terdapat 9 pasien (20%) menggunakan

antibiotik tanpa indikasi yang jelas.

Page 35: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Antibiotik golongan sefalosporin merupakan antibiotik yang paling banyak

digunakan dalam penanganan GGA terutama sefalosporin generasi ketiga seperti

Seftriakson, Sefoperazon, Seftazidim dan Sefotaksim yang aktif terhadap bakteri gram

negatif terutama enterobacteriaceae. Sefalosporin generasi ketiga terutama Seftriakson

baik digunakan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal bahkan dosis obat

tidak perlu disesuaikan pada gagal ginjal (Ganiswara, 2005).

Sefoperazon diekskresikan terutama melalui saluran empedu, hanya sekitar 25%

yang melalui urin sehingga dosis tidak perlu diubah bila ada gangguan fungsi ginjal.

Penggunaan sefoperazon paling aman pada pasien GGA, tetapi presentase penggunaannya

lebih sedikit. Hal ini dikarenakan sefoperazon memiliki harga yang lebih mahal bila

dibandingkan dengan seftriakson. Sedangkan Seftazidim, Sefotaksim dan Sefadroksil perlu

penyesuaian dosis karena diekskresikan terutama melalui saluran kemih (Ganiswara, 2005).

Terapi antibiotik lebih dari satu golongan juga didapatkan dari hasil penelitian.

Penggunaan antibiotik kombinasi terdapat pada 10 pasien (17,2%) dari 45 pasien yang

menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik secara kombinasi dapat menyebabkan

beberapa kerugian seperti antagonisme, meningkatkan efek samping, superinfeksi dan

meningkatkan biaya pengobatan.

Lama pemberian antibiotik juga ikut berperan dalam keberhasilan terapi. Lama

pengobatan optimal antibiotik tidak selalu diketahui. Banyak antibiotik diresepkan untuk 5-

7 hari, secara umum terapi dihentikan 3 hari setelah gejala-gejala infeksi hilang (Juwono

and Prayitno, 2003).

Penggunaan antibiotik harus berdasarkan atas data mikrobiologi berupa bakteri

penyebab infeksi namun dalam prakteknya penggunaan antibiotik dilakukan secara

empirik, yaitu penggunaan antibiotik berdasarkan pola kebiasaan bakteri penyebab. Pada

pasien GGA pemberian antibiotik harus mempunyai efek yang tidak memperberat

kerusakan ginjal. Penggunaan beberapa antibiotik seperti golongan aminoglikosida harus

dihindari karena antibiotik ini bersifat nefrotoksik (Thattle, 1996). Dari hasil penelitian

tidak didapatkan penggunaan antibiotik pada pasien GGA dari golongan aminoglikosida.

3. Antasida dan Antiulserasi

Page 36: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Obat saluran cerna digunakan untuk terapi simptomatis pada pasien GGA seperti

mual, muntah dan untuk mengatasi penyakit komplikasi yang dialami pasien pada saluran

gastrointestinal seperti diare, gastritis dan dispepsia. Pada pasien GGA dapat terjadi

peningkatan kadar urea yang dapat menyebabkan terjadinya pengurangan sel mukosa dan

peningkatan sekresi asam. (Marriot and Smith, 2003).

Tabel XIV.Penggunaan Antasida dan Antiulserasi pada Pasien GGA di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-2005

Golongan Obat Jenis Jumlah Pasien Persentase(%)

Antiemetik Metoklopramid, Domperidon 14 35,0

PPI Omeprazol, Lansoprazol 6 15

H2 Antagonis Ranitidin 1 2,5

Pelindung Mukosa Sukralfat 1 2,5

Kombinasi Obat

Saluran Cerna

Atalpugit, Domperidon, Ranitidin,

Antasida, Omeprazol

18 45,0

Total 40 100

Penggunaan obat saluran cerna terdapat pada 40 pasien (68,97%) dari total kasus

pasien GGA. Presentase terbesar terdapat pada pasien yang menggunakan lebih dari satu

obat saluran cerna yaitu 18 pasien (45%).

Omeprazol dan lansoprazol adalah golongan pompa proton inhibitor (PPI) sekarang

ini merupakan obat yang banyak digunakan pada pasien yang mengalami gannguan saluran

cerna. Golongan ini mempunyai efek yang lebih kuat dibandingkan dengan H2 antagonis.

Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat pompa proton sehingga produksi asam

lambungnya praktis terhenti (>90%). Pada pasien GGA obat ini baik digunakan karena

diekskresikan bukan dalam bentuk asal di urin dan sebanyak 20% ditemukan dalam tinja

(Ganiswara, 2005)

Penggunaan jenis obat saluran cerna seperti antasida dan sukralfat perlu

diperhatikan pada pasien GGA. Pada kasus-kasus dalam penelitian ini, antasida yang

digunakan oleh pasien adalah antasida yang bersifat lokal, yaitu alumunium dan

magnesium. Antasida jenis ini lebih aman dibandingkan dengan antasida jenis lain.

Antasida jenis magnesium dan alumunium tidak diperbolehkan untuk penggunaan secara

kronik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal sebab dapat menimbulkan

hipermagnesemia dan intoksikasi alumunium. Sukralfat merupakan garam alumunium dari

sulfat disakarida yang beraksi lokal pada mukosa gastrointestinal. Pada pasien yang

Page 37: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

melakukan terapi dialisis, alumunium dapat terakumulasi secara sistemik dan mengarah

pada toksisitas alumunium (Ganiswara, 2005).

4.Diuretik

Diuretik digunakan pada pasien overload cairan dan pada pasien oliguria (Mueller,

2005). Pemberian diuretik bertujuan untuk mempertinggi aliran urin guna mengatasi

kelebihan garam dan air sebagai akibat berkurangnya kemampuan fungsi ginjal. Retensi

garam dan air yang tidak segera diperbaiki akan mengakibatkan volume aliran darah

meningkat, selanjutnya mengarah pada terjadinya hipertensi, udema, dan gagal jantung

kongestif (Katzung, 2001). Dengan demikian, diuretik memiliki peranan penting dalam

mencegah komplikasi GGA.

Tabel XV. Penggunaan Diuretik pada Pasien GGA di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta Tahun 2003-2005

Golongan Obat Jenis Obat Dosis Jumlah Pasien Persentase(%)

Diuretik kuat Furosemid 1g/12jam 24 41,4

Diuretik Hemat Kalium Spironolakton 100mg/hari 1 1,7

Tiazid Hidroklortiazid 12,5mg/hari 1 1,7

Tanpa Diuretik 32 55,2

Total 58 100

Diuretik digunakan pada 26 pasien (44,8%) dari total kasus pasien. Furosemid

merupakan diuretik kuat yang banyak digunakan pada pasien GGA di rumah sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta yaitu 24 pasien (41,4%).

Furosemid digunakan pada pasien GGA untuk meningkatkan aliran urin sehingga

mencegah terjadinya overload cairan. Furosemid mencegah reabsorbsi natrium sehingga

mengurangi metabolisme sel tubulus, membersihkan endapan silinder sel sehingga mampu

menghilangkan obstruksi. Mueller (2005) menyatakan bahwa furosemid merupakan

diuretik kuat yang paling sering digunakan karena harganya murah, aman, dan bisa

digunakan secara oral maupun parenteral. Furosemid bekerja dengan mengeblok transpor

aktif sodium pada medula dan korteks loop of henle ascending. Furosemid digunakan pada

pasien GGA untuk mengubah keadaan oliguria menjadi non oliguria. Menurut Mueller

Page 38: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

(2005) oliguria terjadi jika vulume urin dalam satu hari sekitar 50-450ml, sedangkan

kondisi non oliguria terjadi jika volume urin lebih dari 450ml per hari.

Diuretik hemat kalium dan golongan tiazid memiliki efek diuresis yang lebih

ringan. Pada diuretik hemat kalium seperti Spironolakton dapat menyebabkan retensi

kalium sehingga tidak dapat digunakan pada pasien hiperkalemia, sedangkan pada

golongan tiazid seperti Hidroklortiazid lebih banyak digunakan sebagai obat pilihan

pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang (Ganiswara, 2005).

Pemberian golongan tiazid harus dilakukan dengan hati-hati pada penderita

gangguan fungsi ginjal karena obat ini dapat memperhebat gangguan fungsi ginjal tersebut

akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus, terutama bila diberikan secara intravena

(Ganiswara, 2005). Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah ginjal.

Dari hasil penelitian terdapat 1 pasien yang menggunakan diuretik dari golongan tiazid

yaitu hidroklortiazid. Obat ini diberikan secara oral dan dalam frekuensi satu kali sehari

sehingga lebih aman digunakan namun tetap harus dimonitoring.

Apabila diuretik diberikan pada pasien GGA maka hal ini dapat mengubah status

GGA dari oliguri menjadi non oliguri. Pengobatan pada pasien non oliguri lebih mudah

daripada pasien oliguri, selain itu pasien non oliguri juga mempunyai komplikasi yang

lebih sedikit serta kebutuhan dialisis yang lebih kecil dibandingkan pasien oliguri

(Suhardjono et al., 2001).

5.Antihipertensi

Antihipertensi merupakan obat yang banyak digunakan akibat penyakit komplikasi

pada pasien GGA. Pasien yang menggunakan antihipertensi sebanyak 16 kasus (27,6%)

dari total kasus pasien GGA.

ACEI dan ARB merupakan First line pada pasien GGA dengan komplikasi

hipertensi. Penggunaan antihipertensi tersebut ada yang dalam bentuk tunggal namun ada

beberapa pasien yang menggunakan kombinasi antihipertensi seperti Angiotensin

Converting Enzym Inhibitor (ACEI) dengan golongan Calcium Channel Blocker (CCB)

yang menghasilkan terapi yang baik karena mempunyai efek sinergistik. Ganiswara (2005)

Page 39: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

menyatakan bahwa kombinasi antihipertensi dengan golongan yang berbeda menyebabkan

tekanan darah sasaran dapat dicapai dengan menggunakan dosis yang lebih kecil untuk

masing-masing antihipertensi sehingga mengurangi efek samping yang kejadiannya

bergantung pada dosis.

Dari tabel XVI diketahui bahwa CCB dan ACEI merupakan golongan antihipertensi

yang paling banyak digunakan. Penggunaan CCB pada kasus GGA karena kemampuannya

menghambat hipertrofi glomeruler, menghambat agregasi platelet dan menurunkan

akumulasi garam. Kemungkinan penggunaan CCB juga dimaksudkan untuk meningkatkan

laju filtrasi glomerulus yang menurun pada pasien GGA. Angiotensin II Receptor Blocker

(ARB) dapat memicu vasodilatasi pada arteriol eferen ginjal dan dapat meningkatkan aliran

darah ginjal (Ganiswara, 2005).

Tabel XVI. Penggunaan Antihipertensi pada Pasien GGA

di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-2005

Golongan Obat Jenis Jumlah Pasien Persentase(%)

ACEI dan CCB Kaptopril dan Nifedipin 3 8,6

Kaptopril dan Amlodipin 1

Lisinopril, Amlodipin 1

ARB dan CCB Kandesartan sileksetil dan

Amlodipine

3 5,2

ACEI Lisinopril 2 3,4

ARB Kandesartan sileksetil 2 3,4

CCB Nifedipin 2 3,4

ARB, ACEI, CCB dan α2

agonis

Kandesartan sileksetil,

Kaptopril, Amlodipin dan

Klonidin

1 1,7

α2 agonis Klonidin 1 1,7

Tanpa Antihipertensi 42 72,4

Total 58 100

Ada beberapa pasien yang mendapat penggantian golongan antihipertensi. Hal ini

terjadi karena kemungkinan golongan antihipertensi yang diberikan pertama tidak

menghasilkan efek terapi sesuai yang diinginkan atau terkait dengan biaya pengobatan.

Penggantian antihipertensi dalam penelitian ini dari golongan ARB ke dalam golongan

ACEI. Hal ini kemungkinan terjadi karena ARB mempunyai harga yang lebih mahal bila

dibandingkan dengan golongan ACEI yang terdapat dalam sediaan generik.

Page 40: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Penggunaan antihipertensi dari golongan ACEI pada pasien GGA dapat

menurunkan laju filtrasi glomerulus dan menyebabkan azotemia (Needham, 2005). Oleh

sebab itu penggunaan antihipertensi dari golongan ACEI pada pasien GGA dikombinasi

dengan golongan CCB yang kemungkinan dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus.

6.Vitamin dan Mineral

Pemberian suplemen berupa vitamin dan mineral juga penting pada pasien GGA.

Pasien yang yang menerima sebanyak 32 pasien (55,2%) dari total kasus yang ada. Salah

satu suplemen yang banyak diberikan berupa CaCO3 yang berperan dalam meningkatkan

kadar kalsium serum dan mengatur kadar fosfat dalam serum. Pada fungsi ginjal yang

normal, ginjal memiliki kemampuan untuk menghasilkan calsiterol yang merupakan bentuk

dari vitamin D. Calsiterol mengatur penyerapan kalsium dari makanan untuk disimpan

dalam darah dan tulang. Penurunan fungsi ginjal akan menurunkan produksi calsiterol dan

kadar hormon paratiroid. Hal ini mengakibatkan berkurangnya penyerapan kalsium dari

makanan dan kebutuhan kalsium akan diambil dari tulang. Penurunan kadar kalsium dalam

tulang dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh. Kerapuhan tulang yang terkait dengan

penurunan fungsi ginjal tersebut di sebut osteodistrofi renal. Tanda laboratorium yang

mengindikasikan osteodistrofi renal adalah meningkatnya kadar fosfat serum

(hiperfosfatemia). Pemberian CaCO3 berperan dalam menormalkan kembali keseimbangan

kalsium dan fosfat. CaCO3 juga berfungsi dalam pencegahan asidosis metabolik (Anonim,

2005).

Dalam penelitian ini selain CaCO3, asam folat juga banyak diberikan pada pasien

GGA. Asam folat diindikasikan pada pengobatan anemia defisiensi folat. Asam folat

merupakan obat yang biasanya diberikan bersamaan dengan CaCO3. Selain itu terdapat

juga penggunaan vitamin B, vitamin K dan lain-lain.

Selain penggunaan obat, evaluasi kebutuhan nutrisi pasien juga harus diperhatikan.

Pada pasien GGA selain mendapatkan diet tinggi kalori biasanya juga memperoleh

tambahan dietikum seperti ketosteril yang berisi asam amino esensial. Diet pada GGA

bertujuan untuk mencegah katabolisme protein.

Page 41: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

C. Penggunaan Obat pada Pasien GGA dengan Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta di sini merupakan penyakit yang menyertai GGA dan

kemungkinan menjadi penyebab GGA. Beberapa penyakit penyerta yang dialami pasien

GGA di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yaitu :

1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

ISK merupakan salah satu penyakit penyerta pada pasien GGA yang harus segera

ditangani. Hal ini penting untuk mencegah kemungkinan yang lebih buruk karena penyebab

kematian tertinggi pada pasien GGA adalah infeksi.

Tabel XVII. Penggunaan Antibiotik pada GGA Dengan Penyakit Peyerta ISK di Rumah Sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2003-2005

Golongan Obat Jenis Jumlah Pasien Persentase(%)

Sefalosporin Seftriakson 9 60,0

Penisilin Ampisilin 1 6,7

Sefalosporin dan Quinolon Seftriakson dan Siprofloksain 3 20,0

Sefalosporin dan Karbapenem Seftriakson dan Meropenem 2 13.3

Total 15 100

Dari hasil penelitian diketahui terdapat 15 (25,9%) pasien GGA dengan penyakit

penyerta ISK seperti yang terlihat pada tabel XVII. Antibiotik yang umum digunakan pada

pasien ISK adalah golongan sefalosporin, penisilin dan golongan quinolon. Penisilin dan

sefalosporin merupakan obat pilihan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

Antibiotik golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan adalah generasi ketiga

yaitu Seftriakson yang memiliki spektrum luas terhadap bakteri gram negatif.

Siprofloksasin yang merupakan antibiotik quinolon efektif untuk infeksi saluran

kemih dengan atau tanpa komplikasi. Walaupun penderita mengalami gangguan fungsi

ginjal, fluoroquinolon masih berguna karena dalam keadaan ini biasanya kadar obat dalam

urin masih cukup untuk mematikan kuman penyebab infeksi. Selain golongan diatas

terdapat beberapa pasien GGA dengan penyakit penyerta ISK yang menggunakan

antiseptik saluran kemih berupa Fosfomisin.

2. Diabetes mellitus (DM)

Page 42: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelompok kelainan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia, hal ini berhubungan dengan ketidaknormalan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein, dan menghasilkan komplikasi kronis termasuk

microvaskular, macrovascular dan kelainan neurophatic (Mueller, 2005). Pada penelitian

ini terdapat GGA 4 pasien (6,9%) yang menggunakan insulin.

Menurut Ganiswara (2005) diet dan pemberian antidiabetik oral merupakan terapi

yang diutamakan pada pasien diabetes mellitus. Namun demikian Pemberian antidiabetik

oral derivat sulfoniurea pada pasien yang sudah mengalami kerusakan sel β pulau

langerhans tidak akan bermanfaat. Jika kurang efektif baru dilakukan pemberian insulin.

Pemberian Insulin ini kemungkinan dapat menurunkan glukosa darah lebih cepat. Insulin

juga digunakan pada penderita diabetes mellitus tipe II. Ginjal merupakan organ penting

untuk eliminasi Insulin sehingga pada gangguan fungsi ginjal penggunaan Insulin perlu

dimonitoring.

3. Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu penyakit komplikasi yang timbul akibat GGA.

Target pemulihan tekanan darah yang harus dicapai pada pasien GGA dengan komplikasi

hipertensi adalah <130/80mmHg. Obat yang banyak digunakan oleh pasien GGA dengan

komplikasi hipertensi di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta yaitu Nifedipin,

Amlodipin, Kaptopril, Lisinopril, Kandesartan Sileksetil dan Klonidin.

Hipertensi pada pasien GGA merupakan efek dari memburuknya kemampuan ginjal

dalam mengatur keseimbangan air dan natrium. Hipertensi pada pasien GGA sedapat

mungkin diatasi untuk mencegah memburuknya fungsi ginjal (Marriot and Smith, 2003).

Pengobatan hipertensi pada GGA terutama menggunakan golongan ACEI dan ARB,

tetapi hal ini tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan. Dari 17 pasien, 11 pasien GGA

dengan penyakit penyerta hipertensi menunjukkan bahwa obat yang banyak digunakan

adalah Nifedipin dan Amlodipin dari golongan CCB. Obat ini bekerja dengan cara

menghambat hipertrofi glomeruler, menghambat agregasi platelet dan menurunkan

akumulasi garam.

Page 43: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Golongan obat yang selanjutnya adalah ACEI seperti Kaptopril dan Lisinopril.

ACEI bekerja dengan menghambat pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II

dengan menghambat enzim pengkonversi angiotensin. Golongan obat ini dapat

menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi perifer.

Pada pasien dengan kerusakan ginjal, beberapa studi menunjukkan efek yang

menguntungkan dari ACEI pada laju filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal. Walaupun

ACEI bersifat renoproktetif, penggunaan pada pasien dengan stenosis arteri renalis bilateral

harus diwaspadai karena dapat memperburuk fungsi ginjal. Beberapa pasien juga

mendapatkan golongan ARB yaitu Kandesartan Sileksetil. Obat dari golongan ini bekerja

dengan cara menghambat reseptor angiotensin I. Aksinya yang menyekat langsung pada

angiotensin I menyebabkan obat ini memiliki efek penghambatan angiotensin I yang lebih

baik dibandingkan ACEI (Isselbacher et al., 2000).

4.Anemia

Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin

dan atau angka hitung eritrosit lebih rendah dari angka normal. Anemia pada laki-laki

terjadi jika jumlah Hb < 14g/dl dan Ht < 41% atau Hb < 12g/dl dan Ht < 37% pada wanita

(Mansjoer, 2001). Anemia dapat terjadi pada pasien GGA karena ginjal memiliki sejumlah

fungsi yang penting, salah satunya adalah biosintesis eritopoetin. Penurunan fungsi ginjal

menyebabkan penurunan produksi eritopoetin. Berkurangnya eritrosit akan menyebabkan

terjadinya anemia karena eritopoetin berperan dalam menstimulasi produksi eritrosit di

sum-sum tulang belakang. Namun demikian terdapat pasien yang sudah mengalami anemia

sebelum terjadi GGA. Pada penelitian tedapat 9 pasien (15,5%) GGA yang mengalami

anemia. Pasien yang mengalami anemia setelah terjadinya GGA mendapatkan terapi asam

folat. Asam folat merupakan bahan yang diperlukan dalam eritropoesis yang menentukan

dalam proses pembentukkan dan pematangan eritrosit.

5. Gastroenteritis akut

Gastroenteritis akut merupakan lesi mukosa berupa erosi dan pendarahan akibat

faktor-faktor agresif atau akibat sirkulasi akut mukosa lambung (Mansjoer, 2001).

Penatalaksanaan gangguan saluran cerna ini hanya bersifat simptomatis saja yaitu dengan

menurunkan sekresi asam lambung yang berlebihan dengan menggunakan antagonis H2,

Page 44: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

PPI dan antasida, sedangkan golongan antiemetik dan pemberian antidiare digunakan untuk

mengatasi mual, muntah dan diare yang dialami pasien.

Selain penggunaan terapi obat, terdapat beberapa pasien yang menjalani dialisis.

Indikasi untuk dialisis adalah terdapatnya sindroma uremia, dan terdapatnya kegawatan

yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia (edema paru), hiperkalemia, atau asidosis berat

yang resisten terhadap pengobatan konservatif. Pada penelitian ini terdapat 22 pasien

(37,9%) yang menjalani dialisis.

D. Kesesuaian Penggunaan Obat dengan Standar Pelayanan Medik (SPM)

Terapi yang diberikan pada pasien GGA yang sesuai dengan SPM (Standar

Pelayanan Medik) di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah penggunaan

cairan dan elektrolit. Terapi berupa asupan cairan ini diberikan untuk memperbaiki aliran

darah ke ginjal, menurunkan vasokontriksi vaskular renal, dan membuang senyawa-

senyawa nefrotoksin yang terjadi akibat gangguan fungsi ginjal. Terapi ini diberikan

terutama pada pasien yang tidak mengalami overload cairan. Penggunaan berbagai

golongan dan jenis obat karena pasien tidak memberikan respon pada terapi suportif atau

adanya penyakit penyerta dan penyakit komplikasi yang dialami pasien GGA.

Penggunaan terapi cairan dan elektrolit sesuai apabila digunakan pada pasien yang

hipovolemi dan tidak mengalami overload cairan. Dalam penelitian ini penilaian hanya

dilakukan secara garis besar karena tidak adanya catatan berupa cairan dan elektrolit yang

masuk maupun yang dikeluarkan oleh pasien.

Penggunaan terapi cairan dan elektrolit terdapat pada 53 pasien (91,4%) di rumah

sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta sedangkan 5 pasien (8,6%) tidak menggunakan

terapi cairan dan elektrolit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengobatan sudah sesuai

dengan standar pelayanan medik yang ada di rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta karena sebagian besar pasien menerima terapi cairan dan elektrolit.

E. Efektivitas Terapi

Efektivitas terapi dinilai dengan melihat perkembangan atau perbaikan kondisi

pasien setelah memperoleh terapi obat apakah gejala-gejala sakit berkurang atau hilang

Page 45: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

sama sekali dan data obyektif pasien menunjukkan nilai normal atau mendekati normal

serta dilihat dari lama perawatan pasien dan bagaimana keadaan pulang pasien apakah

sudah sembuh dan diizinkan pulang, pulang paksa, atau meninggal dunia.

Tabel XVIII. Pemeriksaan Akhir Serum Kreatinin pada Pasien GGA di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2003-2005

Jumlah Serum Kreatinin

(mg/dl)

Jumlah Pasien Persentase (%) Kategori

<1,5 9 15,5 Normal

1,5-5 23 39,7 Ringan

5-10 20 34,5 Moderat

>10 6 10,3 Parah

Total 58 100

Tabel XIX. Pemeriksaan Akhir Serum BUN pada Pasien GGA di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2003-2005

Jumlah BUN (mg/dl) Jumlah Pasien Persentase (%) Kategori

≤80 11 19,0 Normal

>80 47 81,0 Tidak Normal

Total 58 100

Dilihat dari tabel XVIII dan tabel XIX dapat disimpulkan bahwa terapi yang

diperoleh pasien belum atau tidak efektif karena dilihat dari hasil laboratorium terakhir

sebagian besar pasien memiliki parameter klinik berupa BUN dan kreatinin yang tidak

normal. Hanya 11 pasien (19,0%) yang memiliki nilai BUN normal sedangkan 47 pasien

(81,0%) tidak normal. Nilai normal kretinin terdapat pada 9 pasien (15,5%), mendekati

normal sebanyak 23 pasien (39,7%) sedangkan 26 pasien (44,8%) tidak normal.

Efektivitas juga dapat dilihat dari keadaan pulang pasien. Pasien yang pulang dalam

kondisi membaik dan sembuh sebanyak 25 pasien (43,1%) dari total kasus yang ada

sehingga pengobatan ini belum dapat dikatakan efektif.

Dilihat dari keadaan pulang pasien GGA dari rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta pasien banyak yang pulang dalam keadaan membaik. Hal ini juga dapat

menunjukkan bahwa pengobatan belum efektif sebab pasien ini kemungkinan hanya

memperlihatkan gejala-gejala maupun keluhan yang sebelumnya dialami pasien GGA

sudah berkurang atau menghilang. Pengobatan dikatakan efektif apabila pasien GGA

pulang dalam keadaan sembuh. Dikatakan sembuh apabila kondisi fisik pasien sudah

Page 46: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

membaik, gejala-gejala maupun keluhan pasien yang dialami pasien sebelumnya

menghilang serta nilai hasil laboratorium terakhir pasien menunjukkan nilai yang normal.

Hasil penelitian juga memperlihatkan adanya 4 pasien yang pulang dalam kondisi

belum sembuh. Hal ini mungkin terkait dengan kesulitan biaya pengobatan sehingga

pasien terpaksa harus pulang walaupun penyakitnya belum sembuh. Pasien yang pulang

dalam kondisi meninggal berjumlah 8 orang. Pasien yang meninggal akibat GGA itu

sendiri hanya 1 pasien, sedangkan 7 pasien lainnya meninggal karena adanya penyakit

komplikasi maupun penyakit penyerta yang juga dialami pasien GGA.

Lama perawatan pasien GGA dapat menunjukkan efektivitas dari pengobatan.

Pasien GGA biasanya menjalani perawatan dalam rentang waktu 5-8 hari pada pasien non

oliguri dan apabila tidak terkait dengan penyakit penyerta maupun penyakit komplikasi

yang juga dialami pasien GGA 10-16 pasien oliguri (Tisher and Wilcox, 1997) Dalam

penelitian ini pasien banyak menjalani perawatan dalam rentang 1-7 hari sehingga

pengobatan dapat dikatakan efektif.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 47: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

A. Kesimpulan

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa :

1. Terapi penggunaan obat pada pasien GGA yang menjalani perawatan di rumah sakit

PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah penggunaan golongan cairan dan

elektrolit yaitu 53 pasien (91,4%), terdapat 45 pasien (77,6%) menggunakan

antibiotik, 40 pasien (68,9%) menggunakan antasida dan antiulserasi, 31 pasien

(53,5%) menggunakan vitamin dan mineral, serta 27 pasien (46,6%) berupa

diuretik.

2. Ada kesesuaian pengobatan pasien GGA dengan standar pelayanan medik rumah

sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta berupa pemberian cairan dan elektrolit pada

53 pasien (91,4%).

3. Efektivitas pengobatan pada pasien GGA di rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta belum efektif. Pasien yang pulang dalam kondisi

membaik dan sembuh hanya 25 pasien (43,1%) dari total kasus yang ada. Terdapat

11 pasien (19,0%) yang memiliki nilai BUN normal sedangkan 47 pasien (81,0%) tidak

normal. Nilai normal kreatinin terdapat pada 9 pasien (15,5%) sedangkan 49 pasien

(84,5%) tidak normal.

B. Saran

1. Rumah Sakit

Perlu dilakukan penulisan data rekam medik yang lebih lengkap mengenai

pengobatan pasien sehingga pasien mendapatkan terapi yang optimal dan dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan rumah sakit.

2. Peneliti Lain

Perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan obat pada pengobatan pasien gagal

ginjal akut dengan menggunakan metode lain sehingga dapat membandingkan hasil

yang diperoleh.

Page 48: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

DAFTAR PUSTAKA

Agrawar, M.M.D., Swartz, R.M.D.J., 2000 Acute Renal Failure, http://www.aafp.com

(diakses 10 Februari 2007).

Alatas, H., Tambunan., T., Trihono, P.P., 1996, Buku Ajar Nefrologi Anak, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 448-451.

Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Dr.

Soetomo, Surabaya.

Anonim, 2003, The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure, available at

http://www.nhbi.niv.gov/guidelines/hypertension/jncintro.htm (diakses 8 Januari

2009).

Anonim, 2005, Geriatri, Ethical Digest, vol.19, September 2005.

Anonoim, 2005, Renal Osteodystrophy, http://www.kidney.niddk.nih.gov (diakses 4

september 2008).

Anonim, 2005, Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta,

Komite Medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice,the 78-83,

Mc Graw Hill Companies.

Ganiswara, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, D.F., Purwantyastuti, Nafrialdi, 2005,

Farmakologi dan terapi, Edisi IV, bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta.

Ganong, F.W., 2001, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi XX Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 671-675.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi IX, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 512-514.

Habsari, D.A., 2008, Studi Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Akut Rawat Inap di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Skripsi, Fakultas MIPA Universitas Islam

Indonesia, Yogyakarta.

Isserbacher, K.J., Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., 2000, Harisson Prinsip-Prinsip

Penyakit Dalam , vol.3, Edisi XIII, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1256-

1272, 1425-1435.

Page 49: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Kenward, R.L., Tan, C.K., 2003, Penggunaan Obat pada Gagal Ginjal, In Aslam, M., Tan,

C.K., Prayitno, A.I., (Eds.), Farmasi Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan

Penghargaan Pilihan Pasien, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 173-153.

Masruroh, I., 2006, Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Akut di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2004, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L., Setiowulan, W., 2001, Kapita

Selekta Kedokteran, Edisi III, Media Aesculapius FKUI Jakarta.

Mc Nally, K., 1998, Renal Medicine, In Clinical Pharmacy : A Pratical Approach, Mc

Millian Education Australia, Victoria, 108-122.

Mueller. B.A., 2005, Acute Renal Failure dalam Dipiro, J.T, Talbert, RL., Yee, GC., Wells,

BG., Posey, ML., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Aprroach, 6th

Edition,

781-796, Apleton and lange, Philadelphia.

Nasution, M.Y., Prodjosudjadi, W., 2001, Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Ginjal, In

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta, 299-306.

Parsoedi, I.A., Soewito, Ag., 1990, Gagal Ginjal Akut, In Soeparman, Waspadji, S., Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid II, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 341-

348.

Shargel, L., Yu, A., 1999, Applied Biopharmaceutics and Pharmakokinetics, fourth

Edition, Mc Graw-Hill Companies, 531-532.

Suhardjono, 2007, Gagal Ginjal Akut, http://www.farmacia.com (diakses 6 April 2007).

Suhardjono, Markum, M., Prodjosudjadi, 2001, Pendekatan Klinis Pasien Dengan Penyakit

Ginjal In Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Balai Penerbit FKUI Jakarta.

Sukandar, E., 1997, Nefrologi Klinik, Edisi II, Penerbit ITB, Bandung, 284-322.

Sulistiasih, D., 2006, Evaluasi Penggunaan Angiotensin Receptor Blokers Pada Pasien

Gagal Ginjal Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Skripsi, Fakultas

Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Suwitra, K., 1999, Diagnostik dan Penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut, In Bakta, I.M.,

Suastika, K., Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta, 87-98.

Page 50: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal

Tisher, C.C., Wilcox, S.C., 1997, Nefrologi, Edisi III, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Thattle., 1996, Drug Induced Nephrotoxicity : The Crucial Role Of Risk Factors,

http://www.postgramed.com (Diakses 10 Februari 2007).

Woodley, M., Whelan, A., 1995, Pedoman Pengobatan, Yayasan Essentia Medica dan

Andi Offset, Yogyakarta, 333-334.

Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 787-893.

Winarni, D., 2006, Pola Penggunaan Obat Pada Pasien Gagal Ginjal Akut di Instalasi

Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta.

Page 51: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001760/uii-skripsi... · Misal keseimbangan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Ginjal