Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit hepatitis B salah satu penyakit serius dan merupakan masalah kesehatan masyarakat, khususnya bagi negara-negara berkembang. Infeksi penyakit ini dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinik mulai dari pengidap penyakit (carier) tanpa gejala atau dengan gejala, sampai dengan timbul tanda-tanda hepatitis virus, sirosis, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya karsinoma hepatoseluler. 1 Data yang didapat dari penelitian A. Hazim bin Abdul Aziz tahun 2010, bahwa menurut World Health Organization (WHO), sedikitnya 350 juta penderita carrier hepatitis B terdapat di seluruh dunia, 75%-nya berada di Asia Pasifik. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 2 juta pasien meninggal karena hepatitis B. Hepatitis B mencakup 1/3 kasus pada bayi. Indonesia termasuk negara endemik hepatitis B dengan jumlah yang terjangkit antara 2,5% hingga 36,17% dari total jumlah penduduk. Pada penelitian prevalensi infeksi virus hepatitis B yang dilakukan terhadap 114 mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang baru masuk tahun 1983 didapat prevalensi 16,6%. Data pasien hemodialisis regular di 12 kota besar 1
85

Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Feb 16, 2016

Download

Documents

Silvia Vamella

pene2
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit hepatitis B salah satu penyakit serius dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat, khususnya bagi negara-negara berkembang. Infeksi penyakit

ini dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinik mulai dari pengidap

penyakit (carier) tanpa gejala atau dengan gejala, sampai dengan timbul tanda-tanda

hepatitis virus, sirosis, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya karsinoma

hepatoseluler.1

Data yang didapat dari penelitian A. Hazim bin Abdul Aziz tahun 2010,

bahwa menurut World Health Organization (WHO), sedikitnya 350 juta penderita

carrier hepatitis B terdapat di seluruh dunia, 75%-nya berada di Asia Pasifik.

Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 2 juta pasien meninggal karena hepatitis B.

Hepatitis B mencakup 1/3 kasus pada bayi. Indonesia termasuk negara endemik

hepatitis B dengan jumlah yang terjangkit antara 2,5% hingga 36,17% dari total

jumlah penduduk. Pada penelitian prevalensi infeksi virus hepatitis B yang dilakukan

terhadap 114 mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang baru masuk tahun 1983

didapat prevalensi 16,6%. Data pasien hemodialisis regular di 12 kota besar di

Indonesia menunjukkan, dari 2.458 pasien didapati prevalensi infeksi Virus Hepatitis

B sebanyak 4,5%, sedangkan di kota Medan adalah 6,05% dari 314 pasien. 2

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sandjaja dan Yekti Widodo, tahun 2010

didapatkan data dari WHO Immunization Summary 2010 menunjukkan cakupan

imunisasi dasar di Indonesia berkurang. Cakupan Hepatitis B meningkat ke 78%

namun masih belum mencapai target 80%.3 Angka cakupan imunisasi dasar di

Indonesia pada tahun 2010 sebesar 53,8% dan di DKI Jakarta sendiri baru mencakup

53,2%.4 Menurut Penelitian Nasim di Kelurahan Jelambar I tahun 2011 bahwa

peringkat kecamatan Grogol-Petamburan mencatatkan cakupan imunisasi Hepatitis B

yang masih rendah yaitu hanya 47%.3

1

Page 2: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Keikutsertaan ibu dalam memberikan imunisasi kepada bayinya selain

dipengaruhi oleh faktor internal yaitu karakteristik ibu yang bersangkutan, juga

ditentukan oleh faktor eksternal yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, jumlah anak, dan sumber informasi.5 Dilakukannya penelitian di daerah

Puskesmas Jelambar II, karena merupakan tempat lingkup kerja peneliti dan belum

adanya penelitian mengenai perilaku, sikap, dan pengetahuan ibu yang memiliki bayi

berusia 6-12 bulan tentang imunisasi hepatitis B dan faktor-faktor yang berhubungan

di kelurahan ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah pada penelitian ini

yaitu:

1. Hepatitis B salah satu penyakit serius dan merupakan masalah kesehatan

masyarakat, khususnya bagi negara-negara berkembang.

2. Tingginya prevalensi hepatitis B di Indonesia yaitu berkisar antara 2,5%-

36,17%.

3. Rendahnya Cakupan imunisasi Hepatitis B yaitu hanya 47 %.

4. Belum adanya penelitian mengenai perilaku, sikap, dan pengetahuan ibu yang

memiliki bayi berusia 6-12 bulan tentang imunisasi hepatitis B dan faktor

yang berhubungan di kelurahan ini.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki bayi

mengenai imunisasi hepatitis B di Kelurahan Jelambar II pada bulan Juli 2011 serta

faktor-faktor yang berhubungan seperti umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

sumber informasi, dan jumlah anak.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya sebaran pada ibu-ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di

Kelurahan Jelambar II menurut usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,

jumlah anak, dan sumber informasi mengenai imunisasi hepatitis B.

2. Diketahuinya sebaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) ibu-ibu

yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai

imunisasi hepatitis B.

2

Page 3: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

3. Diketahuinya hubungan antara usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan,

jumlah anak, dan sumber informasi dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku

ibu-ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II

mengenai imunisasi hepatitis B.

4. Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap ibu-ibu yang

memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai imunisasi

hepatitis B.

5. Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku ibu-ibu

yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai

imunisasi hepatitis B.

6. Diketahuinya hubungan antara sikap dengan perilaku ibu-ibu yang memiliki

bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai imunisasi hepatitis B.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

1. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan

penelitian.

2. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat.

3. Mengembangkan daya nalar, minat, dan kemampuan berpikir analitis dalam

mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat.

4. Menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah untuk merumuskan dan

memecahkan masalah yang ada di masyarakat khususnya yang berkaitan

dengan imunisasi hepatitis B.

5. Mendapatkan masukan mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu

yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Jelambar II mengenai

imunisasi hepatitis B serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.4.2 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi

1. Realisasi Tri Darma perguruan tinggi yang merupakan fungsi atau tugas

perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan.

2. Realisasi visi dan misi perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan.

3

Page 4: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

1.4.3 Manfaat Bagi Puskesmas

1. Merupakan masukan dalam melakukan penyuluhan, terutama yang berkaitan

dengan imunisasi Hepatitis B.

2. Guna meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya imunisasi Hepatitis B

pada masyarakat di Kelurahan Jelambar II.

1.4.4 Bagi Masyarakat

1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat agar lebih mengenal tentang

imunisasi terutama imunisasi hepatitis B.

2. Memberikan gambaran hepatitis B kepada masyarakat.

4

Page 5: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

2.1. HEPATITIS B

2.1.1. Definisi

Penyakit hepatitis B adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B

(VHB) yang merusak hati. Dapat berkembang menjadi penyakit kronis sehingga terjadi

pengerasan hati yang disebut dengan sirosis hepatis dan dapat pula berkembang menjadi

kanker hati yang disebut karsinoma hepatoseluler.6

2.1.2. Penyebab

Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang merupakan suatu virus

DNA sirkuler berantai ganda yang termasuk famili hepadnaviridae, yang mempunyai 3 jenis

antigen yaitu antigen surface hapatitis B (HbsAg) yang terdapat pada mantel (envelope

virus), antigen “core” hepatitis B (HbcAg) yang terdapat pada cor, dan antigen “e” hepatitis B

(HbeAg) yang terdapat pada nukleokapsid virus. Ketiga jenis antigen ini dapat merangsang

timbulnya antibodi spesifik terhadap antigen-antigen tersebut yang masing-masing disebut

anti HBs, anti HBc dan anti Hbe.6

Salah satu jenis antigen yang ada pada VHB adalah hepatitis B surface antigen

(HbsAg). Adanya HbsAg di dalam darah menunjukkan bahwa infeksi VHB sedang

berlangsung. HbsAg sudah di temukan dalam darah pada masa inkubasi 60-90 hari, titer

antigen tertinggi dicapai pada saat timbulnya gejala klinis. HbsAg umumnya menetap selama

enam bulan atau lebih menunjukkan adanya infeksi hepatitis B yang kronik atau penderita

menjadi infeksi hepatitis B persistent.6

2.1.3. Penularan

Hepatitis B dapat ditularkan baik penularan secara vertikal maupun penularan secara

horizontal.7

1) Penularan secara vertikal

5

Page 6: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Dikenal juga sebagai penularan maternal-neonatal. Penularan terjadi dalam uterus (in

utero), sewaktu persalinan (perinatal), dan pasca persalinan (post natal). Berdasarkan

penelitian sebagian besar bayi terinfeksi VHB secara vertikal tertular pada saat proses

persalinan, sehingga paling sering didapat dan paling banyak. HBsAg positif mulai pada usia

3-6 bulan sesuai dengan masa tunas infeksi VHB dan bayi baru lahir bisa langsung HBsAg

positif dan tetap positif untuk selamanya. Beberapa teori kemungkinan terjadinya penularan

infeksi hepatitis B secara vertikal dari ibu ke anak, yaitu:7

a) Transfusi maternofetal

Partikel utuh VHB dalam keadaan normal tidak dapat menembus barier

placenta. Keberadaan HbsAg dalam darah tali pusat tidak selalu menunjukkan

adanya transmisi maternofetal, tetapi mungkin terjadi suatu pencampuran darah

(difusi) dari ibu terjadi pada partus lama.

b) Perpindahan virus melalui plasenta

Dalam keadaan tertentu, selain kebocoran plasenta terjadi juga perpindahan

melewati plasenta, seperti 43,8% dari jaringan hati dan serum pada bayi-bayi dari

ibu HBsAg positif abortus menunjukkan DNA VHB positif dari 33,3% dari bayi-

bayi tersebut mengalami integrasi DNA VHB dalam genom sel hati, serta banyak

neonatus HBsAg positif dengan titer sangat tinggi pada darah tali pusat maupun

darah bayi diambil pada hari-hari pertama kelahiran. Ini terjadi akibat terdapatnya

robekan plasenta atau kelahiran plasenta atau juga HbeAg bebas tidak dapat

menembus plasenta tetapi HbeAg berikatan dengan IgG dapat menembus plasenta.

c) Inokulum yang tertelan oleh janin

Pemeriksaan cairan lambung pada kelahiran bayi-bayi dari ibu pengidap

hepatitis B ditemukan adanya HBsAg positif dalam kandungan cairan terminum oleh

bayi.

d) Kontaminasi abrasi/laserasi pada kulit/selaput lendir

Pada proses persalinan melalui jalan lahir simbah darah ibu, cairan amnion

dari ibu pengidap hepatitis B bisa mengkontaminasi mikrolesi pada kulit/selaput

lendir bayi.

e) Melalui kolostrum

Pada air susu ibu dapat ditemukan HBsAg tetapi tidak ada perbedaan

bermakna antara bayi yang mendapat ASI pada kelompok ibu pengidap hepatitis B

dengan bayi yang mendapat ASI pada kelompok sehat. Ternyata pada kolostrum

tidak ditemukan adanya VHB.

6

Page 7: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

2) Penularan secara horizontal

Penularan horizontal terjadi antara satu orang ke orang lain yang sederajat. Penularan

horizontal lebih sering terjadi di Indonesia. Beberapa cara terjadinya penularan horizontal,

yaitu:7

a) Penularan melalui kulit (perkutan)

* Penularan perkutan nyata

Terjadi masuk lewat kulit, seperti melalui penyuntikan, transfusi darah, atau

bahan yang berasal dari darah, baik secara intravena atau tusukan jarum. Beberapa

contoh penularan perkutan nyata: hepatitis pasca transfusi, hemodialisa, dan alat

suntik.

* Penularan perkutan tidak nyata

Terjadi dan berperan penting menerangkan jumlah pengidap HBsAg yang

sangat besar. Banyak penderita hepatitis B tidak dapat mengingat kapan mereka

pernah mendapat trauma pada kulit atau hal lain (adanya mikrolesi). Kulit yang

sehat tidak dapat ditembus oleh VHB, namun VHB dapat melalui kulit yang

mengalami kelainan dermatologik seperti luka, koreng, dan lain-lain. Beberapa

serangga seperti nyamuk dan kepinding dilaporkan dapat menularkan hepatitis B

melalui gigitannya.

b) Penularan melalui selaput lendir

* Penularan melalui mulut (peroral)

Terjadi apabila terdapat luka di dalam mulut yang dapat terjadi pada praktek

dokter gigi, akibat luka traumatik terbuka dalam mulut.

* Penularan melalui kontak seksual

Terjadi melalui kontak darah dengan selaput lendir saluran genital melalui

hubungan seksual baik secara heteroseksual maupun homoseksual, akibat cairan

sekret vagina mengandung HBsAg. Kelompok homoseksual lebih berperanan karena

dipengaruhi oleh lamanya aktivitas homoseksual, jumlah kontak seksual (banyak

mitra seksual), cara hubungan secara kontak anal menimbulkan laserasi, serta

riwayat penyakit menular seksual lain.

2.1.4. Gambaran Klinis

Menurut Unggul Budihusodo, penderita infeksi VHB dapat mengalami salah satu dari

beberapa keadaan klinis di bawah ini:7

1) Tetap sehat

7

Page 8: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Terdapat pada mereka yang sudah memiliki kekebalan (anti HBs).

2) Pengidap sehat (Karier)

Terdapat pada yang memiliki HBsAg menetap (persisten) selama lebih dari

enam bulan tanpa disertai kelainan klinis dan mungkin bersifat seumur hidup. Lebih

sering terjadi pada pria, masa anak-anak, dan pada penderita dengan defisiensi imun

alami atau didapat.

3) Hepatitis akut ikterik

Ditandai prodromal selama 3-5 hari sampai tiga minggu dan penderita merasa

tidak sakit. Gejala klinis muncul seperti gangguan pencernaan, anoreksia, dan mual,

kadang diikuti demam ringan, rasa sakit perut pada bagian kanan atas, lesu dan cepat

lelah terutama pada malam hari, diikuti perubahan warna urin seperti teh pekat dan

tinja berwarna pucat. Penyembuhan berlangsung dengan sendirinya dan ditandai

meredanya ikterus serta kembalinya nafsu makan.

4)Hepatitis akut anikterik

Gejala klinisnya yaitu meningkatnya kadar transaminase serum, disertai gejala

gastrointestinal dan flu-like symptoms, namun tidak disertai ikterus.

5) Hepatitis akut fulminan

Paling ditakuti dari hepatitis B akut karena terjadi kerusakan hati sangat berat,

tetapi jarang terjadi.

6) Hepatitis kronik

Ditemukan pada penderita hepatitis B lebih dari enam bulan. Penderita

hepatitis B kronik ada kemungkinan sembuh, tetapi ada tetap dalam keadaan seperti

itu (pengrusakan kecil terus berlangsung), atau terjadi sirosis hati (pengerasan hati).

Pada infeksi hepatitis B terdapat 5 penanda serologik, yaitu:8

1) Hepatitis B surface antigen (HBsAg)

Merupakan penanda serologik yang pertama kali dikenal. Ditemukan pertama

kali oleh Blumberg pada tahun 1967 dan disebut sebagai Australian antigen.

2) Antibody agains surface antigen (Anti HBs)

Didapat dalam tubuh setelah HBsAg berhasil dieliminasi oleh tubuh dan bila

berlangsung seumur hidup. Pada dewasa, beberapa orang akan kehilangan Anti HBs

dan hanya dijumpai Anti HBc, ini sebagai penanda adanya infeksi yang telah lewat.

3) Antibody against core antigen (Anti HBc)

8

Page 9: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Anti HBc didapati di dalam serum apabila terjadi replikasi aktif dari virus.

Segera setelah infeksi akut, Anti Hbc dibentuk dan terus menerus dijumpai beberapa

tahun (kadang seumur hidup). Namun Anti HBc bukanlah antibodi yang protektif.

4) e Antigen (HbeAg)

Hanya dijumpai bersamaan dengan adanya HBsAg, merupakan infeksi akut

dengan daya penularan yang tinggi serta bentuk penyakit yang berat.

5) Antibody against e antigen (Anti Hbe)

Hilangnya HbeAg dalam serum akan digantikan dengan Anti Hbe. Hal ini

merupakan pertanda berkurangnya daya penularan.

2.1.5. Pencegahan

Pemberian vaksin hepatitis B segera setelah lahir pada bayi dari ibu HBsAg positif

dapat mencegah penularan infeksi pada 75% bayi dan peningkatan efektifitas pencegahan

penularan vertikal sebanyak 10-15% sehingga efektivitasnya mencapai 85-90% jika

dikombinasikan antara vaksin dan hepatitis B imunoglobulin (HBIg).7

Apabila ingin melakukan program pencegahan massal pada penularan vertikal

maupun penularan horizontal, sebainya melakukan imunisasi massal pada semua neonatus

dengan dosis dewasa segera setelah bayi lahir.7

2.2. IMUNISASI HEPATITIS B

Pendekatan dasar yang dilakukan terhadap hepatitis B terletak pada bentuknya yang

kronik, di mana belum ada pengobatan yang memuaskan, sehingga perhatian dialihkan pada

usaha pencegahan. Pencegahan dengan imunisasi merupakan cara tepat dalam rangka

pemberantasan hepatitis B.2

Tujuan pemberian imunisasi yaitu merangsang sistem imun agar imunitas humoral

dan imunitas pasif yang berlangsung sangat singkat dapat bertahan selama beberapa tahun.

Usaha spesifik untuk meningkatkan sistem imun pada tubuh bayi dapat diberikan dengan tiga

cara yaitu pemberian imunisasi baik secara pasif dengan memakai imunoglobulin hepatitis B

(HBIg), imunisasi aktif dengan memakai vaksin hepatitis B, dan imunisasi pasif-aktif dengan

pemberian kombinasi keduanya.2

Pada saat sekarang ini dikenal ada tiga tipe vaksin, yaitu:3

1) Human plasma derived

9

Page 10: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Vaksin ini berasal dari plasma dan merupakan generasi pertama. Dalam

pemberiannya tidak dijumpai efek samping yang serius dan daya lindung yang

dihasilkannya tidak berbeda dengan vaksin generasi kedua.

2) Recombinant

DNA recombinant vaccine, adalah HBsAg yang telah dimurnikan yang mana

komposisinya identik dengan generasi pertama yaitu vaksin yang berasal dari

plasma.

3) Polypeptide

Vaksin ini sampai sekarang hanya eksperimental dan penggunaannya belum

lagi ditetapkan.

Pemberian vaksin hepatitis B harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:3

1) Dosis

Dosis yang dianjurkan berbeda antara anak dan dewasa. Pada anak dosis yang

dianjurkan 10 ug/dosis sedang pada dewasa 20 ug/dosis.

2) Tempat penyuntikan

Semua vaksin hepatitis harus diberikan secara intramuskular. Pada dewasa

pemberian pada daerah deltoid lebih menghasilkan hasil yang baik dibandingkan

bila pemberian dilakukan pada daerah gluteal.

3) Jadwal pemberian

Vaksin diberikan selama tiga kali dengan pemberian pada nol, satu dan enam

bulan. Pemberian ulangan tergantung dari hasil pembentukan Anti HBs. Titer yang

dianggap protektif adalah 10 mIU/ml.

Pada bayi yang berasal dari ibu pengidap hepatitis B, pemberian imunisasi

tergantung pada hasil pemeriksaan darah ibu. Bila hanya dijumpai HBsAg tanpa

adanya HbeAg, pemberian imunisasi pada bayinya cukup dengan pemberian vaksin

hepatitis B 0,5 ml; sedangkan bila dijumpai keduanya maka pemberian vaksin

hepatitis B 0,5 ml diikuti dengan hepatitis B immunoglobuline (HBIg) sebanyak 0,5

ml pada saat yang bersamaan tapi pada tempat yang berbeda.

2.3. PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU

2.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

10

Page 11: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media

massa maupun lingkungan.9

Pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut:10

1) Tahu

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,

menguraikan, mengidentifikasikan, dan mengatakan.

2) Memahami

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip, dan sebagainya.

4) Analisis

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu

komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan.

5) Sintesis

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan

yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada.

6) Evaluasi

Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek

tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria yang sudah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalamam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan

tingkatan-tingkatan diatas dan hasilnya dapat dikelompokkan menjadi tingkat pengetahuan

baik, tingkat pengetahuan cukup, dan tingkat pengetahuan kurang.9

11

Page 12: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Dalam proses seseorang mengetahui akan dipengaruhi oleh beberapa hal atau faktor.

Faktor yang mempengaruhi tersebut digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor

eksternal:10

1) Faktor internal

a) Jasmani

Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan indera seseorang.

b) Rohani

Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor,

serta kondisi afektif, dan kognitif individu.

2)Faktor eksternal

a) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon

terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan

memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang, akan berpikir

sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.

b) Paparan media massa

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi

dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar

media massa (televisi, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh

informasi lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar

informasi media. Hal ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

c) Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,

keluarga dengan status ekonomi yang baik akan mudah tercukupi dibandingkan

keluarga dengan status ekonomi yang lebih rendah. Hal ini akan mempengaruhi

pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan yang termasuk kebutuhan

sekunder.

d) Hubungan sosial

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan saling berinteraksi

antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan

lebih besar terpapar informasi, sementara faktor hubungan sosial juga

12

Page 13: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

mempengaruhi kemampuan akhir individu sebagai komunikan untuk menerima

pesan menurut model komunikasi media.

e) Pengalaman

Pengalaman seseorang tentang berbagai hal dapat diperoleh dari lingkungan

kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya seseorang mengikuti kegiatan-

kegiatan yang mendidik, seperti seminar dan berorganisasi, sehingga dapat

memperluas pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan-kegiatan tersebut,

informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber, misalnya

media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat

dekat, dan sebagainya. Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat

baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, dan sebagainya.10

2.3.2. Sikap

Sikap merupakan derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek

psikologis. Sikap senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. Tidak ada sikap tanpa

adanya objek. Sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif,

predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah

respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sikap adalah evaluasi umum yang

dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.11

Sikap memiliki beberapa tingkatan yaitu:9

1) Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

2) Merespon

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap paling tinggi.

13

Page 14: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Sikap memiliki 3 komponen yaitu:11

1) Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang

mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

2) Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah

emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen

ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

3) Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan

bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang

berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, diantaranya:11

1) Pengalaman pribadi

Middlebrook mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh

seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif

terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami

seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang

melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih

lama membekas.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis

atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini

antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3) Pengaruh kebudayaan

Burrhus Frederic Skinner menekankan pengaruh lingkungan (termasuk

kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola

perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat yang kita alami.

Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat.

Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai

masalah.

14

Page 15: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

4) Media massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan

lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan

kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang

mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai

sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar

pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,

garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan

ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah

mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan

dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal

yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk

memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil

sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga

pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang

menentukan sikap.

6) Faktor emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu

frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten

dan bertahan lama.

2.3.3 Perilaku

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu

sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat

15

Page 16: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.7

Skiner, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons.11

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua yaitu:11

1) Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima

stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab

itu disebut overt behaviour, tindakan nyata atau praktek. Misalnya, seorang ibu

memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk

diimunisasi.

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang) namun dalam memberikan respons sangat tergantung

pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa

meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang namun respons tiap-tiap orang berbeda.

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebabkan

determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersikap given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin, dan sebagainya.

2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

16

Page 17: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia sangatlah kompleks,

dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi

pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni:

kognitif, afektif, psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk

pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan.11

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku

merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan).

Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala

kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan

sebagainya.11

Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan

dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green di mana perilaku ditentukan atau

terbentuk dari tiga faktor, yaitu:11

1) Faktor-faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau

tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya

puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3) Faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyarakat.

2.3.4. Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap

Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang

peranan penting. Jadi ketika seseorang menentukan sikap maka ia akan mengkajinya terlebih

dahulu menurut pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki akan membentuk suatu keyakinan

bersikap sedangkan emosi mempengaruhi kecepatan menentukan sikap.9

2.3.5. Hubungan antara Sikap dan Perilaku

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkannya

perlu fasilitas tingkatan praktek yaitu:10

1) Persepsi

17

Page 18: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil.

2) Respon terpimpin

Dapat melakukan sesuatu yang sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh.

3) Mekanisme

Apabila seseorang secara otomatis bisa melakukan sesuatu dengan benar.

4) Adopsi

Adopsi adalah suatu bentuk praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik.

Werner dan Defleur mengemukakan tiga postulat untuk mengidentifikasikan tiga

pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu:9

1) Postulat konsistensi

Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk yang

cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila

dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumsikan adanya

hubungan langsung antara sikap dan perilaku.

2) Postulat variasi independen

Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat

memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri

individu yang berdiri sendiri, terpisah, dan berbeda.

3) Postulat konsistensi kontigensi

Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan

perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma,

peranan, keanggotaan kelompok, dan lain sebagainya, merupakan kondisi

ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku.

Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap

akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya. Postulat

yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku.9

Apabila individu berada dalam situasi yang betul-betul bebas dari berbagai bentuk

tekanan atau hambatan yang dapat mengganggu ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan

bahwa bentuk-bentuk perilaku yang ditampakkannya merupakan ekspresi sikap yang

sebenarnya. Artinya, potensi reaksi sikap yang sudah terbentuk dalam diri individu itu akan

18

Page 19: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikap yang sesungguhnya terhadap sesuatu.

Sebaliknya jika individu mengalami atau merasakan hambatan yang dapat mengganggu

kebebasannya dalam mengatakan sikap yang sesungguhnya atau bila individu merasakan

ancaman fisik maupun ancaman mental yang dapat terjadi pada dirinya sebagai akibat

pernyataan sikap yang hendak dikemukakan maka apa yang diekspresikan oleh individu

sebagai perilaku lisan atau perbuatan itu sangat mungkin tidak sejalan dengan sikap hati

nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan dengan apa yang dipegangnya sebagai suatu

keyakinan. Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang menjadi

pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah mempediksikan perilaku dan semakin

sulit pula menafsirkannya sebagai indikator.9

2.3.6. Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri

maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan

merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang.9

2.3.7. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain

kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau

objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini

selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang

diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya

tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan terhadap atau

sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus

yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat

bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang

diterimanya. Dengan kata lain tindakan seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan

atau sikap.9,10,11

2.3.8. Hubungan antara Umur Ibu terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu

dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.

19

Page 20: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Hubungan antara umur ibu dengan cakupan imunisasi hepatitis B pada bayi sangat

berpengaruh besar. Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung

untuk memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk pemberian

imunisasi. Merujuk hal tersebut, diketahui bahwa usia yang paling aman seorang ibu untuk

melahirkan anak adalah 20 sampai 30 tahun.16 Penelitian Wardhana (2001) disebutkan bahwa

ibu yang berusia ≥ 30 tahun cenderung untuk tidak melakukan imunisasi lengkap

dibandingkan dengan ibu yang berusia < 30 tahun cenderung untuk melakukan imunisasi

lengkap 2,03 kali dibandingkan dengan usia ibu ≥ 30 tahun. Namun secara statistik hubungan

antara usia ibu dan status kelengkapan imunisasi tidak bermakna (p-value=0,16). Lienda

(2009) dalam penelitiannya hasil uji statistik p-value=0,109 bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan antara usia ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar.16

Waldoeher (1997, dalam Reza, 2006) mengatakan bahwa status imunisasi semakin

baik seiring dengan peningkatan usia ibu. Penelitian Rahma Dewi (1994) memperoleh hasil

bahwa 58,3% kelengkapan status imunisasi anak terdapat pada ibu yang berusia 20-29 tahun.

Sedangkan proporsi yang hampir sama pada usia ibu 15-19 tahun sebesar 48,4% dan usia ibu

30 tahun lebih sebesar 48,5%. Reza (2006) ada hubungan bermakna secara statistik yang

ditunjukkan oleh nilai p-value=0,000. Ibu yang berusia ≥ 30 tahun 2,78 kali lebih besar status

imunisasi dasar anaknya untuk tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang berusia < 30

tahun.16 Umur ibu sangat mempengaruhi kesehatan anak, karena ibu terlalu muda mempunyai

resiko melahirkan dan belum begitu paham untuk merawat bayi, apabila ibu terlalu tua juga

mempunyai resiko melahirkan dan biasanya bayi itu tidak terlalu diperhatikan karena ibu

harus memperhatikan anak yang agak besar dan biasanya ibu malu membawa anaknya untuk

diimunisasi. 12,13

2.3.9. Hubungan antara Pendidikan Ibu terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.

Pendidikan adalah salah satu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan menentukan

pola pikir dan wawasan seseorang. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam menentukan

kwalitas pribadi seseorang. Lewat pendidikan manusia diangga memperoleh pengetahuan yang

baik tentang sekitarnya.16

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wardhana (2001, dan Lienda, 2009) diketahui

bahwa pendidikan tinggi berkaitan erat dengan pemberian imunisasi pada anak. Sejalan dengan

hal tersebut berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga disimpulkan bahwa tingkat pendidikan

20

Page 21: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

seseorang ibu yang telah tinggi akan berpeluang besar untuk mengimunisasikan anaknya. Ibu

yang berpendidikan mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang pencegahan penyakit dan

kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan

disekolah. Hal ini diperkuat kembali dengan adanya penelitian oleh Widyanti (2008) menjelaskan

bahwa ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang telah tinggi akan memberikan imunisasi lebih

lengkap kepada anaknya dibandingkan ibu dengan pendidikan rendah. Lienda (2009) hasil

penelitiannya mengatakan ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan status

kelengkapan imunisasi dasar anak dengan p-value=0,000.16

Penelitian yang dilakukan oleh Singarimbun (1986, dan Reza 2006) dikatakan bahwa

tingkat pendidikan ibu, mempunyai hubungan dengan status imunisasi dasar pada anak.

Penelitian terhadap 519 responden, didapat hasil bahwa persentase anak dengan imunisasi

lengkap lebih tinggi pada ibu dengan tingkat pendidikan SLTA keatas. Reza (2006) hasil

penelitiannya ibu dengan pendidikan rendah mempunyai resiko 2,04 kali lebih besar status

imunisasi anaknya untuk tidak lengkap dibandingkan dengan ibu pendidikan tinggi dengan p-

value=0,000.16

2.3.10. Hubungan antara Pekerjaan Ibu terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.

Pekerjaan dapat memberikan kesempatan suatu individu untuk sering kontak dengan

individu lainnya, bertukar informasi dan berbagi pengalaman pada ibu yang bekerja akan

memiliki pergaulan yang luas dan dapat saling bertukar informasi dengan teman sekerjanya,

sehingga lebih terpapar dengan program-program kesehatan khususnya imunisasi (Reza,

2006). Penelitian Darnen (2002) menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai peluang

1,1 kali untuk mengimunisasikan anaknya dengan lengkap dibandingkan ibu yang tidak

bekerja. Rahma Dewi (1994) menjelaskan bahwa proporsi ibu yang bekerja terhadap anak

dengan imunisasi lengkap lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak bekerja.16

Reza (2006) hasil penelitiannya tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan

kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai p-value=0,902 begitu juga Lienda (2009) hasil

penelitiannya 1,25 kali ibu yang bekerja anaknya diimunisasi lengkap dibandingan yang tidak

bekerja namun secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan

kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai p-value=0,250.16

Ibu-ibu yang bekerja diluar rumah sering kali memberikan imunisasi pada bayinya

dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak bekerja. Hal ini dihubungkan dengan tingkat

pendidikan yang cukup baik, bahwa dengan bekerjanya ibu diluar rumah dapat menambah

21

Page 22: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

banyak informasinya dari rekan kerjanya di kantor. Selain itu ibu yang aktif dalam organisasi

sosial, menjadi peserta KB, memperoleh perawatan antenatal, memanfaatkan pelayanan

kesehatan, melahirkan di rumah sakit dan ditolong petugas kesehatan sering kali cakupan

imunisasi lebih tinggi. 12,13

2.3.11. Hubungan antara Pendapatan Keluarga terhadap Pengetahuan, Sikap, dan

Perilaku Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.

Faktor ekonomi keluarga memegang peranan penting dalam memilih prioritas

sehingga mempengaruhi tingkat kesehatan serta mempengaruhi status imunisasi pada bayi.

Pendapatan ini sangat berkaitan dengan pemberian imunisasi karena biasanya pada orang

yang mampu ia akan mengimunisasikan anaknya ke dokter atau bidan jadi mereka perlu

biaya. 12,13

2.3.12. Hubungan antara Jumlah Anak yang Masih Hidup terhadap Pengetahuan,

Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.

Kunjungan ke pos pelayanan imunisasi terkait dengan ketersediaan waktu bagi ibu

untuk mencari pelayanan imunisasi terhadap anaknya. Oleh karena itu jumlah anak yang

dapat mempengaruhi ada tidaknya waktu bagi ibu meninggalkan rumah untuk mendapatkan

pelayanan imunisasi kepada anaknya. Semakin banyak jumlah anak terutama ibu yang masih

mempunyai bayi yang merupakan anak ketiga atau lebih akan membutuhkan banyak waktu

untuk mengurus anak-anaknya tersebut. Sehingga semakin sedikit ketersediaan waktu bagi

ibu untuk mendatangi tempat pelayanan imunisasi (Reza, 2006). Stratfield dan singarimbun

(1986) jumlah anak memiliki hubungan yang terbalik dengan status imunisasi anak artinya

adalah ibu yang memiliki jumlah anak yang banyak akan tidak lengkap untuk mengimunisasi

anaknya. Lienda (2009) dalam hasil penelitiannya jumlah anak hidup ≤ 2 orang mempunyai

1,19 kali anaknya diimunisasi lengkap dibandingkan dengan ibu yang memiliki jumlah anak

hidup > 2 orang. Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan

imunisasi pada anak. Ibu yang mempunyai banyak anak kesulitan dalam mendatangi tempat

pelayanan kesehatan (Luman,2003).16

Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin

banyak jumlah anak makin besar kemungkinan ketidaktepatan pemberian imunisasi pada

anak. Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan terpecah,

sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk setiap anak tidak

dapat maksimal (Dombkowski, 2004).16

22

Page 23: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Faktor sosio-ekonomi keluarga, pelayanan kesehatan, dan jumlah anak dalam

keluarga juga ikut memberikan kontribusi terhadap status imunisasi anak. Jumlah anak

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi pada anak. Ibu yang

mempunyai banyak anak kesulitan dalam mendatangi tempat pelayanan kesehatan. Ketepatan

usia pemberian imunisasi dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua tunggal, jumlah anggota

keluarga, pendidikan orang tua, tidak adanya asuransi kesehatan, dan kepemilikan telepon.

Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin banyak

jumlah anak makin besasr kemungkinan ketidaktepatan pemberian imunisasi pada anak.

Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan terpecah,

sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk setiap anak tidak

maksimal. 12,13

2.3.13. Hubungan antara Kontak dengan Sumber Informasi terhadap Pengetahuan,

Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B.

Banyak yang mempengaruhi cakupan imunisasi, antara lain kurangnya informasi

tentang imunisasi kepada ibu rumah tangga. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh

Masyukri, bahwa pengetahuan tentang imunisasi pada ibu-ibu yang mempunyai bayi masih

rendah. Pengetahuan ibu tentang imunisasi dapat berasal dari beberapa sumber antara lain

petugas kesehatan, tetangga, pamong, media massa dan lain-lain. Sumber informasi yang

terbanyak dari petugas, sedangkan dari radio dan TV kecil artinya sebagai sumber informasi.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sudarti, menjelaskan bahwa sumber

informasi yang paling banyak digunakan dan disukai ibu-ibu untuk memperoleh informasi

imunisasi adalah TV dan Radio. Perawat / bidan merupakan tenaga kesehatan yang terbanyak

memberikan informasi tentang imunisasi. 12,13

Pada penelitian Masykuri melaporkan bahwa ibu-ibu yang mempunyai bayi, tidak

mengerti tentang imunisasi. Faktor yang berpengaruh dalam hal ini adalah pendidikan ibu,

sebab perbedaan dalam hal umur dan pekerjaan dapat diterangkan dengan perbedaan tingkat

pendidikan. Jadi dengan makin tingginya tingkat pendidikan penduduk di masa mendatang,

tingkat pengertian tentang imunisasi dan kesehatan pada umumnya akan bertambah.

Sedangkan media massa yang dapat dipakai sebagai sarana adalah radio dan TV. Koran tidak

besar artinya dalam penyebaran informasi, karena sebagian besar ibu-ibu yang tidak tahu

adalah dari tingkat pendidikannya rendah. 12,13

23

Page 24: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

B. Kerangka Konsep

BAB III

24

Jumlah Anak Pekerjaan Ibu

Kontak dengan Sumber

Informasi

Pendapatan Keluarga

Pendidikan Ibu

Umur Ibu

Pengetahuan, Sikap, Perilaku Ibu yang memiliki

bayi berusia 6-12 bulan terhadap Imunisasi

Hepatitis B

Page 25: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan pendekatan cross

sectional mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 6-12

bulan mengenai imunisasi hepatitis B dan faktor-faktor yang berhubungan di RW 05

Kelurahan Jelambar II, Jakarta Barat.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada periode 27 Juli 2011 sampai tanggal 8 Agustus 2011

di Kelurahan Jelambar II, Jakarta Barat.

3.3. Populasi

Populasi target adalah seluruh ibu-ibu yang memiliki bayi. Populasi terjangkau adalah

seluruh ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Jelambar

II pada tanggal 27 Juli 2011 - 8 Agustus 2011.

3.4. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah seluruh ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan yang sudah

pernah maupun belum diimunisasi Hepatitis B secara lengkap, ibu memiliki anak lebih dari

satu, di wilayah kerja Puskesmas Jelambar II pada tanggal 27 Juli 2011 - 8 Agustus 2011.

3.5. Sampel

a. Besar Sampel

Melalui rumus di bawah ini didapatkan besar sampel penelitian sebagai

berikut:

( Z )2 . P. Q

n1 = ----------------- n2 = n1 + ( 10% . n1 )

L2

Keterangan :

n1 = Jumlah sampel minimal

25

Page 26: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

n2 = Jumlah sampel ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen responden

yang mungkin drop out )

Z = Nilai Standar deviasi pada kurva distribusi normal

Z() = Tingkat batas kepercayaan, hasil α = 5% 0,05

Didapat Z = 1,96 dengan uji hipotesa kurva dua sisi

P = Proporsi variabel masalah penelitian 50% (proporsi hubungan pengetahuan,

sikap, dan perilaku ibu terhadap imunisasi hepatitis B, karena tidak ada

penelitian sebelumnya maka digunakan proporsi 50%)

Q = 1 - P

L = Presisi penelitian sebesar 10 %

Berdasarkan rumus di atas didapatkan angka sebagai berikut :

( Z )2 . P. Q ( 1,96 )2 . 0,5 .0,5

n1 = ----------------- = ------------------------------ = 96,04

L2 ( 0,1 )2

n2 = n1 + ( 10 % . n1 )

= 96,04+ ( 10% . 96,04)

= 96,04+ 9,604

= 105,644 -------------------------- Dibulatkan 106

b. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini Wilayah Kerja Puskesmas Jelambar II memiliki 7 RW

di mana masing-masing RW terdapat jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan:

1. RW 05 = 1131 orang

2. RW 06 = 1423 orang

3. RW 07 = 1662 orang

4. RW 08 = 1714 orang

5. RW 09 = 1602 orang

6. RW 10 = 1679 orang

26

Page 27: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara probability

sampling: multistage simple random sampling. Dengan teknik undian didapatkan RW

05 yang mempunyai 16 RT dengan jumlah 1131 orang. Kemudian dari 1131 tersebut

dipilih wanita yang sudah menikah dan memiliki bayi yang berumur 6-12 bulan

dengan daftar dari Posyandu setempat, hasilnya diperoleh 128 orang. Pemilihan

sampel dengan menggunakan table random sampai didapatkan sample sebanyak 106

ibu yang memiliki bayi berumur 6-12 bulan untuk memenuhi jumlah sample minimal

yang dibutuhkan.

3.6. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini digunakan Variabel dependent (terikat) dan Variabel

independent (bebas). Variabel terikat berupa Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ibu-ibu tentang

imunisasi hepatitis B. Variabel bebas berupa usia ibu, tingkat pendidikan ibu, jumlah anak,

pekerjaan ibu, tingkat pendapatan keluarga, dan sumber informasi.

3.7. Cara Kerja

1. Menghubungi Kepala Puskesmas Kelurahan Jelambar II Jakarta Barat yang

menjadi daerah penelitian untuk melaporkan dilaksanakannya penelitian di daerah

tersebut.

2. Menghubungi bidan untuk meminta data daftar nama ibu yang memiliki bayi

berusia 6-12 bulan di daerah tersebut.

3. Menghubungi para petugas puskesmas agar bersedia untuk membantu kegiatan

penelitian.

4. Menghubungi ketua RW, untuk melaporkan tujuan diadakannya penelitian di

daerah tersebut.

5. Melakukan uji coba kuesioner kepada 10 ibu yang tidak menjadi responden di

tempat lain.

6. Pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner

ke rumah subjek penelitian.

7. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data.

8. Penulisan laporan penelitian.

9. Pelaporan penelitian.

10. Presentasi laporan.

27

Page 28: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

3.7.1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari responden dengan teknik wawancara dengan menggunakan

kuesioner yang sudah diuji coba terhadap ibu-ibu yang mempunyai bayi berusia 6-12 bulan

yang sudah atau belum diimunisasi hepatitis B di Kelurahan Jelambar II, Jakarta Barat.

3.7.2. Pengolahan Data

Terhadap data-data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan berupa proses

editing, verifikasi, dan koding. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan

program komputer, yaitu program SPSS (Stastistical Package for Social Science).

3.7.3. Penyajian Data

Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular.

3.7.4. Analisis Data

Terhadap data yang telah diolah akan dilakukan analisis sesuai dengan cara uji

statistik.

3.7.5. Interpretasi Data

Data diinterpretasi secara deskriptif korelatif antar variabel-variabel yang telah

ditentukan.

3.7.6. Pelaporan Data

Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan

dipresentasikan dalam forum Pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat dihadapan staf pengajar

Program Pendidikan Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Krida Wacana.

3.8 Definisi operasional

3.8.1 Data umum

a. Responden

Adalah ibu-ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan dan terpilih menjadi sampel di

wilayah kerja Puskesmas Jelambar II yang memenuhi kriteria inklusi.

b. Umur Ibu

adalah umur ibu berdasarkan tanggal lahir di KTP.

28

Page 29: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Alat Ukur : kuesioner

Cara Ukur : Wawancara

Hasil Ukur : 1. > 20 tahun

2 ≤ 20 tahun

Skala ukur : Ordinal

c. Pendidikan

Adalah jenjang pendidikan formal yang mencakup tingkat SD atau yang sederajat,

SMP atau yang sederajat, SMU atau yang sederajat, dan Perguruan Tinggi atau

Akademi atau yang sederajat.

Alat Ukur : kuesioner

Cara Ukur : wawancara

Hasil Ukur : 1. Tinggi

2. Sedang

3. Rendah

Tinggi : bila tamat Perguruan Tinggi atau Akademi atau yang

sederajat.

Sedang : bila tamat SMU atau yang sederajat, atau tidak tamat

Perguruan Tinggi atau Akademi atau yang sederajat.

Rendah : bila tidak sekolah, tamat atau tidak tamat SD atau yang

sederajat, tamat atau tidak tamat SMP atau yang sederajat, tidak

tamat SMU atau yang sederajat.

Skala Ukur : Ordinal

d. Jumlah anak

Adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu dan pada saat penelitian dilakukan

masih hidup.

Alat Ukur : kuesioner

Cara Ukur : wawancara

29

Page 30: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Hasil Ukur : 1. > 2 anak

2. ≤ 2 anak

Skala Ukur : Ordinal

e. Pekerjaan ibu

Adalah profesi atau kegiatan rutin yang dilakukan ibu dalam upaya peningkatan untuk

pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Wawancara

Hasil ukur : 1. Tidak bekerja

2. Bekerja

Dikelompokkan menjadi :

Bekerja : bila responden mempunyai kegiatan utama sehari-hari yang

bertujuan memperoleh penghasilan baik yang dilakukan di dalam maupun

di luar rumah.

Tidak bekerja : apabila responden tidak menghasilkan sejumlah uang

sebagai hasil dari pekerjaannya.

Skala Ukur : Nominal

f. Pendapatan Keluarga

Adalah jumlah total pendapatan keluarga selama satu bulan dibagi dengan jumlah

orang yang menjadi tanggungan keluarga. Pengelompokkan dibagi berdasarkan

standar yang ditetapkan Badan Pusat Statistik tentang batas pendapatan perkapita,

perbulan untuk penduduk kota :

Di atas garis kemiskinan: Bila pendapatan perkapita perbulan >

Rp.331.369-

Di bawah garis kemiskinan : Bila pendapatan perkapita perbulan ≤

Rp.331.369,-

Alat ukur : Kuesioner

30

Page 31: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Cara ukur : Wawancara

Hasil Ukur : 1. > pendapatan perkapita

2. ≤ pendapatan perkapita

Skala Ukur : Ordinal

g. Kontak dengan Sumber Informasi

Adalah kebiasaan ibu membaca surat kabar/ majalah, mendengar radio dan

menonton TV sehingga mendapatkan informasi tentang imunisasi Hepatitis B.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Wawancara

Hasil Ukur : 1. Pernah

2. Tidak pernah

Skala Ukur : Nominal

3.8.2 Data khusus

a. Pengetahuan

Adalah keahlian, dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui

pengalaman atau pendidikan; pemahaman teoritis atau praktis dari imunisasi hepatitis

B. Penilaian berdasarkan scoring terhadap setiap pertanyaan yang terdapat dalam

kuesioner.

Koding :

Kode 1: Pengetahuan baik

Kode 2: Pengetahuan cukup

Kode 3: Pengetahuan kurang

Kuesioner Pengetahuan

1. Apakah yang dimaksud dengan hepatitis B?

a. Suatu penyakit yang menyerang hati dan disebabkan oleh virus

31

Page 32: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

b. Suatu penyakit yang menyerang usus dan menimbulkan sakit perut

c. Suatu penyakit yang dapat membuat penderitanya lumpuh layu

d. Tidak tahu

2. Bagaimanakah gejala awal penyakit hepatitis B?

a. Batuk, pilek, demam tinggi, nyeri tenggorokan

b. Nafsu makan menurun, mencret-mencret, sakit perut, demam ringan

c. Demam ringan, mual, muntah, nafsu makan turun, mudah lelah, air kencing

berwarna gelap, tubuh tampak kuning

d. Demam tinggi, nafsu makan, timbul bintik-bintik merah pada kulit

3. Bagaimana cara penularan Hepatitis B? ( Jawaban boleh lebih dari satu )

a. Jarum suntik yang digunakan bergantian

b. Ibu yang menderita hepatitis B kepada janin yang dikandung

c. Pemberian air susu ibu dari ibu yang menderita hepatitis B ke bayi yang

disusuinya

d. Transfusi darah

e. Alat makan yang digunakan bersama-sama

f. Hubungan seksual

g. Air minum yang tercemar

h. Melalui udara (batuk, bersin)

4. Bagaimana cara pencegahan Hepatitis B? ( Jawaban boleh lebih dari satu )

a) Selalu mengganti jarum suntik bila akan digunakan

b) Segera memberikan imunisasi aktif dan pasif pada bayi yang dilahirkan dari ibu

yang menderita hepatitis B

c) Bagi ibu yang menderita hepatitis B sebaiknya tidak menyusui bayinya

d) Berhati-hati dalam melakukan transfusi darah

e) Tidak menggunakan alat makan bersama-sama

f) Melakukan hubungan seksual yang aman

g) Memasak dahulu air sebelum diminum.

h) Menutup hidung dan mulut dengan saputangan bila batuk atau bersin

5. Apa manfaat diberikannya imunisasi Hepatitis B?

32

Page 33: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

a. Tindakan pencegahan terhadap penyakit Hepatitis B

b. Sebagai salah satu imunisasi pilihan yang tidak wajib diberikan

c. Merupakan salah satu macam pengobatan penyakit hati

d. Tidak tahu

6. Kapan imunisasi Hepatitis B pertama kali dapat mulai diberikan kepada bayi?

a. Segera setelah lahir

b. Setelah anak berumur satu tahun

c. Ketika anak mau masuk sekolah dasar

d. Tidak tahu

7. Berapa kali imunisasi Hepatitis B diberikan pada bayi?

a. 1 kali

b. 2 kali

c. 3 kali

d. Tidak tahu

8. Apa efek samping pemberian imunisasi hepatitis B?

a. Nyeri pada bekas suntikan dan demam ringan

b. Batuk dan pilek

c. Anak bertambah gemuk

d. Tidak tahu

Penilaian pengetahuan :

Kesimpulan penilaian

Nilai Terendah : 6

Nilai Tertinggi : 28

Interval : 22

Pengetahuan Baik : > 80% >23,6

Pengetahuan Cukup : 60-80% 19,2-23,6

Pengetahuan Kurang : < 60% <19,2

b. Sikap

33

Page 34: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Merupakan evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,

orang lain, obyek atau isue. Penelitian ini berusaha untuk mengetahui sikap responden

mengenai imunisasi hepatitis B, dikelompokkan menjadi:

Sikap baik.

Sikap cukup.

Sikap kurang.

Koding :

Kode 1 : Sikap Baik

Kode 2 : Sikap Cukup

Kode 3 : Sikap Kurang

Kuesioner Sikap

1. Sebagai seorang ibu, perlukah kita untuk mencari sumber-sumber informasi

kesehatan, terutama mengenai imunisasi hepatitis B?

a. Sangat perlu

b. Perlu

c. Kurang perlu

d. Tidak perlu

2. Semua bayi harus mendapatkan imunisasi hepatitis B sebagai upaya pencegahan

terhadap penyakit tersebut?

a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju

3. Setujukah bila anak ibu yang paling kecil diberikan imunisasi Hepatitis B?

a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju

34

Page 35: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

4. Pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi sebaiknya dilakukan segera setelah bayi

lahir?

a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju

5. Imunisasi hepatitis B harus diberikan pada bayi sebanyak 3 kali?

a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju

6. Setujukah bila anak ibu yang paling kecil mendapatkan imunisasi Hepatitis B

ulangan?

a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju

7. Apakah yang akan ibu lakukan bila memiliki anak berumur 2 bulan yang belum

diberikan imunisasi hepatitis B?

a. Didiamkan saja

b. Tunggu dipanggil oleh kader Posyandu baru kemudian diberikan imunisasi

c. Segera membawanya ke pelayanan kesehatan untuk diimunisasi

8. Apakah ibu akan menganjurkan kepada orang lain untuk memberikan imunisasi

hepatitis B kepada anaknya?

a. Akan menganjurkan

b. Tidak menganjurkan

Penilaian Sikap :

Kesimpulan penilaian

35

Page 36: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Nilai Terendah : 8

Nilai Tertinggi : 32

Interval : 24

Sikap Baik : >80% >27,2

Sikap Cukup : 60-80% 22,4-27,2

Sikap Kurang : <60% <22,4

c. Perilaku

Merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat

diamati, digambarkan, dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya,

dikelompokkan menjadi :

Perilaku baik.

Perilaku cukup.

Perilaku kurang.

Koding :

Kode 1 : Perilaku Baik.

Kode 2 : Perilaku Cukup.

Kode 3 : Perilaku Kurang.

Kuesioner Perilaku

1. Dalam tiga bulan terakhir, berapa kali ibu membawa anak ibu ke Posyandu?

a. 3 kali

b. 2 kali

c. 1 kali

d. 0 kali

2. Dari manakah ibu mengetahu tentang penyakit hepatitis B? (Jawaban boleh lebih

dari satu)

a. Puskesmas

b. Posyandu

c. Televisi

36

Page 37: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

d. Selebaran

e. Buku

3. Apakah ibu pernah mengikuti penyuluhan tentang kesehatan, terutama mengenai

imunisasi hepatitis B?

a. Pernah

b. Belum pernah

4. Apakah ibu pernah mengajak orang lain mengikuti penyuluhan kesehatan

mengenai penyakit dan imunisasi hepatitis B?

a) Pernah

b) Belum pernah

5. Apakah ibu pernah menganjurkan orang lain untuk memberikan imunisasi

hepatitis B kepada anaknya?

a. Pernah

b. Belum pernah

6. Pada umur berapa anak ibu yang paling kecil pertama kali diberikan imunisasi

hepatitis B?

a. Segera setelah lahir

b. Beberapa bulan setelah lahir

c. Setelah berumur lebih dari satu tahun

d. Belum pernah diberikan

7. Berapa kali anak ibu yang paling kecil pernah diimunisasi Hepatitis B?

a. 3 kali

b. 2 kali

c. 1 kali

d. 0 kali

8. Apakah semua anak ibu sudah pernah mendapatkan imunisasi Hepatitis B?

a. Pernah

b. Belum pernah

37

Page 38: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Penilaian Perilaku :

Kesimpulan penilaian

Nilai Terendah : 7

Nilai Tertinggi : 28

Interval : 21

Perilaku Baik : >80% >23,8

Perilaku Cukup : 60-80% 19,6-23,8

Perilaku Kurang : <60% <19,6

3.9 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini subyek penelitian yang mengisi kuesioner diberi jaminan

kerahasiaan terhadap data–data yang diberikan dan berhak menolak menjadi subyek

penelitian.

BAB IV

38

Page 39: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

HASIL PENELITIAN

Selama proses pengumpulan data yang dilakukan mulai tanggal 27 Juli 2011 sampai

dengan 08 Agustus 2011 di RW 05 Kelurahan Jelambar II, Kecamatan Grogol-Petamburan,

Jakarta Barat. Pada penelitian ini berhasil diambil sampel sebanyak 106 responden di RW 05

Kelurahan Jelambar II.

Tabel 4.1. Sebaran Responden berdasarkan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Jelambar II periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Frekuensi Persentase

Pengetahuan Baik 36 33,96 %

Cukup 38 35,85 %

Kurang 32 30,19 %

Sikap Baik 34 32,08 %

Cukup 39 36,79 %

Kurang 33 31,13 %

Perilaku Baik 30 28,30 %

Cukup 37 34,91 %

Kurang 39 36,79 %

39

Page 40: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Tabel 4.2. Sebaran Responden berdasarkan Pendidikan, Pendapatan, Pekerjaan, Umur Ibu, Jumlah Anak, Kontak dengan Sumber Informasi di Puskesmas Jelambar II pada Periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Frekuensi Persentase

Pendidikan

Tinggi Sedang Rendah

32

41

33

30,19 %

38,68 %

31,13 %

Pendapatan

> Pendapatan perkapita

< = Pendapatan perkapita

67

39

63,21 %

36,79 %

Pekerjaan

Tidak bekerja Bekerja

61

45

57,55 %

42,45 %

Umur Ibu

> 20 tahun < = 20 tahun

72

34

67,92 %

32,08 %

Jumlah anak

> 2 anak < = 2 anak

48

58

45,28 %

54,72 %

Kontak dengan Sumber Informasi

Pernah Tidak Pernah

76

30

71,70 %

28,30 %

40

Page 41: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Tabel 4.3 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Jelambar II periode Juli – Agustus 2011.

Sikap

Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total

Baik 18 12 6 36

Cukup 12 15 11 38

Kurang 4 12 16 32

34 39 33 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan sikap ibu

Batas kemaknaan () = 5%hasil Uji Chi-Square =13,77

Uji Chi-Square (X2) = 9,49

Df = 4

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan sikap ibu.

Tabel 4.4 Hubungan antara Pengetahuan Ibu dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Jelambar II periode Juli – Agustus 2011

Perilaku

Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total

Baik 13 9 14 36

Cukup 8 16 14 38

Kurang 9 12 11 32

30 37 39 106

41

Page 42: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan perilaku ibu

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 3,21

Uji Chi-Square (X2) = 9,49

Df = 4

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu dengan perilaku ibu.

Tabel 4.5 Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011

Variabel Perilaku

Sikap Baik Cukup Kurang Total

Baik 14 12 8 34

Cukup 9 19 11 39

Kurang 7 6 20 33

30 37 39 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara sikap ibu dengan perilaku ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 15,22

Uji Chi-Square (X2) = 9,49

Df = 4

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara sikap ibu dengan perilaku ibu.

42

Page 43: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Tabel 4.6 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011

Variabel Pengetahuan Ibu

Pendidikan Ibu Baik Cukup Kurang Total

Tinggi 13 9 10 32

Sedang 9 22 10 41

Rendah 14 7 12 33

36 38 32 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi Square = 9,87

Uji Chi-Square (X2) = 9,49

Df = 4

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan pengetahuan ibu

Tabel 4.7 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011

Variabel Sikap Ibu

Pendidikan Ibu Baik Cukup Kurang Total

Tinggi 10 14 8 32

Sedang 10 15 16 41

Rendah 14 10 9 33

34 39 33 106

43

Page 44: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan sikap ibu

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 4,03

Uji Chi-Square (X2) = 9,49

Df = 4

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan sikap ibu

Tabel 4.8 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011

Variabel Perilaku Ibu

Pendidikan Ibu Baik Cukup Kurang Total

Tinggi 10 14 8 32

Sedang 11 14 16 41

Rendah 9 9 15 33

30 37 39 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan perilaku ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Cho-Square =3,36

Uji Chi-Square (X2) =9,49

Df = 4

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan perilaku ibu.

Tabel 4.9 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011

44

Page 45: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Variabel Pengetahuan Ibu

Pekerjaan Ibu Baik Cukup Kurang Total

Tidak bekerja 22 22 17 61

Bekerja 14 16 15 45

36 38 32 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil uji chi-square = 0,45

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan pengetahuan ibu.

Tabel 4.10 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011

Variabel Sikap Ibu

Pekerjaan Ibu Baik Cukup Kurang Total

Tidak bekerja 19 24 18 61

Bekerja 15 15 15 45

34 39 33 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan sikap ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 0,42

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

45

Page 46: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Df = 2

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan sikap ibu.

Tabel 4.11 Hubungan antara Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011

Variabel Perilaku Ibu

Pekerjaan Ibu Baik Cukup Kurang Total

Tidak bekerja 13 23 25 61

Bekerja 17 14 14 45

30 37 39 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan perilaku ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 3,49

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan perilaku ibu.

Tabel 4.12 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli - Agustus.

Variabel Pengetahuan Ibu

Pendapatan Keluarga Baik Cukup Kurang Total

> Rp 331.369,00 29 17 21 67

≤ Rp 331.369,00 7 21 11 39

46

Page 47: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

36 38 32 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan pengetahuan ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square =10,31

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan pengetahuan ibu.

Tabel 4.13 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Sikap Ibu

Pendapatan Keluarga Baik Cukup Kurang Total

> Rp 331.369,00 26 19 22 67

≤Rp 331.369,00 8 20 11 39

34 39 33 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan sikap ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil uji chi-square = 6,26

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P < 0,05 Ho ditolak

47

Page 48: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan sikap ibu.

Tabel 4.14 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Perilaku Ibu

Pendapatan Keluarga Baik Cukup Kurang Total

> Rp 331.369,00 23 16 28 67

≤ Rp 331.369,00 7 21 11 39

30 37 39 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan perilaku ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 9,92

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara pendapatan keluarga dengan perilaku ibu.

Tabel 4.15 Hubungan antara Umur Ibu dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Pengetahuan Ibu

Umur Ibu Baik Cukup Kurang Total

> 20 tahun 23 27 22 72

≤ 20 tahun 13 11 10 34

48

Page 49: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

36 38 32 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan pengetahuan ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil uji Chi-Square = 0,45

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan pengetahuan ibu.

Tabel 4.16 Hubungan antara Umur Ibu dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Sikap Ibu

Umur Ibu Baik Cukup Kurang Total

> 20 tahun 27 20 25 72

≤ 20 tahun 7 19 8 34

34 39 33 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan sikap ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 7,95

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan sikap ibu.

49

Page 50: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Tabel 4.17 Hubungan antara Umur Ibu dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Perilaku Ibu

Umur Ibu Baik Cukup Kurang Total

> 20 tahun 26 20 26 72

≤ 20 tahun 4 17 13 34

30 37 39 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan perilaku ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square= 8,13

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara umur ibu dengan perilaku ibu.

Tabel 4.18 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisais Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011 .

Variabel Pengetahuan Ibu

Jumlah anak Baik Cukup Kurang Total

> 2 anak 25 11 12 48

≤ 2 anak 11 27 20 58

36 38 32 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan pengetahuan ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

50

Page 51: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Hasil Uji Chi-Square = 13,36

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan pengetahuan ibu.

Tabel 4.19 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Sikap Ibu

Jumlah anak Baik Cukup Kurang Jumlah

> 2 anak 23 10 15 48

≤2 anak 11 29 18 58

Jumlah 34 39 33 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan sikap ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 12,94

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan sikap ibu.

Tabel 4.20 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Perilaku Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Perilaku Ibu

Jumlah anak Baik Cukup Kurang Total

51

Page 52: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

> 2 anak 17 15 16 48

≤2 anak 13 22 23 58

30 37 39 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan perilaku ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 2,19

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara jumlah anak dengan perilaku ibu.

Tabel 4.21 Hubungan antara Kontak dengan Sumber Informasi dengan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Pengetahuan Ibu

Kontak dengan

sumber informasi

Baik Cukup Kurang Total

Pernah 32 20 24 76

Tidak Pernah 4 18 8 30

36 38 32 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara kontak dengan sumber informasi dan pengetahuan ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 12,22

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

52

Page 53: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

P < 0,05 Ho ditolak

Kesimpulan: ada hubungan antara kontak dengan sumber informasi mengenai imunisasi hepatitis B dengan pengetahuan ibu.

Tabel 4.22 Hubungan antara Kontak dengan Sumber Informasi dengan Sikap Ibu tentang Imunisasi hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Sikap Ibu

Kontak dengan

sumber informasi

Baik Cukup Kurang Total

Pernah 24 30 22 76

Tidak Pernah 10 9 11 30

34 39 33 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara kontak dengan sumber informasi dengan sikap ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Chi-Square = 0,96

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna antara kontak dengan sumber informasi mengenai imunisasi hepatitis B dengan sikap ibu.

Tabel 4.23 Hubungan antara Kontak dengan Sumber Informasi dengan Perilaku Ibu lhtentang Imunisasi Hepatitis B periode Juli – Agustus 2011.

Variabel Perilaku Ibu

Kontak dengan

sumber informasi

Baik Cukup Kurang Total

Pernah 22 27 27 76

53

Page 54: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Tidak Pernah 8 10 12 30

30 37 39 106

Ho = tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara kontak dengan sumber informasi dengan perilaku ibu.

Batas kemaknaan () = 5%

Hasil Uji Chi-Square = 0,19

Uji Chi-Square (X2) = 5,99

Df = 2

P > 0,05 Ho diterima

Kesimpulan: tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara kontak dengan sumber informasi mengenai imunisasi hepatitis B dengan perilaku ibu.

BAB V

PEMBAHASAN

54

Page 55: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Pendidikan mempunyai hubungan yang bermakna dengan pengetahuan ibu

mengenai imunisasi Hepatitis B pada bayi berumur 7-12 bulan, tetapi pendidikan tidak

mempunyai hubungan yang bermakna dengan sikap dan perilakunya. Semakin tinggi

pendidikan ibu maka semakin baik pula tingkat pengetahuannya, namun sikap dan

perilakunya tidak semakin membaik. Hasil ini serupa dengan yang diperoleh dari penelitian

Ediyana di Bengkulu pada tahun 2001 yaitu adanya hubungan yang bermakna antara

pendidikan ibu terhadap status imunisasi Hepatitis B.5 Semakin tinggi tingkat pendidikannya

maka akan semakin bertambah pula pengetahuannya. Tetapi seseorang dengan pendidikan

yang tinggi belum tentu bisa bersikap dan berperilaku dengan baik.

Pekerjaan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan pengetahuan, sikap,

maupun perilaku ibu mengenai imunisasi Hepatitis B pada bayi berumur 7-12 bulan. Seorang

ibu yang tidak bekerja dan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga saja mungkin

mengalami keterbatasan dalam memperoleh sumber pengetahuan. Ibu yang tidak bekerja dan

lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah juga belum tentu memiliki sikap dan perilaku

yang baik dalam berusaha untuk memperoleh informasi mengenai imunisasi Hepatitis B serta

menerapkannya kepada anak-anaknya di rumah.

Pendapatan keluarga mempunyai hubungan yang bermakna terhadap pengetahuan,

sikap dan perilaku ibu tentang imunisasi Hepatitis B. Hal ini menjelaskan bahwa faktor

ekonomi memegang peranan penting dalam memilih prioritas pelayanan kesehatan sehingga

mempengaruhi kesehatan keluarga. Semakin tinggi pendapatan seseorang, kesadaran tentang

pentingnya hidup sehat akan semakin tinggi, dan membuat seseorang selalu mencari

pelayanan kesehatan yang baik sebagai suatu hal yang dianggap penting, Hasil ini sama

dengan hasil penelitian Edyana (2001) yang melaporkan adanya hubungan bermakna antara

penghasilan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap imunisasi Hepatitis B.

Jumlah anak mempunyai hubungan bermakna dengan pengetahuan dan sikap ibu

tentang imunisasi Hepatitis B. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anak

yang dimiliki, maka seorang ibu akan lebih berpengalaman untuk mengantar anaknya

diimunisasi ke Posyandu. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Edyana

(2001) bahwa ada hubungan bermakna antara jumlah anak dengan Imunisasi Hepatitis B.

Banyaknya jumlah anak yang ibu miliki membuat pengetahuan ibu tentang imunisasi

Hepatitis B lebih baik lagi. Namun, adanya hubungan bermakna antara pengetahuan dan

sikap dengan jumlah anak, tidak selalu diikuti dengan perilaku yang baik. Pada dasarnya,

jumlah anak yang banyak tidak berhubungan dengan perilaku ibu, sebab perilaku yang baik

didasarkan dari kesadaran seseorang bukan dari pengetahuan dan sikap yang baik saja.

55

Page 56: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Umur ibu tidak mempunyai hubungan bermakna dengan pengetahuan ibu. Semakin

tua umur ibu tidak menunjukkan bahwa pengetahuannya semakin baik. Hasil ini sama dengan

hasil penelitian Alfian Helmi (2008) yang melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara

karakteristik umur ibu dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B (0-11 bulan)

semakin berumur seseorang tidak membuktikan bahwa pengetahuan yang dimilikinya baik,

tetapi semakin berumurnya seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya. Hal ini

dapat disebabkan semakin bertambahnya umur seseorang, dia lebih matang untuk mengambil

keputusan yang baik. Dalam hal ini seorang ibu dengan umur > 20 tahun ini, sudah dapat

menentukan sikap apa yang diambil untuk mencegah penyakit Hepatitis B, sehingga dia mau

membawa bayinya untuk diimunisasi di Posyandu.

Kontak dengan sumber informasi mempunyai hubungan bermakna dengan

pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B. Semakin banyaknya kontak dengan sumber

informasi membuat pengetahuan ibu tentang pentingnya imunisasi Hepatitis B bertambah.

Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Emil Noviyandi (2001) yang

melaporkan bahwa ada hubungan antara kontak terhadap sumber informasi dengan

pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B. Dengan demikian, akan timbul kesadaran ibu

untuk membawa anaknya ke posyandu agar diberikan imunisasi. Namun dalam penelitian ini

tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara sikap dan perilaku dengan kontak

terhadap sumber informasi. Dengan demikian dapat dilihat bahwa seringnya ibu mendengar

sumber informasi, akan meningkatkan pengetahuannya tetapi belum tentu mengubah sikap

dan perilakunya. Sebab sikap dan perilaku merupakan kesadaran dalam diri ibu sendiri untuk

mau mengambil keputusan atas pengetahuan yang didapatnya berdasarkan sumber informasi

tersebut.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

56

Page 57: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

Dari hasil penelitian mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku ibu-ibu yang

memiliki bayi berusia 6-12 bulan mengenai imunisasi Hepatitis B dan faktor-faktor yang

berhubungan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Jelambar II pada bulan Juli 2011,

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Sebaran responden yang memiliki pengetahuan baik tentang perawatan kehamilan

sebesar 33,96 %, pengetahuan cukup sebesar 35,85 % dan pengetahuan kurang

sebesar 30,19 %.

Sebaran responden yang memiliki sikap baik tentang perawatan kehamilan sebesar

32,08 %, sikap cukup sebesar 36,79 % dan sikap kurang sebesar 31,13 %.

Sebaran responden yang memiliki perilaku baik tentang perawatan kehamilan sebesar

28,30 %, perilaku cukup sebesar 34,91 % dan perilaku kurang sebesar 36,79 %.

Responden berpendidikan tinggi yaitu sebesar 30,19 %, berpendidikan sedang 38,68

%, berpendidikan rendah 31,13 %.

Sebagian responden dengan pendapatan di atas garis kemiskinan sebesar 63,21 %.

Sebagian responden yang tidak bekerja sebesar 57,55 %.

Sebagian responden berumur di atas 20 tahun, yaitu sebesar 67,92 %.

Sebagian responden mempunyai anak lebih dari dua, yaitu sebesar 45,28 %.

Sebagian responden yang pernah kontak dengan sumber informasi sebesar 71,70 %.

Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

umur ibu, jumlah anak, kontak dengan sumber informasi dengan pengetahuan, sikap dan

perilaku ibu mengenai imunisasi Hepatitis B.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, ada beberapa hal yang

diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki

bayi berumur 6-12 bulan mengenai imunisasi Hepatitis B yaitu dengan didapatkan adanya

hubungan bermakna antara pengetahuan, sikap, dan perilaku dengan tingkat pendidikan,

tingkat pendapatan, umur ibu, jumlah anak, dan kontak dengan sumber informasi.

Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan kegiatan Komunikasi

Informasi dan Edukasi (KIE) terutama pemberian penyuluhan tentang penyakit Hepatitis

B dan imunisasi Hepatitis B kepada para ibu untuk meningkatkan kesadaran dalam

memberikan imunisasi kepada bayinya.

57

Page 58: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

DAFTAR PUSTAKA

1. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pelayanan Antenatal Oleh Ibu Hamil di

Kabupaten Aceh Tenggara. Diunduh dari :

digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-anitapurwa-5081-3-bab2.pdf.

58

Page 59: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

2. Purwaningsih R, Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Suami Dengan Dukungan

Terhadap Kesehatan Maternal Istrinya di Kelurahan Harapan Mulia, Jakarta Pusat Tahun

2002. Diunduh dari : www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Maternal (Studi Kasus di Kabupaten

Cilacap). Diunduh dari : eprints.undip.ac.id/16634/1/ARULITA_IKA_FIBRIANA.pdf.

4. Cakupan Kunjungan Ibu hamil [diakses pada april 2011]. Diunduh dari :

http://aricky99.blogspot.com/2011/04/cakupan-kunjungan-ibu-hamil.html

5. Widayatun, Keselamatan Ibu dan Kelangsungan Hidup Anak: Bagaimana Partisipasi

Laki-laki? Diunduh dari : http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?

x=Hot+Topic&y=cybermed|0|0|5|28 Mon, 07 Aug 2006 16:00:00 WIB

6. Tim Kajian AKI-AKA, Depkes RI.Kajian kematian ibu dan anak di Indonesia. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta; Depkes R.I., 2004.

7. Sadik R & Djakfar M, Kajian Tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Derajat

Pemanfaatan Pelayanan Antenatal di Kec. Gunung Sugih Kab. Lampung Tengah.

Diunduh dari : http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=80700

8. Notoatmojo S, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi.Jakarta:Asdi Mahasatya;2005

9. Destria D, Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Pemahaman Ibu Hamil

Terhadap Pesan Antenatal Care yang Terdapat Di dalam Buku KIA; 2010. Diunduh dari :

obstetriginekologi.com/artikel/dukungan+suami+dalam+anc.html

10. Mulyana N, Studi Operasional Pemeriksaan Antenatal di Posyandu Dengan Strategi

Pemasaran Sosial di Kabupaten Garut Jawa Barat; 2008. Diunduh dari :

www.scribd.com/doc/49766967/ringkasan.

59

Page 60: Bab 1-6 Pene Bab 5 Edit

11. Haryanti S, Hubungan Dukungan Suami Terhadap Kepatuhan Periksa Kehamilan di

Puskesmas 1 Toroh Kabupaten Grobogan. Diunduh dari :

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6799/1/09E00783.pdf.

12. Harahap J, Kesehatan Reproduksi. USU 2003. Diunduh dari :

dr.suparyanto.blogspot.com/2011/02/konsep-anc-ante-natal-care.html

13. Latipon, Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan[diakses pada januari 2010].Diunduh

dari :http://www.latipon.com

14. Hartono B, Laila M, dan Mahmud A, Hubungan Antara Karakteristik Ibu dan Kejadian

Kematian Bayi di Kabupaten Pontianak Provinsi Kalimantan Barat; 2006. Diunduh dari :

www.risbinkesl.litbang.depkes.go.id/Buku Laporan Penelitian 2006/hubungan

karakteristik bumil dan AKI.html

15. Departemen Kesehatan RI.Buku Kesehatan Ibu dan anak.Jakarta: Departemen Kesehatan

RI:2008

16. Mufdlilah.Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil.Yogyakarta:Nuha Medika;2009

17. Definisi Pengetahuan [diakses pada januari 2010]. Diunduh dari :

from:http://www.wikipedia.com

18. Maternal deaths worldwide drop by third [diakses pada april 2011]. Diunduh dari :

www.who.int/mediacentre/news/releases/2010/maternal_mortality_20100915/en/index.html

60