1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menggunakan berbagai sumber energi yang berbeda untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Sumber energi di dunia diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu sumber energi yang dapat diperbarui dan tidak dapat diperbarui. Penduduk di dunia paling banyak menggunakan sumber energi yang tidak dapat diperbarui padahal sumber energi tersebut jumlah persediaannya terbatas dan proses pembentukkannya membutuhkan waktu yang lama. Sumber energi yang tidak dapat diperbarui antara lain batu bara, minyak bumi, gas alam, propana dan uranium. Minyak bumi ditinjau dari manfaat hasil olahannya menjadi salah satu komoditi hasil pertambangan yang memiliki nilai penting dalam kehidupan suatu negara. Pemanfaatan minyak bumi sangat dekat dengan aktivitas sehari-hari masyarakat baik dalam lingkung industri maupun rumah tangga. Hasil olahan minyak bumi antara lain adalah naptha (petroleum eter), gasolin (bensin), kerosin (minyak tanah), minyak solar, minyak pelumas serta residu minyak bumi seperti parafin dan aspal. Hasil olahan berupa naptha digunakan sebagai pelarut dalam industri. Gasolin dan solar digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, sedangkan minyak pelumas digunakan untuk lubrikasi mesin-mesin. Residu minyak bumi berupa parafin dapat digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan, kosmetika, tutup botol, industri tenun, korek api, lilin batik dan sebagainya. Penggunaan kerosin atau minyak tanah sangat erat hubungannya dengan keperluan rumah tangga, misalnya sebagai bahan bakar, pembasmi serangga, atau sebagai campuran dalam cairan pembasmi serangga. Konsumsi minyak bumi dan gas alam cenderung terus meningkat setiap tahun, yang dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut.
tugas pengantar kebijakan pajak untuk membuat contoh proposal skripsi,. topik yang diangkat adalah pbb migas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia menggunakan berbagai sumber energi yang berbeda untuk
menjalankan aktivitas sehari-hari. Sumber energi di dunia diklasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu sumber energi yang dapat diperbarui dan tidak dapat
diperbarui. Penduduk di dunia paling banyak menggunakan sumber energi yang
tidak dapat diperbarui padahal sumber energi tersebut jumlah persediaannya
terbatas dan proses pembentukkannya membutuhkan waktu yang lama. Sumber
energi yang tidak dapat diperbarui antara lain batu bara, minyak bumi, gas alam,
propana dan uranium. Minyak bumi ditinjau dari manfaat hasil olahannya menjadi
salah satu komoditi hasil pertambangan yang memiliki nilai penting dalam
kehidupan suatu negara. Pemanfaatan minyak bumi sangat dekat dengan aktivitas
sehari-hari masyarakat baik dalam lingkung industri maupun rumah tangga.
Hasil olahan minyak bumi antara lain adalah naptha (petroleum eter),
gasolin (bensin), kerosin (minyak tanah), minyak solar, minyak pelumas serta
residu minyak bumi seperti parafin dan aspal. Hasil olahan berupa naptha
digunakan sebagai pelarut dalam industri. Gasolin dan solar digunakan sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor, sedangkan minyak pelumas digunakan untuk
lubrikasi mesin-mesin. Residu minyak bumi berupa parafin dapat digunakan
dalam proses pembuatan obat-obatan, kosmetika, tutup botol, industri tenun,
korek api, lilin batik dan sebagainya. Penggunaan kerosin atau minyak tanah
sangat erat hubungannya dengan keperluan rumah tangga, misalnya sebagai bahan
bakar, pembasmi serangga, atau sebagai campuran dalam cairan pembasmi
serangga. Konsumsi minyak bumi dan gas alam cenderung terus meningkat setiap
tahun, yang dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut.
2
Tabel 1.1. Konsumsi Minyak Bumi dan Gas Alam di Dunia
Sumber : BP Statistical Review of World Energy 2012
Kebutuhan dan konsumsi setiap negara akan minyak bumi berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor perekonomian suatu
negara dimana semakin maju suatu negara maka semakin besar pula
ketergantungannya terhadap energi, termasuk minyak bumi. Setiap negara harus
dapat memenuhi kebutuhan minyak bumi tersebut. Hal ini dapat dilakukan
melalui produksi minyak bumi di dalam negeri atau dengan kegiatan impor.
Adanya peningkatan konsumsi minyak bumi di dunia setiap tahunnya serta
kebutuhan impor oleh negara-negara yang memiliki produksi minyak bumi yang
rendah, menjadi peluang bisnis bagi negara-negara penghasil minyak bumi yang
besar atau tinggi melalui perdagangan internasional dengan kegiatan ekspor.
Konsumsi Sepuluh negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia adalah Saudi
Arabia, Amerika Serikat, Rusia, China, Iran, Kanada, Uni Emirat Arab, Meksiko,
Brazil, dan Kuwait.1
Kegiatan bisnis energi minyak bumi memiliki karakteristik yaitu
ketidakpastian pasar karena adanya struktur permintaan yang dinamis dan
kompleks. Selain itu, ketepatan jumlah dan kondisi pasokan serta cadangan
minyak bumi yang merupakan energi tidak dapat diperbarui, sulit diprediksi.
Ketidakpastian pasar dapat dipengaruhi oleh karakter perilaku produsen dan
1 Ini Dia 10 Negara Penghasil Minyak Terbesar di Dunia. (2012). April 27, 2012.
transportasi, pemasaran, dan distribusi. Kegiatan di industri migas dibedakan
menjadi kegiatan hulu (upstream) yang merupakan jenis usaha pertambangan,
meliputi eksplorasi dan eksploitasi serta kegiatan hilir (downstream) yang
merupakan jenis usaha Industri, meliputi pengolahan, penyulingan, pemasaran
dan distribusi.
Usaha hulu migas di Indonesia, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, sering
dikelola bersama sebagai usaha terintegrasi yang dapat dipisahkan dari tahapan
usaha migas yang lainnya. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di sektor usaha
hulu merupakan tahapan usaha yang memiliki tingkat resiko usaha paling tinggi.
Perusahaan sumber daya alam biasanya terlibat dalam empat aktivitas, yaitu24
:
a. Penguasaan tanah yang mengandung sumber daya alam (mineral
property acquisition)
b. Eksplorasi sumber daya alam yang terkandung di dalam tanah yang
dikuasai (exploration for oil and gas/steam reserves on the property)
c. Pengeboran dan pembangunan sarana untuk mengeskploitasi sumber
daya alam (drilling and development of properties)
d. Produksi/ekstraksi sumber daya alam (production.extraction of the
minerals)
24
Grace. F. Johnson, Oil and gas Producing Companies, dalam Tom M. Plank and Louis R. Plank, Encyclopedia of accounting systems (2nd Eddition) Vol.2, Pentice Hall,
Englewood Cliffs, New Jersey, 1994, h.891
20
Kegiatan eksplorasi adalah kegiatan usaaha mencari cadanagan migas
yang ada dalam perut bumi. Kegiatan eksplorasi ditujukan untuk mendapatkan
penemuan cadangan minyak baru sebagai hidro karbon yang telah diproduksi.
Eksplorasi dilakukan dengan cara mempelajari suatu wilayah untuk menemukan
kemungkinannya yang dilanjutkan dengan penelitian yang lebih detail, kemudian
dilakukan pemetaan perut bumi. Setelah tahap tersebut, maka dilanjutkan dengan
pengeboran untuk mengetahui contoh lapisan tanah untuk dapat memperkirakan
resiko dan jumlah cadangan minyak dan gas bumi di dalamnya. Apabila cadangan
minyak bumi dianggap mencukupi, baru kemudian dilakukan kegiatan produksi
atau eksploitasi. Kegagalan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas sangat
mungkin dan sering terjadi meskipun telah menghabiskan modal yang besar.
kegiatan eksplorasi dan eksplotasi di Indonesia dilakukan oleh Pemerintah melalui
Pertamina yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan cara
operasi sendiri dan kerjasama dengan pihak ketiga. Kerjasama dalam bidang
migas berupa Kontrak Production Sharing memiliki variasi antara lain:25
a. JOB (Joint Operation Body), yaitu kerjasama anatara Pertamina dan
perusahaan swasta dalam rangka eksplorasi dan eksploitasi migas serta
panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik.
b. (technical Assistance Contract), yaitu kerjasama antara Pertamina dan
perusahaan swasta dalam rangka merehabilitasi sumur-sumur lama
atau lapangan yang ditinggalkan dalam wilayah kuasa pertambangan
Pertamina.
c. (Enhanced Oil Recovery, yaitu kerjasama antara Pertamina dan
perusahaan swasta dalam rangka meningkatkan produksi minyak pada
sumur dan laoangan yang masih dioperasikan Pertamina tetapi sudah
menglami penurunan produksidengan menggunakan teknologi tinggi
mepliputi usaha secondary dan tertiary recovery.
25
The Indonesia Production Sharing Contract, Directorate E&P Pertamina, p.14 dalam
Shinta Nurzana Permata Irwandy, (2005). Pengenaan Pajak Atas Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi di Indonesia (Analisis Pasal 31 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
Tentang Minyak dan Gas Bumi). Skripsi Program Sarjana FISIP UI. Tidak Diterbitkan
21
Pelaksanaan pola kontrak production saring dalam pertambangan minyak
dan gas bumi diatur dalam Pasal 6 ayat 1 UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan gas bumi yang menyebutkan bahwa kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan
dikendalikan melalui kontrak kerja sama, yaitu kontrak production sharing.
Kontrak production sharing merupakan kontrak perjanjian kerja sama natara
pemerintah melalui Badan Pelaksana Migas dengan perusahaan asing selakuu
kontrakyor untk melaksanakan usaha eksplorasi dan ekploitasi bahan galian migas
berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi. Dalam penjelasan Undang-Undang
tersebur, kontrak production sharing harus memuat persyaratan berupa:
a. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampai
pada titik penyerahan penjualan migas
b. Pengendalian manajemen operasi yang berupa persetujuan atas rencana
dan anggaran, rencana pengembangan lapangan serta pengawasan dari
realisasi rencana berada pada Badan Pelaksana
c. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha tetap.
Berdasarkan konsep kontrak production sharing, maka hasil produksi
migas di Indonesia adalah hasil usaha Pertamina dalam kegiatan ekplorasi dan
eksploitasi yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan usaha sendiri atau
dengan kerjasama yaitu kontrak production sharing. Dengan adanya pola kontrak
production sharing, maka mengindarkan beban resiko investasi dari Pertamina
dan diharapkan dapat menarik swasta untuk berinvestasi dengan adanya
pembagian hasil produksi.
Dasar hukum yang mengatur mengenai minyak dan gas bumi adalah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan
kegiatan usaha minyak bumi berdasarkan asas ekonomi kerakyatan yang
membawa kemakmuran bersama serta berwawasan lingkungan. Tujuan usaha
minyak dan gas bumi adalah untuk menjamin efisiensi dan efektivitas serta
mengembangkan kemampuan nasional untuk menyediakan minyak dan gas bumi
22
baik sebagai sumber energi maupun bahan baku. Dalam menjalankan usaha
minyak dan gas bumi bahwa kekayaan nasional atas sumber daya tersebut
menjadi kuasa negara dimana kegiatan usaha hulunya dilakukan dengan melalui
Kontrak Kerja Sama. Kontrak Kerja Sama menyebutkan bahwa kepemilikan
sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan,
pengendalian manajemen operasi pada Badan Pelaksana dari Pemerintah serta
modal dan risiko seluruhnya ditanggung oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap. Usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan melalui kontrak kerjasama
dalam hal usaha hulu dan izin usaha dalam hal usaha hilir. Berkaitan dengan Pasal
31 tentang penerimaan negara menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib membayar
penerimaan negara berupa pajak dan Penerimaan negara bukan pajak.
4.2. Analisis Kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Daerah
Pertambangan dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam kegiatan Usaha hulu
minyak dan gas bumi atau dapat berupa kontraktor memiliki kewajiban yang
harus dipenuhi terkait dengan penerimaan negara sebagaimana telah dijelaskan
dalam sub bab gambaran umum. Kewajiban Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap dalam Penerimaan negara berupa pajak adalah termasuk pajak-pajak, bea
masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah.
Sedangkan kewajiban atas penerimaan negara bukan pajak antara lain adalah
bagian negara atas usaha minyak dan gas bumi, pungutan negara yang berupa
iuran tetap dan iuran eksplorasi dan eksploitasi, serta bonus-bonus. Kewajiban
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam kegiatan usaha hilir minyak dan gas
bumi pun telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001. Badan Usaha
yang melaksanakan kegiatan usaha hilir diwajibkan membayar pajak, bea masuk
dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, serta
kewajiban lain yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penerimaan pajak yang merupakan komponen penerimaan negara
tersebut merupakan salah satu bentuk fungsi pajak yaitu fungsi budgetair. Namun,
pemenuhan fungsi pajak tersebut tetap harus memerhatikan prinsip pemungutan
23
pajak yaitu adequacy. Prinsip pemungutan pajak tersebut mengungkapkan bahwa
pemungutan pajak harus dapat mencapai kecukupan untuk memenuhi pengeluaran
negara. Namun, pemenuhan kecukupan tersebut juga harus memerhatikan prinsip
yang lain yaitu elasticity agar dapat menghadapi tantangan perubahan dan
perkembangan ekonomi.
Kewajiban perpajakan bagi Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam
kegiatan usaha minyak dan gas bumi salah satunya adalah Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang merupakan salah satu bentuk property tax. Meskipun
kepemilikan lahan yang menjadi tempat kegiatan usaha adalah tetap menjadi milik
Pemerintah Indonesia, namun penguasaan dilakukan oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap. Sehingga pembebanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
ditanggung oleh badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB) ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kas negara
atau penerimaan negara. Namun, apabila penerapannya tidak dilakukan dengan
memerhatikan kondisi Wajib Pajak yang diseimbangkan dengan ekonomi negara
dapat berakibat justru kekosongan atau kehilangan potensi penerimaan kas negara
dari sektor tersebut. Pemerintah dalam menerapkan pajak tidak hanya fokus pada
penerimaan pajak yang sebesar-besarnya namun juga kondisi Wajib Pajak. Jika
fokus Penerimaan pajak yang sebesar-besarnya tersebut justru dapat
mengakibatkan Wajib Pajaknya ‘mati’. Sehingga konsekuensinya justru
belawanan dengan tujuan pemungutan pajak yaitu hilangnya penerimaan dari
sektor pajak tersebut karena Wajib Pajaknya tidak mampu mempertahankan
eksistensi.
Di sisi lain, dengan hilangnya atau tidak adanya Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap yang mengusahakan kegiatan pertambangan minyak dan gas
bumi, Indonesia akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan minyak
dan gas bumi serta hilangnya juga potensi penerimaan negara bukan pajak dari
sektor minyak dan gas bumi akibat tidak adanya perdagangan atas komoditi
tersebut. Neraca perdagangan internasional pun menjadi semakin tidak seimbang
karena adanya pembengkakan impor minyak dan gas bumi. Konsekuensinya,
penerimaan negara turun namun terjadi peningkatan pengeluaran negara. Artinya,
24
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari sektor minyak dan gas bumi
menjadi tidak sebanding dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan seperti
turunya produksi, investasi dan ekspor serta penambahan impor. Implikasi
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang besar tersebut dijelaskan oleh
Gde Pradyana sebagai berikut;
“Jadi begini, jangan kita berpikir secara sektoral. Kami mengerti bahwa
teman-teman dari pajak menginginkan penerimaan pajak sebesar-
besarnya. Tapi kalau penerimaan pajak sebesar-besarnya tadi malah
mengakibatkan wajib pajaknya mati, ya pajaknya akhirnya tidak dapat
juga. “26
Penerapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) daerah pertambangan yaitu
untuk sektor minyak dan gas bumi saat ini pelaksanaannya diatur berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 76/PMK.03/2013 jo. PMK 15/PMK.03/2012.
Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) daerah pertambangan minyak dan
gas bumi dengan melihat kepada masing-masing area yaitu area produktif, area
belum atau tidak produktif dan area emplasemen. Berikut contoh penghitungan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) daerah pertambangan minyak dan gas bumi;27
Contoh :
PT. Mutiara, sebuah usaha tambang minyak bumi yang beroperasi di pedalaman
Kalimantan menguasai atau memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan dengan
rincian sbb:
A. Bumi (Tanah )
a.Areal Produktif : 200 Ha; Nilai = Rp300,-/M2
b.Areal Belum Produktif : 300 Ha; Nilai = Rp200,-/M2
c.Areal tidak produktif : 100 Ha; Nilai = Rp150,-/M2
26
Tarik Ulur Pembebasan Pajak Eksplorasi Migas. (2013). Februari 11, 2013.
http://migasreview.com
27 Darwin, Pengenaan PBB Pertambangan Minyak dan Gas Bumi .(2012). Widyasiswara
Utama Pusdiklat Pajak. http:// bppk.depkeu.go.id
25
d.Areal Pengaman: 1 Ha; Nilai = Rp150,-/M2
e.Areal Emplasemen :
1.Pabrik : 20 Ha; Nilai = Rp900,-/M2
2.Gudang : 2 Ha; Nilai = Rp900,-/M2
3.Kantor : 1 Ha; Nilai = Rp1.000,-/M2
4.Perumahan : 5 Ha; Nilai = Rp1.100,-/M2
B. Bangunan :
1. Pabrik : 50.000 M2; Nilai = Rp365.000,-/M2
2. Gudang : 5.000 M2; Nilai = Rp429.000,-/M2
3. Kantor : 2.000 M2; Nilai = Rp505.000,-/M2
4. Perumahan : 10.000 M2; Nilai = Rp595.000,-/M2
C. Hasil penjualan minyak bumi setahun sebagai berikut:
1. Triwulan pertama produksi sebesar: 25.000 barrel dengan harga US $45
per barrel
2. Triwulan kedua produksi sebesar: 30.000 barrel dengan harga US $46 per
barrel
3. Triwulan ketiga produksi sebesar 33.000 barrel dengan harga US $45,5 per
barrel
4. Triwulan keempat produksi sebesar 34.000 barrel dengan harga US $46
per barrel.
Angka Kapitalisasi = 9,5
Kurs yang berlaku: 1 US $ = Rp9.150,00
Hitung Pajak Bumi dan Banguna (PBB) yang menjadi kewajiban PT.Mutiara
tersebut apabila NJOPTKP ditentukan sebesar Rp12.000.000,00
Maka, penghitungan Pajak Bumi dan Bangunannya adalah sebagai berikut:
26
Hasil Penjualan minyak bumi setahun sebagai berikut:
Triwulan pertama: 25.000 x 45 x 9.150 = Rp10.293.750.000,-
Triwulan kedua: 30.000 x 46 x 9.150 = Rp12.627.000.000,-
Triwulan ketiga: 33.000 x 45,5 x 9.150 = Rp13.738.725.000,-
Triwulan keempat: 34.000 x 46 x 9.150 = Rp14.310.600.000,- +
Total hasil penjualan setahun = Rp50.970.075.000,-
A. NJOP Bumi:
a. Tubuh bumi eksploitasi = 9,5 x 50.970.075.000 = Rp484.215.713.000,-
b. Areal Produktif = 200 x 10.000 x 300,- = Rp 600.000.000,-
c. Areal Belum Produktif = 300 x 10.000 x 200 = Rp 600.000.000,-
d. Areal Tidak Produktif: 100 x 10.000 x 150 = Rp 150.000.000,-
e. Areal Pengaman = 1 x 10.000 x 150 = Rp 1.500.000,-
f. Areal Emplasemen:
1. Pabrik: 20 x 10.000 x 900 = Rp 180.000.000,-
2. Gudang: 2 x 10.000 x 900 = Rp 18.000.000,-
3. Kantor: 10.000 x 1.000 = Rp 10.000.000,-
4. Perumahan: 5 x 10.000 x 1.100 = Rp 55.000.000,-
Jumlah Nilai Bumi: = Rp485.830.213.000,-
Nilai Bumi/M2 = 485.830.213.000/6.290.000 = Rp77.238,51
Hasil konversi: Kelas 105 = Rp78.000,-/M2
NJOP Bumi seluruhnya = 6.290.000 x Rp78.000 = Rp490.620.000.000,-
27
B. NJOP Bangunan:
1. Pabrik: 50.000 x 365.000 = Rp 18.250.000.000,-
2. Gudang: 5.000 x 429.000 = Rp 2.145.000.000,-
3. Kantor: 2.000 x 505.000 = Rp 1.010.000.000,-
4. Perumahan: 10.000 x 595.000 = Rp 5.950.000.000,-
Jumlah Nilai Bangunan: = Rp 27.355.000.000,-
Nilai Bangunan/M2 = 27.355.000.000/67.000 = Rp408.283,58
Hasil konversi: Kelas 082 = Rp408.000,-/M2
NJOP Bangunan seluruhnya = 67.000 x Rp408.000,- = Rp27.336.000.000,-
Jumlah total NJOP Bumi dan Bangunan: = Rp517.956.000.000,-
NJOPTKP: = Rp 12.000.000,- -
NJOP untuk perhitungan PBB: = Rp517.944.000.000,-
PBB= 0,5% x 40% x 517.944.000.000 = Rp1.035.888.000,-
Contoh penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) minyak dan gas bumi
tersebut menunjukkan bahwa beban Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih
cukup besar yang harus ditanggung oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.
Insentif Pajak untuk sektor pertambangan minyak dan gas bumi pada
dasarnya telah diberikan oleh Pemerintah. Hal ini dilakukan oleh Pemerintah
dalam bentuk pengembalian biaya operasional yang dikeluarkan oleh industri hulu
minyak dan gas bumi. Insentif pajak tersebut berkaitan dengan Pajak Penghasilan
28
yang dipungut berdasarkan penghasilan netto yaitu penghasilan setelah dikurangi
oleh biaya. Biaya operasional yang dapat dikembalikan, dalam arti mendapat
pengembalian dari Pemerintah, berlaku bagi kontrak bagi hasil dan kontrak jasa di
bidang usaha hulu minyak dan gas bumi. Peraturan yang mengatur mengenai cost
recovery atau biaya yang dapat diganti tersebut adalah Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan
Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Berdasarkan peraturan tersebut, dalam Pasal 11 menerangkan mengenai biaya
operasi yang dapat dikembalikan yaitu antara lain adalah biaya umum dan
administrasi termasuk di dalamnya pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak. Namun,
pajak yang dapat dikembalikan hanya pajak tidak langsung, pajak daerah, dan
retribusi daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor
28 Tahun 2009, pajak daerah yang dipungut pemerintah daerah antara lain Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor(PBBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak