Top Banner
BAB 1. PENDAHULUAN Transien visual loss atau amaurosis fugax adalah kehilangan fungsi visual secara mendadak (sebagian atau menyeluruh) pada salah satu mata atau kedua mata selama kurang dari 24 jam (Skuata et al., 2011). Amarousis fugax berasal dari bahasa Yunani, “amaurosis” yang berarti gelap dan bahasa Latin, “fugax” yang berarti “cepat berlalu” sehingga dapat disimpulkan sebagai hilangnya penglihatan sementara pada satu atau kedua mata (Givre dan Stavern, 2011). Transien visual loss (TVL) dapat disebabkan karena penyebab vaskular, neurologik, dan oftalmik. Transien visual loss umumnya terjadi karena berkurangnya penyediaan darah pada sistem visual afferen, yang disebabkan stenosis atau oklusi arteri primer (misalnya arteri karotis) atau oklusi arteri sekunder (misalnya arteri retina sentral) yang merupakan hasil dari emboli dari tempat yang jauh (misalnya dari arteri karotis interna, aorta, atau jantung), vasospasme (misalnya karena dipicu oleh migrain), atau sistemik hipoperfusi (Sandhya, 2010). Pada pasien berusia kurang dari 50 1
37

BAB 1-3 Transien Visual Loss

Aug 10, 2015

Download

Documents

transien visual loss refarat bab 1-3
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 1-3 Transien Visual Loss

BAB 1. PENDAHULUAN

Transien visual loss atau amaurosis fugax adalah kehilangan fungsi visual

secara mendadak (sebagian atau menyeluruh) pada salah satu mata atau kedua mata

selama kurang dari 24 jam (Skuata et al., 2011). Amarousis fugax berasal dari bahasa

Yunani, “amaurosis” yang berarti gelap dan bahasa Latin, “fugax” yang berarti “cepat

berlalu” sehingga dapat disimpulkan sebagai hilangnya penglihatan sementara pada

satu atau kedua mata (Givre dan Stavern, 2011).

Transien visual loss (TVL) dapat disebabkan karena penyebab vaskular,

neurologik, dan oftalmik. Transien visual loss umumnya terjadi karena berkurangnya

penyediaan darah pada sistem visual afferen, yang disebabkan stenosis atau oklusi

arteri primer (misalnya arteri karotis) atau oklusi arteri sekunder (misalnya arteri

retina sentral) yang merupakan hasil dari emboli dari tempat yang jauh (misalnya dari

arteri karotis interna, aorta, atau jantung), vasospasme (misalnya karena dipicu oleh

migrain), atau sistemik hipoperfusi (Sandhya, 2010). Pada pasien berusia kurang dari

50 tahun, transien visual loss dapat disebabkan karena migrain dan sistemik

hipoperfusi sedangkan transien visual loss pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun

disebabkan karena penyakit serebrovaskuler dan arteritis sel raksasa dapat

dipertimbangkan (Skuata et al., 2011).

Pada transien visual loss menetapkan apakah monokuler atau binokuler adalah

hal yang penting karena dapat dipertimbangkan untuk mengetahui lokasi lesi. Pada

transien monokuler visual loss (TMVL) menunjukkan kelainan pada prekiasma

misalnya karena kelainan vaskular (oklusi arteri retina sentral), kelainan saraf optik

(papil edema, saraf optik drusen), dan patologi okuler (hifema sekunder, intermiten

glaukoma sudut tertutup). Sedangkan pada transien binokuler visual loss (TBVL)

menunjukkan kelainan pada kiasma atau postkiasma misalnya karena migrain, lesi

1

Page 2: BAB 1-3 Transien Visual Loss

massa pada oksipital, dan iskemik pada oksipital (emboli, vaskulitis, hipoperfusi)

(Skuata et al., 2011; Givre dan Stavern, 2011).

2

Page 3: BAB 1-3 Transien Visual Loss

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Transien visual loss atau amaurosis fugax adalah kehilangan fungsi visual

secara mendadak (sebagian atau menyeluruh) pada satu atau kedua mata selama

kurang dari 24 jam (Skuata et al., 2011). Amarousis fugax berasal dari bahasa

Yunani, “amaurosis” yang berarti gelap dan bahasa Latin, “fugax” yang berarti “cepat

berlalu” sehingga dapat disimpulkan sebagai hilangnya penglihatan sementara pada

satu atau kedua mata (Givre dan Stavern, 2011).

2.2 Patofisiologi

Transien visual loss (TVL) adalah suatu defisit fokal neurologik yang

reversible dalam waktu kurang dari 24 jam dengan prinsip patofisiologinya adalah

iskemik. Iskemik terjadi pada oklusi pembuluh darah yang sementara yang melalui 3

mekanisme yaitu tromboemboli, vasospasme, dan kompresi (Burde et al., 1992).

2.2.1 Oklusi

Sirkulasi pembuluh darah pada mata untuk sementara waktu terblok karena

emboli yang berasal dari pembuluh darah yang berasal jauh dari mata. Umumnya,

sumber emboli adalah ulserasi dari ateroma arteri besar, mengumpulkan fibrin dan

platelet, membentuk emboli yang dapat menutup (oklusi) sebagian atau seluruh

pembuluh darah. Bagian dari trombus terpecah dan mengikuti aliran pembuluh darah

dan menempel pada pembuluh darah lain (Transient Ischemic Attack atau TIA).

Selain itu, transien visual loss dapat terjadi pada trombosis sementara dari

pembuluh darah kecil yang memberi makan dan dekat pada mata atau visual korteks.

Mekanisme yang terjadi adalah lipohyalinosis, vaskulitis, dan hiperkoagulasi.

Lipohyalinosis merupakan proses yang berhubungan dengan hipertensi sistemik yang

3

Page 4: BAB 1-3 Transien Visual Loss

mempengaruhi lumen dari arteri kecil sehingga menyebabkan infark. Vaskulitis pada

umumnya terjadi pada arteritis sel raksasa. Hiperkoagulasi terjadi pada anemia sickle

cell, makroglobulinemia, dan multiple mieloma.

Transien visual loss dengan penyakit ateroma karotis memiliki sindrom

hilangnya penglihatan yang monokuler yang bertahan selama 15 menit, tetapi pada

umumnya kurang dari 5 menit. Pasien mengeluhkan adanya bayangan ke bawah atau

ke atas pada seluruh lapang pandangannya, sentral skotoma, kehilangan penglihatan

perifer, atau “Swiss cheese” pola pada penglihatan yang kabur secara tidak teratur

polanya. Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan yang keseluruhan hitam,

coklat, atau keabu-abuan tetapi lebih mudahnya pasien mengeluhkan penglihatan

yang kabur. Pasien juga mengeluhkan adanya fotopsia (melihat cahaya yang silau).

2.2.2 Vasospasme

Vasospasme menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid dan krisis

hipertensi serta migrain. Vasospasme pada arteri retina dapat menyebabkan transien

monokuler visual loss yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

2.2.3 Kompresi

Kompresi dari pembuluh darah yang menutrisi jalur visual jarang

menyebabkan transien visual loss. Mekanisme ini termasuk papil edema, dimana

tekanan pembuluh darah pada saraf yang membengkak menyebabkan pandangan

gelap pada seluruh lapang pandang pada satu atau dua mata yang bertahan selama

beberapa detik. Pada awalnya pasien tidak menghiraukannya, tetapi gejala ini dapat

kambuh lagi apabila dipicu dengan berdiri atau valsava maneuver. Pada pemeriksaan

fundus menunjukkan adanya papil edema.

4

Page 5: BAB 1-3 Transien Visual Loss

2.3 Klasifikasi

Menurut Sandhya et al. (2010) penyebab-penyebab umum terjadinya transien

visual loss (TVL) sebagai berikut:

2.3.1 Transien monokuler visual loss (TMVL)

Tabel 2.1 Etiologi Transien Monokuler Visual Loss (TMVL)

Vaskuler Oklusi Arteri Retina Sentral

Arteritis Sel Raksasa

Neurologik Retina Migrain

Optalmik Papil Edema

Saraf Optik Drusen

Optik Neuritis

Sumber: Sandhya et al. (2010).

2.3.2 Transien Binokuler Visual Loss (BMVL)

Tabel 2.2 Etiologi Transien Binokuler Visual Loss (TBVL)

Vaskuler Transien Iskemik Attack (TIA)

Oklusi Bilateral Arteri Karotis

Neurologik Migrain Aura

Trauma Kepala

Optalmik Papil Edema

Saraf Optik Drusen

Sumber: Sandhya et al. (2010).

Keterangan:

5

Page 6: BAB 1-3 Transien Visual Loss

1. Oklusi Arteri Retina Sentral (Ilyas, 2005; James et al., 2005)

Definisi

Oklusi arteri retina sentral adalah sumbatan pada pembuluh darah retina

sentral, biasanya tersumbat pada lamina kribrosa. Arteri retina sentral

merupakan cabang dari arteri oftalmika hanya menyebabkan iskemi pada

retina bagian dalam dan biasanya mengenai satu mata serta terjadi pada usia

tua dan usia pertengahan.

Etiopatogenesis

Oklusi arteri retina sentral dapat disebabkan oleh radang arteri, trombus

dan emboli pada arteri, spasme pembuluh darah, akibat terlambatnya

pengaliran darah, arteritis sel raksasa, dan trauma. Emboli merupakan

penyebab penyumbatan arteri sentral yang paling sering yang berasal dari

penyakit emboli jantung dan carotid palque. Penyebab lainnya antara lain

migrain dan keracunan alkohol. Perlambatan aliran pembuluh darah retina

terjadi pada peninggian tekanan intraokluer, stenosis aorta atau arteri karotis.

Pada oklusi retina sentral yang berasal dari emboli, menurut James et al.

(2005) terdapat 3 tipe dari emboli:

1. Emboli fibrin-platelet biasanya berasal dari penyakit arteri karotis;

2. Emboli kolestrol biasanya berasal dari penyakit karotis;

3. Emboli kalsifikasi dari penyakit katub jantung.

Manifestasi Klinik

Pasien mengeluhkan kehilangan mendadak seluruh atau sebagian

penglihatan tanpa rasa nyeri. Emboli fibrin-platelet menyebabkan kehilangan

penglihatan yang mengambang ketika emboli berjalan pada sirkulasi retina

(amaurosis fugax). Hal ini dapat berlangsung selama beberapa menit dan

kemudian menghilang. Emboli kolesterol dan kalsifikasi dapat menyebabkan

obstruksi permanen tanpa perbaikan penglihatan (juga terlihat pada pembuluh

darah retina pada individu asimtomatik). Obstruksi arteri retina sentral

seringkali disebabkan oleh emboli, meski bila terletak jauh di bawah

6

Page 7: BAB 1-3 Transien Visual Loss

percabangan arteri di belakang papil saraf optik, tidak dapat dilihat. Pada

pasien muda, kehilangan penglihatan sementara dapat disebabkan karena

migren.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik didapatkan reaksi pupil yang lemah dan

anisokoria. Pada funduskopi akan terlihat serangkaian emboli platelet putih

dapat dilihat berjalan dengan cepat melalui satu pembuluh darah; lebih sering

emboli kolesterol berwarna kuning cerah didapatkan mengoklusi titik

percabangan arteri. Retina yang terkena secara akut membengkak dan

berwarna putih (edematosa), sementara fovea yang berwarna merah (cherry

red spot) karena tidak mendapat darah dari sirkulasi retina, tidak

membengkak, dan koroid normal dapat dilihat melalui fovea. Setelah

beberapa minggu, lempeng menjadi pucat (atrofik) dan arteriol mengalami

penebalan. Kondisi ini kadang juga dapat disebabkan oleh vaskulitis seperti

pada arteritis sel raksasa.

Gambar 2.1 Oklusi Arteri Retina Sentral dengan Makula Opaque dan Cherry Red

Spot (Regillo et al., 2011)

7

Page 8: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Pasien membutuhkan pemeriksaan vaskular yang teliti karena penyakit

pada mata dapat merefleksikan penyakit vaskular sistemik. Pencarian penyakit

arteri karotis harus dilakukan dengan menilai kekuatan pulsasi arteri karotis

dan mendengarkan bruit. Penyakit jantung iskemik, klaudikasio perifer, dan

hipertensi mungkin ditemukan. Endarterektomi karotis dapat diindikasikan

untuk mencegah kemungkinan emboli serebral jika terdapat stenosis arteri

karotis yang lebih besar dari 75%. Ultrasonografi Doppler memungkinkan

pencitraan non-invasif pada arteri karotis dan vertebralis untuk mendeteksi

stenosis.

Diagnosis Banding

Sumbatan vena retina sentralis dan retinopati e.c. oklusi karotis.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan akut oklusi arteri retina sentral dan cabang ditujukan

pada arteriol yang berdilatasi sehingga memungkinkan emboli berjalan ke

arah distal. Selain itu, penatalaksanaan dini dapat dengan menurunkan tekanan

intraokuler dengan asetazolamid intravena atau parasentesis (satu jarum

dimasukkan ke dalam bilik mata depan untuk mengeluarkan akueous sehingga

tekanan intraokuler turun dengan cepat). Vasodilator pemberian bersama

antikoagulan dan diberikan steroid bila diduga terdapatnya peradangan. Pasien

dengan oklusi arteri sentral harus secepatnya diberikan O2.

Prognosis

Secara umum prognosisnya kurang begitu bagus tergantung pada letak dan

lamanya terjadi oklusi maka kadang-kadang visus dapat kembali normal tetapi

lapang pandang menyempit dan kerusakan retina yang irreversibel hanya

berlangsung selam 90 menit.

2. Arteritis Sel Raksasa (Calvo-Romero, 2003; James et al., 2005)

8

Page 9: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Definisi

Arteritis Sel Raksasa (Arteritis Giant Cell atau GCA atau temporal

arteritis) adalah vaskulitis sistemik yang meliputi pembuluh darah berukuran

besar dan medium, terutama percabangan ekstrakranial dari arteri karotis.

Arteritis Sel Raksasa merupakan penyakit autoimun yang timbul pada pasien

yang umumnya berusia lebih dari 60 tahun. Penyakit ini mengenai arteri

dengan lamina elastika interna dan dapat timbul dengan kombinasi kehilangan

penglihatan mendadak (amaurosis fugax), nyeri tekan kulit kepala, nyeri

ketika mengunyah (klaudikasio rahang), nyeri bahu, dan malaise.

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang umumnya terjadi adalah sindrom konstitusional

(astenia, anoreksia, dan berat badan menurun), demam, adanya onset baru

sakit kepala, klaudikasio rahang, komplikasi iskemik visual dan kebutaan

irreversibel karena neuropati anterior iskemik optik dan biasanya diikuti

amourosis fugax, dan manifestasi audiovestibular (nistagmus dan

pendengaran menurun) biasanya ditandai dengan penurunan tajam

penglihatan, defek lapang pandang (berkurangnya atau hilangnya setengah

bagian bawah lapang pandang), lempeng optik yang membengkak dan

mengalami perdarahan dengan retina dan pembuluh darah retina normal

dimana pada neuropati optik iskemik arteritis lempeng dapat terlihat pucat,

dan arteri temporal nyeri pada penekanan. Manifestasi klinik yang tidak

umum adalah demam tinggi, pembesaran arteri oksipital, fasial dan

postaurikular, paresis otot okular, dan stroke iskemik.

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis Arteritis Sel Raksasa

9

Page 10: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Sumber: Calvo-Romero (2003).

Etiologi

Arteritis Sel Raksasa merupakan kelainan inflamasi kronik pada

pembuluh darah berukuran sedang dan besar akibat akumulasi dan hubungan

dengan HLA-DR4 haplotype (presdiposisi genetik). Penelitian imunologik

menunjukkan adanya aktivasi T-cell dan makrofag pada dinding pembuluh

darah yang memunculkan sitokin menyebabkan kalsifikasi pada membran

elastik interna pada pembuluh darah arteri.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Jika didapatkan arteritis sel raksasa, LED dan protein reaktif-C biasanya

sangat meningkat. Biopsi arteri temporal sering membantu namun mungkin

tidak dapat mengarahkan diagnosis, terutama jika hanya spesimen kecil yang

diperiksa karena penyakit ini dapat melewati suatu bagian arteri. Pada biopsi

arteri temporal yang menunjukkan adanya vaskulitis yang ditandai dengan

predominan infiltrat mononuklear atau granuloma dan dengan multinukleat

sel raksasa.

Arteritis sel raksasa juga dapat timbul sebagai oklusi arteri retina sentral

dimana pembuluh darah terkena secara sekunder akibat arteritis pada arteri

oftalmika. Pemeriksaan penunjang pasien yaitu sebagai berikut:

1. Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia;

2. Pemeriksaan tekanan darah dan kadar gula darah;

10

Page 11: BAB 1-3 Transien Visual Loss

3. LED dan protein reaktif-C untuk memeriksa arteritis sel raksasa.

Gambar 2.2 Arteritis Sel Raksasa (Hazel dan Starr, 2007)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan arteritis sel raksasa adalah steroid dosis tinggi

(prednison 40-60 mg perhari) dan dikurangi dosisnya perlahan 1-2 bulan.

Visual loss karena arteritis sel raksasa dapat dengan steroid oral atau

intravena dan dosis diturunkan secara perlahan selama minggu-minggu

berikutnya sesuai gejala dan respon LED atau protein reaktif-C dengan

pemberian suplemen calcium dan vitamin D sebagai tambahan terapi. Steroid

tidak akan mengembalikan hilangnya penglihatan namun untuk mencegah

terlibatnya mata kontralateral.

Prognosis

11

Page 12: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Penglihatan tidak akan kembali pulih bila telah menghilang dan

progresivitas mata kontralateral terlibat dengan cepat pada arteritis sel raksasa

yang tidak diobati. Kematian pada arteritis sel raksasa disebabkan karena

penyakit kardiovaskular.

3. Retina Migrain (Nazario, 2012)

Definisi

Retina migrain dapat disebut juga sebagai oftalmik atau monokuler

migrain yang dapat menyebabkan penglihatan menghilang selama kurang dari

1 jam. Masalah ini sangat jarang terjadi dengan prevalensi 1:200 terjadi pada

orang yang terkena migrain.

Manifestasi Klinik

Adanya gangguan penglihatan pada satu mata (mata silau, adanya blind

spot pada lapang pandang, kebutaan pada mata), sakit kepala/migrain yang

bertahan dari 4 jam sampai 72 jam (pada salah satu bagian kepala, mulai

ringan sampai berat, berdenyut, memberat apabila beraktivitas), nausea,

muntah, dan sensitivitas cahaya atau suara.

Etiologi

Etiologi pasti masih belum diketahui tetapi menurut pendapat para ahli

disebabkan karena adanya spasme pada pembuluh darah di retina.

12

Page 13: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Gambar 2.3 A. Fundus Selama Amaurosis. Saraf Optik Hiperemi dan Bengkak serta

Penyempitan Vaskuler (Panah). B. Fundus Setelah Amaurosis . Normal Vaskuler (Panah).

(Troost, 2006)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaannya dengan aspirin, tricyclic antidepressan, dan beta

bloker.

4. Papil Edema (Ilyas, 2005; James et al., 2005)

Definisi

Pembengkakan saraf optik yang biasanya disebabkan peningkatan

tekanan intrakranial, hipertensi maligna, atau trombosis vena retina sentral.

Biasanya terdapat bilateral, papil saraf optik bengkak dan menonjol dengan

reaksi pupil normal. Pada permulaan penglihatan tidak terganggu yang

mungkin dengan bintik buta agak melebar tanpa rasa sakit pada pergerakan

mata. Bila tidak diobati akan berakhir dengan atrofi papil sekunder dengan

hilangnya penglihatan dan reaksi pupil normal.

13

Page 14: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Bengkaknya papil saraf optik disebabkan oleh tertahannya aliran axoplasmik

disertai edema intra-axonal papil saraf optik. Ruang subaraknoid pada otak

dilanjutkan langsung dengan pembungkus saraf optik. Tekan cairan cerebrospinal

(LCS) meningkat, maka tekanan akan diteruskan ke saraf optik, dan pembungkus

saraf optik bekerja sebagai suatu tourniquet untuk trasport axoplasmik. Hal ini

mengakibatkan penumpukan material didaerah lamina kribrosa yang bengkak.

Gambar 2.4 Saraf Optik Papilledema (1-A) dan Normal (1-B) (Piovesan et al., 2002)

Pada pemeriksaan didapatkan lempeng optik membengkak, tepinya tidak jelas,

dan kapiler superficial mengalami dilatasi sehingga terlihat abnormal. Tidak ada

pulsasi venaspontan pada vena retina sentral, titik buta yang lebar ditemukan pada tes

lapang pandang sesuai dengan pembengkakan papil saraf optik. Pada edema papil

kronis, lapang pandang menyempit. Namun, defek lapang pandang dapat diakibatkan

oleh lesi desak ruang yang menyebabkan edema pupil, dan apabila tanda-tanda

neurologis tidak normal dapat mengindikasikan letak lesi desak ruang.

Etiologi

14

Page 15: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Tabel 2.3 Penyebab Pembengkakan Lempeng Optik

Sumber: James et al. (2005).

Manifestasi Klinik

15

Page 16: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Gambaran yang penting dari pembengkakkan lempeng akibat

peningkatan tekanan intracranial adalah tidak adanya kehilangan penglihatan

akut yang berlangsung lama. Beberapa pasien dapat mengalami kehilangan

penglihatan sementara yang berlangsung selama beberapa detik ketika

berubah posisi (obscuration). Gambaran lain peningkatan tekanan intracranial

adalah sakit kepala (memburuk saat bangun tidur dan batuk), mual, muntah,

diplopia (karena palsi saraf keenam), dan gejala neurologis.

Pemeriksaan Penunjang

CT scan dan MRI akan mengidentifikasi suatu lesi desak ruang atau

pembesaran ventrikel.

Penatalaksanaan

Tekanan intracranial dapat meningkat dan terdapat pembengkakan

lempeng tanpa bukti adanya abnormalitas intrakranial dan tanpa dilatasi

ventrikel pada pemindaian. Meski kehilangan penglihatan akut permanen

bukan merupakan tanda edema papil, namun jika saraf optik tetap

membengkak dalam beberapa minggu maka akan menyebabkan penyempitan

lapang pandang yang progresif. Maka penting untuk menurunkan tekanan

intrakranial melalui pengobatan dengan aetazolamid oral, pembuatan pirau

ventrikuloperitoneal, dan dekompresi saraf optik dimana satu lubang kecil

dibuat pada lapisan yang menyelubungi saraf optik sehingga memungkinkan

drainase LCS dan menurunkan tekanan LCS di sekitar saraf optik anterior.

Prognosis

Dubia

5. Saraf Optik Drusen (Regillo et al., 2011)

Definisi

16

Page 17: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Saraf optik drusen adalah kumpulan protein dan kalsium abnormal

globular yang terakumulasi pada saraf optik dan biasanya lebih sering pada

kedua mata daripada pada satu mata.

Manifestasi Klinik

Saraf optik drusen biasanya diketahui saat pemeriksaan mata rutin karena

biasanya tidak ada simptomnya. Pada umumnya pasien tidak menyadari

karena hilangnya penglihatan seperti kabut dan hanya beberapa detik. Saraf

optik dapat keliru dengan papil edema karena memiliki gejala yang sama yaitu

pembengkakan saraf optik dari kenaikan tekanan intrakranial.

Etiologi

Saraf optik drusen pada umumnya tidak mengganggu penglihatan tapi

bagaimanapun juga dapat menyebabkan perifer vision loss secara perlahan

dan minimal dengan tanpa nyeri

Pemeriksaan Fisik

Saraf optik drusen dengan oftalmoskop ketika masih superficial dapat

terlihat badan kuning yang berkilau dibawah permukaan saraf optik. Tetapi

apabila lebih dalam lagi diperlukan pemeriksaan tambahan berupa ultrasound

dan apabila drusen menjadi lebih kalsifikasi dapat dideteksi dengan CT scan.

Tes lapang pandang (konfrotasi) penting untuk menilai defek penglihatan

perifer.

17

Page 18: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Gambar 2.5 Saraf Optik Normal (Regillo et al., 2011)

Gambar 2.6 Saraf Optik Drusen (Regillo et al., 2011)

Penatalaksanaan

Tidak ada standar yang baku dalam penatalaksanaan saraf optik drusen.

Monitoring lapang pandang sangat penting untuk mendeteksi perkembangan

kehilangan lapang pandang.

18

Page 19: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Prognosis

Kebanyakan pasien dengan saraf optik drusen memiliki sentral

penglihatan yang normal tetapi bagaimanapun lebih dari 70% kehilangan

penglihatan perifer.

6. Optik Neuritis (Ilyas, 2009)

Definisi

Kelainan penglihatan turun mendadak tanpa tanda radang ekstaraokuler.

Neuritis disebabkan idiopatik, sklerosis multiple sedang pada anak oleh

marbili, parotitis, dan cacar air. Neuritis optik dapat merupakan gejala dini

atau permulaan penyakit multiple sklerosis. Neuritis idiopatik lebih sering

pada perempuan umur 20-40 tahun bisanya unilateral. Pada anak maupun

orang dewasa neuritis idiopatik tidak dapat bilateral.

Manifestasi Klinik

Penglihatan warna akan terganggu. Awalnya akan normal selama

beberapa minggu, akan terlihat sedikit redup, dan papil akan terlihat pucat.

Terdapat papilitis merupakan peradangan saraf optik. Terdapat rasa sakit

disekitar mata terutama jika digerakan. Turunnya penglihatan yang

berlangsung intermiten dan sembuh dengan sempurna biasanya berlangsung 2

minggu. Tetapi akan mengakibatkan atrofi papil saraf optik parsial atau total.

Gangguan lapang pandangan sentral atau sekosentral.

19

Page 20: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Gambar 2.1 Optik Neuritis (Regillo et al., 2011)

Penatalaksanaan

Pengobatan neuritis, papilaritis, neuritis retrobulbar adlah kortikosteroid

atau ACTH. Antibiotik untuk menahan infeksi sebagai penyebab. Pada

neuritis unilateral bisa sembuh spontan sesudah 4-6 minggu

Prognosis

Dubia

2.4 Manifestasi Klinik

2.4.1 Usia

Pada pasien yang lebih muda penyebabnya karena migrain sedangkan pada

pasien lebih tua penyebabnya karena penyakit cerebrovaskuler.

2.4.2 Faktor Resiko

Faktor resiko vaskuler (hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, dan

merokok), penyakit kardovaskuler (penyakit jantung koroner, penyakit katub

20

Page 21: BAB 1-3 Transien Visual Loss

jantung, atrial fibrilasi, dan stroke), dan migrain yang mempengaruhi

pandangan.

2.4.3 Faktor Pemicu

Perubahan postural dapat terjadi bersamaan dengan papil edema dan giant cell

arteritis atau karena adanya massa pada intraorbital (tumor).

2.4.4 Onset

Apabila onset altitudinal pada transien visual loss (seperti tirai atau bayangan

yang menurun) dapat mengindikasi oklusi embolik aterial dan pada onset

konsentris dapat mengindikasi penyebab vasospasme atau neurologik.

2.4.5 Durasi

Pada papil edema dan optik nerve drusen durasinya selama beberapa detik.

Pada retinal emboli atau transient iskemik attack (TIA) selama beberapa menit

biasanya kurang dari 15 menit, dan pada migrain biasanya durasinya lebih

dari 15 menit.

2.4.6 Manifestasi Klinik Penyerta

Tedapat gejala penyerta selama serangan misalnya sakit kepala, fenomena

visual positif (penglihatan kelihatan ada benda yang berkilau-kilau), dan

simptom neurologik fokal. Pada pasien suspek arteritis giant cell dapat disertai

gejala penyerta sakit kepala, kekakuan rahang dan polimialgia.

2.5 Pemeriksaan

Evaluasi Oftalmologi

Dengan evaluasi funduskopi dapat mengevaluasi pasien TVL terutama pada

pasien dengan suspek arteritis giant cell, penyakit vena retina, dan okular

penyebab visual loss.

Sedimen rate eritrosit dan C-reaktif protein

Pada semua pasien dengan usia lebih dari 50 tahun dengan transien

monokuler visual loss dan transien binokuler visual loss harus melakukan

21

Page 22: BAB 1-3 Transien Visual Loss

pemeriksaan ini kecuali pada arteritis sel raksasa. Jika pada pemeriksaan

adanya peningkatan, pasien perlu dikonfirmasi dengan biopsi arteri temporal.

Carotid Imaging

Carotid duplek ultrasound, magnetik resonance angiografi atau CT angiografi

perlu dilakukan pada pasien lebih dari 50 tahun dan dengan pasien yang lebih

muda dengan faktor resiko (diabetes, hipertensi, dan hiperlipidemia).

Evaluasi jantung

Ketika arteritis sel raksasa dan penyakit karotis telah disingkar diagnosanya,

diperlukan evaluasi untuk penyakit yang bersumber dari jantung (emboli,

iskemik) dapat dengan menggunakan echocardiography dan ECG.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan transien visual loss sesuai dengan penyebabnya. Apabila

penyebabnya dicurigai karena iskemik maka pasien perlu dicari faktor resiko dan

pemeriksaan yang menunjang untuk evaluasi kardiovaskular dan cerebrovaskular

dan diobati sesuai dengan diagnosanya. Pemeriksaan darah lengkap diperlukan

untuk menyingkarkan anemia, pemeriksaan marker inflamasi (protein reaktif-C)

untuk menegakkan diagnosis arteritis sel raksasa, dan neuroimaging (CT scan,

MRI) penting untuk mendiagnosa kelainan intrakranial yang berpengaruh

terhadap penglihatan. Tetapi apabila pada beberapa kasus apabila diagnosanya

masih belum pasti diperlukan kontrol yang lebih lanjut.

2.7 Prognosis

Prognosis transien visual loss pada orang muda lebih baik daripada orang

dewasa dan orang tua.

22

Page 23: BAB 1-3 Transien Visual Loss

BAB 3. PENUTUP

Penyebab tersering dari transien visual loss ada beberapa macam mulai dari

kondisi yang ringan sampai kondisi yang serius dari sistem saraf dan sistem

persarafan mata.

1. Gejala yang didapat dari transien visual loss yang penting adalah ada distensi

dari monokular dan binokular, kedua keadaan ini saling berhubungan. Gejala

yang penting yang dapat membantu menegakkan diagnosis adalah durasi,

onset, presentasi dari positif visual fenomena, faktor pemicu dan gejala-gejala

lainnya yang berhubungan.

2. Iskemi pada arteri karotis merupakan penyebab tersering dari transien

monokuler visual loss.

3. Arteritis sel raksasa tidak termasuk penyebab tersering dari transien

monokuler visual loss tetapi apabila tidak diobati akan menyebabkan

permanen visual loss.

4. Pemeriksaan penunjang (LED dan protein reaktif-C) diperlukan pada pasien

usia lebih dari 50 tahun dengan transien monokuler visual loss atau transien

binokuler visual loss.

23

Page 24: BAB 1-3 Transien Visual Loss

DAFTAR PUSTAKA

Bacigalupi, M. 2006. Amaurosis Fugax – A Clinical Review. IJAHSP. Vol. 4 (2): 1-6.

Burde, R.M., Savino, P.J., dan Trobe, J.D. 1992. Clinical Decisions in Neuro-Ophthalmology. Edisi 2. USA: The C.V. Mosby Company.

Calvo-Romero, J.M. 2003. Giant Cell Arteritis. Orphanet Encyclopedia.

Caplan, L.R. dan Hertzer, N.R. The Management of Transient Monocular Visual Loss. J Neuro-Ophthalmol. Vol. 24 (4): 304-312.

Crick, R.P. dan Khaw, P.T. 2003. A Textbook of Clinical Ophthalmology. Edisi 3. Singapore: World Scientific.

Despopoulos, A. dan Silbernagl, S. 2003. Color Atlas of Physiology. Edisi 5. New York: Thieme.

Duong, D.K, Leo, M.M, dan Mitchell, E.L. 2008. Neuro-Ophthalmology. Emergency Medicine Clinics of North America. Vol. 26: 137-180.

Gan, K.D., Mouradian, M.S., Weis, E., dan Lewis, J.R. 2005. Transient Monocular Visual Loss and Retinal Migraine. CMAJ. Vol. 173 (12): 1441-1442.

Givre, S. dan Stavern, G.P.V. 2011. Amaurosis fugax (Transient Monocular or Binocular Visual Loss). Wolters Kluwer Health. http://www.uptodate.com/ contents/amaurosis-fugax-transient-monocular-or-binocular-visual-loss# subscribeMessage .

Harrison, T.R. 2005. Principles of Internal Medicine. Edisi 16. New York: McGraw-Hill.

Hazel, E., dan Starr, M. 2007. Giant Cell Arteritis: An Update on Diagnosis and Management. Geriatrics and Aging Medscape. Vol. 10 (6): 389-392.

Ilyas, S. 2005. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

24

Page 25: BAB 1-3 Transien Visual Loss

Ilyas, S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Imes, C.R.K. dan Hoyt, W.E. 1989. Exercise Induced Transient Visual Events in Young Healthy. New York Raven Press. Journal of Clinical Neuro-Ophthalmology. Vol. 9 (3): 178-180.

James, B., Chew, C., dan Bron, A. 2005. Lectures Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga EMS.

Nazario, B. 2012. Ocular Migrain. MywebMD www.webmd.com/migraines-headcahes/guide/ocular-migraine-basics.

Piovesan, E.J., Lange, M.C., Piovesan, L.R.M., Almeida, S.M., Kowacs, P.A., dan Werneck, L.C. 2002. Long-Term Evolution of Papilledema in Idiopathic Intracranial Hypertension. Arq Neuropsiquiatr. Vol. 60 (2): 453-457.

Regillo, C., Holekamp, N., Johnson, M.W., Kaiser, P.K., Schubert, H.D., Spaide, R., Erfirth, V.M., dan Griggs, P.B. 2011. Retina and Vitreous American Academy of Ophtalmology. Section 12. San Fransisko: LEO.

Sandhya, N. 2010. Aprroach to a Case of Transient Visual Loss. Kerala Journal of Ophthalmology. Vol. 12 (2): 167-173.

Sehu, K.W. dan Lee, W.R. 2005. Ophthalmic Pathology An Illustrated Guide For Clinicians. USA: BMJ Book dan Blackwell Publishing.

Skuata, G.L., Cantor, L.B., dan Weiss, J.S. 2011. Neuro-Ophtalmology American Academy of Ophtalmology. Section 5. San Fransisko: LEO.

Stasi, K., Ramchandran, R.S., Rao, N.A., Feldon, S.E., dan DiLeroto, D.A. 2009. Retinal Arteriolar Spasm During Transient Monocular Visual Loss in Eosinophilic Vasculity. J Neuro-Ophthalmol. Vol. 29 (1): 58-61.

Tatham, A.J. 2011. Transient Visual Loss of Vision. http://emedicine.medscape.com /article/1435495-overview

Trobe, J.D. 2005. Carotid Endarterectomy for Transient Monocular Visual Loss And Other Ischemic Condition. J Neuro-Ophthalmol. Vol. 25 (4): 259-261.

Troost, B.T. 2006. Duane’s Ophthalmology – Migrain and Other Headaches. Chapter 16. UK: Lippincott Williams and Wilkins.

25