Top Banner
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010 83 KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN KECAMATAN BARU KOTA PASURUAN Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia Telp. 62-341-567886; Fax. 62-341-551430; Telex. 31873 Unibraw IA email:[email protected] ABSTRAK Pelaksanaan program penambahan kecamatan di Kota Pasuruan dilatarbelakangi oleh pemusatan pembangunan di wilayah pusat kota. Kondisi tersebut mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pelayanan dan kurang optimalnya pembangunan. Tujuan dari studi ini adalah: (1) mengevaluasi tingkat kesenjangan perkembangan masing-masing kecamatan di Kota Pasuruan sehingga dapat diketahui kemerataan pembangunan di Kota Pasuruan, (2) menentukan pilihan terbaik dari tiga alternatif kecamatan-kecamatan baru di Kota Pasuruan, sehingga dapat tercipta suatu kota dengan tingkat kesenjangan rendah dan tingkat pembangunan tinggi, yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Hasil yang diperoleh dari studi ini adalah: (1) Kota Pasuruan memiliki tingkat kesenjangan perkembangan yang tidak terlalu besar, dengan nilai IoD 18,41. Sehingga tahapan selanjutnya yang dapat dilakukan pemerintah adalah memeratakan dan mengoptimalkan pembangunan. Hasil ini diperoleh dari analisis tingkat perkembangan, dengan variabel kepadatan penduduk, rasio tenaga kerja non-pertanian, dan rasio luas lahan terbangun; (2) alternatif yang dipergunakan untuk penambahan kecamatan baru adalah alternatif III, yang memiliki 4 kecamatan, terdiri dari 9, 9, 5, dan 11 kelurahan. Alternatif ini memiliki rata-rata nilai indeks sentralitas terkecil yaitu 60,66 serta nilai IoD (Indeks of Dissimilarty) terkecil, yaitu sebesar 11,03. Nilai tersebut diperoleh dari analisis tingkat perkembangan, analisis indeks sentralitas, dan analisis gravitasi. Variabel yang dipergunakan adalah kepadatan penduduk, rasio tenaga kerja non-pertanian, rasio luas lahan terbanguan, jenis dan jumlah sarana, serta jarak antar kelurahan. Kata kunci: Disparitas, Tingkat perkembangan, Indeks sentralitas, Gravitasi, Iod ABSTRACT The implementation of district augmentation in Pasuruan is caused by centralized development in city center. This condition affects the effectiveness and efficiency of services, and the development growth. The objectives of this study are: (1) to evaluate disparity level of development in each district, so it can be inferred whether the development is distributed evenly in Pasuruan; (2) to choose the best scenario from three alternatives. It is hoped that Pasuruan can reduce its disparity and increase development growth, thus this scenario can improve the effectiveness and efficiency of public services. The conclusions of this study are: (1) The disparity level of Pasuruan is not significantly high with IoD value 18,41, so the government next program is to optimize and distribute the development more evenly. This value is obtained from developmental level analysis using three variables, i.e: population density, non-agriculture man power ratio, and ratio of built area; (2) alternative that can be used for augmentation of new district is alternative III, wich is 4 district, each coumpounds of 9,9,5, and 11 villages. This alternative has the lowerst centrality index value of 60,66 and the lowerst IoD (Index of Dissimilarity) 11,03, concluded by using developmental level analysis, centrality index analysis and gravity analysis. Five variables used in this analysis, were: population density, non-agriculture manpower ratio, ratio of built area, types and total facilities, and distance between villages. Keywords: Disparity, Developmental level, Centrality index, Gravity , IoD (Index of Dissimilarity) PENDAHULUAN Perkembangan suatu kota dicirikan dengan perkembangan penduduknya. Perkembangan penduduk kota mempengaruhi kota dengan meluasnya wilayah terbangun dan tingginya kepadatan penduduk di beberapa bagian kota. Perkembangan kota juga dipengaruhi oleh fungsi suatu kota dimana kota tersebut mengalami peningkatan kegiatan yang menyebabkan peningkatan tuntutan ruang
12

Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Oct 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

83

KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN

KECAMATAN BARU KOTA PASURUAN

Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia

Telp. 62-341-567886; Fax. 62-341-551430; Telex. 31873 Unibraw IA

email:[email protected]

ABSTRAK

Pelaksanaan program penambahan kecamatan di Kota Pasuruan dilatarbelakangi oleh pemusatan

pembangunan di wilayah pusat kota. Kondisi tersebut mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pelayanan dan

kurang optimalnya pembangunan. Tujuan dari studi ini adalah: (1) mengevaluasi tingkat kesenjangan

perkembangan masing-masing kecamatan di Kota Pasuruan sehingga dapat diketahui kemerataan

pembangunan di Kota Pasuruan, (2) menentukan pilihan terbaik dari tiga alternatif kecamatan-kecamatan baru

di Kota Pasuruan, sehingga dapat tercipta suatu kota dengan tingkat kesenjangan rendah dan tingkat

pembangunan tinggi, yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Hasil yang diperoleh

dari studi ini adalah: (1) Kota Pasuruan memiliki tingkat kesenjangan perkembangan yang tidak terlalu besar,

dengan nilai IoD 18,41. Sehingga tahapan selanjutnya yang dapat dilakukan pemerintah adalah memeratakan

dan mengoptimalkan pembangunan. Hasil ini diperoleh dari analisis tingkat perkembangan, dengan variabel

kepadatan penduduk, rasio tenaga kerja non-pertanian, dan rasio luas lahan terbangun; (2) alternatif yang

dipergunakan untuk penambahan kecamatan baru adalah alternatif III, yang memiliki 4 kecamatan, terdiri dari

9, 9, 5, dan 11 kelurahan. Alternatif ini memiliki rata-rata nilai indeks sentralitas terkecil yaitu 60,66 serta nilai

IoD (Indeks of Dissimilarty) terkecil, yaitu sebesar 11,03. Nilai tersebut diperoleh dari analisis tingkat

perkembangan, analisis indeks sentralitas, dan analisis gravitasi. Variabel yang dipergunakan adalah

kepadatan penduduk, rasio tenaga kerja non-pertanian, rasio luas lahan terbanguan, jenis dan jumlah sarana,

serta jarak antar kelurahan.

Kata kunci: Disparitas, Tingkat perkembangan, Indeks sentralitas, Gravitasi, Iod

ABSTRACT

The implementation of district augmentation in Pasuruan is caused by centralized development in city center.

This condition affects the effectiveness and efficiency of services, and the development growth. The objectives of

this study are: (1) to evaluate disparity level of development in each district, so it can be inferred whether the

development is distributed evenly in Pasuruan; (2) to choose the best scenario from three alternatives. It is

hoped that Pasuruan can reduce its disparity and increase development growth, thus this scenario can improve

the effectiveness and efficiency of public services. The conclusions of this study are: (1) The disparity level of

Pasuruan is not significantly high with IoD value 18,41, so the government next program is to optimize and

distribute the development more evenly. This value is obtained from developmental level analysis using three

variables, i.e: population density, non-agriculture man power ratio, and ratio of built area; (2) alternative that

can be used for augmentation of new district is alternative III, wich is 4 district, each coumpounds of 9,9,5, and

11 villages. This alternative has the lowerst centrality index value of 60,66 and the lowerst IoD (Index of

Dissimilarity) 11,03, concluded by using developmental level analysis, centrality index analysis and gravity

analysis. Five variables used in this analysis, were: population density, non-agriculture manpower ratio, ratio of

built area, types and total facilities, and distance between villages.

Keywords: Disparity, Developmental level, Centrality index, Gravity , IoD (Index of Dissimilarity)

PENDAHULUAN

Perkembangan suatu kota dicirikan

dengan perkembangan penduduknya.

Perkembangan penduduk kota

mempengaruhi kota dengan meluasnya

wilayah terbangun dan tingginya kepadatan

penduduk di beberapa bagian kota.

Perkembangan kota juga dipengaruhi oleh

fungsi suatu kota dimana kota tersebut

mengalami peningkatan kegiatan yang

menyebabkan peningkatan tuntutan ruang

Page 2: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN KECAMATAN BARU KOTA

PASURUAN

84 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

untuk lokasi sarana dan prasarana kegiatan.

Perkembangan kota yang dipengaruhi oleh

dua hal tersebut menyebabkan fisik kota akan

tumbuh ke daerah-daerah pinggiran di

sekeliling kota (Tarigan, 2005).

Adanya perkembangan kota

menyebabkan terdapatnya berbagai masalah

pembangunan yang belum terpecahkan dan

masih menuntun banyak perhatian

pemerintah, antara lain adalah adanya

ketimpangan pembangunan antar

daerah/wilayah yang cukup tinggi, adanya

wilayah-wilayah tertinggal, dan persoalan

kemiskinan. Disparitas (kesenjangan)

pembangunan antar daerah dapat dilihat dari

kesenjangan dalam: pendapatan perkapita,

kualitas sumber daya manusia, ketersediaan

sarana dan prasarana dan akses ke perbankan.

(Daryanto, 2009;

http://www.akademik.unsri.ac.id/, diakses

tanggal 28 November 2009) Yunus (2000) mengemukakan bahwa

untuk meratakan pembangunan digunakan

cara perwilayahan atau regionalisasi, yaitu

pembagian wilayah nasional dalam satuan

geografi sehingga setiap bagian mempunyai

sifat tertentu yang khas. Deleniasi wilayah

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Deduktif atau divisive, cara ini

dilakukan dengan membagi wilayah

nasional menjadi wilayah-wilayah

pembangunan yang didasarkan pada

ciri-ciri tertentu dan adanya saling

keterkaitan antar wilayah.

2. Induktif atau agglomerative, cara ini

dilakukan dengan mengelompokkan

wilayah-wilayah kecil yang

mempunyai karakteristik yang sama

atau saling keterkaitan menjadi satu

wilayah pembangunan.

Perkembangan Kota Pasuruan

dilakukan dengan menambah jumlah

kecamatan yang ada, tanpa merubah batas

administratif dan luasan Kota Pasuruan.

Penambahan jumlah kecamatan ini sebagai

implikasi dari pelaksanaan otonomi daerah

yang akan dilaksanakan pemerintah kota.

Pelaksanaan program penambahan

kecamatan di Kota Pasuruan bertujuan untuk

mengurangi kesenjangan pembangunan antar

wilayah. Hal ini dikarenakan terjadinya

pemusatan pembangunan yang berada di

wilayah pusat kota. Kondisi tersebut

mempengaruhi efektivitas dan efisiensi

pelayanan dan kurang optimalnya

pembangunan.

Pembentukan kecamatan memberikan

penekanan pada kemampuan daerah masing-

masing dan tidak diatur tata cara dan kriteria

pembentukan kecamatan secara jelas. Tata

cara pembentukan kecamatan masih bersifat

umum meliputi: jumlah penduduk, luas

wilayah, jumlah desa/kelurahan dan lain

sebagainya. Untuk itu diperlukan penjabaran

lebih lanjut, secara lebih rinci tentang tata

cara dan kriteria pembentukan kecamatan

(Kepmendagri No. 4, Tahun 2000).

Pemusatan pembangunan dapat

mengakibatkan kurang optimalnya

pendayagunaan potensi fisik maupun

ekonomi di masing-masing wilayah. Hal ini

berpengaruh pada kegiatan ekonomi yang

berlangsung dan tingkat pendapatan masing-

masing wilayah, sehingga menyebabkan

timbulnya disparitas perkembangan.

Terdapat daerah (pusat kota), dimana

memiliki laju kegiatan ekonomi yang tinggi,

dan juga terdapat daerah pinggiran yang laju

kegiatan ekonominya rendah.

Penelitian ini juga mampu menjawab

tantangan pemerintah untuk melakukan

pemekaran kecamatan dengan penambahan

jumlah kecamatan. Studi ini akan

mengevaluasi tingkat kesenjangan

perkembangan masing-masing kecamatan di

Kota Pasuruan sehingga dapat diketahui

kemerataan pembangunan di Kota Pasuruan.

Penelitian ini juga dapat menentukan pilihan

dari berbagai skenario/alternatif kecamatan-

kecamatan baru di Kota Pasuruan, sehingga

dapat tercipta suatu kota dengan tingkat

kesenjangan rendah dan tingkat

pembangunan tinggi, yang dapat

meningkatkan efektivitas dan efisiensi

pelayanan publik.

METODE PENELITIAN

Variabel yang dipergunakan dalam

studi ini adalah variabel perkembangan kota

yang terdiri dari kepadatan penduduk, rasio

TK non pertanian, dan rasio luas lahan

terbangun. Selain itu juga mempergunakan

variabel jenis dan jumlah sarana serta jarak

tempuh antarkelurahan.

Page 3: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

85

Tabel 1. Penentuan Variabel dan Asumsi

Terhadap Perkembangan Kota

No. Variabel Alasan pemilihan

Asumsi

terhadap

perkembangan

kota yang

semakin tinggi

1 Kepadatan

penduduk

(sumber:

Pusporini,

2006 dan

Sujarto,

1990)

Kota adalah suatu

daerah dalam

wilayah negara yang

ditadnai oleh

sejumlah kepadatan

penduduk minimal

tertentu, keadatan

mana yang tercatat

dan teridentifikasi

pada suatu

permukiman yang

kompak. (Yunus,

2005). Kepadatan

penduduk

merupakan faktor

yang sangat penting

untuk diperhatikan

dalam perencanaan

wilayah. (Tarigan,

2005). Kepadatan

penduduk juga

merupakan salah

satu variabel ntuk

menentukan apakah

telah terjadi

keseimbangan

anatra jumlah

penduduk dengan

luas wilayah yang

didiaminya (urban

population density),

sehingga dapat

diketahui tingkat

kesenjangan

pembangunan suatu

daerah yang

sebagian besar

dipengaruhi adanya

pemmusatan

pembangunan

(faktor penyebab

pemusatan

preferensi bermukim

penduduk).

Diasumsikan

kepadatan

penduduk yang

tinggi di suatu

ota

menunjukkan

semakin

tingginya dan

semakin

beranekaragamn

ya kegiatan,

semakin

tingginya

keutuhan akan

dasilitas publi

dan semakin

tingginya fungsi

kota sebagai

pusat

permukiman.

2 Raso

jumlah

penduduk

menurut

pekerjaan

(sumber:

Pusporini,

2006 dan

Sujarto,

1990)

Kota mempunyai

fungsi sebagai

wilayah fungsional,

dimana terdapat

berbagai macam

(heteroogen)

kegiatan yang

ditunjukkan dengan

beranekaragamnya

jenis mata

pecnaharian yang

ada (Yunus, 2005).

Kota memiliki

fungsi yang berbeda,

Diasumsikan

bahwa semakin

tinggi jumlah

penduduk yang

bekerja di sektor

non pertanian di suatu kota maka

semakin tinggi

heterogenitas dan fungsi kota

sebagai pusat

pelayanan, sehingga

menyebabkan

tingginya pembangunan

No. Variabel Alasan pemilihan

Asumsi

terhadap

perkembangan

kota yang

semakin tinggi

di mana memiliki

kegiatan basis

beranekaragam.

Kegiatan basis yang

dimiliki selain

sektor penghasil

barang 9pertanian,

industri,

pertambangan) juga

meli[uti sektor

perdagangan dan

jasa (Tarigan, 2005).

Kawasan perkotaan

adalah wilayah

memiliki kegiatan

utama bukan

pertanian (UU

Penataan Ruang,

No. 26 Tahun 2007).

Rasio jumlah

penduduk menurut

pekerjaan

merupakan salah

satu variabel untuk

mengetahui

heterogenitas

pekerjaan

(nonagraris) yang

mengidentifikasi

bahwa di suatu

wilayah/daerah telah

mempunyai kegiatan

fungsional yang

tinggi sehingga

penduduk dapat

bergerak lebih

dinamis

dibandingkan

dengan penduduk

agraris.

yang

menunjukkan semakin

berkembangnya

suatu kota.

3 Rasio luas penggunaan

lahan

terbangun (sumber:

Pusporini,

2006

Kota dari tinjauan

fisik morfologisnya

merupakan salah

satu nodal point

dalam suatu wilayah

yang luas dan

merupakan

konsentrasi

penduduk yang

padat, bangunan

yang didominasi

oleh struktur

permanen dan

kegiatan-kegiatan

fungsionalnya

(Sujarto, 1990).

Variabel luas

penggunaan lahan

terbangun adalah

besaran prosentase

lahan yang tertutup

Diasumsikan semakin tinggi

rasio luas lahan

terbangun di suatu kota

menunjukkan

semakin tingginya

pembangunan

fisik binaan di kota tersebut,

yang

mengidentifikasikan semakin

tingginya

perkembangan suatu kota.

Page 4: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN KECAMATAN BARU KOTA

PASURUAN

86 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

No. Variabel Alasan pemilihan

Asumsi

terhadap

perkembangan

kota yang

semakin tinggi

bangunan pada

suatu

kota/lingkungan.

Perbandingan

prosentase yang

besar antara lahan

terbangun dan lahan

tak terbangun pada

tiap-tiap daerah

menunjukkan

adanya pemusatan

pembangunan pada

satu daerah.

4 Jumlah dan

jenis sarana

Kawasan perkotaan

adalah kawasan

dengan susunan fungsi kawasan

sebagai tempat

permukiman perkotaan,

pemusatan dan

distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial dan

kegiatan ekonomi (UU Penataan

Ruang no 26 tahun

2007). Faktor pelayanan umum

merupakan faktor

penarik terhadap penduduk dan

fungsi-fungsi

kekotaan untuk datang kearahnya.

(Yunus, 2005)

Kemerataan penyediaan sarana

dapat

mengidentifikasikan kesenjangan/ketidak

merataan

pembangunan, dimana

pengelompokan pembangunan sarana

dapat

mengakibatkan pengelompokan

aktivitas penduduk..

Diasumsikan

bahwa semakin

memusat pembangunan

sarana publik,

maka semakin memusat

pertumbuhan

suatu kota dan semakin

memusatnya

aktivitas penduduk,

sehingga

menyebabkan disparitas antar

kecamatan

semakin besar.

5 Jarak antar masing-

masing

kelurahan

Tingkat aksesibilitas mempengaruhi

kemudahan

pencapaian. Semakin mudah

pencapaian maka

diasumsikan semakin baik

prasarana

transportasinya. Ciri tersebut dimiliki

oleh kawasan

perkotaan dengan tingkat aksesibilitas

tinggi

(Tarigan, 2005). Jarak merupakan

salah satu unsur

Diasumsikan semakin dekat

jarak tempuh

antar kelurahan maka semakin

tinggi interaksi

kegiatan dan kemudahan

aksesibilitasnya,

sehingga dapat dikelompokkan

menjadi satu

wilayah kecamatan.

No. Variabel Alasan pemilihan

Asumsi

terhadap

perkembangan

kota yang

semakin tinggi

yang mempengaruhi

tingkat aksesibilitas (Yunus, 2005). Jarak

tempuh merupakan

salah satu variabel untuk

mengidentifikasi

kedekatan lokasi antar kelurahan yang

berpengaruh pada

jangkauan pelayanan masing-masing

kelurahan, sehingga

dapat diketahui interaksi dan

aksesibilitas antar

kelurahan.

1. Pada Rumusan Masalah I yang bertujuan

untuk mengetahui karakteristik dan

kesenjangan tingkat perkembangan Kota

Pasuruan, analisis yang dipergunakan

adalah analisis tingkat perkembangan kota,

dengan indiaktor yang dipergunakan

adalah kepadatan penduduk, rasio TK

nonpertanian, dan rasio luas lahan

terbangun.

Analisis Tingkat Perkembangan Kota

Analisis tingkat perkembangan kota

merupakan suatu cara untuk membandingkan

perkembangan kota antara kecamatan-kecamatan

di Kota Pasuruan. Perbandingan ini dimaksudkan

untuk mengetahui apakah memang terjadi

kesenjangan antar kecamatan di Kota Pasuruan

dalam hal perkembangan kota-nya. Perbandingan

perkembangan kota dilakukan dengan

menggunakan indikator perkembangan kota

sebagai variabel pembanding. Indikator

perkembangan kota yang digunakan adalah

kepadatan penduduk, rasio tenaga kerja

nonpertanian, dan rasio luas lahan terbangun.

Metode Indeks

Metode ini digunakan dalam analisis

tingkat kesenjangan perkembangan kota pada

masing-masing kajian penambahan kecamatan

yang telah ada. Untuk mengetahui tingkat

kesenjangan perkembangan kota, maka langkah-

langkah yang dilakukan adalah:

a. Menentukan variabel-variabel yang akan

digunakan sebagai indikator, yaitu variabel

kepadatan penduduk, rasio tenaga kerja

non pertanian, dan rasio luas lahan

terbangun.

b. Menghitung indeks tiap variabel. Berikut

ini rumus perhitungan indeks:

Page 5: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

87

……. ( persamaan 1)

Keterangan:

i = indeks

x = nilai hitung

y = nilai tertinggi

c. Menghitung indeks kumulatif, Membuat

diagram kesenjangan perkembangan kota

yang berasal dari nilai indeks masing-

masing variabel.

d. Membuat diagram kesenjangan

perkembangan kota yang berasal dari nilai

indeks masing-masing variabel.

e. Setelah memperoleh nilai indeks kumulatif

maka langkah selanjutnya adalah

menerjemahkan hasil perhitungan dari

indeks ke dalam skala kuantitatif, melalui

perhitungan jumlah kelas dan interval

indeks. Jumlah kelas ditentukan dari rumus

perhitungan sturgess.

Keterangan:

K = jumlah kelas

n= jumlah populasi

f. Membagi kelas menjadi beberapa

tingkatan kesenjangan, yaitu kecamatan

dengan tingkat kesenjangan tinggi, sedang,

dan rendah.

Metode Kumulatif

Metode Kumulatif untuk mencari nilai IoD

masing-masing kecamatan. Di dalam analisis ini

terdapat Kurva Lorenz yang diperoleh dari nilai

proporsi msing-masing variabel dibandingkan

dengan nilai proporsi luas wilayah, dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mencari proporsi dari masing-masing

variabel dengan cara: nilai hitung dibagi

total nilai keseluruhan dikali dengan

seratus.

2. Mencari nilai kumulatif dengan

menjumlahkan proporsi dari masing-

masing kecamatan, dengan urutan

kecamatan yang memiliki nilai eksisting

terendah sampai kecamatan dengan nilai

eksisting tertinggi.

3. Mencari nilai IoD dengan cara:

...(persamaan 2)

4. Membuat koordinat dalam kurva dimana

sumbu Y merupakan indikator dan sumbu

X merupakan luas wilayah. Luas wilayah

merupakan pembanding tetap antar

indikator. Masing-masing variabel

dibandingkan dengan kurva distribusi

normal, dimana semakin luas

simpangannya maka nilai IoD-nya semakin

besar, yang menunjukkan semakin besar

kesenjangan yng terjadi.

2. Pada Rumusan Masalah II yang bertujuan

untuk menentukan kecamatan baru dari

berbagai alternatif kecamatan, analisis

yang dipergunakan adalah analisis indeks

sentralitas untuk mengetahui pusat-pusat

kegiatan Kota Pasuruan, analisis gravitasi

untuk mengelompokkan masing-masing

kelurahan di Kota Pasuruan menjadi empat

kecamatan pada alternatif III dan yang

terakhir adalah analisis tingkat

perkembangan untuk mengetahui nilai IoD

dari masing-masing alternatif penambahan

kecamatan.

A. Analisis Indeks Sentralitas

Metode Indeks Sentralitas dipergunakan

untuk mengetahui jenis fasilitas dan jumlah

penduduk yang dilayani serta seberapa besar

frekuensi keberadaan suatu fungsi yang

menunjukkan jumlah fungsi sejenis yang ada dan

tersebar di Kota Pasuruan. Untuk pembentukan

skenario/alternatif penambahan kecamatan baru,

indeks sentralitas dipergunakan sebagai tolak

ukur kemerataan penyediaan sarana pada masing-

masing alternatif kecamatan (Budiharsono,

2005). Tahapan dalam metode ini antara lain: 1. Kelurahan-kelurahan di Kota Pasuruan

disusun urutannya berdasarkan jumlah dan

jenis fasilitas yang ada pada wilayah

tersebut.

2. Fasilitas disusun urutannya berdasarkan

kelurahan yang memiliki jenis fasilitas

tersebut.

3. Peringkat fasilitas disusun urutannya

berdasarkan total nilai fasilitas.

4. Peringkat kelurahan disusun urutannya

berdasarkan jumlah total fasilitas yang

dimiliki oleh masing-masing kelurahan.

5. Setelah didapatkan nilai indeks fungsi

(indeks sentralitas) masing-masing

kelurahan, selanjutnya disusun urutan

fungsi dari kelurahan dengan nilai indeks

terkecil sampai yang terbesar dengan

menggunakan perhitungan sturgess.

Rumus Indeks Sentralitas adalah: (3-

4)

X = jumlah fungsi per fasilitas

Y = X/Total Fungsi (∑X)*100

Xi = Total Fungsi per Fasilitas

Yi = Total Bobot (Yi=100/Xi)

nK log33,31

Page 6: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN KECAMATAN BARU KOTA

PASURUAN

88 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

B. Analisis Gravitasi

Analisis Gravitasi dipergunakan untuk

mengelompokkan masing-masing kelurahan

menjadi beberapa kecamatan di Kota Pasuruan.

Pengelompokan ini berdasarkan kedekatan jarak

antara kelurahan dengan indeks fungsi terkecil

dengan kelurahan dengan nilai indeks fungsi

terbesar (pusat kelurahan) yang telah didapatkan

pada perhitungan analisis indeks sentralitas.

(Wibowo, 2004). Dengan persamaan sebagai

berikut:

Di mana:

Tij : kekuatan gravitasional antara

kota i dan kota j

Pi dan Pj : massa dari kedua pusat yang

bersangkutan

Dij : jarak antara keduanya

K : suatu konstanta yang

diasumsikan sebesar 1

C. Analisis Tingkat Perkembangan

Analisis tingkat perkembangan kota

merupakan suatu cara untuk membandingkan

perkembangan kota antar empat kecamatan-baru

di Kota Pasuruan. Perbandingan ini dimaksudkan

untuk mengetahui apakah memang terjadi

kesenjangan perkembangan kota antara keempat

kecamatan tersebut. Perbandingan tingkat

perkembangan kota dilakukan dengan

menggunakan indikator perkembangan kota

sebagai variabel pembanding. Indikator

perkembangan kota yang digunakan adalah

kepadatan penduduk, rasio tenaga kerja non-

pertanian, dan rasio luas lahan terbangun

Metode Indeks

Metode ini digunakan dalam analisis

tingkat kesenjangan perkembangan kota pada

masing-masing kajian penambahan kecamatan

yang telah ada. Untuk mengetahui tingkat

kesenjangan perkembangan kota, maka langkah-

langkah yang dilakukan adalah:

Menentukan variabel-variabel yang akan

digunakan sebagai indikator yaitu variabel

kepadatan penduduk, rasio tenaga kerja

non pertanian, dan rasio luas lahan

terbangun.

Menghitung indeks tiap variabel. Dapat

dilihat pada Persamaan 1.

Menghitung indeks kumulatif.

Membuat diagram kesenjangan

perkembangan kota yang berasal dari nilai

indeks masing-masing variabel.

Setelah memperoleh nilai indeks kumulatif

maka langkah selanjutnya adalah

menerjemahkan hasil perhitungan dari

indeks ke dalam skala kuantitatif, melalui

perhitungan jumlah kelas dan interval

indeks. Jumlah kelas ditentukan dari rumus

perhitungan sturgess.

Keterangan:

K = jumlah kelas

n= jumlah populasi

Membagi kelas menjadi beberapa

tingkatan kesenjangan, yaitu kecamatan

dengan tingkat kesenjangan tinggi, sedang,

dan rendah

Metode Kumulatif

Perhitungan kumulatif dilakukan dengan

menggunakan informasi yang tersedia seperti

variabell kepadatan penduduk dan luas

wilayah masing-masing kecamatan di Kota

Pasuruan. Dapat dilihat pada Persamaan 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Berdasarkan analisis tingkat

perkembangan, yang terdiri dari metode

indeks, skalogram dan kurva kumulatif

maka didapatkan hasil sebahai berikut:

A. Metode Indeks Tabel 2. Indeks Perkembangan Kota Pasuruan

Kecamatan

Kepadatan

Penduduk

Rasio

Tenaga

Kerja Non-

Pertanian

Rasio Luas

Lahan

Terbangun

Indeks

Kumulatif

Eks In Eks In Eks In Eks In

Gadingrejo 5697 80 0.99 99 0.55 88 267 89

Purworejo 7158 100 0.99 99 0.62

10

0 299 100

Bugul Kidul 2993 42 1

10

0 0.46 74 216 72

(Eks: eksisting. In : Indeks)

Hasil yang diperoleh dari metode indeks

menunjukkan bahwa Kecamatan Purworejo

memiliki indeks kumulatif terbesar dibandingkan

kedua kecamatan lainnya, dengan tingkatan

perkembangan. Tabel 3. Kesenjangan Tingkat Perkembangan

Kota Pasuruan Tahun 2009

Kecamatan Indeks

Kumulatif Skalogram

Gadingrejo 89 Sedang

Purworejo 100 Tinggi

Bugul Kidul 72 Rendah

Dengan mempergunakan perhitungan

sturgess diatas, Kota Pasuruan dibagi menjadi

tiga kelas yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Kecamatan yang perkembangan kota-nya tinggi

adalah Kecamatan Purworejo. Kecamatan yang

perkembangan kota-nya sedang adalah

Kecamatan Gadingrejo. Dan kecamatan yang

perkembangan kota-nya rendah adalah

Kecamatan Bugul Kidul.

nK log33,31

Page 7: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

89

0

20

40

60

80

100

0 20 40 60 80 100

KepadatanPenduduk

Rasio TKnon-pertanianRasio LuasLahanTerbangunkurvanormal

Kumulatif

Luas Wilayah

ind

ikat

or

ku

mu

lati

f

B. Metode Kumulatif

Gambar 1. Kurva Lorenz Eksisting

Kota Pasuruan

Berdasarkan perhitungan kurva lorenz

disimpulkan bahwa:

Ditinjau dari Index of Dissimilarity tiap

indikator, nilai terbesar dimiliki oleh

kepadatan penduduk (29,39), rasio luas

lahan terbangun (20,13) dan rasio tenaga

kerja non-pertanian (14,71). Angka

tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan

laju perkembangan kota terbesar terjadi

pada indikator kepadatan penduduk, diikuti

oleh rasio luas lahan terbangun, dan

terkecil rasio tenaga kerja nonpertanian.

Berdasarkan nilai IoD yang dimiliki

masing-masing kecamatan menunjukan

bahwa kapasitas lahan yang tersedia di

Kecamatan Purworejo dan Kecamatan

Gadingrejo sudah tidak memenuhi

kebutuhan perkembangan kota. Hal ini

dapat dilihat dari perbandingan antara nilai

proporsi luas wilayah pada Kecamatan

Gadingrejo dan Kecamatan Purworejo

yang lebih kecil daripada nilai proporsi

masing-masing indikator. Sehingga

diharapkan terdapat kemerataan

pembangunan mengingat Kecamatan

Bugul Kidul masih memiliki ketersediaan

lahan yang cukup tinggi untuk memenuhi

kebutuhan perkembangan kota.

2. Penentuan Kecamatan Baru Berdasarkan

Kajian Disparitas, terdiri dari hasil dan

pembahasan sebagai berikut:

A. Alternatif I

Berikut merupakan hasil Indeks Sentralitas

Alternatif I: Tabel 4. Indeks Sentralitas Alternatif I Kota

Pasuruan

Kecamatan Kelurahan Nilai Indeks

Sentralitas

Wilayah Kecamatan

Gadingrejo

Krapyakrejo 23.74

Bukir 49.95

Sebani 44.42 Gentong 38.89

Kecamatan Kelurahan Nilai Indeks

Sentralitas

Gadingrejo 131.47

Randusari 22.42

Karangketug 60.29

Petahunan 32.57

Total Nilai Indeks Sentralitas 403.44

Wilayah Kecamatan

Purworejo

Pohjentrek 79.00

Wirogunan 17.85

Tembokrejo 57.05 Purutrejo 195.28

Kebonagung 99.52

Purworejo 217.11 Sekargadung 50.03

Total Nilai Indeks Sentralitas 718.26 Wilayah Kecamatan Bugul Kidul

Bakalan 38.19 Krampyangan 23.46

Blandongan 33.43

Kepel 23.87 Bugulkidul 90.35

Petamanan 53.14

Tapaan 57.52

Total Nilai Indeks Sentralitas 320.06 Wilayah Kecamatan

Baru

Ngemplakrejo 29.83

Mayangan 69.76 Trajeng 95.88

Bangilan 96.19

Kebonsari 121.44 Karanganyar 104.66

Kandangsapi 82.38

Pekuncen 66.72 Panggungrejo 11.29

Mandaranrejo 20.92

Tambaan 21.65 Bugullor 41.51

Total Nilai Indeks Sentralitas 760.48

Rata-rata Indeks Sentralitas Alternatif I 65,53

Gambar 2. Peta Pembagian Kecamatan

Alternatif 1

Berikut merupakan Kurva Lorenz

Alternatif I:

Gambar 3. Kurva Lorenz Alternatif I

Kota Pasuruan

Page 8: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN KECAMATAN BARU KOTA

PASURUAN

90 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

0

20

40

60

80

100

0 20 40 60 80 100

KepadatanPenduduk

Rasio TKnon-pertanian

Rasio LuasLahanTerbangun

Kumulatif Luas

Wilayah

ind

ikat

or

kum

ula

tif

Berdasarkan kurva lorenz tersebut dapat

disimpulkan:

Berdasarkan ketiga indikator

perkembangan kota yaitu kepadatan

penduduk, rasio tenaga kerja non-

pertanian, dan rasio luas lahan terbangun

dapat ditarik kesimpulan bahwa telah

terjadi kesenjangan laju perkembangan

kota. Hal ini dapat dilihat dari hasil selisih

indeks kumulatif antar keempat

kecamatan.

Ditinjau dari Index of Dissimilarity tiap

indikator, yaitu nilai terbesar dimiliki oleh

kepadatan penduduk (17,96), rasio luas

lahan terbangun (16,57), dan rasio tenaga

kerja non-pertanian (4,31). Angka tersebut.

menunjukkan bahwa kesenjangan laju

perkembangan kota terbesar terjadi pada

indikator kepadatan penduduk, diikuti oleh

rasio luas lahan terbangun, dan terkecil

rasio tenaga kerja non-pertanian.

Berdasarkan nilai IoD yang diperoleh

masing-masing kecamatan pada alternatif

satu (terdiri dari empat kecamatan) dimana

memiliki nilai IoD yang lebih kecil

dibandingkan nilai IoD untuk kecamatan-

kecamatan lama (terdiri dari tiga

kecamatan), maka dapat disimpulkan

bahwa merupakan tindakan atau solusi

yang tepat untuk mengubah jumlah

kecamatan di Kota Pasuruan dari tiga

kecamatan menjadi empat kecamatan

untuk mengurangi kesenjangan

pembangunan di Kota Pasuruan.

Untuk penambahan kecamatan alternatif

satu masih memiliki kekurangan, dimana

dapat dilihat dari ketidakmampuan

kapasitas lahan untuk menampung

aktivitas penduduk yang terjadi diatasnya.

Seperti variabel kepadatan penduduk, TK

non-pertanian dan luas lahan terbangun di

masing-masing kecamatan baru dimana

nilai proporsi luas lahan lebih kecil dari

proporsi masing-masing variabel.

B. Alternatif II

Berikut merupakan hasil indeks sentralitas

alternatif II:

Tabel 5. Indeks Sentralitas Alternatif II Kota

Pasuruan

Kecamatan Kelurahan Nilai Indeks

Sentralitas

Wilayah Kecamatan Gadingrejo

Krapyakrejo 23.74

Bukir 49.95

Sebani 44.42

Gentong 38.89

Gadingrejo 131.47

Randusari 22.42

Karangketug 60.29

Kecamatan Kelurahan Nilai Indeks

Sentralitas

Petahunan 32.57

Karanganyar 104,66

Total Nilai Indeks Sentralitas 486.40 Wilayah Kecamatan

Purworejo Pohjentrek 79.00

Kelurahan Wirogunan 17.85

Tembokrejo 57.05

Purutrejo 195.28

Kebonagung 99.52

Purworejo 217.11

Sekargadung 50.03

Bangilan 96.19

Total Nilai Indeks Sentralitas 814.48 Wilayah Kecamatan Bugul Kidul

Bakalan 38.19

Krampyangan 23.46

Blandongan 33.43

Kepel 23.87

Bugulkidul 90.35

Petamanan 53.14

Tapaan 57.52

Total Nilai Indeks Sentralitas 320.06

Wilayah Kecamatan Baru Ngemplakrejo 29.83

Mayangan 69.76

Trajeng 95.88

Kebonsari 121.44

Kandangsapi 82.38

Pekuncen 66.72

Panggungrejo 11.29

Mandaranrejo 20.92

Tambaan 21.65

Bugullor 41.51

Total Nilai Indeks Sentralitas 560.33

Rata-rata Indeks Sentralitas Alternatif II 64,51

Gambar 4. Peta Pembagian Kecamatan

Alternatif II

Berikut merupakan Kurva Lorenz

Alternatif II:

Gambar 5. Kurva Lorenz Alternatif II

Kota Pasuruan

Page 9: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

91

Berdasarkan kurva lorenz tersebut dapat

disimpulkan:

Berdasarkan ketiga indikator

perkembangan kota yaitu kepadatan

penduduk, rasio tenaga kerja non-

pertanian, dan rasio luas lahan terbangun

dapat ditarik kesimpulan bahwa telah

terjadi kesenjangan laju perkembangan

kota. Hal ini dapat dilihat dari hasil selisih

indeks kumulatif antar keempat kecamatan

Ditinjau dari Index of Dissimilarity tiap

indikator, yaitu nilai terbesar dimiliki oleh

kepadatan penduduk (18,02), rasio luas

lahan terbangun (17,34), dan rasio tenaga

kerja non-pertanian (5,58). Angka tersebut

menunjukkan bahwa kesenjangan laju

perkembangan kota terbesar terjadi pada

indikator kepadatan penduduk, diikuti oleh

rasio luas lahan terbangun, dan terkecil

adalah rasio tenaga kerja non-pertanian.

Berdasarkan nilai IoD yang diperoleh dari

masing-masing kecamatan alternatif

pemekaran dua (terdiri dari empat

kecamatan) dimana memiliki nilai IoD

yang lebih kecil dibandingkan nilai IoD

untuk kecamatan-kecamatan lama (terdiri

dari tiga kecamatan), maka dapat

disimpulkan bahwa merupakan tindakan

atau solusi yang tepat untuk mengubah

jumlah kecamatan di Kota Pasuruan dari

tiga kecamatan menjadi empat kecamatan

untuk mengurangi kesenjangan

pembangunan di Kota Pasuruan

Penambahan kecamatan alternatif dua

sudah lebih baik apabila dibandingkan

dengan alternatif satu, ditinjau dari tingkat

perkembangan kecamatan (perhitungan

sturgess).

C. Alternatif III

Pada alternatif III sebelum menghitung

indeks sentralitas, yang dilakukan terlebih dahulu

adalah mengelompokkan kelurahan-kelurahan

menjadi beberapa kecamatan, dengan

mempergunakan analisis gravitasi, sehingga

didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Wilayah Kecamatan Gadingrejo, dengan

pusat-pusat kegiatan dan pusat-pusat

kelurahan yang direkomendasikan adalah:

Kelurahan Gadingrejo

Kelurahan Trajeng

Kelurahan Karanganyar

2. Wilayah Kecamatan Purworejo, dengan

pusat-pusat kegiatan dan pusat-pusat

kelurahan yang direkomendasikan adalah:

Kelurahan Purworejo

Kelurahan Kebonagung

Kelurahan Kebonsari

3. Wilayah Kecamatan Bugul Kidul, dengan

pusat-pusat kegiatan dan pusat-pusat

kelurahan yang direkomendasikan adalah:

Kelurahan Bugul Kidul

4. Wilayah Kecamatan Baru, dengan pusat-

pusat kegiatan dan pusat-pusat kelurahan

yang direkomendasikan adalah:

Kelurahan Bangilan

Kelurahan Kandangsapi

Kelurahan Purutejo, kelurahan ini

dikelompokkan menjadi anggota dari

Wilayah Kecamatan Baru walaupun

dalam perhitungan gravitasinya

memperoleh hasil kecenderungan

lebih dekat dengan Kelurahan

Kebonagung. Hal ini dikarenakan

pertimbangan dari jumlah penduduk

dan luas wilayah Kelurahan Purutrejo

yang nantinya akan mempengaruhi

hasil analisis IoD.

Berikut merupakan hasil Indeks Sentralitas

Alternatif III : Tabel 6. Indeks Sentralitas Alternatif III Kota

Pasuruan

Kecamatan Kelurahan Nilai Indeks

Sentralitas

Wilayah

Kecamatan

Gadingrejo

Karangketug 60.29

Gadingrejo 131.47

Tambaan 21.65

Randusari 22.42

Trajeng 95.88

Sebani 44.42

Petahunan 32.57

Gentong 38.89

Karanganyar 104,66

Total Nilai Indeks Sentralitas 517.93

Wilayah

Kecamatan

Purworejo

Purworejo 217.11

Kebonsari 121.44

Pohjentrek 79.00

Wirogunan 17.85

Tembokrejo 57.05

Bukir 49.95

Kebonagung 99.52

Sekargadung 50.03

Krapyakrejo 23.74

Total Nilai Indeks Sentralitas 714.92 Wilayah

Kecamatan

Bugul Kidul

Bugulkidul 90.35

Blandongan 33.43

Bakalan 38.19

Kepel 23.87

Krampyangan 23.46

Total Nilai Indeks Sentralitas 198.98

Wilayah

Kecamatan Baru

Bangilan 96.19

Kandangsapi 82.38

Tapaan 57.52

Bugullor 41.51

Mayangan 69.76

Mandaranrejo 20.92

Panggungrejo 11.29

Ngemplakrejo 29.83

Purutrejo 195.28

Petamanan 53.14

Pekuncen 66.72

Page 10: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN KECAMATAN BARU KOTA

PASURUAN

92 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

0

20

40

60

80

100

0 20 40 60 80 100

KepadatanPenduduk

Rasio TK non-pertanian

Rasio LuasLahanTerbangun

ind

ikat

or

kum

ula

tif

Kecamatan Kelurahan Nilai Indeks

Sentralitas

Total Nilai Indeks Sentralitas 724.33

Rata-rata Indeks Sentralitas

Alternatif III 60,66

Gambar 6. Peta Pembagian Kecamatan

Alternatif III

Berikut merupakan Kurva Lorenz

Alternatif III:

Gambar 7. Kurva Lorenz Alternatif III

Kota Pasuruan

Berdasarkan kurva lorenz diatas dapat

disimpulkan:

Berdasarkan ketiga indikator

perkembangan kota yaitu kepadatan

penduduk, rasio tenaga kerja non-

pertanian, dan rasio luas lahan terbangun

dapat ditarik kesimpulan bahwa telah

terjadi kesenjangan laju perkembangan

kota. Hal ini dapat dilihat dari gambar

kurva ketiga indikator yang menyimpang

dari kurva normal dan hasil indeks

kumulatif. Akan tetapi untuk alternatif III

penyimpangan ketiga indikator dari kurva

distribusi normal tidak begitu besar,

terlihat dari selisih hasil kurva kumulatif

antar keempat kecamatan.

Ditinjau dari Index of Dissimilarity tiap

indikator, yaitu nilai terbesar dimiliki oleh

kepadatan penduduk (14,72), rasio luas

lahan terbangun (14,56), dan rasio tenaga

kerja non-pertanian (3,82). Angka tersebut

menunjukkan bahwa kesenjangan laju

perkembangan kota terbesar terjadi pada

indikator kepadatan penduduk, diikuti oleh

rasio luas lahan terbangun, dan terkecil

rasio tenaga kerja non-pertanian.

Berdasarkan nilai IoD yang diperoleh

masing-masing kecamatan pada alternatif

tiga (terdiri dari empat kecamatan) dimana

memiliki nilai IoD yang lebih kecil

dibandingkan nilai IoD untuk kecamatan

lama (terdiri dari tiga kecamatan), maka

dapat disimpulkan bahwa merupakan

tindakan atau solusi yang tepat untuk

mengubah jumlah kecamatan di Kota

Pasuruan dari tiga kecamatan menjadi

empat kecamatan untuk mengurangi

kesenjangan pembangunan di Kota

Pasuruan

Untuk penambahan kecamatan alternatif

tiga masih memiliki kekurangan, dimana

dapat dilihat dari adanya pemusatan

penduduk di Kecamatan Gadingrejo dan

Wilayah Kecamatan Baru. Kondisi ini

dikhawatirkan menyebabkan

ketidakmampuan kapasitas lahan untuk

menampung aktivitas penduduk yang

terjadi diatasnya.

Penambahan alternatif tiga sudah lebih

baik apabila dibandingkan dengan

alternatif satu dan alternatif dua. Hal ini

dapat dilihat dari tingkat perkembangan

kota (perhitungan sturgess) dan nilai IoD

masing-masing indikator yang relatif

rendah.

KESIMPULAN

1. Karakteristik dan kesenjangan tingkat

perkembangan eksisting Kota Pasuruan,

terdiri dari:

Tingkat perkembangan Kota Pasuruan

dibedakan menjadi tingkat perkembangan

tinggi yang dimiliki oleh Kecamatan

Purworejo, sedangkan untuk Kecamatan

Gadingrejo memiliki tingkat

perkembangan sedang dan Kecamatan

Bugul Kidul memiliki tingkat

perkembangan yang rendah.

Kesenjangan tingkat perkembangan antara

Kecamatan Purworejo dan Kecamatan

Gadingrejo tergolong rendah, sedangkan

antara Kecamatan Purworejo dan

Kecamatan Bugul Kidul terdapat

kesenjangan perkembangan kota yang

cukup besar. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa terdapat ketidakmerataan

pembangunan di Kota Pasuruan, terutama

di Kecamatan Bugul Kidul. Berdasarkan

perhitungan kurva kumulatif, kesenjangan

perkembangan di Kota Pasuruan tidak

terlalu besar. Sehingga tahapan selanjutnya

Page 11: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

93

yang akan dilakukan oleh pemerintah

adalah lebih memeratakan dan

mengoptimalkan pembangunan yang ada

dengan membagi Kota Pasuruan menjadi

empat kecamatan.

Ditinjau dari Index of Dissimilarity tiap

indikator, nilai terbesar dimiliki oleh

kepadatan penduduk (29,39), rasio luas

lahan terbangun (20,13) dan rasio tenaga

kerja non-pertanian (14,71). Angka

tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan

laju perkembangan kota terbesar terjadi

pada indikator kepadatan penduduk, diikuti

oleh rasio luas lahan terbangun, dan

terkecil rasio tenaga kerja non-pertanian.

Berdasarkan nilai IoD yang dilmiliki

masing-masing kecamatan menunjukan

bahwa kapasitas lahan yang tersedia di

Kecamatan Purworejo dan Kecamatan

Gadingrejo sudah tidak memenuhi

kebutuhan perkembangan kota. Hal ini

dapat dilihat dari perbandingan antara nilai

proporsi luas wilayah pada Kecamatan

Gadingrejo dan Kecamatan Purworejo

yang lebih kecil daripada nilai proporsi

masing-masing indikator. Sehingga

diharapkan terdapat kemerataan

pembangunan mengingat Kecamatan

Bugul Kidul masih memiliki ketersediaan

lahan yang cukup tinggi untuk memenuhi

kebutuhan perkembangan kota.

2. Berdasarkan perhitungan dari indeks

sentralitas dan ketidakmerataan

perkembangan kota (IoD), maka nilai yang

diperoleh akan dikumulatifkan dalam tabel

kontingensi sebagai berikut: Tabel 7. Pemilihan Prioritas Alternatif Pemekaran

Kota Pasuruan

Alternatif Jumlah

Kecamatan

Rata-Rata

Indeks

Sentralitas

Rata-

Rata

Nilai

IoD

Nilai

Kumulatif

Prioritas

Pemilihan

Alternatif

I 4 65,53 12,95 78,48 Ketiga

Alternatif

II 4 64,41 13,64 78,05 Kedua

Alternatif

III 4 60,66 11,03 71,69 Pertama

Pada Tabel diatas disimpulkan bahwa

alternatif III akan menjadi prioritas pertama

dalam pemekaran kecamatan di Kota Pasuruan,

dengan rincian sebagai berikut:

1. Wilayah Kecamatan Gadingrejo dengan

pusat kecamatan terletak di Kelurahan

Gadingrejo, terdapat 9 kelurahan yang

termasuk didalamnya antara lain:

Kelurahan Karangketug

Kelurahan Gadingrejo

Kelurahan Tambaan

Kelurahan Randusari

Kelurahan Trajeng

Kelurahan Sebani

Kelurahan Petahunan

Kelurahan Gentong

Kelurahan Karanganyar

2. Wilayah Kecamatan Purworejo, dengan

pusat kecamatan terletak di Kelurahan

Purworejo, terdapat 9 kelurahan yang

termasuk didalamnya antara lain:

Kelurahan Purworejo

Kelurahan Kebonsari

Kelurahan Pohjentrek

Kelurahan Wirogunan

Kelurahan Tembokrejo

Kelurahan Bukir

Kelurahan Kebonagung

Kelurahan Sekargadung

Kelurahan Krapyakrejo

3. Wilayah Kecamatan Bugul Kidul, dengan

pusat kecamatan terletak di Kelurahan

Bugul Kidul, terdapat 5 kelurahan yang

termasuk didalamnya antara lain:

Kelurahan Bugul Kidul

Kelurahan Blandongan

Kelurahan Bakalan

Kelurahan Kepel

Kelurahan Krampyangan

4. Wilayah Kecamatan Baru, dengan pusat

kecamatan terletak di Kelurahan Purutrejo,

terdapat 11 kelurahan yang termasuk

didalamnya antara lain:

Kelurahan Bangilan

Kelurahan Kandangsapi

Kelurahan Tapaan

Kelurahan Bugullor

Kelurahan Mayangan

Kelurahan Mandaranrejo

Kelurahan Panggungrejo

Kelurahan Purutrejo

Kelurahan Petamanan

Kelurahan Pekuncen

DAFTAR PUSTAKA

Budiharsono, Sugeng. 2005. Teknik Analisis

Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Daryanto, Arief. 2009. Disparitas

Pembangunan,,http://www.akademik.unsri.

ac.id/. ( diakses tanggal 28 November

2009)

Pusporini, Nuryatiningsih, 2006. Skripsi:

Perkembangan Kota pada Kelurahan-

Kelurahan Baru menurut Perda no. 12

Tahun 2000 di Kota Malang. Malang:

Planologi, UB

Sujarto, Djoko. 1990. Beberapa Pengertian

Pokok tentang Kota. Bandung: ITB

Page 12: Ayu Candra K, Tunjung W. Suharso, Surjono

KAJIAN DISPARITAS SEBAGAI SOLUSI DALAM PENENTUAN PEMILIHAN KECAMATAN BARU KOTA

PASURUAN

94 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 2, Desember 2010

Tarigan, Robinson., 2000. Perencanaan

Pembangunan Wilayah. Jakarta : PT. Bumi

Aksara

Wibowo, Rudi. 2004. Konsep, Teori dan

Landasan Analisis Wilayah. Malang:

Bayumedia Publishing

Yunus., Hadi. 2000. Struktur Tata Ruang Kota.

Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar

Yunus, Hadi. 2005. Manajemen Kota.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar