Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Penyakit flu burung (Bird flu, Avian influenza) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dengan berbagai subtipe. Burung liar/migratory waterfowl merupakan reservoir alamiah virus avian influenza di dalam saluran cernanya dan tidak menimbulkan gejala penyakit. Lain halnya dengan burung peliharaan, ternak domestik, termasuk ayam sangat rentan terhadap virus ini sampai dapat menimbulkan kematian. Gejala penyakit bervariasi dari ringan sampai berat. Bila avian influenza yang patogenitasnya rendah berulang kali menginfeksi unggas, maka ia akan bermutasi menjadi sangat patogen dan dapat menular ke manusia yang kemudian menyebabkan epidemi flu burung. Avian influenza yang berpatogenitas tinggi (High Pathogenicity Avian Influenza) yaitu jenis H5N1 pertama kali dikabarkan menyerang kawanan unggas di Hongkong pada tahun 1997, ketika itu telah terjadi penularan virus H5N1 dari spesies unggas ke manusia. Wabah tersebut menyebabkan enam penderita meninggal dari 18 kasus flu burung. 1,2 Pada akhir tahun 2003 sampai awal tahun 2004, virus HPAI dengan subtipe H5N1 kembali mewabah di Asia, meliputi Korea Selatan, Jepang, Cina, Vietnam, Thailand, Kamboja dan Laos. 2 1
42

Avian Flu New

Oct 23, 2015

Download

Documents

fuadaffan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Avian Flu New

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit flu burung (Bird flu, Avian influenza) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus influenza tipe A dengan berbagai subtipe. Burung

liar/migratory waterfowl merupakan reservoir alamiah virus avian influenza di dalam

saluran cernanya dan tidak menimbulkan gejala penyakit. Lain halnya dengan burung

peliharaan, ternak domestik, termasuk ayam sangat rentan terhadap virus ini sampai

dapat menimbulkan kematian. Gejala penyakit bervariasi dari ringan sampai berat.

Bila avian influenza yang patogenitasnya rendah berulang kali menginfeksi unggas,

maka ia akan bermutasi menjadi sangat patogen dan dapat menular ke manusia yang

kemudian menyebabkan epidemi flu burung.

Avian influenza yang berpatogenitas tinggi (High Pathogenicity Avian

Influenza) yaitu jenis H5N1 pertama kali dikabarkan menyerang kawanan unggas di

Hongkong pada tahun 1997, ketika itu telah terjadi penularan virus H5N1 dari spesies

unggas ke manusia. Wabah tersebut menyebabkan enam penderita meninggal dari 18

kasus flu burung.1,2

Pada akhir tahun 2003 sampai awal tahun 2004, virus HPAI dengan subtipe

H5N1 kembali mewabah di Asia, meliputi Korea Selatan, Jepang, Cina, Vietnam,

Thailand, Kamboja dan Laos.2

Pada bulan Januari tahun 2007, lebih dari 250 kasus avian influenza di sepuluh

negara yang telah dilaporkan kepada WHO. Indonesia merupakan Negara dengan

kasus terbanyak di dunia yaitu mencapai 193 pasien dengan kematian 161 pasien.1,2

1

Page 2: Avian Flu New

BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Penyakit flu burung (bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular

yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.3

II. ETIOLOGI

Avian influenza disebabkan oleh virus influenza tipe A. Virus influenza

berdasarkan protein intinya dibagi menjadi tiga tipe yaitu tipe A, B, dan C. Influenza

tipe A dan B merupakan patogen primer dan menyebabkan penyakit epidemi,

sedangkan influenza tipe C merupakan penyebab penyakit respiratorik secara

sporadik. Di antara ketiga tipe virus influenza ini, hanya tipe A yang mempunyai

subtipe paling banyak, terdiri dari 16 jenis protein hemaglutinin (H1-H16) dan 9

protein neurominidase (N1-N9).3,4

Adanya subtipe disebabkan perbedaan kedua jenis antigen HA (H1-H6) dan NA

(N1-N9). Kombinasi yang berbeda antara HA dan NA akan membentuk subtipe yang

berbeda-beda. Hingga saat ini hanya beberapa subtipe virus influenza A yang

menimbulkan penyakit pada manusia yaitu H1N1, H1N2, dan H3N2. Semua subtipe

H5 terutama H5N1 dan H7N7 yang sangat patogen dapat menginfeksi manusia serta

menimbulkan wabah flu burung yang berbahaya.4

Virus influenza tipe B hanya memiliki variasi antigenic drift, sering

menimbulkan epidemi dan hanya menginfeksi manusia. Virus influenza tipe C

memiliki antigen yang stabil sehingga menyebabkan penyakit influenza ringan dan

hanya menginfeksi manusia.4

Virus Avian influenza terbagi menjadi dua jenis yaitu virus avian influenza

berpatogenitas rendah (Low Pathogenicity Avian Influenza) dan virus avian influenza

berpatogenitas tinggi (High Pathogenicity Avian Influenza) berdasarkan genetik dari

virus tersebut dan keparahan suatu penyakit tersebut menginfeksi unggas. Virus HPAI

biasanya menyebabkan penyakit yang lebih serius di kawasan unggas, sementara

infeksi virus LPAI umumnya menyebabkan penyakit yang lebih ringan. Sekarang ini,

hanya subtipe yang mengandung H5 atau H7 yang berpatogenitas tinggi, sedangkan

untuk subtipe yang mengandung hemaglutinin lain hanya ditemukan dalam bentuk

virus LPAI. Virus LPAI juga ada yang mengandung H5 dan H7, dan strain ini bisa

berkembang menjadi virus HPAI.3

2

Page 3: Avian Flu New

Morfologi dan struktur virus

Virus avian influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae dengan

genus influenza yang terdiri dari tiga tipe yaitu: A, B, dan C.

Gambar 1. Struktur Virus H5N1

Virus ini merupakan virus Ribo Nucleic Acid (RNA) tunggal (single-

stranded) dengan genom terbagi menjadi delapan segmen yang mengkode 10

protein. Diameter virus sekitar 80 x 120 nm. Virus ini dilapisi kapsul yang

mengandung lipid. Dua protein permukaan utama yang menembus kapsul dan

menonjol yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neurominidase (NA). Hemaglutinin

bersifat mengaglutinasi sel darah merah dan berfungsi untuk melekat, menginvasi

sel hospes dan kemudian bereplikasi. Sedangkan Neurominidase merupakan

suatu enzim untuk memecahkan ikatan partikel virus sehingga virus baru terlepas

dan dapat menginfeksi sel baru yang lain.4

Antigenic shift dan Antigenic drift

Virus influenza tipe A cepat bermutasi karena antigennya bersifat drift dan

shift. Antigenic shift terjadi karena terdapat perubahan mayor pada protein HA

maupun NA melalui genetic reassortment. Bila 2 virus yang berbeda dari 2

hospes berbeda menginfeksi hospes ke 3, misalnya babi, maka akan timbul

subtipe virus baru yang mampu menginfeksi hospes lain termasuk manusia dan

tidak dikenal oleh sistem imun hospes. Perubahan ini terjadi secara mendadak

sehingga dalam waktu singkat dapat mengenai sejumlah besar populasi yang

3

Page 4: Avian Flu New

rentan sehingga timbul pandemik. Antigenic shift hanya terdapat pada virus

influenza A. 3,4

Gambar 2. Antigenic shift pada virus influenza tipe A

Antigenic drift atau penyimpangan antigen merupakan perubahan antigenik

minor dimana terjadi perubahan kecil pada komposisi antigen akibat misens

mutation dan tidak mengalami perubahan subtipe meskipun terjadi perubahan

struktur antigen. Biasanya proses ini berjalan lama.4

4

Page 5: Avian Flu New

Gambar 3. Antigenic drift pada influenza A

Sifat virus avian influenza

Virus H5N1 dapat bertahan hidup di air pada suhu 220C sampai empat hari

lamanya dan pada suhu 00C dapat hidup selama 30 hari. Di dalam tinja atau tubuh

unggas yang sakit virus dapat hidup lebih lama.4

Virus H5N1 yang berada dalam daging ayam akan mati bila dipanaskan pada

suhu 560C selama 3 jam atau 600C selama 30 menit dan 800C selama 1 menit.

Virus yang berada dalam telur ayam akan mati bila direbus pada suhu 640C

selama 5 menit. Virus juga akan mati bila terkena detergent atau desinfektan

seperti formalin, iodium, dan alkohol 70%.4

Identifikasi virus avian influenza

Dalam skala Negara atau dunia, satu atau dua galur virus menyebar secara

dominan menyebabkan epidemi tahunan. Galur virus influenza diidentifikasi

berdasarkan asalnya yaitu sesuai wilayah geografi ditemukannya, nomor isolat

laboratorium dan tahun ditemukannya. Untuk influenza A ditambah dengan

properti serologi protein H dan N. Sebagai contoh virus dengan kode

5

Page 6: Avian Flu New

A/Moscow/10/99 (H3N2) berarti merupakan virus influenza tipe A diisolasi di

Moskow dengan nomor isolate laboratorium 10 ditemukan pada tahun 1999 dan

mempunyai galur H3N2.3

Gambar 4. Galur virus influenza

III. EPIDEMIOLOGI

Avian Influenza pertama kali dideskripsikan pada tahun 1878 di Itali oleh

Perroncito sebagai “fowl plague” atau wabah unggas. Pada tahun 1901 Centanini dan

Savonucci telah berhasil mengindentifikasi HPAI (High Pathogenicity Avian

Influenza) sebagai virus, baru di tahun 1955 Schafer dapat menunjukkan ciri-ciri

organisme tersebut sebagai virus influenza tipe A.1

Pada tahun 1996 menurut data WHO (World Health Organization) yang di

perbaharui pada tanggal 20 April 2012, virus avian influenza dengan subtipe H5N1

dengan patogen yang tinggi ditemukan di ternak angsa di Guangdong, Cina.2

Pada awalnya virus influenza tipe A tipe H5N1 ditemukan di Scotland tahun

1959. Kemudian, tahun 1997 di Hongkong terjadi wabah flu burung dengan subtipe

H5N1 menyerang kawasan ternak. Ketika itu telah terjadi penularan virus H5N1 dari

spesies unggas ke manusia. Wabah flu burung tersebut menyebabkan enam penderita

meninggal dari 18 kasus flu burung. Kini virus H5N1 terbukti dapat menginfeksi babi,

harimau, macan tutul dan kucing.1,2

Pada Februari 2003 dilaporkan 2 kasus terinfeksi H5N1 di sebuah keluarga di

Hongkong dengan riwayat perjalanan ke Negara Cina, tepatnya di provinsi Fuji dan

6

Page 7: Avian Flu New

menyebabkan seorang anggota keluarga dikabarkan meninggal oleh karena menderita

penyakit pernapasan yang parah.2

Tabel 1. Kasus awal virus avian influenza menurut laporan WHO (updated on 21 April 2012)2

Di Indonesia, flu burung H5N1 pertama kali dilaporkan pada tanggal 2 Februari

2004 menyerang kawasan unggas di 11 provinsi. Kemudian baru tanggal 21 Juli 2005

telah dikonfirmasi bahwa flu burung pertama di Indonesia menyerang manusia yang

mengakibatkan meninggalnya seorang ayah beserta kedua anaknya. Sejak saat itu

tingkat kewaspadaan sistem surveilan ditingkatkan baik di masyarakat maupun di

institusi kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan yang lainnya.2

Data WHO tanggal 26 September 2013, dapat diambil kesimpulan bahwa

Indonesia merupakan Negara dengan kasus terbanyak di dunia yaitu mencapai 193

kasus dengan kematian 161 orang. Egypt menjadi Negara kedua dengan kasus

terbanyak di dunia yaitu 173 kasus dengan kematian 63 orang. Total kasus flu burung

hingga 26 September 2013 dari data WHO mencapai 640 kasus dengan total kematian

379 orang, seperti yang telah terlampir pada tabel 2.2,6

7

Page 8: Avian Flu New

Tabel 2. Histori Avian Influenza1

8

Page 9: Avian Flu New

Tabel 3. Wabah Avian Influenza1

9

Page 10: Avian Flu New

Tabel 4. G

lobal Statistik A

vian Influenza

6

10

Page 11: Avian Flu New

Sampai saat ini Indonesia telah masuk dalam fase 3 atau waspada pandemi

yaitu ada infeksi dari unggas ke manusia sedangkan penularan manusia ke manusia

tidak ada atau penularan yang sangat terbatas hanya pada kontak erat.6

Gambar 5. Fase pandemi pada influenza

IV. PENYEBARAN

Penyebaran virus avian influenza di kalangan unggas sangat cepat, antara lain

melalui air liurnya. Burung-burung liar yang hidup di air, merupakan reservoir alam

virus avian influenza di dalam saluran cernanya dapat mentolerir infeksi virus ini.

Burung burung liar yang suka bermigrasi sering membuang kotorannya ke danau,

kolam atau sungai sehingga bila unggas yang hidup di darat, khususnya ayam dan

bebek minum air yang terkontaminasi tinja mengandung virus tersebut, unggas

tersebut akan sakit.4

V. CARA PENULARAN

Influenza manusia secara umum ditularkan melalui percik renik (droplet

nuclei) sekresi respiratori yang disebabkan oleh pasien, utamanya pada saat batuk atau

bersin. Penularan dalam masyarakat berlangsung cepat, insidens tertinggi tercapai

dalam 2-3 minggu awal timbulnya penyakit. Virus influenza manusia kemudian akan

berkaitan dengan reseptor virus yang berada di sepanjang saluran respiratori.3

Penularan virus A/H5N1 pada manusia umumnya terjadi secara langsung dari

unggas ke manusia, walaupun mekanisme dan lokasi masuknya kuman ke sistem

respiratori manusia belum diketahui secara pasti. Dari laporan kasus terkonfirmasi

adanya kontak dengan unggas dalam 2 minggu sebelumnya dijumpai kasus pada 76-

11

Page 12: Avian Flu New

100% kasus. Virus avian influenza tidak dapat bereplikasi secara efisien pada

manusia, sehingga walaupun ada indikasi penularan dari manusia ke manusia, namun

sejauh ini penularan antar manusia ini tidak berlanjut. Pada saat terjadinya wabah di

Vietnam, tidak ada satupun petugas rumah sakit yang menangani kasus H5N1

tertular.3,7

Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui :

1. Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit

atau produk unggas yang sakit.

2. Lingkungan : udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang

berasal dari tinja atau secret unggas yang terserang virus flu burung.

3. Manusia : sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukan hanya beberapa

kasus dalam kelompok/cluster)

4. Makanan : mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak

dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat

hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.8

Di masa mendatang penularan antar manusia mungkin saja terjadi karena

pengaruh mutasi atau terjadi rekombinasi materi genetik antara virus influenza

manusia dengan virus avian influenza. Hal ini akan menghasilkan jenis virus baru

yang sangat virulen, mudah menyebar dan dapat mengakibatkan pandemi influenza.7,8

VI. PATOGENESIS

Penelitian terhadap virus H5N1 yang diisolasi dari pasien yang terinfeksi pada

tahun 1997, menunjukkan bahwa mutasi genetik pada posisi 627 dari gen PB2 yang

mengkode ekspresi polymerase basic protein (Glu627Lys) telah menghasilkan highly

cleavable hemagglutinin glycoprotein yang merupakan faktor virulensi yang dapat

meningkatkan aktivitas replikasi virus H5N1 dalam sel hospesnya. Disamping itu

adanya substitusi pada nonstruktural protein (Asp92Glu), menyebabkan resisten

terhadap interferon dan tumor necrosis factor (TNF- ) secara invitro, dimana

interferon dan TNF- tersebut yang berhubungan dengan sistem imunologis dalam

mengakhiri infeksi primer dengan cara menghambat replikasi virus.3,4,8

12

Page 13: Avian Flu New

Gambar 6. Replikasi virus avian influenza

Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah virus

influenza melekat ke reseptor asam sialat pada permukaan sel pejamu melalui

hemaglutinin dan secara endositosis masuk ke dalam vakuol sel. Di dalam vakuol

terjadi asidifikasi progresif kemudian terjadi fusi ke dalam membran endosome dan

pelepasan RNA virus ke dalam sitoplasma sel pejamu. Di dalam sitoplasma, RNA

ditransport ke nukleus dan ditranskripsi. RNA baru yang terbentuk kemudian

dikembalikan ke sitoplasma dan diterjemahkan ke dalam bentuk protein yang

kemudian dibawa ke membran sel, yang kemudian diikuti dengan penonjolan virus

membran sel pejamu. Neurominidase meningkatkan replikasi virus dari sel yang

terinfeksi, mencegah agregasi virus, dan membantu gerakan virus di sepanjang

saluran respiratori. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang

diambil dari penderita H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan di dalam

sel gastrointestinal.4,8

Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah

virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya.

13

Page 14: Avian Flu New

Ada perbedaan antara molekul reseptor yang ada pada manusia dengan reseptor yang

ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka dapat mengenali dan

terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas yang terdiri dari

oligosakarida yang mengandung N-acethylneuraminic acid -2,3-galactose (SA -

2,3-Gal), dimana molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia adalah

SA -2,6-galactose (SA -2,6-Gal), sehingga secara teoritis virus flu burung tidak

bisa menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor spesifiknya. Namun demikian,

dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi reseptor tersebut dapat

dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1. Potensi virus

H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat

membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke

manusia.3,4

VII. MANIFESTASI KLINIS

Periode inkubasi avian influenza mungkin lebih lama dibandingkan dengan

influenza pada manusia yang lain. Masa inkubasi pada manusia rata-rata adalah 3 hari

(1-7 hari), sedangkan pada unggas 1 minggu. Masa penularan pada manusia adalah 1

hari sebelum, sampai 3-5 hari setelah gejala timbul dan pada anak dapat sampai 21

hari.5,8

Gambar 7. Periode avian influenza.

Gejala klinis avian influenza tergantung pada subtipenya. Umumnya pasien

mengalami gejala awal berupa demam tinggi (biasanya suhu diatas 380C) dan

penyakit serupa influenza (Influenza like ilness) dengan gejala infeksi saluran

pernapasan bawah. Gejala infeksi saluran pernapasan atas dapat dijumpai. Tidak

seperti pasien yang terinfeksi virus avian influenza tipe A (H7), pasien yang terinfeksi

GEJALA

TERPAPAR

MASA INKUBASI

MASA INFEKSI

14

Page 15: Avian Flu New

virus avian influenza (H5N1) jarang menunjukkan gejala konjungtivitis. Diare,

muntah, nyeri abdomen, dan perdarahan dari hidung dan mulut pernah dilaporkan

pada awal munculnya penyakit ini di beberapa pasien.3-5,7,8

Dispnoe berkembang pada pertengahan dari 5 hari setelah onset. Distres

pernapasan, takipnoe banyak dijumpai. Produksi sputum bermacam-macam dan

kadang-kadang terdapat darah. Kebanyakan pasien bermanifestasi sebagai pneumonia

berat yang seringkali mengalami perburukan progresif menjadi Acute respiratory

distress syndrome (ARDS).5

Manifestasi klinis avian influenza yang tidak spesifik yang sering

menyebabkan kekeliruan diagnosis awal yaitu pneumonia (non avian), demam

dengue, demam tifoid, atau infeksi respiratori akut.3

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

o Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada influenza dapat dibagi menjadi 2 kelompok.

Pertama adalah kelainan laboratorium yang biasa dijumpai akibat infeksi influenza,

dan kedua adalah pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui virus penyebabnya.

Kelainan laboratorium akibat influenza A manusia tidak khas, leukopenia sering

dijumpai.

Keadaan ini berbeda pada infeksi akibat avian influenza yang memerlukan

pemeriksaan untuk konfirmasi etiologi. Untuk avuan influenza A/H5N1 leukopeni,

limfopeni, dan trombositopeni merupakan hasil laboratorium yang sering

ditemukan.3,7,8

o Serologis

Pemeriksaan uji diagnostik cepat komersial yang beredar saat ini sensitivitas

klinisnya rendah untuk mendeteksi virus A/H5N1, dan tidak dapat membedakan

influenza manusia dengan avian. Deteksi antibodi anti-H5 sangat penting untuk

investigasi epidemiologi, dan serokonversi biasanya terjadi 2-3 minggu setelah

infeksi. Pemeriksaan mikronetralisasi merupakan teknik yang paling dapat

dipercaya untuk mendeteksi antibodi terhadap virus avian, namun memerlukan

fasilitas laboratorium dengan biosafety level 3 (BL3).3

o Mikrobiologi

Pemeriksaan identifikasi untuk mengetahui penyebab pada infeksi virus

influenza berupa deteksi RNA virus dengan cara konvensional atau dengan cara

15

Page 16: Avian Flu New

real-time reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) masih

merupakan cara terbaik untuk diagnosis influenza A/H5N1. Pemeriksaan ini dapat

memberikan hasil dalam 4-6 jam dan dapat dilakukan di laboratorium dengan baku

biosafety level 2 (BL2). Spesimen usap tenggorok lebih baik daripada usap hidung

karena virus avian influenza lebih banyak bereplikasi di tenggorok. Namun usap

hidung berguna untuk mendeteksi influenza manusia, sehingga pengambilan kedua

spesimen tersebut dianjurkan. Biakan virus memerlukan waktu 2-10 hari untuk

menunjukkan hasil. Dua cara biakan dengan shell-vial maupun standard cell

culture dapat untuk mendeteksi virus tersebut.3

o Pencitraan

Pada avian influenza hampir selalu ditemukan kelainan pada foto toraks.

Gambarannya bisa sangat bervariasi seperti infliltrat interstisial, infiltrate lobaris,

kolaps-konsolidasi, dan air bronchogram. Gambaran infiltrat di paru sering

menunjukkan pneumonia pada kasus avian influenza.3

IX. DIAGNOSIS

Diagnosis influenza tergantung pada pertimbangan epidemiologi dan klinis.

Dalam keadaan epidemi, diagnosis influenza dapat ditegakkan pada anak kecil dengan

gejala demam, malaise, dan gejala respiratori. Konfirmasi laboratorium dapat dibuat

dengan tiga cara. Pada fase awal, virus dapat diisolasi dari nasofaring dengan

inokulasi spesimen ke dalam media dengan embrio telur. Tumbuhnya virus pada

biakan memastikan diagnosis. Uji diagnostik cepat untuk influenza menggunakan

penandaan antigen virus seperti dengan cara ELISA. Diagnosis juga dapat dipastikan

secara serologi dengan membandingkan kadar serum fase konvalesensi dengan fase

akut dengan uji inhibisi hemaglutinasi.3

Tidak ada gejala dan tanda infeksi avian influenza A/H5N1 yang

patognomonik. Manifestasi klinis, laboratorium, dan temuan radiologis tidak ada yang

khas yang dapat membedakan dengan penyebab lain dari penyakit seperti influenza

(PSI), atau pneumonia didapat (community acquired pneumonia) yang berat, atau

Acute respiratory distress syndrome (ARDS). Kecurigaan timbul bila di daerah

tersebut memang diketahui merupakan wilayah endemis A/H5N1 pada unggas dan

adanya riwayat kontak. Tenaga medis di lini terdepan harus selalu menggali

kemungkinan adanya kontak dengan unggas bila menjumpai pasien dengan gejala

16

Page 17: Avian Flu New

PSI. Pasien dengan PSI yang mempunyai riwayat kontak dengan unggas atau

melakukan perjalanan ke daerah endemis A/H5N1 harus diperiksa secara radiologi

dan mikrobiologi yang memadai.3

Di Negara yang diketahui adanya infeksi A/H5N1 pada unggas, maka dugaan

kemungkinan influenza A/H5N1 seharusnya dimasukkan dalam daftar diagnosis

banding pada semua pasien dengan PSI yang disertai demam. Avian influenza juga

harus dipikirkan pada pasien dengan PSI yang mempunyai kemungkinan pajanan

dengan pasien A/H5N1 atau dengan sampel yang diduga mengandung virus tersebut.

Karena gejala dan tanda avian influenza tidak spesifik, maka penggalian riwayat

pajanan harus dilakukan dengan cermat. Termasuk dalam hal ini adalah adanya

kontak dekat/langsung dengan unggas ternak yang sakit atau mati, unggas liar, pasien

sakit berat, riwayat perjalanan ke daerah endemis A/H5N1, atau bekerja di

laboratorium yang menangani sampel yang kemungkinan mengandung virus tersebut.3

Penggunaan uji cepat influenza yang dijual secara komersial tidak dianjurkan

karena sensitivitasnya rendah. Hasil positif tidak dapat membedakan dengan influenza

A lain, sementara hasil negatif tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi oleh

A/H5N1. Pengambilan specimen dari pasien suspek seharusnya dilakukan sebelum

pemberian obat antivirus, namun jangan sampai pemberian obat terlambat karena

menunggu pengambilan specimen yang tidak segera dilakukan.3

Mengingat potensi pandemi avian influenza A/H5N1 maka dalam penetuan

diagnosis diperlukan pembakuan definisi kasus untuk berbagai keperluan; diagnosis

dan tatalaksana media, maupun penanganan epidemiologik baik lokal, nasional

maupun internasional. Sampai fase 3 kewaspadaan pandemi, WHO membuat kriteria

definisi kasus yang akan terkait dengan manajemennya.3

Kasus Suspek

Seseorang dengan gejala penyakit saluran pernapasan bawah yang tidak dapat

dijelaskan penyebabnya disertai demam >380C dengan gejala batuk dan sesak

napas, DAN adanya ≥ 1 pajanan berikut dalam 7 hari sebelum timbulnya gejala:3

Kontak (merawat, berbicara dengan, atau meraba) dekat (dalam jarak 1

meter) dengan seseorang yang dicurigai menderita avian influenza dengan

status probable atau terkonfirmasi.

Pajanan (memegang, menyembelih, membului, memotong, menyiapkan

untuk konsumsi) dengan unggas ternak atau unggas liar atau bangkai

unggas atau lingkungan yang tercemar oleh unggas dalam wilayah yang

17

Page 18: Avian Flu New

dicurigai atau diketahui telah terjadi infeksi pada hewan atau manusia

dalam sebulan terakhir

Memakan produk ternak unggas yang tidak dimasak dengan sempurna

dalam wilayah yang dicurigai atau diketahui telah terjadi infeksi pada

hewan atau manusia dalam sebulan terakhir

Kontak dekat dengan hewan (selain unggas) yang telah dikonfirmasi

terinfeksi oleh A/H5N1

Memegang/menangani sampel (hewan/manusia) yang dicurigai

mengandung virus A/H5N1.3

Ditemukan leukopeni.*

Ditemukan adanya titer antibody terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI

menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa

subtipe.*

Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial

foto.*

* Dikutip dari Depertemen Kesehatan mengenai Penatalaksanaan Flu Burung di

Rumah Sakit8

Kasus Probabel

Definisi 1 :

Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek DAN satu kriteria tambahan :3

Bukti pneumonia pada gambaran foto toraks dan bukti gagal napas

(takipnoe, hipoksemia)

Konfirmasi laboratorium positif untuk influenza A tetapi belum cukup

bukti untuk infeksi H5N1.3

Definisi 2 :

Seseorang meninggal karena suatu infeksi respiratori akut yang tidak dapat

dijelaskan penyebabnya, yang secara epidemiologik (waktu, tempat, pajanan)

berkaitan dengan kasus A/H5N1 dengan status Probabel atau Terkontaminasi.3

Kasus Terkonfirmasi

Seseorang yang memenuhi kriteria Suspek atau Probabel DAN ≥ 1 pemeriksaan

laboratorium berikut ini positif :3

Isolasi virus A/H5N1

18

Page 19: Avian Flu New

Hasil laboratorium positif untuk H5 melalui pemeriksaan PCR dengan

menggunakan 2 sasaran yang berbeda misalnya menggunakan primers

khusus untuk influenza A dan H5 HA

Peningkatan ≥ 4 kali antbodi netralisasi dibandingkan antara fase akut

(dalam 7 hari awal gejala) dengan fase konvalesen DAN titer fase

konvalesen minimal 1:80

Titer antibodi mikronetralisasi A/H5N1 1:80 atau lebih dalam satu

spesimen serum yang diambil pada hari ≥ 14 awitan gejala DAN satu

hasil positif menggunakan pemeriksaan serologik, ATAU hasil positif H5

menggunakan specific Western blot.3

Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai kasus flu burung dapat dikategorikan menjadi:

1. Derajat 1 : Pasien tanpa pneumonia

2. Derajat 2 : Pasien dengan pneumonia ringan tanpa gagal napas

3. Derajat 3 : Pasien dengan pneumonia berat dan gagal napas

4. Derajat 4 : Pasien dengan pneumonia berat dan ARDS atau kegagalan organ

ganda.8

X. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang sering

ditemukan. Penyakit dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara

lain :11

- Community acquired pneumonia

- Atypical pneumonia

- Respiratory syncytial virus

- Severe acute respiratory syndrome (SARS)11

19

Page 20: Avian Flu New

Gambar 8. Algortime tatalaksana avian influenza10

XI. TATALAKSANA

Terapi Antiviral

Aktivitas sialidase neuromonidase sama pada subtipe yang berbeda, sehingga

merupakan salah satu target utama dalam terapi antiviral. Protein membran virus lain

yaitu M2 ion channel yang berperan penting dalam replikasi virus merupakan target

lain terapi antiviral. Dua kelas antivirus efektif untuk terapi influenza yaitu

penghambat neurominidase dan penghambat protein M2 yang disebut kelas

adamantan. Obat inhibitor neurominidase adalah oseltamivir dan zanamivir,

sedangkan penghambat protein M2 adalah amantadine dan rimantadin.3,9,10

20

Page 21: Avian Flu New

Neurominidase merupakan sasaran yang menarik untuk pengembangan

antiviral karena merupakan bagian esensial dalam replikasi virus dan berlaku silang

pada berbagai subtipe virus termasuk influenza B dan semua galur influenza manusia

maupun avian.4,9

Kelas pertama efektif untuk mengobati influenza A dan B, sedangkan kedua

dapat digunakan pada saat wabah influenza A namun tidak efektif untuk influenza B

dan penggunaan untuk bayi belum disetujui. Antivirus influenza harus diberikan

dalam 48 jam pertama setelah timbul gejala, untuk mengurangi durasi dan beratnya

penyakit.3

Usia Dosis

Anak usia ≥ 13 tahun dan dewasa 75 mg 2 x sehari

≤ 15 kg 30 mg 2 x sehari

> 15-23 kg 45 mg 2 x sehari

> 23-40 kg 60 mg 2 x sehari

> 40 kg 75 mg 2 x sehari

Oseltamivir yang hanya tersedia dalam bentuk oral, sampai saat ini masih

merupakan obat antiviral primer pilihan untuk terapi A/H5N1. Observasi terbatas

menunjukkan bahwa pemberian oseltamivir dini berhubungan dengan oenurunan

mortalitas. Oleh karena itu dianjurkan untuk memberikan oseltamivir secepatnya pada

pasien yang dicurigai terinfeksi A/H5N1 atas dasar klinis sebelum konfirmasi etiologi

diperoleh. Baku terapi adalah pemberian selama 5 hari, mengacu pada kasus influenza

manusia. Dosis baku adalah 75 mg dua kali perhari untuk pasien dewasa. Dosis untuk

anak ≥ 1 tahun 2 mg/kgBB/kali diberikan dua kali sehari selama 5 hari.10

Tabel 5. Dosis alternatif oseltamivir (WHO)10

21

Page 22: Avian Flu New

Pemberian terapi amantadine secara dini pada pasien A/H5N1 di Hongkong

menunjukkan perbaikan klinis. Namun pemberian obat tersebut secara monoterapi

menyebabkan resistensi obat berkembang dengan cepat.

Antibiotik

Sebagian besar pasien yang dirawat karena A/H5N1 secara radiologis

menunjukkan gambaran pneumonia saat masuk. Pemilihan jenis antibiotik

disesuaikan dengan pedoman tatalaksana community acquired pneumonia yang ada.

Untuk pasien anak pilihan antibiotik didasarkan pada kelompok umur yang biasanya

mempunyai pola kuman yang berbeda. Sebelum pemberian antibiotik seharusnya

diambil spesimen respiratori dan darah untuk pemeriksaan pulasan langsung Gram

maupun biakan.3,10

Steroid

Steroid sistemik sering digunakan untuk terapi Acute lung injury (ALI) atau

acute respiratory distress syndrome pada pasien infeksi A/H5N1 dengan asumsi

adanya efek antiinflamasi dan antifibrosis. Namun dari beberapa pengamatan terakhir,

disimpulkan bahwa tidak ada manfaat yang nyata pemberian steroid dosis tinggi

untuk virus associated pneumonia maupun ARDS.3

Etoposid dan immunoglobulin intravena

Dari beberapa temuan otopsi pada kasua A/H5n1 yang fatal menunjukkan

adanya hemofagositosis reaktif. Oleh karena itu dipikirkan pemberian agen sitotoksik

etoposid sebagai alternatif terapi untuk haemophagocytic lymphocytosis (HLH).

Kriteria diagnosis untuk HLH antara lain demam, splenomegaly, bisitopenia,

hipertrigiliseridemia, hipofibrinogenemia, hemofagositosis di sumsum tulang, limpa

atau kelenjar limfe, turun/tidak adanya aktivitas sel NK, hiperferitinemia dan

peningkatan kadar CD25. Kriteria ini harus dipenuhi sebelum memberikan terapi

empirik.3

XII. PENCEGAHAN

a) Medikamentosa

Amantadin, rimantadin, dan oseltamivir diberikan sebagai profilaksis untuk

orang dengan atau tanpa imunisasi influenza selama wabah influenza. Profilaksis

terutama diberikan pada orang yang mengalami kontak erat dengan pasien, petugas

kesehatan selama masa wabah.3

Oseltamivir

22

Page 23: Avian Flu New

Diberikan secara oral. Dosis profilaksis adalah 75 mg sehari sekali pada orang

dewasa dan disesuaikan dengan berat badan pada anak-anak ≥ 1 tahun, diberikan

7-10 hari:10

Tabel 6. Dosis profilaksis Oseltamivir10

Tidak ada bukti bahwa penggunaan oseltamivir berguna pada anak dibawah 1

tahun. Profilaksis diberikan secepatnya setelah status terpapar diketahui.10

Zanamivir

Zanamivir hanya tersedia dalam bentuk inhalasi oral menggunakan diskhaler.

Dosis inhalasi zanamivir yang direkomendasikan pada anak-anak berumur 5

tahun dan diatasnya adalah 10 mg diberikan satu kali dalam satu hari selama 7

sampai 10 hari. Inhalasi zanamivir sebagai profilaksis tidak diberikan pada

anak-anak dibawah umur 5 tahun bila tidak ada indikasi.10

Amantadin

Sediaan amantadine adalah dalam bentuk tablet 100 mg, kapsul dan dalam

bentuk sirup. Dosis amantadin untuk influenza tipe A adalah 100 mg 2 kali dalam

sehari pada orang dewasa dan anak-anak ≥ 10 tahun selama 7 sampai 10 hari.

23

Anak usia ≥ 13 tahun dan dewasa 75 mg 1 x sehari

≤ 15 kg 30 mg 1 x sehari

> 15-23 kg 45 mg 1 x sehari

> 23-40 kg 60 mg 1 x sehari

> 40 kg 75 mg 1 x sehari

Page 24: Avian Flu New

Amantadin diberikan 100 mg satu kali dalam satu hari pada usia diatas 65

tahun.10

Pada anak-anak dibawah umur 10 tahun :10

1-9 tahun: 5 mg/kgBB/hari (dosis maksimal : 150 mg/hari, diberikan 2x

sehari)

10-12 tahun : 100 mg, 2x sehari

Pada pasien dengan gangguan ginjal, maka dosis yang digunakan sesuai

deengan creatinin clearance :10

Creatinin Clearence (ml/min/1.73 m2) Dosis

30-50 200 mg pada awal pemberian dan

100 mg untuk seterusnya perharinya

15-29 200 mg pada awal pemberian dan

100 mg pada hari alternative

< 15 200 mg setiap 7 hari

Tabel 7. Dosis Amantadin pada pasien dengan gangguan ginjal

Dosis yang direkomendasikan pada pasien dengan hemodialisa adalah 200

mg setiap 7 hari.10

Rimantadin

Rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup, diberikan 7-10 hari. Dosis

yang diberikan:10

Usia Dosis

Dewasa dan anak > 10 tahun 100 mg, 2x sehari

Anak ≤ 10 tahun 5 mg/kgBB/hari (Dosis maksimal:

150 mg/hari), 2x sehari

Disertai Gangguan ginjal dan hepar 100 mg, 1x sehari

Tabel 8. Dosis profilaksis Ramantadin10

b) Vaksinasi

Mengingat serotipe virus influenza yang beredar mempunyai pola tahunan, maka

sepanjang waktu dilakukan surveilans influenza untuk memperkirakan serotip yang

akan timbul tahun berikutnya. Vaksin influenza inaktif tersedia setiap musim panas

dengan kandungan serotip virus yang diantisipasi untuk musim dingin mendatang.

Imunisasi influenza dianjurkan mulai dari bayi ≥ 6 bulan hingga anak dan orang

24

Page 25: Avian Flu New

dewasa berisiko tinggi mengalami komplikasi. Imunisasi direkomendasikan juga

untuk orang yang berpotensi menulari pasien berisiko tinggi. Vaksin diberikan secara

intramuskular, untuk imunisasi primer pada anak < 9 tahun vaksin diberikan 2 kali

dengan selang 1 bulan, setelah itu vaksin diberikan setahun sekali. Dosis 0,25mL

diberikan pada bayi 6-36 bulan dan dosis 0,5mL untuk anak 3-8 tahun.3

c) Non medikamentosa

Pada unggas :

Pemusnahan unggas atau burung yang terinfeksi flu burung

Vaksinasi pada unggas atau burung yang sehat

Pada manusia :

Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)

Mencuci tangan dengan desinfektan

Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi

Gunakan alat pelindung seperti masker dan pakaian kerja

Membersihkan kotoran unggas setiap hari

Masyarakat Umum

Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi dan istirahat

yang cukup

Mengolah unggas dengan cara yang benar yaitu: pilih unggas yang sehat

(tidak terdapat gejala-gejala penyakit dalam tubuhnya)

Mencuci tangan setelah

Memasak daging unggas sampai suhu 80º C selama 1 menit dan pada telur

sampai suhu 64º C selama 4.5 menit

XIII. PROGNOSIS

Sekitar 60% pasien yang telah dikonfirmasi menderita high pathogenicity

avian influenza (HPAI) dilaporkan ke Badan Organisasi Dunia (WHO) meninggal

tahun 2003. Penderita biasanya meninggal oleh karena komplikasi dari penyakit

ARDS dan kegagalan multiorgan. Pendekatan penyakit secara dini dan pemberian

oseltamivir pada awal penyakit mungkin berhubungan dengan penurunan morbiditas

dan mortalitas. Terdapatnya rhinore menindikasikan prognosis yang lebih baik pada

anak-anak dengan H5N1.

25

Page 26: Avian Flu New

XIV. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat muncul adalah :

Primary influenza pneumonia

Gagal nafas

Acute respiratory distress syndrome

Kegagalan multiorgan

Sepsis

Community-acquired pneumonia

Kematian.11

26

Page 27: Avian Flu New

Tabel 9. T

erapi antiviral pada Avian

Influenza10

27

Page 28: Avian Flu New

Tabel 10. T

erapi pada Avian Influenza dengan G

angguan Ginjal atau

Hepar

10

28

Page 29: Avian Flu New

BAB III

KESIMPULAN

Avian influenza disebabkan virus avian influenza tipe A yang terdiri dari

subtype H1 sampai H16 dan N1 sampai N9. Virus ini cepat bermutasi karena bersufat

antigenic shift dan drift. Hal ini dapat membuatnya pathogen bagi manusia yang akan

berakibat fatal. Hingga saat ini belum terjadi penularan flu burung dari manusia ke

manusia, demikan juga belum ditemukan vaksin yang khusus untuk mencegah infeksi

virus H5N1 pada manusia. Untuk menghindari terjadinya genetic reassortment yang

dapat berkembang menjadi pandemic dapat diberikan vaksin flu manusia atau

oseltamivir dosis tunggal selama 7 sampai 10 hari pada orang yang berisiko tinggi.

Selain itu upaya preventif utama harus dilakukan, seperti menjaga perilaku higienis,

memakai masker, meningkatkan sistem imunitas serta membinasakan unggas yang

terinfeksi virus avian influenza.

29

Page 30: Avian Flu New

DAFTAR PUSTAKA

1. Lupiani B, Reddy SM. The history of avian influenza. Comparative Immunology, Microbiology and Infectious Disease 2009;32:311-23. DOI:10.1016/j.cimid.2008.01.004

2. World Health Organization. H5N1 Avian Influenza: Timeline of major events [Internet] Updated on 2012 Apr 20 [Diakses 16 Okt 2013]. Available from: http://www.who.int/influenza/human_animal_interface/H5N1_avian_influenza_update200412.pdf.

3. Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi I, Cetakan Ketiga. Jakarta : Badan Penerbit IDAI;2012. BAB 7.8.1 Avian Influenza, p558-76.

4. Kumala W. Avian Influenza : profil dan penularannnya pada manusia. Avian Influenza : profile and transmission to human 2000, Oktober-Desember;24(4):184-9.

5. The Writing Committee of the World Health Organization (WHO). Avian Influenza A (H5N1) Infection In Human. The New England Journal of Medicine 2005 Sept 29; 353:1374-1385. DOI: 10.1056/NEJMra052211

6. World Health Organization. Global statistics of avian influenza affected areas. Updated on 2013 Oct 17. Available from : http://www.chp.gov.hk/files/pdf/global_statistics_avian_influenza_e.pdf. Accessed on 2013 Oct 17.

7. Radhi, M. Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran pada Manusia. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2006 Ags; 13(2):55-65

8. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Rumah Sakit. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/flu_H1N1/tata_laksana_avian_influenza.pdf. Accessed on 2013 Oct 19.

9. World Health Organization. Clinical management of human infection with avian influenza A (H5N1) virus [Internet] 2004 [Diakses 17 Okt 2013]. Available from: http://www.who.int/influenza/resources/documents/ClinicalManagement07.pdf

10. World Health Organization. Rapid Advice Guidelines on Pharmacological Management of Humans Infected with Avian Influenza A(H5N1) Virus. Switzerland: 2006. 136p

11. Avian influenza A (H5N1) virus infection. Available from: https://online.epocrates.com/noFrame/showPage.do?method=diseases&MonographId=455&ActiveSectionId=52. Accessed on 2013 Oct 19.

30