BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Audit internal merupakan jaminan, independen objektif dan
aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan
meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai
tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin
untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen
risiko, pengendalian, dan tata kelola. Audit internal adalah
katalis untuk meningkatkan efektifitas organisasi dan efisiensi
dengan menyediakan wawasan dan rekomendasi berdasarkan analisis dan
penilaian data dan proses bisnis. Dengan komitmen terhadap
integritas dan akuntabilitas, audit internal yang memberikan nilai
untuk mengatur badan dan manajemen senior sebagai sumber tujuan dan
saran independen.Audit Internal merupakan suatu aktivitas
independen dalam memberikan jasa konsultasi dan penjaminan
(keyakinan) secara objektif yang dirancang untuk memberikan nilai
tambah dan perbaikan operasi suatu organisasi, dengan maksud untuk
membantu organisasi mencapai tujuannya dengan cara menggunakan
pendekatan yang sistematis dan terarah (sesuai disiplin ilmu) dalam
mengevaluasi dan memperbaiki efektivitas pengelolaan risiko,
pengendalian, dan proses tata kelola (governance processes). Oleh
sebab itu Internal Auditor senatiasa berusaha untuk menyempurnakan
dan melengkapi setiap kegiatan dengan penilaian langsung atas
setiap bentuk pengawasan untuk dapat mengikuti perkembangan dunia
usaha yang semakin kompleks. Dengan demikian Internal Auditing
muncul sebagai suatu kegiatan khusus dari bidang akuntansi yang
luas yang memanfaatkan metode dan teknik dasar dari penilaian.
Dengan demikian pemeriksa Intern (Internal Auditor) harus
memahami sifat dan luasnya pelaksanaan kegiatan pada setiap jajaran
organisasi, dan juga diarahkan untuk menilai operasi sebagai tujuan
utama. Hal ini berarti titik berat pemeriksaan yang diutamakan
adalah pemeriksaan manajemen. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan memahami kebijaksanaan manajemen (direksi), ketetapan rapat
umum pemegang saham, peraturan pemerintah dan peraturan lainnya
yang berkaitan.
Ruang lingkup audit internal dalam suatu organisasi yang luas
dan mungkin melibatkan topik-topik seperti efektivitas operasi,
keandalan pelaporan keuangan, menghambat dan menyelidiki kecurangan
serta mengamankan aset, dan juga kepatuhan terhadap hukum dan
ketentuan. Audit internal sering melibatkan pengukuran sesuai
dengan kebijakan entitas dan prosedur. Namun, auditor internal
tidak bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan perusahaan,
mereka menyarankan manajemen dan Dewan Direksi (atau serupa badan
pengawas) tentang bagaimana untuk melaksanakan tanggung jawab
mereka.
Perlu tidaknya fungsi audit internal dikukuhkan sebagai
bagian/unit organisasi tersendiri, tergantung kepada tingkat
urgensinya bagi organisasi perusahaan yang bersangkutan. Bertambah
besarnya ukuran organisasi perusahaan yang berdampak terhadap
melemahnya rentang pengendalian, bertambahnya volume transaksi, dan
semakin besarnya sumber daya yang harus dikelola, disamping
meningkatnya ketergantungan manajemen kepada informasi yang akurat
dan terintegrasi, merupakan faktor-faktor yang mendorong manajemen
untuk membentuk bagian audit internal dalam perusahaannya. Selain
itu, faktor lain yang mendorong manajemen/pemilik untuk
memanfaatkan fungsi audit internal adalah adanya tuntutan
perundang-undangan.
Fungsi audit internal di sektor publik dewasa ini lebih dituntut
untuk meningkatkan profesionalitas dan kredibilitasnya di mata
masyarakat. Terlihat dari terjadinya perubahan paradigma pengawasan
yang dilakukan oleh auditor sektor publik dari fungsi awal hanya
sebagai watch dog lalu berubah menjadi penjamin mutu dan fungsi
konsultasi. Perubahan paradigma ini juga menuntut perbaikan kinerja
dan kompetensi segenap aparat pengawas. Hal ini demi mewujudkan
Good Corporate Governance yang telah menjadi tuntutan globalisasi.
Isu Good Corporate Governance seyogyanya merupakan pemberdayaan
kembali fungsi audit internal sektor publik dalam melakukan audit
keuangan negara. Dimana audit keuangan negara adalah proses
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara
independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar audit,
untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
Dengan kata lain audit keuangan negara merupakan unsur pokok bagi
terciptanya akuntabilitas publik. Akuntabilitas diperlukan untuk
mengetahui : (1) pelaksanaan program yang dibiayai uang negara ;
(2) tingkat kepatuhan kepada perundang-undangan, dan ; (3)
keekonomisan, efisiensi, dan efektivitas.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraikan diatas maka dapat dirumuskan beberapa
masalah yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini, sebagai
berikut :1) Apa pengertian audit internal sektor publik?2) Apa
persamaan dan perbedaan audit internal sektor publik dengan audit
eksternal sektor publik?3) Apa komponen audit internal sektor
publik?
4) Bagaimana perubahan paradigma pengawasan dalam audit internal
sektor publik?5) Apa peran dan kontribusi auditor internal sektor
publik?6) Bagaimana proses dilaksanakannya audit internal sektor
publik?
7) Bagaimana peranan audit internal dalam mewujudkan clean &
good governance?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1) Memahami pengertian audit internal sektor publik.
2) Mengetahui persamaan dan perbedaan audit internal sektor
publik dengan audit eksternal sektor publik.
3) Mengetahui komponen audit internal sektor publik.
4) Memahami perubahan paradigma pengawasan dalam audit internal
sektor publik.
5) Memahami peran dan kontribusi auditor internal sektor
publik.
6) Mengetahui proses pelaksanaan audit internal sektor
publik.
7) Mengetahui peranan audit internal dalam mewujudkan clean
& good governance.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Audit Internal Sektor Publik
Audit internal sektor publik adalah audit yang dilakukan di
lingkungan organisasi/lembaga yang bergerak di bidang penyediaan
barang dan jasa publik (public goods and services), yaitu barang
dan jasa yang dibutuhkan oleh khalayak ramai atau masyarakat pada
umumnya, seperti jalan raya, rumah, sekolah, rumah sakit, tempat
ibadah, pertahanan dan keamanan, penerangan, dan sebagainya.
Organisasi/lembaga sektor publik tersebut dapat berupa instansi
pemerintah, BUMN/BUMD, dan lembaga swasta. Memperhatikan hal
tersebut, pengertian audit internal sektor publik dapat dipertajam
menjadi kegiatan audit yang dilakukan oleh auditor yang bekerja
untuk kepentingan manajemen organisasi/lembaga pemerintahan,
BUMN/BUMD, dan swasta yang melakukan upaya penyediaan barang dan
jasa publik.Dalam makalah ini, sesuai tujuan penulisannya, yang
dimaksud dengan sektor publik adalah pemerintah daerah (provinsi,
kabupaten/kota). Dengan demikian audit internal sektor publik dalam
makalah ini adalah audit yang dilakukan instansi struktural yang
secara khusus ditugasi sebagai auditor internal dilingkungan
pemerintahan daerah (provinsi, kabupaten/kota), yang disebut juga
dengan inspektorat daerah.Audit internal adalah audit yang
dilakukan oleh pihak dari dalam organisasi auditi. Pengertian
organisasi auditi dalam hal ini harus dilihat dengan sudut pandang
yang tepat. Organisasi auditi misalnya adalah pemerintah daerah,
kementerian negara, lembaga negara, perusahaan, atau bahkan
pemerintah pusat. Sebagai contoh, untuk pemerintah daerah, maka
audit internal adalah audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan
internal daerah yang bersangkutan (Inspektorat). Sedangkan pada
organisasi kementerian negara audit intern dilakukan oleh
inspektorat jenderal departemen dan dalam organisasi pemerintah
pusat audit intern dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Audit internal dilaksanakan dalam rangka
pelaksanaan fungsi pengawasan dalam manajemen. Jadi pelaksanaan
audit internal sektor publik lebih diarahkan pada upaya membantu
bupati/walikota/gubernur/menteri/presiden untuk meyakinkan
pencapaian tujuan organisasi.
2.2. Persamaan Dan Perbedaan Audit Internal Sektor Publik Dengan
Audit Eksternal Sektor PublikAuditor eksternal dan internal sektor
publik memiliki persamaan dalam banyak hal, terutama di bidang
teknis, yaitu sama-sama melaksanakan pekerjaan berdasarkan
penugasan yang diberikan, dan dalam pelaksanaan tugas tersebut,
juga menggunakan prosedur dan teknik audit yang sama. Namun, di
antara keduanya juga memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu:Tabel
1. Perbedaan Auditor Internal dan Auditor Eksternal Sektor
PublikAuditor InternalAuditor Eksternal
Subjek adalah aparat pengawas intern pemerintah (APIP)Subjek
adalah pihak luar yang independen (BPK)
Dipekerjakan oleh manajemen (Presiden, Menteri/Ketua LPND,
Kepala Daerah)Ditugaskan oleh lembaga tertinggi dalam organisasi
pemerintahan (DPR)
Melayani kebutuhan manajemen, oleh karena itu fungsi audit
internal merupakan bagian dari organisasi yang
bersangkutan.Melayani kebutuhan pihak ketiga yang memerlukan
informasi keuangan yang reliabel
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor internal tidak berhak
memberikan pendapat atas laporan keuangan lembaga tempat dia
bekerja karena dianggap tidak independenDalam audit atas laporan
keuangan, sesuai standar pemeriksaan yang berlaku, auditor
eksternal memberikan pendapat (opini) atas laporan keuangan yang
diauditnya
Setelah auditor internal menerbitkan laporan, harus melakukan
pemantauan tindak lanjut yang dilakukan manajemen atas
saran/rekomendasi yang diberikan sesuai hasil audit yang dituangkan
dalam laporannya tersebutLazimnya, kegiatan auditor eksternal
berhenti/selesai setelah menyerahkan laporan hasil audit kepada
yang memberi penugasan
Selain bertugas melakukan audit, juga diharapkan menjadi
konsultan bagi institusi di lingkungan organisasi tempat dia
bekerjaMelakukan pekerjaan sebatas penugasan yang diberikan
Fokus ke masa depan untuk membantu manajemen mencapai sasaran
dan tujuan organisasi secara efektif dan efisienFokus kepada
akurasi dan dapat dipahaminya kejadian historis seperti yang
diekspresikan dalam laporan keuangan
Berkepentingan secara langsung dalam pencegahan fraud dalam
berbagai bentuk atau tingkat aktivitas yang direviewBerkepentingan
secara insidental dalam pencegahan/pendeteksian fraud secara umum,
tetapi berkepentingan secara langsung bila terdapat pengaruh yang
bersifat material pada laporan keuangan.
Independen terhadap aktivitas yang diaudit, tetapi siap merespon
kebutuhan dan keinginan manajemen.Independen terhadap manajemen
baik dalam penampilan maupun sikap mental.
Review atas aktivitas dilakukan secara terus menerus
(kontinyu).Review atas catatan/dokumen yang mendukung laporan
keuangan secara periodik (umumnya setiap satu tahun sekali).
2.3. Komponen Audit Internal Sektor Publik
Audit internal terdiri dari lima komponen yang saling
berhubungan. Komponen ini bersumber dari cara pimpinan suatu
organisasi menyelenggarakan tugasnya dan oleh karena itu komponen
ini menyatu dan terjalin dalam proses manajemen. Komponen audit
internal adalah:
1) Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Merupakan perwujudan suatu iklim manajemen di mana sejumlah
orang melaksanakan kegiatan dan tanggungjawab pengendalian. Faktor
lingkungan pengendalian ini termasuk integritas, etika, kompetensi,
pandangan dan philosopi manajemen dan cara manajemen membagi tugas
dan wewenang/tanggungjawab serta arahan dan perhatian yang
diberikan pimpinan puncak.
2) Penaksiran Resiko (Risk Assessment)
Setiap entitas, dalam melaksanakan aktivitas menghadapi berbagai
resiko, baik internal maupun eksternal yang harus diperhitungkan
terkait dalam mencapai tujuan sehingga membentuk suatu basis
penetapan bagaimana resiko tersebut seharusnya dikelola. Penaksiran
risiko mensyaratkan adanya tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
3) Aktifitas Pengendalian (Control Activities)
Meliputi kebijakan dan prosedur yang menunjang arahan dari
manajemen untuk diikuti. Kebijakan dan prosedur tersebut
memungkinkan diambilnya tindakan dengan mempertimbangkan risiko
yang terdapat pada seluruh jenjang dan fungsi dalam organisasi.
Didalamnya termasuk berbagai jenis otorisasi dan verifikasi,
rekonsiliasi, evaluasi kinerja dan pengamanan harta serta pemisahan
tugas.
4) Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Informasi yang relevan perlu diidentifikasikan, dicatat dan
dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang tepat, sehingga
memungkinkan pelaksanaan tanggungjawab yang baik oleh anggota
organisasi. Sistem informasi menghasilkan laporan tentang kegiatan
operasional dan keuangan, serta ketaatan terhadap peraturan yang
berlaku dalam rangka melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan
tugas.
5) Monitoring
Pemantauan adalah suatu proses yang mengevaluasi kualitas
kinerja Sistem Pengendalian Manajemen pada saat kegiatan
berlangsung. Proses ini diselenggarakan melalui aktivitas
pemantauan yang berkesinambungan dan melalui pengawasan (audit)
intern atau melalui kedua-duanya.
Komponen tersebut di atas merupakan suatu rangkaian yang
terjalin erat. Komponen lingkungan pengendalian menjadi landasan
bagi komponen-komponen yang lain. Dalam lingkungan pengendalian,
manajemen melakukan penaksiran resiko dalam rangka pencapaian
tujuan. Aktivitas pengendalian diimplementasikan untuk memastikan
bahwa arahan manajemen telah diikuti. Sementara informasi yang
relevan dicatat dan dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi.
Selanjutnya keseluruhan proses tersebut dipantau secara terus
menerus dan diperbaiki bilamana perlu.Pertalian dan sinergi dari
antara komponen-komponen tersebut, membentuk suatu sistem
terintegrasi yang bereaksi dengan dinamis ke kondisi yang
berubah-ubah. Sistem pengawasan intern terjalin dengan aktivitas
organisasi. Pengawasan intern merupakan alat yang paling efektif
yang dibangun ke dalam infrastruktur organisasi dan menjadi bagian
dari inti organisasi. Pengawasan internal yang terpadu akan
meningkatkan mutu dan inisitif organisasi, menghindari biaya-biaya
tak perlu dan memungkinkan tanggapan yang cepat terhadap kondisi
yang berubah-ubah.
2.4. Perubahan Paradigma Pengawasan Dalam Audit Internal Sektor
PublikParadigma pengawasan yang telah meluas dari sekedar watchdog
yang cenderung lebih berfokus pada penemuan penyimpangan ke posisi
yang lebih luas yaitu pada efektivitas pencapaian misi dan tujuan
organisasi, mendorong pelaksanaan pengawasan ke arah pemberian
nilai tambah yang optimal. Pengawasan harus menekan-kan pada
pemberian bantuan kepada manajemen dalam melaku-kan pengelolaan
terhadap risiko-risiko yang dapat menghambat pencapaian misi dan
tujuan, sekaligus memberikan alternatif peningkatan efisiensi dan
efektivitas, serta pencegahan atas potensi kegagalan sistem
manajemen.
Idealnya pengawasan harus mampu memberikan nilai tambah terhadap
peningkatan kinerja penyelenggaraan manajemen peme-rintahan. Hal
tersebut penting mengingat keberadaan pengawasan adalah untuk
menjembatani hubungan antara pemimpin dengan para manajer dan staf
dalam rangka memperkecil ketimpangan informasi yang berkembang di
antara mereka. Itu semua mencerminkan bahwa pengawasan haruslah
berorientasi pada peningkatan mutu (quality assurance) yang
dilakukan secara independen dan objective dengan menggunakan
professional judge-ment sebagai pengawas yang kompeten.
Paradigma yang lama sebagai watchdog mungkin berhasil dalam
mencari oknum, tetapi semakin banyak oknum yang diberikan hukuman
atau sanksi akan semakin merendahkan nilai trust yang sedang
dibangun. Dengan demikian, kepentingan internal pengawas adalah
mengubah paradigma lama-nya suatu organisasi agar tetap berisi
individu-individu yang tidak mau melakukan penyimpangan dengan
metode dan kewenangan yang dimilikinya.
Pengawas dengan paradigma lama adalah organisasi intern dengan
kegiatan yang seolah-olah terpisah dengan organisasi yang
mempekerjakannya. Kemampuan yang ada diupayakan untuk ber-peran
sebagai pihak yang mencari kesalahan dengan melakukan pem-bandingan
antara yang seharusnya berdasarkan kriteria yang diingin-kannya
sendiri atau bersama-sama dengan organisasi dengan yang sebenarnya
terjadi di lapangan. Namun, ternyata dalam per-kembangannya, telah
terjadi perubahan pandangan terhadap profesi pengawas dari
paradigma lama yang masih berorientasi pada mencari kesalahan
(watchdog) menuju paradigma baru yang lebih mengedepankan peran
sebagai konsultan dan katalis. Selain itu telah terjadi pendekatan
baru dalam internal audit yaitu risk based audit approach.
Gambar 1. Perubahan Paradigma Pengawasan Internal Sektor
Publik
Dalam paradigma baru, ukuran keberhasilan APIP bukan jumlah
temuan, tetapi dari ukuran sejauh mana dapat membantu manajemen
mengatasi permasalahan yang timbul, meliputi aspek pengelolaan
resiko, kontrol, dan tata proses yang baik. Values pengawasan
didasarkan pada nilai transparansi, obyektif, independen, dan
akuntabel. Auditor internal diharapkan mengutamakan pengawasan
preventif dan preemtif dengan fokus pembinaan, advokasi,
pendmapingan, dan pengendalian pada setiap tahapan kegiatan yang
dilakukan organisasi. Berikut ini perbandingan paradigma lama dan
baru dalam kegiatan audit internal:Tabel 2 Perbandingan Paradigma
Lama Dan Baru Dalam Kegiatan Audit Internal
URAIANPARADIGMA LAMAPARADIGMA BARU
Fungsi Watchdog
Mengungkap temuan
Mengganggu obyek
Reaktif Watchdog, konsultan dan katalisator
Memecahkan masalah
Proaktif
Sifat Audit / Rekomendasi Post audit
Korektif
Post audit dan Pre audit
Korektif, Preventif, Prediktif
Sikap Kaku
Pasif Fleksibel dan konstruktif
Aktif dan komunikatif
Pendekatan Subyek - Obyek
Menang - Kalah Subyek - Subyek
Menang - Menang
Type Staf Setengah setengah Tuntas / Paripurna
Organisasi Pelengkap / memenuhi persyaratan Tools management
Pusat keunggulan
Ukuran Sukses Jumlah temuan Jumlah bantuan / manfaat
Pencapaian tingkat Good Corporate Governance (GCG)
2.5. Peran Dan Kontribusi Auditor Internal Sektor
PublikMemperhatikan ketentuan dalam UU No. 32/2004 tentang
Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah No. 79/2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23/2007 tentang Pedoman dan
Tatacara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, tampak
bahwa peran dari inspektorat provinsi, kabupaten/kota cenderung
hanya sebagai auditor saja.Menurut the International Standard for
the Professional Practice of Internal Auditing (IIA), peran yang
dimainkan oleh auditor internal dibagi menjadi dua kategori utama,
yaitu:1) Jasa assurance merupakan penilaian obyektif auditor
internal atas bukti untuk memberikan pendapat atau kesimpulan
independen mengenai proses, sistem atau subyek masalah lain. Jenis
dan lingkup penugasan assurance ditentukan oleh auditor
internal.
2) Jasa konsultansi merupakan pemberian saran, dan umumnya
dilakukan atas permintaan khusus dari klien (para auditi). Dalam
melaksanakan jasa konsultansi, auditor internal harus tetap menjaga
obyektivitasnya dan tidak memegang tanggung jawab manajemen.
Sesuai definisi dari the Institute of Internal Auditors (IIA),
jasa assurance dan konsultasi tersebut dimaksudkan untuk membantu
organisasi mencapai tujuannya, dilakukan melalui pendekatan
sistematis dan teratur terhadap efektivitas pengelolaan risiko,
pengendalian dan proses tata kelola. Mengenai ketentuan yang
mengatur peran aparat pengawas intern pemerintah (APIP) yang
cenderung hanya sebagai auditor dapat dipahami, karena yang
menetapkan aturan adalah penguasa yang cenderung membutuhkan umpan
balik dalam bentuk hasil pengawasan (assurance). Namun untuk
meningkatkan nilai tambah dari APIP, kiranya perlu pula
dipertimbangkan pengembangan jasa auditor internal pada sisi lain
(klien/auditi), yaitu jasa konsultansi.
Pengembangan jasa konsultansi ini dimaksudkan agar auditor
internal memberi manfaat yang optimal bagi organisasi, sehingga
kehadirannya benar-benar dirasakan sebagai kebutuhan, tidak hanya
oleh penguasa/pimpinan, tetapi juga oleh para auditi. Disamping
memberikan jasa audit (tepatnya assurance) dan jasa konsultansi,
auditor internal juga dapat berperan dalam berbagai hal lain yang
memberikan nilai tambah bagi organisasi, seperti: Memberikan
masukan kepada pimpinan mengenai berbagai hal terkait dengan
pelaksanaan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan (misal:
penyusunan usulan rencana anggaran pendapatan dan belanja) sampai
pada penyusunan laporan pertanggung jawaban keuangan pemerintah
daerah. Auditor internal dapat memberi masukan yang komprehensif
kepada manajemen karena dia memiliki akses dan pengetahuan yang
luas terhadap seluruh satuan kerja di lingkungan pemerintahan
daerah.
Sebagai counterpart (pendamping) auditor eksternal (BPK dan/atau
kantor akuntan publik yang ditunjuk) dan pejabat pengawas
pemerintah lainnya yang melakukan pengawasan di lingkungan
pemerintah daerah tempat dia bekerja. Pejabat Pengawas Pemerintah
lainnya tersebut meliputi; BPKP, Inspektorat Jenderal
Departemen/Unit Pengawasan LPND. Peran ini dimaksudkan agar
pelaksanaan audit oleh pejabat pengawas lainnya tersebut dapat
berjalan lancar dan dapat dilaksanakan secara efisien. Disamping
itu, jika ada permasalahan yang perlu diperhatikan segera dapat
dikomunikasikan dengan pejabat terkait, termasuk dengan kepala
daerah.
Dalam hal tertentu, bila independensi, kompetensi dan kecermatan
profesional APIP dalam melaksanakan tugas dipandang memenuhi
syarat, dimungkinkan hasil pengawasannya akan dimanfaatkan oleh
auditor eksternal, sebagai pendukung terhadap laporan audit yang
akan diterbitkannya. Dengan demikian, luas pemeriksaan oleh auditor
eksternal dapat dikurangi dan biaya auditnya dapat lebih
efisien.Berkenaan dengan peran dari fungsi audit internal sektor
publik, maka Buttery et.al (1993) dengan pemikirannya menyatakan
bahwa:
a) Seorang auditor internal harus memiliki independensi baik
dalam arti status organisasi; obyektivitas personil sehingga dapat
memungkinkan ia melakukan tugasnya dengan tepat. Independensi yang
dimiliki oleh auditor internal dengan menekankan pada: cakupan
tugas; akses; laporan; aktivitas; personil; dan sikap.
b) Dalam posisi sebagai manajer audit pada fungsi audit
internal, maka diskripsi tugas/ pekerjaan itu adalah sebagai
berikut:
Berupa tanggungjawab manajer audit untuk merekrut staf yang
sesuai dan berkualifikasi
Manajer audit harus dapat memastikan bahwa tujuan audit internal
telah tercapai.
Manajer audit harus menyiapkan rencana audit jangka panjang yang
akan diajukan kepada pihak yang lebih tinggi dalam lembaga untuk
rentang waktu tak lebih dari tiga tahun; merekonsiliasi sumberdaya
staf yang tersedia sesuai dengan berbagai tugas audit yang harus
diselesaikan; mengidentifikasi area utama risiko audit.
Manajer audit bertanggungjawab atas laporan auditnya, yang harus
disampaikan pada tanggal tertentu.
Manajer audit harus dapat memastikan bahwa terjadi komunikasi
yang baik dengan eksternal auditor ataupun konsultan manajemen guna
menghindari duplikasi pekerjaan audit. Di samping itu, perlu juga
adanya hubungan yang erat dengan kepolisian dan sejenisnya, dalam
kaitannya dengan temuan/hasil investigasi atas fraud dan/atau
irregularity.
Senantiasa harus mengikuti setiap perubahan yang terjadi pada
profesinya.
c) Setiap auditor internal seyogyanya memiliki kualifikasi
personal sebagai berikut: inteligensi yang tinggi; rasa ingin tahu
yang besar; imajinasi; perilaku dan kesantunan yang prima;
komitmen; komunikasi yang baik; karakter yang baik.
d) Setiap auditor internal harus senantiasa meningkatkan
kemampuannya melalui pendidikan berkelanjutan; mengikuti latihan
ketrampilan untuk bidang tertentu.2.6. Proses Audit Internal Sektor
PublikSecara umum proses audit internal dikelompokkan dalam:
1) Persiapan PenugasanKegiatan utama pada tahap ini adalah
pengumpulan informasi umum tentang auditi, untuk ditelaah dalam
rangka menentukan sasaran audit tentantif (tentative audit
objectieves) atau perkiraan permasalahan yang perlu mendapat
perhatian pada tahap audit pendahuluan. Secara keseluruhan
aktivitas persiapan penugasan meliputi: penerbitan Surat Tugas,
koordinasi dengan APIP lain, pemberitahuan kepada Auditi,
pengumpulan informasi umum, penyusunan rencana penugasan, penyiapan
program audit untuk audit Pendahuluan.2) Audit Pendahuluan
Pada tahap ini auditor berupaya memperoleh kerjasama dengan
auditimemperoleh gambaran yang lebih detil tentang auditi, serta
bukti awal dan melakukan berbagai penelaahan dengan memperhatikan
sasaran audit tentantif (tentative audit objectives) dan mengikuti
langkah-langkah pemeriksaan dalam program audit pendahuluan. Hasil
pengumpulan bukti awal dan penelaahan tersebut digunakan untuk
menentukan permasalahan yang perlu didalami (sasaran audit
definitif/firm audit objectives) dalam rangka merencanakan prosedur
audit selanjutnya. Secara keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh
auditor pada audit pendahuluan ini, meliputi: pertemuan awal,
observasi lapangan, penelaahan dokumen, evaluasi pengendalian
internal, prosedur analitis, dan penyusunan program audit
lanjutan.3) Pelaksanaan Pengujian
Pada tahap ini dilakukan pendalaman pemeriksaan, dengan
mengumpulkan bukti-bukti yang lebih banyak dan analisa yang lebih
mendalam, dalam rangka memperkuat/melengkapi atribut terkait dengan
permasalahan yang perlu mendapat perhatian sebagaimana
diidentifikasi pada audit pendahuluan. Kegiatan pelaksanaan
pengujian ini disebut juga dengan pemeriksaan lanjutan/perluasan
pengujian/pengembangan temuan.4) Penyelesaian PenugasanPada tahap
penyelesaian penugasan, auditor merangkum semua permasalahan yang
ditemukan dalam suatu daftar permasalahan/temuan, kemudian
mengkonfirmasikannya kepada pihak auditi untuk mendapatkan
tanggapan dan pengembangan rekomendasi untuk persetujuan dan
komitmen dari menajemen mengenai permasalahan yang dikemukakan dan
pelaksanaan rekomendasi tersebut. Kegiatan konfirmasi dengan pihak
auditi tersebut biasanya dilakukan dalam forum pertemuan akhir atau
clossing conference.5) Pelaporan dan Tindak Lanjut
Pelaporan
Penyusunan laporan hasil audit, yaitu aktivitas menuangkan
rangkuman hasil audit kedalam laporan, biasanya dilakukan oleh
Ketua Tim Audit, direviu oleh Supervisor dan disetujui/ditanda
tangani oleh Penanggung Jawab Audit. Laporan yang telah disetujui
kemudian digandakan sesuai kebutuhan dan didistribusikan kepada
pihak-pihak yang berhak menerimanya. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil
Pemeriksaan
Dalam laporan hasil audit diungkapkan pula berbagai permasalahan
yang ditemukan dan rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti oleh
manajemen atau pihak lain yang terkait. Terhadap rekomendasi yang
diberikan itu, auditor melakukan pemantauan dan evaluasi
(monitoring dan evaluation).
Maksudnya adalah untuk mencapai tujuan akhir kegiatan audit
internal, yaitu adanya perbaikan, penertiban, penyempurnaan dan
peningkatan kinerja auditi, sekaligus bermanfaat dalam upaya
peningkatan pelayanan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.2.7.
Peranan Audit Internal Dalam Mewujudkan Clean & Good
GovernanceSemakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan
akuntabel harus disikapi dengan serius dan sistematis. Segenap
jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran eksekutif,
legislatif, dan yudikatif harus memiliki komitmen bersama untuk
menegakkan good governance dan clean government. Seiring dengan hal
tersebut, pemerintah pusat dan daerah telah mencanangkan sasaran
untuk meningkatkan pelayanan birokrasi kepada masyarakat dengan
arah kebijakan penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan
berwibawa (good governance).
Beberapa hal yang terkait dengan kebijakan untuk mewujudkan good
governance pada sektor publik antara lain meliputi penetapan
standar etika dan perilaku aparatur pemerintah, penetapan struktur
organisasi dan proses pengorganisasian yang secara jelas mengatur
tentang peran dan tanggung jawab serta akuntabilitas organisasi
kepada publik, pengaturan sistem pengendalian organisasi yang
memadai, dan pelaporan eksternal yang disusun berdasarkan sistem
akuntansi yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Selanjutnya, berkaitan dengan pengaturan sistem pengendalian
organisasi yang memadai, hal ini menyangkut permasalahan tentang
manajemen risiko, audit internal, pengendalian internal,
penganggaran, manajemen keuangan dan pelatihan untuk staf keuangan.
Secara umum, permasalahan-permasalahan tersebut telah diakomodasi
dalam paket undang-undang di bidang pengelolaan keuangan negara
yang baru-baru ini telah diterbitkan oleh pemerintah.
Paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara
yang meliputi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara beserta peraturan-peraturan pendukungnya
menggambarkan keseriusan jajaran pemerintah dan DPR untuk
memperbaiki pengelolaan, pencatatan, pertanggungjawaban, dan
pemeriksaan atas pengelolaan keuangan pemerintah baik di tingkat
pusat maupun daerah. Salah satu pertimbangan yang menjadi dasar
penerbitan peraturan perundang-undangan tersebut adalah bahwa
keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
sebagai salah satu prasyarat untuk mendukung keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Berkaitan dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara, dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004
disebutkan bahwa: Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil
pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Seperti telah
disebutkan di atas, peran dan fungsi audit internal termasuk unsur
yang penting dalam sistem pengendalian organisasi yang memadai.
Untuk dapat mendukung efektivitas pelaksanaan audit oleh auditor
eksternal sesuai amanat pasal 9 ayat (1) tersebut di atas maka
peran dan fungsi audit internal perlu diperjelas dan dipertegas.
Berikut ini berbagai alternatif berkaitan dengan pemberdayaan peran
dan fungsi audit internal serta formulasi sinerji fungsi pengawasan
di antara berbagai institusi audit internal dalam kerangka
mewujudkan good governance yang merupakan idaman dan cita-cita
seluruh masyarakat Indonesia:1. Kewajiban Pelaporan Keuangan dan
Pelaksanaan Audit Berdasarkan Undang-Undang di Bidang Keuangan
Negara
Pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan merupakan salah satu
bentuk akuntabilitas penyelenggara pemerintahan kepada rakyat
melalui perwakilannya di lembaga legislatif. Dalam UU Nomor 1 Tahun
2004 telah secara tegas dinyatakan bahwa pengelola keuangan
pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah diwajibkan untuk
menyelenggarakan sistem akuntansi atas transaksi keuangan, aset,
utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan
perhitungannya. Sistem akuntansi tersebut digunakan sebagai sarana
penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah berdasarkan
standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. Selanjutnya,
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun
anggaran, Presiden selaku kepala pemerintahan di pusat dan
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan di daerah
menyampaikan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
Meskipun sudah ada kewajiban APIP untuk melaksanakan reviu atas
laporan keuangan sebelum disampaikan kepada BPK untuk diaudit,
tetapi sampai saat ini, pelaksanaan reviu tersebut ternyata masih
belum sepenuhnya dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan
pemerintah. Hal ini terbukti dari masih banyaknya laporan keuangan
pemerintah baik di tingkat kementerian maupun di tingkat daerah
yang masih mendapatkan opini disclaimer dari BPK. Menurut hemat
penulis, hal ini merupakan masalah serius yang harus segera dicari
alternatif jalan keluarnya sehingga tidak sampai menimbulkan
kerugian pada pihak-pihak tertentu yang terkait dengan permasalahan
ini. Terdapat dua hal pokok yang penulis uraikan pada bagian
berikut sebagai wacana untuk meminimalisasi permasalahan yang
kemungkinan terjadi dalam audit atas laporan keuangan pemerintah
oleh BPK, yaitu pemberdayaan peran dan fungsi audit internal dan
sinerji pengawasan di antara sesama Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP).
2. Pemberdayaan Peran dan Fungsi APIP
Dalam penjelasan UU Nomor 15 Tahun 2004 antara lain dinyatakan
bahwa untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat
memanfaatkan hasil pekerjaan aparat pengawasan intern pemerintah.
Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat
disesuaikan dan difokuskan pada bidang-bidang yang secara potensial
berdampak pada kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi
dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Sebagai
konsekuensinya, APIP diwajibkan untuk menyampaikan laporan hasil
pemeriksaannya kepada BPK. Untuk dapat menghasilkan laporan hasil
audit yang dibutuhkan oleh BPK, tentunya diperlukan kejelasan
wewenang, peran dan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan oleh
APIP. Apabila hal ini diabaikan maka besar kemungkinan akan
terdapat hasil pekerjaan APIP yang tidak dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan audit oleh
BPK.
Selama ini tugas-tugas yang dilaksanakan oleh APIP tidak hanya
terbatas pada pemeriksaan saja, tetapi juga banyak melakukan fungsi
pelayanan dan konsultansi dalam rangka peningkatan kinerja instansi
pemerintah sesuai dengan tuntutan paradigma auditor internal yang
dikehendaki pada saat ini. Hanya saja, masih sering terdengar suara
sumbang yang mengecilkan peran dan arti penting APIP dalam membantu
terwujudnya good governace pada sektor publik. Untuk merespon
wacana yang berkembang di masyarakat tersebut, sudah tiba saatnya
bagi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk secara jelas memformulasikan
ruang lingkup pekerjaan, peranan, dan kewenangan audit internal
pemerintah.
Berkenaan dengan peran dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh
auditor internal dalam rangka mewujudkan good governance pada
sektor publik, The International Federation of Accountants (IFAC)
pada tahun 2001 dalam Study 13 tentang Governance in the Public
Sector: A Governing Body Perspective merumuskan bahwa fungsi audit
internal yang efektif mencakup reviu yang dilaksanakan secara
sistematis, penilaian dan pelaporan atas kehandalan dan efektivitas
penerapan sistem manajemen, keuangan, pengendalian operasional dan
penganggaran, yang setidak-tidaknya meliputi berbagai aktivitas
reviu sebagai berikut:
Tingkat relevansi atas kebijakan yang ditetapkan, perencanaan
dan prosedur, tingkat kesesuaian antara praktik dengan kebijakan,
rencana, dan prosedur yang telah ditetapkan, termasuk implikasinya
terhadap aspek keuangan negara.
Kehandalan dan keakuratan atas peraturan yang dibuat sebagai
penjabaran dari peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.
Ketepatan mengenai penyusunan struktur organisasi, pengembangan
sumber daya manusia (personil), dan supervisi.
Reviu terhadap pelaksanaan program dan kegiatan berdasarkan
rencana yang telah ditetapkan dan manfaat atas program dan kegiatan
apakah telah selaras dengan tujuan diadakannya program dan kegiatan
tersebut.
Evaluasi terhadap pertanggungjawaban dan pengamanan atas
penggunaan aset dan sumber daya lainnya dari penyalahgunaan
wewenang, pemborosan, kelalaian, salah urus, dan lain-lainnya.
Reviu terhadap ketepatan, keakuratan, dan kejujuran atas proses
pengolahan dan pelaporan informasi keuangan dan manajemen.
Penilaian terhadap tingkat keekonomisan dan efisiensi penggunaan
sumber daya.
Penilaian terhadap integritas sistem yang terkomputerisasi
berikut pengembangan sistemnya, dan
Evaluasi terhadap tindak lanjut yang telah dilaksanakan untuk
mengatasi permasalahan yang terjadi pada periode sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa ruang lingkup pekerjaan
audit internal sangat luas dan komprehensif agar dapat menjamin
pencapaian tujuan organisasi. Penulis yakin, apabila institusi
audit internal di Indonesia yang tergabung dalam wadah APIP
diberikan kewenangan, peran, dan fungsi yang jelas dan luas seperti
tersebut di atas maka hasil pekerjaan APIP akan sangat bermanfaat
tidak hanya bagi pemerintah saja, tetapi juga bermanfaat bagi pihak
legislatif, eksternal auditor, dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Akan tetapi, untuk menjamin kualitas hasil
pekerjaan APIP yang melibatkan sekian banyak sumber daya manusia
dengan berbagai jenis latar belakang pendidikan dan pengalaman,
diperlukan suatu program pendidikan dan pelatihan yang profesional
dan berkelanjutan. Di samping itu, untuk meningkatkan koordinasi
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan di antara
jajaran APIP, diperlukan adanya pengembangan sinergi pengawasan
APIP.
3. Pengembangan Sinerji Pengawasan APIP
Pengembangan sinergi pengawasan sesama APIP dapat dilakukan
dengan cara mutual adjustment melalui koordinasi yang baik, direct
supervision melalui proses peer review, serta standardisasi input,
proses kerja maupun output. Selanjutnya, upaya pengembangan sinergi
pengawasan APIP dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Penajaman peran jajaran APIP dalam struktur pengawasan intern
secara keseluruhan. Dalam hal ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara (Menpan) yang bertanggung jawab di bidang koordinasi
pengawasan dapat memainkan peran sebagai strategic apex, yaitu
menyinergikan gerak dan langkah pengawasan intern dalam rangka
mendorong peningkatan kinerja organisasi pemerintahan dan membangun
good governance. Dalam konteks penajaman peran ini pun, perlu pula
dikukuhkan APIP yang secara teknis berfungsi sebagai
technostructure dan middle line. Revitalisasi penerapan Standar
Audit dan Kode Etik pada jajaran APIP.Dengan karakteristik yang
relatif spesifik mengingat basis disiplin keilmuan dan profesinya,
fungsi pengawasan intern perlu merevitalisasi penerapan standar
audit dan kode etik dalam pelaksanaan tugas pengawasan. Dengan
penerapan standar audit dan kode etik secara sungguh-sungguh dan
konsisten, maka pola perilaku aparat pengawasan dapat terprediksi
dan terkendali. Hal ini berarti bahwa secara tidak langsung akan
terwujud standardisasi keahlian, keterampilan dan pengetahuan
sumber daya manusia pengawasan, standardisasi proses kerja
pelaksanaan audit, serta standardisasi hasil kerja audit pada
tataran mikro yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tataran
makro.
Pengembangan aturan main dan program kerja.Aturan main
pelaksanaan tugas pengawasan dan program kerja APIP yang dituangkan
dalam peraturan perundangan perlu disusun dan ditetapkan. Selain
sebagai acuan kalangan APIP, hal ini juga diperlukan bagi pihak
auditan.
Pengembangan prosedur kerja dan dukungan teknologi informasi dan
komunikasi.Prosedur kerja baku perlu dikembangkan untuk
menginternalisasikan proses sinergi pengawasan, baik pada tahapan
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi
tindak lanjut.
Mewujudkan Good Corporate Governance bukan semudah membalik
telapak tangan. Memang disatu sisi auditor paling banyak tahu
tentang Good Corporate Governance, dimana peran auditor internal
diharapkan dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan
operasi organisasi. Audit Internal membantu organisasi untuk
mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan
teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen
risiko, pengendalian dan proses pengelolaan. Perubahan peran APIP
dalam paradigma baru mempengaruhi perubahan mindset dan cultureset
serta metodologi APIP. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu yang
luas, keahlian yang mumpuni, dan integritas yang mulia. Kesemuanya
itu merupakansenjata APIP dalam menghadapi tuntutan tugas, serta
menghadapi perubahan paradigma.Yangantara lain meliputi penguasaan
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengelolaan Manajemen
Risiko, Proses Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik. Pemahaman ketiga
domain tersebut dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa
pelaksanaan program pemerintah dapat berjalan secara efektif
danefisien; menjamin keandalan laporan keuangan pemerintah;
pengelolaan aset secara tertib; kesesuaian dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; serta mengembangkan kemampuan
deteksi dini (early warning) untuk mencegah terjadinya penyimpangan
yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara. Kunci sukses untuk
merubah paradigma baru APIP adalah melandaskan hati nurani (god
spot) sebagai mahkota pengawasan.BAB III
PENUTUP
3.1. KesimpulanAudit internal sektor publik dilaksanakan dalam
rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dalam manajemen organisai
sektor publik. Fungsi audit internal di sektor publik dewasa ini
lebih dituntut untuk meningkatkan profesionalitas dan
kredibilitasnya di mata masyarakat. Hal ini demi mewujudkan Good
Corporate Governance (GCG) yang telah menjadi tuntutan globalisasi.
Isu GCG seharusnya merupakan pemberdayaan kembali fungsi audit
internal sektor publik. Terlaksananya peran auditor internal
diharapkan dapat melengkapi dan meningkatkan efektifitas serta
efisiensi pelaksanaan audit eksternal menuju perbaikan organisasi
ke arah yang lebih baik.Perubahan paradigma pengawasan yang
dilakukan oleh auditor sektor publik dari fungsi awal hanya sebagai
watch dog lalu berubah menjadi penjamin mutu dan fungsi konsultasi
menuntut perbaikan kinerja dan kompetensi segenap aparat pengawas.
3.2. Saran
Pemahaman terhadap Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP),
Pengelolaan Manajemen Risiko, Proses Tata Kelola Pemerintahan Yang
Baik dapat menjadi senjata bagi APIP dalam memberikan keyakinan
yang memadai bahwa pelaksanaan program pemerintah dapat berjalan
secara efektif danefisien; menjamin keandalan laporan keuangan
pemerintah; pengelolaan aset secara tertib; kesesuaian dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; serta mengembangkan
kemampuan deteksi dini (early warning) untuk mencegah terjadinya
penyimpangan yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara. Kunci
sukses untuk merubah paradigma baru APIP adalah melandaskan hati
nurani (god spot) sebagai mahkota pengawasan.DAFTAR PUSTAKAAgoes,
Sukrisno. 2012. Auditing. Salemba Empat, JakartaAlbantani, Muhsin.
2011. Paradigma Baru Pengawasan:
http://muchsinal-mancaki.blogspot.com/2011/11/paradigma-baru-pengawasan.html(diunduh
pada tanggal 10 Mei 2015)Bastian, Indra. 2014. Audit Sektor Publik,
Pemeriksaan Pertanggungjawaban Pemerintah. Salemba Empat,
Jakarta.Buttery, Roger, Chris Hurford, dan Robert K. Simpson,
(1993), Audit in the public sektor, 2nd Ed., ICSA Publishing
Ltd.
Murwanto, R., Budiarso, A., Ramadhana, F. H. 2014. Audit Sektor
Publik Suatu Pengantar Bagi Pembangunan Akuntabilitas Instansi
Pemerintah. Lembaga Pengkajian Keuangan Publik Dan Akuntansi
Pemerintah Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Departemen
Keuangan RIRai, I Gusti Agung. 2008. Audit Kinerja Pada Sektor
Publik. Salemba Empat, Jakarta.Tjakrawala, F.X.K. 2001. Tinjauan
Fungsi Audit Internal Sektor Publik Dalam Upaya Perujudan Good
Corporate Governance Di Indonesia. JURNAL
AKUNTANSI/FE-UNTAR/DECEMBER/2001Tim Penyusun Modul Program
Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik. 2007. Dasar-dasar Audit
Internal Sektor Publik. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Zamzami, Faiz. 12