Top Banner
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : KONSTIPASI Oleh : B17/AJ1/Kelompok 4 Ni Nyoman Muni Hrisudani 131411123043 Kathleen Elvina Hasibuan 131411123046 Triyana Puspa Dewi 131411123047 Titis Eka Apriliyanti 131411123049 Inas Husnun Hanifah 131411123051 Achmad Ali Basri 131411123053 Indriani Kencana Wulan 131411123055 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
49

Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

Jul 12, 2016

Download

Documents

Hasanah Eka

asuhan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN

SISTEM PENCERNAAN : KONSTIPASI

Oleh :

B17/AJ1/Kelompok 4

Ni Nyoman Muni Hrisudani 131411123043

Kathleen Elvina Hasibuan 131411123046

Triyana Puspa Dewi 131411123047

Titis Eka Apriliyanti 131411123049

Inas Husnun Hanifah 131411123051

Achmad Ali Basri 131411123053

Indriani Kencana Wulan 131411123055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015

Page 2: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

rahmat dan karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik

dan tepat pada waktunya dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan

Gangguan Sistem Pencernaan : Konstipasi ”.

Pembuatan makalah ini dibuat secara kelompok dengan harapan dapat

menambah wawasan para pembaca akan topik yang kami susun. Terimakasih penulis

ucapkan kepada Bapak Dr. Joni Haryanto, S.Kp, M.Si selaku fasilitator beserta pihak-

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Demikian makalah ini penulis susun. Penulis menyadari bahwa dalam

makalah ini masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu, masukan dari para

pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dalam penyusunan makalah

berikutnya.

Surabaya, 5 Mei 2015

Penyusun

Page 3: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................2

BAB 2TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Post Partum.............................................................................................3

2.2 Konsep Sectio Caesarea.......................................................................................8

2.3 Perbandinganefekseksiosesareadenganpersalinan normal...................................24

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan....................................................................27

BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian..................................................................................................34

3.2Diagnosa Keperawatan................................................................................36

3.3 Intervensi....................................................................................................37

BAB 4PENUTUP

4.1 Kesimpulan..........................................................................................................42

4.1 Saran....................................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menua merupakan proses fisiologis yang akan dialami setiap orang. Menua

adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

diserita. Kondisi ini dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lansia.

Peningkatan jumlah lansia dan jumlah lansia yang mengalami berbagai permasalahan

kesehatan atau komorbiditas seiring dengan bertambahnya usia. Masalah gangguan

pencernaan seperti konstipasi juga dipertimbangkan sebagai salah satu fenomena

yang mengkhawatirkan. Konstipasi pada lansia yang mengalami kelemahan, dapat

menjadi gangguan sederhana hingga menjadi masalah utama. Konstipasi

didefinisikan sebagai penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran

feses yang sulit atau tidak lampias, atau pengeluaran feses yang sangat keras dan

kering, karena frekuensi berdefekasi berbeda pada setiap individu, definisi ini bersifat

subjektif dan dianggap sebagai penurunan relatif jumlah buang air besar pada

individu. Pada umumnya, pengeluaran defekasi kurang dari satu setiap 3 hari yang

dianggap mengindikasikan konstipasi (Nugroho, 2008; Judith, 2011).

Prevalensi penderita konstipasi berdasarkan penelitian epidemiologi memberi

bukti bahwa konstipasi klinis murni dan laporan konstipasi meningkat seiring

pertambahan usia walaupun tidak terjadi perubahan usus bawah seiring penuaan yang

normal, terutama waktu transit lebih lama pada kolon sigmoid dan rektum. Dalam

satu periode penelitian selama satu bulan, 50% subyek menggunakan sedikitnya satu

laksatif, pelunak feses atau enema perhari. Lebih dari setengah pengguna laksatif

(n=200) menghabiskan lebih dari 60 dosis perbulan. Persoalan sembelit sebetulnya

cukup umum atau ada di sejumlah negara. Di negara maju seperti Amerika,

kunjungan ke rumah sakit akibat konstipasi terhitung 2,5 juta orang setahun. Dari

jumlah itu dan 100.000 orang terpaksa dirawat di rumah sakit. Di negeri itu, total

Page 5: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

pengeluaran untuk laksatif (obat pencahar) mencapai 800 juta dollar AS, sedangkan

untuk Indonesia berdasarkan data pasien di RSUPN Cipto Mangunkusumo, dari

2.397 pasien yang mengalami kolonoskopi hingga tahun 2005, 9 % diantaranya

mengalami konstipasi. Lansia yang mengalami wasir ditemukan sebesar 36,4 % dan 8

% diantaranya mengalami kanker usus besar. Semakin lama kotoran dalam perut,

kontak dengan dinding usus bertambah sehingga rawan pula menyebabkan perubahan

atau mutasi sel pada dinding usus (Permanasari, 2010; Judith, 2011).

Faktor yang mendasari konstipasi, antara lain, adalah kurang gerak, kurang

minum, kurang serat, sering menunda buang air besar, kebiasaan menggunakan obat

pencahar, efek samping obat-obatan tertentu, dan depresi. Gangguan lebih berat,

seperti usus terbelit, usus tersumbat, dan kanker usus besar, juga bisa menjadi

penyebab. Ari Fahrial Syam dari Divisi Gastroenterologi RSUPN Cipto

Mangunkusumo menegaskan penanganan konstipasi dimulai dengan perubahan gaya

hidup selama 2–4 minggu. Rekomendasi yang diberikan, antara lain, adalah

menambah masukan serat. Konsumsi serat masih menjadi masalah di Indonesia.

Jumlah serat yang disarankan 25 gram. Namun, berdasarkan penelitian Kementerian

Kesehatan, konsumsi serat masyarakat Indonesia di sejumlah kota masih 12,5 gram

atau separuh dari rekomendasi (Permanasari, 2010).

Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka penulis merasa perlu

dilakukannya penyusunan makalah yang nantinya akan digunakan dalam proses

keperawatan terhadap pasien lansia dengan konstipasi.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah “ Bagaimanakah Asuhan

Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Konstipasi?”.

Page 6: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Setelah kuliah mata ajar keperawatan pencernaan, mahasiswa diharapkan

mampu untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan

Sistem Pencernaan : Konstipasi

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mahasiswa memahami tentang konsep konstipasi pada lansia

2. Mahasiswa memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada lansia

dengan gangguan sistem pencernaan : konstipasi

3. Mahasiswa mampu menerapkan dengan baik asuhan keperawatan pada lansia

dengan gangguan sistem pencernaan : konstipasi

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Sebagai media pembelajaran mata kuliah Keperawatan Pencernaan II

2. Sebagai bahan referensi dalam pemberian asuhan keperawatan

3. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan

pada lansia dengan gangguan sistem pencernaan : konstipasi

1.4.2 Manfaat praktis

1. Manfaat bagi institusi pelayanan kesahatan

Meningkatan mutu pelayanan khususnya pada lansia dengan gangguan sistem

pencernaan : konstipasi

2. Manfaat bagi lansia/responden

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi lansia terutama mengenai

penyakit gangguan sistem pencernaan : konstipasi beseta pencegahan dan

penanganannya.

3. Manfaat bagi pemerintah

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum terutama lansia

sehingga mampu mengurangi beban pemerintah.

Page 7: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Konstipasi

Konstipasi merupakan suatu keluhan dan bukan penyakit. Sekitar 80% dari

populasi manusia pernah mengalaminya dan bersifat normal bila terjadi dalam waktu

yang singkat. Keluhan konstipasi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia

dan 30-40% orang diatas usia 65 tahun mengalaminya. Kontipasi berdasarkan batasan

klinik didefinisikan dengan ditemukannya sejumlah feses yang memenuhi ampula

rektum pada rectal tussae, dan atau timbunan feses pada kolon, rektum atau keduanya

yang tampak pada foto polos perut. Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya

frekuensi BAB biasanya kurang dari 3x perminggu dengan feses yang kecil-kecil

dank eras, dan kadang disertai kesulitan sampai arasa sakit saat BAB. Orang lanjut

usia seringkali terpancang dengan kebiasaan BABnya yang merupakan kelanjutan

dari pola hidup semasa kanak-kanak hingga dewasa dimana setiap usaha dilakukan

untuk BAB teratur setiap hari termasuk penggunaan pencahar (Darmojo, 2010).

Suatu batasan atas kontipasi berdasarkan Holson (2002), meliputi sedikitnya

dua dari beberapa kriteria dan terjadi selama tiga bulan yaitu :

1. Konsistensi feses yang keras

2. Mengejan dengan keras saat BAB

3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25 % dari keseluruhan BAB

4. Frekuensi BAB dua kali dalam seminggu atau kurang.

International Workshop of Constipation merekomendasikan kategori dengan

golongan sebagai berikut :

1. Kontipasi fungsional : perjalanan yang lambat dari feses.

Kriteria : dua atau lebih dari keluhan ini sedikitnya dalam 12 bulan

a. Mengejan keras 25% dari BAB

Page 8: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

b. Feses yang keras 25% dari BAB

c. Rasa tidak tuntas 25% dari BAB

d. Frekuensi kurang dari dua kali dalam seminggu

2. Konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara rektosigmoid :

menunjukkan disfungsi anorektal

Kriteria :

a. Hambatan pada anus 25% dari BAB

b. Waktu untuk BAB lebih lama

c. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

2.2 Faktor-faktor risiko

Faktor yang membuat individu berisiko terhadap konstipasi dipertimbangkan

berdasarkan beberapa kategori yaitu status mental dan emosi, status fisik,

kepercayaan dan perilaku kesehatan, hambatan lingkungan dan status ekonomi

(McLane&McShane, 1995 dalam Maas, 2011). Beberapa faktor risiko berdasarkan

kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. Status mental dan emosi : meliputi perubahan proses pikir, hambatan komunikasi

verbal, status afektif (depresi), motivasi yang rendah, gangguan kewaspadaan dan

minimnya dukungan sosial.

2. Status fisik : defisit perawatan diri, otot dasar panggul lemah, gangguan

persarafan, kontraksi paradoksikal sfingter anus eksternal, hambatan mobilitas,

lesi anorektal yang nyeri, otot yang menyebabkan konstipasi, otot abdomen lemah

dan gigi palsu yang terpasang tidak pas.

3. Kepercayaan kesehatan dan perilaku kesehatan : asupan cairan tidak adekuat,

tingkat aktivitas minimal, kegagalan berespon terhadap refleks gastrokolik, tidak

dilakukan pengembangan program eliminasi, diet rendah kalori, pilihan diet

rendah serat, harapan untuk dapat defekasi setiap hari, penggunaan laksatif dan

enema yang berlebihan.

4. Hambatan dalam lingkungan : lingkungan sekitar yang tidak familier,

keterbatasan akses ke toilet, perubahan dalam rutinitas harian, penerangan yang

Page 9: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

buruk, hambatan kendali pembuatan keputusan, hospitalisasi atau pindahnya

tempat tinggal.

5. Status ekonomi : keterbatasan sumber keuangan, keterbatasan terhadap akses

pelayanan kesehatan, sarana transportasi tidak adekuat.

Berdasarkan Darmojo (2010), disebutkan beberapa faktor yang dapat memicu

konstipasi meliputi :

1. Obat-obatan

a) Golongan antikolinergik : mengeluarkan kerja antagonistik pada asetil kolin

dan agonis kolinergik lain pada sistem saraf parasimpatis sehingga pemberian

pada lansia diindikasikan untuk pemberian dosis yang rendah dalam

pengawasan.

b) Golongan narkotik : berpengaruh terhadap system saraf pusat.

c) Golongan analgetik

d) Golongan diuretic

e) NSAID : memengaruhi prostaglandin yang berhubungan dengan nyeri: kerja

anti inflamasi yang berperan terhadap efek analgesik. Pasien berusia lebih dari

60 tahun mungkin lebih rentan terhadap efek toksik NSAID.

f) Kalsium antagonis

g) Preparat kalsium

h) Preparat besi : konstipasi akibat besi pada lansia bisa terjadi sehingga

pengaturan diet yang tepat sangat dibutuhkan.

i) Antasida aluminium

j) Penyalahgunaan pencahar

2. Kondisi neurologik : stroke, penyakit Parkinson, trauma medulla spinalis,

neuropati diabetik.

3. Gangguan metabolik : hiperkalsemia, hipokalemi, hipotiroid.

4. Kausa psikologik : Psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk bab,

mengabaikan dorongan bab, konstipasi imaginer.

5. Penyakit-penyakit saluran cerna : kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus,

irritable bowel syndrome, rektokel , wasir, fistula, inersia kolon.

Page 10: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

6. Lain-lain : diet rendah serat, kurang cairan, imobilitas, kurang olahraga, bepergian

jauh, pasca tindakan bedah perut.

2.3 Patofisiologi

Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah kerena

banyaknya mekanisme yang terlihat pada proses BAB yang normal. Defekasi

biasanya dimulai oleh dua reflex defekasi yaitu reflex defekasi intrinsic dan saraf

parasimpatis. Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat pada

konstipasi mengingat fisiologi defekasi yang melibatkan kerja dari otot-otot polos dan

serat lintang, persyarafan sentral dan perifer, koordinasi dari system reflex, kesadaran

yang baik dan kemampuan fisik untuk mencapai tempat BAB. Walaupun konstipasi

merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh

dengan adanya pertambahan usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan

perlambatan pergerakan saluran cerna. Perubahan patofisiologik yang menyebabkan

konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia, tetapi memang khusus terjadi pada

mereka dengan konstipasi (Sharif, 2012).

Pemeriksaan elektrofisiologik untuk mengukur aktifitas motorik dari kolon

pada pemderita dengan konstipasi menunjukkan pengurangan respon motorik dari

sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsik karena degenerasi pleksus

myenterikus, ditemukan juga pengurangan dari rangsang saraf pada otot polos

sirkuler yang dapat menyebabkan perpanjangan waktu di usus.

Individu diatas usia 60 tahun terbukti memiliki kadar beta endorphin yang

meningkat disertai peningkatan ikatan reseptor opiat endogen pada usus. Ini

dibuktikan dengan efek konstipasif dari sediaan opiate karena dapat menyebabkan

relaksasi tonus kolon, motilitas kurang dan menghambat reflex gastro-kolon.

Kecenderungan penurunan tonus spingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan

dengan usia khusus pada wanita. Kekuatan mengejan yang lebih keras dan lama,

justru dapat berakibat pada penekanan saraf pudendus dengan akibat kelemahan lebih

lanjut.

Page 11: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

Ada tiga perubahan patologik pada rektum yaitu :

1. Diskesia rektum : ditandai dengan terdapat penurunan tonus rektum, dilatasi

rektum, gangguan sensasi rektum dan peningkatan ambang kapasitas. Regangan

rektum yang lebih besar dibutuhkan untuk menginduksi reflek relaksasi dari

spingter interna dan eksterna. Pada colok dubur akan didapatkan impaksi feses

yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sudah tumpul. Diskesia juga

dapat menjadi akibat dari kurang tanggap, atau penekanan pada dorongan untuk

BAB seperti dijumpai pada penderita demensia, imobilitas atau sakit area anus

dan rektum.

2. Dissinergia pelvis : terdapat kegagalan relaksasi otot puboreklais dan spingter

anus interna dan eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik

menunjukkan peningkatan tekanan pada anus saat mengejan.

3. Peningkatan tonus rektum : terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya

kecil, sering ditemukan pada kolon spastic seperti pada penyakit irritable bowel

syndrome.

2.4 Manifestasi klinis

Beberapa keluhan yang mungkin muncul pada konstipasi yaitu (ASCRS,

dalam Darmojo, 2010) :

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB

2. Mengejan keras saat BAB

3. Massa feses yang keras dan sulit keluar disertai perasaat tidak tuntas saat BAB

4. Sakit pada daerah rektum saat BAB

5. Rasa sakit pada perut saat BAB

6. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam

7. Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

8. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

Page 12: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

2.5 Klasifikasi konstipasi

Berdasarkan Constipation in The Elderly Hospital Practice

(McLane&McShane, 2011) ada tiga jenis konstipasi yaitu :

1. Konstipasi simtomatik : frekuensi defekasi dua kali atau lebih dalam satu minggu,

25% disertai mengejan

2. Konstipasi klinis : retensi feses dalam ampula rectum pada pemeriksaan

menggunakan jari, retensi feses berlebihan di dalam pada sinar X abdomen atau

keduanya

3. Konstipasi subjektif : pernyataan mengalami konstipasi, tanpa konstipasi klinis

dan konstipasi simtomatik.

2.6 Pemeriksaan fisik

Diawali dengan pemeriksaan rongga mulut meliputi gigi- geligi, adanya lesi

selaput lender mulut atau tumor yang dapat mengganggu pengecap dan proses

menelan. Pemeriksaan daerah perut yaitu :

1. Inspeksi (pembesaran abdomen, pergangan atau tonjolan).

2. Palpasi selanjutnya dilakukan untuk menilai kekuatan otot-otot perut, palpasi

dalam untuk meraba massa feses di kolon yaitu skibala, dan kemungkinan

ditemukan tumor atau aneurisma dari aorta.

3. Perkusi dapat dievaluasi pengumpulan gas yang berlebihan, pembesaran organ,

ascites atau adanya massa feses.

4. Auskultasi dilakukan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar, normal atau

berlebihan, misalnya pada sumbatan usus.

Pemeriksaan area anus memberikan petunjuk penting, misalnya pada wasir,

prolaps, fisura, fistula, dan massa tumor daerah anus yang dapat mengganggu proses

BAB. Pemeriksaan colok dubur dapat melengkapi data mengenai tonus rektum, tonus

dan kekuatan spincter, kekuatan otot puborectalis dan otot-otot dasar pelvis, adakah

timbunan massa feses dan darah (Darmojo, 2010).

Page 13: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

2.7 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium diupayakan untuk mendeteksi faktor-faktor risiko penyebab

konstipasi yang meliputi gula darah, kadar hormone tiroid, elektrolit, darah lengkap

(kemungkinan anemia akibat perdarahan rektum). Laboratorium dijumpai

leukositosis akibat ulserasi sterkoraseus dari suatu fecaloma yang keras menyebabkan

ulkus dengan tepi nekrotik dan meradang, bahkan dapat terjadi perforasi dan

penderita datang dengan sakit perut yang mendadak (Darmojo, 2010).

Radiologi berkaitan dengan beberapa hal sebagai berikut :

1. Anoskopi : pemeriksaan rutin pada penderita konstipasi untuk menemukan

adanya fisura, ulkus, wasir atau keganasan.

2. Foto polos abdomen : terutama pada konstipasi akut untuk mengetahui adanya

impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang mengakibatkan sumbatan

atau perforasi kolon

3. Barium enema : dilakukan untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan.

Pemeriksaan intensif ini dilakukan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan

konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan

konstipasi tertentu.

Tes yang dikerjakan dapat bersifat anatomic yang meliputi enema,

proktosigmoidoskopi dan kolonoskopi. Tes yang bersifat fisiologik meliputi

waktu singgah di kolon, sinedefecografi, manometri dan elektromiografi

(Darmojo, 2010).

4. Proktosigmoidoskopi : dikerjakan pada konstipasi yang baru terjadi sebagai

prosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum.

5. Kolonoskopi : bila adanya penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari

rektum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon.

Waktu persinggahan suatu bahan radio-opaque di kolon dapat dilakukan dengan

pemeriksaan radiologic setelah bahan tersebut ditelan. Bila timbunan zat

ditemukan direktum, hal tersebut menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi,

sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan menyeluruh.

Page 14: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

6. Sinedefecografi : pemeriksaan daerah ano-rektal dengan menggunakan semacam

pasta yang konsistensi mirip feses yang dimasukkan dalam rektum. Pemeriksaan

ini bertujuan untuk menilai evakuasi feses secara tuntas, identifikasi kelainan ano-

rektal serta evaluasi kontraksi dan relaksasi otot rektum.

7. Manometri : bertujuan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus

saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal.

8. Elektromiografi : mengukur tekanan spingter dan fungsi saraf pudendus, adakah

atrofi saraf yang dibuktikan dengan respon spingter yang terhambat.

2.8 Komplikasi

Komplikasi medis potensial yang mungkin terjadi yaitu dehidrasi, fisura

rectal, gangguan elektrolit, mual, muntah, obstruksi usus dan perforasi (Marrelli,

T.M, 2007). Darmojo (2010) menyebutkan komplikasi serius yang dapat terjadi pada

usia lanjut yaitu impaksi feses yang merupakan akibat dari tercapainya feses pada

daya penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan. Feses dapat menjadi

sekeras batu di rektum (70%), sigmoid (20%), dan kolon proksimal (10%).

Impaksi feses merupakan merupakan penyebab penting dalam morbiditas

pada usia lanjut, meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan mempunyai

potensi untuk komplikasi yang fatal. Kadang ditemukan panas hingga 39,50

C,delirium, perut yang tegang, bising usus melemah, aritmia disertai takipnea karena

peregangan diafragma. Impaksi berat pada rektosigmoid dapat menekan leher

kandung kemih menyebabkan retensio urin, hidronefrosis bilateral dan kadang-

kadang gagal ginjal akan membaik apabila impaksi dihilangkan. Inkontinensia alvi

akibat adanya impaksi feses daerah kolorektal. Volvulus sigmoid juga dapat terjadi

sebagai komplikasi, begitu pula apabila mengejan yang terlalu keras juga dapat

berakibat pada prolaps rectum (Darmojo, 2010).

Page 15: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita konstipasi meliputi farmakologis dan non

farmakologis. Beberapa penatalaksanaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Farmakologis : Penggunaan obat pencahar diperbolehkan dan sedapat mungkin

tidak dikonsumsi dalam jangka waktu panjang. Obat laksatif bekerja dengan cara

membuat kotoran menggumpal atau merangsang usus bergerak. Belakangan,

bakteri probiotik menjadi salah satu alternatif menangani konstipasi. Probiotik

merupakan bakteri hidup yang ditambahkan pada makanan dan mempunyai efek

menguntungkan dengan meningkatkan kesehatan flora usus. Tingkat efektivitas

tergantung galur (strain) bakteri tersebut. Beberapa jenis probiotik, antara lain

Bifidobacterium animalis lactis, Bifidobacterium bifidus, Bifidobacterium brevis,

Bifidobacterium infantis, Lactobacillus acidophilus, dan Lactobacillus

rhamnosus.

2. Non farmakologis :

a. Diet : rekomendasi diet tinggi serat dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi

usus lansia. Pemberian makanan yang lunak untuk menghindari konstipasi

serta memudahkan mengunyah, terutama bagi klien lanjut usia yang sudah

memiliki gigi-geligi yang tidak sempurna, misalnya dalam bentuk nasi tim

atau bubur. Perlu menyediakan waktu yang cukup dalam bantuan pemberian

makan sehingga jalannya makanan tidak terganggu dan nafsu makan tetap

terjaga dengan baik (Nugroho, 2008; Judith, 2011).

b. Latihan fisik : adapun tujuan dari terapi fisik yaitu pasien mampu

mendiskusikan perubahan tingkat aktivitas untuk pencegahan konstipasi

misalnya latihan berjalan. Pasien juga diharapkan mampu beradaptasi

terhadap keterbatasan fisik untuk mencapai tujuan aktivitas (Marrelli, 2007).

c. Pengembangan dan implementasi rutinitas eliminasi

d. Latihan dasar panggul

e. Anjuran untuk pasien dan keluarga : hal yang harus dijelaskan kepada pasien

dan keluarga meliputi faktor risiko dan komplikasi yang meningkatkan

impaksi, pertimbangan nutrisi dan diet, medikasi, mekanisme pencegahan

Page 16: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

konstipasi, penyuluhan lain juga dapat diberikan sesuai kebutuhan pasien dan

keluarga.

Pembedahan usus : dapat dilakukan apabila seluruh bentuk penanganan

primer tidak memberikan dampak pada pasien.

Page 17: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

2.10 WOC

Page 18: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan

2.11.1 Pengkajian

1. Anamnesa

a) Identitas klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa yang

dipakai sehari-hari, status perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat,

pendidikan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

b) Keluhan utama : klien umumnya datang dengan keluhan perutnya keras

atau nyeri pada daerah anus.

c) Riwayat penyakit saat ini : kondisi dirasakan mengganggu akibat

frekuensi BAB yang kurang dari 2 sampai 3 kali dalam seminggu, disertai

nyeri pada daerah anus atau rektum, pengeluaran feses yang keras, sulit

dikeluarkan dan mengejan yang keras.

d) Riwayat penyakit dahulu : meliputi riwayat perawatan di rumah sakit,

riwayat pengobatan, riwayat penyakit kelainan metabolic maupun saraf,

riwayat trauma terutama cedera punggung, riwayat operasi.

e) Riwayat penyakit keluarga : dapat meliputi riwayat penyakit keturunan

misalnya DM, kanker, kelainan saraf.

2. Pengkajian berdasarkan pola fungsi kesehatan : pengkajian fisik pada masalah

yang khusus (Padila, 2013)

a) Persepsi kesehatan : persepsi klien tentang kondisinya saat ini,

pemeliharaan kesehatan dan kebersihan sehari-hari, persepsi klien tentang

kesehatan yang sesungguhnya.

b) Penatalaksanaan kesehatan : kemampuan klien dalam memenuhi

kebutuhannya terutama pemenuhan ADL,tingkat ketergantungan klien

terhadap orang lain dalam pemenuhan ADL.

c) Nutrisi –pola metabolism :berkaityan dengan jenis makanan dan porsinya,

makanan kesuakaan, riwayat alergi terhadap makanan, frekuensi makan,

ada atau tidaknya penurunan nafsu makan dan mual muntah yang

biasanya timbul oleh karena rasa penuh pada daerah perut

Page 19: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

d) Pola eliminasi : frekuensi BAB maupun berkemih, warna, konsistensi

BAB, kemampuan dalam defekasi secara mandiri atau dengan bantuan,

adanya perasaan tidak puas atau nyeri dan kesulitan mengeluarkan feses

dengan tuntas.

e) Pola tidur-istirahat : gangguan pola tidur mungkin muncul akibat sering

terbangun pada malam hari.

f) Kognitif-pola perceptual : meliputi pengkajian terhadap penglihatan,

pendengaran, pengecap dan senses terhadap rasa tertentu.

g) Pola-peran hubungan : ada atau tidaknya hambatan dalam komunikasi,

kedekatan hubungan dengan anggota keluarga yang lain serta tingkat

ketergantungan terhadap keluarga.

h) Aktifitas-pola latihan : pengkajian untuk menentukan tingkat kemampuan

pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari (0 : mandiri,1 :dengan alat

bantu,2 : dibantu orang lain,3 : dibantu orang lain dan alat ,4: bergantung

total).

i) Seksualitas-pola reproduktif : ada atau tidaknya disfungsi ereksi pada

laki-laki dan penurunan libido pada laki-laki maupun wanita.

j) Koping-pola toleransi stress : upaya yang dilakukan klien dalam

menangani stress.

k) Nilai pola keyakinan usaha klien dalam menjalankan nilai-nilai

kepercayaan yang dianutnya.

3. Pengkajian fisik dengan metode Head to Toe

2.11.2 Diagnosa Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak adekuat.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

ketidakmampuan digesti makanan.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik ; akumulasi feses keras pada

abdomen.

Page 20: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

2.11.3 Intervensi Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak adekuat.

Hasil NOC

a) Menunjukkan kontinen usus yang baik

b) Klien menunjukkan kenyamanan

c) Menunjukkan fungsi gastrointestinal yang baik

Intervensi NIC

a) Bowel managemen :

- Catat tanggal terakhir defekasi

- Catat keluhan yang dirasakan pasien dan penggunaan laksatif

- Monitor bising usus

- Monitor frekuensi, konsistensi, volume dan warna feses

- Evaluasi inkontinensia fekal

- Anjurkan pasien mengurangi konsumsi makanan mengandung gas

- Berikan minuman hangat setelah makan

b) Managemen konstipasi/impaksi:

- Monitor tanda dan gejala konstipasi

- Monitor tanda dan gejala impaksi

- Jelaskan etiologi dari masalah dan rasional untuk tindakan pada pasien

- Instruksikan pasien dan keluarga mengkonsumsi diet rendah serat

- Instruksikan pasien dan keluarga dalam penggunaan laksatif

- Hilangkan impaksi feses secara manual bila dibutuhkan

c) Managemen nutrisi :

- Identifikasi riwayat alergi dan intoleransi terhadap makanan tertentu

- Monitor kalori dan masukan diet

- Lakukan tindakan oral hygiene

- Instruksikan pasien untuk mendiskusikan kebutuhan energi (sesuai

piramida makanan)

Page 21: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

- Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan untuk

mendapatkan nutrisi yang sesuai

- Instruksikan pasien tentang perlunya modifikasi diet jika dibutuhan

(makanan cair, lembut, sesuai toleransi)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

ketidakmampuan digesti makanan.

Hasil NOC

a) Nafsu makan meningkat

b) Pemasukan makanan dan cairan adekuat

c) Klien mengetahui dengan diet yang sehat

d) Keadekuatan tingkat energi

e) Berat badan dalam batas normal

Intervensi NIC

a) Managemen nutrisi :

- Identifikasi riwayat alergi dan intoleransi terhadap makanan tertentu

- Monitor kalori dan masukan diet

- Lakukan tindakan oral hygiene

- Instruksikan pasien untuk mendiskusikan kebutuhan energi (sesuai

piramida makanan)

- Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan untuk

mendapatkan nutrisi yang sesuai

- Instruksikan pasien tentang perlunya modifikasi diet jika dibutuhan

(makanan cair, lembut, sesuai toleransi)

b) Terapi nutrisi :

- Monitoring ingesti makanan atau cairan dan kalkulasi dari masukan kalori

- Anjurkan pemasukan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

- Tentukan kebutuhan enteral tube feeding

- Anjurkan perawatan mulut sebelum makan

- Bantu pasien dalam posisi duduk sebelum makan

- Instruksikn pasien dan keluarga tentang diet yang disarankan

Page 22: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

c) Konseling nutrisi :

- Tentukan pemasukan makanan dan kebiasaan makan

- Fasilitasi identifikasi kebiasaan makan yang harus diubah

- Gunakan standar nutrisi yang diterima untuk asistensi pasien dalam

evaluasi intake yang adekuat

- Evaluasi perkembangan dari tuuan modifikasi diet

d) Monitoring nutrisi :

- Monitoring berat badan pasien

- Monitoring kehilangan dan peningkatan berat badan yang drastis

- Monitor turgor kulit dan mobilitas fisik

- Monitor terhadap mual dan muntah

- Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas

3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

Hasil NOC:

a) Klien tidak menunjukkan kecemasan

b) Klien dapat mengontrol nyeri

c) Klien merasa nyaman

d) Klien dapat beristirahat

e) Klien dapat mengenali faktor penyebab nyeri

f) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi NIC :

a) Managemen nyeri :

- Kaji penampilan pasien meliputi: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas atau berat nyeri, dan faktor presipitasi.

- Observasi tanda-tanda ketidaknyamanan pada pasien.

- Tanyakan pada pasien tentang pengetahuan dan kepercayaan tentang

nyeri yang dimiliki.

- Tentukan akibat dari pengalaman nyeri pada kualitas hidup (tidur, nafsu

makan, aktivitas, dan perasaaan)

Page 23: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

- Identifikasi faktor yang dapat memperberat nyeri

- Control faktor lingkungan yang mempengaruhi respon ketidaknyamanan

pada pasien

- Ajarkan pasien untuk penggunaan teknik nonfarmakologi (hypnosis,

rileksasi, distraksi, massase, dan terapi aktivitas) sebelum sesudah dan

jika memungkinkan selama mengalami nyeri

- Ajarkan pasien untuk menggunakan medikasi nyeri yang adekuat

b) Monitoring tanda vital:

- Monitor tekanan darah, nadi, temperature, dan status respirasi.

- Monitor tekanan darah setelah pasien mendapatkan pengobatan, jika

memungkinkan

- Monitor warna kulit, temperature, dan kelembapan

- Identifikasi faktor yang menyebabkan perubahan vital sign

Page 24: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Seorang kakek bernama Tn. E yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut

bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya

klien bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu klien tidak pernah menghabiskan porsi

makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan. Klien juga mengatakan bentuk

fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang. Setelah dikaji inspeksi terdapat

pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada massa feses. TD : 130/95 N: 90 x/menit,

RR : 23 x/menit, bising usus 2 x/menit.

3.1 Pengkajian

1) Identitas Klien

Nama : Tn. E

Usia : 65 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal MRS : 30 April 2015

Alamat : Surabaya

Diagnosa Medis : Konstipasi

Keluhan utama : seminggu belum BAB

2) Keluhan Utama : klien mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang : Tn. E berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada

perut bagian bawah. Klien mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB.

Biasanya klien bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu klien tidak pernah

menghabiskan porsi makan sehari-harinya. Selain itu, klien mengaku mudah lelah

untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

4) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1. Riwayat penyakit : klien tidak pernah rawat inap di rumah sakit sebelumnya

karena tidak pernah mengalami penyakit parah

2. Riwayat operasi : klien belum pernah di operasi

Page 25: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

3. Riwayat alergi : klien mengatakan tidak ada alergi

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

5. Klien mengatakan keluarga tidak ada penyakit keturunan seperti DM atau

Hipertensi.

5) Pemeriksaan Fisik

(1) Keadaan Umum : klien dalam kondisi baik namun teraba padat pada perut

region kiri bawah

(2) Kesadaran : Composmentis

Pemeriksaan Head to toe

(1) Kepala : bersih, rambut putih (beruban)

(2) Mata : konjungtiva anemis, sclera isokor

(3) Hidung : tidak ada polip

(4) Telinga : simetris, adanya penurunan pendengaran

(5) Mulut : mukosa bibir kering

(6) Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid

(7) Dada

Inspeksi : dada simetris

Palpasi : tidak ada massa

Perkusi : resonan

Auskultasi : tidak ada suara tambahan

(8) Abdomen

Auskultasi : bising usus 2x/menit

Inspeksi : terdapat pembesaran abdomen

Palpasi : adanya massa feses

Perkusi : redup karena ada massa feses

(9) Genetalia : Bersih, tidak ada lesi

(10) Ekstremitas : kulit keriput, CRT 2 detik,

6) Pola Kebiasaan Sehari-hari

Pola Tidur

Waktu tidur : siang ± ½ jam dan malam ± 6-7 jam

Page 26: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

Waktu bangun : klien bangun umumnya/seringnya jam 05.00 WIB

Masalah tidur   : tidak ada masalah

Pola eliminasi

BAB : BAB tidak lancar dan tidak ada penggunaan laksativ, riwayat

perdarahan tidak ada dan saat pengkajian tidak terjadi diare, karakter feses:

Klien mengatakan fesesnya keras.

BAK : pola BAK  : ± 5-10 x/hari dan tidak terjadi inkontinensia, Karakter

urin: kuning, Jumlah urine : 1200 ml/hari, tidak ada rasa nyeri/rasa

terbakar/kesulitan BAK, tidak ada penggunaan diuretik 

Pola makan dan minum

Diit type : Jenis makanan yaitu makanan biasa dan jumlah makanan per hari 3

piring dalam per hari. Jarang makan sayur. Kurang suka makanan berserat.

Minum 5 gelas sehari. Kehilangan selera makan : perut terasa penuh

Personal hygiene

Pemeliharaan tubuh/ mandi 2x/hari

Pemeliharaan gigi/gosok gigi 2x/hari

Pemeliharaan kuku/pemotongan kuku kalau panjang

Pola aktivitas

Klien tidak memiliki kegiatan rutin karena penyakitnya,  hanya jalan-jalan

sebentar dan kadang-kadang berbincang-bincang dengan anggota keluarga.

7) Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH

Data Subjektif :

Klien mengatakan sulit

BAB selama 1 minggu

ini.

Data Objektif :

a. Abdomen teraba

adanya massa

Usia yang lanjut

Penurunan respon

terhadap dorongan

defekasi

Gangguan koordinasi

Konstipasi

Page 27: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

feses

b. Bising usus

2x/menit

reflek defekasi

Penumpukan feses

Konstipasi

Data Subjektif :

Klien mengatakan tidak

nafsu makan dan perut

terasa penuh.

Data Objektif :

a. Abdomen teraba

adanya massa feses

b. Bising usus 2x/menit

Sulit BAB

Perut terasa penuh

Nafsu makan menurun

Menurunnya intake

makanan

Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

Data Subjektif :

Klien mengatakan nyeri

karena tidak bisa BAB

sehingga perut penuh dan

sakit.

Data Objektif:

Teraba distensi abdomen

Konsistensi tinja yang

keras

Tinja tidak bisa keluar

Akumulasi di kolon

Nyeri abdomen

Nyeri akut

a. Diangnosa Keperawatan

1) Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

hilangnya nafsu makan.

3) Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

b. Intervensi

Page 28: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak adekuat.

Hasil NOC

a) Menunjukkan kontinen usus yang baik

b) Klien menunjukkan kenyamanan

c) Menunjukkan fungsi gastrointestinal yang baik

Intervensi NIC

a) Bowel managemen :

- Catat tanggal terakhir defekasi

- Catat keluhan yang dirasakan pasien dan penggunaan laksatif

- Monitor bising usus

- Monitor frekuensi, konsistensi, volume dan warna feses

b) Managemen konstipasi/impaksi:

- Monitor tanda dan gejala konstipasi

- Monitor tanda dan gejala impaksi

- Jelaskan etiologi dari masalah dan rasional untuk tindakan pada pasien

- Instruksikan pasien dan keluarga mengkonsumsi diet rendah serat

c) Managemen nutrisi :

- Identifikasi riwayat alergi dan intoleransi terhadap makanan tertentu

- Monitor kalori dan masukan diet

- Lakukan tindakan oral hygiene

- Instruksikan pasien untuk mendiskusikan kebutuhan energi (sesuai

piramida makanan)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

ketidakmampuan digesti makanan.

Hasil NOC

a) Nafsu makan meningkat

b) Pemasukan makanan dan cairan adekuat

c) Klien mengetahui dengan diet yang sehat

d) Keadekuatan tingkat energi

Page 29: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

e) Berat badan dalam batas normal

Intervensi NIC

a) Managemen nutrisi :

- Identifikasi riwayat alergi dan intoleransi terhadap makanan tertentu

- Monitor kalori dan masukan diet

- Lakukan tindakan oral hygiene

- Instruksikan pasien untuk mendiskusikan kebutuhan energi (sesuai

piramida makanan)

b) Terapi nutrisi :

- Monitoring ingesti makanan atau cairan dan kalkulasi dari masukan kalori

- Anjurkan pemasukan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

- Tentukan kebutuhan enteral tube feeding

- Anjurkan perawatan mulut sebelum makan

c) Konseling nutrisi :

- Tentukan pemasukan makanan dan kebiasaan makan

- Fasilitasi identifikasi kebiasaan makan yang harus diubah

- Gunakan standar nutrisi yang diterima untuk asistensi pasien dalam

evaluasi intake yang adekuat

- Evaluasi perkembangan dari tuuan modifikasi diet

d) Monitoring nutrisi :

- Monitoring berat badan pasien

- Monitoring kehilangan dan peningkatan berat badan yang drastis

- Monitor turgor kulit dan mobilitas fisik

- Monitor terhadap mual dan muntah

3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

Hasil NOC:

a) Klien tidak menunjukkan kecemasan

b) Klien dapat mengontrol nyeri

c) Klien merasa nyaman

d) Klien dapat beristirahat

Page 30: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

e) Klien dapat mengenali faktor penyebab nyeri

f) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi NIC :

a) Managemen nyeri :

Kaji penampilan pasien meliputi: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas atau berat nyeri, dan faktor presipitasi.

Observasi tanda-tanda ketidaknyamanan pada pasien.

Tanyakan pada pasien tentang pengetahuan dan kepercayaan tentang

nyeri yang dimiliki.

Tentukan akibat dari pengalaman nyeri pada kualitas hidup (tidur, nafsu

makan, aktivitas, dan perasaaan)

b) Monitoring tanda vital:

Monitor tekanan darah, nadi, temperature, dan status respirasi.

Monitor tekanan darah setelah pasien mendapatkan pengobatan, jika

memungkinkan

Monitor warna kulit, temperature, dan kelembapan

Identifikasi faktor yang menyebabkan perubahan vital sign

BAB 4

Page 31: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Konstipasi merupakan suatu keluhan dan bukan penyakit. Sekitar 80% dari

populasi manusia pernah mengalami konstipasi dan bersifat normal bila terjadi dalam

waktu yang singkat. Keluhan terhadap konstipasi mengalami peningkatan seiring

pertambahan usia dan 30-40% orang diatas usia 65 tahun mengalaminya. Orang

lanjut usia seringkali terpancang dengan kebiasaan BAB yang merupakan kelanjutan

dari pola hidup semasa kanak-kanak hingga dewasa dimana setiap usaha dilakukan

untuk BAB teratur setiap hari termasuk penggunaan pencahar. Konstipasi dapat

dicegah terutama dengan menerapkan pola hidup sehat olahraga dan diet tinggi serat

dan asupan cairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan.

4.2 Saran

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam

memberikan pelayanan keperawatan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-

hari.Tim medis diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya

dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan pemberian health

education kepada pasien dan keluarga dalam upaya pencegahan konstipasi pada

lansia.

Page 32: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi

DAFTAR PUSTAKA

Darmojo. 2010. Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Maas. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik : Diagnosis NANDA, Kriteria Hasil NOC, Intervensi NIC, Alih Bahasa Ranata Komalasari,dkk. Jakarta : EGC

Marrelli. 2007. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan / Nursing Documentation Book, Alih Bahasa Didah Rosidah. Jakarta : EGC

Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatri. Jakarta : EGC

Ode. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika

Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika

Permanasari. 2010. Sembelit Jangan Dianggap Remeh. diunduh dari http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/10/08043461/Sembelit.Jangan.Dianggap.Remeh pada 5 Mei 2015 pukul 19.30

Wilkinson. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Page 33: Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Konstipasi