Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. American Lung Association misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik membuat penyakit bisa di kontrol beberapa tahun kemudian. Namun, tahun 2000 kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ke tujuh di negara itu (Setiawan, 2009). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus ( biasa disebut bronchopneumonia ). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia di bawah 2 bulan tidak dikenal diagnosa pneumonia (Setiawan, 2009). Secara global, sekitar 1,6 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh penyakit yang disebabkan oleh 'Streptokokus pneumoiae' (pneumococcal disease), di 1
34

Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

Jun 21, 2015

Download

Documents

khairil10
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. American Lung Association

misalnya, menyebutkan hingga tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab

kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik membuat penyakit bisa

di kontrol beberapa tahun kemudian. Namun, tahun 2000 kombinasi pneumonia

dan influenza kembali merajalela dan menjadi penyebab kematian ke tujuh di

negara itu (Setiawan, 2009).

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses

infeksi akut pada bronkus ( biasa disebut bronchopneumonia ). Gejala penyakit ini

berupa napas cepat dan sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas

napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih

pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau

lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia di bawah

2 bulan tidak dikenal diagnosa pneumonia (Setiawan, 2009).

Secara global, sekitar 1,6 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh

penyakit yang disebabkan oleh 'Streptokokus pneumoiae' (pneumococcal disease),

di dalamnya 700.000 hingga satu juta Balita terutama berasal dari negara

berkembang. Dilaporkan, di kawasan Asia - Pasifik diperkirakan sebanyak

860.000 Balita meninggal setiap tahunnya atau sekitar 98 anak setiap jam. Secara

nasional angka kejadian Pneumonia belum diketahui secara pasti, data yang ada

baru berasal dari laporan Subdit ISPA Ditjen P2M-PL Depkes RI tahun 2007.

Dalam laporan tersebut disebutkan, dari 31 provinsi ditemukan 477.429 anak

Balita dengan pneumonia atau 21,52 persen dari jumlah seluruh Balita di

Indonesia. Proporsinya 35,02 persen pada usia di bawah satu tahun dan 64,97

persen pada usia satu hingga empat tahun. Jika dirata-ratakan, sekitar 2.778 anak

meninggal setiap harinya akibat pneumonia (Suriani, 2009).

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka

kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang,tapi juga di negara maju

1

Page 2: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

seperti AS, Kanada dan negara – negara Eropa.Di AS misalnya , terdapat dua juta

sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata – rata

45.000 orang dan angka kematian akibat pneumonia mencapai 25 % di Spanyol

dan 12 % atau 25. 30 per 100.000 penduduk di Inggris. Dari data SEMIC Healt

Statistik 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6

di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di

Singapora,nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999

menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia

adalah infeksi saluran nafas akut temtasuk pneumonia (Setiawan, 2009).

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah

kardiovaskuler dan tuberkolosis. Faktor social ekonomi yang rendah memper

tinggi angka kematian. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus ketiga

dari program P2ISPA (Penanggulangan Penyakit Infeksi saluran Pernapasan

Akut). Program ini mengupayakan agar istilah Pneumonia lebih dikenal

masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran

informasi tentangpenangulangan Pneumonia (Setiawan, 2009).

2

Page 3: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru (Betz C,

2002).

Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang

terjadi pada anak (Suriadi Yuliani, 2001).

Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh

bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ika,

2001).

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau

beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat

(Whalley and Wong, 1996).

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang

mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area

terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di

sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.

(Smeltzer,2001).

Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru

terutama alveoli atau parenkim yang sering menyerang pada anak – anak.

B. Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :

1. Faktor Infeksi

a. Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus

(RSV).

b. Pada bayi :

1) Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

2) Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

3

Page 4: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

3) Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.

c. Pada anak-anak :

1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP

2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

3) Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.

d. Pada anak besar – dewasa muda :

1) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatis

2) Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

2. Faktor Non Infeksi

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :

a. Bronkopneumonia hidrokarbon

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau

sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan

bensin).

b. Bronkopneumonia lipoid

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara

intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu

mekanisme menelan seperti latoskizis, pemberian makanan dengan

posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak

ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung

pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang

mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya

seperti susu dan minyak ikan.

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk

terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita

penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum

berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi energy protein (MEP), penyakit

menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna merupakan faktor

predisposisi terjadinya penyakit ini.

4

Page 5: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

C. Patofisiologi

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan

paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan

antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak

dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke

dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :

1. Inhalasi langsung dari udara.

2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

4. Penyebaran secara hematogen.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien

untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :

1. Susunan anatomis rongga hidung

2. Jaringan limfoid di nasofaring

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan

sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.

Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang

terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe

regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari

IgA. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang

bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak

kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang

menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu

mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang

meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan

yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

5

Page 6: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam

ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler

dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus

meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida

maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering

mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel

darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat

oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga

warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium

ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa

sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap

padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu

dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun

dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

6

Page 7: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

D. Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian

atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40˚C

dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,

dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan

sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada

awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada

awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

1. Inspeksi: pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut,

retraksi sela iga.

2. Palpasi: Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

3. Perkusi: Sonor memendek sampai beda.

4. Auskultasi: Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki

basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada

luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai

adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah

gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu

(konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara

pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki

dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat

terjadi antara 2-3 minggu.

E. Klasifikasi

1. Bronkopneumonia sangat berat

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka

anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

2. Bronkopneumonia berat

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup

minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

7

Page 8: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

3. Bronkopneumonia

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

a. Lebih dari 60 x/menit pada anak usia kurang dari 2 bulan

b. Lebih dari 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

c. Lebih dari 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

4. Bukan bronkopenumonia :

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak

perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan

dengan identifikasi kuman penyebab:

a. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung

b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama

virus

c. Deteksi antigen bakteri

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Foto polos: digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status

pulmoner

2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang

berhubungan dengan oksigenasi

3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan

adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi

4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba

5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi

tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan

6. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial

7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan

luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.

8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi

9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti

virus

8

Page 9: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medik

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji

resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu

yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi

maka yang biasanya diberikan:

a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70

mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum

luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam

4-5 hari.

b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan

campuran glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1

ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.

c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat

kurang makan dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas

darah arteri.

d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Seringkali pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit datang

sudah dalam keadaan payah, sangat dispnea, pernapasan cuping hidung,

sianosis, dan gelisah. Masalah yang perlu diperhatikan ialah:

a. Menjaga kelancaran pernafasan.

b. Kebutuhan istirahat.

c. Kebutuhan nutrisi dan cairan.

d. Mengontrol suhu tubuh.

e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.

f. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

9

Page 10: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

H. Komplikasi

1. Otitis media

2. Bronkiektase

3. Abses paru

4. Empiema

I. Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi

didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan

datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan

peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi

ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.

Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan

infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan

dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

J. Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak

dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat

menyebabkan terjadinya bronkopneumonia. Selain itu hal-hal yang dapat

dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap

berbagai penyakit saluran nafas seperti: cara hidup sehat, makan makanan

bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin

berolahraga.

10

Page 11: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan

1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk,

pilek, demam.

2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.

3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti

malnutrisi.

4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan

5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan

dangkal, gelisah, sianosis

b. Factor fsikologis/ perkembangan memahami tindakan

1) Usia tingkat perkembangan

2) Toleransi/ kemampuan memahami tindakan

c. Koping

d. Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua

e. Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

f. Pengetahuan keluarga/ orang tua

1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran

pernapasan

2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan

3) Kesiapan/ kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya

g. Aktivitas/ istirahat

1) Gejala : Kelemahan, kelelahan, insomnia

2) Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas

h. Sirkulasi

1) Gejala : Riwayat gagal jantung kronis

2) Tanda : Takikardi, penampilan keperanan atau pucat

i. Makanan/ Cairan

1) Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual / muntah

11

Page 12: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

2) Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit

kering dengan turgor buruk, penampilan malnutrusi

j. Neurosensori

1) Gejala : Sakit kepala dengan frontal

2) Tanda : Perubahan mental

k. Nyeri / Kenyamanan

1) Gejala  : Sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk myalgia,

atralgia

l. Pernafasan

1) Gejala  : Riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea,

dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran

nasal

2) Tanda   : Sputum ; merah muda, berkarat atau purulen.

Perkusi; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi  pleural.

Bunyi nafas ; menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau

nafas bronkial. Framitus; taktil dan vokal meningkat dengan

konsolidasi.

m. Keamanan

1) Gejala  : Riwayat gangguan sistem imun, demam.

2) Tanda   : Berkeringat, menggigil berulang, gemetar,

kemerahan, mungkin pada kasus rubela / varisela

2. Data Fokus

a. Data Subyektif

Anak dikeluhkan rewel, tidak mau makan, sesak nafas, terdengar

suara grek-grek, anak mencret. 

b. Data Obyektif

Pernafasan cepat dan dangkal , pernafasan cuping hidung, cianosis,

batuk berdahak sputum purulen, penggunaan otot bantu nafas, bunyi

nafas bronchovesikuler, ronchi, respirasi meningkat, peningkatan suhu

12

Page 13: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

tubuh, penurunan nafsu makan, muntah malaise, penurunan berat

badan dan lain-lain.

3. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

sekret di jalan nafas

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

jalan nafas menjadi bersih

Kriteria:

1) Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing

2) Sekret di jalan nafas bersih

3) Cuping hidung tidak ada

4) Tidak ada sianosis

Intervensi:

1) Observasi status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate,

penggunaan otot bantu nafas, warna kulit

2) Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas

3) Posisikan kepala lebih tinggi

4) Lakukan postural drainage

5) Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melaakukan fisiotherapi

dada

6) Jaga humidifasi oksigen yang masuk

7) Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penumpukan

cairan di alveoli paru

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

pertukaran gas dalam alveoli adekuat.

Kriteria:

1) Akral hangat

2) Tidak ada tanda sianosis

13

Page 14: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

3) Tidak ada hipoksia jaringan

4) Saturasi oksigen 90-100%

Intervensi:

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas

2) Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas

3) Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter per menit

4) Laporkan tanda-tanda hipoksia/ sianosis

5) Awasi tingkat kesadaran klien

c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh

akibat proses infeksi, toksimea.

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5’C).

Kriteria Hasil :

1) Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh

2) Tidak menggigil

3) Nadi dan suhu normal

Intervensi :

1) Obeservasi suhu tubuh (4 jam)

2) Pantau warna kulit

3) Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan (kompres)

4) Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik dan antipiretik

5) Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap

hari

d. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan

ketidakadekuatan pertahanan utama, tidak adekuat pertahanan

sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

tidak terjadi penyabaran infeksi.

14

Page 15: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

Kriteria Hasil :

1) Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi

2) Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan

resiko infeksi

Intervensi :

1) Pantau TTV

2) Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan

melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret

3) Dorong teknik mencuci tangan dengan baik

4) Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.

5) Berikan antibiotik sesuai indikasi

e. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

klien kembali toleran terhadap aktivitas.

Kriteria Hasil :

1) Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap

aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea,

kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal.

Intervensi :

1) Evaluasi respon klien terhadap aktivitas

2) Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung

3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan

perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat kepada orang tua

4) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur

5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan

15

Page 16: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

f. Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan

proses infeksi.

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

1) Menunjukkan peningkatan nafsu makan

2) Berat badan stabil atau meningkat

Intervensi :

1) Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah

2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering

mungkin

3) Auskultasi bunyi usus

4) Berikan makan porsi kecil dan sering

5) Evaluasi status nutrisi

g. Resti kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi,

muntah).

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

tidak terjadi kekurangan volume cairan.

Kriteria Hasil :

1) Balance cairan seimbang

2) Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler

cepat

Intervensi :

1) Observasi perubahan TTV

2) Observasi turgor kulit, kelembaban membran mukosa

3) Catat laporan mual / muntah

4) Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine

5) Hitung keseimbangan cairan

16

Page 17: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

6) Asupan cairan minimal 2500 / hari

7) Berikan obat sesuai indikasi ; antipiretik, antiemetik

8) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

17

Page 18: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

BAB III

TINJAUAN KASUS

Anak usia 5 tahun dirawat di ruang melati karena Bronkopneumonia, anak

tampak lemah, suhu 38,5’C, nadi 90 kali/menit, Rr 60 kali/menit, terdengar ronchi

basah pada saat auskultasi paru dan tampak retraksi pada saat area dada. Secret

tampak banyak keluar dari hidung.

A. Analisa Kasus

1. Anak tersebut telah mengalami bronkopneumonia dilihat dari:

a. Respiratory rate 60 kali permenit. Berdasarkan teori di atas bahwa

anak usia 1-5 tahun dapat dikatakan bronkhopneumonia apabila RR

lebih dari 40 kali permenit. Apabila disertai dengan adanya retraksi

dinding dada dan anak masih sanggup maka dikatakan

bronkhopenumonia berat. Pada kasus ini belum jelas dikatakan

bronkhopneumonia karena perlu dikaji aspek kemampuan minum

pada anak.

b. Anak mengalami peningkatan suhu tubuh sebagai salah satu

manifestasi bronkhopenumonia. Hal menunjukkan adanya

peradangan.

2. Anak tempak lemah disebabkan oleh gangguan sistem pernafasan dimana

terdapat penurunan compliance paru yang mengakibatkan suplai oksigen

menurun dan terjadi hipoksia sehingga terjadilah metabolisme anaerob.

Selain itu, efek pada saluran pencernaan adalah terjadi malabsorbsi dan

penurunan nafsu makan akibat sesak nafas dan batuk sehingga akan

mengganggu proses metabolisme nutrisi dalam tubuh. Selain itu,

peningkatan metabolisme kalor juga mengakibatkan lemas.

3. Peningkatann suhu 38,5’C merupakan akibat proses inflamasi yang

merangsang mediator peradangan di hipotalamus meningkatkan suhu

tubuh.

18

Page 19: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

4. RR di atas normal (60 kali permenit) merupakan mekanisme kompensasi

saat terjadi penurunan suplai oksigen ke dalam tubuh yang disertai dengan

retraksi dinding dada.

5. Ronkhi basah terjadi karena adanya akumulasi sekret di dalam saluran

nafas.

B. Pengkajian

1. Kaji faktor resiko seperti usia, status gizi, kepadatan hunian, status sosial

ekonomi.

2. Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya seperti influenza.

3. Kaji adanya anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah.

4. Kaji riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti

malnutrisi.

5. Kaji pola eliminasi yang didukung dengan pemeriksaan fisik abdomen.

6. Pada pemeriksaan fisik:

a. Inspeksi : tampak adanya retraksi dada, tampak sesak nafas (RR 60

kali permenit). Beberapa kasus disertai dengan sianosis dan

menggigil.

b. Palpasi : beberapa kasus akral dingin, kulit hangat (dibuktikan

dengan pengukuran suhu tubuh).

c. Auskultasi : terdengar ronkhi basah halus dan nyaring.

d. Perkusi : redup.

7. Perlu adanya penambahan pada kasus hasil pemeriksaan penunjang seperti

hasil laborat, foto thorak, saturasi oksigen.

C. Permasalahan utama

Permasalah utama pada kasus tersebut adalah anak mengalami bersihan

jalan nafas tidak efektif. Data yang menunjang adalah terdapat bunyi ronkhi

saat auskultasi, terdapat secret yang banyak keluar dari hidung, Rr 60 kali

permenit.

19

Page 20: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

D. Analisa Data

Data Etiologi Problem

Ds: -

Do: terdengar ronkhi

basah pada auskultasi,

secret tampak keluar

banyak dari hidung, RR

60 kali permenit

b.d penumpukan sekret

akibat inflamasi

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

Ds: -

Do: tampak retraksi

dada, RR 60 kali

permenit, anak tampak

lemah

b.d penurunan

compliance paru

Pola nafas tidak efektif

Ds: -

Do: suhu tubuh 38,5’C,

anak tampak lemah

b.d toksemia Hipertermi

E. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

sekret akibat inflamasi ditandai oleh sekret tampak banyak keluar dari

hidung, ronkhi basah, RR 60 kali permenit.

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam jalan

nafas menjadi bersih.

Kriteria:

a. Suara nafas bersih tidak ada ronkhi

b. Sekret di jalan nafas bersih

c. RR normal 19-23 kali permenit

Intervensi:

a. Observasi status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate,

penggunaan otot bantu nafas, warna kulit

b. Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas

20

Page 21: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

c. Posisikan kepala lebih tinggi

d. Lakukan postural drainage

e. Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melaakukan fisiotherapi dada

f. Jaga humidifasi oksigen yang masuk

g. Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan compliance paru

ditandai oleh tampar retraksi dada, RR 60 kali permenit, anak tampak

lemah.

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam pola nafas

kembali efektif.

Kriteria Hasil:

a. Tidak ada retraksi dada

b. RR normal 19-23 kali permenit

c. Anak tampak segar, tidak lemah.

Intervensi:

a. Pantau dan catat frekuensi pernafasan

b. Berikan oksigen sesuai kebutuhan

c. Posisikan tubuh kepala lebih tinggi

d. Pantau tanda-tanda sianosis

e. Ajarkan teknik nafas dalam

3. Hipertermi berhubungan dengan toksimea ditandai oleh suhu 38,5 ‘C,

anak tampak lemah.

Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu

tubuh dalam batas normal (36,5-37,5’C).

Kriteria Hasil :

a. Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh

b. Tidak menggigil

c. Nadi dan suhu normal (36,5-37,5’C).

21

Page 22: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

Intervensi :

a. Obeservasi suhu tubuh (4 jam)

b. Pantau warna kulit

c. Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan (kompres)

d. Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik dan antipiretik

e. Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari

22

Page 23: Asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi, edk 3, Alih bahasa: Nike Budhi Subyekti, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doenges, Marilynn 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakata : EGC.

Lackman’s, 1996, Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing, Philadelpia : WB Saunders Company.

Price, Sylvia Anderson 2008, Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes, Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4, Jakarta : EGC.

Smeltzer, SC & Brenda GB 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Vol 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sukandar, EY, et al, 2008, Iso Farmakotrapi, PT ISFI Penerbitan, Jakarta.

Zul, Dahlan, 2000, Ilmu Penyakit Dalam Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

23