Top Banner

of 27

Asuhan Keperawatan Child Abuse

Oct 29, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

ASUHAN KEPERAWATAN CHILD ABUSE

ASUHAN KEPERAWATAN CHILD ABUSE1. Definisi - Child Abuse : tindakan yang mempengaruhi perkembangan anak sehingga tidak optimal lagi (David Gill, 1973)

- Child Abuse : perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak, menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual (Synder, 1983)

- Child Abuse adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak, dimana ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak

2.Klasifikasi Terdapat 2 golongan besar, yaitu :

1) Dalam keluarga

- Penganiayaan fisik, Non Accidental injury mulai dari ringan bruiser laserasi sampai pada trauma neurologic yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun

- Penelantaran anak/kelalaian, yaitu kegiatan atau behavior yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan psikologisnya. Kelalaian dapat berupa :

a. Pemeliharaan yang kurang memadai, menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan.

b. Pengawasan yang kurang memadai, menyebabkan anak gagal mengalami resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa

c. Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan, kegagalan dalam merawat anak dengan baik

d. Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak mampu berinteraksi dengan lingkungannya gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah

- Penganiayaan emosional. Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain

- Penganiayaan seksual, mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan sexual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti : aktivitas seksual (oral genital, genital, anal atau sodomi) termasuk incest. (The Child Abuse & Prevention Act / Public Law 100-294). 2) Di luar rumah.

Dalam institusi/lembaga, di tempat kerja, di jalan, di medan perang.

3. Aspek Hukum Pencederaan Anak di Indonesia Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun social (Pasal 9 UU No.4/1979), UU No. 12 tahun 2002 menjelaskan tentang penganiayaan fisik pada anak, Di Indonesia tanggung jawab pelaku pencederaan.anak tertera dalam Kitab UU hukum pidana (KUHP) yang pasal-pasalnya berkaitan dengan jenis & akibat pencederaan anak.

Peranan professional khususnya dari yang menangani, menolong, mengobati anak diduga akibat pencederaan anak, pelaporannya kepada yang berwajib dilindungi UU.

Dalam KUHP penerapan pasal-pasalnya tergantung dari jenis & akibat pencederaannya.

Pencederaan anak yang bersifat penganiayaan dan bersifat menimbulkan cidera fisik diterapkan dalam pasal 351 ayat 1 (ancaman hukuman penjara paling lama 2 tahun 8 bulan). Ayat 2 bila mengakibatkan luka-luka berat (ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun). Ayat 3 bila mengakibatkan mati (ancaman hukuman penjara paling lama 7 tahun)

Bagi orang tua sebagai pelaku pencederaan anak (fisik) hukuman dapat ditambah dengan sepertiga (pasal 356)

Bila pencederaan anak berupa penelantaran sehingga anak terlantar pasal 1 butir 7 tahun 1979, dapat kemungkinan diterapkan. Pasal 301 (ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun). Pasal 304 (ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan). Pasal 306 ayat 1 bila mengakibatkan luka (ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun). Bagi orang tua sebagai pelaku ancaman pidana pada pasal 305 dan 306 dapat ditambah dengan 1/3 (pasal 307)

Pencederaan anak bersifat seksual

Pasal yang diterapkan pasal 287 (ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun). Pasal 290 butir 3 (ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun).

4. Faktor-faktor penyebab Faktor Sosiokultural

Stress berasal dari anak Stress keluarga Stress berasal dari orang tua

Fisik berbeda

Mental berbeda

Temperamen berbeda

Tingkah laku berbeda

Anak angkat

Kemiskinan pengangguran mobilitas, isolasi, perumahan tidak memadai

Hubungan orang tua anak stress prenatal, anak yang tidak diharapkan premature, dll

Perceraian

Rendah diri

Waktu kecil mendapat perlakuan salah

Depresi

Harapan pada anak yang tidak realistis

Kelainan karakter/gangguan jiwa

5. Manifestasi Klinis dari Penganiayaan dan Pengabaian Anak Cidera Kulit Cidera kulit adalah tanda-tanda penganiayaan anak yang paling umum dan paling mudah dikenali. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan atau tanda dorongan lidah. Memar multiple atau memar pada tempat-tempat yang tidak terjangkau menunjukkan bahwa anak itu telah mengalami penganiayaan. Memar yang ada dalam berbagai tahap penyembuhan menunjukkan adanya trauma yang terjadi berulang kali. Memar berbentuk objek yang dapat dikenali umumnya bukan suatu kebetulan.

Kerontokan Rambut Traumatik Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau dipakai untuk menyeret atau menyentak anak. Akibatnya pada kulit kepala dapat memecahkan pembuluh darah di bawah kulit. Adanya akumulasi darah dapat membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat penganiayaan atau non-penganiayaan.

Jatuh Jika seorang anak dilaporkan mengalami kejatuhan biasa, namun yang tampak adalah cidera yang tidak biasa, maka ketidaksesuaian riwayat dengan trauma yang dialami tersebut menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan terhadap anak.

Cidera Eksternal pada Kepala, Muka dan Mulut Luka, perdarahan, kemerahan atau pembengkakan pada kanal telinga luar, bibir pecah-pecah, gigi yang goyang atau patah, laserasi pada lidah dan kedua mata biru tanpa trauma pada hidung, semuanya dapat mengindikasikan adanya penganiayaan.

Cidera Termal Disengaja atau Diketahui Sebabnya Luka bakar terculap, dengan garis batas jelas, luka bakar sirkuler kecil-kecil dan banyak dalam berbagai tahap penyembuhan, luka bakar setrikaan, luka bakar daerah popok dan luka bakar tali semuanya memberikan kesan adanya tindakan jahat yang disengaja.

Sindroma Bayi Terguncang Guncangan pada bayi menimbulkan cidera ekslersi deselersi pada otak, menyebabkan regangan dan pecahnya pembuluh darah. Hal ini dapat menimbulkan cidera berat pada system saraf pusat, tanpa perlu bukti-bukti cidera eksternal.

Fraktur dan Dislokasi yang Tidak Dapat Dijelaskan Fraktur Iga Posterior dalam berbagai tahap penyembuhan, fraktur spiral atau dislokasi karena terpelintirnya ekstremitas merupakan bukti cidera pada anak yang tidak terjadi secara kebetulan.

6. Dampak Penganiayaan dan Kekerasan Pada Anak Dampak penganiayaan dan kekerasan pada anak akan mengakibatkan gangguan bio-psiko-sosial anak. Hal ini dapat terjadi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Anak mempunyai masa depan yang masih panjang sehingga perlu pemantauan dan program tindakan yang terus-menerus bagi anak korban penganiayaan dan kekerasan. Indikator yang perlu diperhatikan akibat penganiayaan dan kekerasan pada anak dapat dilihat pada tabel 1. Diharapkan tindakan/program dilakukan tanpa menunggu tanda/indikator muncul. Tabel 1. Indikator fisik dan perilaku pada penganiayaan anak (Child Abuse)

Indikator Fisik Indikator Perilaku

Aniaya Fisik Kerusakan kulit

Memar dengan berbagai tingkat penyembuhan

Luka bakar

Lecet dan goresan Kerusakan Skeletal Fraktur

Luka pada mulut, bibir, rahang, mata, perineal

Penelantaran/Pengabaian

Kelaparan Kebersihan diri kurang

Pekaian tidak terurus Tidak diurus dalam waktu lama

Tidak pernah periksa kesehatan Aniaya Seksual

Sukar jalan dan duduk

Pakaian dalam berdarah, bernoda

Genital gatal

Memar dan berdarah pada daerah perineal

Penyakit kelamin

Ketergantungan obat

Pertumbuhan dan perkembangan terlambat

Hamil pada usia remaja

Aniaya Fisik

Takut kontak dengan orang dewasa

Prihatin jika ada anak menangis

Waspada/ketakutan

Agresif/pasif/menarik diri Penelantaran/Pengabaian

Pengemis

Sendiri tanpa pengasuh pada waktu yang panjang

Penjahat

Pencuri

Datang cepat dan pulang lambat dari sekolah

Melaporkan tidak ada pengasuh Aniaya Seksual Harga diri negatif Tidak percaya pada orang lain (sukar dekat dengan orang lain)

Disfungsi kognitif dan motorik

Defisit kemampuan personal dan sosial

Penjahat atau lari dari rumah

Ketergantungan obat

Ide bunuh diri dan depresi

Melaporkan aniaya seksual

Psikotik

7. Pencegahan dan Penanggulangan Penganiayaan dan Kekerasan pada Anak Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak merupakan tanggung jawab semua pihak.

Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.

Pendidik Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harus dijaga tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah.

Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.

Penegak Hukum dan Keamanan Hendaknya Undang-Undang No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

Media Massa Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-artikel pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.

2004 Digitized by USU digital library 8

Tabel 2. Komponen program penurunan perilaku kekerasan pada individu, keluarga dan komunitas

Prevensi primer-tujuan : Promosi orang tua dan keluarga sejahtera

Tabel 2. Komponen program penurunan perilaku kekerasan pada individu, keluarga dan komunitas

Prevensi primer-tujuan : Promosi orang tua dan keluarga sejahtera

Prevensi sekunder tujuan : diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress

Individu Keluarga Komunitas

Prevensi sekunder tujuan : diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada keluarga pada tiap pelayanan kesehatan Rencana penyelamat-an diri bagi korban secara adekuat

Pengetahuan tentang hukuman untuk minta bantuan dan perlindungan

Tempat perawatan atau foster home untuk korban

Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga

Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help group), misalnya : kelompok pemerhati keluarga sejahtera Rujuk pada lembaga/ institusi di masyara-kat yang memberikan pelayanan pada korban

Semua profesi kese-hatan terampil mem-berikan pelayanan pada korban dengan menggunakan standard prosedur dalam menolong korban

Unit gawat daruratdan unit layanan 24 jam memberi respon, melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak hukum/dinas sosial untuk memberi pelayanan segera

Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/ cidera, khususnya bayi dan anak

Peran serta pemerin-

Prevensi tertier-tujuan : reedukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan

Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban Konseling profesional pada individu

Reedukasi orang tua dalam pola asuh anak Konseling profesional bagi keluarga

Self-help-group (kelompok peduli)

Foster home, tempat perlindungan

Peran serta pemerintah

Follow up pda kasus penganiayaan dan kekerasan.

Kontrol pemegang senjata api dan tajam

ASUHAN KEPERAWATAN CHILD ABUSE

1. Pengkajian Psikososial

1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau

2) Gagal tumbuh dengan baik

3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor dan psikososial

4) With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa

Muskuloskletal

1) Fraktur 2) Dislokasi

3) Keseleo (sprain)

Genito Urinaria

1) Infeksi saluran kemih

2) Perdarahan per vagina

3) Luka pada vagina/penis

4) Nyeri waktu mikasi

5) Laserasi pada organ enetalia eksternal, vagina & anus Intergumen

1) Lesi sirculasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)

2) Luka bakar pad kulit, memar atau abrasi

3) Adanya tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan

4) Trauma yang tidak dijelaskan

5) Bengkak-Rencana asuhan keperawatan No Diagnosa Keperawatan TujuanIntervensiRasional

1 Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan Child Abuse Mekanisme koping keluarga menjadi efektif 1. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya mekanisme koping pada keluarga, usia orang tua, anak ke berapa dalam keluarga, status sosial ekonomi terhadap perkembangan keluarga, adanya support system dan kejadian lainnya

2. Konsulkan pada pekerja sosial dan pelayanan kesehatan pribadi yang tepat mengenai problem keluarga, tawarkan terapi untuk individu atau keluarga

3. Dorong anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang apa yang mungkin menyebabkan perilaku kekerasan.

4. Ajarkan orang tua tentang perkembangan & pertum-buhan anak sesuai tingkat umur. Ajarkan kemampuan merawat spesifik dan terapkan tehnik disiplin 1. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang dilakukan intervensi yang dibutuhkan dan penyerahan pada pejabat yang berwenang pada pelayanan kesehatan dan organisasi sosial

2. Keluarga dengan Child Abuse & neglect biasanya memerlukan kerja sama multi disiplin, support kelompok dapat membantu, memecahkan masalah yang spesifik.

3. Dengan mendorong keluar-ga dengan mendiskusikan masalah mereka maka dapat dicari jalan keluar untuk memodifikasi perilaku mereka.

4. orang tua mungkin mempunyai harapan yang tidak realistis tentang pertumbuhan dan perkem-bangan anak

2 Perubahanpertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan tidak adekuatnya perawatanPerkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.1. Diskusikan hasil test kepada orang tua dan anak

2. melakukan aktifitas (seperti, membaca, bermain sepeda, dll) antara orang tua dan anak untuk meningkatkan perkembangan dari penurunan kemampuan kognitif psikomotor dan psikososial

3. tentukan tahap perkembangan anak seperti 1 bulan, 2 bulan, 6 bulan dan 1 tahun.

4. libatkan keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan yang normal

1. Orang tua dan anak akan menyadari, sehingga mereka dapat merencanakan tujuan jangka panjang dan jangka pendek.2. kekerasan pada anak akan menyebabkan keterlambatan perkembangan karena tugas keluarga. Aktivitas dapat mengkoreksi masalah perkembangan akibat dari hubungan yang terganggu.

3. Dengan menetukan tahap perkembangan anak dapat membantu perkembangan yang di harapkan.

4. Program stimulasi dapat membantu meningkatkan perkembangan menetukan intervensi yang tepat.

3 Resiko perilaku keke-rasan oleh anggota ke-luarga yang lain ber-hubungan dengan kela-kuan yang maladaptive. Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang. 1. Identifikasi perilaku kekeras-an, saat menggunakan/ mengkonsumsi alkohol atau obat atau saat menganggur.

2. Selidiki faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasan seperti minum alkohol atau obat-obatan

3. lakukan konsuling kerjasama multidisiplin, termasuk organisasi komunitas dan psikolologis 4. menyatakan keluarga kepada seorang terapi keluarga yang tepat

5. melaporkan seluruh kejadian yang aktual yang mungkin terjadi kepada pejabat berwenang1. Dengan mengidentifikasi perilaku kekerasan dapat membantu menentukan intervensi yang tepat

2. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menye-babkan perilaku kekerasan akan lebih memberikan kesadaran akan tipe situasi yang mempengaruhi perilku, membantu dirinya mencegah kekambuhan

3. konseling dapat membantu perkembangan koping yang efektif.4. terapi keluaga menekan dan memberikan support kepada seluruh keluarga untuk mencegah kebiasaan yang terdahulu.

5. perawat mempunyai tanggung jawab legal untuk melaporkan semua kasus dan menyimpan keakuratan data untuk investigasi.

4 Peran orang tua berubah berhubungan dengan ikatan keluarga yang terganggu. Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif 1. Diskusikan ikatan yang wajar dan perikatan dengan orang tua yang keras

2. Berikan model peranan untuk orang tua

3. Dukung pasien untuk mendaftarkan dalam kelas yang mengajarkan keahlian orang tua tepat

4. Arahkan orang tua ke pelayanan kesehatan yang tepat untuk konsultasi dan intervensi seperlunya 1. Menyadarkan orang tua akan perikatan normal dan proses pengikatan akan membantu dalam mengembangkan keahlian menjadi orang tua yang tepat

2. Model peranan untuk orang tua, memungkinkan orang tua untuk menciptakan perilaku orang tua yang tepat

3. Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan keahlian orang tua yang efektif

4. Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan keahlian orang tua yang efektif

8.3.Implementasi sesuai dengan perencanaan 8.4. Evaluasi : 1. Mekanisme koping keluarga menjadi efektif

2. Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuaikan dengan tingkatan umurnya3. Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang

4. Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif TINJAUAN KASUSDi Jawa Timur, Tepatnya di Mojokerto, sekitar bulan Maret 2000 terjadi penganiayaan terhadap dua bocah kakak beradik, yaitu P (9 tahun) dan WP (5 tahun). Sejak ditinggal pergi kedua orang tuanya, diperkirakan 6 bulan lalu, mereka memperoleh perlakuan yang sangat tidak manusiawi dari buliknya sendiri (Ny. N, 40 tahun), dan sepupunya (S, 16 tahun).

Di tubuh kedua bocah tersebut membekas luka-luka bekas sundutan rokok dan sutil panas. Bibirnya juga nyaris sumbing akibat hajaran benda keras. Demikian pula di bagian kepala mereka. Yang tidak kalah biadab, mereka dilaporkan juga pernah dipaksa makan kotorannya sendiri dan diancam akan dihajar jika tidak mau menuruti perintah buliknya. Terakhir, sebelum tragedi kemanusiaan ini terbongkar warga setempat, kedua bocah itu diketahui sedang dimasukkan ke dalam karung dan hendak ditenggelamkan di sebuah sungai, sembari dihajar berkali-kali.

(sumber : Krisis dan Child Abuse oleh Suyatno B).

Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

- Integumen :

Terdapat bekas luka-luka sundutan rokok dan sutil panas.

Luka atau robek pada bibir

- Psikologis :

Takut

Cemas

Trauma

Harga diri rendah

Perasaan tidak aman dan nyaman

Depresi

2. Diagnosa dan Intervensi

Diagnosa I Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka akibat trauma fisik ditandai dengan robekan pada bibir dan bekas trauma pada kepala.

Hasil yang diharapkan :

- Melaporkan nyeri hilang / terkontrol.

- Menunjukkan sikap rileks dan dapat tidur / istirahat dengan tepat. Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh anak. Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan anak.

2. Observasi tanda-tanda vital.

Mengetahui perkembangan keadaan umum anak, sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya.

3. Ciptakan suasana tenang, dan lakukan pendekatan secara lemah lembut ketika memberikan perawatan pada anak.

Suasana yang aman dan nyaman anak mendukung psikis anak sehingga mempercepat penyembuhan.

Diagnosa II: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka akibat trauma fisik ditandai dengan luka terbuka / robekan pada bibir.

Hasil yang diharapkan :

-suhu normal dan bebas tanda-tanda infeksi

-mencapai penyembuhan luka tepat waktu

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik.

Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, catat karakteristik dari drainase dan inflamasi yang ada.

Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi.

3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, mengiggil, diaforesis, dan perubahan fungsi metnal (penurunan kesadaran).

Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan segera.

4. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi.,

Menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman penyebab infeksi.

Kolaborasi

1. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma (perlukaan).

2. Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi.

Dilakukan untuk memastikan adanya infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab dan untuk menentukan obat pilihan yang sesuai.

Diagnosa III: Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian, krisis situasional, dan stimuli lingkungan ditandai dengan adanya luka-luka penganiayaan fisik.

Hasil yang diharapkan :

- Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi.

-Mengembangkan rencana untuk perubahan gaya hidup yang perlu.

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji tingkat ansietas pasien, identifikasi bagaimana pasien menangani masalahnya di masa yang lalu dan koping pasien dengan masalah yang dihadapi sekarang.

Membantu dalam mengidentifikasi eku dan keterampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya sekarang dan atau kemungkinan lain untuk memberi bantuan yang sesuai.

2. Beri informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.

Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuan.

3. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

Respon yang akurat tehr masalah pasien dapat meningkatkan koping terhadap situasi yang sedang dihadapinya.

4. Catat perilaku dari orang terdekat / keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien.

Orang terdekat / keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungannya.

Kolaborasi

Rujuk pada kelompok pendukung yang ada, pelayanan sosial, psikoterapi, dan sebagainya. Memberi dukungan untuk beradaptasi pada perubahan dan memberikan sumber-sumber untuk mengatasi masalah.

Diagnosa IV: Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan penampilan ditandai dengan adanya bekas luka pada tubuh dan robekan pada bibir.

Hasil yang diharapkan :

- Bicara dengan keluarga / orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi.

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Terima dan akui ekspresi frustasi dan kedukaan. Perhatikan perilaku menarik diri.

Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan.

2. Bersikap realistis dan positif selama pengobatan dan penyuluhan kese-hatan.

Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan baik antara pasien dan perawat.

3. Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorong usaha untuk mengikuti rehabilitasi.

Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.

4. Beri informasi kepada kelompok pendukung atau orang terdekat tentang bagaimana mereka dapat membantu pasien.

Meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu pasien.

Kolaborasi

Rujuk kepada psikiatrik, psikolog sesuai kebutuhan. Membantu dalam identifikasi cara untuk meningkatkan kemandirian. Pasien akan memerlukan bantuan lanjut untuk mengatasi masalah emosi mereka .

Diagnosa V: Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan child abuse ditandai dengan tingkah laku destruktif terhadap orang lain.

Hasil yang diharapkan :

Pembahasan Kasus- Keluarga dapat menunjukkan mekanisme koping yang baik setelah diadakan pendekatan.

- Mengunjungi secara teratur dan berpartisipasi secara positif dalam perawatan pasien.

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat ansietas yang muncul pada keluarga / orang terdekat.Tingkat ansietas harus dihadapi sebelum pemecahan masalah dapat dimulai. Individu mungkin akan terpreokupasi dengan reaksinya sendiri pada situasi dimana mereka tidak mampu untuk memberikan respons terhadap kebutuhan orang lain.

2. Kaji masalah yang mungkin mengganggu perawatan / proses penyembuhan pasien.

Informasi mengenai masalah keluarga akan membantu dalam mengembangkan rencana perawatan yang sesuai.

3. Ikutsertakan orang terdekat dalam pembangunan informasi, pemecahan amsalah dan perawatan pasien.

Hubungan saling percaya dapat ditingkatkan dan akan mempermudah proses pengobatan.

4. Kaji tindakan orang terdekat sekarang ini dan bagaimana mereka diterima oleh pasien.

Orang terdekat mungkin berusaha untuk membantu namun tidak diekspresikan sebagai bantuan oleh pasien. Mungkin karena sikap terlalu protektif.

Aspek keperawatan Sebagai seorang perawat, dalam menangani kasus child abuse, perawat harus mengkaji kondisi fisik si anak, selain itu perawat juga harus memperhatikan kondisi psikisnya dan membantu pasien untuk mengungkapkan perasaannya.

Kepada orang terdekat si pasien, perawat perlu melakukan pendekatan-pendekatan. Karena dengan pendekatan tersebut diharapkan orang tersebut bersedia berkomunikasi dan sharing kepada pasien untuk membantu membentuk koping yang adaptif.

Bagi pelaku child abuse, perawat perlu membagi informasi mengenai dampak penganiayaan yang dilakukannya dan diharapkan mau bekerjasama dalam membantu kesempatan si pasien dan berusaha menyadarkan dia bahwa tindakannya itu tidak manusiawi. BAB IV KESIMPULAN Child abuse adalah segala perlakuan buruk yang dilakuakn terhadap anaka atupun remaja oleh para orang tua,wali atau orang lain yang seharusnya memelihara dan merawat orang tersebut.

Child abuse ini dapat dibagi dalam 2 jenis,yaitu di dalam keluarga dan diluar keluarga

Diagnosa keperawatan pada child abuse ditegakkan berdasarkan :

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik

Penganiyaan fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan radiologi

Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak merupakan hal serius yang segera harus dilakukan oleh semua pihak, yaitu orang tua/keluarga, pendidik, penegak hukum, penanggung jawab keamanan, mass media dan pelayanan kesehatan

Mengingat dampak penganiayaan dan kekerasan akan mengganggu proses kehidupan anak yang panjang hendaknya upaya pencegahan lebih diprioritaskan. Terlebih atas anak adalah masa depan suatu bangsa.

Diharapkan dengan adanya Undang undang no.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ,maka angka kejadian child abuse bisa berkurang bahakan hilang dari permukaan Negara Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKAAnna Budi Keliat, ., Penganiayaan Dan Kekerasan Pada Anak, FIK UI, 1998

Ennis Sharon Axton,Pediatric Nursing Care Plans,2nd Edition,Pearson Education,New Jersey,2003 Nelson, Ilmu Kesehatan Anak I, Jakarta, EGC 1999

Whaleys and Wong, Clinic Manual of Pediatric Nursing,4th Edition,Mosby Company,1996 Sowden Betz Cicilia, , Keperawatan Pediatric, Jakarta, EGC, 2002

Hhttp://www.ri.go.id/produk uu/isi/uu2002/uu2202.htm

http://www.tempointeraktif.comhttp://www.Balipost.com Asuhan Keperawatan Pada Anak Down Syndrome

A. PengertianKelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Downs Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.

Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.

Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.

B. EtiologiPenyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :

1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )

2. Translokasi kromosom 21 dan 15

3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )

Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom ( Kejadian Non Disjunctional ) adalah :

1. Genetik

Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down.

2. Radiasi

Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.

3. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan

4. Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu

Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.

5. Umur Ibu

Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non dijunction pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.

6. Umur Ayah

Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.

C. Gejala KlinisBerat badan waktu lahir dari bayi dengan syndrom down umumnya kurang dari normal.

Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :

1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah

2. Fisura Palpebralis Yang Miring

3. Jarak Yang Lebar Antara Kaki

4. Fontarela Palsu

5. Plantar Crease Jari Kaki I Dan II

6. Hyperfleksibilitas

7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher

8. Bentuk Palatum Yang Abnormal

9. Hidung Hipoplastik

10. Kelemahan Otot Dan Hipotonia

11. Bercak Brushfield Pada Mata

12. Mulut Terbuka Dan Lidah Terjulur

13. Lekukan Epikantus (Lekukan Kulit Yang Berbentuk Bundar) Pada Sudut Mata Sebelah Dalam

14. Single Palmar Crease Pada Tangan Kiri Dan Kanan

15. Jarak Pupil Yang Lebar

16. Oksiput Yang Datar

17. Tangan Dan Kaki Yang Pendek Serta Lebar

18. Bentuk / Struktur Telinga Yang Abnormal

19. Kelainan Mata, Tangan, Kaki, Mulut, Sindaktili

20. Mata Sipit

Gejala-Gejala Lain :1. Anak-anak yang menderita kelainan ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya.

2. Kepandaiannya lebih rendah dari normal.

3. Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.

4. Pada beberapa orang, mempunyai kelaianan jantung bawaan.

Juga sering ditemukan kelainan saluran pencernaan seperti atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan) dan atresia duodenum, jugaa memiliki resiko tinggi menderita leukimia limfositik akut. Dengan gejala seperti itu anak dapat mengalami komplikasi retardasi mental, kerusakan hati, bawaan, kelemahan neurosensori, infeksi saluran nafas berulang, kelainan GI.

Komplikasi 1. Penyakit Alzheimers (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)

2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).

Penyebab 1. Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47 kromosom, normal 46, dan kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat yang tidak normal)

2. Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th) kemungkinan melahirkan bayi dengan Down syndrome.

3. Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi susteim daya tahan tubuh selama ibu hamil.

D. PatofisiologiPenyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non-disjunction pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.

E. Prognosis44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.

Anak syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :

1. Gangguan tiroid

2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa

3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea

4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)

F. Pencegahan1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.

2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan gene targeting atau yang dikenal juga sebagai homologous recombination sebuah gen dapat dinonaktifkan.

G. Diagnosis

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan brachyaphalic sutura dan frontale yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.

Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.

H. Penatalaksanan1. Penanganan Secara Medis

a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.

b. Penyakit jantung bawaan

c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.

d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.

e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.

2. Pendidikan

a. Intervensi Dini

Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.

b. Taman Bermain

Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.

c. Pendidikan Khusus (SLB-C)

Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.

3. Penyuluhan Pada Orang TuaII. ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian1. Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji :

a. Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal

b. Kebutuhan nutrisi / makan

c. Keadaan indera pendengaran dan penglihatan

d. Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak

e. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi

f. Kemampuan motorik

g. Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrom down terutama tentang kemajuan perkembangan mental anak

2. Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus

3. Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental

4. Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi

5. Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang

6. Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan perkembangan mental anak.

B. Diagnosa 1. Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan palatum yang tinggi.

2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kemampuan pendengaran yang berkurang.

3. Tidak efektifnya koping keluarga berhubungan dengan faktor finansial yang dibutuhkan dalam perawatan dan mempuyai anak yang tidak normal.

4. Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik dan mental yang mereka miliki.

5. Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan anak syndrom down.

C. Implementasi1. Berikan nutrisi yang memadai

a. Lihat kemampuan anak untuk menelan

b. Beri informasi pada orang tua cara yang tepat / benar dalam memberi makanan yang baik

c. Berikan nutrisi yang baik pada anak dengan gizi yang baik

2. Anjurkan orang tua untuk memeriksakan pendengaran dan penglihatan secara rutin

3. Gali pengertian orang tua mengenai syndrom down

a. Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan anaknya

b. Beri informasi pada orang tua tentang perawatan anak dengan syndrom down

4. Motivasi orang tua agar :

a. Memberi kesempatan anak untuk bermain dengan teman sebaya agar anak mudah bersosialisasi

b. Memberi keleluasaan / kebebasan pada anak unutk berekspresi

5. berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkunga yang memadai pada anak

a. Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan motorik kasar dan halus serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa

b. Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam aktivitas sehari-hari.

D. Evaluasi1. Tidak ada kesulitan dalam pemberian makan pada anak Anak sehingga anak mendapat nutrisi yang cukup dan adekuat

2. Pendengaran dan penglihatan anak dapat terdeteksi sejak dini dan dapat dievaluasi secara rutin

3. Keluarga turut serta aktif dalam perawatan anak syndrom down dengan baik

4. Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain tidak merasa minder.

15