Top Banner

of 37

ASPIRIN DAN CLOPIDOGREL.doc

Oct 29, 2015

Download

Documents

Henry Sugiharto
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

ASPIRIN DAN CLOPIDOGREL

ASPIRIN DAN CLOPIDOGRELManfaat, Keamanan, dan Berbagai hal mengenai Resisitensi Obat

Abstrak--- Aspirin dan thienopyridine ticlopidine dan clopidegrol merupakan golongan antiplatelet yang memiliki aktivitas antitrombotik yang baik. Beberapa tahun yang lalu, konsep resistensi aspirin telah dikenal secara luas dalam literatur kedokteran, meskipun definisinya masih belum pasti. Menurut saya aspirin-resistant sebaiknya dianggap sebagai suatu deskripsi bagi individu-individu dimana aspirin gagal menghambat produksi tromboksan A2, dengan tidak memandang hasil yang tidak spesifik pada uji fungsi platelet, seperti waktu perdarahan, agregasi platelet, atau sistem PFA-100. Yang dikenal lebih luas dibandingkan resistensi aspirin, tapi dengan ciri khas yang tentu saja lebih baik, adalah isu mengenai :clopidegrol resistance, yang sebagian besar mungkin disebabkan oleh metabolisme yang tidak efisien pada perubahan prodrug clopidegrol menjadi metabolitnya yang aktif. Sekarang ini, resistensi aspirin dan clopidegrol sebaiknya tidak ditinjau dari segi klinis, karena tidak ada demonstrasi yang definitif mengenai hubungan antara kondisi biaya secara klinis dengan perubahan yang efektif pada penatalaksanaan pasien. (Arterioscler Thromb Vasc Biol.2004;24:1980-1987.)Kata kunci: resistensi aspirin # resistensi clopidegrol # golongan antiplatelet # penyakit kardiovaskular # penyakit cerebrovaskular

Aspirin, thienopyridine ticlopidine, dan clopidegrol merupakan inhibitor bagi agregasi platelet yang memiliki aktivitas antitrombotik yang baik. Obat-obat ini biasanya digunakan sebagai profilaksis pada pasien dengan grafting vaskuler atau angioplasti perkutaneus, pada penatalaksanaan medis sindroma koronaria akut, dan pada pencegahan jangka panjang untuk hal yang berhubungan dengan cerebrovaskuler.

Baik aspirin maupun thienopyridine secara selektif menghambatjalur tunggal dari aktivasi platelet: aspirin mempengaruhi jalur arachidonat-tromboksan A2 (TxA2) dengan cara menghambat cyclo-oxygenase-1 (COX-1) secara ireversibel (gambar 1).1 Thienopyridine mempengaruhi jalur adenosine diphosphate (ADP), dengan cara menghalangi reseptor P2Y12 secara ireversibel (gambar 1). Meskipun obat-obat ini melakukan aksi mekanisme yang selektif, yang tidak mengurangi pengaruh dari berbagai jalur alternatif untuk aktivasi platelet, aspirin dan thienopyridine memiliki aktivitas antitrombotik yang baik. Hal ini menjelaskan bahwa, baik jalur arachidonate-TXA2 dan jalur ADP memperkuat aktivasi platelet dan penting bagi seluruh agregasi dan respon sekresi platelet terhadap agonis.2Aspirin

Aspirin secara ireversibel manghambat COX-1 dengan mengasetilasi residu serin pada posisi 530, sehingga mencegah perubahan arachidonate menjadi prostaglandin (PG) yang tidak stabil melalui PGH2, yang diubah menjadi TxA2, yang merupakan vasokonstriktor dan agonis platelet yang poten (gambar 1). Dosis tunggal 160 mg secara lengkap menghilangkan produksi platelet TxA2 (pengukurannya disetarakan dengan TxB2 yang stabil). Pengaruh yang sama bisa secara progresif didapatkan dengan pemakaian jangka panjang dosis harian 30-50 mg.1 COX memiliki 2 bentuk yang sama dengan distribusi jaringan dan kemampuan untuk inhibisi oleh NSAID yang berbeda. COX-2 tidak menghambat dengan jalan dosis terapi aspirin dan dibawah kondisi psikologi tertentu, dengan fraksi platelet yang kecil,3-5 tetapi jumlah COX-2 menggambarkan bahwa platelet bisa meningkat pada kondisi regenerasi platelet yang tinggi.

Oleh karena aspirin mengasetilisasi COX-1 pada semua jaringan, termasuk sel-sel endotel, dimana enzim mengubah asam arakidonat menjadi vasodilator dan antagonis prostasiklin platelet yang alamiah, dalam beberapa tahun telah dapat dilihat bahwa antitrombotik potensial efek dari aspirin bisa dikurangi, atau diatasi, dengan adanya teori efek protrombotik yang berhubungan dengan inhibisi paralel dari prostasiklin.6 Pencarian untuk dosis rendah aspirin yang bisa melengkapi inhibisi platelet COX-1 sementara sel endotelial COX-1 berbagi telah dilakukan selama beberapa tahun. Meskipun begitu, berdasarkan hasil yang positif pada percobaan klins, dimana sebagian besar menggunakan aspirin dosis tinggi, yang bisa secara aman menyimpilkan bahwa dosis aspirin yang bisa menghambat baik platelet maupun sel endotelial COX-1 adalah antitrombotik, yang mengindikasikan bahwa pengaruh protektif platelet COX-1 menghambat pengeluaran teori efek protrombotik dari inhibisi endotel COX-1. hal yang harus diperhatikan adalah bahwa dosis aspirin yang tinggi bisa memiliki efek antitombotik yang tidak tergantung pada inhibisi platelet COX-1, termasuk meningkatnya aktivitas fibrilolosis,7 menekan sintesa protrombin,8 meningkatkan fungsi endotelial,9,10 dan dikenal sebagai efek antiinflamasi.

Gambar.1 Ilustrasi skematik tempat kerja aspirin (A)

dan clopidogrel (B). COX-1 menunjukkan cyclooxygenese-1; PGH2, prostaglandin H2; TxA2, thromboxane A2; TP, PGH2/TxA2 receptor; ADP, adenosine diphosphate.

Meta-analisis dari Antiplatelet TrialistsCollaboration (ATC) menunjukkan bahwa terjadi pengurangan sampai 25% dari kematian vaskuler, miokard infark (MI), atau stroke untuk terapi antiplatelet (aspirin primer) versus placebo pada pasien dengan akut atau ada riwayat gangguan kardiovaskuler atau serebrovaskuler.11 Banyak analisis dari literatur yang dipublikasikan menanggap bahwa indikasi pemakaian aspirin sebaiknya diperluas menjadi pencegahan secara primer pada populasi dengan resiko yang tinggi, misalnya pada orang dengan diabetes, penyakit vaskuler perifer, karotis stenosis, penyakit ginjal stadium akhir,12,13 atau polisitemia vera.14

Hal yang penting adalah hasil dari percobaan ISIS-2 yang menunjukkan bahwa aspirin mengurangi mortalitas pada MI akut yang mirip dengan pengaruh dari golongan trombolisis streptokonase.15 Oleh karena aspirin sangan murah dan aman, penemuan ini bisa memberi pengaruh yang besar pada MI akut- sehubungan dengan mortalitas diseluruh dunia yang lebih tinggi dari lainnya, merupakan hal yang sangat penting, menghargai hal tersebut.

Terapi jangka panjang aspirin dihubungkan dengan peningkatan tertentu pada kejadian perdarahan gastrointestinal. Meskipun secara umum telah diketahui bahwa kejadian perdarahan gastrointestinal pada dosisi yang relatif, dari suatu meta-analisis, termasuk didalamnya sejumlah besar penelitian penting yang menggunakan dosis rendah aspirin, tidak ditemukan bukti bahwa kejadian perdarahan gastrointestinal yang lebih kecil berhubungan dengan penggunaan dosis aspirin yang rendah.17

Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa meskipun telah terbukti secara jelas mengenai manfaat, keamanannya, penggunaan aspirin secara terus-menerus harus lebih kecil dari yang optimal.16Thienopyridine

Ticlopidine dan clopidegrol merupakan prodrug, yang dibutuhkan dalam metabolisme pada hepar untuk menjadi suatu metabolit yang aktif. Golongan ini secara ireversibel menginaktifkan platelet ADP reseptor P2Y12, 1 dari 2 pasangan reseptor G-protein yang digambarkan pada membran platelet (gambar 1), aksi kombinasi yang diperlukan untuk seluruh pengaktifan dan repon agregasi terhadap stimulasi oleh ADP, P2Y12 secara negatif terhadap adenilsiklase melalui Gi, dengan suatu agregasi yang progresif dan penting yang tidak diikuti dengan perubahan bentuk, dan memegang peranan penting dalam potensiasi sekresi platelet yang dirangsang oleh beberapa agonis.2-18-20 Defisiensi kongenital mengakibatkan adanya kelainan perdarahan seumur hidup.

Ticlopidine (250mg dua kali sehari) merupakan golongan antotombotik yang berguna bagi pasien dengan klaudikasi, angina yang tidak stabil, pembedahan arteri perifer, dan penyakit serebrovaskuler.25

Clopidegrol (75mg sehari) dibandingkan dengan 325 mg aspirin pada percobaan CAPRIE, yang berperan pada pasien dengan resiko terjadinya iskemik karena adanya riwayat MI, stroke iskemik, atau penyakit arteri perifer.26 Hasil percobaan menunjukkan bahwa 8,7% resiko relatif mengurangi faktor-faktor utama (MI, stroke iskemik, dan kematian vaskuler) pada pasien yang diobati dengan clopidegrol dibandingkan dengan pasien yang mendapat aspirin. Pengurangan resiko absolut hanya sebesar 0,9% dan jumlah yang dibutuhkan untuk diobati adalah 115 (95% CI, 58-8647), yang memerlukan biaya tinggi dalam pengobatan, meskipun biaya efektifnya tidak berpengaruh pada pasien-pasien ini.27

Pengobatan dengan ticlopidine dihubungkan dengan angka kejadian yang tinggi dari neutropenia (hampir 1%) yang biasanya reversibel pada penghentian pengobatan, meskipun dalam sebagian kecil kasus bisa ireversibek dan berakibat fatal.25 Pasien-pasien harus dimonitor secara periodik, khususnya pada 3 bulan pertama dari pengobatan, untuk mendeteksi komplikasi yang berbahaya ini. Komplikasi lain yang potensial bisa terjadi dan berakibat buruk pada pengobatan dengan ticlopidine adalah trombosis trombositopenia purpura.28 Clopidegrol menggambarkan suatu pengobatan antiplatelet yang lanjut karena, dibandingkan ticlopidine, penggunaannya tidak menimbulkan adanya komplikasi neutropenia.25 Hal yang harus diperhatikan adalah, meskipun trombotik tromsitopenia purpura masih berbahaya, tapi jarang ditemukan, komplikasi dari pengobatan dengan clopidogrel.29-30Kombinasi Terapi dengan Aspirin dan Thienopyridine

Secara teori, penghambatan pada 2 amplifikasi utama dari jalur agregasi platelet, jalur ADP dan arakidonat/TxA2, superior untuk menghambat jalur ini sendiri dalam mencegah terjadinya pembentukan trombus. Sebagai buktinya, dual antiplatelet terapi dengan aspirin dan ticlopidine lebih bagus dibandingkan dengan terapi hanya menggunakan aspirin saja, dan juga aspirin dengan warfarin, pada pasien dengan riwayat coronary stent implantation.31 Kombinasi dari clopidogrel dan aspirin sepertinya sama efektifnya kombinasi antara aspirin dan ticlopidine. Study cure menunjukkan bahwa penambahan clopidogrel pada aspirin dapat mengurangi 20% insiden penyumbatan pembuluh darah pasien dengan organ-organ tak stabil atau non STEMI. Sub study PCI- CURE menunjukkan juga bahwa pasien di bawah pengaruh revaskularisasi perkutan memberi keuntungan dari terapi dua anti platelet. Akhirnya percobaan CREDO menunjukkan bahwa terapi 2 anti platelet harus berlanjut selama 30 hari karena setelah satu tahun pengobatan, para pasien yang diterapi 2 anti platelet menunjukan pengurangan resiko sebesar 27% terhadap kematian, MI dan stroke dibandingkan dengan para pasien yang diterapi dengan aspirin saja setelah 30 hari pertama dari pengobatan dengan Clopidogrel dan aspirin. Kastrati dkk menunjukkan bahwa para pasien dengan resiko rendah atau menengah yang diterapi dengan aspirin dan loading dose 600mg Clopidogrel sebelum implantasi stent tidak memiliki keuntungan tambahan dari infuse abciximab. Secara teori, abxicimab sebagai agen anti platelet dengan aktivitas anti trombosit tertinggi, karena memblok ikatan dari adhesi protein ke GP IIb/ IIIa pada platelet aktif yang mencerminkan pathway yang penting untuk agregasi platelet dengan dihambatnya aggregasi platelet yang tidak respektif dari jenis dan jumlah agonis platelet yang diberikan. Selanjutnya penelitian Kastrati dkk mengkombinasi penghambat arachidonate/ Tx A2 dan jalur ADP yang dapat memberikan efek optimal antithrombotik.

Namun sangat disayangkan, terapi kombinasi antara thienopyridine dan aspirin dihubungkan dengan meningkatnya resiko dari komplikasi hemorhagik, yang memerlukan tranfusi darah, terutama bagi pasien yang masih mendapatkan pengobatan revaskularisasi koroner.

Permasalahan tentang Resistensi Aspirin dan Resistensi Klopidogrel.

Beberapa tahun yang lalu masalah resistensi aspirin telah menjadi suatu hal yang sangat diperlukan dalam dunia kesehatan. Meskipun definisi dan kemungkinan kenyataannya masih diragukan. Baru- baru ini resistensi kolpidogrel telah diteliti.

Pengertian resistensi terhadap obat dipakai jika obat tidak menyentuh target farmakologis, karena ketidakmampuan untuk mencapainya (sebagai akibat berkurangya bioavabilitas, inaktivasi in vivo, interaksi negative dengan substansi lain) atau karena perubahan dari target.

Resistensi Aspirin

Definisi

Pengertian resistensi aspirin telah memberikan beragam definisi dari penelitian yang berbeda, dan saya berfikir bahwa usaha- usaha untuk membuat pengertian tersebut dapat diterima secara umum. Definisi resistensi aspirin antara lain adalah :

Kegagalan aspirin dalam mencegah penyumbatan vascular.

Fenomena ini disebut resistensi aspirin klinik, tetapi seharusnya diartikan sebagai kegagalan pengobatan.

Ini dapat dilihat pada berbagai jenis pengobatan dan sepertinya sering untuk obat-obat, seperti aspirin dan anti trombotik lainnya, yang digunakan untuk mencegah penyakit multifaktorial, seperti penyumbatan vaskuler. Aspirin menhambat hanya satu jalur dari agregasi platelet. Agregasi platelet hanya merupakan satu mekanisme yang mengatur pembentukan trombos. Pembentukan trombos merupakan hal yang paling sering terjadi yang menyebabkan penyumbatan vaskular, tetapi bukan hal yang satu-satunya. Penyumbatan vaskuler menyebabkan gejala-gejala klinik yang bermacam-macam berdasarkan tingkat keparahan, dari asimptomatik sampai yang menyebabkan kematian. Dari gambaran ini, adalah tidak beralasan jika mengharapkan aspirin atau obat- obatan anti trombotik, untuk mencegah terjadinya gejala klinis pada semua pasien yang berisiko. Jadi, definisi resistensi aspirin yang berdasarkan hasil klinik belum bisa diterima.Kegagalan aspirin untuk menghambat fungsi platelet pada in vivo atau in vitro

Fungsi platelet pada in vivo dapat dinilai dari waktu perdarahan, di mana fungsi platelet in vitro dapat dinilai dengan aggregometry transmisi light atau dengan teknik umum, yaitu : evaluasi hemostasis primer seperti system PFA- 100 atau Ultesra Rapid Platelet Fununction Assaf- ASa. Semua teknik ini walaupun berbeda derajatnya, adalah sensitif untuk beberapa variabel. Produksi TxA2 platelet, di mana merupakan target farmakologis aspirin, biasanya tidak penting, dan satu seharusnya tidak mengharap aspirin untuk menghambat fungsi platelet secara lengkap yang tidak di regulasi oleh hanya TxA2.

Studi- studi secara umum menggunakan teknik yang tidak adequate untuk menilai respon thd aspirin dan / atau memiliki rancangan percobaan yang tidak adekuat.Waktu perdarahan sangat tidak akurat dan suatu teknik yang sangat sulit diulang lagi, yang tergantung dengan beberapa variabel, termasuk fungsi platelet, jumlah platelet, faktor-faktor plasma, sel darah merah, dan dinding pembuluh darah. Akibatnya, teknik ini menampilkan sensitivitas yang lemah terhadap abnormalitas hemostasis primer yang ringan, seperti penyakit Von Willebrand tipe I, defect sekresi platelet dan obat yang menginduksi disfungsi platelet. Sehingga tidak mengejutkan bahwa aspirin tidak memperpanjang waktu perdarahan pada banyak individu, karena penghambatan fungsi platelet yang tergantung TxA2 dapat dengan mudah menjadi lebih penting oleh karena variabel-variabel lain yang tidak terpengaruh oleh aspirin. Light transmissin aggregometry mengukur peningkatan dalam light transmission melalui suspensi platelet yang terjadi ketika platelet teragregasi oleh suatu agonis. Ada banyak variabel- variabel pre analytic dan analitik yang mempengaruhi hasil agregesi platelet. Meskipun semua dapat dikontrol, akurasi dan reproduksibilitas dari teknik ini sangat kecil. Sebagai tambahan, hasil yang didapat diddalam lab dapat dibandingkan secara langsung dengan hasil yang didapat dari lab yang berbeda karena kurangnya standarisasi. Sebagai contoh, sumber agonis platelet, skala perekam dan geometri dari sistem optik semunya mempengaruhi hasil dari aggregometry platelet. Sehingga, semua percobaan untuk mendefinisikan nilai cutoff dari aggregasi platelet aggregomtri yang berguna untuk menjelaskan nonresponders terhadap terapi antiplatelet yang bersifat universal menjadi sia-sia. Sebagai tambahan untuk platelet aggregometry tidak ideal untuk menilai sensitivitas trombosit terhadap aspirin, tergantung pada penggunaan agonis dan konsentrasi aspirin itu sendiri, respon agregasi hanya sebagian dari keragamannya dimodulasi oleh TxA2. Dalam kasus ini, Gum et al menemukan bahwa resistensi aspirin bermakna bila ditemukan 70 % agregasi dengan 10 mol/L ADP dan 20 % dengan 0,5 mg/ml asam arakidonat. Meskipun agregasi tergantung TxA2, produksinya dapat ditingkatkan oleh ADP yang menginduksi agregasi trombosit pada pengawetan PRP. Pada level 10 mol/Lmampu menginduksi secara penuh agregasi trombosit yaitu sejumlah besar produksi TxA2 bebas. Hal ini hanya ditujukan pada konsentrasi intermediet atau setara dengan 2-4 mol/L dimana produksi TxA2 menyebabkan penguatan respon agregasi terhadap ADP (gambar 2). Asam arakidonat akan menjadi prekursor txA2 yang lebih cocok terhadap agonis trombosit akhirnya diinduksi oleh asam arakidonat sebagi jumlah dari efek sintesis TxA2 dan agonis lainnya yang disekresi oleh granul granul trombosit. Sebagai tambahan, 0,5 mg/ml asam arakidonat merupakan konsentrasi yang cukup tinggi, dimana dapat menyebabkan beberapa derajat lisisnya trombosit secara in vitro. Akibat dari peningkatan pada transmisi cahaya melalui PRP yang tidak secara mudah dapat dibedakan karena adanya agregasi tombosit. Agonis trombosit lainnya telah digunakan pada studi tentang resistensi aspirin adalah kolagen. Kolagen penginduksi aktivasi trombosit mempunyai fungsi reaktivasi trombist terhadap kolagen. Trombosit memproduksi TxA2dan bertanggung jawab untuk mensekresi ADP. Oleh karena itu agregasi trombosit yang diinduksi oleh kolagen masih jauh dari tes khusus yang ideal unutk menilai respon aspirin.

Gambar 2. ilustrasi agregasi palrtelet (atas) dan sekresi ATP (bawah) yang terekam secara simultan oleh lumiaggregometer (Chronolog). ADP, pada konsentrasi yang terlihat di gambar (2, 4, dan 10 mol/L), di tmbahkan ke dalam sampel dari sitrasi PRP yang didapat dari sukarelawan yang sehat sebelum (ilustrasi kiri) dan 2 jam setelah pemberian 100 mg aspirin oral (ilustrasi kanan). Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa komponen ADP-induced human platelet aggregation yang yang dapat dihambat oleh aspiririn menurun karena peningkatan konsentrasi ADP. Pada konsentrasi 10 mol/L, ADP menginduksi aggregasi platelet yang secara praktis tidak terpengaruh oleh pengobatan aspirin. Kebalikannya, aspirin secara lengkap menghentikan sekresi TxA2-dependent platelet pada semua konsentrasi ADP yang di tes. Bagaimanapun, aggregasi platelet yang diinduksi oleh ADP 10 mol/L tidak ideal untuk tes untuk mengetahui respon platelet terhadap pengobatan aspirin.Sistem PFA-100 dapat dianggap sebagai sebuah waktu perdarahan secara in vitro. Ini dapat menciptakan pembuluh darah buatan yang terdiri dari sejumlah cadangan yang merupakan membran yang aktif secara kapiler dan biologi dengan lumen sentral terikat oleh koladen dengan ADP dan kolagen dengan efineprin. Aplikasi dari tekanan negatif yang konstan menyebabkan antikoagulasi darah melalui kapiler (meniru resistensi arteri kecil) dan celah (meniru bagaian yang terluka dari dinding pembuluh darah). Bentukan trombus trombosit menyumbat lumen pembuluh darah, sebagai akibatnya aliran darah yana melalui lumen secara perlahan menurun bahakan berhenti sama sekali. Waktu yang dibutuhkan unutk suatu aliran darah berhenti dicatat. Dibandingkan dengan waktu perdarahan, sistem PFA-100 lebih mudah diproduksi kembali dan lebih sensitif terhadap penyakit Von Willebrand tipe I. Bagaimanapun juga, seperti halnya waktu perdarahan, sensitiF terhadap banayk faktor, termasuklah fungsi trombosit, jumlah trombosit, sel darah merah, dan plasma faktor Von Willebrand (VWP). Oleh karena itu, efek penghambatan terhadap TxA2 yan dihubungkan dengan sedikit perpanjangan dari waktu penutupan dari hubungan kolagen efineprin dapat secara mudah ditambah oleh berbagai faktor yang tidak dapat dipengaruhi oleh aspirin. Hal ini dapat secara mudah dihitung dengan persentase yang tinggi dari subjek dengan waktu penutupan pendek meskipun dilakukan pada terapi aspirin. Karena system PFA-100 mempelajari fungi trombosit yan melalui aliran yang dikarakteristikkan oleh pemusnah yang tinggi, VWF plasma merupakan factor penentu utama darai waktu pembekuan. Sebuah fakta, Chakrun et al baru-baru ini menunjukkan bahwa level VWF plasma yang tinggi merupakan penentu penting dari singkatanya waktu pembekuan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang mendapat terapi aspirin, dan Watala et al mendemonstrasikan bahwa interaksi VWF dengan GPIb dan GPIIb/IIIa merpakann penentu utama pada waktu pembekuan PFA-100 dimana reseptor dan mekanisme trombosit lainnya mengarah pada agregasi trombosit sebagai komponen minor. Penemuan ini menjelaskan bahwa tingginya prevalensi dari waktu pembekuan yanag singkata dari PFA-100 secara relatif pada pasien dengan terapi aspirin pada penyakit kardiovaskuler atau cerebrovaskuler karena pasien-pasien ini berkecenderungan untuk memiliki kadar VWF palasam yang lebih tinggi dari normal. Oleh karena itu, karena aspirin bukanlah penentu utama dalam penghambatan dari waktu pembekuan PFA-100. Hal ini menunjukkan bahwa sistem PFA-100 bukanlah metode yang adekuat untuk menentukan penghambatan trombosit oleh aspirin. Demonstrasi yang jelas datang dari penelitian Andersen et al yang menunjukkan bahwa terapi aspirin menghilangkan produksi TxB2 secara luas pada pasien dengan waktu pembekuan yang singkat (resisten aspirin) dan pasien dengan waktu pembekuan yang panjang (sensitif aspirin).

Ultegra Parid PlateletFunction Assay-ASA menunjukkan aglutinasi dari fibrinogen yang terikat pada butiran trombosit distimulasi oleh agonis yang terdapt pada pengawet whole blood. Mesipun sensitifitas dari tes inhibisi aspirin dilaporkan sekitar 85% oleh para pengusaha. Hal ini juga sensitif terhadap penghambat GPIIb/IIIa, dipiridamol, klopidogrel, dan streptokinase. Sebagai saran, bahwa hal ini masih jauh untuk dikatakan sebagai tes khusus yan ideal dalam mengukur efek aspirin terhadap trombosit.

Banyak studi lain gagal untuk membandingkan hasil yang didapat sebelum penggunaan aspirin dan sesudah penggunaan aspirin. Memberikan variasi intervidual yang tinggi dari tes fungsi pletelet, hal ini dapat mengakibatkan ketidakakuratan dan terkadang kesimpulan yang paradoksal. Misalnya studi dengan PFA-100 selalu menjelaskan subjek yang dekat dengan waktu collagen-epinefrine lebih rendah dengan batas atas dari range normal (normal range antara = 80 detik dan 180 detik) sebagai aspirin-resisten. Misalkan kita mempertimbangkan 2 subjek hipotesis, subjek 1 memiliki waktu dasar penutupan 80 detik, yang meningkat dari 10 detik selama pengobatan aspirin. Subjek 2 memiliki waktu dasar penutupan 180 detik, yang tidak memerlukan modifikasi selama pengobatan aspirin. Secara paradoksal, studi yang mengukur waktu terdekat selama pengobatan aspirin hanya dapat mengklasifikasikan subjek 1 sebagai aspirin-resistant dan subjek 2 sebagai aspirin responder. Untuk mencegah hasil yang paradoksal ini, studi dari fungsi platelet harus dilakukan pada sebelum dan sesudah intake aspirin.

Kegagalan dari aspirin untuk menghambat produksi TxA2

Kekurangan reproduksi dan tingginya sensitifitas dan metode spesifik untuk mempelajari TxA2-fungsi platelet dependen, respon farmakologis terhadap pengobatan aspirin harus diakses dengan mengukur derajat penghambatan dari produksi TxA2 , hal ini dapat dilakukan dengan mengukur baik serum TxB2 atau sekresi urin dari metaboli TxB2. karena itu , berdasarkan dari teknik yang tersedia, definisi yang paling diterima dari resistensi aspirin harus menunjukkan pada demonstrasi dari inhibisi dari produksi TxA2 yang tidak mencukupi.

Untuk kejelasannya, pada bagian yang diperlukan pada review ini, saya memilih pada kegagalan aspirin untuk menghambat produksi TxA2 dengan makna sebenarnya resistensi aspirin, dan kegagalan aspirin untuk menghambat fungsi platelet secara in vivo atau in vitro (tanpa demonstrasi dari inhibisi produksi TxA2 yang tidak adekuat) dengan pengertian tidak terbukti resisten aspirin.

MekanismeResistensi Aspirin SebenarnyaMekanisme potensial berikut dapat dipertimbangan bertanggung jawab terhadap resistensi aspirin sebenarnya : (1) menurunkan bioavaibilitas dari aspirin; (2) kompetisi aspirin dengan NSAIDs lainnya (seperti ibuprofen) mencegah akses aspirin pada Ser530 atau COX-1 (3) mempercepat pergantian platelet, membuat bentuk baru, platelet nonaspirin ke aliran darah (4) pembentukan transeluler dari TxA2 dengan platelet aspirin dari pelepasan PGH2 oleh sel darah lain atau sel vaskular (5) produksi TxA2 olehaspirin-insensitive COX-2 pada bentuk platelet baru atau sel lainnya (6) (secara teori) kehadiran dari varian COX-1 yang kurang responsif terhadap inhibisi aspirin. Pada pasien yang sedang menjalani opersi baypass arteri koroner, Zimmerman et al menunjukkan bahwa penghambatan aspirin dari biosintesis TxA2 baik secara in vitro dan ex vivo dimengerti dalam beberapa hari setelah pembedahan. Disamping fakta bahwa COX-2 imunoreaktif pada platelet menaikkan 16-fold, hal ini tampaknya tidak bertanggung jawab untuk resistensi aspirin, karena penghambatan spesifik COX-2 tidak mempengaruhi produksi TxA2. hal yang kontras, Kearney et al menunjukkan bahwaangioplasti koroner dihubungkan dnegan peningkatan pembentukan TxA2, yang secara komplit ditunjukka oleh aspirin.

Mekanisme lain dari resistensi aspirin yang tidak dapat kita pungkiri adalah kurangnya kepatuhan pasien, dimana, pada beberapa studi yang dihitung untuk mayoritas kurangnya respon aspirin dan hanya mediator signifikan dari hasil klinis yang kurang.

Resistensi Aspirin yang tidak Terbukti

Mekanisme yang bertanggungjawab untuk fungsi platelet yang insufisien selama terapi aspirin harus dilihat selama beberapa variabel yang menyebutkan bahwa efek dari tes fungsi platelet yang telah digunakan: meningkatkan sensitivitas terhadap ADP-diinduksi GPIIb/IIIa aktivasi, meningkatkan responnya terhadap kolagen, level plasma yang tinggi dari VWF, GPIIb/IIIa polimorfik diantara lainnya. Sebagai tambahan, sebuah aturanh dari nonenzimatik, jalur oksidari-dependen untuk sintesis dari derivat asam arakhidonat isoprostanes, yang menghambat aktivitas poten proaggeregarotory, harus juga dipertimbangkan. Faktor yang berhubungan dengan subjek, seperti hiperlipidemia, merokok tembakau dan stress mental maupun fisik juga memegang peranan yang penting. Kedua laporan ini menunjukkan bahwa perluasan dari inhibisi agregasi platelet oleh aspirin secara progresif menurunkan waktu pergantian pada beberapa pasien, meyakinkan bahwa beberapa jenis toleransi aspirin dapat berkembang selama pemakaian aspirin kronis. Isu ini mesih kontroversi, karena studi lainnya menunjukkan bahwa 100 pasien dengan pengobatan kronis aspirin telah mengurangi waktu pergantian agregasi platelet secara konsisten.

Konsekuensi klinis

Resistensi Aspirin SebenarnyaEikelboom et al menunjukkan bahwa reduksi suboptimal dari level 11-dehidro TxB2 urin selama pengobatan aspirin dihubungkan dengan resiko tinggi untuk mendapat MI dan kematian karena kardiovaskular. Dengan meyakini bahwa resistensi aspirin sebenarnya dapat merupakan fenomena klinis yang relevan. Inhibisi inadekuat dengan aspirin dari biosintesis TxA2 dapat diamati pada pasien yang diobati dengan ibuprofen, karena kompetisi dari kedua obat tersebut pada level COX-1. studi observasi dan analisis hoc meyakini bahwa ibuprofen mengurangi efek kardioprotektif dari aspirin, meskipun pertanyaan ini masih kontroversional.

Resistensi Aspirin yang Tidak Terbukti

Hubungan antara fungsi penghambatan platelet suboptimal selama pengobatan aspirin dan tingginya insidensi dari kardiovaskular atau cerebrovaskular telah dijelaskan. Ini merupakan temuan yang menarik, ini dikonfirmasikan pada studi yang lebih luas, dapat membatasi implikasi klinis yang penting, karena mereka memperkirakan bahwadengan memotitor fungsi platelet selama terapi aspirin dapat sangat berguna untuk memprediksikan resiko dari kegagalan pengobatan. Walaupun demikian, fenomena ini yang telah dijelaskan seharusnya tidak diartikan resistensi aspirin karena ini dipengaruhi oleh sebab yang luas dengan banyak variabel yang tidak bisa dihambat oleh aspirin.

Dalam pendapat saya, evidence yang tersedia dari nilai prediksi muntuk kejadian kardiovaskular dari tes laboratorium menilai apakah resistensi aspirin sebenarnya atau tidak terbukti adalah tidak cukup untuk merekomendasikan monitor laboratorium dari pasien dalam terapi aspirin pada pengaturan klinis.

Resistensi ClopidogrelLebih sedikit kita ketahui dibandingkan dengan resistensi aspirin, tapi karakternya lebih baik, adalah resistensi clopidogrel

DefinisiSebenarnya, istilah ini tidak pernah digunakan untuk merujuk kepada kegagalan pengobatan, mengabaikan fakta bahwa clopodigrel secara garis besar hanya lebih superior dalam mencegah kejadian kardiovaskuler.

Respon luas dari agregasi platelet in vitro ke ADP telah digunakan untuk mengartikan resistensi clopidogrel pada studi luas umumnya yang telah dipublikasikan lebih jauh. Tidak perlu dikatakan, telah disebutkan diluar perkiraan secara umum in vitro penerapan agregasi platelet tidak hanya untuk mempelajari resistensi aspirin tapi juga untuk resistensi clopidogrel. Sebagai tambahan, meskipun ADP merupakan agen agregasi yang paling sesuai dalam konteks ini, karena clopidogrel antagonis reseptor P2Y12, harus dicatat bahwa pleteles juga mengekspresikan resptor ADP kedua, P2Y1- agregasi platelet dependen diinduksi oleh variasi ADP secara luas diantara pasien yang defisiensi P2Y12 kongenital atau subjek normal dimana fungsi dari P2Y12 secara komplit diblok invitro dengan konsentrasi pekat bahan antagonisnya, ADP-menginduksi agregasi platelet bukan merupakan test yang paling sesuai untuk mengukur respon individual terhadap clopidogrel. Tes yang lebih baik dan lebih spesifik untuk mengukur perluasan dari ADP-induced inhibition dari adenylyl cyclase, yang secara unik dimediasi oleh ADP dari PG-induced platelet cAMP meningkat atau phosporilasi dari vasodilator-menstimulasi phospoprotein.

Mekanisme

Clopidogrel (seperti ticlodipine) merupakan prodrug, yang memerlukan metabolasi hati untuk menjadi metabolit aktif dengan aktivitas antiagregitasi (gambar 1). Karena itu efek farmakologis hanya dapat dideteksi pada sesaat setelah pemakaian dan, lebih penting, level plasma dari metabolit aktif sangat luas diantara subjek. Pada studi yang telah dipublikasikan, =50% dari pasien merupakan nonrespon terhadap clopidogrel atau respon rendah. Variasi interindividual dariinhibisi platelet dengan clopidogrel dihubungkan baik dengan metabolit aktif dari sitokrom P450 hati, yang mengubah prodrug menjadi metabolit aktif. Apakah polimorfisme dar target clopidogrel, P2Y12 memainkan peranan penting dalam memodulasi respon individual sampai sekarang belum diketahui. Berhadapan dengan metabolisme clopidogrel dengan obat lain yang sering diberikan pada pasien dengan arterosklerosis, seperti atorvastin dapat meningkatkan jumlah pasien yang resisten terhadap clopidogrel, walaupun ini masih merupakan isu yang kontroversi.

Konsekuensi Klinis

Studi sebelumnya dari 60 pasien yang sedang menjalani angioplasti koroner dikonfirmasikan ke variabilitas interindividual dari inhibisi platelet oleh clopidogrel dan menunjukkan bahwa pasien dengan resistensi clopidogrel (rata-rata ADP-induced platelet aggregation pada hari ke-6 pengobatan = 1038% dari garis bawah) adalah pada peningkatan resiko untuk kejadian kardiovaskular berulang.

Kesimpulan

Aspirin dan thienopyridines dan clopidogrel merupakan agen anti platelet yang menunjukkan aktivitas baik antitrombotik.

Rekomendasi untuk Mempelajari Resistensi Aspirin dan Clopidogrel

1. Keluarkan pasien yang tidak patuh

2. Ukur fungsi target spesifik dari obat antiplatelet

a. COX-1 untuk aspirin

(pengukuran laboratorium: level serum TxB2 atau metabolit TxB2 urin)

b. P2Y12 untuk clopidogrel

(pengukuran laboratorium: penghambatan oleh ADP dari prostaglandin-iduced meningkatkan siklus AMP platelet atau phosporilasi dari VASP)

3. Ukurlah respon terhadap obat anti platelet; baseline dan setelah pengobatan

Sekarang, resistensi aspirin dan clopidogrel harus dipelajari hanya untuk tujuan investigasi. Mereka seharusnya tidak melihat setting klinisnya, karena tidak ada demonstrasi sesungguhnya dari hubungan kejadian klinis dikondisikan dengan perubahan biaya perawatan pasien telah tersedia

Untuk tujuan investigasi, resistensi aspirin dan clopidogrel dapat dievaluasi pada kepatuhan pasien dengan mempelajari target spesifik dari macam-macam obat. Pengukuran dapat dilakukan baik sebelum atau sesudah penggunaan obat (tablet). Sampai sekarang, resistensi aspirin dan clopidogrel harus tidak dilihat dalam pengaturan klinis, karena tidak ada demonstrasi sesungguhnya dari hubungan klinis dibandingkan perubahan biaya dalma perawatan pasien.

Resistensi Aspirin

Kepada Yth. Editor:

Resistensi aspirin merupakan terminologi yang masih sangat kabur definisinya dan dapat mempengaruhi kepercayaan dokter terhadap aspirin dalam memproteksi pasien dari trombosis arteri atau metode laboratorium yang menunjukkan kegagalan aspirin menghambat aktivitas trombosit, terutama agregasi trombosit. Malahan, aspirin resistensi terhadap mungkin dihubungkan dengan peningkatan kejadian trombosis arterial walaupun pasien sudah mengkonsumsi aspirin dalam jangka waktu yang lama.

Mekanisme mengenai terjadinya resistensi terhadap dirangkum oleh Cambria-Kiely dan Gandhi,1 serta Eikelboom dkk2 yang menambahkan hasil observasinya. Mereka percaya bahwa penekanan pembentukkan tromboksan menyebabkan resistensi terhadap aspirin. Hipotesis ini didasarkan pada adanya hubungan langsung antara peningkatan kadar metabolit tromboksan pada urin yaitu 11-dehydrothromboxane B2, dengan peningkatan kejadian gangguan vaskular (miokard infark, stroke, dan kematian kardiovaskular).

Pada tahun 1988,3 melalui eksperimen agregasi in vivo menggunakan plasma kaya trombosit dari pasien yang memakan aspirin, ditunjukkan bahwa efek inhibisi aspirin terhadap agregasi trombosit diinduksi oleh natrium arakidonat ditekan oleh agonisnya (sodium arakidonat dan platelet activating factor, atau ADP atau kolagen). Dengan menggunakan campuran beberapa sistem agonis trombosist ini, kami berusaha untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik mengenai beberapa stimulus yang dilawan trombosit selama aktivasi in vivo. Pada kondisi ini, pola agregasi trombosit ditemukan walaupun kadar tromboksan yang terukur pada plasma kaya trombosit yang distimuli 95% pada kebanyakkan pasien.4 Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabilitas aktivasi trombosit pada masing-masing pasien mempengaruhi jumlah ekskresi tromboksan pada pasien dengan terapi aspirin. Namun tidak dapat dipungkiri perlunya dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat apakah peningkatan kadar tromboksan urin dapat menjadi ukuran atau marker adanya resistensi aspirin dan apakah ada terapi platelet lain yang lebih efektif untuk pasien-pasien ini mencegak gangguan vaskuler di masa datang.

John W. Eikelboom, MBBS

Department of Haematology

Royal Perth Hospital and Department of Medicine

University of Western Australia

Perth, Australia

[email protected] Hirsh, MD

Jeffrey I. Weitz, MD

Henderson Research Center and Department of Medicine

McMaster University

Hamilton, Canada

Marylin Johnston, ART

Hemostasis Reference Laboratory

Henderson Research Center

Hamilton, Canada

Qilong Yi, PhD

Biostatistic Department

Prince Margareth Hospital

Toronto, Canada

Salim Yusuf, Dphil

Population Health Institute and Department of Medicine

McMaster University

Hamilton, Canada

1. Yusuf S, Zhao F, Mehta SR, et al. Effects of clopidogrel in addition to aspirin in patients with acute coronary syndrome without ST-segment elevation: the Clopidogrel in Unstable Angina to Prevent recurrent Events Trial Investigations. N Engl J Med. 2001;345:494-502.

2. Eikelboom JW, Hirsh J, Weitz JL, et al. Aspirin-resistant tromboxane biosynthesis and the risk of myocardial infarction, stroke, or cardiovascular deaths in patients at high risk for cardiovascular events. Circulation. 2002;105:1650-1655.

3. Altman R, Scazziota A, Cordero Funes J. Why single daily dose of aspirin may not prevent aggregation. Thromb Res. 1988; 51:259-266.

4. Catella-Lawson, F reilly MP, Kapoor SC, et al. Cyclooxygenase inhibitors and antiplatelet effects of aspirin. N Engl J Med. 2001;345:1809-1817.

Surat

Resistensi Aspirin in Pasien Diabetes

Respon terhadap Sacco dkk.

Hasil penelitian pada subgrup diabetik yang kecil pada Primary Prevention Project (PPP) sebanyak 744 pasien, di-implementasikan dengan 287 tambahan pasien (dilakukan di poliklinik rawat jalan) telah dipublikasikan dalam Diabetes Care (1) baru-baru ini. Penelitian PPP (2) ini pada awalnya dilakukan untuk mengetes hipotesis bahwa pembentukan platelet thromboxane (TxA2) merupakan mekanisme intermediate yang sering terjadi dalam faktor resiko terjadinya gangguan cardiovascular selain faktor-faktor resiko spesifik lain (misalnya usia tua, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, riwayat miokard infark dalam keluarga). Hasil dari PPP awal ini memperluas indikasi pemberian aspirin sebagai pencegahan sekunder pada pria dan wanita beresiko tinggi mengalami kelainan cardiovaskular, hasil dari PP tidak hanya memperluas obat-obat yang dapat diajdikan profilaksis berbiaya rendah namun juga menunjukkan gambaran nyata peran patologik penting dari platelet TxA2 pada tahapan akhir proses aterosklerosis (3). Sacco dkk (1) sekarang memperlihatkan bahwa pasien-pasien diabetik lebih kurang responsif terhadap terapi aspirin dibandingkan individu lain yang memounyai faktor resiko lain yang ikut serta dalam penelitian PPP. Namun tidak diperlihatkan dengan jelas apakah aspirin akan lebih efektif jika diberikan kepada subgrup lain yang serupa jika dibandingkan dengan sisa populasi terpilih. Hal ini penting karena pada laporan sebelumnya, aspirin mungkin kurang efektif pada subjek dengan hipertensi (4) atau hiperkolesterolemia (4-6). Pada satu sisi, dalam persentase yang cukup besar terdapat subjek dengan hipertensi dan hiperkolesterolemia dalam kelompok diabetik yang dirandom untuk mendapat terapi aspirin dibandingkan kelompok yang tidak mendapat aspirin (1); hal ini memberikan kontribusi lebih besar terjadinya hasil yang negatif. Sedangkan di sisi lain, tampaknya adanya kontradiksi dimana keuntungan aspirin terlihat secara jelas pada grup non-diabetik yang heterogen, yang terdiri dari 68,8% subjek dengan hipertensi dan 39,9% subjek dengan hiperkolesterolemia (1). Oleh karena itu tampaknya terlalu terburu-buru untuk mengatakan adanay resistensi aspirin (7,8) pada pasien diabetes (1) samapi dilakukan penelitian dengan ukuran sampel yang cukup, merupakan percobaan klinis bermakna secara statistik dan/atau berupa meta-analisis yang besar pada pencegahan primer dalam subgrup-subgrup karakteristik profil faktor resiko vaskular yang berbeda.

Giovanide Gaetano, MD, PHD

From the Research Laboratories, Centre for High

Technology Research and Education in Biomedical

Sciences, Catholic University, Campobasso, Italy.

Address correspondence to Giovanni de Gaetano,

MD, PhD, Head, Research Laboratories, Centre for

High Technology Research and Education in Biomedical

Sciences, Catholic University, 86100 Campobasso,

Italy. E-mail: [email protected].

2004 by the American Diabetes Association.

1. Sacco M, Pellegrini F, Roncaglioni MC,Avanzini F, Tognoni G, Nicolucci A, PPP Collaborative Group: Primary prevention of cardiovascular events with low-dose aspirin and vitamin E in type 2 diabetic patients: results of the primary Prevention Project (PPP) trial. Diabetes Care 26:32643272, 2003.

2. Collaborative Group of the Primary Prevention Project (PPP): Low-dose aspirin and vitamin E in people at cardiovascular risk: a randomised trial in general practice:Collaborative Group of the Primary Prevention Project. Lancet 357:8995,2001 [Erratum appears in Lancet 357:1134, 2001]

3. de Gaetano G: Aspirin and the preventionof ischemic heart disease: a Socratic dialogue between a cardiologist, a clinical pharmacologist and an expert of blood platelets. Ital Heart J 2:582588, 2001.

4. Meade TW, Brennan PJ: Determination of who may derive most benefit from aspirin in primary prevention: subgroup results from a randomised controlled trial. BMJ 321:1317, 2000

5. Steering Committee of the Physicians Health Study Research Group: Final report on the aspirin component of the ongoing Physicians Health Study. N EnglJ Med 321:129135, 1989.

6. Friend M, Vucenik I, Miller M: Platelet responsiveness to aspirin in patients with hyperlipidaemia. BMJ 326:8283, 2003.

7. Patrono C: Aspirin resistance: definition, mechanisms and clinical read-outs. J Thromb Haemost 1:17101713, 2003

8. de Gaetano G, Cerletti C: Aspirin resistance: a revival of platelet aggregation tests? J Thromb Haemost 1:20482050,2003

APAKAH RESISTENSI ASPIRIN MERUPAKAN MASALAH PADA PASIEN DENGAN DIABETES TIPE 2

Respon terhadap Sacco dkk.

Kami sangat tertarik pada artikel yang ditulis olah Sacco dkk. mengenai efikasi aspirin dalam pencegahan primer penyakit-penyakit kardiovaskuler pada pasien-pasien diabetes tipe 2. Menurut pendapat kami, hal ini sangatlah penting dan sayangnya masih sedikit penelitian yang dilakukan mengenai topik ini. Penelitian The Diabetes Prevention Project (DPP) menunjukan efek pencegahan primer penyakit kardiovaskuler yang lebih rendah dari aspirin dosis rendah pada subjek dengan diabetes dibandingkan subjek non diabetik. Mekanisme penurunan sensitivitas trombosit yang diambil dari subjek dengan diabetes tidak cukup dimengerti (2). Kami melakukan studi dengan tujuan mengevaluasi hubungan yang mungkin antara parameter yang relevan terhadap kontrol metabolik diabetes dan sensitivitas trombosit terhadap aspirin dalam darah yang diambil dari 31 pasien yang mendapat terapi aspirin dengan diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dan 48 sukarelawan yang sehat (150 mg/day selama seminggu). Kemampuan trombosit untuk menempel dan beragregasi ditentukan dengan alat platelet function analyzer (PFA-100), tubidimeter serta whole blood aggregometry, menggunakan kolagen, ADP, dan asam arakhidonat sebagai agonis trombosit. Kami mendapatkan hasil, aspirin menurunkan reaktivitas platelet enam kali berkurang efektivitasnya pada subjek dengan diabetes diabndingkan subjek kontrol. Pada subjek dengan diabetes, respon platelet terhadap aspirin sebaliknya berhubungan dengan HbA, total kolesterol dan berbanding lurus denagn kadal kolesterol HDL (3). Penemuan ini mendukung keyakina kami bahawa kontrol metabolik pada pasien-pasien diabetes mempunayai kontribusi besar menurunkan sensitivitas platelets terhadap aspirin. Pada pasien-pasien diabetes glikasi protein yang luas mengubah kemampuan aspirin untuk mengasetilasi protein pada trombosit target. Selain itu gangguan lipid pada membran trombosit juga mempengaruhi efikasi aspirin pada pasien-pasien diabetes (4); walaupun aksi anti inflamasi nonsteroid juga penting dlaam mekanisme mediasi aspirin terhadap resiko gangguan kardiovaskuler secara keseluruhan. Selanjutnya, perlu dipertimbangkan dilakukan monitoring kerja antiplatelet aspirin setidaknya pada pasien-pasien resiko tinggi. Dibutuhkan metode diagnostik yang murah, sederhana, cepat, dan reliable untuk tujuan ini.

Akhirnya, resistensi aspirin merupakan kenyataan dan masalah klinis yang penting, dan beberapa orang dengan diabetes mungkin membutuhkan pengobatan yang lebih intensif untuk mengurang kadar glukosa dan lipd, untuk meningkatkan respon platelet terhadap aspirin. Pasien dengan kontrol diabetes yang buruk mungkin membutuhkan dosis aspirin yang lebih besar atau regimen antiplatelet tambahan untuk mencegah komplikasi trombosis. Namun bagaimanapun, resiko perdarahn harus selalu sebanding dengan efek keuntungan pada sistem kardiovaskuler.

Jozef Drzewoski, MD, PHD1Cezary Wwatala, PHD2From the (1)Department of Clinical Pharmacology

and Internal Medicine, Medical University of Lodz,

Lodz, Poland; and the (2)Department of Haemostasis

and Haemostatic Disorders, Medical University of

Lodz, Lodz, Poland.

Address correspondence to Jozef Drzewoski, MD,

PhD, Department of Clinical Pharmacology and Internal

Disease, Medical University of Lodz, Lodz,

Rewolucji 1905 r. 37/39, Poland. E-mail: jdrzew@

poczta.onet.pl.

2004 by the American Diabetes Association.

1. Sacco M, Pellegrini F, Roncaglioni MC, Avanzini G, Tognoni A, Nicolucci A, PPP Collaborative Group: Primary prevention of cardiovascular events with low-dose aspirin and vitamin E in type 2 diabetic patients: results of the Primary Prevention Project (PPP) trial. Diabetes Care 26:32643272, 2003.

2. Colwell JA, Nesto RW: The platelet in diabetes: focus on prevention of ischemic events. Diabetes Care 26:21812188, 2003.

3. Watala C, Golanski J, Pluta J, Boncler M, Rozalski M, Wieclawska B, Kropiwnicka A, Drzewoski J: Reduced sensitivity of platelets from type 2 diabetic patients to acetylsalicylic acid (aspirin): its relation to metabolic control. Thromb Res. In press.

4. Friend M, Vucenik I, Miller M: Platelet responsiveness to aspirin in patients with hyperlipidaemia. BMJ 326:82 83,2003.

Resistensi Aspirin in Pasien Diabetes

Respon terhadap de Gaetano

Keterbasan substudi diabetes Primary Prevention Program (PPP) sebelumnya sudah didiskusiakan pada artikel original (1) serta pada editorial pendamping (2). Namur bagaimanapun, komentar Dr. De Gaetano (3) memerlukan beberapa tambah pertimbangan yang penting.

(1) Hasil dari substudi bukan merupakan hasil analisis post hoc, karena oversampling pasien diabetes telah direncanakan sebelum studi dimulai untuk mengeksplorasi secara spesifik peran aspirin pada apsien pasien ini.

(2) Dr. De Gaetano menyarankan bahwa efek aspirn yang rendah dibawah harapan dapat diperbaiki jika subgrup lain, yaitu pasien dengan hipertensi atau hiperkolesterolemia, juga diperiksa. Hal ini bukan merupakan masalah aspirin efektif menurunkan resiko total kajadian kardiovaskular pada kedua subgrup (OR 0,66; 95% CI 0,50-0,86 dan 0,75; 0,52-1,09 untuk pasien dengan hipertensi dan hipekolesterolemia, secara respektif). Keuntungan aspirin pada kedua subgrup ini malah lebih besar lagi setelah mengeluarkan pasein dengan diabetes (0,57; 0,41-0,80 dan 0,65; 0,43-1,00, secara respektif).

(3) Efek aspirin yang lebih rendah dari harapan pada pasien dengan diabetes konsisten dengan temuan pada seluruh spektrum kardiovaskuler yang dipertimbangkan dan sangat tidak mungkin koherensi ini terjadi hanya karena keberuntungan.

(4) Hasil dari percobaan PPP harus dipertimbangkan pada isolasi namun pada konteks dimana terdapanya bukti, yang secara mengejutkan jarang ditemukan. Meta-analisis terakhir menyebutkan adanya efek yang signifikan dari terapi antiplatelet dalam subgrup beresiko tinggi dengan range yang luas, namun gagal menunjukkan keuntungan sebenarnya pada pasien diabetes, dengan proporsi penurunan non-signifikan pada kejadian vaskular yang serius (4). Pada met-analisis ini, hasil relatif dari aspirin didapatkan terutama dari Early Treatment Diabetic Rethynopathy Study (ETDRS), yang dilakukan secara spesifik pada 3.711 pasien diabetes (5). Pada percobaan ini, terapi aspirin selama lebih kurang 5 tahun dihubungkan dengan reduksi kardiovaskiler even (kematian vaskular, miokard infark non fatal, atau non fatal stroke)secara non-signifikan sebesar 9%. Data kami sangat konsisten dengan bukti-bukti yang ada, yang menunjukkan penurunan non signifikan sebesar 10% faktor resiko dengan end point yang sama, dibandingkan dengan individu non diabetes dengan penurunan sebesar 41%.

(5) Terdapat konsesnsu umum bahwa pencegahan primer harus diberikan berdasarkan faktor resiko kardiovaskular keseluruhan dari seseorang, daripada keberadaan faktor resiko spesifik. Terhadap hal ini, pasien beresiko tinggi didefinisikan secara heterogen, karena indiviu-individu ini pada saat yang sama mempunyai beberapa faktor resiko, dan kita tidak dapat melihat kontradiksi yang menyebutkan bahwa aspirin efektif pada pasien beresiko tinggi dengan range yang luas, dengan perkiraan pengecualian pada pada individual dengan diabetes.

(6) Resistensi aspirin hanyalah satu dari berbagai penjelasan yang mungkin atas efikasi aspirin yang lebih rendah pada individu dengan diabetes. Sepanjang pengetahuan kami, masalah resitensi aspirin tidak pernah ditujukan secara langsung kepada individu-individu dengan diabetes. Untuk itu penting bagi kita untuk mengeksplorasi hipotesi yang ada daripada berkutat dengan issue-issue yang berkembang.

(7) Kami secara jelas menyatakan bahawa data kami bkan merupakan hasil yang kongklusif terhadap penggunaan aspirin pada pasien dengan diabetes. Kami percaya bahwa tujuan utama penelitian kami secara sederhana telah menaikkan maslaah ke permukaan sebelum data ini dipublikasikan, tampaknya terdapat konsensus umum ang berlaku mengenai efikasi aspirin sebagai pencegahan primer gangguan cardiovaskuler pada pasien-pasien diabetes. Sekarang jelas, dan juga Dr. De Gaetano tampaknya juga setuju, dibutuhkan percobaan lanjutan dengan skala yang lebih besar. Harus juga dipertimbangkan pasien-pasien yang diabetes yang telah diterapi dengan ACE inhibitor dan/atau statin. Apakah aspirin menambah keuntungan pada individu-individu ini masih belum dibuktikan.

Michele Sacco, MD1Fabio Pellegrini, MS1Maria C. Roncaglioni, MSCBIOLS2Fausto Avanzini, MD2Gianni Tognoni, MD2Antonio Nicolucci, MD1On Behalf Of the PPP

Collaborative GroupFrom the (1)Department of Clinical Pharmacology

and Epidemiology, Istituto di Ricerche Farmacologiche

Mario Negri, Consorzio Mario Negri Sud, S.

Maria Imbaro (CH), Italy; and the (2)Department of

Cardiovascular Research, Istituto di Ricerche

Farmacologiche Mario Negri, Milano, Italy.

Address correspondence to Antonio Nicolucci,

MD, Department of Clinical Pharmacology and Epidemiology,

Consorzio Mario Negri Sud, Via Nazionale,

66030 S. Maria Imbaro (CH), Italy. E-mail:

[email protected].

2004 by the American Diabetes Association.

1. Sacco M, Pellegrini F, Roncaglioni MC, Avanzini F, Tognoni G, Nicolucci A, PPP Collaborative Group: Primary prevention of cardiovascular events with low-dose aspirin and vitamin E in type 2 diabetic patients: results of the Primary Prevention Project (PPP) trial. Diabetes Care 26:32643272, 2003

2. Colwell JA: Aspirin for primary prevention of cardiovascular events in diabetes (Editorial). Diabetes Care 26:33493350, 2003.

3. de Gaetano G: Aspirin resistance in diabetic patients (Letter). Diabetes Care 27:12441245, 2004

4. Antithrombotic Trialists Collaboration: Collaborative meta-analysis of randomized trials of antiplatelet therapy for prevention of death, myocardial infarction, and stroke in high risk patients. BMJ 324:7186, 2002

5. ETDRS Investigators: Aspirin effects on mortality and morbidity in patients with diabetes mellitus: Early Treatment Diabetic Retinopathy Study report 14. JAMA 268:12921300, 1992.Kepada Yth. ASPIRIN AND CLOPIDOGREL

Efficacy, Safety, and the Issue of Drug Resistance

Marco Cattaneo

Aspirin and the thienopyridines ticlopidine and clopidogrel, or combined aspirin and ticlopidine, or combined aspirin and clopidogrel are inhibitors to platelet aggregation, which have good antithrombotic activity. They are used in the prophylaxis of patients undergoing vascular grafting or percutaneus angioplasty, in the medical management of acute coronary syndromes, and in long term prevention of cardiovascular and cerebrovascular events.

Aspirin resistance means that aspirin cant touch the target farmacologically because inability to reach it (caused by low bioavailability, in vivo inactivation, negative interaction with other substances) or because of changed target. Aspirin inhibit one way only of platelet aggregation which arrange to produce thrombus.

There is another resistance, clopidogrel resistance the better characteristic than aspirin resistance. It probably mostly caused by inefficient metabolism of the prodrug clopidogrel which need to be metabolized by the lever to an active metabolite.

At presents, aspirin and clopidogrel resistance should not be looked for in the clinical settings, because there is no definite demonstration of an association with clinical events conditioning cost-effective changes in patients management.

Will be presented by Theresia Christin

On Wednesday, 21st June, 2006

Abstract

Aspirin and the thienopyridines ticlopidine and clopidogrel are antiplatelet agents that display good antithrombotic activity. In the past few years, the concept of aspirin resistance has been largely emphasized in the medical literature, although its definition is still uncertain. I suggest that aspirin resistant should be considered as a description for those individuals in whom aspirin fails to inhibit thromboxane A2 production. Issue of clopidogrel resistance, which is probably mostly caused by inefficient metabolism of the prodrug clopidogrel to its active metabolite. At present, aspirin and clopidogrel resistance should not be looked for in the clinical setting, because there is no definite demonstration of an association with clinical events conditioning cost-effective changes in patient management.JOURNAL READING ASPIRIN AND CLOPIDOGREL

Efficacy, Safety, and the Issue of Drug Resistance

Marco Cattaneo

Aspirin and the thienopyridines or combined aspirin and ticlopidine, or combined aspirin and clopidogrel are inhibitors to platelet aggregation, which have good antithrombotic activity.

They are used in the medical management of acute coronary syndromes, and in long term prevention of cardiovascular and cerebrovascular events.

In the past few years, the concept of aspirin resistance has been largely emphasized in the medical literature, although its definition is still uncertain. He suggests that aspirin resistant should be considered as a description for those individuals in whom aspirin fails to inhibit thromboxane A2 production.

Aspirin resistance means that aspirin cant touch the target farmacologically because inability to reach it (low bioavailability, in vivo inactivation, negative interaction with other substances) or because of changed target.

Issue of clopidogrel resistance, which is probably mostly caused by inefficient metabolism of the prodrug clopidogrel to its active metabolite.

At present, aspirin and clopidogrel resistance should not be looked for in the clinical setting, because there is no definite demonstration of an association with clinical events conditioning cost-effective changes in patient management.Both aspirin and the thienopyridines selectively inhibit a single pathway of platelet activation:

aspirin affects the arachidonate-tromboxane A2 (TxA2) pathway by irreversibly inhibiting cyclo-oxygenase-1 (COX-1).

The thienopyridines affect the adenosine diphosphate (ADP) pathway, by irreversibly blocking the ADP receptor P2Y12.

AspirinAspirin irreversibly inhibits COX-1 by acetylating a serine residue at position 530, thereby preventing the conversion of arachidonate to the unstable prostaglandin (PG) intermediate PGH2, which is converted to TxA2, a potent vasoconstrictor and platelet agonist. A single dose of 160 mg completely abolishes the platelet TxA2 production. The same effect can be progressively achieved with the chronic administration of daily doses of 30 to 50 mg.

It must be noted that high doses of aspirin might have antithrombotic effects that are independent of platelet COX-1 inhibition, including increased fibrinolytic activity, depression of prothrombin synthesis, improvement of endothelial function, and the well-known antiinflamatory effects.

The meta-analysis of the Antiplatelet Trialists Collaboration (ATC) demonstrated 25% reduction of vascular death, myocardial infarction (MI), or stroke for antiplatelet therapy (primarily aspirin) versus placebo in patients with acute or previous cardiovascular or cerebrovascular events. More recent analysis of the published literature suggested that the indications for aspirin use should be expanded to primary prevention in populations at high risk, such as those with diabetes, peripheral vascular disease, carotid stenosis, end stage renal disease, or polycytemia vera.

Long term therapy with aspirin is associated with a modest increase in the incidence of gastrointestinal bleeding. Although it is generally held that the incidence of gastrointestinal bleeding is dose-related, a recent meta-analysis, which included a substantial number of studies that used low-dose aspirin, found no evidence of lower incidence of gastrointestinal bleeding associated with the use of low-dose aspirin.

ThienopyridinesTiclopidine and clopidogrel are prodrugs, which need to be metabolized in the liver to active metabolites.

Ticlopidine (250 mg twice daily) is an efficacious antithrombotic agent in patients with claudication, unstable angina, peripheral artery bypass surgery, and cerebrovascular disease.

Clopidogrel (75 mg daily) was compared with 325 mg aspirin in the CAPRIE trial, which enrolled patients at risk for ischemic events because of previous MI, ischemic stroke, or peripheral artery disease. The trial showed an 8,7% relative risk reduction of the major end points (MI, ischemic stroke, or vascular death) in patients treated with clopidogrel compared with patients treated with aspirin.

SE ticlopidine:

neutropenia (1%) ( reversible on discontinuation of treatment

In a few cases, it is irreversible and potentially fatal

Patients must be periodically monitored, especially in the 3 months of treatment.

Thrombotic thrombocytopenic purpura

Clopidogrel:

is not complicated by neutropenia.

thrombotic thrombocytopenic purpura, very rare.

Combined Therapy With Aspirin and Thienopyridines

Theoretically, inhibition of the 2 main amplification pathways of platelet aggregation, the ADP and the arachidonate/ TxA2 pathways, is superior to inhibition of either pathway alone in preventing thrombus formation. The combination of clopidogrel and aspirin seems to be at least as effective as the combination of aspirin and ticlopidine. The CURE study showed that the addition of clopidogrel to aspirin reduced by 20% the incidence of vascular end points in patients with unstable angina or non-ST segment elevation MI. The CREDO trial showed that dual antiplatelet therapy should be continue beyond the usual 30 days because after 1-year treatment, patients in dual therapy experienced a 27% relative risk reduction in death, MI, and stroke compared with patients who were assigned to aspirin alone after the first 30 days of treatment with clopidogrel and aspirin.

Unfortunately, combined therapy with thienopyridines and aspirin is associated with an increased risk of hemorrhagic complications. The Issues of Resistance to Aspirin and Resistance to ClopidogrelThe term resistance to a drug should be used when a drug is unable to hit its pharmacological target, because of inability to reach it (as a consequence of reduced bioavalability, in vivo inactivation, negative interaction with other substances) or because of alteration of the target.

Aspirin Resistance

Definition The term aspirin resistance has been given different definitions by different researchers. A list of definition that have been given toaspirin resistance follows, with my personal considerations relative to each of them.

1. Failure of aspirin to prevent clinical events associated to vascular occlusion.

2. Failure of aspirin to inhibit platelet function in vivo or in vitro.

3. Failure of aspirin to inhibit TxA2 production.

Failure of Aspirin to Prevent Clinical Events Associated to Vascular Occlusion.

It should be termed treatment failure

Aspirin inhibits only 1 pathway of platelet aggregation,

Only 1 mechanism regulating thrombus formation;

But not the only mechanism leading to vascular occlusion.

Unreasonable to expect aspirin, or any antithrombotic drug, to prevent clinical events in all patients at risk.

Therefore, the definition of aspirin resistance that is based on clinical outcomes is certainly unacceptable.

Failure of aspirin to inhibit platelet function in vivo or in vitro.

Platelet function in vivo has been measured by the bleeding time

Platelet function in vitro has been measured by light transmission aggregometry or by global techniques that evaluate primary hemostasis ,such as the PFA-100 system, the Ultegra Rapid Platelet Function Assay-ASA.

Gum et al defined aspirin resistance as a mean aggregation of >70% with 10 umol/L and >20% with 0,5 mg/mL arachidonic acid. ADP, at 10 umol/L induces full platelet aggregation that is largely independent of TxA2 production. 0,5 mg/mL arachidonic acid is a rather high concentration, which may cause some degree of platelet lysis in vitro.

Failure of aspirin to inhibit TxA2 production.

The farmacological response to aspirin treatment should be assessed by measuring the degree of inhibition of TxA2 production. (by measuring either serum TxB2, or the urinary excretion of TxB2 metabolits)

Therefore, based on the available techniques, the only acceptable definition of aspirin resistance should rely on demonstration of an insufficient inhibition of TxA2 production.Mechanisms

True Aspirin ResistancePotential mechanisms could be considered responsible for true aspirin resistance:

1. decreased bioavailability of aspirin.

2. competition of aspirin with other NSAIDs.

3. accelerated platelet turnover.

4. transcellular formation of TxA2.

5. TxA2 production by the aspirin-insensitive COX-2

6. presence of variant COX-1 that is less responsive to aspirin inhibition.

Another mechanism of aspirin resistance is lack of compliance, which, in a recent study, accounted for the majority of poor aspirin response and was the only significant mediator of poor clinical outcome.

Unproven Aspirin Resistance

The mechanisms responsible for insufficient platelet function inhibition during aspirin therapy should be looked for among the several variables that affect the platelet function tests that have been used:

increased sensitivity to ADP-induced GPIIb/IIIa activation

increased responsiveness to collagen

high plasma levels of VWF

GPIIb/IIIa polymorphisms

Factors related to the subject, such as hyperlipidemia, cigarette smoking, and physical or mental stress, could also play a role.

Two report showed that the extent of inhibition of platelet aggregation by aspirin progressively decreased over time in some patients, some kind of aspirin tolerance may develop during chronic aspirin treatment. This issue is controversial, because another study showed that 100 patients on chronic aspirin treatment had consistently reduced platelet aggregation over time. Clinical consequencesTrue Aspirin ResistanceEikelboom et al showed that suboptimal reduction of urinary 11-dehydro TxB2 levels during aspirin treatment is associated with heightened risk for future MI and cardiovascular death, indeed suggesting that true aspirin resistance may be a clinically relevant phenomenon. Inadequate inhibition by aspirin of TxA2 biosynthesis can be observed in patients on treatment with ibuprofen, because of competition of the 2 drugs at the COX-1 level. Observational studies and post hoc analysis suggested that ibuprofen blunts the cardioprotective effect of aspirin, although the question is still controversial.

Unproven Aspirin Resistance

Monitoring platelet function during antiplatelet therapy can be useful to predict the risk of treatment failures. The phenomenon should not be termed aspirin resistance because it is determined to a large extent by variables that cannot be inhibited by aspirin.

In his opinion, the available evidence of the predictive value for cardiovascular events of laboratory tests evaluating either true or unproven aspirin resistance is insufficient to recommend laboratory monitoring of patients on aspirin treatment in the clinical setting.

Clopidogrel Resistance

Clopidogrel is a prodrug, which needs to metabolized by liver to an active metabolit with antiaggregating activity. Therefore, its pharmacological effect can be detected only some time after its first administration and, more importantly, the plasma levels of the active metabolite very widely among subjects. Interference with clopidogrel metabolism by other drugs that are frequently given to patients with atherosclerosis, such as atorvastatin, can increase the number of patients who are resistant to clopidogrel, although this is still a controversial issue.

A recent study of 60 patients undergoing coronary angioplasty confirmed the high interindividual variability of platelet inhibition by clopidogrel and showed that patients with clopidogrel resistance (mean ADP-induced platelet aggregation on day 6 of treatment=103+8% of baseline) are at increased risk for recurrent cardiovascular events.

Conclusions

Aspirin and the thienopyridines ticlopidine and clopidogrel are antiplatelet agents that display good antithrombotic activity.

Recommendations for Studying Aspirin and Clopidogrel Resistance1. Rule out patient noncompliance

2. Measure the function of specific targets of the antiplatelet drugs:

a. COX-1 for aspirin

(laboratory measurement: levels of serum TxB2 metabolites)b. P2Y12 for clopidogrel

(laboratory measurement: inhibition by ADP of prostaglandin- induced increase in platelet cyclic AMP or phosphorylation

of VASP)

3. Measure the response to the antiplatelet drugs: baseline vs after

treatment.

____________________________________________________________

For investigational purposes, aspirin and clopidogrel resistance should be evaluated in compliant patients by studying the specific target of each drug. Measurements should be performed both before and after drug administration. At present, aspirin and clopidogrel resistance should not be looked for in the clinical setting, because there is no definite demonstration of an association with clinical events conditioning cost-effective changes in patient management.

PAGE 31