Top Banner
BAB V ASPEK POLITIK Persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah bukanlah persoalan tentang keyakinan malahan persoalan politik. Sewaktu Nabi mulai menyiarkan agama Islam di Mekkah beliau belum dapat membentuk suatu masyarakat yang kuat lagi berdiri sendiri. Umat Islam diwaktu itu baru dalam kedudukan lemah, tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang kaum pedagang Quraisy yang ada di Mekkah. Akhirnya Nabi bersama Sahabat dan umat Islam lainnya, seperti diketahui, terpaksa meninggalkan kota ini dan pindah ke Yasrib, yang kemudian terkenal dengan nama Medinah, yaitu Kota Nabi. Di kota ini keadaan Nabi dan Umat Islam mengalami perobahan yang besar. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya merupak umat lemah yang tertindas, di Medinah mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat d dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarak yang baru dibentuk itu dan yang akhirnya merupakan suatu nega suatu negara yang daerah kekuasaannya diakhir zaman Nabi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dengan kata lain di Medinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah tetapi juga mempunyai sifat Kepala Negara. Jadi sesudah beliau wafat, beliau mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara yang beliau tinggalkan. Dalam kedudukan beliau sebagai Rasul, beliau tentu tak dapat diganti. Sebagaimana diketahui dari sejarah pengganti beliau yang pertama ialah Abu Bakr. Abu Bakr menjadi Kepala Negara yang ada pada waktu itu dengan memakai gelar Khalifah, yang arti lafzinya ialah Pengganti (Inggeris : Successor). Kemudian setelah Abu Bakar wafat, Umar Ibn Al-Khattab menggantikan beliau sebagai Khalifah yang kedua. Usman Ibn Affan selanjutnya menjadi Khalifah yang ketiga dan pada pemerintahannyalah mulai timbul persoalan-persoalan politik. Ahli sejarah menggambarkan Usman sebagai orang lemah dan tak
44

Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Dec 31, 2014

Download

Documents

Widya Bestari
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

BAB V

ASPEK POLITIK

Persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah bukanlah persoalan tentang keyakinan malahan persoalan politik.

Sewaktu Nabi mulai menyiarkan agama Islam di Mekkah beliau belum dapat membentuk suatu masyarakat yang kuat lagi berdiri sendiri. Umat Islam diwaktu itu baru dalam kedudukan lemah, tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang kaum pedagang Quraisy yang ada di Mekkah. Akhirnya Nabi bersama Sahabat dan umat Islam lainnya, seperti diketahui, terpaksa meninggalkan kota ini dan pindah ke Yasrib, yang kemudian terkenal dengan nama Medinah, yaitu Kota Nabi.

Di kota ini keadaan Nabi dan Umat Islam mengalami perobahan yang besar. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya merupak umat lemah yang tertindas, di Medinah mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat d dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarak yang baru dibentuk itu dan yang akhirnya merupakan suatu nega suatu negara yang daerah kekuasaannya diakhir zaman Nabi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dengan kata lain di Medinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah tetapi juga mempunyai sifat Kepala Negara.

Jadi sesudah beliau wafat, beliau mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara yang beliau tinggalkan. Dalam kedudukan beliau sebagai Rasul, beliau tentu tak dapat diganti. Sebagaimana diketahui dari sejarah pengganti beliau yang pertama ialah Abu Bakr. Abu Bakr menjadi Kepala Negara yang ada pada waktu itu dengan memakai gelar Khalifah, yang arti lafzinya ialah Pengganti (Inggeris : Successor). Kemudian setelah Abu Bakar wafat, Umar Ibn Al-Khattab menggantikan beliau sebagai Khalifah yang kedua. Usman Ibn Affan selanjutnya menjadi Khalifah yang ketiga dan pada pemerintahannyalah mulai timbul persoalan-persoalan politik. Ahli sejarah menggambarkan Usman sebagai orang lemah dan tak kuat untuk menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh dalam masyarakat Arab pada waktu itu. la mengangkati mereka menjadi Gubernur-gubernur di daerah-daerah yang tunduk kepada kekuasaan Islam.

Gubernur-gubernur yang diangkat oleh Umar, Khalifah yang dikenal sebagai orang kuat dan tidak memikirkan kepentingan sendiri atau kepentingan keluarganya dijatuhkan oleh Usman. Politik nepotisme ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi kedudukan Usman sebagai Khalifah. Sahabat-sahabat Nabi yang pada mulanya menyokong Usman, akhirnya berpaling. Orang-orang yang ingin menjadi Khalifah atau orang-orang yang ingin calonnya menjadi Khalifah mulai pula menangguk di air keruh yang timbul itu. Di daerah-daerah timbul perasaan tidak senang. Di Mesir Amr Ibn Al-Aas dijatuhkan sebagai Gubernur dan diganti dengan Ibn Abi Sarh, salah seorang dari anggauta keluarga Usman. Sebagai reaksi terhadap keadaan ini, lima ratus pemberontak

Page 2: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

bergerak dari Mesir merruju Medinah. Perkembangan suasana di Medinah selanjutnya membawa pada pembunuhan Usman oleh pemuka-pemuka pemberontak dari Mesir itu.

Setelah Usman wafat, Ali Ibn Abi Talib, sebagai calon terkuat, menjadi Khalifah yang ke-empat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi Khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Dalam peperangan yang terjadi Talhah dan Zubeir mati terbunuh, sedang Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.

Tantangan kedua datang dari Mu’awiah, gubernur Damaskus dan anggauta keluarga yang terdekat dengan Usman Ibn Affan: Mu’awiah juga tidak mengakui Ali sebagai Khalifah bahkan ia menuduh Ali turut campur tangan dalam soal pembunuhan Usman, karena salah satu dari pemuka pemberontak, Muhammad, adalal anak angkat Ali. Antara kedua golongan akhirnya terjadi peperangan di Siffin, Irak. Tentara Ali dapat mendesak tentara Mu’awiah sehingga yang tersebut akhir ini telah bersedia untuk lari. Tetapi tangan kanan Mu’awiah, Amr Ibn Al-Aas, yang terkenal sebagai orang licik minta berdamai dengan mengangkatkan Al-Qur-an ke atas. Imam-Imam yang ada dipihak Ali mendesak Ali supaya menerima tawarar itu dan dengan demikian dicarilah perdamaaan dengan mengadakan hakam yaitu arbitrase. Sebagai pengantara diangkat dua orang : Amr Ibn Al-Aas dari pihak Mu’awiah dan Abu Musa Al Asy’aru.dari pihak Ali.

Dalam pertemuan mereka berdua, kelicikan Amr mengalahkan perasaan takwa Abu Musa. Sejarah mengatakan bahwa antara keduanya terdapat permufakatan untuk menjatuhkan Ali dan Mu’awiah Dan tradisi menyebut bahwa Abu Musa sebagai yang tertua, berbicara lebihdahulu dan mengumumkan kepada orang ramai putusar menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Tetapi Amr, yang berbicara kemudian mengumumkan hanya menyetujui untuk menjatuhkan Ali sebagai telah dijelaskan Abu Musa dan menolak untuk menjatuhkanMu’awiah. Peristiwa ini merugikan bagi Ali dan menguntungkan bagi Mu’awiah. Mu’awiah yang pada mulanya hanya berkedudukan Gubernur kini telah naik derajatnya menjadi Khalifah yang tidak resmi. Tidak mengherankan kalau putusan ini tidak diterima Ali dan tak mau meletakkan jabatan sehingga ia mati terbunuh di tahun 661 M. Tetapi ia tidak dapat lagi melawan Mu’awiah, bukan hanya karena telah mempunyai saingan dalam kedudukannya sebagai Khalifah, tetapi juga karena kekuatan militernya telah pula menjadi lemah.

Keadaan Ali menerima tipu muslihat Amr mengadakan arbitrase sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian dari tentaranya. Tentara ini mengasingkan diri dan ke luar dari barisan Ali. Mereka terkanal dalam sejarah dengan nama Khawarij, itu orang-orang yang keluar. Mereka mengatur barisan mereka dan selanjutnya menentang Ali. Antara Ali dan mereka terjadi peperangan. Dalam peperangan itu kaum Khawarij kalah, tetapi tentara Ali telah terlalu lemah untuk dapat meneruskan peperangan melawan Mu’awiah. Mu’awiah tetap berkuasa di Damaskus dan setelah ifatnya Ali ia dengan mudah dapat memperkuat kedudukannya bagai Khalifah di tahun 4661 M.

Page 3: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Dari sejarah ringkas di atas dapat dilihat bahwa pada waktu itu telah timbul-tiga golongan politik, golongan Ali yang kemudian dikenal dengan nama Syi’ah, golongan yang keIuar dari barisan Ali yaitu. Kaum Khawarij dan golongan Mu’awiyah, yang kemudian membentuk Dinasti Bani Ummayah dan membawa sistem kerajaan dalam Islam.

Perlu dijelaskan bahwa khalifah (pemerintahan); yang timbul sesudah wafatnya Nabi Muhammad, tidak mempunyai bentuk kerajaan; tetapi lebih dekat merupakan republic, dalam arti, Kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun. Sebagai diketahui Khalifah pertama adalah Abu Bakar dan beliau tidak mempunyai hubungan darah dengan Nabi Muhammad. Khalifah kedua, Umar ibn Al-Khattab, juga tidak mempunyai hubungan darah dengan Abu Bakar, demikian pula Khalifah ketiga Usman Ibn Affan dan halifah keempat Ali Ibn Talib, satu sama lain tidak mempunyai ubungan darah. Mereka adalah sahabat Nabi dan dengan demikian hubungan mereka sesama mereka merupakan hubungan persahabatan.

Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah bukan atas tunjukan Nabi Muhammad, karena beliau wafat dengan tidak meninggalkan perintah ataupun pesan tentang pengganti beliau sebagai Kepala negara. Abu Bakar diangkat atas dasar permufakatan pemuka-pemuka Ansar dan Muhajirin dalam rapat Saqifah di Medinah. Pengangkatan itu kemudian mendapat persetujuan dan pengakuan mat, yang dalam istilah Arabnya disebut bay’ah.

Umar menjadi Khalifah kedua atas pencalonan Abu Bakar yang segera juga mendapat persetujuan umat. Penentuan Usman sebagai pengganti Umar dirundingkan dalam rapat Enam Sahabat. Usman juga segera mendapat bay’ah dari umat. Setelah Usman mati terbunuh, Allah merupakan calon terkuat untuk menjadi Khalifah keempat. Tetapibay’ah yang diterima Ali tidak lagi sebulat bay’ah yang diberikan umat kepada khalifah-khalifah sebelumnya. Khalifah Ali, sebagai dilihat di atas, mendapat tantangan dari Mu’awiah di Damaskus dan dari Talhah, Zubeir dan Aisyah di Mekkah.

Demikianlah ungkapan sejarah tentang pengangkatan sahabat-sahabat Nabi Muhammad itu menjadi Khalifah. Jelas bahwa cara pengangkatan Kepala Negara sebagai yang diungkapkan sejarah ini, bukanlah cara yang dipakai dalam sistem kerajaan. Cara itu lebih sesuai untuk dimasukkan ke dalam sistem pengangkatan Kepala Negara dalam pemerintahan demokrasi.

Dalam pada itu perlu ditegaskan bahwa menurut pendapat umum yang ada dizaman itu, seorang Khalifah haruslah berasal dari suku Quraisy. Pendapat ini didasarkan atas hadis yang membuat Quraisy mempunyai kedudukan lebih tinggi dari suku-suku Arab lainnya dan terutama hadis : Imam-imam adalah dari Quraisy ( ). Keempat Khalifah Besar memang orangorang ternama dari suku Quraisy dan demikian juga dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbas, semuanya berasal dari suku Nabi Muha.mmad itu. Pendapat ini kemudian menjadi teori ketatanegaraan yang dianut oleh Ahli Sunnah.

Kaum Khawarij tidak setuju dengan faham di atas. Menurut pendapat mereka khilafah (jabatan Kepala Negara) bukanlah hak monopoli dari suku Quraisy. Bagi mereka tidak ada perbedaan antara Quraisy dan suku-suku Arab lainnya, bahkan juga tidak antara Arab

Page 4: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

dan bukan Arab. Oleh karena itu dalam teori politik mereka; tiap orang Islam sekalipun ia bukan orang Arab, boleh menjadi Khalifah, asal saja ia mempunyai kesanggupan untuk itu.

Dan berlawanan dengan faham yang dibawa oleh Mu’awiah, khalifah bagi kaum Khawarij tidak mempunyai sifat turun-temurun dari bapak kepada turunannya. Dengan lain kata, mereka tidak setuju dengan sistem kerajaan. Selanjutnya mereka berpendapat bahwaKhalifah yang melanggar ajaran-ajaran agama wajib dijatuhkan, bahkan dibunuh.

Sementara itu, seorang pemuka Khawarij bernama Najdah Ibn Amr Al-Hanafi mempunyai faham bahwa Kepala Negara diperlukan hanya jika maslahat umat menghendaki yang demikian. pada hakekatnya, demikian Najdah, ummat tidak berhajat pada adanya Khalifah atau Imam untuk memimpin mereka. Dalam hal ini, ia sebenarnya dekat dengan faham komunis yang mengatakan bahwa negara akan hilang dengan sendirinya dalam masyarakat komunis.

Kaum Khawarij dalam sejarah pecah menjadi beberapa kelompok, tetapi perbedaan faham mereka berkisar sekitar masalahmasalah teologi. Hal ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam pembahasan aspek teologi.

Tetapi bagaimanapun, teori politik mereka bersifat lebih demokratis dari teori-teori politik yang dianut oleh golongan-golongan politik Islam lain dizaman itu.

Kaum Syi’ah, berlainan dengan kaum Khawarij, berpendapat bahwa jabatan Kepala Negara bukanlah hak tiap orang Islam, bahkan pula tidak hak setiap orarag Quraisy, sebagai tersebut dalam teori yang kemudian dianut oleh Ahli Sunnah itu. Dalam faham kaum Syi’ah imamah (jabatan Kepala Negara) adalah hak monopoli Ali Ibn Abi Talib dan keturunannya. Perlu ditegaskan bahwa nama yang dipakai golongan Syi’ah untuk Kepala Negara adalah Imam.

Sesuai dengan faham yang dibawa oleh Mu’awiah, imamah dalam teori Syi’ah mempunyai bentuk kerajaan dan turun-temurun dari bapak ke anak, seterusnya ke cucu dan demikian selanjutnya. Semestinya yang menggantikan Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara dalam faham Syi’ah, adalah anak beliau. Tetapi karena beliau tak mempunyai anak laki-laki yang hidup, jabatan itu seharusnya pergi ke anggota keluarga beliau yang terdekat.

Ali Ibn Abi Talib, adalah anak paman beliau dan yang terpenting lagi adalah pula menantu beliau. Oleh karena itu, Ali-lah anggota keluarga Nabi yang terdekat. Dengan demikian, yang menggantikan Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara seharusnyalah Ali, dan seterusnya anak-anak serta cucu-cucunya dan bukan Abu Bakar, Umar, Usman, Bani Umayyah dan Bani Abbas. Oleh sebab itu khilafah Abu Bakar, Umar dan Usman tidak diakui oleh kebanyakan kaum Syi’ah dandemikian juga pemerintahan Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbas.

Page 5: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Dalam sejarah mereka memang menentang Dinasti Bani Umayyah dan aktif bekerja sama dengan Bani Abbas dalam menjatuhkan Kerajaan yang dibentuk Mu’awiah itu. Tetapi setelah ternyata bahwa Bani Abbas memonopoli kekuasaan untuk mereka sendiri dan kemudian membentuk Dinasti Bani Abbas, kaum Syi’ah mengambil sikap melawan terhadap mereka. Perlawanan itu menjelma dalam bentuk gerakan-gerakan seperti yang dijalankan golongan Qaramitah, Hasysyasyin, dan sebagainya. Gerakan mereka akhirnya mewujudkan khilafah Syi’ah di Mesir, yaitu khilafah Fatimiah (969 – 1171 M) dan kerajaan Syi’ah di Iran semenjak tahun 1502 M.

Dalam pada itu, kaum Syi’ah juga pecah ke dalam beberapa golongan. Yang terbesar ialah golongan Syi’ah Dua belas ( ). Mereka disebut Syi’ah Duabelas karena mereka mempunyai duabelas Imam Nyata ( ). Imam Pertama sudah barang tentu Ali Ibn Abi Talib sedang Imam Keduabelas adalah Muhammad Al- Muntazar.

Pada Muhammad Al-Muntazar berhenti rangkaian Imam-imam Nyata, karena Muhammad tidak meninggalkan keturunan. Muhammad, sewaktu masih kecil, hilang di dalam gua yang terdapat di Mesjid Samarra (Iraq). Menurut keyakinan kaum Syi’ah Duabelas. Imam inimenghilang baut sementara dan akan kembali lagi sebagai Al-Mahdi untuk langsung memimpin umat. Oleh karena itu ia disebut Imam Bersembunyi ( ) atau Imam Dinanti,( ). Selama bersembunyi ia memimpin umat melalui Raja-raja yang memegang kekuasaan dan ulama-ulama mujtahid Syi’ah. Syi’ah Duabelas menjadi faham resmi di Iran semenjak permulaan abad ke-enambelas, yaitu setelah faham itu dibawa ke sana oleh Syi’ah Ismail.

Di samping Syi’ah Duabelas ada pula Syi’ah Ismailiah. Imam-imam mereka sampai dengan Imam Keenam masih sama dengan – Imam-imam Syi’ah Duabelas. Perbedaan mulai timbul pada Imam Ketujuh. Ismail, anak dari Ja’far Al-Sadiq, lebih dahulu meninggal dunia dari pada Imam Keenam ini. Oleh karena itu, tempat Ismail sebagai Imam Ketujuh diganti oleh adiknya Musa AI-Kazim. Faham inilah yang dianut oleh Syi’ah Duabelas. Tetapi sebagian lain dari kaum Syi’ah tidak setuju dengan pengangkatan itu dan tetap setia pada Ismail,sungguhpun ia telah meninggal dunia. Bagi mereka Ismailla Imam Ketujuh dan bukan Musa Al-Kazim. Karena mengakui hanya tujuh Imam Nyata, Syi’ah Ismaili, ini juga disebut Syi’ah Tujuh, sungguhpun pada akhirnya tidak semua berpegang teguh pada faham ini.

Khalifah-khalifah Fatimi di Mesir, golongan Qaramitah, Hassyasyin, kaum Ismaili di India, Pakistan dan Iran, dan kaum Duruz di Lebanon dan Syiria termasuk dalam golongan Syi’ah Ismailia. Selanjutnya ada lagi Syi’ah Zaidiah, yaitu pengikut Zaid Ibn Ali Zain Al-Abidin. Berlainan dengan Syi’ah Duabelas dan Syi’ah Ismailiah mereka tidak menganut teori Imam Bersembunyi. Imam harus langsung memimpin umat. Jabatan Imam harus berasal dariketurunan Ali dan Fatimah. Demikian faham mereka.

Page 6: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Syi’ah Zaidiah dalam sejarah membentuk kerajaan di Yaman dengan San’a sebagai ibu kota. Beberapa tahun yang lalu bentuk kerajaan ini dirobah menjadi republik, setelah terjadinya revolusi di negara itu.

Di samping ketiga golongan besar ini, masih ada golongangolongan kecil seperti Syi’ah Saba’iah, pengikut Abdullah Ibn Saba’, Syi’ah Al-Ghurabiah, Syi’ah Kisaniah, pengikut Al-Mukhtar Ibn Ubaid Al-Tsaqafi dan Syi’ah Al-Rafidah.

Sebelum melanjutkan uraian, ada baiknya disimpulkan dahulu yang telah diterangkan di atas.

Teori politik yang pertama timbul dari perkembangan politik ini terjadi dalam sejarah Islam ialah mengenai jabatan Kepala Negara. Di zaman Nabi Muhammad jabatan itu mempunyai bentuk yang unik. Beliau, sebagai Rasul yang diutus Tuhan, membawi ajaran-ajaran yang bukan hanya bersangkutan dengan hidup kerohanian tetapi juga ajaran-ajaran mengenai hidup keduniaan manusia. Oleh karena itu Nabi mempunyai kedudukan, bukan hanya sebagai Kepala Agama, tetapi juga sebagai Kepala Negara. Dengan lain kata, alam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spirituil dan kekuasaan sekuler. Beliau menjadi Kepala Negara bukanlah atas penunjukan dan pula bukan atas dasar hak turun-temurun. Beliau sebagai Rasul secara otomatis menjadi Kepala Negara.

Siapa yang berhak menjadi Kepala Negara sebagai pengganti beliau dan bagaimana cara pengangkatannya, itulah yang menimbulkan perbedaan faham di bidang politik dalam Islam. Sebagaimana dilihat kaum Khawarij berpendapat bahwa yang berhak untuk menjadi Kepala Negara ialah semua orang Islam dan cara penentuan dan mengangkatan ialah pemilihan. Syi’ah, sebaliknya, berpendapat bahwa hanya keturunan Ali yang berhak menjadi Kepala Negara dan hak itu bersifat turun-temurun. Ahli Sunnah berpendapat bahwa hak itu dimiliki oleh suku Quraisy dan pengangkatannya ialah melalui pemilihan. Tetapi di samping itu ada pula yang menyetujui penentuan melalui keturunan.

Sementara itu timbul pula perbedaan faham tentang sifat dan kekuasaan Kepala negara. Syi’ah Duabelas dan Syi’ah Fatimiah berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad, sebelum beliau wafat, telah menentukan Ali sebagai penggantinya. Dalam istilah Syi’ah. Ali adalah wasi ( ) Nabi Muhammad, yaitu pengganti yang kepadaya dilimpahkan Nabi sepenuh kepercayaan. Wasi sesudah Ali adalah Hasan, kemudian Husein dan seterusnya cucu-cucu Nabi.

Imam mempunyai sifat kekudusan yang diwarisi dari Nabi, dalam arti Ali menerima waris itu dari Nabi, Hasan dan Husein dari Ali, Ali Zainal Abidin dari Husein dan demikianlah seterusnya oleh cucu-cucu beliau. Di samping itu Imam mempunyai kekuasaan untuk membuat hukum. Perbuatan-perbuatan serta ucapan-ucapan Imam tidak bisa bertentangan dengan syariat. Dengan demikian bagi kaum Syi’ah, Imam hampir sama sifat dan kekuasaannya dengan sifat dan kekuasaan Nabi.Imam dan Nabi sama-sama tak dapat berbuat salah dan sama-sama dapat membuat hukum. Perbedaan terletak dalam keadaan Nabi menerima wahyu sedang Imam tidak.

Page 7: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Faham-faham di atas sama-sama dianut oleh Syi’ah Duabelas dan Syi’ah Ismailiah. Tetapi di antara golongan Ismailiah ada yang membawa faham-faham itu bersifat ekstrim. Sehubungan dengan kesucian Imam dari perbuatan salah, mereka umpamanya berpendapat bahwa sungguhpun Imam melakukan perbuatan salah, perbuatannya itu sebenarnya tidak salah. Dengan lain kata perbuatan yang bagi manusia biasa merupakan perbuatan salah, bagi Imam, itu tidak merupakan perbuatan salah. Imam mempunyai ilmu batin, dan dengan ilmu batin itu ia mengetahui hal-hal yang tak dapat diketahui manusia biasa. Apa yang salah dalam pandangan manusia biasa, tidak mesti salah dalam pandangan Imam. Ada lagi yang berpendapat bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri Imam, dan oleh karena itu Imam disembah. Khalifah Fatimi Al-Hakim lbn Amrillah berkeyakinan bahwa dalam dirinya terdapat Tuhan, dan oleh karena itu memaksa rakyat supaya menyembahnya.

Syi’ah Zaidiah, berlainan dengan Syi’ah Duabelas dan Syi’ah Ismailiah berpendapat bahwa Imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya, tetapi hanya sifat-sifatnya. Tegasnya Nabi tidak mengatakan bahwa Ali-lah yang akan menjadi Imam sesudah beliau wafat, tetapi Nabi hanya menyebut sifat-sifat Imam yang akan menggantikan beliau. Ali diangkat menjadi Imam, karena sifat-sifat itu terdapat dalam dirinya. Di antara sifat-sifat yang dimaksud ialah takwa, ilmu, kemurahan hati dan keberanian dan untuk Imam sesudah Ali ditambahkan sifat keturunan Fatimah.

Sifat-sifat tersebut adalah sifat bagi Imam terbaik ( ), Tetapi dalam pada itu pemuka yang tidak mencapai sifat terbaik boleh juga menjadi Imam. Kalau yang pertama disebut Imam afdal yang kedua disebut Imam mafdul ( ). Oleh karena itu Syi’ah Zaidiah dapat mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka diakui sebagai Imam-Imam mafdul dan bukan Imam-imam afdal.

Di samping yang tersebut di atas ada lagi faham-faham yang iajukan oleh Syi’ah ekstrim ( ) tentang sifat Ali. Al Saba’iah menganggap Ali Tuhan dan tidak mati terbunuh, tetapi naik ke langit. Al-Ghurabiah mengatakan bahwa wahyu sebenarnya urunkan untuk Ali, tetapi Jibril salah dalam rnenganggap Mu.nmad adalah Ali. A1- Nusairiah juga berpendapat bahwa Ali adalah Tuhan, atau sekurangkurangnya dekat menyerupai Tuhan. Golongan Syi’ah ekstrim serupa ini tidak diakui oleh golongan Syi’ah lainnya.

Ahli Sunnah tidak menerima faham-faham tersebut di atas. Bagi mereka Ali dan keturunannya adalah manusia biasa, sama dengan ABu Bakar, Umar, Usman dan lain-lain. Oleh karena itu Jabatan Kepala Negara dalam teori mereka tidak dikhususkan untuk Ali dan keturunannya dan kalaupun dikhususkan hanya untuk suku Quraisy.

Sementara itu Ahli Sunnah membahas soal khalifah dari aspekaspek lain. Pembahasan serupa itu dijumpai dalam buku-buku ilmu kalam atau buku-buku yang khusus membahas soal ketatagaraan dalam Islam, seperti, Al-Ahkam Al-Sultaniah, karangan Al-Mawardi.

Menurut Al-Mawardi syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi Khalifah atau Imam, selain kesukuan Quraisy antara lain adalah sifat-sifat adil, berilmu, sanggup mengadakan

Page 8: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

ijtihad, sehat mental dan fisik, berani dan tegas. Imam dipilih oleh orang-orang yang berhak untuk memilih ( ). Sifat-sifat yang diperlukan untuk menjadi pemilih adalah adil, mengetahui syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi Khalifah, dan kesanggupan untuk menentukan dengan bijaksana siapa yang berhak untuk menjadi Kalifah di antara calon-calan yang ada. Pemilih-pemilih itu disebut ahl al hal waal aqad ( ) yaitu orang-orang yang dapat menentukan. Dengan mendapat bay’ah (pengakuan). Khalifah sebenarnya telah mengikat janji (kontrak) dengan umat. Dari pihak nya perjanjian itu merupakan janji yang mengandung arti bahwa ia akan menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan tulus ikhlas, dan dari pihak umat, itu mengandung arti bahwa mereka akan patuh pada Khalifah. Tetapi kepatuhan umat kepadanya akan hilang kalau sifat-sifat yang membuatnya berhak menjadi Khalifah hilang pula, umpamanya sifat keadilan hilang, atau kesehatan mental atau fisikrusak, demikianlah seterusnya. Khalifah dapat diganti, kalau ia ditangkap menjadi tawanan, atau kekuasaannya dirampas oleh seorang Sultan atau Amir, dan Khalifah dengan demikian kehilangan kemerdekaan. Adanya dua Khalifah dalam suatu Negara tidak boleh. Demikian sebahagian dari teori-teori politik yang dimajukan oleh Al- Mawardi.

Al-Ghazali, berlainan dengan kaum Khawarij, berpendapat, bahwa Khalifah tidak dapat dijatuhkan, walaupun Khalifah yang zalim. Menggulingkan Khalifah yang zalim tapi kuat, akan membawa kekacauan dan pembunuhan dalam masyarakat. Al-Ghazali mementingkan ketertiban dalam masyarakat. Khalifah dapat menyerahkan kekuasaan untuk memerintah kepada Sultan yang berkuasa. Dalam sejarah Dinasti Bani Abbas memang terdapat Sultan sultan yang berkuasa di samping Khalifah-khalifah yang lemah. Sebagai dilihat di atas, tidak jarang bahwa Khalifah hanya merupakan boneka dalam tangan Sultan.

Ibn Jama’a sama dengan Al-Ghazali, lebih mengutamakan ketertiban dalam masyarakat daripada pemerintahan yang zalim. Patuh kepada kekuasaan adalah kewajiban yang diharuskan agama. Penentuan pengganti oleh seorang Khalifah, dalam pendapat Ibn Jama’a, merupakan salah satu bentuk pemilihan.

Selain dari kaum teolog, kaum filosof Islam juga membahas soal politik dalam Islam. Al-Farabi umpamanya, meninggalkan buku bernama AI-Madinah AI-Fadilah ( ) Negara Terbaik. Di dalamnya ia menguraikan bahwa negara terbaik ialah negara yang dikepalai seorang Rasul. Tetapi karena zaman Rasul-rasul telah selesai, maka negara terbaik kelas dua ialah negara yang dikepalai oleh seorang filosof. Dalam pemikiran politiknya, Al-Farabi banyak dipengaruhi oleh filosof Yunani, Plato.

Ibnu Sina juga berpendapat bahwa negara terbaik adalah negara yang dipimpin Rasul dan sesudah itu negara yang dipimpin filosof, Khalifah harus orang yang ahli dalam soal hukum (Syari’ah) mementingkan soal spirituil dan moral rakyat, dan mesti bersikap adil. Ia harus membawa umat kepada kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

http://ikhwahmuda.wordpress.com/2009/06/18/aspek-politik/

Page 9: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

ASPEK POLITIK DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEMASYARAKATAN

BAB VASPEK POLITIK

Persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah adalah persoalan politik. Sewaktu Nabi mulai menyiarkan agama Islam di Mekkah, umat Islam diwaktu itu baru dalam kedudukan lemah, tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang kaum pedagang Quraisy. Akhirnya Nabi bersama Sahabat dan umat Islam lainnya, pindah ke Yasrib, yang kemudian terkenal dengan nama Medinah, yaitu Kota Nabi.

Di kota ini keadaan Nabi dan Umat Islam mengalami perobahan yang besar. Di Medinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah tetapi juga mempunyai sifat Kepala Negara.

Jadi sesudah beliau wafat, beliau mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara yang beliau tinggalkan. Dalam kedudukan beliau sebagai Rasul, beliau tentu tak dapat diganti. Dari sejarah pengganti beliau yaitu:

Abu Bakar, dengan memakai gelar Khalifah, yang arti lafzimnya ialah Pengganti (Inggeris : Successor).

Umar Ibn Al-Khattab Usman Ibn Affan

Pada masa pemerintahannya mulai timbul persoalan-persoalan politik. Ahli sejarah menggambarkan Usman sebagai orang lemah dan tak kuat untuk menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh dalam masyarakat Arab pada waktu itu. Perkembangan suasana di Medinah selanjutnya membawa pada pembunuhan Usman oleh pemuka-pemuka pemberontak dari Mesir.

Ali Ibn Abi Talib

Kekhalifannya ditentang oleh Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan kedua datang dari Mu'awiah, gubernur Damaskus dan anggauta keluarga yang terdekat dengan Usman Ibn Affan: Mu'awiah juga tidak mengakui Ali sebagai Khalifah bahkan ia menuduh Ali turut campur tangan dalam soal pembunuhan Usman, karena salah satu dari pemuka pemberontak, Muhammad, adalah anak angkat Ali.

Antara kedua golongan akhirnya terjadi peperangan di Siffin, Irak. Tetapi akhirnya terjadi perdamaian dengan mengadakan hukam yaitu arbitrase. Sebagai pengantara diangkat dua orang : Amr Ibn Al-Aas dari pihak Mu'awiah dan Abu Musa Al-Asy'aru dari pihak Ali. Sejarah mengatakan bahwa antara keduanya terdapat permufakatan untuk menjatuhkan Ali dan Mu'awiah. Abu Musa mengumumkan kepada orang ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Tetapi Amr, yang berbicara kemudian mengumumkan hanya menyetujui untuk menjatuhkan Ali sebagai telah dijelaskan Abu

Page 10: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Musa dan menolak untuk menjatuhkan Mu'awiah. Mu'awiah yang pada mulanya hanya berkedudukan Gubernur kini telah naik derajatnya menjadi Khalifah yang tidak resmi. Tidak mengherankan kalau putusan ini tidak diterima Ali dan tak mau meletakkan jabatan sehingga ia mati terbunuh di tahun 661 M.

Keadaan Ali menerima tipu muslihat Amr mengadakan arbitrase tidak disetujui oleh sebagian dari tentaranya. Tentara ini ke luar dari barisan Ali. Mereka terkenal dalam sejarah dengan nama Khawarij, itu orang-orang yang keluar. Mereka mengatur barisan mereka dan selanjutnya menentang Ali. Antara Ali dan mereka terjadi peperangan. Dalam peperangan itu kaum Khawarij kalah, tetapi tentara Ali telah terlalu lemah untuk dapat meneruskan peperangan melawan Mu'awiah. Mu'awiah tetap berkuasa di Damaskus dan setelah wafatnya Ali ia dengan mudah dapat memperkuat kedudukannya sebagai Khalifah di tahun 4661 M.

Dari sejarah ringkas di atas dapat dilihat bahwa pada waktu itu telah timbul-tiga golongan politik, golongan Ali yang kemudian dikenal dengan nama Syi’ah, golongan yang keluar dari barisan Ali yaitu Kaum Khawarij dan golongan Mu’awiyah, yang kemudian membentuk Dinasti Bani Ummayah dan membawa sistem kerajaan dalam Islam. Khalifah (pemerintahan) yang timbul sesudah wafatnya Nabi Muhammad, merupakan republik, dalam arti, Kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun.

Sebagai diketahui Khalifah pertama adalah Abu Bakar dan beliau tidak mempunyai hubungan darah dengan Nabi Muhammad. Abu Bakar diangkat atas dasar permufakatan pemuka-pemuka Ansar dan Muhajirin dalam rapat Saqifah di Medinah. Pengangkatan itu kemudian mendapat persetujuan dan pengakuan umat, yang dalam istilah Arabnya disebut bay'ah ( ).

Khalifah kedua, Umar ibn Al-Khattab, juga tidak mempunyai hubungan darah dengan Abu Bakar, demikian pula Khalifah ketiga Usman Ibn Affan dan khalifah keempat Ali Ibn Talib, satu sama lain tidak mempunyai hubungan darah. Mereka adalah sahabat Nabi sehingga hubungan mereka merupakan hubungan persahabatan.

Page 11: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Demikianlah ungkapan sejarah tentang pengangkatan sahabat-sahabat Nabi Muhammad itu menjadi Khalifah yang dipakai dalam pemerintahan demokrasi. Kaum Khawarij berpendapat mereka khilafah (jabatan Kepala Negara) bukanlah hak monopoli dari suku Quraisy. Kaum Khawarij dalam sejarah pecah menjadi beberapa kelompok, perbedaan faham mereka berkisar sekitar masalah-masalah teologi.Kaum Syi'ah juga pecah ke dalam beberapa golongan. Yang terbesar ialah golongan Syi'ah Dua belas ( ).

Mereka disebut Syi'ah Dua belas karena mereka mempunyai duabelas Imam Nyata ( ).

Imam Pertama sudah barang tentu Ali Ibn Abi Talib sedang Imam Keduabelas adalah Muhammad Al-Muntazar.

Page 12: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Pada Muhammad Al-Muntazar berhenti rangkaian Imam-imam Nyata, karena Muhammad tidak meninggalkan keturunan. Muhammad, sewaktu masih kecil, hilang di dalam gua yang terdapat di Mesjid Samarra (Iraq). Menurut keyakinan kaum Syi'ah Duabelas. Imam ini menghilang buat sementara dan akan kembali lagi sebagai Al-Mahdi untuk langsung memimpin umat. Oleh karena itu ia disebut Imam Bersembunyi ( )

atau Imam Dinanti, ( )

Page 13: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Selama bersembunyi ia memimpin umat melalui Raja-raja yang memegang kekuasaan dan ulama-ulama mujtahid Syi'ah. Syi'ah Duabelas menjadi faham resmi di Iran semenjak permulaan abad ke-enam belas, yaitu setelah faham itu dibawa ke sana oleh Syi'ah Ismail.

Di samping Syi'ah Duabelas ada pula Syi'ah Ismailiah. Imam imam mereka sampai dengan Imam Keenam masih sama dengan - Imam-imam Syi'ah Duabelas. Perbedaan mulai timbul pada Imam Ketujuh.

Syi'ah Zaidiah, yaitu pengikut Zaid Ibn Ali Zain Al-Abidin, mereka tidak menganut teori Imam Bersembunyi. Imam harus langsung memimpin umat. Jabatan Imam harus berasal dari keturunan Ali dan Fatimah. Demikian faham mereka. Syi'ah Zaidiah dalam sejarah membentuk kerajaan di Yaman dengan San'a sebagai ibu kota. Beberapa tahun yang lalu bentuk kerajaan ini dirobah menjadi republik, setelah terjadinya revolusi di negara itu.

Di samping ketiga golongan besar ini, masih ada golongan-golongan kecil seperti Syi'ah Saba'iah, pengikut Abdullah Ibn Saba', Syi'ah Al-Ghurabiah, Syi'ah Kisaniah, pengikut Al-Mukhtar Ibn Ubaid Al-Tsaqafi dan Syi'ah Al-Rafidah.

Jadi, persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah adalah persoalan politik. Teori politik yang pertama timbul dari perkembangan politik dalam sejarah Islam ialah mengenai jabatan Kepala Negara. Di zaman Nabi Muhammad jabatan itu mempunyai bentuk yang unik karena dalam diri Nabi terdapat dua kekuasaan, kekuasaan spirituil dan kekuasaan sekuler. Beliau sebagai Rasul secara otomatis menjadi Kepala Negara.

Siapa yang berhak menjadi Kepala Negara sebagai pengganti beliau dan bagaimana cara pengangkatannya, itulah yang menimbulkan perbedaan faham di bidang politik dalam Islam.

Kaum Khawarij berpendapat bahwa yang berhak untuk menjadi Kepala Negara ialah semua orang Islam dan cara penentuan dan mengangkatan ialah pemilihan. Syi'ah berpendapat bahwa hanya keturunan Ali yang berhak menjadi Kepala Negara dan hak itu bersifat turun-temurun. Ahli Sunnah berpendapat bahwa hak itu dimiliki oleh suku

Page 14: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Quraisy dan pengangkatannya ialah melalui pemilihan. Tetapi di samping itu ada pula yang menyetujui penentuan melalui keturunan.

Sementara itu timbul pula perbedaan faham tentang sifat dan kekuasaan Kepala negara. Syi'ah Duabelas dan Syi'ah Fatimiah berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad, sebelum beliau wafat, telah menentukan Ali sebagai penggantinya. Dalam istilah Syi'ah. Ali adalah wasi ( )

Nabi Muhammad, yaitu pengganti yang kepadaya dilimpahkan Nabi sepenuh kepercayaan. Wasi sesudah Ali adalah Hasan, kemudian Husein dan seterusnya cucu-cucu Nabi.Syi'ah Zaidiah berpendapat bahwa Imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya, tetapi hanya sifat-sifatnya. Sifat-sifat tersebut adalah sifat bagi Imam terbaik ( ),

Tetapi dalam pada itu pemuka yang tidak mencapai sifat terbaik boleh juga menjadi Imam. Kalau yang pertama disebut Imam afdal yang kedua disebut Imam mafdul ( ).

Page 15: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Menurut Al-Mawardi syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi Khalifah atau Imam, selain kesukuan Quraisy antara lain adalah sifat-sifat adil, berilmu, sanggup mengadakan ijtihad, sehat mental dan fisik, berani dan tegas. Imam dipilih oleh orang-orang yang berhak untuk memilih ().

Sifat-sifat yang diperlukan untuk menjadi pemilih adalah adil, mengetahui syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi Khalifah, dan kesanggupan untuk menentukan dengan bijaksana siapa yang berhak untuk menjadi Kalifah di antara calon-calan yang ada. Pemilih-pemilih itu disebut ahl al hal waal aqad ( )

Page 16: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

yaitu orang-orang yang dapat menentukan. Dengan mendapat bay'ah (pengakuan).Al-Ghazali, berpendapat, bahwa Khalifah tidak dapat dijatuhkan, walaupun Khalifah yang zalim. Al-Ghazali mementingkan ketertiban dalam masyarakat. Ibn Jama'a sama dengan Al-Ghazali, lebih mengutamakan ketertiban dalam masyarakat daripada pemerintahan yang zalim.

Al-Farabi dalam bukunya AI-Madinah AI-Fadilah ( )

Negara Terbaik menguraikan bahwa negara terbaik ialah negara yang dikepalai seorang Rasul. Tetapi karena zaman Rasul-rasul telah selesai, maka negara terbaik kelas dua ialah negara yang dikepalai oleh seorang filosof.Ibnu Sina berpendapat bahwa negara terbaik adalah Negara yang dipimpin Rasul dan sesudah itu negara yang dipimpin filosof, Khalifah harus orang yang ahli dalam soal hukum (Syari'ah) mementingkan soal spirituil dan moral rakyat, dan mesti bersikap adil.

Page 17: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

BAB VILEMBAGA-LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Islam dalam sejarah, mengambil bentuk negara. Sebagai Negara Islam sudah barang tentu harus mempunyai lembaga-lembaga kemasyarakataan seperti pemerintahan; hukum, pengadilan; polisi; pertahanan dan pendidikan.Masyarakat-masyarakat pada masa sejarah Islam, yaitu:

Orang Arab, yaitu masyarakat Islam yang pertama Mawali, yaitu gabungan orang-orang bukan Arab masuk Islam dengan salah satu

suku bangsa Arab.

Kaum Mawali dalam prakteknya mempunyai kedudukan lebih rendah dari orang Arab. Kedudukan Mawali yang lebih rendah itu di Persia pada akhirnya membawa kepada gerakan syu'ubiah, suatu gerakan yang dekat menyerupai gerakan nasionalisme dalam arti modern. Dengan gerakan syu'ubiah itu, orang-orang Persia ingin menonjolkan kebudayaan lama mereka kembali dan membuatnya mempunyai kedudukan yang sederajat dengan kebudayaan Arab.

Ahl al-zimmah ( )

yaitu pemeluk agama agama lain yang memilih tetap tinggal di bawah naungan Islam dengan membayar jizyah ( )

Page 18: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

yang dapat diartikan pajak naungan. Masyarakat dan daerah yang diatur negara Islam dimasa yang lampau, yaitu dibagi kedalam beberapa propinsi. Misalnya di zaman kejayaan Bani Usman (Kerajaan Ottoman) jumlah propinsi bertambah banyak dengan meluasnya daerah kekuasaan Islam ke benua Eropa.

Sebagaimana dalam Bab V, negara Islam dikepalai oleh seorang Khalifah, baik dalam bentuk Kepala Negara yang dipilih maupun dalam bentuk Raja yang jabatannya mempunyai sifat turun-temurun. Dalam menjalankan tugas pemerintahan, Khalifah dibantu oleh seorang wazir yang menjadi pembantu utama, penasehat dan tangan kanannya. Di bawah wazir terdapat beberapa diwan (departemen) umpamanya Diwan Al-Kharaj ( ),

Departemen Pajak Tanah, Bait Al-Mal / Departemen Keuangan, Diwan Al-Jaisy ( )

Page 19: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

(Departemen Pertahanan) dan lain sebagainya. Tiap Diwan dipimpin oleh seorang kepala. Rapat para Kepala Diwan diketuai oleh Wazir. Dengan demikian Wazir pada hakikatnya mempunyai kedudukan Perdana Menteri. Di samping Wazir terkadang terdapat pula Hajib (Kepala Rumah Tangga Istana).

Di ketika menurunnya prestise dan kekuasaan Khalifah di zaman Bani Abbas, pembesar yang berkuasa di pemerintahan pusat bukan lagi Wazir atau Hajib, tetapi Amir Al-Umara' (Kepala Panglima) atau Sultan.

Kepala Daerah pada mulanya diberi nama ‘Amil, dan kemudian lebih dikenal dengan nama Amir. 'Amil lebih banyak mempunyai tugas mengumpulkan zakat, sedangkan Amir adalah panglima. Selanjutnya juga dipakai kata Wali dan Hakim. Di tangan Kepala Daerah-lah terletak pemerintahan daerah dan karena komunikasi dengan ibu kota sulit, para Kepala Daerah mempunyai kekuasaan otonom yang bukan Kecil. dalam hubungan dengan pusat pemerintahan, tugas mereka yang terpenting adalah mengumpulkan zakat dan pajak untuk dikirimkan kepada Khalifah.

Dalam prinsipnya, Kepala Daerah diangkat atas putusan Khalifah, tetapi dengan berkurangnya kekuasaan Khalifah dan timbulnya dinasti-dinasti, pada mulanya di daerah-daerah yang jauh, tetapi kemudian juga di daerah-daerah yang dekat dengan Pusat, jabatan Kepala Daerah mempunyai sifat turun-temurun. Khalifah hanya memberikan pengakuan formil kepada mereka. Di antaranya ada yang tetap memakai titel Amir, tetapi ada pula yang mempergunakan gelar Sultan (seperti Dinasti Salahuddin dan Mamluk) dan Amir Al-Muslimin (seperti Dinasti Al-Murabit) di Afrika Utara.

Keuangan negara bersumber terutama pada kharaj, pajak yang dipungut atas tanah. Kharaj dikumpulkan oleh Kepala Daerah dan setelah memotong perbelanjaan yang diperlukan oleh daerahnya, sisanya dikirim ke pusat. Begitu pentingnya pajak ini sehingga di pemerintahan pusat terdapat suatu departemen khusus untuk mengurusnya, yaitu Diwan Al-Kharaj. Di samping kharaj adalagi zakat yang dibayar oleh warga negara yang beragama Islam, dan jizyah yang dipungut dari warga negara bukan Nam. Semua penghasilan itu dikumpulkan di Bait Al-Mal.

Page 20: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Penerimaan dan pengeluaran negara dikontrol oleh suatu departemen khusus yang diberi nama Diwan Al-Nafaqat ( )

atau Diwan Al-Azimmah ( ).

Hubungan antara pusat dengan daerah dan sebalikuya dilakukan dengan pos (al-barid - ).

Page 21: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Sistem pos ini dimulai oleh Mu'awiah dan berkembang di masa Bani Abbas, sehingga merupakan satu departemen yang diberi nama Diwan Al-Barid. Kepala Departemen ini disebut Sahib Al-Barid ( )

Berlainan dengan pos modern, Al-Barid pada umumnya mengurus korespondensi negara dan hanya sedikit mengurus korospondensi rakyat. Alat yang dipakai untuk pengangkutan adalah kuda, onta dan keledai. Untuk pengiriman sutat-surat dipakai juga burung dara. Al-Barid juga dipergunakan untuk mengangkut pasukan ke tempat yang mereka tuju dan pejabat-pejabat yang baru diangkat ke tempat kedudukannya.Sahib Al-Barid, di samping tugas mengurus pos negara, juga mempunyai tugas mengepalai urusan intelijen. Oleh karena itu nama lengkap dari Kepala Departemen Pos ini ialah Sahib Al-Barid wa Al-Akhbar ( )

Page 22: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Kepala Pos dan Intelijen.Sesuai dengan kedudukannya sebagai pengganti Nabi dalam mengurus soal duniawi umat, Khalifah bukan hanya merupakan Kepala Negara, tetapi juga Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Dalam fungsinya ini ia disebut Amir A1-Mu'minin ( ).

Jabatan-jabatan yang terdapat dalam Angkatan Darat ialah Amir (Jenderal), mengepalai unit yang berjumlah sepuluh ribu orang qa'id mengepalai seratus, khalifah mengepalai lima puluh dan 'arif memimpin sepuluh prajurit. Tentara tersusun dari harbiah (infantri), ramiah (pemanah) dan fursan (kavaleri),Dalam rombongan tentara terdapat pula insinyur, dokter, qadi atau hakim untuk mengurus soal pembagian harta perang, penunjuk jalan (raid) untuk mengurus soal perkemahan, penterjemah dan juru tulis.

Di samping Angkatan Darat, Kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau juga mempunyai Angkatan Laut.

Pendidikan dalam sejarah Islam pada mulanya diberikan di mesjid, tetapi kemudian di sekolah-sekolah yang disebut kuttab atau madrasah. Ini merupakan sekolah dasar di mana anak-anak diberi pelajaran membaca serta menghafal Al-Quran, riwayat hidup Nabi

Page 23: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Muhammad, nahwu, sharaf, berhitung dan menulis. Kalau sekolah serupa ini adalah untuk orang umum, Khalifah dan orang-orang kaya menggaji guru untuk memberi pelajaran pada anak mereka di istana atau di rumah.

Pendidikan tinggi dibentuk juga di lembaga-lembaga lain seperti Bait Al-Hikmah Di Coruova Abd Al-Ra.hman III mendirikan Universitas Cordova Untuk menampung Universitas itu Mesjid Besar Cordova diperbesar. Di tahun 972 M Mesjid Al-Azhar didirikan oleh Panglima Fatimi Jawhar Al- Saqilli di Cairo yang beberapa tahun kemudian dijadikan Universitas oleh Khalifah Al-Aziz (975 - 996 M). Sebagai diketahui sampai sekarang Al-Azhar masih ada dan altan merayakan ulang tahunnya yang keseribu dalam waktu dekat.

Pendidikan non-formil untuk dewasa diberikan di mesjid. Mesjid pada umumnya juga merupakan tempat kuliah di mana alim ulama mengajarkan tafsir, hadis, bahkan juga bahasa dan sastra Arab.

Selain dari madrasah dan mesjid, perpustakaan juga merupakan tempat mencari ilmu-pengetahuan. filosof. Perpustakaan-perpustakaan dipergunakan juga sebagai tempat diskusi.

Hukum yang dipakai dalam mengatur masyarakat di zaman Kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau bukan hanya hukum fikih, tetapi juga hukum sebagai diputuskan oleh Khalifah atau Sultan. Hukum ini kemudian diberi nama iradah saniyah. Adapula hokum yang dibuat oleh rapat Menteri dengan persetujuan Khalifah atau Sultan dan ini disebut qanun. Qanun mengurus soala-soal administrasi negara dan soal-soal yang mempunyai corak politik seperti pemberontakan, soal pemalsuan uang, pelanggaran hukum, dan sebagainya. Hukum dalam bentuk putusan Khalifah mengurus pertikaian-pertikaian yang biasa timbul setiap hari.

Qanun berkembang di zaman Kerajaan Usmani, terutama di bawah Sulayman I, sehingga ia terkenal dengan nama Sulayman Al- Qanuni. Di zaman Nabi Muhammad kekuasaan legislatif, exekutif dan judikatif terkumpul di tangan beliau.

Dalam penyelesaian perkara-perkara, kalau yang menyelesaikannya ialah Khalifah. Sultan atau Wazir sendiri, maka untuk itu diadakan hari tertentu setiap minggu di Istana; dan kalau yang menyelesaikannya ialah qadi atau nazir mazalim, maka siding diadakan tiap hari. Sidangnya biasanya mengambil tempat di mesjid.

Untuk menjaga keamanan dalam kota dan sebagainya diadakan lembaga kepolisian yang disebut syurtah. Kepalanya adalah sahib alsyurtah dan terkadang disebut juga sahib al-mu'unah atau wali. Tugasnya ialah mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan kriminil, memeriksa pelanggaran-pelanggaran hukum dan menghukum orang yang bersalah. Hukum yang dipakainya dalam hal ini ialah hukum adat setempat.

Berlainan dengan qadi, sahib al-syurtah mempunyai wewenang untuk mengadakan pemeriksaan di luar tempat sidang, umpamanya untuk memeriksa kejahatan kriminil

Page 24: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

yang betul-betul terjadi atau yang dilaporkan terjadi ataupun untuk memperoleh pengakuan dari tertuduh. Sahib al-syurtah dapat bertindak hanya atas pengaduan dari yang berkepentingan seperti pengaduan tentang pencurian perampasan, penipuan, perzinahan dan sebagainya.

Di samping sahib al-syurtah terdapat seorang muhtasib yang bertugas mengurus soal-soal pelanggaran hukum, yang bersifat lebih ringan dan pelanggaran ajaran-ajaran moral. Yang termasuk dalam bidang tugasnya adalah pelanggaran-pelanggaran mengenai timbangan dan ukuran, penipuan dalam penjualan, penolakan pembayaran hutang, soal riba, pelanggaran tentang minuman keras, permainan judi dan sebagainya. Dalam tugasnya termasuk juga soal pelaksanaan ibadat, seperti pengadaan shalat Jum'at, orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadan, janda yang tidak memperdulikan waktu iddahnya dan sebagainya. Juga termasuk dalam kekuasaannya soal kekejaman terhadap pembantu rumah, dan binatang piaraan seperti kuda yang kurang diberi makan tetapi diberi beban yang terlalu berat.

Di samping jabatan jabatan tersebut di atas masih ada lagi satu jabatan yang diberi nama mufti. Ahli-ahli hukum Islam selalu mendapat pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dari masyarakat. Jawaban yang diberikan ahli hukum itu disebut fatwa dan yang memberi jawaban itu sendiri disebut mufti. Ada mufti yang diangkat Khalifah atau Sultan dan dengan demikian timbullah jabatan mufti yang resmi dalam negara. Fatwa yang diberikan mufti inilah yang menjadi pegangan negara. Dalam sistem pemerintahan Kerajaan Usmani mufti resmi itu diberi gelar Syaikh Al-Islam. Kalau Syaikh Al-Islam mewakili Khalifah atau Sultan dalam melaksanakan wewenang agamawinya, Sadr Al-A'zam. Perdana Menteri, mewakili Kepala Negara dalam melaksanakan wewenang duniawinya.

Lembaga yang erat hubungannya dengan urusan sosial dalam Islam adalah wakaf. Wakaf mengandung arti penyerahan harta, biasanya dalam bentuk tanah, gedong, rumah dan sebagainya, oleh pemiliknya untuk keperluan-keperluan sosial seperti pembinaan dan pemeliharaan madrasah, rumah sakit, jembatan, asrama, persediaan air untuk umum dan sebagainya. Harta yang diwakafkan diurus oleh orang atau yayasan yang ditunjuk oleh pemberi wakaf dan penghasilan harta itulah yang dipergunakan untuk keperluan-keperluan sosial tersebut di atas. Sistem wakaf ini tersebar luas di iunia Islam di masa yang lampau dan sampai sekarang masih terdapat di beberapa negara. Administrasinya kemudian diambil oleh negara untuk itu diadakan Wizarah Al-Awqaf (Kementerian Urusan Wakaf). Di Mesir Wizarah Al-Awakaf inilah yang mengurus soal-soal mesjid, pembinaan serta pemeliharaannya, termasuk dalamnya soal pengangkatan dan gaji imam, muazzin dan pegawai mesjid lainnya. Universitas Azhar memperoleh keuangannya dari sistem wakaf ini, dan harta yang diwakafkan untuk Al-Azhar sanggup memberi sumbangan keuangan ataupun bea-siswa kepada para mahasiswa yang belajar di sana, dan mengirim tenaga-tenaga pengajar ke negara-negara Islam lainnya atas tanggungan Al-Azhar sendiri.

Untuk urusan kesehatan telah disebut di atas bahwa wakaf dipergunakan dalam mendirikan dan membiayai pemeliharaan rumah-rumah sakit. Dari semenjak semula dalam sejarah Islam rumah rumah sakit telah didirikan oleh berbagai Khalifah. Khalifah

Page 25: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

AlWalid (705 -715 M) memberi perintah kepada gubernur-gubernurnya untuk mendirikan rumah-rumah sakit di daerahnya. Bagdad di bawah Harun Al-Rasyid (786 - 809 M) telah mempunyai rumah sakit dan demikian pula Cairo, yang didirikan oleh Ibn Tulun pada tahun 872 M. Nama yang dipakai untuk rumah sakit waktu itu ialah kata Persia bimaristan. Rumah-rumah sakit mempunyai bahagian pria dan wanita.

Di antara rumah-rumah sakit itu ada yang mempunyai perpustakaan sendiri dan ada pula yang memberikan kursus ilmu kedokteran. Di rumah-rumah sakit Bagdad, dokter-dokter kepala dan ahli-ahli bedah memberi kuliah kepada mahasiswa untuk kemudian diuji dan diberi ijazah. Pelajaran diberikan bukan hanya dalam bentuk teori saja tetapi juga dalam bentuk praktikum.

Al-Maristan Al-Mansuri di Cairo yang didirikan oleh Sultan Mamluk Qalawun di tahun 1284 M, mempunyai gedung sekolah kedokteran, mesjid, bagian-bagian untuk berbagai macam penyakit seperti demam panas, disenteri dan sebagainya, laboratorium, apotek, tempat mandi dan lain-lain. Penghasilan wakaf yang disediakan untuk rumah sakit itu berjumlah satu juta dirham per tahun.

Di samping rumah-rumah sakit terdapat pula klinik-klinik yang berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk memberi pengobatan kepada masyarakat. Rumah-rumah sakit yang banyak terdapat di dunia Islam mempunyai pengaruhnya, melalui Perang Salib, terhadap pembentukan rumah-rumah sakit di Eropa. Ilmu kedokteran yang ada di dunia Islam pada waktu itu lebih tinggi dari ilmu pengobatan yang dilakukan di Eropa.

http://sitinurulhidayah.blogspot.com/2009/07/aspek-politik-dan-lembaga-lembaga.html

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PERIODE PERTUMBUHAN

DAN PERKEMBANGAN

A. Pendahuluan

Membicarakan lembaga-lembaga pendidikan Islam era awal, berarti melihat dari dekat berbagai komponen dan sistem serta metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan pada masa itu. Ditinjau dari kaca mata sejarah sebenarnya proses penciptaan lembaga pendidikan Islam tersebut sangatlah bersifat demokratis. Hal ini dapat kita lihat dalam proses penciptaan manusia pertama, misalnya Allah SWT telah melakukan dialog dan perdebatan lansung dengan makhluknya, yaitu Malaikat. Sebagai kopetensi dasar Allah ajarkan bagi Nenek Moyang kita Nabi Adam AS, bermacam-macam nama benda. Di saat dilakukan ujian komprehensif antara Malaikat dan Nabi Adam AS oleh Allah

Page 26: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

SWT, Nabi Adam pada waktu itu dinyatakan berhasil menguasai kopetensi dasar dibandingkan Malaikat.

Proses itu berlanjut, dilaksanakan oleh Allah dalam penyampaian wahyu kepada para Nabi dan Rasul-Nya di permukaan bumi ini. Walaupun pada saat itu, informasi data sejarah belum terungkap lembaga seperti apa yang digunakan oleh Allah di waktu itu. Tetapi proses yang dilaksanakan melalui lembaga pendidikan tersebut telah berhasil melakukan change of knowledge dan change of value kepada peserta didiknya, yaitu para Nabi dan Rasul.

Melalui makalah singkat ini kami akan mencoba membahas bagaimana latar belakang timbulnya lembaga pendidikan Islam serta lembaga-lembaganya seperti Shuffah, Kuttab, Halaqah, Masjid, Perpustakaan, Majlis, Rumah-rumah Ulama, Rumah Sakit dan Badiah ( Padang Pasir, dusun tempat tinggal Badui )

B. Latar Belakang Berkembangnya Lembaga Pendidikan Islam

Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah mewariskan nilai budaya Islam kepada generasi muda dan mengembangkannya sehingga mencapai dan memberikan manfaat maksimal bagi hidup dan kehidupan manusia sesuai dengan tingkat perkembangannya, pendidikan Islam masa ini berarti penanaman secara luas nilai dan kebudayanaan Islam agar tumbuh dangan suburnya dalam lingkungan yang lebih luas.

Masyarakat di luar Arab yang menerima Islam, pada umumnya telah hidup dalam suatu sistem budaya yang telah berkembang, melebihi perkembangan sistem budaya bangsa Arab pada masa turunnya Islam. Islam adalah agama fitrah, agama yang merupakan potensi dasar manusiawi dengan landasan petunjuk Allah. Pendidikan Islam berarti menumbuhkan dan mengembangkan porensi fitrah tersebut dan mewujudkan dalam sistem budaya manusia yang Islami pada masa pertumbuhan kebudayaan Islam, terjadi dialog yang seru antaraa prinsip-prinsip budaya Islami sebagimana yang terangkum dalam al- Quran dengan budaya yang telah berkembang pada masa itu. Bentuk konkritnya adalah timbulnya berbagai aliran dan mazhab dalam berbagai aspek budaya Islam.

Para sahabat mengalami masalah setelah nabi Muhammad saw wafat, seperti masalah siapa dan bagaimana menggantikannya. Sistim poitik dan kepemimpinan ini mengalami perubahan-perubahan pada masa-masa berikutnya dan berakhirnya dengan berhasilnya Muawiyah merebut kekuasaan dan memutuskan bahwa kekhalifahan adalah jabatan yang turun temurun.

Dengan berkembangnya sistim politik tersebut berkembang pula corak dan pola kehidupan masyarakat. Pola kehidupan lama oleh sebagian masyarakat ingin dipertahankan, sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang dihadapi oleh para sahabat.seperti timbulnya masalah-masalah hukum yang baru sifatnya sehingga mendorong para sahabat untuk menetapkan ketentuan hukum.

Page 27: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Berhadapan dengan pemikiran theologies dari agama Kristen yang sudah berkembang sebelum datangnya Islam, maka berkembang pula sistem pemikiran Islam. Timbul dalam Islam pemikiran yang bersifat theologies, yang kemudian dikenal dengan sebutan ilmu Kalam. Pada masa nabi Muhammad SAW pemikiran belum banyak berkembang, karena segala permasalahan bisa ditanyakan lansung kepada beliau. Setelah beliau wafat dan umat dan umat islam mengalami berbagai permasalahan baru, maka pemikiran-pemikiran tersebut mulai muncul dan berkembang.

C. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam sebelum Kebangkaitan Madarsah.

Pada dasarnya lembaga pendidikan Islam sebelum madrasah di masa klasik diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang diajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Atas dasar ini, lembaga pendidikan Islam klasik digolongkan kepada dua bentuk, yaitu lembaga formal dan nonformal, dimana yang pertama mengajarkan ilmu pengetahauan agama dan yang kedua mengajarkan pengetahuan umum, termasuk filsafat. Adapaun lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah pada masa klasik adalah sebagai berikut:

1. Shuffah.

Pada masa Rasulullah saw, shuffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktifitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi mereka pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal al Quran secara benar dan hukum Islam dibawah bimbingan lansung dari Nabi. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar dasar berhitung, kedokteran, astronomi, dan geologi.

2. Al Kuttab/ Maktab

Alkuttab merupakan lembaga pendidikan Islam yang terlama, alkuttab didirikan oleh orang Arab pada masa Abu Bakar, yaitu sesudah mereka melakukan penaklukan-penaklukan dan sesudah mereka mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang telah maju.

Menurut Asma Hasan Fahmi, dalam bukunya Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam, al Kuttab didirikan oleh seorang Arab untuk mengajarkan al Quran pada anank-anak. Di masa Nabi saw, karena perkembangan umat Islam yang semakin banyak belajar agama, termasuk anak-anak yang dikhawatirkan akan mengotori masjid, maka muncullah lembaga di samping masjid dengan sebutan al Kuttab.

Setelah Islam datang, bentuk dan fungsi Kuttab tidak mengalami perubahan. Pada awal Islam sampai pada era Khulafaur Rasyidin, secara umum dilakukan tanpa ada bayaran.

Di antara penduduk Mekkah yang mula-mula belajar menulis huruf Arab di Kuttab adalah Sofyan bin Umayyah bin Abdul Syams dan Abu Qais bin Abdul Manaf bin

Page 28: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Zuhroh bin Kilab. Keduanya belajar dari Basyr bin A. Malik yang mempelajarinya dari Hirah.

Sejak abad ke-8 M, kuttab mulai mengajarkan pengetahuan umum di samping ilmu agama Islam. Hal ini terjadi akibat perseteruan Islam dengan warisan budaya Helenisme sehingga banyak mengalami perubaahan dalam bidang kurikulum pendidikan Islam

Alkuttab memegang peranan pentung dalam kehidupan Islam karena mengajarkan al Quran bagi anak-anak dianggap satu hal yang amat perlu, sehingga kebanyakan para ulama berpendapat mengajarkan al Quran bagi anak-anak semacam fardu kifayah. Disamping itu Nabi sendiri menyatakan bahwa belajar itu sangat perlu, sehingga beliau mewajibkan tiap-tiap tawanan perang badar untuk mengajarkan dua belas orang anak-anak orang muslim sebagai ganti tebusan perang.

Kepandaian tulis baca dalam kehidupan sosial dan politik umat Islam ternyata memegang peranan penting, sejak masa Nabi Muhammad saw digunakan sebagai media komunikasi dakwah kepada bangsa-bangsa di luar bangsa Arab. Pada mulanya, di awal perkembangan Islam, Kuttab dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca, kemudian pada abad pertama hijriah mulai timbul jenis Kuttab, yang di samping memberikan pelajaran menulis dan membaca juga pokok-pokok ajaran agama.

3. Halaqah

Halaqah artinya lingkaran, yaitu proses belajar-mengajar dilaksanakan dimana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk lantai menerangkan, membacakan karangannya atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di Masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat. Oleh karena itu, halaqah ini dikelompokkan kedalam lembaga pendidikan Islam yang terbuka ilmu pengetahuan umum.

4. Majlis

Istilah majlis telah dipdakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam. Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar-mengajar. Pada perkembangan berikutnya di saat dunia pendidikan Islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi dimana aktivis pengajaran atau diskusi berlansung.

Seiring berkembangnya pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan sebagai transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya.

5. Masjid

Sejarah pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan Masjid, karena itu bila kita membicaarakan Masjid berarti kita membicarakan suatu tempat yang dipandang sebagai

Page 29: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

tempat yang asasi untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Lingkaran-lingkaran pelajaran telah diadakan di Masjid semenjak Masjid didirikan dan keadaan itu berjalan terus sepangjang masa, dengan tidak putus-putusnya diseluruh negri Islam.

Proses yang mengantar masjid sebagai pusat dan pengetahuan adalah karena masjid tempat awal pertama mempelajari ilmu agama yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar, hukum-hukum dan tujuan-tujuannya. Semenjak didirikan masjid di zaman Nabi saw, masjid telah menjadai pusat kegiatan dan informasi bebagai masalah kaum muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun social ekonomi

Kurikulum pendidikan di Masjid biasanya merupakan tumpuan memperoleh pejabat-pejabat pemerintahan, seperti Qadhi, Khatib dan Imam Masjid. Melihat antara Masjid dan kekuasaan hal ini dapat dikatakan bahwa Masjid merupakan lembaga pendidikan formal.

6. Rumah-rumah Para Ulama

Walaupun sebenarnya, rumah bukanlah tempat yang baik untuk memberikan pelajaran umum pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini pada umumnya disebabkan para ulama dan ahli ilmu yang bersangkutan tidak mungkin memberikan pelajaran di Masjid, sedangkan para pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu darinya.

Nabi Muhammad saw menjadikan rumah Arqam bin abi Arqam sebagai tempat berkumpul para sahabat dalam menyampaikan wahyu yang diterima dari Allah swt melalui malaikat Jibril, ini membuktikan bahwa rumah merupakan lembaga pendidikan pertama dalam islam.

7. Toko-toko Buku dan Perpusakaan

Pada permulaaan Bani Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab. Pada mulanya toko-toko buku tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-kitab yang tela ditulis dalam berbagai ilmu pengetahuan yang telah berkembang dimasa itu.

Kemudian toko-toko tersebut berkembang fungsinya bukan hanya sebagai tempat berjual beli kitab-kitab saja, tetapi juga merupakan tempat berkumpulnya para ulama, pujangga dan ahli ilmu pegetahuan lainnya, untuk berdiskusi, berdebat, bertukar fikiran dalam berbagai kajian Ilmiyah dan juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.

Di samping toko buku, perpustakaan juga memiliki peranan penting dalam kegiatan transmisi keilmuan Islam. Perpustakaan-perpustakaan dalam dunia Islam pada masa

Page 30: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

jayanya, menjadi aspek budaya yang penting, sekaligus sebagai tempat belajar dan sumber pengemban ilmu pengetahuan.

8. Rumah Sakit

Rumah Sakit pada zaman klasik bukan saja tempat merawat dan mengobati orang-orang yang sakit,tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan pengobatan dan perawatan.

Pada masa itu, penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan juga dilaksanakan sehingga ilmu kedokteran dan obat-obatan berkembang cukup pesat.

Rumah Sakit juga merupakan tempat pratikum dari sekolah-sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit, tetapi tidak jarang juga sekolah-sekolah kedokteran tersebut didirikan tidak terpisah dari rumah sakit. Dengan demikian ruah sakit dalam dunia islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan.

9. Badiah ( Padang Pasir, dusun tempat tinggal Badui )

Sejak berkembang luasnya Islam, bahasa Arab digunakan sebagai bahasa pengantar oleh bangsa-bangsa di luar bangsa Arab yang beragama Islam terutama di kota-kota yang banyak pencampuran dengan bahasa-bahasa lain, maka bahasa Arab berkembang luas, tetapi bahasa Arab cenderung kehilangan keaslian dan kemurniannya.

Oleh karen itu, badiah-badiah menjadi tempat pelajaran bahasa Arab yang asli dan murni. Sehingga banyak anak-anak Khalifah, Ulama-ulama, dan para Ahli Ilmu pengetahuan pergi ke badiah-badiah dalam rangka mempelajari ilmu bahasa dan kesastraan Arab. Dengan begitu, badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan.

D. Pengaruh Helenisasi Terhadap Perkembangan Pemikiran Islam

Helenisasi merupakan suatu proses perubahan peradaban, dari peradaban Barat ke peradaban Islam. Masyarakat yang berada di bawah naungan Kristen yang cenderung menolak ilmu pengetahuan dan budaya berfikir atau filsafat dan bapak-bapak gereja Kristen menggunakan perbahasa untuk kebencian mereka pada pengetahuan “ ketidaktahuan adalah sumber kesalahan” atas anjuran bapak-bapak gereja perpustakaan di bumi hanguskan, sekolah filsafat ditutup, pengajar diusir dan melarang orang-orang membaca karya para pengarang Yunani dan Romawi Kuno.

Para ilmuwan dianggap kafir dan keluar dari agama Masehi, mereka dihina disiksa, dan dihukum dengan berbagai macam hukuman, para wali gereja dilanda pelanggaran moral yang menolak jabatan-jabatan gereja diperoleh dengan tipu daya, kemarahan hati, kelonggaran, jadi bangsa barat mengalami masa kegelapan akibat doktrin gereja.

Sebagian ilmuan itu lari diri ke Asia dan menetap di Syiria, Irak dan Jazirah Arab. Di sana para ilmuan itu bebas mengajarkan ilmu dan filsafat Yunani. Saat dunia Barat

Page 31: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

berada pada masa kegelapan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan akibat dari doktrin gereja, dunia Islam sibuk melakukan pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat sehingga melahirkan peradaban yang bernilai tinggi. Hal ini didorong dari segi internal berupa ajaran Islam yang sangat mendorong umatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dimana wahyu pertama Nabi Muhammad adalah perintah Iqra’ yang menunjukkan bahwa ajaran Islam memberi perhatian yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Dan didorong dari segi eksternal diperoleh melalui kekeuatan system pendidikan yang integral dan dinamis, serta dorongan dari para penguasa dengan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan oleh para ilmuan dalam mengembangkan teori-teorinya bahkan menghargai temuan-temuan para ilmuan dengan harga yang sangat tinggi.

Dengan adanya helenisasi ini sangat menguntungkan bagi pendidikan Islam, adanya transfer ilmu pengetahuan memajukan umat Islam dari bangsa barat.

Kurikulum yang diajarkan pada lembaga pendidikan Islam pada periode awal hanyalah ilmu agama. Namun setelah adanya persentuan dengan peradaban helenisme, maka pelajaran yang ditawarkan tidak hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti filsafat, matematika dan kedokteran. Atas dasar ini, lembaga pendidikan Islam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan informal. Lembaga pendidikan yang informal biasanya menawarkan pelajaran umum sementara yang formal, tidak.

Di sini tampak bahwa ketika itu telah muncul pandangan dikotomi antara pengetahuan umum dan agama di lingkungan lemb

aga pendidikan Islam. Hal ini terjadi sebagai akibat perseteruan antara Islam dan peradaban helenisme. Pandangan dikotomi tersebut masih berlansung hingga sekarang. Padahal, Islam tidak mengenal adanya perbedaan antara ilmu agama dengan ilmu umum. Bahkan sebaliknya, puncak sejarah dan peradaban Islam justru terjadi ketika menyatunya pengetahuan agama dengan pengetahuan umum

E. KESIMPULAN

Keberadaan lembaga pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap zaman, muncul, tumbuh, mengakar dari dalam masyarakat. Salah satunya adalah lembaga pendidikan Islam. Muncul setelah Allah memberikan amanah kepada Nabi Muhammad saw di Gua Hira, ditandai dengan turunnya surat al Alaq ayat 1-5. Tuntutan wahyu pertama ini menghendaki manusia pada waktu itu harus melakukan proses pendidikan dan pembelajaran.

Instruksi Allah tersebut dilaksanakan oleh Muhammad Rasulullah dengan mengumpulkan para sahabatnya di rumah Arqam bin Arqam sekaligus lansung bertindak sebagai Mudarris. Maka berlansunglah institusi lembaga pendidikan Islam pertama dalam Islam, kemudian dikembangkan dalam bentuk Kuttab Shuffah, Halaqah, Masjid,

Page 32: Aspek Politik Dan Lembaga2 Kemasyarakatan

Perpustakaan, Majlis, Rumah-rumah Ulama, Rumah Sakit dan Badiah (Padang Pasir, dusun tempat tinggal Badui)

F. SARAN

Hanya Allah Yang Maha Sempurna. Kami dari penulis mengharapkan masukan, kritikan ataupun saran dari para pembaca, karena walau bagaimanapun penulis adalah makhluk yang lemah dan juga untuk kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Asrohah, Hanum, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Logos,1999

Fahmi, Asma Hasan, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1979

Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali press, 2004

Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana,2007

Salabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintag, 1973

Zuharaini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1997