BAB
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit Spina Bifida atau nama lainya sumbing tulang belakang
ialah salah satu penyakit yang banyak menyerang bayi. Penyakit ini
menyerang medula spinalis dimana ada suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau
beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh
dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab
utama dari penyakit ini masih belum jelas. 4,5 dari 10.000 bayi
yang lahir di belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi
setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut butuh perawatan medis intensif
sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh kaki, dan
dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.1.2 Rumusan
masalah
1. Apa yang dimaksud dengan spina bifida?
2. Bagaimana patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan dignostik dan penatalaksanaan dari spina bifida
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita spina bifida?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi spina bifida2. Mengetahui
dan memahami patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan
diagnostik, dan penatalaksanaannya.
3. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi medula spinalis
Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat.
Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong
dan agak melebar yang disebut conus terminalis atau conus
medullaris. Terbentang dibawah conu terminalis serabut-serabut
bukan syaraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan
ikat.Terdapat 31 pasang syaraf spinal: 8 pasang syaraf servikal, 12
Pasang syaraf Torakal, 5 Pasang syaraf Lumbal, 5 Pasang syaraf
Sakral dan 1 pasang syaraf koksigeal. Akar syaraf lumbal dan sakral
terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap pasangan syaraf
keluar melalui Intervertebral foramina. Syaraf Spinal dilindungi
oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan
CSF.
MENINGENSPINAL Meningen Spinal terdiri atas tiga lapis yaitu:
Dura mater, arachnoid dan piamater. Duramater yang merupakan
lapisan yang kuat, Membran fibrosa, Bersatu dengan filum terminale.
Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh darah, nyambung dengan
medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan duramater disebut
dengan epidural yang merupakan area yang mengandung banyak pembuluh
darah dan lemak. Rongga antara duramater dengan arachnoid disebut
dengan subdural. Sub dural tidak mengandung CSF. Rongga antara
Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini
terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar
syaraf
CAIRAN SEREBRO SPINAL Cairan Serebro Spinal merupakan Cairan
bening hasil ultrafiltrasi dari pembuluh darah di kapiler otak.
Cairan ini selalu dipertahankan dalam keadaan seimbangan antara
produksi dan reabsorpsi oleh pembuluh darah. CSF engandung air,
protein dalam jumlah kecil, oksigen dan karbondioksida,
Na,K,Ca,Mg,Cl, glukosa, Sel darah putih dalam jumlah kecil, dan
material organik lainnya.
Struktur Internal Terdapat substansi abu abu dan substansi
putih. Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi
bagian luarnya oleh substansi putih. Terbagi menjadi bagian kiri
dan kanan oleh anterior median fissure san median septum yang
disebut dengan posterior median septum.Keluar dari medula spinalis
merupakan akar ventral dan dorsal dari syaraf spinal. Substansi
abu-abu mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson
tak bermyelin, syaraf sensoris dan motoris dan akson terminal dari
neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan terdiri
dari tiga bagian yaitu: anterior, posterior dan Comissura abu-abu.
Bagian Posterior sebagai input /afferent, anterior sebagai
Output/efferent, comissura abu-abu untuk refleks silang dan
substansi putih merupakan kumpulan serat syaraf bermyelin.
PERAN MEDULA SPINALIS1. Pusat prosesing data2. Jalur sensoris3.
Sistem piramidal dan ekstrapiramidalREFLEKS SPINAL Refleks
merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus
internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang
dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan
refleks somatis dan Refleks yang melibatkan otot polos, otot
jantung atau kelenjar disebut refleks otonom atau visceral.2.2
Definisi
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada
arkus pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen
syaraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio
(Chairuddin rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu
ke empat masa embrio. Derajat dan lokasi defek bervariasi, pada
keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu
atau lebih daari satu arkus paskaerior vertebra pada daerah lumbo
sacral. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya
columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini
berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba
neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu
sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya
belum diketahui dengan jelas.
Beberapa jenis spina bifida :
1. Spina Bifida Okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa
vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan
selaputnya (meningens) tidak menonjol. Spina bifida okulta
merupakan cacat arkus vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior
lamina vertebralis dan seringkali tanpa prosesus spinosus, anomali
ini paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi dapat melibatkan
bagian kolumna vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus
vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit dan jaringan subkutan
diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut abnormal,
telangietaksia atau lipoma subkutan. Spina bifida olkuta merupakan
temuan terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20% pemerikasaan
radiografis tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi
mengalami cacat perkembangan medula dan radiks spinalis fungsional
yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang
kecil pada arkus pascaerior2. MyelomeningokelMyelomeningokel ialah
jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda
spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak
kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk
mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan
tesebut. Jika pada tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot
atau extremitas, maka fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal
bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang
paling sering dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi
yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus,
akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.3. Meningokel
Meningokel melibatkan meningen, yitu selaput yang bertanggung
jawab untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang.
Jika Meningen mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil,
cincin-seperti tulang yang membentuk tulang belakang), kantung
disebut Meningokel. Meningokel memiliki gejala lebih ringan
daripada myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari
tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol
melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan
berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya
meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal.
Meningokel seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat
tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya
mempunyai kemempuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran
kencing ataupun kolon.
2.3 Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trisemester pertama kehamilan, penyebabnya
karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga
bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah
kembali. Prosesnya bermula ketika perkembangan awal dari embrio
mengalami kelainan kongenital dimana hal ini akan mempengaruhi
kegagalan penutupan elemen syaraf dari kanalis spinalis sehingga
terjadi defek pada arkus pascaerior tulang belakang dan terjadi
kegagalan fungsi arkus pascaerior vertebra pada daerah lumbosakral
maka terjadilah penyakit yang dinamakan spina bifida. Spina bifida
sendiri ada tiga jenis yaitu oculta, meningokel dan aperta
(myelomeningokel). Pada tipe okulta dan meningokel akan terjadi
paralisis spastik dan peningkatan TIK yang akan beresiko pada
herniasi dan defisit neurologis. Pada myelomeningokel justru lebih
parah lagi dimana terlibatnya struktur syaraf dalam spina bifida
tersebut yang juga dapat menyebabkan defisit neurologis. Kesemuanya
dapat menyebabkan paralisa visera, motorik dan sensorik yang pada
akhirnya akan berakibat pada hambatan mobilitas fisik.2.4
Etiologi
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat
dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal
kehamilan. Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada
penderita spina bifida (diagnosa banding) :a. Hidrocephalus
b. Siringomielia
c. Dislokasi pinggul
Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah
:
1. Terhentinya proses pembentukan tuba neural karena penyebab
tertentu
2. Adanya tekanan yang berlebih dikanalis sentralis yang baru
terbentuk sehingga menyebabkan ruptur permukaan tuba neural
3. Adanya kerusakan pada dinding tuba neural yang baru terbentuk
karena suatu penyebab.
4. Beberapa bukti menunjukkan bahwa gen mungkin memainkan peran,
tapi dalam banyak kasus tidak ada hubungan kekeluargaan.
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan
berbahaya) dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina
bifida.Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat
keluarga dengan defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak
dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila sebelumnya pernah
melahirkan anak spina bifida. Demam tinggi selama kehamilan dapat
meningkatkan kemungkinan seorang wanita memiliki bayi dengan spina
bifida. Wanita dengan epilepsi yang telah mengambil obat asam
valproic untuk mengontrol kejang mungkin memiliki peningkatan
risiko memiliki bayi dengan spina bifida.
2.5 KomplikasiTerjadi pada salahsatu syaraf yang terkena dengan
menimbulkan suatu kerusakan pada syaraf spinal cord, dengan itu
dapat menimbulkan suatu komplikasi tergantung pada syaraf yang
rusak. Komplikasi spina biida diantaranya:a. Hodrosefalus
b. Kelumpuhan
c. Kerusakan ginjal
d. Sulit mengendalikan defekasi
e. Kekakuan sendi
f. Infeksi2.6 Manifestasi klinisGejalanya bervariasi, tergantung
kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan saraf yang
terkena. Gejalanya berupa:
Secara umum :a. Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan
dengan abnormalitas upper spine (Arnold Chiari malformation) yang
menyebabkan masalah koordinasi.b. Deformitas pada spine, hip, foot
dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan otot dan fungsi.
c.Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk
merelakskan secara volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine
pada bladder dan feses pada rektum..
d.Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen
dapat normal bila hirosefalus di terapi dengan cepat.e.Anak-anak
dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal cord.
Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat
bergerak naik atau turun secara normal. Keadaan ini menyebabkan
deformitas kaki, dislokasi hip atau skoliosis. Masalah ini akan
bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan tethered cord akan
terus teregang.f.Obesitas oleh karena inaktivitas.
g. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan
karena kelemahan atau penyakit pada tulang.h.Defisiensi growth
hormon menyebabkan short statue.
i.Learning disorder.
j. Masalah psikologis, sosial dan seksual.
k.Alergi karet alami (latex).
l.Penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada
bayi baru lahir Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus
cahaya.m. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki. n.
Penurunan sensasi. o. Inkontinensia urine, maupun inkontinensia
tinja.p. Korda spinalis yang terkena, rentan terhadap infeksi
(meningitis).2. Secara khusus berdasarkan tipe :a. Spina bifida
okulta (tersembunyi)
Merupakan spina bifida yang paling ringan, hanya ditandai oleh
bintik, tanda lahir merah anggur, atau ditumbuhi rambut Satu atau
beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda
spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
b. Meningokel
Meningen menonjol melalui medula spinalis, membentuk kantung
yang dipenuhi dengan CSF. Anak tidak mengalami paralise dan mampu
untuk mengembangkan kontrol kandung kemih dan usus. Terdapat
kemungkinan terjadinya infeksi bila kantung tersebut robek dan
kelainan ini adalah masalah kosmetik sehingga harus dioperasi
c. Mielomeningokel
Jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejalanya
berupa:
1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah
pada bayi baru lahir.
2. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
3. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
4. Penurunan sensasi.
5. Inkontinensia urin maupun inkontinensia tinja.
6. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi
(meningitis)2.7 Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik.Pemeriksaan dan Tes :a. Pada prenatal tes diukur tingkat
maternal serum alpha-fetoprotein (MSAP atau AFP). b. Didapatkan
hasil tinggi pada wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida
(85%) atau defek neural tube lainnya.
c. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu
jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan
adanya spina bifida.
d. Tes ini disebut juga triple screen yang terdiri dari
pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.Pada evaluasi anak
dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik,
riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat
melahirkan.Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi,
deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang
lebih besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan
belajar.Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan
tulang belakang, skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan
abnormalitas tulang lainnya. USG tulang belakang bisa menunjukkan
adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra dan lokasi
fraktur patologis. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus
dan MRI tulang belakang untuk memberikan informasi pada kelainan
spinal cord dan akar saraf.2.8 Faktor yang mempengaruhi tumbuh
kembang
1. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di
dalam sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan
pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur
pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor
genetik adalah sebagai faktor bawaan yang normal dan patologik,
jenis kelamin, suku bangsa,. Potensi genetik yang bermutu jika
berinteraksi dengan lingkungan secara positif akan dicapai hasil
akhir yang optimal. Faktor herediter, sebagai faktor yang sudah
dipastikan.75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat
dominan, contohnya:
a. Mutasi gen.
b. Kelainan kromosom
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau
tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang baik memungkinkan potensi
bawaan tercapai, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya.
Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial yang
mempengaruhi individu setiap hari mulai dari konsepsi sampai akhir
hayat, antara lain :
a. Faktor usia ibu
b. Obat-obatan :
Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin,
Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen,
Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit.
Antineoplastik, Kortikosteroid
c. Nutrisi
d. Penyakit : infeksi Sifilis, virus rubella
e. Radiasi
f. Stres emosional
g.Trauma (trimester pertama)
3.Faktor psikososial : Respon orang tua terhadap bayi/anak :
a. Rasa bersalah
b. kemampuan membuat keputusan tentang pengobatan/ tindakan
segera
c. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan yang lain.Pertumbuhan
dan Perkembangan selama masa bayi :FisikMotorik kasarMotorik
halus
Penambahan berat badan 150 sampai 210 gr setiap minggu selama 6
bulan pertama. Penambahan tinggi badan 2,5 cm setiap bulan selama 6
bulan pertama.
Peningkatan lingkar kepala sebesar 1,5 cm setiap bulan selama 6
bulan pertama.
Ada refleks primitif dan kuat
Refleks mata boneka dan refleks dansa menghilang.
Pernafasan hidung harus terjadi.Memilih posisi fleksi dengan
felvis tinggi tetapi lutut tidak dibawah abdomen bila
telengkup.
Dapat memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain bila
telengkup.Mengalami head lag yang nyata, khususnya bila menarik
kepala dari posisi berbaring ke posisi duduk.
Menahan kepala sebentar secara faralel dan dlam garis tengah dan
tertahan dlam posisi telengkup.
Menunjukan refleks leher tonik asimetris bila telentangBila
menahan dalam posisi berdiri, tubuh lemas pada lutut dan
panggulTangan tertutup secara umum.
Refleks menggenggam kuat.Tangan mengatup pada kontak dengan
mainan.
2.8 Penatalaksanaan dan pencegahanPenatalaksanaan dengan
terapi
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan
koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah
saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim
terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi
sosial worker dan lain-lain.
1) Urologi Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder
dimulai saat periode neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan
utamanya adalah :
a. Mengontrol inkotinensiab. Mencegah dan mengontrol infeksi
c. Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20
cc dan kebanyakan anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean
intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi
konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat
dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral
reimplantasi, bladder augmentation, atau suprapubic
vesicostomy.
2. Orthopedi Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas
spine dengan koreksi yang terbaik dan mencapai anatomi alignment
yang baik pada sendi ekstremitas bawah.Dislokasi hip dan pelvic
obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi
skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee
brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk
memperbaiki deformitas tulang belakang.Imbalans gaya mekanik antara
hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi
ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang
displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik
harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor
tenodesis atau transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas
claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis,
triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada
jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.3.
Rehabilitasi MedikSistem MuskuloskeletalLatihan luas gerak sendi
pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya
untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan
dilakukan pada otot yang lemah, otot partial inervation atau
setelah prosedur tendon transfer.
4. Perkembangan MotorikStimulasi motorik sedini mungkin
dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.
5. AmbulasiAlat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada
umur 12 18 bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan
skoliosis.Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal
gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi
dengan aktif.HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip
disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi
lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak.Penggunaan kursi roda
dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat
diharapkan melakukan ambulasi.
Gambar 3: Reciprocal gait orthosis (RGO)
Bowel trainingDiet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu
feses lebih lunak dan berbentuk sehingga mudah dikeluarkan.
Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan
menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak
duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan
mengosongkan fesesStimulasi digital atau supositoria rektal
digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener
digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.Penatalaksanaan
medis:
1)Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan
untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih
serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.2)
Terapi fisik.
Kegunaan :
a) Dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot.
b)Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran
kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik.
c)Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan
penekanan lembut diatas kandung kemih.
d)Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa
membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
e)Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka
tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun
terapi fisik
f)Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya
gangguan fungsi yang terjadi
g)Kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan
menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan
Pencegahan
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan
mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita
harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini
terjadi sangat dini.Kepada wanita yang berencana untuk hamil
dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 400 mcg/hari.
Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
2.10 Asuhan Keperawatan pada Spina Bifida
A. Pengkajian1. Pengumpulan Dataa. Orang tua klien mengungkapkan
cemasb. Orang tua klien meminta informasi tentang tindakan yang
dilakukanc. Orang tua klien sering bertanya tentang penyakit
anaknyad. Orang tua tampak gelisahe. Klien tidak dapat mengerakkan
kakinyaf. Tampak penonjolan seperti kantung di punggung tengah
klieng. Orang tua klien mengeluh anaknya terus berkemih dalam
jumlah besarh. Enuresisi. Diurnalj. Nokturnal2. Klasifikasi
DataData SubyektifData Obyektif
1. Orang tua klien mengungkapkan cemas2. Orang tua klien
mengeluh anaknya terus berkemih dalam jumlah besara. Enuresisb.
Diurnalc. Nokturnald. Orang tua klien meminta informasi tentang
tindakan yang dilakukane. Orang tua klien sering bertanya tentang
penyakit anaknyaf. Orang tua tampak gelisahg. Klien tidak dapat
mengerakkan kakinyah. Tampak penonjolan seperti kantung di punggung
tengah klien
3. Analisa DataNoSymptomEtiologiProblem
1DS :Orang tua klien mengeluh anaknya terus berkemih dalam
jumlah besarDO :EnuresisDiurnalNokturnalPenonjolan dari korda
spinalis dan akar sarafPenurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh
yang dipersarafiKetidakmampuan mengontrol pola
berkemihInkontinensia UrinInkontinensia Urin
DS : Klien mengungkapkan cemasDO : Orang tua klien meminta
informasi tentang tindakan yang dilakukanOrang tua klien sering
bertanya tentang penyakit anaknyaOrang tua tampak
gelisahPenurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang
dipersarafiOrangtua cemasKurang terpajan informasiKurang
PengetahuanKurang Pengetahuan
3DS : -DO : -Penurunan/gangguan fungsi pada bagian tubuh yang
dipersarafiKelumpuhan/kelemahan pada ekstremitas
bawahImmobilisasiResiko Kerusakan Integritas KulitResiko Kerusakan
Integritas Kulit
4. DS: -
DO: -Spinal malformation
luka operasi dan shunt
Risiko tinggi infeksiRisiko tinggi infeksi
5DS: -
DO: -Kebutuhan positioning dan perpisahan defisit
stimulasiGangguan pertumbuhan dan perkembangan Gangguan pertumbuhan
dan perkembangan
6DS: -
DO: -Lesi spinalPositioning yang salah
Risiko tinggi trauma Risiko tinggi trauma
7DS: -
DO: -Peningkatan intra kranial (TIK)
Resiko tinggi cedera Resiko tinggi cedera
B. Diagnosa Keperawatan1. Inkontinensia urin berhubungan dengan
ketidakmampuan mengontrol keinginan berkemih, yang ditandai dengan
:2. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan
penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan
informasi, yang ditandai dengan :3. Resiko terjadinya kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.4. Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan b.d kebutuhan positioning, defisit
stimulasi dan perpisahan
5. Risiko tinggi infeksi b.d spinal malformation, luka operasi
dan shunt
6. Risiko tinggi trauma b.d lesi spinal
7. Resiko tinggi cedera b.d peningkatan intra kranial (TIK)
C. Intervensi Keperawatan1. Inkontinensia urin berhubungan
dengan ketidakmampuan mengontrol keinginan berkemihTujuan:
Inkontinensia urin dapat berkurang/teratasi dengan kriteria:
Kriteria Hasil:
a) Enuresis, diurnal dan nokturnal berkurang/tidak adab) Klien
berkemih dalam jumlah dan frekuensi yang normalIntervensi:1. Kaji
pola berkemih dan tingkat inkontinensia klien Rasional : Sebagai
data dasar untuk intervensi selanjutnya2. Berikan perawatan pada
kulit klien yang basah karena urin (dilap dengan air hangat
kemudian dilap kering dan diberi bedak)Rasional : Perawatan yang
baik dapat mencegah iritasi pada kulit klien3. Anjurkan ibu klien
untuk sering memeriksa popok klien, jika basah segera
digantiRasional :Popok yang selalu basah dapat menimbulkan iritasi
dan lecet pada kulit4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
obat (misalnya: Antikolinergik)Rasional :Obat antikolinergik
diperlukan untuk menghilangkan kontraksi kandung kemih tak
terhambat.2. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit
dan penanganan penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan
informasiTujuan: Orang tua klien dapat memahami proses penyakit dan
prosedur penanganan penyakit anaknya Kriteria Hasil : a) Orang tua
klien tampak tenangb) Orang tua klien dapat menjelaskan proses
penyakit dan prosedur penanganan penyakit anaknya Intervensi:1.
Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit
dan penanganan penyakit anaknyaRasional : Sebagai data dasar dalam
emnentukan intervensi selanjutnya2. Berikan kesempatan kepada orang
tua klien untuk bertanyaRasional :Memberikan jalan untuk
mengekspresikan perasaannya dan mengetahui pemahaman orang tua
klien tentang penyakit anaknya3. Jelaskan dengan baik kepada orang
tua tentang proses penyakit dan prosedur penanganannya Rasional
:Menigkatkan pemahaman orang tua klien tentang penyakitnya
anaknya4. Berikan dukungan positif kepada orang tua klienRasional
:Dukungan yang positif dapat memberikan semangat kepada orang tua
untuk menerima penyakit anaknya dan membantu proses perawatan.3.
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasiTujuan: Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria Hasil : a. Kulit tampak halus dan lembutb) Tidak ada
iritasi/lecet, dekubitusIntervensi:1. Kaji tingkat keterbatasan
gerak (immobilisasi) klien Rasional :Sebagai data dasar untuk
intervensi selanjutnya2. Rubah posisi klien setiap dua jam Rasional
:Penekanan yang lama pada salah satu bagian tubuh dapat menyebabkan
terjadinya dekubitus3. Jaga pakaian dan linen tetap keringRasional
:Pakaian dan linen yang basah dapat mengiritasi kulit4. Ajarkan
pada orang tua klien untuk memassage daerah yang tertekan, gunakan
lotionRasional :Memperlancar peredaran darah, meningkatkan
relaksasi dan mencegah iritasi4. Risiko tinggi infeksi b.d spinal
malformation, luka operasi dan shunt
Ganguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan
intrakranial
Tujuan :
a) Anak bebas dari infeksi
b) Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
a) Suhu dan TTV normal
b) Luka operasi, insisi bersih
Intervensi :1. Monitor tanda-tanda vital. Observasi tanda
infeksi : perubahan suhu, warna kulit, malas minum , irritability,
perubahan warna pada myelomeingocele.
Rasional : Untuk melihat tanda-tanda terjadinya resiko
infeksi
2. Ukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi
fontanel dari cembung dan palpasi sutura cranial
Rasional: Untuk melihat dan mencegah terjadinya TIK dan
hidrosepalus
3. Ubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka infeksi pada kepala
(dekubitus)
4. Observasi tanda-tanda infeksi dan obstruksi jika terpasang
shunt, lakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt
tidak tertekan
Rasional: Menghindari terjadinya luka infeksi dan trauma
terhadap pemasangan shunt.5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
b.d kebutuhan positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan : Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
a) Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
b) Bayi / anak tidak menangis berlebihan
c) Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat
untuk bayi / anaknya
Intervensi
1. Ajarkan orangtua cara merawat bayinya dengan memberikan
terapi pemijatan bayi
Rasional: Agar orangtua dapat mandiri dan menerima segala
sesuatu yang sudah terjadi
2. Posisikan bayi prone atau miring kesalahasatu sisi
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka infeksi dan tekanan
terhadap luka
3. Lakukan stimulasi taktil/pemijatan saat melakukan perawatan
kulit
Rasional: Untuk mencegah terjadinya luka memar dan infeksi yang
melebar disekitar luka
6. Risiko tinggi trauma b.d lesi spinal
Tujuan : Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi
spinal
Kriteria Hasil:
a) Kantung meningeal tetap utuh
b) Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi :1. Rawat bayi dengan cermat
Rasional: Untuk mencegah kerusakan pada kantung meningeal atau
sisi pembedahan
2. Tempatkan bayi pada posisi telungkup atau miring
Rasional: Untuk meminimalkan tegangan pada kantong meningeal
atau sisi pembedahan
3. Gunakan alat pelindung di sekitar kantung ( mis : slimut
plastik bedah)
Rasional: Untuk memberi lapisan pelindung agar tidak terjadi
iritasi serta infeksi
4. Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (mis : memberi makan,
member kenyamanan)
Rasional: Mencegah terjadinya trauma
7. Resiko tinggi cedera b.d peningkatan intra kranial (TIK)
Tujuan : pasien tidak mengalami peningkatan tekanan
intrakranial
Kriteria Hasil : anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan
TIK
Intervensi:
1. Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan
TIK
Rasional: Untuk mencegah keterlambatan tindakan
2. Lakukan pengkajian Neurologis dasar pada praoperasi
Rasional: Sebagai pedoman untuk pengkajian pascaoperasi .3.
Hindari sedasi
Rasional: Karena tingat kesadaran adalah pirau penting dari
peningkatan TIK
4.Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan
harus memberitahu
Rasional: Praktisi kesehatan untuk mencegah keterlambatan
tindakan.BAB 3PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek
pada arkus pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan
elemen syaraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio
(Chairuddin rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu
ke empat masa embrio. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan
dan gangguan fusi tuba neural serta penyebabnya tidak diketahui
secara pasti.2. Spina bifida dibedakan menjadi Spina Bifida Okulta,
Myelomeningokel dan meningokel.
3. Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada
myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar dari tulang
pelindung, Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai
kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing
ataupun kolon. Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang
kompleks dan paling berat. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis
spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam
dan di sekitar otak.4. Penatalaksanaan yang tepat pada asuhan
keperawatan diiperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan
penyakit yang dialami oleh pasien.4.2 Saran dan Kritik
1. Pada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat sebanyak 400 mcg/hari. Kebutuhan asam folat
pada wanita hamil adalah 1 mg/hari. Untuk pencegahan dini penyakit
spina bifida.
2. Kenali tanda dan gejala awal penyakit spina bifida pada bayi
untuk menghindari komplikasi lebih lanjut.3. Penatalaksanaan pada
penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari
spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi
dan lain-lain untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit.DAFTAR
PUSTAKAhttp://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/02/medula-spinalis-dan-syaraf-spinal.html.12
Nov 2009.http://amazingtime.blogspot.com/.11 Nov
20909http://bedahumum.wordpress.com/2009/02/21/tindakan-menutup-kebocoran-likuor-pada-spina-bifida-2/.
11 Nov 2009Muttaqin,Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatanpada
Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba
Medika
Molnar GE, Murphy KP, Spina Bifida In: Pediatric Rehabilitation,
3rd ed, Hanley &
Helfus Inc, Philadelphia:p219-40
Foster MR. Spina
Bifida..http://www.emedicinehealth.com/spina_bifida.Downloaded at
11/11/07. 09:12
Spina Bifida. http://naya.web.id/2007/01/25/spina-bifida/
Downloaded at 11/11/07. 11:13
Spina Bifida.
http://www.mayoclinic.com/health/spina-bifida/DS00417/DSECTION=2
Downloaded at 11/11/07. 12:42
RGO Introduction http://www.centerfororthoticsdesign.com/
isocentric_rgo /index.html. Downloaded at 14/11/07.11:12
Spina Bifida Association. Toilet Training the Child with Spina
Bifida. Toilet Training the Child with Spina Bifida.Downloaded at
11/4/07. 02:07
Southwest Institute for Families and children with special
needs. Spina Bifida. www.hrtw.org/tools/pdfs/spina_bifida.pdf
.Downloaded at 11/4/07. 04:27
Spina Bifida.
http://www.wrongdiagnosis.com/s/spina_bifida/prognosis.htm.
Downloaded at 04/12/07. 10:16Gambar 1: Penampang berbagai macam
spina bifida
Gambar 2: Jenis-jenis spina bifida dan perbedaannya (A) Spina
bifida oculta,
(B) Meningokel, (C) Meningomielokel
Gambar 3: