Top Banner
‘’ Pada Bayi/Anak Dengan Gangguan Sistem Hematologi HIV & AIDS ’’ D I S U S U N Oleh : Kelompok III : SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI D.III KEPERAWATAN Nama : 1. Gunawan Ziraluo 2. Junaidi Simamora 3. Putra Chaniago 4. Hendra Setiawan Siregar 5. Crismes Siahaan 6. SriWahyuni Dakhi 7. Imeria Gulo 8. Melina Gulo 9. MetaSusila Dakhi 10. Delina Lase 11. Emiria Harefa 12. Ronald Pasaribu Jurusan : Akper Tingkat II Semester IV MK. : KEPERAWATAN ANAK Dosen : NS RONALD SAGALA, Skep
33

ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

Dec 15, 2015

Download

Documents

Ronald Sagala

STIKes Nauli Husada Sibolga
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

‘’ Pada Bayi/Anak Dengan Gangguan Sistem Hematologi HIV & AIDS ’’

D

I

S

U

S

U

N

Oleh :Kelompok III :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANPRODI D.III KEPERAWATAN

“NAULI HUSADA”S I B O L G A2010/2011

KATA PENGANTAR

Nama : 1. Gunawan Ziraluo2. Junaidi Simamora3. Putra Chaniago4. Hendra Setiawan Siregar5. Crismes Siahaan6. SriWahyuni Dakhi7. Imeria Gulo8. Melina Gulo9. MetaSusila Dakhi10.Delina Lase11.Emiria Harefa12.Ronald Pasaribu

Jurusan : Akper Tingkat II Semester IV

MK. : KEPERAWATAN ANAKDosen : NS RONALD SAGALA, Skep

Page 2: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan

rahmatnya dan karunianya sehingga kami dari kelompok III (Tiga) dapat menyelesaikan

makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan judul makalah ‘’ASUHAN

KEPERAWATAN PADA BAYI/ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM

HEMATOLOGI HIV & AIDS ”

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada

1. Bapak Ns Ronald Sagala, Skep yang telah berkenan membimbing kami dalam

tugas makalah ini

2. Teman-teman satu angkatan yang telah banyak memberi dukungan utk

menyelesaikan makalah ini

Disamping itu kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan kita semuanya untuk

kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang

Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih dari semua pihak,semoga makalah ini

dapat berguna bagi kita semua.

Sibolga, JUNI 2011

Kelompok III

2

Page 3: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 4

BAB II TINJAUN TEORITIS MEDIS...................................................... 5

A. Defenisi……………………………………………………… 5

B. Etilogi………………………………………………………… 6

C. Phofisiologi…………………………………………………… 7

D. Manifestasi Klinis…………………………………………… 7

E. Komlikasi……………………………………………………… 8

F. Penatalaksanaan………………………………………………... 10

G. Pemeriksaan Diagnostik……………………………………… 11

F. Klasifikasi…………………………………………………………..12

BAB III TINJAUN TEORITIS KEPERAWATAN.................................... 14

A. Pengkajian………………………………………………………… 14

B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………. 15

C. Intervensi………………………………………………………….. 16

D. Implementasi……………………………………………………… 17

E. Evaluasi…………………………………………………………… 17

BAB IV KESIMPULAN.............................................................................. 18

BAB V PEMBAHASAN………………………………………………… 19

BAB IV TOPIK YANG TIDAK DIMENGERTI……………………………… 23

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

3

Page 4: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada anak tahun

1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan infeksi HIV pada

orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan, pola serokonversi, riwayat perjalanan

dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode diagnosis, dan manifestasi oral.

Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat, dan

saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat keempat penyebab

kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health Organization (WHO) memperkirakan

2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena AIDS.

Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu seorang

warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember

1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa 3 (tiga) kali

diulang, menyatakan positif, namun hasil Western Blot yang dilakukan di Amerika Serikat

ialah negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus AIDS. Penyebaran HIV di Indonesia

meningkat setelah tahun 1995. Berdasarkan pelaporan kasus HIV/AIDS dari tahun 1987

hingga 31 Desember 2008 terjadi peningkatan signifikan. Setidaknya, 2007 hingga akhir

Desember 2008 tercatat penambahan penderita AIDS sebanyak 2.000 orang. Angka ini jauh

lebih besar dibanding tahun 2005 ke 2006 dan 2006 ke 2007 yang hanya ratusan. Sedangkan

dari keseluruhan penderita, pada akhir 2008, AIDS sudah merenggut korban meninggal

sebanyak 3.362 (20,87 persen), sedangkan mereka yang hidup adalah 12.748 (79,13 persen)

orang. Untuk proporsi berdasarkan jenis kelamin hingga kini masih banyak diderita oleh kaum

laki-laki yaitu 74,9 persen, dibanding perempuan sebanyak 24,6 persen. Fakta baru tahun 2002

menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke rumah tangga,

sejumlah 251 orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan remaja, dan

transmisi perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada 71 kasus.

Telah dilaporkan 34 anak usia bawah lima tahun (Balita) di propinsi Papua positif

mengidap Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tampaknya kasus ini tidak hanya

menimpa anak balita di propinsi tersebut. Mungkin juga akan dialami beberapa anak balita di

propinsi lainnya, mengingat kasus HIV juga mulai menyebar ke seluruh pelosok

Indonesia.APAKAH BEDA INFEKSI HIV DAN AIDS ?Infeksi HIV adalah infeksi virus

yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS (Acquired

Immunodeficiency Syndrome).AIDS adalah penyakit fatal yang merupakan stadium lanjut

dari infeksi HIV.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS MEDIS

4

Page 5: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

A. Defenisi

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang artinya adalah

virus yang menyerang daya tahan tubuh manusia, sehingga system kekebalan tubuh

manusia dapat menurun tajam bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali.

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome yang berarti

sekumpulan gejala dan penyakit infeksi yang timbul karena menurunnya atau rusaknya

system kekebalan tubuh seseorang.

Rata-rata perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS adalah 2 – 10 tahun. Dan rata-rata

waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju

perkembangan penyakit ini pada setiap orang bervariasi. Faktor yang mempengaruhinya

adalah daya tahan tubuh untuk melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang

yang terinfeksi.

AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala

penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV.

Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan

Tubuh Dapatan.

Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan

Immune : Sistem kekebalan tubuh

Deficiency : Kekurangan

Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit

Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang

dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit.

Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan

menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya

tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang

berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C.

Smetzler dan Brenda G.Bare )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan

ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan

imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan

5

Page 6: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and

Prevention )

B. ETIOLOGI

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus

(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.

Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2

dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk

memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B

menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali

ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh,

dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.

Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

Orang yang ketagian obat intravena

Partner seks dari penderita AIDS

Penerima darah atau produk darah (transfusi).

C. Phatofisiologi

6

Page 7: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang

terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa

dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat

pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen

grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human

Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan

banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam

usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.

Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak

memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel

T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-

300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur

oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan

menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis

mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi

infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

D. Manifestasi Klinis

Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun.

Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa.

Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:

1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh:

sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan

pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak

kemerahan pada kulit.

2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat muncul

gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus

membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat

malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan

sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak

(ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu.

Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.

7

Page 8: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita AIDS.

Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis,

kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik,

candidiasis mulut dan pnemonia.

Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa

perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama

kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :

1. Berat badan lahir rendah

2. Gagal tumbuh

3. Limfadenopati umum

4. Hepatosplenomegali

5. Sinusitis

6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang

7. Parotitis

8. Diare kronik atau kambuhan

9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan

10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten

11. Sariawan orofarings

12. Trombositopenia

13. Infeksi bakteri seperti meningitis

14. Pneumonia interstisial kronik

Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan

dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau hilangnya

perkembangan motoris.

E. Komlikasi

a. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human

Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,

keletihan dan cacat.

b. Neurologik

8

Page 9: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV)

pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,

disfasia, dan isolasi social.

- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan

elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /

parsial.

-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.

- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus

(HIV)

c. Gastrointestinal

- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma

Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan

anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat

infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

d. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan

strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

e. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi

otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan

sepsis.

f. Sensorik

- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek

nyeri.

F. Penatalaksanaan

9

Page 10: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

Asuhan ibu : ikuti panduan Center for Disease Control (CDC) untuk profilaksis

antiretrovirus gestasional

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus

(HIV), bisa dilakukan dengan :

- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang

tidak terinfeksi.

- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir

yang tidak terlindungi.

- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status

Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.

- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :

a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial,

atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri

dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan

kritis.

b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,

obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan

menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah

sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency

Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat

replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

10

Page 11: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

– Didanosine

– Ribavirin

– Diedoxycytidine

– Recombinant CD 4 dapat larut

d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat

unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan

dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan

sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi

imun.

f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat

reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

G. Pemeriksaan Diagnostik

Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

- ELISAWestern blot

P24 antigen test

Kultur HIV

Tes untuk deteksi gangguan system imun :

Hematokrit.

LED

CD4 limfosit

Rasio CD4/CD limfosit

Serum mikroglobulin B2

Hemoglobulin

11

Page 12: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

H. Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori

C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

a. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori

klinis B dan C

1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.

2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized

Limpanodenophaty )

3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang

menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

b. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

1. Angiomatosis Baksilaris

2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap

terapi

3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )

4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.

5. Leukoplakial yang berambut

6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu

dermaton saraf.

7. Idiopatik Trombositopenik Purpura

8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

c. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus

2. Kanker serviks inpasif

3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata

4. Kriptokokosis ekstrapulmoner

5. Kriptosporidosis internal kronis

6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )

12

Page 13: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )

8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )

10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )

11. Isoproasis intestinal yang kronis

12. Sarkoma Kaposi

13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak

14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner

15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )

16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner

17. Pneumonia Pneumocystic Cranii

18. Pneumonia Rekuren

19. Leukoenselophaty multifokal progresiva

20. Septikemia salmonella yang rekuren

21. Toksoplamosis otak

22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

13

Page 14: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

BAB III

TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.

Penampilan umum : pucat, kelaparan.

Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari

berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.

Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan

perasaan takut, cemas, meringis.

Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang

interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan

atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.

HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada

bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.

Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku

kuduk, kejang, paraplegia.

Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.

Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan,

batuk produktif atau non produktif.

GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,

inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

Gu : lesi atau eksudat pada genital,

15. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

14

Page 15: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

B. Diagnosa keperawatan

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih

Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang

beresiko.

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,

kelelahan.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,

meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Diare berhubungan dengan infeksi GI

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang

dicintai.

C. Intervensi & Inplementasi

Analisa data

No Data Etiologi Masalah

1 DS :

diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh meskipun sudah berobat kedokter.

Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair kurang lebih 15x/hari

DO :

-          Na 98 mmoL/L

-          K 2,8 mmol/L

-          Cl 110 mmol/L

Output yang berlebih Kekurangan volume cairan

2 DS :

Tn.W mengatakan BB menurun 7 kg dalam 1 bulan serta sariawan mulut tak kunjung sembuh.

Imunodefisiensi Resiko infeksi

15

Page 16: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

DO :

-                         Leukosit 20.000/uL

-          Trombosit 160.000/uL

-          LED 30 mm

Rencana asuhan keperawatan

Dx :        Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih

Tujuan : – mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit

Kriteria hasil : – Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuat

- Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari

Intervensi Rasional

Mandiri Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan

rasa haus Pantau masukan oral dan memasukkan

cairan sedikitnya 2500 ml/hari Hilangkan makanan yang potensial

menyebabkan diare, yakni yang pedas/ makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu.

Berikan makanan yang membuat pasien berselera.

Kolaborasi

Berikan obat-obatan sesuai indikasi : antiemetikum, antidiare atau antispasmodik.

Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.

Berikan cairan/elektrolit melalui selang makanan atau IV.

Indikator tidak langsung dari status cairan.

Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, melembabkan mukosa.

Mungkin dapat mengurangi diare.

Meningkatkan asupan nutrisi secara adekuat.

Mengurangi insiden muntah, menurunkan jumlah keenceran feses mengurangi kejang usus dan peristaltik.

Mewaspadai adanya gangguan elektrolit dan menentukan kebutuhan elektrolit.

Diperlukan untuk mendukung volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tidak adekuat.

Dx : Resiko infeksi b.d imunodefisiensi

Tujuan :                – Mengurangi resiko terjadinya infeksi

- Mempertahankan daya tahan tubuh

Kriteria hasil:      – Infeksi berkurang

- Daya tahan tubuh meningkat

Intervensi Rasional

Mandiri Pantau adanya infeksi : demam,

Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera.

16

Page 17: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

mengigil, diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri menelan.

Ajarkan pasien atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.

Pantau jumlah sel darah putih dan diferensial

Pantau  tanda-tanda vital termasuk suhu.

Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.

Kolaborasi

Beriakan antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.

Infeksi lama dan berulang memperberat kelemahan pasien.

Berikan deteksi dini terhadap infeksi.

Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi

Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.

Mencegah inokulasi  yang tak disengaja dari pemberi perawatan.

Menghambat proses infeksi. Beberapa obat-obatan ditargetkan untuk organisme tertentu, obat-obatan lainya ditargetkan untuk  meningkatkan fungsi imun

17

Page 18: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

BAB IV

KESIMPULAN

Bayi dan balita dapat tertular HIV selama kehamilan, waktu melahirkan dan saat

menyusui, jika ibunya terinfeksi HIV. Jika tertular pada awal kehamilan, kemungkinan anak

akan melanjut cepat ke AIDS, dan akan meninggal dalam dua tahun pertama kehidupannya,

bila tidak diberi ART. Namun pada sebagian besar anak dengan HIV, perkembangan penyakit

akan lebih pelan, dan ada harapan mereka dapat tahan hidup tanpa ART selama 8-9 tahun atau

lebih.

Pengobatan HIV/AIDS yang ada saat ini dapat dikatakan belum baik, karena hanya

bersifat mensupres virus dan tidak dapat mengeradikasi virus, sehingga petugas kesehatan

baiknya lebih mementingkan upaya pencegahan daripada pengobatan.

18

Page 19: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

BAB V

PEMBAHASAN

Adakah Obat untuk HIV/AIDS Saat Ini?

AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini.

HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem

pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang

menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan

dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang

yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS.

Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV,

tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh

seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya

tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.

Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-

obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah

enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang.

Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat

kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.

HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang

dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi

genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam

DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein.

Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.

Gambar 1A Struktur Virus HIV

19

Page 20: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

Gambar 1B Daur hidup HIV

Obat-obatan yang telah

ditemukan pada saat ini

menghambat pengubahan RNA

menjadi DNA dan menghambat

pembentukan protein-protein

aktif. Enzim yang membantu

pengubahan RNA menjadi DNA

disebut reverse transcriptase,

sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease.

Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus

harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses

pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses

pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang

baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim

reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh.

Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan

proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara

total.

Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat

enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang

nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya,

protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya,

maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah

peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein

yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat

membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional

yang berperan sebagai enzim.

Gambar 2 (klik untuk

memperbesar)

Gambar 2 menunjukkan skema

produk translasional dari gen

gag-pol dan daerah di mana

produk dari gen tersebut dipecah

20

Page 21: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

oleh protease. p17 berfungsi sebagai protein kapsid, p24 protein matriks, dan p7 nukleokapsid.

p2, p1 dan p6 merupakan protein kecil yang belum diketahui fungsinya. Tanda panah

menunjukkan proses pemotongan yang dikatalisis oleh protease HIV (Flexner, 1998).

Menurut Flexner (1998), pada saat ini telah dikenal empat inhibitor protease yang digunakan

pada terapi pasien yang terinfeksi oleh virus HIV, yaitu indinavir, nelfinavir, ritonavir dan

saquinavir. Satu inhibitor lainnya masih dalam proses penelitian, yaitu amprenavir. Inhibitor

protease yang telah umum digunakan, memiliki efek samping yang perlu dipertimbangkan.

Semua inhibitor protease yang telah disetujui memiliki efek samping gastrointestinal.

Hiperlipidemia, intoleransi glukosa dan distribusi lemak abnormal dapat juga terjadi.

Gambar 3 (klik untuk

memperbesar)

Gambar 3 menujukkan lima

struktur inhibitor protease HIV

dengan aktivitas antiretroviral

pada uji klinis. NHtBu = amido

tersier butil dan Ph = fenil

(Flexner, 1998).

Uji klinis menunjukkan bahwa

terapi tunggal dengan

menggunakan inhibitor protease

saja dapat menurunkan jumlah RNA HIV secara signifikan dan meningkatkan jumlah sel CD4

(indikator bekerjanya sistem imun) selama minggu pertama perlakuan. Namun demikian,

kemampuan senyawa-senyawa ini untuk menekan replikasi virus sering kali terbatas, sehingga

menyebabkan terjadinya suatu seleksi yang menghasilkan HIV yang tahan terhadap obat.

Karena itu, pengobatan dilakukan dengan menggunakan suatu terapi kombinasi bersama-sama

dengan inhibitor reverse transcriptase. Inhibitor protease yang dikombinasikan dengan

inhibitor reverse transkriptase menunjukkan respon antiviral yang lebih signifikan yang dapat

bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama (Patrick & Potts, 1998).

Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa sampai saat ini belum ada obat yang benar-

benar dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya

menghambat proses pertumbuhan virus, sehingga jumlah virus dapat ditekan.

Oleh karena itu, tantangan bagi para peneliti di seluruh dunia (termasuk Indonesia)

adalah untuk mencari obat yang dapat menghancurkan virus yang terdapat dalam tubuh, bukan

hanya menghambat pertumbuhan virus. Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati,

21

Page 22: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

tentunya memiliki potensi yang sangat besar untuk ditemukannya obat yang berasal dari alam.

Penelusuran senyawa yang berkhasiat tentunya memerlukan penelitian yang tidak sederhana.

Dapatkah obat tersebut ditemukan di Indonesia?

BAB VI

22

Page 23: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

TOPIK YANG TIDAK DIMENGERTI

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori

C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

b. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori

klinis B dan C

4. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.

5. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized

Limpanodenophaty )

6. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang

menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

c. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

9. Angiomatosis Baksilaris

10. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap

terapi

11. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )

12. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.

13. Leukoplakial yang berambut

14. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu

dermaton saraf.

15. Idiopatik Trombositopenik Purpura

16. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

d. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

23. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus

24. Kanker serviks inpasif

25. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata

26. Kriptokokosis ekstrapulmoner

27. Kriptosporidosis internal kronis

28. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )

23

Page 24: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

29. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )

30. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

31. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )

32. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )

33. Isoproasis intestinal yang kronis

34. Sarkoma Kaposi

35. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak

36. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner

37. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )

38. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner

39. Pneumonia Pneumocystic Cranii

40. Pneumonia Rekuren

41. Leukoenselophaty multifokal progresiva

42. Septikemia salmonella yang rekuren

43. Toksoplamosis otak

44. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

24

Page 25: ASKEP Sistem Hematoogi HIV & AIDS Pada Anak

Daftar Pustaka

1. Flexner, C. 1998. HIV-Protease Inhibitor. N. Engl. J.Med. 338:1281-1293

2. Patrick, A.K. & Potts, K.E. 1998. Protease Inhibitors as Antiviral Agents. Clin.

Microbiol. Rev. 11: 614-627.

25