Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Steven Johnson merupakan sindrom kelainan kulit pada selaput lendir orifisium mata gebital. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Steven Johnson tersebut disebabkan oleh beberapa mikroorganisme virus dll. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN
32

Askep Sindrom Steven Johnson

Dec 12, 2014

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Askep Sindrom Steven Johnson

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Steven Johnson merupakan sindrom kelainan kulit pada selaput lendir

orifisium mata gebital. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Steven

Johnson tersebut disebabkan oleh beberapa mikroorganisme virus dll.

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian

umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya

menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut

dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,

batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A.

M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa

disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.

Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi

hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat

timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan

kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan

tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus,

dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 2: Askep Sindrom Steven Johnson

2

Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS

angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.

Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven

Johnson karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat

menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan

penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari

obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson

sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan Sindrom ini

bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.

( Support, Edisi November 2008 )

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan pengalaman nyata tentang Asuhan Keperawatan

dengan Kasus Sindrom Steven Johnson.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus '' Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Steven

Johnson '', ini disusun supaya :

a. Perawat dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi,

tanda dan gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaa,

serta komplikasi dari Sindrom Steven Johnson.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 3: Askep Sindrom Steven Johnson

3

b. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

Sindrom Steven Johnson.

c. Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang Sindrom

Steven Johnson pada klien.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 4: Askep Sindrom Steven Johnson

4

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa

eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput

lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik

sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).

Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang

terdiri dari erupsi kulit, kelainan di mukosa dan konjungtivitis (Junadi, 1982:

480).

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput

lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan

sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat

disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).

B. Etiologi

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang

dapat dianggap sebagai penyebab adalah:

1. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)

Penisilline dan semisentetiknya

Sthreptomicine

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 5: Askep Sindrom Steven Johnson

5

Sulfonamida

Tetrasiklin

Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol,

metampiron dan paracetamol)

Klorpromazin

Karbamazepin

Tegretol

Jamu

2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)

3. Neoplasma dan faktor endokrin

4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)

5. Makanan

C. Patofisiologi

Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi

hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya

komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi

aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang

kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada

organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat

limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama

kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000:

147) .

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 6: Askep Sindrom Steven Johnson

6

Reaksi Hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi

dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir.

Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam

jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke

jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat

tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast

sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi

tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-

sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan

sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000:

72).

Reaksi Hipersensitif Tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T

penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi

penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini

bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk

terbentuknya.

D. Manifestasi Klinis

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan

umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya

menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 7: Askep Sindrom Steven Johnson

7

dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,

batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:

1. Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan

bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu

dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya

generalisata.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut

(100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%)

sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga

menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk

pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta

berwarna hitam yang tebal.

Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus

respiratorius bagian atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan

penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring

dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 8: Askep Sindrom Steven Johnson

8

3. Kelainan mata

Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang

tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa

kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.

Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain,

misalnya: nefritis dan onikolisis.

E. Komplikasi

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati

sejumlah 16 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah

kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok.

Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.

F. Penatalaksanaan

1. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati

dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk

dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid

merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena

dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.

Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-

Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg

intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 9: Askep Sindrom Steven Johnson

9

timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara

cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari,

deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya

prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari,

sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut

dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.

Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan

elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila

terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam

bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari

kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok

dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa

(dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia

yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang

menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya

gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

3. Infus dan tranfusi darah

Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting

karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 10: Askep Sindrom Steven Johnson

10

tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan

infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi

perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak

300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai

purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula

ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan

hemostatik.

4. Topikal :

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral

base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim

sulfadiazine perak.

G. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila

disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan

ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel

epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

Imunologi : Dijumpai deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal

superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 11: Askep Sindrom Steven Johnson

11

BAB III

ASKEP PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVEN JOHNSON

A. Pengkajian

a. Data Subyektif

Klien mengeluh demam tinggi, lemah letih, nyeri kepala, batuk, pilek,

dan  nyeri tenggorokan / sulit menelan.

b. Data Obyektif

Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi

erosi yang luas, sering didapatkan purpura.

Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan

pseudomembran di faring

Kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan

iridosiklitis.

Nefritis dan onikolisis.

c. Data Penunjang

Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia

Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel

darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal,

spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang

mengandung IgG, IgM, IgA.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 12: Askep Sindrom Steven Johnson

12

PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN SINDROM STEVEN JOHNSHON

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Gangguan integritas

kulit b.d. inflamasi

dermal dan epidermal

Menunjukkan kulit dan

jaringan kulit yang utuh

a. Observasi kulit setiap hari

catat turgor sirkulasi dan

sensori serta perubahan

lainnya yang terjadi.

b. Gunakan pakaian tipis dan

alat tenun yang lembut.

c. Jaga kebersihan alat tenun.

Menentukan garis dasar dimana perubahan

pada status dapat dibandingkan dan

melakukan intervensi yang tepat.

Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan

dari baju, membiarkan insisi terbuka

terhadap udara meningkat proses

penyembuhan dan menurunkan resiko

infeksi.

Untuk mencegah infeksi.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 13: Askep Sindrom Steven Johnson

13

d. Kolaborasi dengan tim medis

untuk pemberian

kortikosteroid.

Untuk mencegah infeksi lebih lanjut.

2. Gangguan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh

b.d. kesulitan menelan

Menunjukkan berat

badan

stabil/peningkatan berat

badan.

a. Kaji kebiasaan makanan

yang disukai/tidak disukai.

b. Berikan makanan dalam

porsi sedikit tapi sering.

c. Hidangkan makanan dalam

keadaan hangat.

Memberikan pasien/orang terdekat rasa

kontrol, meningkatkan partisipasi dalam

perawatan dan dapat memperbaiki

pemasukan.

Membantu mencegah distensi

gaster/ketidaknyamanan.

Meningkatkan nafsu makan.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 14: Askep Sindrom Steven Johnson

14

d. Kerjasama dengan ahli gizi Kalori protein dan vitamin untuk memenuhi

peningkatan kebutuhan metabolik,

mempertahankan berat badan dan

mendorong regenerasi jaringan.

3. Gangguan rasa nyaman,

nyeri b.d. inflamasi pada

kulit

a. Melaporkan nyeri

berkurang.

b. Menunjukkan

ekspresi

wajah/postur tubuh

rileks.

a. Kaji keluhan nyeri,

perhatikan lokasi dan

intensitasnya.

b. Berikan tindakan

kenyamanan dasar ex: pijatan

pada area yang sakit.

c. Pantau TTV.

Nyeri hampir selalu ada pada beberapa

derajat beratnya keterlibatan jaringan

Meningkatkan relaksasi, menurunkan

tegangan otot dan kelelahan umum

Metode IV sering digunakan pada awal

untuk memaksimalkan efek obat.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 15: Askep Sindrom Steven Johnson

15

d. Berikan analgetik sesuai

indikasi.

Menghilangkan rasa nyeri.

4. Gangguan intoleransi

aktivitas b.d. kelemahan

fisik

Klien melaporkan

peningkatan toleransi

aktivitas.

a. Kaji respon individu terhadap

aktivitas.

b. Bantu klien dalam memenuhi

aktivitas sehari-hari dengan

tingkat keterbatasan yang

dimiliki klien.

c. Jelaskan pentingnya

pembatasan energi.

d. Libatkan keluarga dalam

pemenuhan aktivitas klien.

Mengetahui tingkat kemampuan individu

dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.

Energi yang dikeluarkan lebih optimal.

Energi penting untuk membantu proses

metabolisme tubuh.

Klien mendapat dukungan psikologi dari

keluarga.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 16: Askep Sindrom Steven Johnson

16

5. Gangguan Persepsi

sensori: kurang

penglihatan b.d

konjungtifitis

a. Kooperatif dalam

tindakan.

b. Menyadari

hilangnya

pengelihatan secara

permanen.

a. Kaji dan catat ketajaman

pengelihatan.

b. Kaji deskripsi fungsional apa

yang dapat dilihat/tidak.

c. Sesuaikan lingkungan dengan

kemampuan pengelihatan:

- Orientasikan thd

lingkungan.

- Letakan alat-alat yang

sering dipakai dalam

jangkuan pengelihatan

klien.

Menetukan kemampuan visual

Memberikan keakuratan thd pengelihatan

dan perawatan.

Meningkatkan self care dan mengurangi

ketergantungan.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 17: Askep Sindrom Steven Johnson

17

- Berikan pencahayaan

yang cukup.

- Letakan alat-alat

ditempat yang tetap.

- Berikan bahan-bahan

bacaan dengan tulisan

yang besar.

- Hindari pencahayaan

yang menyilaukan.

- Gunakan jam yang ada

bunyinya.

d. Kaji jumlah dan tipe

rangsangan yang dapat

diterima klien.

Meningkatkan rangsangan pada waktu

kemampuan pengelihatan menurun.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 18: Askep Sindrom Steven Johnson

18

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang

terdiri dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis dengan keadaan

umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa

eritema, vesikel/bula dapat disertai purpura. Penyebab dari penyakit SSJ ini

belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap

sebagai penyebab infeksi virus, jamu, bakteri, obat, makanan, dan lain-lain.

sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa kelainan kulit, kelainan

selaput lendir, kelainan mukosa, kelainan mata. Adapun diagnosanya berupa

gangguan integritas kulit, gangguan nutrisi, gangguan nyaman, gangguan

intoleransi aktivitas, gangguan persepsi sensori.

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kelompok menyadari masih

minimnya bahan yang kelompok gunakan untuk menyusun makalah ini.

Untuk itu kelompok menyarankan supaya ada pihak lain dapat membahas

masalah ini lebih mendalam mengenai masalah ini. Dan tentunya bagi

perawat yang melakukan asuhan keperawatan diharapkan harus menganalisa

keadaan pasien dengan baik dan tepat.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 19: Askep Sindrom Steven Johnson

19

DAFTAR PUSTAKA

Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1. Departement of Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Access on: June 3, 2007. Available at: www.jipmer.edu

Allanore, Valeyrie., Roujeau, Jean-Claude. (2002). Epidermal Necrolysis (steven Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis. In Wolff,Klaus.,Goldsmith,Lowell A.,Katz,Stephen I., Gilchrest,Barbara A., Paller, amy S., Leffell,David J.Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine (7th ed.)

Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Davis, Mark D., Rogers, Roy S., Pittelkow, Mark R. (2002). Recurrent Erythema Multiforme/Stevens-Johnson Syndrome. Arch Dermatol vol.138

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Ghislain, Pierre-Dominique.,(2002). Treatment of svere drug reaction: Steven Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis and Hypersensitivity syndrome. Dermatology online journal. , Vol 8 (1):5

Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 3rd edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002. p:139-142

Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. Hal 135-136.

Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd edition. EGC. Jakarta. 2004. hal 141-142.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN

Page 20: Askep Sindrom Steven Johnson

20

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat. In: Kapita Selekta Kedokteran. Volume 2. 3rd edition. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta. 2002. p:133-139

Metry, Denise w., Jung, Peter., Levy, Moise L. (2002). Use of Intravenous Immunoglobulin in Children With Steven-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis: Seven case and review of the Literature. Official journal of the American Academy of Pediatric. 112, 1430-1436

Parrillo, Steven j. 2010. Steven Johnson Syndrome in Emergency medicine. E-Medicine. URL : http://www.emedicine.medscape.com/article/756523-overview

Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Roujeau, Jean-Claude, Kelly., Judith P., Naldi, L., Rzany, B., Stern, R., Anderson, T., et al. (1995). Medication use and the risk of steven-Johnson syndrome or toxic epidermal necrolysis. The New England Journal of Medicine. 1995,1600-7

Sharma, V.K. : Proposed IADVL Consensus Guidelines 2006: Management of Stevens-Johnson Syndrome ( SJS) and Toxic Epidermal Necrolysis (TEN). IADVL.2006

Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius

Viswanadh, B. : Ophthalmic complications and management of Steven Johnson syndrome at a tertiary eye vare centre in South India. L V Prasad Eye Institute. 2002. Access on : June 22, 2008. Available at : www.indianjournalofophthalmology.com

Wijana, N. Konjungtiva. In Ilmu Penyakit Mata.1993. hal 40-41.

STIKES SUAKA INSAN BANJARMASIN