Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai. Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Penanganan A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk penderita secepat mungkin bila keadaan memungkinkan. Kurang lebih ada 500.000 kasus cedera kepala yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahun. Kira –kira 10 % diantaranya meninggal dunia sebelum tiba di Rumah Sakit. Dari seluruh pasien cedera kepala yang mendapat perawAtan di rumah sakit dapat dikategorikan sebagai cedera kepala ringan sebanyak 80%, cedera kepala sedang 10 % dan cedera kepala berat 10 %. Setiap tahun lebih dari 100.000 pasien ini mengalami berbagai tingkat kecacatan akibat cedera otak.
32

Askep Pd Px Kritis

Dec 02, 2015

Download

Documents

Ayu Dessye Mey

adi mayantri putra
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Askep Pd Px Kritis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya

mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat

morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan

yang lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana

diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.

Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik

ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Penanganan

A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk penderita secepat mungkin

bila keadaan memungkinkan.

Kurang lebih ada 500.000 kasus cedera kepala yang terjadi di Amerika Serikat setiap

tahun. Kira –kira 10 % diantaranya meninggal dunia sebelum tiba di Rumah Sakit. Dari

seluruh pasien cedera kepala yang mendapat perawAtan di rumah sakit dapat dikategorikan

sebagai cedera kepala ringan sebanyak 80%, cedera kepala sedang 10 % dan cedera kepala

berat 10 %.

Setiap tahun lebih dari 100.000 pasien ini mengalami berbagai tingkat kecacatan

akibat cedera otak.

Cedera susunan saraf pusat merupakan penyebab lebih dari 40% kematian personil

militer. Oleh karena itu dengan pengurangan sedikit saja angka morbiditas (kesakitan) dan

angka mortalitas (kematian) pada kasus – kasus cedera kepala telah dapat memberikan

dampak yang sangat besar dan berarti dalam kesehatan masyarakat.

Maka dari itu sangat diperlukan bagaimana komunikasi teraufetik yang dilakukan

para perawat yang menangai pasien yang mengalami cidera kepala berat dirumah sakit.

Sehingga dengan itu dapat membantu kesembuhan pasien.

Page 2: Askep Pd Px Kritis

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berhubungan dengan komunikasi dengan

pasien kritis ( cidera kepala berat ) yaitu sebagai berikut :

1. Mengetahuai betapa pentingnya komunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera

kepala berat)

2. Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera

kepala berat )

3. Mengetahui prinsip-prinsip berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera

kepala berat)

C. Rumusan masalah

Dalam makalah ini kami mengangkat masalah mengenai sebagai berikut :

1. Apa fungsi berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera kepala berat) ?

2. Bagaimana berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera kepala berat) ?

3. Bagaimana prinsip-prinsip berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera

kepala berat) ?

Page 3: Askep Pd Px Kritis

BAB II

KONSEP TEORI

A. TEORI KASUS

1. Definisi

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -

decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada

percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala

dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai

kepala yakni benturan dan goncangan ( Gernardli and Meany, 1996).

cidera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang

tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung

pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera

kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12,

Cidera kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8.

Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia,

maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak

dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”,

sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi

verbal diberi nilai “T”.

Cidera kepala berat adalah : Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24

jam dan Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Page 4: Askep Pd Px Kritis

Trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

a. Minor

SKG 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

b. Sedang

SKG 9 – 12

Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Berat

SKG 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

2. Etiologi

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

Cedera akibat kekerasa

3. Manifestasi Klinis

Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

Kebungungan

Iritabel

Pucat

Mual dan muntah

Pusing kepala

Terdapat hematoma

Kecemasan

Page 5: Askep Pd Px Kritis

Sukar untuk dibangunkan

Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung

(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

4. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak

walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.

Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak

tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa

sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma

turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen

melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada

kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat

metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.

jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-

myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi

ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,

takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana

penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .

Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak

tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

a. Cedera kepala primer

Page 6: Askep Pd Px Kritis

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang

menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

Gegar kepala ringan

Memar otak

Laserasi

b. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

Hipotensi sistemik

Hipoksia

Hiperkapnea

Udema otak

Komplikasi pernapasan

infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak

walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.

Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak

tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa

sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma

turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen

melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada

kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat

metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-

myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi

Page 7: Askep Pd Px Kritis

ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,

takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana

penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.

Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak

tidak begitu besar.

5. Pemeriksaan diagnostic

CT Scan : tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan

ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma

X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis

(perdarahan / edema), fragmen tulang.

Analisa Gas Darah : medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika

terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

Elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intracranial

6. Asuhan keperawatan pasien/keluarga

A. Pengkajian

Riwayat kesehatan : waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status

kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian

Pemeriksaan fisik

Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,

hiperventilasi, ataksik)

Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

Page 8: Askep Pd Px Kritis

Sistem saraf : -

Kesadaran GCS.

Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan

penurunan fungsi saraf kranial.

Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi

suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

Sistem pencernaan

Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan

mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola

makan?

Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak

volunter, ROM, kekuatan otot.

Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia

akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari

keluarga.

Page 9: Askep Pd Px Kritis

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas

berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan

meningkatnya tekanan intrakranial.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan

peningkatan tekanan intrakranial.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya

kesadaran.

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan

intrakranial.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma

kepala.

9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

 

C. Intervensi Keperawatan

Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan

dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya

tekanan intrakranial.

Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau

kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.

Intervensi :

Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera

lakukan pengisapan lendir.

Page 10: Askep Pd Px Kritis

Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.

Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15

– 30 derajat.

Pemberian oksigen sesuai program.

Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan

peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,

kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi :

Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan

tekanan vena jugularis.

Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala,

valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction,

perkusi).

tekanan pada vena leher.

pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena

leher).

Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota

badan, fleksi (harus bersamaan).

Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.

Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan

therapeutic, hindari percakapan yang emosional.

Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai

program.

Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat

meningkatkan edema serebral.

Monitor intake dan out put.

Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan

nutrisi.

Page 11: Askep Pd Px Kritis

Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat

meningkatkan tekanan intrakranial.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya

kesadaran.

Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak

menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh bersih, tidak ada iritasi pada

kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.

Intervensi :

Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan

pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.

Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.

Perawatan kateter bila terpasang.

Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan

BAB.

Libatkan keluarga dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan

demonstrasikan

Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau dehidrasi yang

ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam

batas normal.

 

Intervensi :

Kaji intake dan out put.

Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata

cekung dan out put urine.

Berikan cairan intra vena sesuai program.

Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan

intrakranial.

Page 12: Askep Pd Px Kritis

Tujuan : terbebas dari injuri.

Intervensi :

Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,

menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.

Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

Monitor tanda-tanda vital setiap jam atau sesuai dengan protokol.

Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.

Berikan analgetik sesuai program.

Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

Tujuan : klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan tidak mengeluh nyeri, dan tanda-

tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :

Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,

serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.

Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.

Kurangi rangsangan.

Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.

Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.

Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.

Tujuan : Klien akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda

infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.

Intervensi :

Kaji adanya drainage pada area luka.

Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.

Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.

Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala,

demam, muntah dan kenjang.

Page 13: Askep Pd Px Kritis

Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.

Tujuan : Klien dan keluarga akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan

tidak gelisah dan keluarga dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam

perawatan klien.

Intervensi :

Jelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur yang akan dilakukan, dan

tujuannya.

Anjurkan keluarga untuk selalu berada di samping klien.

Ajarkan klien dan keluarga untuk mengekspresikan perasaan.

Gunakan komunikasi terapeutik.

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit

tetap utuh.

Intervensi :

Lakukan latihan pergerakan (ROM).

Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.

Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien.

Kaji area kulit: adanya lecet.

B. TEORI KOMUNIKASI TERAUFETIK TERHADAP PASIEN CEDERA KEPALA

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan

hubungan antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan

menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh

Page 14: Askep Pd Px Kritis

karena itu komunikasi terapeutik memegang peranan penting memecahkan masalah yang

dihadapi pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proposional yang

mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien pada komunikasi terapeutik terdapat dua

komponen penting yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya.

Komunikasi teraupetik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik tolak saling

memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien.komunikasi terapeutik

merupakan bentuk keterampilan dasar untuk melakukan wawancara dan penyuluhan dalam

artian wawancara digunakan pada saat petugas kesehatan melakukan pengkajian member

penyuluhan kesehatan dan perencaan perawatan.

Adapun fungsi komunikasi dengan klien dalam proses perawatan adalah sebagai

berikut :

a. Mengendalikan perilaku

Pada klien yang cidera kepala berat karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki

respond an klien tidak ada perilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi

sebagai pengendali perilaku. Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu perilaku yaitu

pasien hanya berbaring. Imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan yang berarti. Walupun

dengan berbaring ini pasien tetap memiliki perilaku negative yaitu tidak mandiri.

b. Perkembangan motivasi

Pasien cedera kepala berat terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran,

tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat

menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan

motivasi pada klien. Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien

untuk menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami.

Contoh : Perawat memberikan suatu dorongan atau motivasi kepada pasien melalui ucapan

yang lemah lembut,berhati-hati agar pasien tidak putus asa dalam menjalani masa kritisnya.

Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi

kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam.

Page 15: Askep Pd Px Kritis

Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar, karena klien masih

dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.

c. Pengungkapan emosional

Pada pasien cedera kepala berat, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya

perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan klien.

Perawat dapat mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan

semua hal positif yang dapat perawat katakan pada klien.

Contoh : Perawat menunjukkan wajah yang ceria dan memberikan asuhan

keperawatan dengan ikhlas, dan tidak boleh berwajah murung di depan pasien dan keluarga

karena itu akan mengganggu psikologis pasien maupun keluarga.

Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak bersikap negatif terhadap klien, karena itu

akan berpengaruh secara tidak langsung/langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak

akan mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh

mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien.

Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi

yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat menyimpulkan

apa yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien bila

klien telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita lakukan

terhadapnya.

d. Informasi

Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang

akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus dikomunikasikan untuk

menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh

untuk menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan.

Pada pasien kritis ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga, dan

selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan

Page 16: Askep Pd Px Kritis

pada klien. Perawat dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang

akan terjadi jika kita tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.

Contoh : Perawat menyampaikan informasi pada pasien atau keluarga tentang penyakit yang

di derita dengan hati-hati dan jangan membuat pasien terkejut

Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan menjalankan satu

atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat berkomunikasi

dengan klien yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun,

komunikasi penting adanya. Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di

atas. Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien, terhadap klien

tidak sadar.

Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan seorang

pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.

Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu

sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling membantu. Perawat akan

membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap

memperhatikan hak-haknya sebagai klien.

1. Dimensi hubungan yang membantu

Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan saling

percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien tidak

sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan

membantu dalam komunikasi terapeutik.

a. Rasa percaya

Rasa percaya dapat didefenisikan sebagai kepercayaan bahwa orang lain akan

memberi bantuan ketika membutuhkan, selalu ada jika sedang diperlukan. Hubungan yang

mempercaya ini tidak dapat berkembang kecuali jika klien percaya bahwa perawat ingin

merawat demi kebaikan klien sendiri.

Page 17: Askep Pd Px Kritis

Contoh : Sebelum melakukan tindakan keperawatan, sebaiknya perawat melakukan informed

consent pada pasien ataupun keluarga agar timbul rasa saling percaya.

Komunikasi perawat dengan klien yang tidak sadar rasa percaya dapat tumbuh pada

klien jika perawat dapat menunjukan semua tindakan ingin membantu klien serta dengan

komunikasi yang baik pula. Untuk meningkatkan rasa percaya klien, perawat harus bertindak

secara konsisten, dapat dipercaya dan kompeten. Kejujuran dalam memberikan informasi

kepada klien juga dapat membantu terjadinya rasa percaya.

b. Empati

Empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungan

membantu. Rasa empati yaitu merasakan, memahami kondisi klien pada saat itu. Rasa empati

ini sangat membantu hubungan terapeutik perawat dengan klien. Dari point ini perawat dapat

menjadi pemotivasi terhadap klien dengan adanya rasa empati, hubungan yang terjalin akan

menjadi lebih efektif.

Contoh : Perawat menunjukkan wajah yang prihatin akan penyakit yang diderita pasien dan

seolah-olah perawat adalah keluarga pasien

c. Perhatian

Perhatian adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain, merupakan dasar

untuk hubungan yang membantu. Perawat menunjukkan perhatian dengan menerima klien

sebagaimana mereka adanya dan menghargai mereka sebagai individu. Perawat menghargai

pasien yang tidak sadar selayaknya pasien yang sadar, bahwa klien tetap mengetahui apa

yang perawat komunikasikan selayaknya ia sadar.

Contoh : Perawat memberikan perhatian yang focus terhadap penyakit yang diderita pasien

dan perawat menyadari betapa beratnya rasa sakit yang diderita pasien.

Klien akan merasakan bahwa perawat menunjukan perhatian dengan menerima klien

sebagaimana mereka adanya. Perhatian juga meningkatkan rasa percaya dan mengurangi

Page 18: Askep Pd Px Kritis

kecemasan. Penghilangan kecemasan dan stress akan meningkatkan daya tahan tubuh dan

membantu penyembuhan.

d. Autonomi

Autonomi adalah kemampuan mengontrol diri. Perawat dituntut untuk tidak

menyepelekan hal ini. Setiap manusia itu unik dan tiada yang sama. Perawat harus berusaha

mengontrol diri terhadap hal-hal yang sensitif terhadap klien. Pada pasien yang tidak sadar,

perawat harus berhati-hati untuk berbicara hal yang negatif di dekat klien, karena hal itu

sangat berpengaruh terhadap klien.

e. Mutualitas

Mutualitas meliputi perasaan untuk berbagi dengan sesama. Perawat dan klien bekerja

sebagai tim yang ikut serta dalam perawatan. Perasaan untuk merasakan bahwa kita saling

membutuhkan dapat menumbuhkan hubungan yang membantu dalam komunikasi terapeutik.

Akan terjalin rasa percaya pada klien terhadap perawat yang dapat membantu penyembuhan

klien

2. Cara berkomunikasi dengan pasien cedera kepala berat

Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan adalah berkomunikasi

terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan

kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat

menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak

menggunakan keseluruhan teknik. Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun

teknik yang dapat terapkan, meliputi:

a. Menjelaskan

Page 19: Askep Pd Px Kritis

Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan

terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien.

Dengan menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar

oleh klien.

b. Memfokuskan

Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari

pesan yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan pada klien

untuk menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.

c. Memberikan informasi

Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi.

Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien.

Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status

kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan

kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.

d. Mempertahankan ketenangan

Mempertahankan ketenangan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan

dengan kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu

atau mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien

yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa

sentuhan yang hangat.

Contoh : Dalam berkomunikasi dan melakukan asuhan keperawatan dengan pasien atau

keluarga, seorang perawat sebaiknya tidak panic agar terciptanya suasana yang tenang.

Page 20: Askep Pd Px Kritis

Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara yang

terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian

yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.

Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah

komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai

pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa

feed back pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada

point ini pasien tidak sadar.

Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi lebih

diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang melakukan komunikasi satu

arah tersebut.

3. Prinsip-prinsip berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar

Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu

diperhatikan, yaitu:

a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan

bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan

penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar

seringkali dapat mendengar suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu

meresponnya sama sekali.

b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan

mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan

yang perawat sampaikan dekat klien.

c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah

satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.

d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien

fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

Page 21: Askep Pd Px Kritis

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi

cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan

oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan

(deselerasi).

Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau

hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan

berkurangnya kemampuan autoregulasi pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia

(peningkatan volume darah dan PTIK).

Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar

yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh. Komplikasi dari trauma kepala adalah

hemorragi, infeksi, odema dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala

adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan

terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

B. Saran

Dalam melakukan komunikasi dengan pasien, seorang perawat sebaikny

menggunakan bahasa yang baik dan tidak mmbuat psikolog pasien ataupun keluarga

terganggu oleh ucapan atau komunikasi perawat. Sebagai seorang perawat professional

seharusnya menerapkan komunikasi teraufetik dengan pasien ataupun keluarga. Dengan

itu juga dapat membantu kesembuhan pasien.

Page 22: Askep Pd Px Kritis

DAFTAR PUSTAKA

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan

Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Page 23: Askep Pd Px Kritis

Doenges Marilynn,dkk.2000.rencana Asyhan Keperawatan,edisi 3.EGC : Jakarta

www.Komunikasi Teraufetik.com