BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai. Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Penanganan A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk penderita secepat mungkin bila keadaan memungkinkan. Kurang lebih ada 500.000 kasus cedera kepala yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahun. Kira –kira 10 % diantaranya meninggal dunia sebelum tiba di Rumah Sakit. Dari seluruh pasien cedera kepala yang mendapat perawAtan di rumah sakit dapat dikategorikan sebagai cedera kepala ringan sebanyak 80%, cedera kepala sedang 10 % dan cedera kepala berat 10 %. Setiap tahun lebih dari 100.000 pasien ini mengalami berbagai tingkat kecacatan akibat cedera otak.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan meningkatnya
mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera kepala menduduki tingkat
morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan
yang lebih baik terutama untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana
diagnostik dan sarana penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.
Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan diagnostik
ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Penanganan
A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan merujuk penderita secepat mungkin
bila keadaan memungkinkan.
Kurang lebih ada 500.000 kasus cedera kepala yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahun. Kira –kira 10 % diantaranya meninggal dunia sebelum tiba di Rumah Sakit. Dari
seluruh pasien cedera kepala yang mendapat perawAtan di rumah sakit dapat dikategorikan
sebagai cedera kepala ringan sebanyak 80%, cedera kepala sedang 10 % dan cedera kepala
berat 10 %.
Setiap tahun lebih dari 100.000 pasien ini mengalami berbagai tingkat kecacatan
akibat cedera otak.
Cedera susunan saraf pusat merupakan penyebab lebih dari 40% kematian personil
militer. Oleh karena itu dengan pengurangan sedikit saja angka morbiditas (kesakitan) dan
angka mortalitas (kematian) pada kasus – kasus cedera kepala telah dapat memberikan
dampak yang sangat besar dan berarti dalam kesehatan masyarakat.
Maka dari itu sangat diperlukan bagaimana komunikasi teraufetik yang dilakukan
para perawat yang menangai pasien yang mengalami cidera kepala berat dirumah sakit.
Sehingga dengan itu dapat membantu kesembuhan pasien.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berhubungan dengan komunikasi dengan
pasien kritis ( cidera kepala berat ) yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahuai betapa pentingnya komunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera
kepala berat)
2. Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera
kepala berat )
3. Mengetahui prinsip-prinsip berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera
kepala berat)
C. Rumusan masalah
Dalam makalah ini kami mengangkat masalah mengenai sebagai berikut :
1. Apa fungsi berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera kepala berat) ?
2. Bagaimana berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera kepala berat) ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip berkomunikasi dengan pasien yang kritis ( cidera
kepala berat) ?
BAB II
KONSEP TEORI
A. TEORI KASUS
1. Definisi
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai
kepala yakni benturan dan goncangan ( Gernardli and Meany, 1996).
cidera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera
kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12,
Cidera kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8.
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia,
maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak
dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”,
sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi
verbal diberi nilai “T”.
Cidera kepala berat adalah : Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam dan Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
a. Minor
SKG 13 – 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
SKG 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
SKG 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
2. Etiologi
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
Cedera akibat kekerasa
3. Manifestasi Klinis
Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
Kebungungan
Iritabel
Pucat
Mual dan muntah
Pusing kepala
Terdapat hematoma
Kecemasan
Sukar untuk dibangunkan
Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak
tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikasi pernapasan
infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak
tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
5. Pemeriksaan diagnostic
CT Scan : tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah : medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intracranial
6. Asuhan keperawatan pasien/keluarga
A. Pengkajian
Riwayat kesehatan : waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian
Pemeriksaan fisik
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
Sistem saraf : -
Kesadaran GCS.
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan
penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi