Top Banner
askep pada pasien peritonitis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Dari kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum. Peritonium merupakan rongga tempat melekatnya organ- organ dalam khususnya organ-organ pencernaan. Berdasarkan sifat (vaskularisasi) dan fungsi dari peritonium, maka dengan adanya kelainan pada organ-organ yang terdapat pada rongga peritonium, akan mempengaruhi dinding atau rongga peritonium itu sendiri, seperti pada apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna. Pada keadaan atau penyakit tersebut, sering menampakkan adanya gejala akut yang sering disebut gawat abdomen, keadaan ini memerlukan penaggulangan segera yang sering berupa tindakan pembedahan. Peritonitis merupakan peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering disebabkan oleh bakteri atau infeksi jamur membran ini. Peritonium primer disebabkan oleh penyebaran infeksi
37

Askep Pada Pasien Peritonitis

Jul 25, 2015

Download

Documents

Fragnetik Ners
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Askep Pada Pasien Peritonitis

askep pada pasien peritonitis

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial. Pada

permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Dari kedua rongga

terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus.

Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut

kemudian menjadi peritoneum. Peritonium merupakan rongga tempat melekatnya organ-organ

dalam khususnya organ-organ pencernaan. Berdasarkan sifat (vaskularisasi) dan fungsi dari

peritonium, maka dengan adanya kelainan pada organ-organ yang terdapat pada rongga

peritonium, akan mempengaruhi dinding atau rongga peritonium itu sendiri, seperti pada

apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna. Pada

keadaan atau penyakit tersebut, sering menampakkan adanya gejala akut yang sering disebut

gawat abdomen, keadaan ini memerlukan penaggulangan segera yang sering berupa tindakan

pembedahan.

Peritonitis merupakan peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi dinding

abdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering disebabkan oleh bakteri atau

infeksi jamur membran ini. Peritonium primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah

atau kelenjar getah bening ke peritonium, pada kasus primer ini, 90% kasus infeksi disebabkan

oleh mikroba, 40% oleh bakteri gram negative, E.Coli 7%, Klebsiela, pneumonia, spesies

pseudomonas, proteus dan gram negatif lain sebanyak 20%, sementara bakteri gram positif yakni

15%, jenis steptococus, dan golongan stapylococus 3%. Jenis yang lebih umum dari peritonitis,

yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan oleh infeksi gastrointestinal (apendisitis perforasi,

perforasi ulkus peptikum, dan duodenum, perforasi kolon) atau saluran bilier, kedua kasus

peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.

Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri, tetapi adanya keadaan

seperti kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun dan

adanya benda asing atau enzim pecerna aktif, merupakan faktor yang mempermudah terjadinya

Page 2: Askep Pada Pasien Peritonitis

peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatnya morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penaggulangan tergantung dari kemampuan melakukan

analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian peritonitis?

2. Apa penyebab atau etiologi dari peritonitis?

3. Bagaimanakah tanda dan gejala dari peritonitis?

4. Bagaimana perjalanan penyakit atau patofisiologi dari peritonitis?

5. Pemeriksaan diagnostik pada peritonitis?

6. Bagaimana penatalaksanaan pada peritonitis?

2.3 Tujuan

2.3.1 Tujuan Umum

Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, cermat dan benar pada kasus

peritonitis.

2.3.2 Tujuan Khusus

1. Dapat melakukan pengkajian, analisis dan sintesis masalah keperawatan.

2. Menentukan rencana tindakan atau intervensi keperawatan secara tepat.

3. Melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan benar.

4. Mampu mengevalusai tindakan keperawatan yang telah diberikan secara lengkap, akurat

dan relevan.

BAB 2

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Kosep Dasar Peritonitis

2.1.1 Pengertian

Peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran

limpa.

Page 3: Askep Pada Pasien Peritonitis

Peritonitis adalah suatu respons inflamasi atau supurasi dari peritoneum yang disebabkan oleh

iritasi kimiawi atau invasi bakteri.

2.1.2 Etiologi

a.       Infeksi bakteri

Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya :

1.      Appendisitis yang meradang dan perforasi

2.      Tukak peptik (lambung / dudenum)

3.      Tukak thypoid

4.      Tukan disentri amuba / colitis

5.      Tukak pada tumor

6.      Salpingitis

7.      Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

b.      Secara langsung dari luar.

1.      Operasi yang tidak steril

2.      Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai

pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga

peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.

3.      Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa.

4.      Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis

granulomatosa.

5.      Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan

bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus

atau pnemokokus.

2.1.3 Klasifikasi

Ditinjau dari penyebab, peritonitis dibagi menjadi:

a.          Penyebab primer (peritonitis spontan)

90% kasus infeksi disebabkan oleh mikroba, 40% oleh bakteri gram negative, E.Coli 7%,

Klebsiela, pneumonia, spesies pseudomonas, proteus dan gram negative lain sebanyak 20%,

sementara bakteri gram positif yakni 15%, jenis steptococus, dan golongan stapylococus 3%.

b.         Penyebab sekunder

Page 4: Askep Pada Pasien Peritonitis

Seperti perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum, dan duodenum, perforasi kolon akibat

kanker, hernia inkaserata.

2.1.4 Gejala Dan Tanda

a.          Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.

b.         Demam

c.          Distensi abdomen

d.         Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan

iritasi peritonitis.

e.          Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi

peritonitisnya.

f.          Nausea

g.         Vomiting

h.         Penurunan peristaltik.

Page 5: Askep Pada Pasien Peritonitis

2.1.5 WOC (Web Of Caution)

Inflamasi, iskemia, infeksi, trauma/perforasi tumor↓

Kebocoran isi rongga abdomen ke peritoneum↓

Proliferasi kuman (bakteri)↓

Menyebar dipermukaan peritoneum↓

Reaksi inflamasi↓

Peritonitis (generalisata)↓

Penurunan fungsi pencernaan↓

(peristaltic dan bising usus menurun)↓

Ileus Paralitik↓

Usus atonia↓

Distensi abdomen↓

Tekanan intralumen ↑↓

Merangsang respons myenterik dan otonomik Iskemia jaringan/usus Nosiseptor 

Mediator inflamatori ↓

Nekrosis

Nyeri 

↓ Gangguan passage usus 

Respons mual/muntah Penyebaran kuman ke peritoneum dan sirkulasi

Page 6: Askep Pada Pasien Peritonitis

Septikemia

Demand n supply O2 Inbalance (debt O2↑) 

Page 7: Askep Pada Pasien Peritonitis

2.1.6 Test Diagnostik

a.          Test laboratorium

1.         Leukositosis

2.         Hematokrit meningkat

3.         Asidosis metabolik

b.         X. Ray

1.         Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus merupakan

penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar dilatasi, udara bebas (air

fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

2.1.7 Penatalaksanaan

a.    Pemberian cairan koloid dan kristaloid

b.   Pemberian obat symptomatik

c.    Dekompresi dan pengisapan membantu dalam menurunkan distensi abdomen.

d.   Terapi oksigen sesuai indikasi

e.    Tindakan pembedahan

2.1.8 Prognosis

a.    Mortalitas tetap tinggi antara 10 % - 40 %.

b.   Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam.

c.    Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial atau sekunder, dimana komplikasi tersebut

dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:

a.          Komplikasi dini

1.         Septikemia dan syok septik

2.         Syok hipovolemik

3.         Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapt dikontrol dengan kegagalan multi sistem

4.         Abses residual intraperitonial

5.         Portal Pyemia

b.      Komplikasi lanjut

1. Adhesi

Page 8: Askep Pada Pasien Peritonitis

2. Obstruksi intestinal rekuren

2.2 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Peritonitis.

2.2.1 Pengkajian

a. Identitas Klien: meliputi nama, pendidikan, pekerjaan dan usia biasanya lebih sering terjadi

pada usia dewasa.

b. Riwayat Kesehatan

a.       Keluhan utama: Klien dengan Peritonitis biasanya mengeluhkan perut kembung, disertai mual

dan muntah serta demam.

b.      Riwayat penyakit sekarang:

Sebagian besar atau penyebab terbanyak peritonitis adalah infeksi sekunder dari apendisitis

perforasi, perforasi ulkus peptikum, typhus abdominalis, klien biasanya nampak lemah dengan

disertai demam dan mual, muntah.

c.       Riwayat penyakit dahulu:

Klien dengan peritonitis sering terdapat riwayat penyakit saluran cerna atau organ dalam

pencernaan.

d.      Riwayat penyakit keluarga

Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga terhadap kejadian peritonitis.

c. Pemeriksaan fisik

B1 (Breath)

Klien dengan peritonitis bisanya menampakkan gejala dispneu, nafas dangkal dan cepat, Ronchi

(-), whezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus tidak ada gerakan tertinggal.

B2 (Blood)

Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan darah (pre syok), perfusi

dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak pada lapang paru kiri ICS 3-5,

iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.

B3 (Brain)

Klien nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran, convulsion (-), pupil isokor,

lateralisasi (-).

B4(Bladder)

Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan dan minum, oliguri,distensi/retensi (-).

Page 9: Askep Pada Pasien Peritonitis

B5 (Bowel)

Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen nampak distended, bising usus dan

peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB, klien nampak mual dan muntah.

B6 (Bone)

Klien dengan peritonitis biasanya nampak letih dan lesu, klien nampak bedrest, mengalami

penurunan masa dan kekuatan otot.

d. Pemeriksaan Penunjang

1.      Test laboratorium

4. Leukositosis

5. Hematokrit meningkat

6. Asidosis metabolik

2.      X-Ray

2. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus merupakan

penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar dilatasi, udara bebas

(air fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

e. Masalah Keperawatan Yang Mungkin

1. Ketidakefektifan pola nafas

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

3. Hipertermia

4. Syok hipovolemik atau septik.

5. Gangguan perfusi jaringan (anemis)

6. Kerusakan integritas kulit

7. Defisit perawatan diri

8. Intoleransi aktifitas.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d Demand and supply O2 Inbalance

Page 10: Askep Pada Pasien Peritonitis

2. Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan fungsi

pencernaan sekunder terhadap pembedahan.

3. Syok hipovolemik b.d intake in adekuat.

4. Hipertermia b.d bakterimia atau proses inflamasi sistemik.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

Intervensi

Tujuan/Kriteria hasil Rencana Tindakan Rasional

1 Gangguan pola

nafas b.d Demand

and supply O2

Inbalance

Tujuan:

Pola nafas efektif atau

adekuat dalam 1x24 jam

Kriteria hasil:

        Dispneu (-), irama

reguler

        RR:12-20x/menit

        SaO2 :>95%.

        BGA dalam batas

normal

        TTV dalam batas

normal.

        Cianosis (-).

1.      Pertahankan patensi jalan

nafas.

2.      Identifikasi tingkat

kebutuhan oksigenasi.

3.      Kolaborasi pemberian O2

masker.

4.      Monitoring tanda-tanda vital

dan saturasi perifer.

5.      Kolaborasi pemeriksaan

BGA serial.

1.      Menjamin ventilasi tetap

adekuat

2.      Menentukan pemberian

bantuan oksigenasi

3.      Memenuhi kebutuhan

oksigenasi.

4.      Memantau perubahan

tanda2 kardinal dan

oksigenasi.

5.      Memantau status oksigenasi.

2 Resiko tinggi

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh b.d

Perubahan fungsi

pencernaan sekunder

terhadap

pembedahan.

Tujuan:

Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan dapat

dicegah atau diatasi

dalam 2x24 jam

Kriteria hasil:

        BBR:90-100%

        Alb:3,5-5,5 g/dl

        Hb :11-17 g/dl

1.      Identifikasi tingkat

perubahan nutrisi, dan

kebutuhan kalori.

2.      Kolaborasi pemberian nutrisi

enteral (sonde) sesuai dengan

tingkat toleransi pencernaan.

3.      Kolaborasi pemberian nutrisi

panenteral.

1.      Menentukan tingkat

toleransi dan kebutuhan

nutrisi.

2.      Melatih toleransi fungsi

pencernaan dan memenuhi

kebutuhan nutrisi.

3.      Memenuhi kebutuhan

nutrisi yang tida tercover

Page 11: Askep Pada Pasien Peritonitis

        Peristatik usus (+)

        Bising usus (+).

        Vomitting (-)

4.      Kolaborasi pemeriksaan

kimia klinik (albumin).

5.      Pengukuran BB setiap hari.

6.      Observasi fungsi pencernaan.

7.      Monitor tanda-tanda vital.

via enteral.

4.      Memantau

biochemical/status nutrisi.

5.      Memantau perubahan

tingkat pemenuhan nutrisi.

6.      Memantau perubahan

fungsi pencernaan.

7.      Memantau perubahan

tanda-tanda kardinal.

Page 12: Askep Pada Pasien Peritonitis

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.M

DENGAN PERITONITIS GENERALISATA e.c. ILEUS OBSTRUKSI e.c HERNIA

UMBILIKALIS INKARSERATA + SHOCK SEPSIS dengan PEMASANGAN VENTILATOR

DI RUANG OBSERVASI INTENSIF (ROI) IRD

RSUD. Dr. SOETOMO SURABAYA

Tanggal pengkajian :10 Maret 2010, Pukul: 23.00WIB

Tanggal MRS :10 Maret 2010, Pukul: 13.00 WIB

Tanggal masuk ROI :10 Maret 2010, Pukul: 22.00WIB

NO.REG :11031470

Diagnosa MRS : Hernia Umbilikalis Inkarserata + Ileus Obstruksi + Shock Sepsis

Operasi/tindakan :Post Op Explorasi Laparotomy + Herniotomy

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Klien

Nama :Ny.M

Umur :44 Tahun

Alamat :Jln. Dupak Magersari Sby

Suku/bangsa :Jawa/Indonesia

Agama :Islam

Pendidikan :SLTA

3.1.2 Riwayat Kesehatan

a.       Keluhan utama: tidak terkaji, pasien terpasang ETT (Endo Tracheal Tube) dengan bantuan

ventilator.

b.      Riwayat penyakit sekarang:

Anamnesa (pre operatif) :klien datang ke RS.Adi Husada dengan keluhan nyeri perut dan ada

benjolan di pusar yang muncul sejak 6 hari yang lalu disertai nyeri, klien muntah-muntah, BAB

dan flatus terakhir 3 hari yang lalu. Klien MRS di RS. Adi Husada tanggal 9 Maret 2010

kemudian keluarga meminta dirujuk ke RSUD.Dr.Soetomo Surabaya.

Page 13: Askep Pada Pasien Peritonitis

c.       Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah keluar benjolan di pusar, dan tidak memiliki

riwayat gastritis atau mag.

d.      Riwayat penyakit keluarga

Klien dan keluarganya mengatakan bahwa, tidak ada anggota keluarganya yang menderita

seperti penyakit klien saat ini, riwayat hipertensi (-), DM (-).

3.1.3 Pemeriksaan fisik

B1 (Breath)

Pernafasan dengan ETT No.7,0 dibantu dengan ventilator raphael Mode PCV, dengan seeting

PC:14, PEEP:8, F:18X/menit, Trigger:2, I:E:1:2 FiO2:100%.Saturasi perifer 95%, tanda-tanda

vital:RR;22X/menit, irreguler/dangkal, Ronchi +/+, Wheezing:-/-, gerakan dada simetris, sputum

encer, warna pink proty, tidak berbau, reflek batuk (+).

Masalah: - Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

- Gangguan pertukaran gas

- Ketidakefektifan pola nafas

B2 (Blood)

Klien post op hari ke-0, suara jantung S1/S2 Tunggal, Murmur (-), gallop (-), akral dingin kering,

CRT>2”, sianosis (-), anemis (+), Hb:7,5g/dl, TD:93/77 mmHg, N:109X/menit, lemah irreguler,

S:33°C (axila), CVP:10 cmH2O/7,6mmHg.

Balance cairan:

Intake Out put

WB : 400 cc

RL : 1500cc

Pz : 200cc

2100cc

Urine :1420cc

Drain : 250cc

Dekompresi(NGT): 200cc

1870cc

Terpasang double lumen subclavia dextra.

Masalah : - Hipotermia

- Gangguan perfusi jaringan (anemis)

- Resiko Infeksi

B3 (Brain)

Page 14: Askep Pada Pasien Peritonitis

Klien nampak lemah, GCS :2X3, convulsion (-), pupil isokor Ө 4/4mm, reflek cahaya(-),

lateralisasi (-).

Masalah :Penurunan kesadaran

B4(Bladder)

Klien menggunakan Foley Catheter No.16, Hari ke-1, balon fiksasi 15cc, produksi urin

±300cc/jam(22.00-23.00wib),kuning jernih, urogenital bersih dan kering, distensi/retensi (-).

Masalah :Resiko infeksi.

B5 (Bowel)

Klien puasa, terpasang NGT No.14, terdapat luka post op eksplorasi laparotomy + herniotomy,

drain satu selang, produksi NGT (+) fecal, produksi drain ±400cc (mulai dipasang/op), bising

usus (-), peristaltik(-), luka post op nampak bersih dn tidak nampak rembesan, distended (+),

BB :45 kg.

Masalah: - Resiko Tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

- Resiko Infeksi sekunder

B6 (Bone)

Klien bed rest (supinasi), oedem ektremitas sup (-), Inf(+), deformity(-), terdapat luka post op di

abdomen, Dekubitus(-)

Masalah: - Kerusakan integritas kulit

- Defisit perawatan diri

3.1.4 Data pemeriksaan penunjang

a.       Terapi: tanggal 10 maret 2010

-          Ceftriaxone 21grm

-          Ranitidin 3x50 mg

-          Ondancentron 3x4 mg

-          Vascon (0,1mg/cc)1,8cc/jam via S.P

-          Tramadol 3x100mg (drip dlm Pz 100cc)

-          Alinamin F 3x1 amp

-          Vit C 3x1 amp

-          Mo 1mg/jam/SP

-          Lasix 1 mg/jam/SP

Page 15: Askep Pada Pasien Peritonitis

b.      Laboratorium : tanggal 10 Maret 2010 jm.14.13WIB

BGA:-         PH :7,44-         PCO2 :34mmHg-         PO2 :190mmHg-         HCO3 :23,1mmol/L-         TCO2 :24,1-         BEecf :-1,1-         SaO2 :100%

 

Darah lengkap : -          Hb   :7,5g/dl (11-18g/dl)

-          WBC :7,3X103 (5-10x103 )

-          Ly :21

-          Hct :25,6 (35-60)

-          MCV :25,6 (80-99)

-          MCHC :29,3g/dl (33-37)

-          Plt :704 (150-350 x103)

-          Pct :515H%

Faal Hemostasis:-         PT :16,6C:12,1-         APTT :24,8C:25,6 

Kimia klinik/RFL/LFT: -          Creat :4,1mg/dl (0,6-1,1)

-          BUN :74 (5-23)

-          AST :45 IU/L (5-34)

-          ALT :15 IU/L (11-60)

-          Tprot :6,0g/dl (3,6-8,3)

-          Alb :2,5 g/dl (3,8-5,4)

Page 16: Askep Pada Pasien Peritonitis

-          T.Bil :0,7 mg/dl

-          Dbil :0,2

-          In Bil :0,5

-          Cl :83,4mmol/L

-          Na:130,8

-          K :3,03

-          Ca:7,8 mg/dl

-          Ureum :158,4

-          Glob :3,5

c.       Radiologi:

USG:(pra operatif)

Tedapat:

-          Sludge Gall Bladder

-          Myoma Uteri Sub serosa (uk.8,7x6,4cm)+intramural (uk.2,6x2,3cm)+adnesa kanan nampak

kista (uk.4,19x2,64cm)

-          Distensi sedang usus dengan penebalan dinding mukosanya, susp.causa inflamation process

serta minimal ascites.

-          Hernia umbilikalis

Foto Thorak: Kardio megali dan oedem paru, CTR 63%

Page 17: Askep Pada Pasien Peritonitis

3.1.5 Analisis Data

TGL D A T A ETIOLOGI MASALAH

11-03-2010

S:-

O:

        Dispneu

        Ronci basah +/+

        RR:22x/menit

        Sekret +, encer, warna

pink proty

        Terpasang ETT no.7

        Refleks batuk menurun.

        GCS:2X3

Operasi besar (eksplorasi

laparotomy)

¯

Definitive airway (ETT)

¯

Benda asing

¯

Respons inflamasi

¯

(Kesadaran menurun)¯

Refleks batuk menurun¯

Akumulasi sekret¯

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

11-03-2010 S:-

O:

        Dispneu

        RR:22x/menit

        Terpasang

ventilator:Mode PCV,

PC:14,

PEEP:8,FiO2 :100%

        SpO2 :95%.

        BGA :PH :7,44,

pCO2 :34, pO2 :190,

HCO3 :23,BEecf :-1,1

Oedem paru

¯

Akumulasi cairan interstisiil

alveoli

¯

Gangguan difusi O2 dan CO2

¯

Gangguan pertukaran Gas

Gangguan

pertukaran Gas

11-03-2010 S:- Oedem paru Ketidakefektifan

Page 18: Askep Pada Pasien Peritonitis

O:

        Dispneu

        RR:22x/menit,

irreguler,dangkal.

        Terpasang

ventilator:Mode PCV,

PC:14,

PEEP:8,FiO2 :100%,

I :E=1 :2

¯

Akumulasi cairan interstisiil

alveoli

¯

Gangguan difusi O2 dan CO2

¯

Gangguan pertukaran Gas

¯

Demand and supply O2 Inbalance

¯

Ketidakefektifan pola nafas

pola nafas

11-03-2010 S:-

O:

        BB:45 Kg

        Alb:2,5 g/dl

        Hb :7,5g/dl

        Pasien puasa.

        NGT(dekompresi):200cc.

        Bising usus (-)

        Peristaltik usus (-)

Ekspl.Laparotomy

¯

Perubahan fungsi

pencernaan(digestif, absorbsi)

¯

Pemenuhan metabolisme

sel/jaringan¯

¯

Pembongkaran depo lemak dan

atau protein

¯

Resiko tinggi Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh

Resiko tinggi

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

3.1.6 Masalah Keperawatan

1.      Ketidak efektifan bersihan jalan nafas

2.      Gangguan pertukaran gas

3.      Ketidakefektifan pola nafas

4.      Hipotermia

5.      Gangguan perfusi jaringan (anemis)

6.      Resiko infeksi sekunder.

Page 19: Askep Pada Pasien Peritonitis

7.      Resiko Tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

8.      Kerusakan integritas kulit

9.      Defisit perawatan diri

3.2 Diagnosa Keperawatan

1.      Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret sekunder terhadap penurunan reflek

batuk dan pemasangan ETT.

2.      Gangguan pertukaran Gas b.d akumulasi cairan interstisiil alveoli.

3.      Ketidakefektifan pola nafas b.d Demand and supply O2 Inbalance

4.      Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan fungsi pencernaan

sekunder terhadap pembedahan.

3.3 Intervensi

No Diagnosa

Keperawatan

Intervensi

Tujuan/Kriteria hasil Rencana Tindakan Rasional

1 Ketidak efektifan

bersihan jalan nafas

b.d akumulasi sekret

sekunder terhadap

penurunan reflek

batuk dan

pemasangan ETT.

Tujuan:

Bersihan jalan nafas

efektif dalam 15 menit

Kriteria hasil:

        Sekret berkurang

        Ronchi -/-

        Refleks batuk adekuat

        RR dalam batas 12-

20x/menit.

        TTV dalam batas

normal.

1.      Identifikasi derajat

ketidakefektifan jalan nafas,

karakteristik sekret, suara

nafas.

2.      Kolaborasi nebulisasi (sesuai

indikasi).

3.      Berikan fisioterapi nafas

(fibrasi) dan suctioning.

4.      Berikan mobilisasi setiap 2

jam.

5.      Kolaborasi mempertahankan

1.      Menentukan arah tindakan

pembebasan airway

2.      Mengencerkan dan

mengeliminir sekret.

3.      Memberi efek fibrasi

terhadap sekret dan

mengeluarkan sekret

4.      Meningkatkan toleransi

otot pernafasan dan

mencegah atelektasis paru.

5.      Memberikan control atau

support ventilasi dan

oksigenasi

Page 20: Askep Pada Pasien Peritonitis

pemberian ventilasi mekanik.

2 Gangguan

pertukaran Gas b.d

akumulasi cairan

interstisiil di alveoli.

Tujuan:

Pertukaran gas efektif

atau adekuat dalam 30

menit

Kriteria hasil:

        Dispneu (-), irama

reguler

        RR:12-20x/menit

        SpO2 :>95%.

        BGA dalam batas

normal

        TTV dalam batas

normal.

        Cianosis (-).

1.      Pertahankan patensi jalan

nafas.

2.      Identifikasi tingkat

kebutuhan oksigenasi.

3.      Kolaborasi mempertahankan

ventilasi mekanik.

4.      Monitoring tanda-tanda vital

dan saturasi perifer.

5.      Kolaborasi pemeriksaan

BGA serial.

1.      Menjamin ventilasi tetap

adekuat

2.      Menentukan pemberian

bantuan oksigenasi

3.      Mengontrol atau support

ventilasi terhadap klien.

4.      Memantau perubahan

tanda2 kardinal dan

oksigenasi.

5.      Memantau status

oksigenasi.

3 Resiko tinggi

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh b.d

Perubahan fungsi

pencernaan sekunder

terhadap

pembedahan.

Tujuan:

Perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan dapat

dicegah atau diatasi

dalam 2x24 jam

Kriteria hasil:

        BBR:90-100%

        Alb:3,5-5,5 g/dl

        Hb :11-17 g/dl

        Peristatik usus (+)

        Bising usus (+).

        Klien dapat BAB.

        Retensi NGT (-)

        Vomitting (-)

1.      Identifikasi tingkat

perubahan nutrisi, dan

kebutuhan kalori.

2.      Kolaborasi pemberian nutrisi

enteral (sonde) sesuai dengan

tingkat toleransi pencernaan.

3.      Kolaborasi pemberian nutrisi

panenteral dan tranfusi

albumin.

4.      Kolaborasi pemeriksaan

kimia klinik (albumin post

tranfusi).

5.      Ukur Berat Badan bila

1.      Menentukan tingkat

toleransi dan kebutuhan

nutrisi.

2.      Melatih toleransi fungsi

pencernaan dan memenuhi

kebutuhan nutrisi.

3.      Memenuhi kebutuhan

nutrisi yang tida tercover

via enteral.

4.      Memantau

biochemical/status nutrisi.

5.      Memantau perubahan

Page 21: Askep Pada Pasien Peritonitis

memungkinkan.

6.      Observasi fungsi pencernaan.

7.      Monitor tanda-tanda vital.

tingkat pemenuhan nutrisi.

6.      Memantau perubahan

fungsi pencernaan.

7.      Memantau perubahan

tanda-tanda kardinal.

Page 22: Askep Pada Pasien Peritonitis

No Diagnosa Kep. Tang

gal/

Jam

Implementasi Tanggal/

Jam

Evaluasi

1 Ketidak efektifan

bersihan jalan nafas b.d

akumulasi sekret

sekunder terhadap

penurunan reflek batuk

dan pemasangan ETT.

11-

03-

2010

/

Pkl :

01.0

0-

01.3

0

1.      Melakukan observasi suara

nafas, irama, kedalaman,

produksi sputum dan saturasi

oksigen.

2.      Memberi posisi slight head

up/semifowler.

3.      Melakukan fisioterapi nafas dan

suctioning

4.      Kolaborasi mempertahankan

setting ventilator (PCV, PC:14,

PEEP:8, F:18X/menit, Trigger:2,

I:E=1:2, FiO2:100%)

11-03-

2010/

Pkl :02.

00-02.15

S:-

O:

        Dispneu

        Ronci basah +/+

        RR:18x/menit

        Sekret +, encer, warna pink

proty

        SpO2 :95%.

        Refleks batuk menurun.

        GCS:2x3

A:Masalah belum teratasi

P:Intervensi no:1,2,3,5

dipertahankan.

2 Gangguan pertukaran

Gas b.d akumulasi

cairan interstisiil di

alveoli.

11-

03-

2010

/

Pkl :

02.1

5 -

02.4

0

1.      Mempertahankan patensi jalan

nafas.

2.      Mempertahankan posisi

semifowler.

3.      Kolaborasi mempertahankan

ventilasi mekanik (PCV, PC:14,

PEEP:8, F:18X/menit, Trigger:2,

I:E=1:2, FiO2:100%).

4.      Monitoring tanda-tanda vital dan

saturasi perifer.

5.      Mengambil darah untuk

pemeriksaan BGA dan elektrolit.

11-03-

2010/

Pkl :02.

40-02.50

S:-

O:

        Dispneu

        RR:19x/menit

        N:100X/menit

        TD:113/77mmHg

        Terpasang ventilator:Mode

PCV, PC:14,

PEEP:8,FiO2 :100%

        SpO2 :95%.

        BGA :PH :7,41,pCO2 

pO2 :77, ,BEecf:12,2

A:Masalah belum teratasi

P:Intervensi No:1,2,3,4

Page 23: Askep Pada Pasien Peritonitis

dilanjutkan.

3 Resiko tinggi Perubahan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh b.d

Perubahan fungsi

pencernaan sekunder

terhadap pembedahan

11-

03-

2010

/

Pkl :

03.0

0-

03.2

0

1.      Identifikasi tingkat perubahan

nutrisi.

2.      Kolaborasi pemberian nutrisi

panenteral D5%.

3.      Kolaborasi memberikan injeksi

Ranitidin 50 mg (bolus) dan

Alinamin F 1 amp (bolus).

4.      Mempertahankan NGT

(dekompresi).

5. Observasi fungsi

pencernaan.

6.      Monitor tanda-tanda vital.

11-03-

2010/

Pkl :03.

30-03.20

S:-

O:

        Klien puasa

        Bising usus (-)

        Peristaltik usus (-)

        BB:45 Kg

        Alb:2,5 g/dl

        Hb :7,5g/dl

        NGT(dekompresi):200cc.

A:Masalah belum teratasi

P:Intervensi No.2,3,4,5,6&

dilanjutkan.

3 Resiko tinggi Perubahan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh b.d

Perubahan fungsi

pencernaan sekunder

terhadap pembedahan

12-

03-

2010

/

Pkl :

08.0

0-

14.0

0

2.      Kolaborasi pemberian nutrisi

panenteral D5%.

3.      Kolaborasi memberikan injeksi

Ranitidin 50 mg (bolus) dan

Alinamin F 1 amp (bolus).

4.      Mempertahankan NGT

(dekompresi).

5.      Observasi fungsi pencernaan.

6.      Monitor tanda-tanda vital.

7.      Kolaborasi dalam pemberian

Albumin 20% 100 cc.

8.      Kolaborasi dalam pemberian

transfusi PRC 2 kalf (per kalf

350 cc).

12-03-

2010/

Pkl :11.

00

S:-

O:

        Klien puasa

        Bising usus (-)

        Peristaltik usus (-)

        BB:45 Kg

        Alb:3,0 g/dl

        Hb :10,0 g/dl

        NGT(dekompresi):200cc.

A:Masalah teratasi

P:Intervensi dipertahankan

3.4 Implementasi Dan Evaluasi

Page 24: Askep Pada Pasien Peritonitis

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa yang

bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan

dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari

epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus

yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan

berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Permukaan posterior agak

pipih dan letaknya tepat didepan esofagus. Akibatnya, jika suatu pipa endotrakeal (ET) bulat

yang kaku dengan balon yang digembungkan dimasukkan selama ventilasi mekanik, dapat

timbul erosi di posterior dan membentuk fistula trakeoesofagel. Responas inflamasi terhadap

erosi saluran nafas, akan menyebabkan produksi sekret yang banyak, hal ini akan menyebabkan

sumbatan jalan nafas (parsial atau total), terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran dan

refleks batuk.

Fungsi utama respirasi adalah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara pernafasan.

Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa, metabolisme hormon dan

pembuangan partikel. Untuk dapat menilai fungsi respirasi adekuat atau ada gangguan, hal yang

perlu diperhatikan adalah bersihan jalan nafas (airway) merupakan hal terpenting yang perlu

diperhatikan sebelum akhirnya menilai fungsi pernafasan dan sirkulasi, karena dengan adanya

sumbatan jalan nafas, suplai atau ventilasi gas akan terganggu, yang pada akhirnya akan

mempengaruhi ketersediaan O2 paru dan mengakibatkan ketidak seimbangan penggunaan O2

(perspirasi) dan suplai O2, yang berikutnya menyebabkan perubahan keseimbangan asam basa

cairan tubuh. Pemasangan ETT merupakan langkah pembebasan jalan nafas secara definitif

(definitive airway), dengan bantuan atau kontrol fungsi pernafasan dengan ventilasi mekanik,

disisi lain yang perlu diperhatikan adalah ketepatan pemasangan ETT, adanya milking atau

kingking dari ETT, serta efek pemasangan ETT terhadap airway. Klien dengan penurunan

kesadaran yang disertai penurunan refleks batuk seperti pada pasien operasi besar saluran

pecernaan (eksplorasi laparotomy), akan mudah mengalami gangguan saluran jalan nafas

Page 25: Askep Pada Pasien Peritonitis

(akumulasi sekret). Berbekal pengetahuan yang memadai, perawat akan mampu berfikir secara

komprehensif (memadukan pengetahuan teknikal dan intelektual) dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien. Klien dengan peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy

merupakan tantangan bagi perawat untuk dapat mengaktualisasi kemampuannya dalam

memberikan asuhan mkeperawatan, karena klien dengan post operasi besar, membutuhkan

perawatan total, yang melibatkan semua sistem tubuh. Berbekal terminologi keperawatan yang

terdiri dari lima proses keperawatan, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara

paripurna, dengan memperhatikan unsur specific, measurable, achievable, reasonable dan

timing, artinya tindakan keperawatan yang diberikan adalah spesifik terhadap masalah yang

dihadapi klien, tindakan yang dilakukan dapat diukur dan dapat dievaluasi, tindakannnya

beralasan dan terdapat target waktu dalam mengevaluasi. Mengevaluasi untuk melihat sejauh

mana tingkat keberhasilan tindakan yang telah diberikan, apakah perlu dilanjutkan, dimodifikasi

atau dihentikan.

Pada kasus kelolaan, didapatkan bahwa klien mengalami ketidakefektifan bersihan jalan

nafas berhubungan dengan akumulasi sekret sekunder terhadap penurunan kesadaran (refleks

batuk), yang dipersulit dengan adanya odem paru, setelah diberikan asuhan keperawatan selama

2 hari klien menampakkan adanya kemajuan pada refleks batuk, meskipun demikian klien tetap

dibantu fisioterapi nafas berupa fibrasi dan suctioning, namun yang perlu diperhatikan adalah

adanya oedem paru, akan sangat kontradiksi artinya semakin sering disuction (disedot), cairan

paru atau sekret akan semakin banyak, oleh karena itu suctioning diberikan sesuai indikasi dan

oedem parunya dikoreksi.

4.2 Gangguan Pertukaran Gas

Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-

jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi. Secara fisiologi sistem respirasi dibagi menjadi

bagian konduksi dari ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari

bronkioli respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobus (atas, tengah dan bawah)

dan paru kiri dua lobus (atas dan bawah). Oksigen pada proses pernafasan dipindahkan dari

udara luar ke dalam jaringan melalui tiga stadium, stadium pertama adalah ventilasi yaitu

masukya campuran gas-gas kedalam dan keluar paru. Stadium kedua adalah transportasi yang

ditinjau dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antara alveoli dan kapiler paru dan antara darah

sistemik dan sel-sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya

Page 26: Askep Pada Pasien Peritonitis

dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus, reaksi kimia dan fisis dari O2 dan CO2 dengan

darah. Stadium ketiga adalah Respirasi sel atau respirasi interna yaitu saat zat-zat dioksidasi

untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan

dikeluarkan oleh paru (Price & Wilson, 2006:743).

Pada kasus kelolaan, didapatkan bahwa klien mengalami gangguan pertukaran gas, hal ini

dapat dilihat dari hasil analisa gas darah, dan saturasi perifer. Klien menggunakan ventilasi

mekanik dengan mode kontrol, yang artinya klien tidak dapat bernafas secara sendiri (belum

adekuat). Dengan menjaga patensi jalan nafas dan setelah odem parunya terkoreksi dengan baik,

diharapkan fungsi difusi atau pertukaran gas dapat kembali secara adekuat. Dengan adanya

kolaborasi yang intens antara perawat dengan tim medis, untuk mempertahankan patensi jalan

nafas dan bantuan ventilasi mekanik, klien akan menunjukkan perubahan klinis yang baik.

Page 27: Askep Pada Pasien Peritonitis

BAB 5

PENUTUP

5.1 |Kesimpulan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1.      Masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas sudah teratasi sebagian dan rencana tindakan

dilanjutkan.

2.      Gangguan pertukaran gas sudah membaik setelah oedem parunya menunjukkan perbaikan.

3.      Ketidakefektifan pola nafas sudah menunjukkan perbaikan.

4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat dicegah, dan intervensi dipertahankan.

5.2 Saran

1.      Laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan dalam melakukan asuhan

keperawatan pada klien dengan peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy.

2.      Instansi rumah sakit mampu menggunakan laporan asuhan keperawatan perawat pelatihan ICU

sebagaimana mestinya, dan guna menunjang pelayanan keperawatan yang optimal.

3.      Perawat pelatihan ICU selanjutnya diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan pada

klien peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy dengan pertimbagan ALOS (Average

Lenght Of Stay) yang lebih pendek dan meminimalkan INOS (Infeksi Nosokomial).