Askep Impetigo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit karena infeksi bakteri yang sering diterdapat pada bayi disebut pioderma. Pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococcus, terutama S. aureus dan streptococcus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan atau kanker dan sebagainya atau adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit te rganggu. Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Sebenarnya infeksi kulit, selain disebabkan oleh bakteri gram positif seperti pada pioderma, dapat pula disebabkan oleh bakteri gram negatif, misalnya Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, E. coli dan klebsiella. Seperti yang dijelaskan sebelumnya Penyebab yang umum ialah bakteri gram positif, yakni streptokokus dan stafilokokus. Terdapat beberapa jenis pioderma salah satunyayaitu impetigo. Impetigo, yaitu merupakan salah satu bentuk pioderma yang paling sering menyerang anak-anak, terutama yang kebersihan badannya kurang dan bisa muncul di bagian tubuh manapun setelah terjadi cidera pada kulit, seperti luka maupun pada infeksi virus herpes simpleks. Paling sering ditemukan di wajah, lengan dan tungkai. Pada dewasa, impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit lainnya. Impetigo bisa juga terjadi setelah suatu infeksi saluran pernafasan atas (misalnya flu atau infeksi virus lainnya). B. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mngetahui konsep dasar dari asuhan keperawatan untuk penyakit pada system integumen, khusunya untuk kelompok kami membahas asuhan keperawatan pada impetigo. Kemudian, tujuan yang lebih khusunya adalah untuk melatih k ita dalam menyusun atau membuat asuhan keperawatan dari pengkajian sampai pada evaluasi. C. Masalah Masalah yang muncul adalah, apa yang dimaksud dengan pioderma, etiologi, gejala, manifestasi klinik, penatalksanaannya serta bagaimana asuhan keperawatannya?
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda,
56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering
merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada
insect bites (Beheshti, 2:2007). Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo
vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau
cacar monyet (Djuanda, 56-57:2005).
B. Klasifikasi
Jenis impetigo yaitu :
1. Impetigo contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta/keropeng/koreng)
Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul di muka, yaitu di sekitar hidung
dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga penderita datang
berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi
dibawahnya. Jenis ini biasanya berawal dari luka warna merah pada wajah anak, dan paling sering disekitar hidung dan mulut. Luka ini cepat pecah, berair dan bernanah, yang akhirnya membentuk kulit
kering berwarna kecoklatan. Bekas impetigo ini bisa hilang dan tak menyebabkan kulit seperti parut.
Luka ini bisa saja terasa gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang menimbulkan demam
pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening pada area yang
terinfeksi. Dan karena impetigo sangat mudah menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk
luka karena dapat menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.
2. Bullous impetigo (dengan gelembung berisi cairan)
Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah usia 2 tahun. Namun ada pendapat lain
yang mengatakan bahwa Impetigo bulosa terdapat pada anak dan juga pada orang dewasa, paling sering
muncul di ketiak, dada, dan punggung. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula. Kadang-kadang
waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula telah pecah. Impetigo ini meski tak terasa sakit, tapi
menyebabkan kulit melepuh berisi cairan. Bagian tubuh yang diserang seringkali badan, lengan dan kaki.
Kulit di sekitar luka biasanya berwarna merah dan gatal tapi tak terasa sakit. Luka akibat infeksi ini dapat
berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama ketimbang serangan impetigo jenis lain
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat
berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang
antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase,
streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin
(Brooks, 332:2005).
D. Patofisologi
Infeksi Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus dimana kita ketahui bakteri-
bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan
menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari
bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim.
Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksineksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Bakteri staph menghasilkan racun yang dapat
menyebabkan impetigo menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu
mengikat sel-sel kulit. Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim yang
dikeluarkan oleh Stap akan merusak struktur kulit dan adnya rasa gatal dapat menyebabkan
terbentuknya lesi pada kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm, kemudian berubah menjadi
bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau
papul (penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi
vesikel atau pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan
menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm
dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning
kecoklatan yang kemudian mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan,
di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali
menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah. Kemudian pada Bullous
impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang sehat dari plak (penonjolan datar di atas
permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor),
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda,
56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering
merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada
insect bites (Beheshti, 2:2007).
II. Sinonim
Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, atau impetigo TillburyFox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau cacar monyet (Djuanda, 56-
57:2005).
III. Etiologi
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus
(Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan
ecthyma (Beheshti, 2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 µm, berbentuk bulat, biasanya
tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk
rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya
mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan
ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun
fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase,
Ø Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk mencegah
penyebaran local
Ø Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo krustosa.
Ø Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah
2.Terapi medikamentosa
a. Terapi topikal
Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit dilepaskan baru
kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan
pemberian antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda, 57:2005).
1). Antiseptik
Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama yang telah
dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan menggunakan Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang
dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120” adalah sebanyak 0
koloni (Suswati, 6:2003).
Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran penyakit akibat
infeksi Staphylococcus aureus (Suswati, 6:2003).
2). Antibiotik Topikal
Ø Mupirocin
Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1980an.
Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Pada salah satu
penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan mupirocin topikal yang dibandingkan dengan
pemberian eritromisin oral pada pasien impetigo yang dilakukan di Ohio didapatkan hasil sebagai
berikut:
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan mupirocin topikal jauh lebih unggul dalam
mempercepat penyembuhan pasien impetigo, meskipun pada awal kunjungan diketahui lebih baikpenggunaan eritromisin oral, namun pada akhir terapi dan pada evaluasi diketahui jauh lebih baik
mupirocin topikal dibandingkan dengan eritromisin oral dan penggunaan mupirocin topikal memiliki
sedikit failure (Goldfarb, 1-3).
Untuk penggunaan mupirocin topikal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang dibandingkan dengan plasebo pada
praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan fassidic acid.
Ø Ratapamulin
Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten
ataupun vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat
dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri (Buck,
1:2007).
Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia diantara 9
sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas dari total luas badan. Kultur
yang telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Padapasien-pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan
mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering,
dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan
menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien mengalami
perbaikan klinis yang menggunakan plasebo (Buck, 1:2007).
Ø Dicloxacillin
Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini
penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui
ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin. Penggunaan
dicloxacillin sebagai terapi topical pada impetigo sebagai berikut:
(Sumber: Primary Clinical Care Manual 2007)
b.Terapi sistemik
1). Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)