Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007). HIV adalah virus yang menumpang hidup dan merusak sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. (Brunner&Suddarth; edisi 8)
42

Askep Hiv Aids Anyar

Dec 16, 2015

Download

Documents

HIV aids
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).

HIV adalah virus yang menumpang hidup dan merusak sistem kekebalan tubuh. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. (Brunner&Suddarth; edisi 8)AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and Prevention )2.2 Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

2.3 Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

2.4 Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

a.Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik. Limpanodenopati generalisata yang persisten (PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty) Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

b. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

Angiomatosis Baksilaris Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi

Displasia Serviks (sedang / berat karsinoma serviks in situ) Gejala konstitusional seperti panas (38,5oC) atau diare lebih dari 1 bulan. Leukoplakial yang berambut Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf. Idiopatik Trombositopenik Purpura Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

c.Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus Kanker serviks inpasif Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata Kriptokokosis ekstrapulmoner Kriptosporidosis internal kronis Cytomegalovirus (bukan hati,lien, atau kelenjar limfe) Refinitis Cytomegalovirus (gangguan penglihatan) Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis) Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner) Isoproasis intestinal yang kronis Sarkoma Kaposi Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak Kompleks mycobacterium avium (M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner) Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner Pneumonia Pneumocystic Cranii Pneumonia Rekuren Leukoenselophaty multifokal progresiva Septikemia salmonella yang rekuren Toksoplamosis otak Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

2.5 Gejala Dan Tanda

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal

a.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

b.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.

c.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

2.6 Komplikasi

a. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

b.Neurologik

-Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

-Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

-Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.

-Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

c. Gastrointestinal

-Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

-Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

-Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.d. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

e. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

f. Sensorik

-Pandangan:Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

-Pendengaran:Otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

2.7 Penatalaksanaan Medis1. Tes Diagnostik

1)Tes Enzim Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Tujuan : Mengidentifikasi spesifik untuk HIV, dimana tes ini tidak menegakkan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukan seseorang terinfeksi atau pernah terinfeks, orang yang didalam darahnya mengandung antibody HIVdisebut seropositif

2)Westeren Blot Assay

Tujuan : Mengenali antibody HIV dan memastikan seropositif HIV

3)Indirect Immunoflouresence

4)Radio Immuno Presipitation Assay (RIPA)

Tujuan : Mendeteksi protein dari antibody

5) Pelacakan HIV

Tujuan : Mengetahui perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut adalah protein virus P24, emeriksaan P24 antigen capture assay spesifik untuk HIV sehingga kadar P24 menurun.

2.Terapi

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

1). Pencegahan

Abstinensi seks

Pencegahan Periksa adanya virus maks. 6 bulan setelah hubungan

terpajannya Seks terakhir

HIV Gunakan pelindung jika berhubungan seks

Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato

Cegah infeksi ke janin/BBL

Tujuan Penatalaksanaan HIV:

Menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

Terapi-terapi farmakologis pada HIV-AIDS dan terapi non-farmakologis

Terapi Farmakologis:

1)Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya 3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.

2)Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

Didanosine

Ribavirin

Diedoxycytidine

Recombinant CD 4 dapat larut

Stavudin

Zidovudin

3)Inhibitor protease

Obat-obat yang menghambat kerja enzim protease (enzim yang dibutuhkan untuk replikase virus HIV dan produksi virion yang menular).

4)Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

Terapi non-farmakologis:

1)Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan

2)Sehat,hindari stress, gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

3)Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat Penyakit

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :

Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )

Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limpoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.

Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)

Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing enteropati (peradangan usus)

b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)

- Aktifitas / Istirahat

Gejala :Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.

Tanda :Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

-Sirkulasi

Gejala :Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.

Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.

-Integritas dan Ego

Gejala :Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.

Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.

-Eliminasi

Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi

Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.

-Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia

Tanda :Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema

-Hygiene

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

-Neurosensori

Gejala :Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.

Tanda :Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.-Nyeri / Kenyamanan

Gejala :Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.

Tanda :Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan, penurunan rentang gerak,pincang.

-Pernafasan

Gejala :ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.

Tanda :Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.

-Keamanan

Gejala :Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka, transfuse darah, penyakit defisiensi imun, demam berulang berkeringat malam.

Tanda :Perubahan integritas kulit, luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.

-Seksualitas

Gejala :Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.

Tanda :Kehamilan,herpes genetalia

-Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS

Tanda : Perubahan interaksi

-Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala :Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.

c. Pemeriksaan Diagnostik

1.Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Serologis

-Tes antibody serum

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa

-Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

-Sel T limfosit

Penurunan jumlah total

-Sel T4 helper

Indikator system imun (jumlah

-T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.

-P24 ( Protein pembungkus Human Immunodeficiency Virus (HIV) Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi

-Kadar Ig

Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal

- Reaksi rantai polimerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.

-Tes PHS

Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positifBudaya

Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.

Neurologis

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

Tes Lainnya

a.Sinar X dada

Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain

b.Tes Fungsi Pulmonal

Deteksi awal pneumonia interstisial

c.Skan Gallium

Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.

d. Biopsis

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

e. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial

Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

2.Tes Antibodi

Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.

Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :

Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.

Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Indirect Immunoflouresence

Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.

Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )

Mendeteksi protein dari pada antibody.3. Diagnosa Keperawatan

Daftar diagnosa keperawatan yang mungkin dibuat sangat luas karena sifat penyakit HIV AIDS yang amat kompleks ini. Kendati demikian, berdasarkan data-data hasil diagnosa keperawatan yang utama bagi penderita penyakit HIV AIDS dapat mencakup keadaan berikut ini :

1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan manifestasi HIV, ekskoriasi dan diare pada kulit.

2. Diare yang berhubungan dengan kuman patogen usus dan/atau infeksi HIV.3. Risiko terhadap infeksi yang berhubunan dengan imunodefisiensi.4. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan hipoksia yang menyertai infeksi paru.5. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan penyempitan rentang perhatian, gangguan daya ingat, kebingungan dan disorientasi yang menyertai enselopati HIV.6. Bersihan saluran napas tidak efektif yang berhubungan dengan pneumonia Pneomocytis carinii (PCP), peningkatan sekresi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk yang menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih.7. Nyeri yang berhubungan dengan gangguan integritas kulit perianal akibat diare, sarkoma kaposi dan neuropati perifer.8. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan asupan oral. 9. Isolasi sosial yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari sistem pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan bila dirinya menulari orang lain.10. Berduka diantisipasi yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup serta peranannya, dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan.11. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah penularan HIV AIDS dan perawatan mandiri.

4. Rencana Asuhan Keperawatan Pasien HIV-AIDSDiagnosa Keperawatan : Diare yang berhubungan dengan patogen enterik dan/atau infeksi HIV

Sasaran : Mendapatkan kembali kebiasaan defekasi yang lazim

Intervensi KeperawatanRasionalHasil yang diharapkan

1. Kaji kebiasaan defekasi normal pasien

2. Kaji terhadap diare: sering, feses encer, nyeri atau kram abdomen, volume feses cair, dan faktor pemberat dan penghilang

3. Dapatkan kultur feses dan berikan terapi antimikroba sesuai ketentuan

4. Lakukan tindakan untuk mengurangi pembatasan sesuai ketentuan dokter.

a. Pertahankan pembatasan makanan dan cairan sesuai ketentuan dokter,

b. Hindari merokok,

c. Hindari iritan usus seperti makanan berlemak atau gorengan, sayuran mentah, dan kacang-kacangan. Berikan makanan sedikit dan sering

5. Berikan antispasmotik antikolinergis atau obat sesuai ketentuan

6. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 3L kecuali dikontraindikasikan1. Memberikan dasar untuk evaluasi

2. Mendeteksi perubahan pada status, kuantitas kehilangan cairan, dan memberikan dasar untuk tindakan keperawatan.

3. Mengidentifikasi organusme patogenik

4. Tirah baring dapat menurunkan episode akut

a. Menurunkan stimulasi usus

b. Nikotin bertindak sebagai stimulan usus

c. Mencegah merangsang usus dan distensi abdomen dan meningkatkan nutrisi adekuat

5. Menurunkan spasme dan motilitas usus

6. Mencegah hipovolemia Kebiasaan defekasi kembali normal

Melaporkan penurunan episode diare dan kram abdomen

Mengidentifikasi dan menghindari makanan yang mengiritasi traktus gastrointestinal

Terapi yang tepat dilakukan sesuai ketentuan

Menunjukkan kultur feses normal

Mempertahankan masukan cairan adekuat

Mempertahankan berat badan dan melaporkan tidak ada penurunan berat badan tambahan

Menyatakan rasional untuk menghindari merokok

Libatkan dalam program berhenti merokok

Menggunakan obat sesuai ketentuan

Mempertahankan status cairan adekuat

Menunjukkan turgor kulit normal, membran mukosa lembab, haluaran urine adekuat, dan tidak ada rasa haus berlebihan

Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunodefisiensi

Sasaran : Tidak ada infeksi

Intervensi KeperawatanRasionalHasil yang diharapkan

1. Pantau adanya infeksi: demam, menggigil, dan diaforesis; batuk; napas pendek, nyeri oral tau nyeri menelan, bercak berwarna krim didalam rongga oral; sering berkemih, dorongan (urgensi) atau disuria; kemerahan, bengkak atau drainase dari luka; lesi vesikular di wajah, bibir atau area perianal.

2. Ajarkan pasien atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi

3. Pantau jumlah sel darah putih dan diferensial

4. Dapatkan kultur drainase luka, lesi kulit, urin, feses, sputum, mulut, dan darah sesuai ketentuan. Berikan terapi antimikrobial sesuai ketentuan

5. Instruksikan pasien cara mencegah infeksi:

a. Bersihkan dapur dan permukaan kamar mandi dengan disinfektan

b. Bersihkan tangan secara seksama setelah terpajan cairan tubuh

c. Hindari pemajanan pada cairan tubuh lain atau penggunaan alat makan bersama

d. Membalik, batuk, dan napas dalam khususnya ketika ativitas dikurangi

e. Pertahankan kebersihan area perianal

f. Hindari memegang kotoran binatang piaraan atau membersihkan kotak sampah, sarang burung atau aquarium

g. Masak daging dan telur sampai matang

6. Pertahankan teknik aseptik bila melakukan prosedur invasif seperti pungsin vena, katerisasi kandung kemih, dan injeksi 1. Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera, infeksi lama dan berulang memperberat kelemahan pasien.

2. Berikan deteksi dini terhadap infeksi

3. Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi

4. Organisme pengganggu harus diidentifikasi sesuai ketentuan untuk memulai tindakan yang tepat

5. Minimalkan pemajanan dan penularan infeksi HIV pada orang lain

6. Mencegah infeksi yang didapatkan dirumah sakit Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi yang dapat dilaporkan

Melaporkan tanda dan gejala infeksi bila ada

Menunjukkan dan melaporkan tidak ada demam, menggigil, dan diaforesis

Menunjukkan bunyi napas normal tanpa bunyi napas adventisius

Mempertahankan berat badan

Melaporkan tingkat energi adekuat tanpa keletihan berlebihan

Melaporkan tidak ada napas pendek atau batuk

Menujukkan membran mukosa merah muda, lembab tanpa fisura atau lesi

Terapi yang tepat diberikan

Infeksi dicegah

Menyatakan rasional untuk strategi menghindari infeksi

Mengubah aktivitas untuk menurunkan pemajanan pada infeksi atau individu infeksius

Mempraktikkan seks yang aman

Hindari mengunakan alat makan dan sikat gigi bersama

Menunjukkan suhu tubuh normal

Menggunakan teknik mempertahankan kebersihan kulit, lesi kulit, dan area perianal sesuai anjuran

Meminta orang lain untuk menangani kotoran binatang piaraan dan membersihkannya

Menggunakan teknik memasak yang dianjurkan

Diagnosa Keperawatan : bersihan jalan napas tidak efekstif yang berhubungan dengan pneumonia Pneumocytis, peningkatan sekresi bronkial, dan penurunan kemampuan untuk batuk yang berhubungan dengan kelemahan dan keletihan

Sasaran : bersihan jalan napas membaik

Intervensi KeperawatanRasionalHasil yang diharapkan

1. Kaji dan laporkan tanda dan gejala perubahan status pernapasan; takipnea, pengguanan otot aksesori, btuk, warna dan jumlah sputum, bunyi, napas abdormal, warna kulit abu-abu atau sianotik, gelisah, konfusi, atau somnolen

2. Dapatkan sampel sputum untuk kultur yang diprogramkan oleh dokter. Berikan terapi antimikroba sesuai ketentuan

3. Berikan perawatan paru (batuk, napas dalam, drainase postural, dan vibrasi) setiap 2 sampai 4 jam

4. Bantu pasien dalam mengambil posisi fowler tinggi atau semi

5. Dorong periode istirahat adekuat

6. Lakukan tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi:

a. Mempertahankan masukan cairan sedikitnya 3L per hari kecuali dikontraindikasikan

b. Lembabkan udara yang diinspirasikan sesuai ketentuan dokter

c. Konsulkan dengan dokter mengenal penggunaan agens mukolitik nebulizer atau tindakan IPPB

7. Lakukan pengisapan trakeal sesuai kebutuhan

8. Berikan terapi oksigen sesuai ketentuan

9. Bantu intubasi endotrakeal, pertahankan lingkungan ventilator sesuai ketentuan 1. Menunjukkan fungsi pernaoasan abdormal

2. Membantu dalam identifikasi organisme patogenik

3. Mencegah stasis sekresi dan meningkatkan bersihan jalan napas

4. Memudahkan bersihan jalan dan pernapasan

5. Memaksimalkan penggunaan energi dan mencegah keletiha berlebihan

6. Memudahkan ekspektorasi sekresi, mencegah stasis sekresi

7. Membuang seksresi bila pasien tidak dapat melakukannya

8. Meningkatkan availabilitas oksigen

9. Mempertahankan ventilasi Mempertahankan bersihan jalan napas normal

Frekuensi pernapasan