Top Banner
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN FRAKTUR TERBUKA A. KONSEP KLINIS 1. DEFINISI Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar). Fraktur Compound (terbuka) adalah fraktur yang menyebabkan robeknya kulit (Corwin,2001). Fraktur terbuka karena itegritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit ( Reeves,2001). 2. ETIOLOGI Penyebab fraktur adalah: trauma, karena kecelakaan dari kendaraan, jatuh, olahraga dan sekunder dari penyakit; osteogenis imperfekta dan kanker (Suriadi, 2001). Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause (Reeves, 2001) 3. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis fraktur adalah Nyeri(pain), hilangnya nyeri (Fungsiolesa), deformitas, pemendekan ekstermitas, kripitasi, pembengkakan local, dan perubahan warna (Smeltzer,2002) Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk ( Reeves,2001). 4. PATOFISIOLOGI
52

Askep Fraktur Terbuka

Jul 09, 2016

Download

Documents

Askep Fraktur Terbuka
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Askep Fraktur Terbuka

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN FRAKTUR TERBUKA

A. KONSEP KLINIS

1. DEFINISI

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).

Fraktur Compound (terbuka) adalah fraktur yang menyebabkan robeknya kulit (Corwin,2001).

Fraktur terbuka karena itegritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit ( Reeves,2001).

2. ETIOLOGI

Penyebab fraktur adalah: trauma, karena kecelakaan dari kendaraan, jatuh, olahraga dan sekunder dari penyakit; osteogenis imperfekta dan kanker (Suriadi, 2001).

Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada menopause (Reeves, 2001)

3. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur adalah Nyeri(pain), hilangnya nyeri (Fungsiolesa), deformitas, pemendekan ekstermitas, kripitasi, pembengkakan local, dan perubahan warna (Smeltzer,2002)

Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk ( Reeves,2001).

4. PATOFISIOLOGI

Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung dan tak langsung serta kondisi patologis, setelah terjadi fraktur dapat mengakibatkan diskontinuitas tulang dan pergeseran fragmen tulang. Pergeseran fragmen tulang otomatis menimbulkan adanya nyeri. Diskontinuitas tulang dapat berakibat perubahan jaringan sekitar lalu terjadi pergeseran fragmen tulang kemudian terjadi deformitas dan gangguan fungsi yang berujung gangguan imobilitas fisik. Perubahan jaringan sekitar juga dapat menyebabkan laserasi kulit dimana terjadi kerusakan integritas kulit jika sampai menyebabkan putus vena/arteri akan terjadi perdarahan lalu kehilangan volume cairan yang berujung syok hipovolemik. Selain laserasi kulit juga berakibat ke spasme otot yang meningkatkan tekanan kapiler terjadi pelepasan histamin, protein plasma hilang maka terjadi edema yang menyebabkan penekanan pembuluh darah dan dapat terjadi penurunan perfusi

Page 2: Askep Fraktur Terbuka

jaringan. Diskotinuitas akibat terjadinya fraktur dapat mengakibatkan terjadi kerusakan fragmen tulang yang selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan sesama tulang lebih tinggi daripada kapiler kemudian terjadi reaksi stres pasien dimana terjadi pelepasan katekolamin yang memobilisasi asam lemak bergabung dengan trombosit maka terjadilah emboli yang akan menyumbat pembuluh darah.

5. PATHWAY

Page 3: Askep Fraktur Terbuka

6. KLASIFIKASI FRAKTUR TERBUKA

Pada fraktur terbuka terdapat klasifikasi berdasarkan derajat luka antara lain :

Derajat I:

Luka < 1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, tranversal, atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal

Derajat II :

Luka > 1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

Fraktur kominutif sedang

Kontaminasi sedang

Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :

A. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat ukuran luka.

B. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar kontaminasi masif.

C. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Doenges (2000), pemeriksaan diagnostik untuk fraktur terbuka, yaitu:

1) Pemeriksaan rontgen: menetukan lokasi/luasnya fraktur trauma

2) Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI :memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

3) Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

Page 4: Askep Fraktur Terbuka

4) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun, pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ respon stress normal setelah trauma.

5) Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliners ginjal.

6) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse multiple, atau cedera hati.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut mansjoer (2000), fraktur biasanya menyertai trauma. Itu sangat penting untuk

melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing) dan

sirkulasi (circulation) apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah

lagi, baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya

kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, meningkat

golden, period 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap, kemudian lakukan foto

radiologi. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya

kerusakan yang lebih pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

Tindakan pada foto fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat

mengakibatkan komplikasi infeksi, waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam

(golden period). Berikan antibiotic untuk kuman gram positif dan negative dengan dosis

tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka.

Teknik debrimen adalah sebagai berikut:

a) Lakukan narcosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan atau kecil.

b) Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau esmard)

c) Cuci seluruh esktremitas selama 5-10 menit, kemudian lakukan pencukuran, lalu

diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih.

d) Lakukan tidakan desinfeksi dan pemasangan dulu.

Page 5: Askep Fraktur Terbuka

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1.1. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

Page 6: Askep Fraktur Terbuka

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3) Pola Eliminasi

Page 7: Askep Fraktur Terbuka

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.

6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.

7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).

8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.

9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.

Page 8: Askep Fraktur Terbuka

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

2.1) Gambaran Umum

Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.

b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.

2.2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

Page 9: Askep Fraktur Terbuka

c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)

f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j) Paru

1) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

4) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

Page 10: Askep Fraktur Terbuka

k) Jantung

1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

2) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

l) Abdomen

1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

3) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

3) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).

(b) Cape au lait spot (birth mark).

(c) Fistulae.

Page 11: Askep Fraktur Terbuka

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.

(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).

(d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Page 12: Askep Fraktur Terbuka

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain

Page 13: Askep Fraktur Terbuka

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

1. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan:

a. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring dan

imobilisasi sesuai indikasi.

2. Bila terpasang gips/bebat, sokong

fraktur dengan bantal atau gulungan

selimut untuk mempertahankan posisi

yang netral.

3. Evaluasi pembebat terhadap resolusi

edema.

Meningkatkan stabilitas, meminimalkan gangguan akibat perubahan posisi.

Mencegah gerakan yang tak perlu akibat perubahan posisi.

Penilaian kembali pembebat perlu dilakukan seiring dengan berkurangnya

Page 14: Askep Fraktur Terbuka

4. Bila terpasang traksi, pertahankan

posisi traksi (Buck, Dunlop, Pearson,

Russel)

5. Yakinkan semua klem, katrol dan tali

berfungsi baik.

6. Pertahankan integritas fiksasi

eksternal.

7. Kolaborasi pelaksanaan kontrol foto.

edema

Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot untuk mempercepat reunifikasi fragmen tulang

Menghindari iterupsi penyambungan fraktur.

Keketatan kurang atau berlebihan dari traksi eksternal (Hoffman) mengubah tegangan traksi dan mengakibatkan kesalahan posisi.

Menilai proses penyembuhan tulang.

b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan

lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang

sakit dengan tirah baring, gips, bebat

dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang

terkena.

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.

Page 15: Askep Fraktur Terbuka

3. Lakukan dan awasi latihan gerak

pasif/aktif.

4. Lakukan tindakan untuk

meningkatkan kenyamanan (masase,

perubahan posisi)

5. Ajarkan penggunaan teknik

manajemen nyeri (latihan napas

dalam, imajinasi visual, aktivitas

dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama fase

akut (24-48 jam pertama) sesuai

keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai

indikasi.

8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,

petunjuk verbal dan non verval,

perubahan tanda-tanda vital)

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

Menilai erkembangan masalah klien.

c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Page 16: Askep Fraktur Terbuka

1. Dorong klien untuk secara rutin

melakukan latihan menggerakkan

jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat

tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.

3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas

yang cedera kecuali ada kontraindikasi

adanya sindroma kompartemen.

4. Berikan obat antikoagulan (warfarin)

bila diperlukan.

5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran

kapiler, warna kulit dan kehangatan

kulit distal cedera, bandingkan dengan

sisi yang normal.

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.

d. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan

membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Page 17: Askep Fraktur Terbuka

1. Instruksikan/bantu latihan napas

dalam dan latihan batuk efektif.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi

yang aman sesuai keadaan klien.

3. Kolaborasi pemberian obat

antikoagulan (warvarin, heparin) dan

kortikosteroid sesuai indikasi.

4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb,

kalsium, LED, lemak dan trombosit

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan

upaya bernapas, perhatikan adanya

stridor, penggunaan otot aksesori

pernapasan, retraksi sela iga dan

sianosis sentral.

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.

e. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Page 18: Askep Fraktur Terbuka

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas

rekreasi terapeutik (radio, koran,

kunjungan teman/keluarga) sesuai

keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif

pada ekstremitas yang sakit maupun

yang sehat sesuai keadaan klien.

3. Berikan papan penyangga kaki,

gulungan trokanter/tangan sesuai

indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri

(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan

klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai

keadaan klien.

6. Dorong/pertahankan asupan cairan

2000-3000 ml/hari.

7. Berikan diet TKTP.

Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara

Page 19: Askep Fraktur Terbuka

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi

sesuai indikasi.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien

dan program imobilisasi.

individual.

Menilai perkembangan masalah klien.

f. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang

nyaman dan aman (kering, bersih, alat

tenun kencang, bantalan bawah siku,

tumit).

2. Masase kulit terutama daerah

penonjolan tulang dan area distal

bebat/gips.

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah

perianal

4. Observasi keadaan kulit, penekanan

gips/bebat terhadap kulit, insersi

Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilai perkembangan masalah klien.

Page 20: Askep Fraktur Terbuka

pen/traksi.

g. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,

taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan

perawatan luka sesuai protokol

2. Ajarkan klien untuk mempertahankan

sterilitas insersi pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan

toksoid tetanus sesuai indikasi.

4. Analisa hasil pemeriksaan

laboratorium (Hitung darah lengkap,

LED, Kultur dan sensitivitas

luka/serum/tulang)

Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan masalah klien.

Page 21: Askep Fraktur Terbuka

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.

Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.

Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)

Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini yang memerulukan intervensi lebih lanjut.

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin. Elizabeth j, 2000, Buku Saku Patofiologi, Jakarta: EGC,

Page 22: Askep Fraktur Terbuka

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges. Marliyn E, 2000. Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, ed.3, Jakarta: EGC,

Dudley (1992), Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dunphy & Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.

Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Judith M. Wilkinson, 2007, Buku saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7, Jakarta : EGC

Lukman, Nurna Ningsih, 2009, Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system Muskuloskeletal, edisi 1 Jakarta : Salemba Medika,

Mansjoer. Arif, 2000, kapita selekta kedokteran, ed.3, jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius,

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Suriadi, rita yuliani, 2000, Asuhan keperawatan pada anak, ed. 1, Jakarta: PT Fajar Inter Pratama,

http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_fraktur.html

http://www.scribd.com/doc/47708188/ASUHAN-KEPERAWATAN-PADA-KLIEN-DENGAN-FRAKTUR-CRURIS

http://argitauchiha.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-klien-dengan-fraktur.html

Page 23: Askep Fraktur Terbuka

C. KONSEP PROSES KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 55 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Buruh tani

Alamat : Dsn. Dawung, Desa Karangrejo

Diagnosa medik : Fraktur Terbuka Colles Dextra 1/3 medial Derajat II

Tgl masuk : 15 Oktober 2011

Tgl pengkajian : 16 Oktober 2011

2. RIWAYAT KESEHATAN

a. Keluhan utama : Tn.S mengatakan tangan kanan saya sangat sakit dan

terasa panas karena luka akibat kecelakaan motor yang

berakibat patah tulang dan klien mengeluh susah

untuk beraktifitas menggunakan tangan kanan.

b. Riwayat penyakit saat ini :

Fraktur terbuka pada tangan kanan, luka robek di atas fraktur pj. 5 cm kedalaman: sedalam tulang

c. Riwayat kesehatan masa lalu :

Klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya

Page 24: Askep Fraktur Terbuka

d. Riwayat kesehatan keluarga :

Menurut keterangan dari keluarga klien dan dari klien, tidak ada dari anggota keluarganya yang pernah di rawat di rumah sakit dan tidak ada dari keluarganya yang menderita penyakit menular.

3. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum:

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan umum : Baik

Tinggi badan : 170 cm

Berat badan : 55 kg

2. Tanda-tanda vital:

TD : 110/80 mmHg

Nadi/PR : 84 x/menit

Pernafasan/RR : 22 x/menit

Suhu tubuh : 36 c

3. Head to Toe

1) Kepala

Bentuk Kepala: Bentuk simetris, rambut hitam dan banyak uban, tidak ada

ketombe, tidak nyeri tekan.

Mata : Bentuk simetris,bulat dan kecil, konjungtiva merah muda,

sclera putih, reaksi pupil simetris.

Telinga : bentuk normal dan simetris tidak dijumpai peradangan dan

perdarahan sera fungsi pendengaran baik

Hidung : Bentuk simetris, tidak dijumpai peradangan, polip/sumbatan

tidak ada, fungsi penciuman baik.

Mulut : Mukosa lembab, sariawan tidak ada, reflex menelan dan

Page 25: Askep Fraktur Terbuka

menguyah baik dan tidak ada pembesaran tonsil.

Leher : bentuk simetris, tidak terdapat kelainan dan pembengkakan

serta semua dalam keadaan normal.

2) Thorax

Dada : bentuk simetris, mamae simetris

Paru-paru : pernafasan 22 x /menit

Bunyi nafas normal dan irama pernafasan normal

Jantung : bunyi jantung teratur tidak ada S3 dan S4

3) Abdomen

Bentuk datar, tidak adanya benjolan dan tidak adanya nyeri tekan.

4) Genetalia

Tidak dilakukan pengkajian

5) Ekstermitas atas

Bentuk tidak simetris, terjadi pemendekan tangan kanan, sensasi halus ada, sensasi tajam ada gerakan rom terjadi gangguan, reflex bisep ada, dan terdapat pembengkakan di tangan kanan. Terdapat luka robek di atas patah Pj. 5 cm, kedalaman sedalam tulang

Dilakukan pembidaian pada tangan kanan.

Ekstermitas bawah

Bentuk simetris, sensasi halus ada, pergerakan normal, reflek patella (+), tidak ada

pembengkakan

Skala nyeri = 7

ROM

6) Kulit

55

2 5

Page 26: Askep Fraktur Terbuka

Kulit normal sedikit keriput, turgor baik, adanya edema lesi.

Terdapat luka robek di atas patah Pj. 5 cm, kedalaman sedalam tulang, warna sekitar luka sedikit kemerahan

4. KEBUTUHAN DASAR

1) Pola Aktivitas dan istirahat

Sebelum MRS Selama MRS

Tidur siang tidak pernah tidur ( selama 3 jam)

Tidur malam Ya ( selama 6 jam) Ya ( selama 6 Jam)

Suka terbangun tangah malam Ya Ya dan sering terjaga

Aktivitas Kerja selama 8 jam Cepat lelah dan terasa

kaku, pergerakan terbatas

2) Personal Hygiene

Dalam personal hygiene klien mengalami perubahan selama MRS. Klien tidak bisa mandi, sikat gigi, Penampilan umum kusam.

3) Pola Nutrisi

Nafsu makan sedikit menurun, setiap makan yang di sediakan oleh RS selalu tidak di habiskan. Jumlah frekuensi makan 3 X sehari

Makanan tambahan yang disediakan RS tidak pernah di makan.

Klien tidak pernah minum susu, hanya mengkonsumsi minuman air putih 2-3 liter sehari.

4) Eliminasi

Sebelum MRS Selama MRS

Eliminasi Alvi 1 x sehari 2 hari sekali

Konsistensi Normal Agak keras

Warna Kuning Kuning

Bau Normal Normal

Eliminasi Uri 8 – 10 x sehari 8 x sehari

Lancar teratur Teratur

Warna Kuning Kuning

Page 27: Askep Fraktur Terbuka

Bau Normal Normal

5) Seksualitas

Sebelum MRS Selama MRS

Aktifitas seksual Normal tidak

6) Psikososial

Hubungan dengan keluarga baik, suka berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sering mengikuti acara di tempat tinggalnya.

7) Spiritual

Ketaatan dalam menjalankan ibadah berkurang, menjalankan shalat tehambat, tidak suka membaca buku, tidak dapat menjalankan kegiatan keagamaan berupa pengajian.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Sudah di lakukan pengambilan, dan hasil masih dalam proses

X Ray :

Open Fraktur Colles Dextara 1/3 medial, Derajat II

6. TERAPI

Bed rest

Infus RL : D5 = 2 : 3

Inj. Cefataxim 2 X 1 gr

Inj. Pronalgin 3 x 1 amp

Reposisi fraktur

Debridement

Bidai

Rencana operasi

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

Page 28: Askep Fraktur Terbuka

I. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN

No

Hari/Tgl Data Fokus Etiologi Masalah TTD

1. 16/10/2011

Jam 16.00

DS: Klien mengatakan “tangan saya sangat sakit dan terasa panas”

DO:

- Adanya luka dan patah tulang pada tangan kanan.

- Wajah meringis kesakitan

- Skala nyeri = 7

- Menunjukkan tempat yang sakit

- TTV:

TD: 110/80 mmHg

S : 36 c

N : 84 x/menit

RR : 22 x/menit

Spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak.

Nyeri

2. 16/10/2011

Jam 16.00

DS : Klien mengatakan “saya takut tangan saya lama sembuhnya”

DO:

- Luka terbuka pada tangan kanan

- Panjang luka lebih kurang 5 cm

- Kedalam luka sedalam tulang

- Bengkak pada tangan yang luka

- Kulit kemerahan di sekitar luka kerusakan kulit infeksi.

Ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, cidera jaringan lunak)

Resti Infeksi

Page 29: Askep Fraktur Terbuka

3. 16/10/2011

Jam 16.00

DS: Klien mengatakan “saya tidak bisa menggunakan tangan kanan untuk melakukan aktivitas”

DO:

- Keterbatasan rentang gerak

- Pemakaian Bidai

- ROM

- Tidak mau untuk menggerakkan tangan kanan

Kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

Gangguan mobilitas fisik

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak.

2. Risiko tinggi infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, cidera jaringan lunak)

3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

Page 30: Askep Fraktur Terbuka

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

No.Dx

Hari/tgl Tujuan Intervensi Rasional TTD

1. 16/10/2011

Jam 16.00

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang KH :

- Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,istirahat dengan tepat,

- Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

- Skala Nyeri = 0

9. Pertahankan imobilIsasi bagian yang sakit dengan tirah baring, bidai.

10. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

11. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

12. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

13. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)

14. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.

15. Evaluasi keluhan

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

Menilai perkembangan

Page 31: Askep Fraktur Terbuka

nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

16. Kolaborasi medis dengan pemberian analgetik

masalah klien

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

2. 16/10/2011

Jam 16.00

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam

1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.

3. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)

4. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

5. Kolaborasi medis dengan pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan masalah klien.

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis,

Page 32: Askep Fraktur Terbuka

mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

3. 16/10/2011

Jam 16.00

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam

Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.

3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.

5. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.

Menilai perkembangan masalah klien.

Page 33: Askep Fraktur Terbuka

6. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

7. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

8. Berikan diet TKTP.

9. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

10. Kolaborasi medis dengan pemberian cairan infus sesuai indikasi.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.

Cairan infus dapat mempertahankan volume cairan dalam tubuh

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Page 34: Askep Fraktur Terbuka

No Hari/tgl Jam Implementasi Respon TTD

1. 16/10/2011

18.00 1. Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan memasang bidai tangan, dan memberikan Bedrest.

2. Memberikan posisi tangan kanan lebih tinggi dari jantung dengan menggunakan bantal

3. Melakukan dan awasi latihan gerak pasif, pada jam 17.00

4. Melakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

5. Mengajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.

7. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

8. Kolaborasi medis dengan pemberian analgetik

- Pemberian Pronalgin 3 X 1 Amp

Klien Bedrest

Klien merasa nyeri berkurang dan nyaman

Latihan ROM pasif sebanyak 4-5 X

Posisi di ubah setiap 1 jam

Klien mencoba nafas dalam

Menggunakan waslap dan tempatkan di lengan atas

Skala nyeri = 6

Dilakukan jam 17.00

Secara IntraVena, sebanyak 1 amp

2 16/10/2011

18.00 1. Melakukan perawatan luka sesuai protokol

2. Mengajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas luka.

3. Menganalisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan

Klien komunikatif dalam perawatan luka

Hecting situasi

Sudah dilakukan pengambilan sampel

Page 35: Askep Fraktur Terbuka

sensitivitas luka/serum/tulang)

4. Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

5. Kolaborasi medis dengan pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.Pemberian Inj. Cefataxim 2 X 1 gr

darah jam 9.00

TTV jam 16.00

TD: 110/80 mmHg

N : 76 x/m

RR: 20 x/m

S: 36,5 C

Tanda radang (+)

Dilakukan jam 17.00

Secara IntraVena sebanyak 1 Gr

1. Mempertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

2. Membantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.

3. Memberikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.

4. Mengevaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

5. Membantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.

6. Mengubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

Membatasi kunjungan keluarga secara bersamaan

Melakukan ROM pasif jari jari tangan 4-5 X jam 17.00

Tangan menggunakan bidai

Tidak mampu melaksanakan personal hygiene secara mandiri

Merubah posisi setiap

Page 36: Askep Fraktur Terbuka

7. Mendorong asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

8. Memberikan diet TKTP.

9. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

10. Kolaborasi medis dengan pemberian cairan infus sesuai indikasi.Pemberian Infus RL : D5 = 2 : 3

1 jam

Klien minum 2 – 3 ltr / hari.

Makan diet tidak pernah di habiskan

Infus terpasang D5 % jam 14.00

V. EVALUASI KEPERAWATAN

Page 37: Askep Fraktur Terbuka

No Hari/tgl EVALUASI TTD

1 16/Pebr/2011

Jam 20.00

S - Klien mengatakan tangan kanan masih nyeri

O - Adanya luka dan patah tulang pada tangan kanan.

- Wajah meringis kesakitan

- Skala nyeri = 6

- Menunjukkan tempat yang sakit

- Tidak mau menggerakkan tangan

A Masalah pasien/ Tujuan sudah teratasi sebagian

P Teruskan rencana/ ulangi tindakan.

2. 16/Pebr/2011

Jam 20.00

S Klien mengatakan saya takut tangan saya lama sembuhnya

O - Luka tangan kanan (+)

- Panjang luka lebih kurang 5 cm

- Bengkak pada tangan yang luka

- Kulit kemerahan di sekitar luka kerusakan kulit infeksi.

A Masalah pasien/ Tujuan sudah teratasi sebagian

P Teruskan rencana/ ulangi tindakan.

3. 16/Pebr/2011

Jam 20.00

S Klien mengatakan “saya tidak bisa menggunakan tangan kanan untuk melakukan aktivitas”

O - Keterbatasan rentang gerak

- Pemakaian Bidai

Page 38: Askep Fraktur Terbuka

- ROM

- Klien tidak mampu untuk menggerakkan tangan kanan

A Masalah pasien/ Tujuan sudah teratasi sebagian

P Teruskan rencana/ ulangi tindakan.

52

5 5