Page 1
ASKEP diare anak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Diere adalah penyebab penting kekurangan gizi, ini disebabkan karena
adanya anoreksia pada penderita diare, sehingga penderita makan lebih sedikit
dari biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang. Padahal
kebutuhan sari makananya meningkat akibat adanya infeksi. Setiap episod diare
menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episode diare berkepanjangan maka
dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan akan terlihat keterlambatan
tubuh kembang pada anak dan bayi.
Diare merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian pada
anak di negara berkembang, dengan perkiraan 1,3 milyar episode dan 3,2 juta
kematian setiap tahun pada balita. Secara keseluruhan anak-anak ini mengalami
rata-rata 3,3 epoisode diare pertahun. Pada daerah yang dnegan angka episode
yang tinggi ini, seorang balita dapat menghabiskan 25 % waktunya dengan diare.
Sekitar 80 % kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi
sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penyebab
kematian lain adalah disentri, kekurangan gizi, dan infeksi serius seperti pnemoni.
B. Identifikasi masalah
Sesuai dengan judul makalah ini “Diare Akut Pada Anak” terkait dengan
proses dan ilmu keperawatan. Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalahnya
dapat diidentifikasi sebagai berikut :
Page 2
1. Apa itu Diare Akut Pada Anak ?
2. Apa yang menyebabkan Diare Akut Pada Anak?
3. Bagaimana patofisiologi Diare Akut Pada Anak ?
4. Apa tanda dan gejala Diare Akut Pada Anak ?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic Diare Akut Pada Anak?
6. Bagaimana penatalaksanaan terhadap penyakit Diare Akut Pada Anak ?
7. Bagamana asuhan keperawatan pada Diare Akut Pada Anak ?
C. Pembatasan masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas
dibatasi pada masalah :
1. Pengertian Diare Akut Pada Anak.
2. Etiologi Diare Akut Pada Anak.
3. Patofisiologi Diare Akut Pada Anak.
4. Manifestasi klinis Diare Akut Pada Anak.
5. Pemeriksaan diagnostik Diare Akut Pada Anak.
6. Penatalaksanaan medis Diare Akut Pada Anak.
7. Asuhan keperawatan Diare Akut Pada Anak.
Page 3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Menurut kepustakaan, diare akut adalah buang air besar lembek atau
bahkan dapat berupa air saja, dengan atau tanpa darah dan lendir, dengan
frekuensi tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam, dan berlangsung
kurang dari 14 hari.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk
cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO
(1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2
berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis
(Mansjoer,A.1999,501). Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran
tinja yang tidak normal dan cair.
Page 4
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama
pada bayi dan anak Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara
150-430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan upaya yang sekarang telah
dilaksanakan, angka kematian dirumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari
3%.
B. Etiologi
Selama 2 dekade, penelitian menunjukkan karakteristik dari diare akut. Pada
awal 1970 agen penyebab dapat diidentifikasi dalam 15-20% episode diare.
Sekarang, dengan semakin berkembangnya teknik diagnostik, dapat ditemukan
agen penyebab dalam 60-80%.3 Sebagian besar penyebab infeksi diare adalah
Rotavirus, disamping virus lainnya seperti Norwalk Like Virus, Enteric
Adenovirus, Astovirus, dan Calicivirus. Beberapa patogen bakteri seperti
Salmonella, Shigella, Yersinia, Campylobacter, dan beberapa strain khusus
E.Coli. Beberapa parasit yang sering menyebabkan diare meliputi Giardia,
Crytosporidium, dan Entamoeba Histolytica.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak.
Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, campylobacter, Yersinia,
Aeromonas dan sebagainya.
Infeksi virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
Page 5
Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (Candida
albicans).
b. Faktor parentral yaitu Infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi Karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
Malabsorbsi Lemak
Malabsorbsi Protein
3. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran
dimasak kutang matang, alergi terhadap makanan.
4. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
C. Patofisiologi
Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang terjadi, sesuai dengan penyebab
diare.
Virus dapat secara langsung merusak vili usus halus sehingga mengurangi
luas permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang
mengakibatkan terhambatnya perkembangan normal vili enterocytes dari usus
kecil dan perubahan dalam struktur dan fungsi epitel. Perubahan ini menyebabkan
malabsorbsi dan motilitas abnormal dari usus selama infeksi rotavirus.
Page 6
Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda.
Bakteri non invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat
pada usus, berkembang baik disitu, dan kemudian akan mengeluarkan enzim
mucinase (mencairkan lapisan lendir), kemudian bakteri akan masuk ke membran,
dan mengeluarkan sub unit A dan B, lalu mengeluarkan cAMP yang akan
merangsang sekresi cairan usus dan menghambat absorpsi tanpa menimbulkan
kerusakan sel epitel. Tekanan usus akan meningkat, dinding usus teregang,
kemudian terjadilah diare.
Bakteri invasive (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasive,
campylobacter) mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang
diikuti oleh respon inflamasi. Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular
baik di dalam usus maupun di dalam usus. Enterotoksin Escherichia coli yang
tahan panas akan mengaktifkan adenilat siklase, sedangkan toksin yang tidak
tahan panas mengaktifkan guanilat siklase. E.coli enterohemoragik dan Shigella
menghasilkan verotoksin yang menyebabkan kelainan sistemik seperti kejang dan
sindrom hemolitik uremik.
Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi kehilangan air (output ) lebih banyak daripada pemasukan
(input),
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Terjadi karena :
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda
keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.
Page 7
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan,
pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam (pernafasan Kuszmaull)
3. Hipoglikemia
Hal ini terjadi karena :
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.
b. Adanya gangguan absopsi glukosa (walaupun jarang).
Gejala hipoglikemi akan muncul jika kada glukosa darah menurun sampai 40 mg
% pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemi tersebut dapat
berupa : lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang
sampai koma.
4. Gangguan Gizi
Hal ini disebabkan :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan / muntahnya
akan bertambah hebat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik.Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
Page 8
pendarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tidak
segera ditolong penderita dapat meninggal .
Semua akibat diare cair diakibatkan karena kehilangan air dan elektrolit
tubuh melalui tinja. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan volume darah (hipovolemia), kolaps kardiovaskular dan kematian
bila tidak diobati dengan tepat. Ada tiga macam dehidrasi :
1. Dehidrasi isotonik
Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini terjadi bila
kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan keadaan normal dan
ditemui dalam cairan ekstraseluler.
2. Dehidrasi Hipertonik
Beberapa anak yang diare, terutama bayi sering menderita dehidrasi
hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan kelebihan
natrium. Bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan
ekstraseluler dan darah. Ini biasanya akibat dari pemasukan cairan hipertonik pada
saat diare yang tidak di absopsi secara efisien dan pemasukan air yang tidak
cukup.
3. Dehidrasi Hipotonik
Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau yang mendapat infus
5 % glukosa dalam air, mungkin bisa menderita hiponatremik. Hal ini terjadi
karena air diabsopsi dari usus sementara kehilangan garam (NaCl ) tetap
berlangsung dan menyebabkan kekurangan natrium dan kelebihan air.
D. Manifestasi Klinik
Page 9
Mula-mula bayi dan anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin
lama berubah enjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang
tiak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak
cairandan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium :
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan Mikroskopis
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan
analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
Page 10
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita diare disertai kejang).
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian Cairan (Rehidrasi)
a. jenis cairan
1) Cairan rehidrasi oral (oral rehydration salts)
o Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap
kali diare.
o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
o DG aa (1 bagian larutan darrow + 1 bagian glukosa 5%)
o RL g (1 bagian Ringer Laktat + 1 bagian glukosa 5%)
o RL (Ringer Laktat)
o 3@ (1 bagian NaCL 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Nalaktat 1/6 mol/l)
o DG 1 : 2 (1 bagian larutan darrow + 2 bagian glukosa 5%)
o RLg 1 : 3 (1 bagian Ringer Laktat + 3 bagian glukosa 5-10%)
o Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 11/2% atau bagian
glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%)
b. Jalan pemberian cairan
1) Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau
minum serta kesadaran baik.
2) Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak
mau minum serta kesadaran menurun.
Page 11
3) Intravena untuk dehidrasi berat.
c. Jumlah Cairan, tergantung pada :
1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).
d. Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang
lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt
2. Terapi obat
a. Obat anti sekresi
1) Asetosal
Dosis: 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
2) Klorpromazine
Dosis: 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
b. Obat anti spasmotik
Pada umumnya obat anti spasmotik seperti papaverin, ekstrak beladona, opium,
loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untukmengatasi diare akut.
c. Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal dan sebagainya tidak
ada manfaatnya untuk mengatasi diare.
d. Antibiotika
Page 12
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali
bila penyebabnya jelas seperti:
Kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgbb/hari
Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50mg/kgbb/hari
3. Dietetik
a. Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang
dari 7kg. Jenis makanannya seperti :
Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)
Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susukarena dirumh sudah biasa diberi makanan padat.
Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam
lemak berantai sedang atau tidak jenuh sesuai kelainan yang di temukan.
b. Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7kg. Jenis makanannya
yaitu makanan padat atau makanan cair (susu) sesuai dengan kebiasaan makan
dirumah.
Page 13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DIARE AKUT
A. Pengkajian
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur
2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Page 14
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2
kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
Page 15
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru
dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri
(tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB
sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi
maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak
mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri :
Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
Page 16
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang
> 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat,
HCO3 menurun )
Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
Page 17
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan
dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
Page 18
a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit
b. Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak
aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
c. Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan
cairan 1 lt
d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
e. Kolaborasi :
1. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
2. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
3. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Page 19
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
4. BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
Page 20
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan
dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas
kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban
dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi .
Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien
mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan
tidak rewel
Page 21
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun
non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada
klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
Page 22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diare akut adalah buang air besar lembek atau bahkan dapat berupa air
saja, dengan atau tanpa darah dan lendir, dengan frekuensi tiga kali atau lebih
sering dari biasanya dalam 24 jam, dan berlangsung kurang dari 14 hari.
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu : faktor
infeksi,faktor Malabsopsi, faktor makanan, faktor Psikologis. Mekanisme dasar
yang menyebabkan timbulnya diare adalah : Gangguan Osmotik, Gangguan
sekresi dan Gangguan motilitas usus.
Gejala klinis yang terjadi, mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah,
suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian
timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/ atau lendir,
warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena
Page 23
seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin
menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa
yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.
B. Saran
Dengan banyaknya kasus diare pada anak, yang diakibatkan oleh factor-
faktor tertentu, terutama yang berhubungan dengan lingkungan. Maka perlu
menjadi perhatian bersama dalam upaya menghindarkan dan mencegah terhadap
penyebab terjadinya diare pada anak serta penangan yang efektif dan efisien
dalam menangani kasus klien dengan diare.
Disamping itu, perawat sebagai salah satu profesi kesehatan yang
mempunyai peran penting dalam pelayanan kesehatan yang profesional, terutama
dalam perawatan pada anak penderita diare. Maka, bagi mahasiswa keperawatan
harus mampu menguasai asuhan keperawatan pada pasien anak penderita diare.