Top Banner
ASAL MULA KOTA CIANJUR (Cerita Rakyat dari Jawa Barat) Pada jaman dahulu di daerah jawa barat ada seorang lelaki yang sangat kaya. Seluruh sawah dan lading di desanya menjadi miliknya. Penduduk desa hanya menjadi buruh tani penggarap sawah dan lading lelaki kaya itu. Orang kaya itu oleh penduduk desa dijuluki Pak Kikir karena memang dia adalah orang yang sangat kikir. Kekikirnya Pak kikr tidak pandang bulu, sampai-sampai terhadap anak lelaki satu-satunya pun dia juga sangat pelit. Untunglah sifat kikir itu tidak menular pada anak lelakinya itu. Anak Pak Kikir itu berwatak baik. Tanpa sepengetahuan ayahnya, sering dia membantu tetangganya yang kesusahan. Menurut anggapan dan kepercayaan masyarakat desa itu, jika menginginkan hasil panen yang baik dan melimpah maka harus diadakan pesta syukuran denga baik pula. Takut jika panen berikutnya gagal, maka Pak Kikir terpaksa mengadakan pesta syukuran dan selamatan semua warga desa diundang oleh Pak Kikir. Penduduk desa mengira akan mendapatkan makanan yang enak dan lezat dalam selamatan itu. Perkiraan itu meleset, ternyata Pak Kikir hanya menyediakan hidangan ala kadarnya, itupun tidak cukup untuk menjamu seluruh orang yang diundang. Banyakdinatara undangan yang tidak mendapat makanan. Mereka akhirnya hanya dapat mengelus dada atas sikap Pak Kikir yang lagi-lagi terbukti kikir. ” huh!! Sudah berani mengundang orang ternyata tidak dapat menyediakana makanan, sungguh keterlaluan, buat apa hartanya yang segudang itu” ”Tuhan tidak akana memberikan berkah pada jartanya yang banyak itu” Demikianlah pergunjingan dan sumpah serapah dari orang-orang miskin mewarnai pesta selamatan yang diadakan Pak Kikir. Pada saat pesta selamatan sedang berlangsung, yiba-tiba datanglah
28

Asal Mula Kota Cianjur

Aug 12, 2015

Download

Documents

sdfasdasdafsdfhdjfjjhdsffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffkla
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Asal Mula Kota Cianjur

ASAL MULA KOTA CIANJUR (Cerita Rakyat dari Jawa Barat)

Pada jaman dahulu di daerah jawa barat ada seorang lelaki yang sangat kaya. Seluruh sawah dan lading di desanya menjadi miliknya. Penduduk desa hanya menjadi buruh tani penggarap sawah dan lading lelaki kaya itu. Orang kaya itu oleh penduduk desa dijuluki Pak Kikir karena memang dia adalah orang yang sangat kikir. Kekikirnya Pak kikr tidak pandang bulu, sampai-sampai terhadap anak lelaki satu-satunya pun dia juga sangat pelit.

Untunglah sifat kikir itu tidak menular pada anak lelakinya itu. Anak Pak Kikir itu berwatak baik. Tanpa sepengetahuan ayahnya, sering dia membantu tetangganya yang kesusahan.

Menurut anggapan dan kepercayaan masyarakat desa itu, jika menginginkan hasil panen yang baik dan melimpah maka harus diadakan pesta syukuran denga baik pula. Takut jika panen berikutnya gagal, maka Pak Kikir terpaksa mengadakan pesta syukuran dan selamatan semua warga desa diundang oleh Pak Kikir. Penduduk desa mengira akan mendapatkan makanan yang enak dan lezat dalam selamatan itu. Perkiraan itu meleset, ternyata Pak Kikir hanya menyediakan hidangan ala kadarnya, itupun tidak cukup untuk menjamu seluruh orang yang diundang. Banyakdinatara undangan yang tidak mendapat makanan. Mereka akhirnya

hanya dapat mengelus dada atas sikap Pak Kikir yang lagi-lagi terbukti kikir.

” huh!! Sudah berani mengundang orang ternyata tidak dapat menyediakana makanan, sungguh keterlaluan, buat apa hartanya yang segudang itu”

”Tuhan tidak akana memberikan berkah pada jartanya yang banyak itu”

Demikianlah pergunjingan dan sumpah serapah dari orang-orang miskin mewarnai pesta selamatan yang diadakan Pak Kikir.

Pada saat pesta selamatan sedang berlangsung, yiba-tiba datanglah seorang nenek tua renta yang meminta sedekah pda Pak Kikir.

”Tuan... berilah saya sedekah, walau hanya dengan sesuap nasi…”rintih nenek tua itu

”Apa sedekah? Kau kira untuk menanak nasi tidak diperlukan jerih payah hah...?

”Berilah saya sedikit saja dari harta tuan yang berlimpah ruah itu......??”

”Tidak! Cepat pergi dari sini, kalau tidak aku akan suruh tukung pukulku untuk meghajarmu!!”

Page 2: Asal Mula Kota Cianjur

Nenek itu nampak mengeluarkan air mata.

Demikianlah nenek tua itu tidak mendapat sedekah tetapi malah diusir sevcara kasar oleh Pak Kikir. Dia segera meninggalkan halaman rumah Pak Kikir.

Melihat kejadian itu putera Pak Kikir sangat sedih. Diam-diam dia mengambil jatah makan siangnya, lalu dikejarnya nenek yang sudah sampai di ujung desanya itu, diberikannya makanan itu kepada si nenek.

Nenek itu merasa sangat bergembira ” sengguh baik engkau nak, semoga kelak hidupmu menjadi mulia”

Setelah si anak muda itu pergi, si nenek melanjutkan perjalanannya. Sampailah dia di sebuah bukit dekat desa, dia berhenti sejenak. dilihatnya rumah milik Pak Kikir yang palling besar dan megah di desa itu. Sementara penduduk sekelilingnya menderita katrena ketamakan Pak Kikir.

Karena melihat kelakukan Pak Kikir itu, si nenek marah dan berkata ” ingat-ingatlah Pak Kikir, keserakahan dan kekikiranmu akan menenggelamkan dirimu sendiri. Tuhan akan menimpakan hukuman kepadamu”

Nenek itu lalu menancapkan tongkatnya di tanah, lalu dicabutnya lagi. Dari lubang tancapan itu memancar air yang sangat deras. Makin lama air itu makin besar dan menuju ke desa.

“Banjir!” “Banjirrr!!!!!” teriak orang-orang desa yang mulai panic melihat datangnya air bah dari lembah itu.

Anak Pak Kikir segera menganjurkan orang-orang agar segera meninggalkan desa dan lari ke atas bukit.

“cepat tinggalkan desa ini, larilah ke atas bukit yang aman”

“Tapi sawah dan ternak kita bagaimana?”

“Kalian pilih harta atau jiwa? Sudah tidak ada waktu untuk membawa harta lagi”

Anak Pak Kikir yang bijak itu terus berteriak-teriak mengingatkan penduduk desa. Ia juga membujuk ayahnya agar segera keluar rumah.

”ayah cepat tingga;lkan rumah ini, kita harus segera keluar menyelamatkan diri”

”Apa? Lari begitu saja. Tolol!! Aku harus mengambil peti hartaku yang kusimpan di dalam tanan dulu”

Karena tidak ada waktu anak Pak Kikir segera berlari menyelamatka diri, sementara Pak Kikir terus mengumpulkan harta bendanya. Dia terlambat menyelamatkna diri, akhirnya tenggelam dalam arus air bah.

Sebagian besar penduduk desa termasuk putera Pak Kikir selamat. Mereka sedih melihat desanya tenggelam. Kemudian mereka memutuskan untuk mencari daerah baru. Mereka mengangkat anak Pak Kikir sebagai pemimpin desa mereka yang baru.

Putera Pak Kikir lalu menganjurkan penduduk untuk mengolah tanah yang telah dibagi rata. Pimpinan desa baru itu mengajari penduduk menanam padi dan bagaimana mengairi sawah secara baik. Desa itu kemudian disebut desa Anjuran, penduduk desa selalu mematuhi anjuran pimpinannnya.

Lama kelamaan desa itu berkembang menjadi kota kecil disebut Cianjur. Ci berarti air. Cianjur berarti daerah yang cukup mengandung air. Anjuran pemimpin desa dijadikan pedoman para petani dalam mengolah sawah, maka sampai sekarang ini bersa Cianjur dikenal sangat enak dan gurih.

Page 3: Asal Mula Kota Cianjur

Asal Usul Telaga Warna (Cerita Rakyat Jawa Barat)

Dahulu kala sebuah kerajaan berdiri di Jawa Barat. Kerajaan itu diperintah oleh seorang prabu yang arif bijaksana. Rakyatnya hidup sejahtera.

Sayang sekali Prabu dan permaisurinya tidak dikaruniai keturunan. Bertahun-tahun mereka menunggu kehadiran seorang anak, hingga sang Prabu memutuskan untuk pergi ke hutan dan berdoa. Ia memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk memberinya keturunan.

Seluruh kerajaan ikut bergembira ketika akhirnya doa Prabu dan Permaisuri dikabulkan. Permaisuri mengandung dan melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik.

Puteri tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik. Karena ia puteri satu-satunya dan kelahirannya dulu begitu lama dinantikan, ia sangat dimanja. Semua keinginannya dituruti.

Sekarang sang puteri sudah dewasa. Sebentar lagi ia akan berusia tujuh belas tahun. Rakyat kerajaan mengumpulkan banyak sekali hadiah untuk puteri tercinta mereka. Sang Prabu mengumpulkan semua hadiah dari rakyat dan berniat akan membagi-bagikannya kembali kepada mereka.

Ia hanya menyisihkan sedikit perhiasan emas dan beberapa batu permata. Ia kemudian meminta tukang perhiasan untuk melebur emas itu dan membuatnya menjadi sebuah kalung permata yang indah untuk puterinya.

Pada hari ulang tahun sang puteri, Prabu menyerahkan kalung itu.

“Puteriku, sekarang kau sudah dewasa. Lihatlah kalung yang indah ini. Kalung ini hadiah dari rakyat kita. Mereka sangat menyayangimu. “

“Pakailah kalung ini, nak.”

Rakyat kerajaan sengaja datang berduyun-duyun untuk melihat sang puteri pada hari ulang tahunnya. Mereka ingin melihat kalung yang sangat elok bertaburan batu permata berwarna-warni itu menghias leher puteri kesayangan mereka.

Puteri hanya melirik kalung itu sekilas.

Prabu dan Permaisuri membujuknya agar mau mengenakan kalung itu.

“Aku tidak mau,’ jawab puteri singkat.

“Ayolah, nak,” kata permaisuri, ia mengambil kalung itu hendak memakaikannya di leher puterinya. Namun puteri menepis tangan

Page 4: Asal Mula Kota Cianjur

permaisuri hingga kalung itu terbanting ke lantai.

“Aku tak mau memakainya! Kalung itu jelek! Jelek!” jeritnya sambil lari ke kamarnya.

Permaisuri dan semua yang hadir terpana. Kalung warna-warni yang indah itu putus dan permatanya berserakan di lantai.

Permaisuri terduduk dan mulai menangis. Lambat laun semua wanita ikut menangis, bahkan para pria pun ikut menitikkan air mata. Mereka tak pernah mengira puteri yang sangat

mereka sayangi dapat berbuat seperti itu.

Tiba-tiba di tempat kalung itu jatuh muncul sebuah mata air yang makin lama makin besar hingga istana tenggelam. Tak hanya itu, seluruh kerajaan tergenang oleh air, membentuk sebuah danau yang luas.

Danau itu sekarang tidak seluas dulu. Airnya nampak berwarna-warni indah karena pantulan warna langit dan pohon-pohonan di sekelilingnya. Namun orang percaya bahwa warna-warna indah danau itu berasal dari kalung sang puteri yang ada di dasarnya.

Situ Bagendit (cerita rakyat jawa barat)

Sebelah Utara kota Garut terdapat sebuah Situ yang bernama Situ Bagendit. Indahnya alam situ ini telah membuat Situ Bagendit terkenal sebagai tempat rekreasi yg menyenangkan.

Konon beribu-ribu tahun yang lalu sebelum Situ Bagendit menjadi “Situ”, tempat itu merupakan dataran desa yg subur dan seorang janda kaya bernama Nyi Endit yg paling berkuasa dan ditakuti di desa tersebut.

Kekayaan yg berlimpah-limpah ia gunakan untuk modal dipinjamkan kepada penduduk dengan bunga yg amat tinggi. Untuk keamanan pribadinya, Nyi Endit memelihara beberapa orang jago sebagai tukang

kepruk. Jago-jago itu selain bertindak sebagai pengawal pribadi Nyi Endit, juga bertugas sebagai “penagih paksa” mereka yg meminjam uangnya dan pada waktunya tak mau membayar utangnya.

Apabila musim panen tiba, dihalaman rumah Nyi Endit (yg lebih pantas disebut istana) penuh padat oleh hasil pertanian, terutama padi.

Page 5: Asal Mula Kota Cianjur

Pada suatu ketika datang musim kemarau yg amat panjang, yg mengakibatkan musim paceklik pun tiba, yg menyengsarakan petani-petani yg hidupnya sudah amat melarat. Dalam tempo yg singkat, penyakit kelaparan menghantui penduduk. Hampir setiap hari selalu ada kabar kematian penduduk karena kelaparan.

Tapi keadaan di istana tuan tanah dan lintah darat Nyi Endit justru sebaliknya. Hampir seminggu sekali pesta-pesta bersama sanak keluarga dan kerabatnya tetap diselenggarakan.

“saudara-saudara makan dan minumlah sepuas hati….. Malam ini kita rayakan keuntungan besar yg ku peroleh dari hasil panen tahun ini..” kata Nyi Endit sambil tersenyum di depan tamu-tamunya.

Tiba-tiba ditengah pesta itu muncul pengawal Nyi Endit dan menghadap perempuan itu.

“Nyai, diluar ada pengemis yg maksa ingin masuk ruangan untuk minta sedekah..”

“apa? Pengemis? Tak ada sedekah yg aku berikan….. Usir dia..!” teriak Nyi Endit.

Tapi ternyata yg dimaksud pengemis itu sudah ada di ruangan itu.

“nyi endit, kau memang benar-benar manusia kejam” kata pengemis tua itu.

“mau apa kau pengemis busuk? Pergi kau dari tempatku..!” dengan gusar Nyi Endit membentak.

Namun pengemis itu tetap diam tak beranjak dari tempatnya. Kemudian ia berkata:

“tak mau memberi sedekah kepada manusia melarat macam aku?! Hmm… Sungguh berkutuk hidupmu Nyi Endit..!

Kau tega berpesta pora di tengah-tengah rakyat kelaparan dan sekarat karena darahnya setiap hari kamu hisap. Betul-betul kau lintah darat terlaknat..!!”

Mendengar ucapan pengemis tua itu Nyi Endit menjadi geram.

“binatang..! Anak-anak ayo kepruk dan cincang keledai tua itu..!” teriak Nyi Endit menyuruh pengawalnya.

Serentak keempat pengawal Nyi Endit itu mencabut goloknya masing-masing dan menyerbu pengemis tua itu. Tapi dalam sekali gebrak keempat pengawal itu terlempar jatuh hingga beberapa meter.

Nyi Endit dan semua tamu yg hadir menjadi sangat terkejut, tak menduga si pengemis itu memiliki kepandaian yg hebat.

“nyi endit, baiklah. Sebelum aku meninggalkan istanamu, karena ternyata kau tak mau berbaik hati kepadaku dan manusia-manusia melarat lainnya. Aku ingin memberikan pertunjukan padamu” kata pengemis itu seraya menancapkan sebatang ranting ke lantai. “Nah sekarang cabutlah kembali ranting ini, bila tak sanggup kau boleh mewakilinya kepada orang lain..! Bila kalian bisa mencabutnya, betul-betul kalian adalah orang yg paling mulia di dunia ini..!!!”

Nyi Endit masih memandang enteng pengemis itu, tapi ia merasa penasaran untuk mencabut ranting itu. Maka disuruh pengawalnya yg berbadan cukup kekar untuk mencabutnya.

“he…he…he…he… Baik nyai, kukira tak ada sulitnya” kata pengawal itu dengan sombong. Namun walau ia sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencabut rating itu, sungguh ajaib rating itu tidak tercabut sesenti pun.

Page 6: Asal Mula Kota Cianjur

“nyi endit, ternyata andalanmu yg kau bayar mahal itu tak berarti apa-apa bagimu. Lihatlah aku dengan mencabutnya…!!”.

Setelah berkata demikian, pengemis itu dengan mudah mencabut rating kayu itu. Dan dari lubang bekas rating itu tertancap memancarkan air dengan derasnya….

“nyi endit, sudah saatnya kau mendapat hukuman karena dosa-dosamu memeras penduduk” kata pengemis itu, kemudian secara samar-samar ia lenyap. Menghilang entah kemana.

Dan kemudian terdengar ledakan hebat dibarengi dengan menggelegaknya air yg keluar dari dalam tanah. Sementara diluar turun hujan dengan lebatnya, diselingi guncangan-guncangan gempa

bumi yg seakan akan menarik desa itu kedalam perut bumi.

Dengan sekejap desa Nyi Endit yg malang itu sudah tergenangair bagai sebuah danau kecil yg baru terbentuk. Sementara penduduk lainnya selamat. Karena sebelum mala petaka itu terjai seorang pengemis misterius telah memberi tahu mereka supaya segera mengungsi, karena akan terjadi malapetaka dan banjir besar.

Demikianlah cerita tentang situ bagendit. Nama ini mungkin di ambil dari nama Nyi Endit, agar orang-orang selalu sadar dan ingat akan nasib manusa yg tamak, kikir dan serakah dengan memeras orang lain.

Menurut sebagian orang di Situ Bagendit, kini hidup seekor lintah sebesar kasur. Katanya itu jelmaan Nyi Endit..

CIUNG WANARA

Prabu Barma Wijaya Kusuma adalah

seorang raja yang memerintah kerajaan

Galuh yang sangat luas. Ia mempunyai

dua orang permaisuri yang cantik.

Permaisuri pertama bernama Pohaci

Naganingrum dan yang kedua bernama

Dewi Pangrenyep. Keduanya sedang

mengandung anak sang raja. Sembilan

bulan kemudian Dewi Pangrenyep

melahirkan seorang putra dan diberi

nama Hariang Banga. Tentu saja

peristiwa ini membuat Raja sangat

bersuka cita. 

Tiga bulan sejak kelahiran Hariang

Banga, permaisuri Pohaci Naganingrum

belum juga melahirkan. Dewi

Pangrenyep sangat khawatir kalau-

Page 7: Asal Mula Kota Cianjur

kalau Pohaci melahirkan seorang putra

yang nanti dapat merebut kasih sayang

raja terhadap Hariang Banga, sehingga

timbul niat jahatnya untuk

mencelakakan putra Pohaci.

Saat yang dinanti-nantikanpun tiba,

pada bulan ke-13, Pohaci melahirkan

putranya. Atas upaya Dewi Pangrenyep,

tak seorangpun para dayang

diperkenankan menolong kelahiran

Pohaci, kecuali Dewi

Pangrenyep sendiri. Niat jahatnya

segera dilaksanakan dengan cara

mengganti putra Pohaci dengan seekor

anjing. Ia mengatakan seolah-olah

Pohaci telah melahirkan seekor anjing.

Kemudian Bayi Pohaci dimasukkannya

ke dalam kandaga emas disertai telur

ayam dan dihanyutkannya ke sungai

Citandui.

Peristiwa ini tentu membuat malu dan

murka sang raja Karena Pohaci

Naganingrum yang telah melahirkan

seekor anjing. Rajapun memerintahkan

Si Lengser (pegawai istana) untuk

membunuh Pohaci. Si Lengser yang

baik hati tidak tega membunuh

permaisuri raja yang rendah hati

tersebut. Lalu ia berpura-pura

melaksanakan titah sang raja dan

melaporkan telah membunuhnya,

Pohaci telah diselamatkannya dengan

cara menyembunyikannya ke desa

tempat kelahirannya.Di sebuah desa Geger Sunten yang terpecil terdapat Adalah seorang Aki bersama istrinya yang bernama Nini Balangantrang. Desa tersebut terletak jauh dipedalaman hutan dan sulit ditempuh. Sepasang Aki dan Nini tersebut sudah lama menikah tetapi belum dikarunia anak. 

Suatu malam Nini bermimpi kejatuhan

bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki. Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.Betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi bayi beserta telur ayam. Mereka asuh bayi itu dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan dan dipelihara hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa. Anak angkat ini mereka beri nama Ciung Wanara. 

Belasan tahun kemudian Ciung Wanara

tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa.

Ia bertanya kepada ayah dan ibu

angkatnya tentang asal usulnya Aki dan

Nini pun menceritakan tentang asal-

usul Ciung Wanara. Setelah mendengar

cerita dari orangtua angkatnya, Ciung

Wanara jadi mengerti siapa dirinya.

Suatu hari Ciung Wanara pamit untuk

menyabung ayamnya dengan ayam

raja, karena didengarnya raja gemar

menyabung ayam. Taruhannya ialah,

bila ayam Ciung Wanara kalah maka ia

rela mengorbankan nyawanya. Tetapi

bila ayam raja kalah, raja harus

bersedia mengangkatnya menjadi putra

mahkota. Raja menerima dengan

gembira tawaran tersebut.

Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung

Wanara berkokok dengan anehnya,

melukiskan peristiwa puluhan tahun

yang lampau tentang permaisuri yang

dihukum mati dan kandaga emas yang

berisi bayi yang dihanyutkan. Raja tidak

menyadari hal itu, tetapi sebaliknya Si

Lengser sangat terkesan akan hal itu.

Bahkan ia menyadari sekarang bahwa

Ciung Wanara yang ada di hadapannya

adalah putra raja sendiri.

Setelah persabungan, ayam baginda

kalah dan ayam Ciung Wanara menang.

Page 8: Asal Mula Kota Cianjur

Raja menepati janji dan Ciung Wanara

diangkat menjadi putra mahkota.

Dalam pesta pengangkatan putra

mahkota, raja membagi 2 kerajaan

untuk Ciung Wanara dan Hariang

Banga. Selesai pesta pengangkatan

putra mahkota, Si Lengser bercerita

kepada raja tentang hal yang

sesungguhnya mengenai permaisuri

Pohaci Naganingrum dan Ciung

Wanara.

Mendengar cerita itii raja memerintahkan pengawal agar Dewi

Pehgrenyep ditangkap. Akibatnya timbul perkelahian antara Hariang Banga dengan Ciung Wanara. Tubuh Hariang Banga dilemparkan ke seberang sungai Cipamali yang sedang banjir besar. Sejak itulah kerajaan Galuh dibagi menjadi 2 bagian dengan batas sungai Cipamali. Di bagian barat diperintah oleh Hariang Banga. Orang-orangnya menyenangi kecapi dan menyenangi pantun. Sedangkan bagian timur diperintah oleh Ciung Wanara. Orang-orangnya menyenangi wayang kulit dan tembang. Kegemaran penduduk akan kesenian tersebut masih jelas dirasakan sampai sekarang.

 

Dewi Sri (Asal Mula Padi) Versi Jawa Barat

Pada suatu zaman, tersebutlah sebuah taman indah nan damai yaitu “Taman Sorga Loka”. Ditempat tersebut berdiam seseorang yang bernama “Sunan Ibu” yang sedang menunggu kehadiran “Dewi Sri Pohaci Long Kancana”. Dewi Sri melaporkan bahwa di di suatu tempat di muka bumi yang bernama “Buana Panca Tengah” belum terdapat “Cihaya” berupa sesuatu kebutuhan hidup umat manusia. Mendengar hal tersebut, Sunan Ibu memerintahkan agar Dewi Sri berangkat ke Buana Panca Tengah.

Dewi Sri tidaklah berkeberatan untuk berangkat ke Buana Panca Tengah asalkan kepergiannya ditemani “Eyang Prabu Guruminda”. Permohonan Dewi Sri pun dikabulkan oleh Sunan Ibu.Sebelum berangkat meninggalkan Sorga Loka, Eyang Prabu Guruminda duduk bersemedi memohon petunjuk Hiang Dewanata. Setelah selesai semedi dan memperoleh petunjuk, dengan kesaktiannya yang hanya dalam waktu sekejap, wujud Dewi Sri berubah bentuk menjadi sebuah telur.

Setelah semua persiapannya selesai, maka berangkatlah Eyang Guruminda

Page 9: Asal Mula Kota Cianjur

mengiring Dewi Sri dengan tujuan Negara Buana Panca Tengah. Dewi Sri yang berwujud sebagai telur, disimpan dalam sebuah kotak bernama “Cupu Gilang Kencana”. Prabu Guruminda setelah beberapa lama terbang ke setiap penjuru utara-selatan-barat-timur yang pada akhirnya pada suatu ketika Cupu Gilang Kencana terbuka dan “telur” di dalamnya pun terjatuhlah.

Sudah menjadi kehendak yang maha kuasa, telur tersebut jatuh di suatu tempat yang mana tempat itu dihuni oleh “Dewa Anta”. Dewa Anta yang mengetahui di tempat bersemayamnya ada telur, maka telur itu pun dipelihara nya. Setelah beberapa waktu lamanya, telur tersebut menetas dan lahirlah seorang putri yang sangat cantik yang tiada lain adalah Dewi Sri.

Dalam kedewasaannya dengan paras yang sangat cantik, maka tersiar berita ke seluruh negri akan kecantikan dan sang putri, dan berdatanganlah raja-raja kerajaan dengan maksud akan meminangnya sang putri untuk dijadikan permaisuri.

Dewi Sri memperoleh pinangan dari para raja, tetapi Dewi Sri tidak merasa senang karena bila ia menerima pinangan berarti ia telah mengingkari tugas dibebankan kepadanya. Kepada setiap raja pun telah dijelaskan bahwa maksud kelahirannya itu bukan semata-mata untuk mencari bakal suami, namun untuk melaksanakan tugas dari Sunan Ibu di Taman Sorga Loka yaitu untuk menganugerahkan “CIHAYA” kepada negara gelar Buana Panca Tengah.

Namun, walaupun penjelasan telah disampaikan, pinangan terus-menerus berdatangan dan oleh karenanya pada akhirnya Dewi Sri menderita tekanan bathin dan jatuh sakit. Semakin lama, sakit yang di derita Dewi Sri semakin parah dan tibalah suatu saat Sang Putri

menyampaikan amanat terakhir “Bila tiba saat aku meninggal dan bila kelak aku sudah disemayamkan, akan terdapat suatu keanehan-keanehan pada pusaraku”. Dan akhirnya dengan kehendak yang Maha Kuasa, Dewi Sri pun meninggal dunia.

Benarlah apa yang diamanatkan oleh Sang putri akhirnya menjadi kenyataan. Dikisahkan pada suatu hari, ada kakek-nenek yang sedang mencari kayu bakar dan sekedar mencari bahan makanan untuk bekal hidupnya berdua.

Suatu ketika kakek dan nenek mendapatkan sebuah pusara yang telah ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan yang belum pernah ditemui dan dilihatnya selama ini. Pada bagian kepala tumbuh pohon kelapa, pada bagian tangan tumbuh pohon buah-buahan, pada bagian kaki tumbuh pohon ubi, sedangkan pada bagian tubuhnya tumbuh pohon aren (enau=gula) dan suatu tumbuhan yang sangat aneh dan belum pernah selama ini kakek dan nenek menemukannya, dan baru kali ini melihatnya. Adalah serangkai tumbuhan berdaunan bagus berbuah masih hijau berbulu bagus pula.

Maka muncul niat kakek-nenek untuk memelihara tumbuhan aneh tersebut dan dibersihkannya pusara dan sekitar tumbuhan tersebut. Demikian dari hari ke hari minggu ke minggu dengan penuh kesabaran dan ketekunan tumbuhan itu dipeliharanya. Tak terasa waktu berjalan terus hingga menjelang bulan ke 5, buah yang hijau tadi telah penuh berisi, sehingga buah yang setangkai itu merunduk karena beratnya. Dengan penuh kesabaran dan keyakinan lagi pula ingin mengetahui sampai di mana dan apa sebenarnya tumbuhan yang aneh itu. Setelah beberapa lama menjelang bulan ke 6 ditengoknya kembali tumbuhan tersebut dan ternyata butir-butir buah tadi berubah menjadi

Page 10: Asal Mula Kota Cianjur

menguning dan sangat indah nampaknya.

Setelah keduanya termenung maka timbullah niat untuk memetiknya. Sebelum dipetik buah tadi dicicip terlebih dahulu dan ternyata isinya putih dan terasa manis. Kakek dan nenek menyiapkan dupa beserta apinya untuk membakar kemenyan untuk memohon izin kepada “Hiang Widi”. Selesai upacara membakar kemenyan, ditebaslah tumbuhan yang dimaksud dan alangkah terkejutnya kakek dan nenek itu karena pada tangkai yang dipotong tadi mengeluarkan cairan bening serta harum, namun bagi kakek dan nenek tidaklah menjadi penyesalan karena disadarinya bahwa kejadian ini sudah menjadi kehendak yang kuasa.

Namun timbul kemudian niatnya untuk menanamnya kembali, dan butir-butir buah tadi ditanamnya kembali sekitar pusara Dewi Sri. Keajaibannya pun terjadi kembali karena dengan seketika itu pula butir-butir tadi tumbuh dan sudah berbuah kuning pula. Kakek dan nenek langsung menebasnya dan seketika itu pulalah ditaburkannya butir-butir kuning itu demikian terus kejadian itu terulang sehingga

terkumpullah ikatan butir-butir buah kuning banyak sekali.

Atas kejadian ini kakek dan nenek menjadi bingung karenanya, memperoleh hasil sangat berlimpah dalam waktu sekejap. Dari asal buah setangkai. Lagi pula apa yang mereka miliki belum tahu apa dan buah apa gerangan terlebih namanya pun belum ada.

Demikian, karena kakek dan nenek dalam kebingungan bahkan belum mendapat keputusan untuk memberinya nama. Sehingga tiba-tiba nenek mengusulkan bahwa berhubung kakek dan nenek selalu bingung tidak bisa ada keputusan dan sukar untuk memilih, yang dalam bahasa Sunda disebut “paparelean”, maka disebutlah buah itu dengan nama “Pare” (padi).

Demikian lah akhir cerita ini. Hingga sekarang di tatar Sunda yang dimaksud sebagai Nagara Buana Panca Tengah, hingga kini tumbuhan serta buahnya yang dimaksud disebut “PARE”, yang merupakan cita-cita Dewi Sri Pohaci Long Kancana untuk kelengkapan hidup yang disebut “CIHAYA”. Karenanya orang-orang selalu menyebut Dewi Padi adalah Dewi Sri.

KESETIAAN SEEKOR HARIMAU (Cerita Rakyat dari Jawa Barat)

Pada jaman dahulu, ada sepasang suami istri di Tasikmalaya. Kehidupan mereka cukup tentram dan bahagia. Pada suatu hari mereka menemukan

seekor harimau kecil yang ditinggal mati oleh induknya. Harimau itu dipelihara oleh oleh mereka, dididik dan diperlakukan seperti anggota keluarga

Page 11: Asal Mula Kota Cianjur

sendiri. Ternyata hewan itu tahu diri, ia menjadi penurut kepada sepasang suami istri itu. Harimau pun tumbuh menjadi besar, ia cerdas dan tangkas.Kemudian sepasang suami istri itu menamainya Si Loreng.

Demikian erat hubungan Si Loreng dengan suami istri itu sehingga ia dapat mengerti kata-kata yang diucapkan suami istri itu. Kalau ia disuruh pasti menurut dan mengerjakan perintah suami istri itu dengan baik.

Suami istri yang bekerja sebagai petani itu semakin berbahagia ketika lahir anak mereka seorang bayi laki-laki yang sehat dan menyenangkan. Inilah saat bahagia yang mereka tunggu-tunggu sejak lama. Apabila mereka pergi bekerja ke sawah, bayinya ditinggal di rumah. Si Loreng ditugaskan untuk menjaga keselamatan bayi itu. Hal ini berlangung selama beberapa bulan.

Sepasang suami istri itu semakin sayang kepada Si Loreng kerna hewan itu ternyata dapat dipercaya menjaga keselamatan anak mereka.

Pada suatu siang yang terik, istri petani pergi ke sawah untuk mengirim makanan kepada suaminya. Melihat kedatangan istrinya si suami segera menghentikan pekerjaannya. Disana si suami melahap makanan yang dihidangkan istrinya.

Baru saja setelah makan dan minum, tiba-tiba mereka mendengar suara gerengan si Loreng. Si Loreng nampak lari pontang-pantin melewati pematang sawah terus menuju dangau. Si Loreng mengibaskan ekorna berkali-kali dengan lembut sembari menggosok-gosokkan badannya kepada suami istri itu.

"Kakang, mengapa tingkah Si Loreng tidak seperti biasanya?", tanya si istri.

"Iya Istriku... Aneh sekali. Ada apa gerangan?" sahut sang suami.

"Kakang lihat!!! Mulut Si Loreng penuh dengan darah!!!!", teriak sang istri

Sang suami tersentak kaget, mulut Si Loreng memang berlumuran darah.

"Loreng...? Jangan-jangan kau telah menerkam anakku. Kau telah membunuh anakku!!" kata sang suami.

Si Loreng menggeleng-gelengkan kepalanya, sehingga darah dibagian mulutnya berhamburan. Si suami seketika meluap amarahnya. Ia segera mencabut goloknya dan memenggal kepala Si Loreng. Si Loreng tak menduga disreang secara tiba-tiba sehinnga ia pun tak sempat mengelak. Harimau itu mengeram kesakitan, ia tidak melawan, hanya sepasang matanya memandang kearah sepasang suami istri itu dengan penuh rasa penasaran. Karena hewan itu belum mati, si suami segera mengayunkan goloknyadengan penuh kemarahan hingga tiga kali. Putuslah leher Si Loreng dari badannya. Hewan itu tewas dengan cara mengenaskan.

"Kakang! Cepat kita Pulang!"

Mereka segera berlari ke rumahnya.

Sampai di rumah, mereka mendapati anaknya masih berada dalam ayunannya. Bayi itu nampak tertidur nyenyak. Dirabanya tubuh anak itu, diguncang-guncang tubuhnya. Si bayi pun terbangun dan tersenyum melihat kedatangan orang tuanya.

Kedua suami istri itu bersyukur karena bayinya selamat dan masih hidup. Setelah puas memandangi anaknya, mereka merasa lega atas keselamatan anaknya. Kini mereka celingukan, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Perhatian mereka terpusat pada tempat sekitar ayunan anaknya bagian bawah. Mereka mendapatkan

Page 12: Asal Mula Kota Cianjur

bangkai seekor ular yang sangat besar berlumuran darah tergeletak di bawah ayunan. Sadarlah kedua suami istri itu bahwa Si Loreng telah berjasa menyelamatkan jiwa anaknya dari bahaya, yaitu dari serangan ular besar.

Mereka sangat menyesal, terlebih sang suami karena telah tergesa-gesa membunuh harimau kesayangannya.

Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita agar tidak bertindak gegabah. Berpikirlah dengan cermat sebelum mengambil tindakan yang nantinya merugikan.

Leungli – Cerita dari Jawa Barat

Pada zaman dahulu kala di sebuah desa hiduplah tujuh orang saudari yatim-piatu. Anak gadis bungsu adalah satu-satunya saudara tiri dari pernikahan mendiang orang tua mereka. Sifat kakak-kakaknya dan sifat gadis bungsu sangat bertolak belakang. Si bungsu adalah anak yang rajin, baik hati, jujur, dan rendah hati. Sedangkan kakak-kakaknya adalah gadis yang pemalas, sombong, angkuh, dan pendengki. Ke enam kakak-kakaknya yang pemalas selalu menyuruh si bungsu mengerjakan banyak pekerjaan rumah, mulai dari mencuci, memasak, membersihkan rumah, hampir semuanya dikerjakan si bungsu seorang diri.

Pada suatu hari si bungsu tidak sengaja menghilangkan pakaian seorang kakaknya akibat hanyut di sungai. Kakaknya memarahinya, menghukumnya dan memukulnya dan memerintahkan mencari pakaiannya yang hilang sampai ditemukan atau jangan kembali ke rumah. Dalam

kesedihannya si bungsu pergi ke tepi sungai dan menangis seorang diri. Tiba-tiba muncullah seekor ikan mas bersisik keemasan, berlompatan kesana kemari berusaha menghibur si bungsu. Ajaibnya ikan mas ini dapat berbicara dengan manusia, dan namanya adalah “Leungli”. Si Leungli membantu si bungsu untuk menemukan pakaian yang hanyut, dan si bungsu pun berterima kasih kepada ikan mas lucu yang baik hati itu. Sejak saat itu si Leungli menjalin persahabatan dengan gadis bungsu malang tersebut dan selalu setia mendengarkan curahan hati, menghibur, bermain dan bergembira bersamanya. Si bungsu selalu menyisakan nasi jatah makan hariannya yang sudah sedikit itu untuk dibagikannya kepada Leungli. Tiap kali ia ingin bertemu Leungli ia akan membawa sepincuk nasi, mencelupkan ujung rambutnya ke dalam sungai, dan menyanyikan pantun Sunda memanggil-manggil Leungli, maka ikan mas ajaib itu pun akan muncul.

Page 13: Asal Mula Kota Cianjur

Kakak-kakak perempuan si bungsu penasaran dengan perubahan sikap si bungsu. Belakangan ini ia tampak lebih tabah dan gembira, meskipun mereka senantiasa berlaku buruk terhadapnya. Kakak-kakaknya pun mengikuti si bungsu secara sembunyi-sembunyi, dan akhirnya mengetahui keberadaan ikan ajaib bernama Leungli itu. Kakak-kakak yang iri dengki itu bersiasat untuk menangkap si Leungli, mereka mempelajari cara-cara memanggil Leungli yang dilakukan oleh si bungsu, yaitu dengan membawa sepincuk nasi hangat, mencelupkan rambut ke dalam air sungai, dan menyanyikan tembang pantun untuk memanggil si Leungli. Lungli pun tertipu dan terperangkap jaring kakak-kakak yang jahat tersebut, dengan sia-sia ia mencoba untuk berontak, tetapi berhasil dilumpuhkan.

Tanpa mengetahui nasib buruk yang telah menimpa sahabatnya, si bungsu berusaha memanggil si Leungli. Tapi semua itu sia-sia karena si Leungli tak pernah muncul. Dengan sedih ia pun pulang, tetapi sesampainya di dapur, betapa terkejutnya si bungsu menemukan sisik ikan mas dan tulang belulang ikan sisa-sisa jasad si Leungli di atas piring. Rupanya kakak-kakaknya yang jahat telah memasaknya untuk makan siang. Si bungsu pun sambil menangis menguburkan jasad si Leungli di kebun halaman belakang rumahnya. Beberapa hari kemudian secara ajaib di atas kuburan si Leungli muncul sebuah pohon emas, berdaun emas dan berbuah intan permata. Anehnya siapapun kecuali si bungsu, akan gagal untuk memetik daun emas

dan buah permata itu, karena tiap kali dipetik daun atau buah itu akan berubah menjadi debu dan musnah. Kabar mengenai pohon emas ajaib itu sampai ke keraton, sehingga pangeran putra mahkota yang tampan tertarik untuk melihat pohon ajaib itu secara langsung. Pangeran akhirnya mendengar kisah Leungli sesungguhnya dan terkagum-kagum akan keluhuran budi, kebaikan, dan kecantikan si bungsu. Mereka pun bertemu dan saling jatuh cinta. Akhirnya si putri bungsu diboyong ke keraton, dinikahi oleh pangeran, dan mereka pun hidup bahagia bersama selamanya.

Leungli adalah dongeng anak-anak tradisional Sunda. Kisah ini merupakan sarana pendidikan untuk mengajarkan anak agar bersifat baik terhadap saudara mereka dan terhadap semua makhluk hidup (dalam hal ini ikan emas). Secara tradisional orang tua mendongeng kepada putra-putri mereka menjelang tidur dan mengharapkan agar sang anak memetik teladan dari gadis bungsu yang bersifat rajin dan baik hati. Dongeng ini juga mengangkat tema moral tradisional, mereka yang baik akan mendapatkan imbalan sedangkan yang jahat akan mendapatkan hukuman. Kisah yang bersifat karma dan fabel yang mengajarkan kemurahan hati dan kebajikan hampir serupa dengan kisah Jataka dalam Budhisme, hal ini mungkin merupakan jejak pemuliaan orang Sunda terhadap alam sekaligus mungkin menunjukkan pengaruh Hindu-Buddh

Page 14: Asal Mula Kota Cianjur

Lutung Kasarung

Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. "Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta," kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. "Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya," gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. "Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !" ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, "Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri". "Terima kasih paman", ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan

tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. "Apa manfaatnya bagiku ?", pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak

Page 15: Asal Mula Kota Cianjur

percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbalarang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. "Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !", kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

"Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku", kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, "Jadi monyet itu tunanganmu ?".

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

Page 16: Asal Mula Kota Cianjur

Sangkuriang (legenda)

Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang berbuat kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk turun ke bumi dalam wujud hewan. Sang dewi berubah menjadi babi hutan (celeng) bernama celeng Wayung Hyang, sedangkan sang dewa berubah menjadi anjing bernama si Tumang. Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa mohon pengampunan agar dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi kembali.

Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan), dalam versi lain disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng Wayung Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian tanpa sengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil dan melahirkan seorang bayi yang cantik, karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi cantik itu ditemukan di tengah hutan oleh sang raja yang tidak menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi perempuan itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak para raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.

Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik menenun kain, torompong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah bale-bale. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya, jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Akibat perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang teguh persumpahan dan janjinya, maka ia pun harus menikahi si Tumang. Karena malu, kerajaan mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang. Pada malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya sebagai dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu dengan dewa yang tampan yang sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang kuat dan tampan.

Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan, maka ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak

Page 17: Asal Mula Kota Cianjur

nampak hewan buruan seekorpun. Hingga akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang mengenali Celeng Wayung Hyang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri maka si Tumang tidak menurut. Karena kesal Sangkuriang menakut-nakuti si Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panah terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk anak panah. Sangkuriang bingung, lalu karena tak dapat hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh si Tumang dan mengambil hatinya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya sendiri, maka kemarahannya pun memuncak serta-merta kepala Sangkuriang dipukul dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga terluka.

Sangkuriang ketakutan dan lari meninggalkan rumah. Dayang Sumbi yang menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari dan memanggil-manggil Sangkuriang ke hutan memohonnya untuk segera pulang, akan tetapi Sangkuriang telah pergi. Dayang Sumbi sangat sedih dan memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan). Sangkuriang sendiri pergi mengembara mengelilingi dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa sakti, sehingga Sangkuriang kini bukan bocah lagi, tetapi telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya

sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi melakukan tapa dan laku hanya memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi tetap cantik dan awet muda. Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang ksatria tampan itu adalah putranya sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih mesra. Saat Sangkuriang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya, dengan tanda luka di kepalanya, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk menolak. Maka ia pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.

Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung Bukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang (makhluk halus), bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkan helai kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), maka kain putih itu bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Para guriang makhluk halus anak buah Sangkuriang ketakutan karena mengira hari mulai pagi, maka merekapun lari menghilang

Page 18: Asal Mula Kota Cianjur

bersembunyi di dalam tanah. Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Di puncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.

Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang di Gunung Putri dan ia pun memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib (ngahiyang).

Nyai Anteh Sang Penunggu Bulan

Nyi Anteh Pada jaman dahulu kala di Jawa Barat ada sebuah kerajaan bernama kerajaan Pakuan. Pakuan adalah kerajaan yang sangat subur dan memiliki panorama alam yang sangat indah. Rakyatnya pun hidup damai di bawah pimpinan raja yang bijaksana. Di dalam istana ada dua gadis remaja yang sama-sama jelita dan selalu kelihatan sangat rukun. Yang satu bernama Endahwarni dan yang satu lagi bernama Anteh. Raja dan Ratu sangat menyayangi keduanya, meski sebenarnya kedua gadis itu memiliki status sosial yang berbeda. Putri Endahwarni adalah calon pewaris kerajaan Pakuan, sedangkan Nyai Anteh adalah hanya anak seorang dayang kesayangan sang ratu. Karena

Nyai Dadap, ibu Nyai Anteh sudah meninggal saat melahirkan Anteh, maka sejak saat itu Nyai Anteh dibesarkan bersama putri Endahwarni yang kebetulan juga baru lahir. Kini setelah Nyai Anteh menginjak remaja, dia pun diangkat menjadi dayang pribadi putri Endahwarni.

“Kau jangan memanggilku Gusti putri kalau sedang berdua denganku,” kata putri. “Bagiku kau tetap adik tercintaku. Tidak perduli satatusmu yang hanya seorang dayang. Ingat sejak bayi kita dibesarkan bersama, maka sampai kapan pun kita akan tetap bersaudara. Awas ya! Kalau lupa lagi kamu akan aku hukum!”

Page 19: Asal Mula Kota Cianjur

“Baik Gust…..eh kakak!” jawab Nyai Anteh.

“Anteh, sebenarnya aku iri padamu,” kata putri.

“Ah, iri kenapa kak. Saya tidak punya sesuatu yang bisa membuat orang lain iri,” kata Anteh heran.

“Apa kau tidak tahu bahwa kamu lebih cantik dariku. Jika kamu seorang putri, pasti sudah banyak pangeran yang meminangmu,” ujar putri sambil tersenyum.

“Ha ha ha.. kakak bisa saja. Mana bisa wajah jelek seperti ini dibilang cantik. Yang cantik tuh kak Endah, kemarin saja waktu pangeran dari kerajaan sebrang datang, dia sampai terpesona melihat kakak. Iya kan kak?” jawab Anteh dengan semangat.

“Ah kamu bisa saja. Itu karena waktu itu kau memilihkan baju yang cocok untukku. O ya kau buat di penjahit mana baju itu?” tanya putri.

“Eeee…itu…itu…saya yang jahit sendiri kak.” jawab Anteh.

“Benarkah? Wah aku tidak menyangka kau pandai menjahit. Kalau begitu lain kali kau harus membuatkan baju untukku lagi ya. Hmmmm…mungkin baju pengantinku?” seru putri.

“Aduh mana berani saya membuat baju untuk pernikahan kakak. Kalau jelek, saya pasti akan dimarahi rakyat,” kata Anteh ketakutan.

“Tidak akan gagal! Kemarin baju pesta saja bisa… jadi baju pengantin pun pasti bisa,” kata putri tegas.

Suatu malam ratu memanggil putri Endahwarni dan Nyai Anteh ke kamarnya. “Endah putriku, ada sesuatu yang ingin ibu bicarakan,” kata ratu.

“Ya ibu,” jawab putri.

“Endah, kau adalah anakku satu-satunya. Kelak kau akan menjadi ratu menggantikan ayahmu memimpin rakyat Pakuan,” ujar ratu. “Sesuai ketentuan keraton kau harus memiliki pendamping hidup sebelum bisa diangkat menjadi ratu.”

“Maksud ibu, Endah harus segera menikah?” tanya putri.

“ya nak, dan ibu juga ayahmu sudah berunding dan sepakat bahwa calon pendamping yang cocok untukmu adalah Anantakusuma, anak adipati dari kadipaten wetan. Dia pemuda yang baik dan terlebih lagi dia gagah dan tampan. Kau pasti akan bahagia bersamanya,” kata ratu. “Dan kau Anteh, tugasmu adalah menjaga dan menyediakan keperluan kakakmu supaya tidak terjadi apa-apa padanya.”

“Baik gusti ratu,” jawab Anteh.

Malam itu putri Endahwarni meminta Nyai Anteh untuk menemaninya. “Aku takut sekali Anteh,” kata putri dengan sedih. “Bagaimana aku bisa menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal. Bagaimana kalau dia tidak mencintaiku?”

“Kakak jangan berpikiran buruk dulu,” hibur Anteh. “Saya yakin gusti Raja dan Ratu tidak akan sembarangan memilih jodoh buat kakak. Dan pemuda mana yang tidak akan jatuh hati melihat kecantikan kakak. Ah sudahlah, kakak tenang dan berdoa saja. Semoga semuanya berjalan lancar.”

Suatu pagi yang cerah, Anteh sedang mengumpulkan bunga melati untuk menghias sanggul putri Endahwarni. Anteh senang menyaksikan bunga-bunga yang bermekaran dan kupu-kupu saling berebut bunga. Dia mulai bersenandung dengan gembira. Suara Anteh yang merdu terbang tertiup angin melewati tembok istana. Saat itu seorang pemuda tampan sedang melintas di balik tembok taman istana.

Page 20: Asal Mula Kota Cianjur

Dia tepesona mendengar suara yang begitu merdu. Ternyata pemuda itu adalah Anantakusuma. Dia sangat sakti, maka tembok istana yang begitu tinggi dengan mudah dilompatinya. Dia bersembunyi di balik gerumbulan bunga, dan tampaklah olehnya seorang gadis yang sangat cantik. Anantakusuma merasakan dadanya bergetar, “alangkah cantiknya dia, apakah dia putri Endahwarni calon istriku?” batinnya. Anantakusuma keluar dari persembunyiannya. Anteh terkejut ketika tiba-tiba di hadapannya muncul pemuda yang tidak dikenalnya.

“Siapa tuan?” tanya Anteh.

“Aku Anantakusuma. Apakah kau…..” Belum sempat Anantakusuma bertanya seseorang memanggil Anteh. “Anteh!!! Cepat!!! Putri memanggilmu!” kata seorang dayang.

“Ya. Saya segera datang. Maaf tuan saya harus pergi,” kata Anteh yang langsung lari meninggalkan Anantakusuma.

“Dia ternyata bukan Endahwarni,” pikir Anantakusuma. “Dan aku jatuh cinta padanya. Aku ingin dialah yang jadi istriku.”

Beberapa hari kemudian, di istana terlihat kesibukan yang lain daripada biasanya. Hari ini Adipati wetan akan datang bersama anaknya, Anantakusuma, untuk melamar putri Endahwarni secara resmi. Raja dan Ratu menjamu tamunya dengan sukacita. Putri Endahwarni juga tampak senang melihat calon suaminya yang sangat gagah dan tampan. Lain halnya dengan Anantakusuma yang terlihat tidak semangat. Dia kecewa karena ternyata bukan gadis impiannya yang akan dinikahinya.

Tibalah saat perjamuan. Anteh dan beberapa dayang istana lainnya masuk ke ruangan dengan membawa nampan-nampan berisi makanan.

“Silahkan mencicipi makanan istimewa istana ini,” kata Anteh dengan hormat.

“Terima kasih Anteh, silahkan langsung dicicipi,” kata Raja kepada para tamunya.

Anantakusuma tertegun melihat gadis impiannya kini ada di hadapannya. Kerongkongannya terasa kering dan matanya tak mau lepas dari Nyai Anteh yang saat itu sibuk mengatur hidangan. Kejadian itu tidak luput dari perhatian putri Endahwarni. Pahamlah ia bahwa calon suaminya telah menaruh hati pada gasis lain, dan gadis itu adalah Anteh. Putri Endahwarni merasa cemburu, kecewa dan sakit hati. Timbul dendam di hatinya pada Anteh. Dia merasa Antehlah yang bersalah sehinggga Anantakusuma tidak mencintainya.

Setelah perjamuan selesai dan putri kembali ke kamarnya, Anteh menemui sang putri.

“Bagaimana kak? Kakak senang kan sudah melihat calon suami kakak? Wah ternyata dia sangat tampan ya?” kata Anteh. Hati putri Endahwarni terasa terbakar mendengar kata-kata Anteh. Dia teringat kembali bagaimana Anantakusuma memandang Anteh dengan penuh cinta.

“Anteh, mulai saat ini kau tidak usah melayaniku. Aku juga tidak mau kau ada di dekatku. Aku tidak mau melihat wajahmu,” kata putri Endahwarni.

“A..apa kesalahanku kak? Kenapa kakak tiba-tiba marah begitu?” tanya Anteh kaget.

“Pokoknya aku sebal melihat mukamu!” bentak putri. “Aku tidak mau kau dekat-dekat denganku lagi…Tidak! Aku tidak mau kau ada di istana ini. Kau harus pergi dari sini hari ini juga!”

Page 21: Asal Mula Kota Cianjur

“Tapi kenapa kak? Setidaknya katakanlah apa kesalahanku?” tangis Anteh.

“Ah jangan banyak tanya. Kau sudah mengkianatiku. Karena kau Anantakusuma tidak mencintaiku. Dia mencintaimu. Aku tahu itu. Dan itu karena dia melihat kau yang lebih cantik dariku. Kau harus pergi dari sini Anteh, biar Anantakusuma bisa melupakanmu!” kata putri.

“Baiklah kak, aku akan pergi dari sini. Tapi kak, sungguh saya tidak pernah sedikitpun ingin mengkhianati kakak. Tolong sampaikan permohonan maaf dan terima kasih saya pada Gusti Raja dan Ratu.”

Anteh beranjak pergi dari kamar putri Endahwarni menuju kamarnya lalu mulai mengemasi barang-barangnya. Kepada dayang lainnya dia berpesan untuk menjaga putri Endahwarni dengan baik.

Nyai Anteh berjalan keluar dari gerbang istana tanpa tahu apa yang harus dilakukannya di luar istana. Tapi dia memutuskan untuk pergi ke kampung halaman ibunya. Anteh belum pernah pergi kesana, tapi waktu itu beberapa dayang senior pernah menceritakannya. Ketika hari sudah hampir malam, Anteh tiba di kampung tempat ibunya dilahirkan. Ketika dia sedang termenung memikirkan apa yang harus dilakukan, tiba-tiba seorang laki-laki yang sudah berumur menegurnya.

“Maaf nak, apakah anak bukan orang sini?” tanyanya.

“Iya paman, saya baru datang!” kata Anteh ketakutan.

“Oh maaf bukan maksudku menakutimu, tapi wajahmu mengingatkanku pada seseorang. Wajahmu mirip sekali dengan kakakku Dadap,”

“Dadap? Nama ibuku juga Dadap. Apakah kakak paman bekerja di istana sebagai dayang?” tanya Anteh.

“Ya….! Apakah….kau anaknya Dadap?” tanya paman itu.

“Betul paman!” jawab Anteh.

“Oh, kalau begitu kau adalah keponakanku. Aku adalah pamanmu Waru, adik ibumu,” kata paman Waru dengan mata berkaca-kaca.

“Benarkah? Oh paman akhirnya aku menemukan keluarga ibuku!” kata Anteh dengan gembira.

“Sedang apakah kau disini? Bukankah kau juga seorang dayang?” tanya paman Waru.

“Ceritanya panjang paman. Tapi bolehkah saya minta ijin untuk tinggal di rumah paman. Saya tidak tahu harus kemana,” pinta Anteh.

“Tentu saja nak, kau adalah anakku juga. Tentu kau boleh tinggal di rumahku. Ayo kita pergi!” kata paman Waru.

Sejak saat itu Anteh tinggal di rumah pamannya di desa. Untuk membantu pamannya, Anteh menerima pesanan menjahit baju. Mula-mula Anteh menjahitkan baju-baju tetangga, lama-lama karena jahitannya yang bagus, orang-orang dari desa yang jauh pun ikut menjahitkan baju mereka kepada Anteh. Sehingga ia dan keluarga pamannya bisa hidup cukup dari hasilnya menjahit.

Bertahun-tahun telah berlalu. Anteh kini sudah bersuami dan memiliki dua orang anak. Suatu hari di depan rumahnya berhenti sebuah kereta kencana dan banyak sekali pengawal yang menunggang kuda. Begitu pemilik kereta kencana itu melongokkan kepalanya, Anteh menjerit. Ternyata itu adalah putri Endahwarni. Putri

Page 22: Asal Mula Kota Cianjur

Endahwarni turun dari kereta dan langsung menangis memeluk Anteh.

“Oh Anteh, sudah lama aku mecarimu! Kemana saja kau selama ni? Kenapa tidak sekalipun kau menghubungiku? Apakah aku benar-benar menyakiti hatimu? Maafkan aku Anteh. Waktu itu aku kalap, sehingga aku mengusirmu padahal kau tidak bersalah. Maafkan aku…” tangis putri.

“Gusti…jangan begitu. Seharusnya aku yang minta maaf karena telah membuatmu gusar,” kata Anteh.

“Tidak. Akulah yang bersalah. Untuk itu Anteh, kau harus ikut denganku kembali ke istana!” pinta putri.

“Tapi putri aku sekarang punya suami dan anak. Saya juga bekerja sebagai penjahit. Jika saya pergi, mereka akan kehilangan,” jawab Anteh.

“Suami dan anak-anakmu tentu saja harus kau bawa juga ke istana,” kata putri sambil tertawa. “Mengenai pekerjaanmu, kau akan kuangkat sebagai penjahit istana. Bagaimana? Kau tidak boleh menolak, ini perintah!”

Akhirnya Anteh dan keluarganya pindah ke istana. Putri Endahwarni telah membuatkan sebuah rumah di pinggir taman untuk mereka tinggal. Namun Anteh selalu merasa tidak enak setiap bertemu dengan pangeran Anantakusuma, suami putri Endahwarni. Pangeran Anantakusuma ternyata tidak pernah melupakan gadis impiannya. Kembalinya Anteh telah membuat cintanya yang terkubur bangkit kembali. Mulanya pangeran Anantakusuma mencoba bertahan dengan tidak memperdulikan kehadiran Anteh. Namun semakin lama cintanya semakin menggelora.

Hingga suatu malam pangeran Anantakusuma nekat pergi ke taman istana, siapa tahu dia bisa bertemu dengan Anteh. Benar saja. Dilihatnya

Anteh sedang berada di beranda rumahnya, sedang bercanda dengan Candramawat, kucing kesayangannya sambil menikmati indahnya sinar bulan purnama. Meski kini sudah berumur, namun bagi pangeran Anantakusuma, Anteh masih secantik dulu saat pertama mereka bertemu. Perlahan-lahan didekatinya Anteh.

“Anteh!” tegurnya. Anteh terkejut. Dilihatnya pangeran Antakusuma berdiri di hadapannya.

“Pa..pangeran? kenapa pangeran kemari? Bagaimana kalau ada orang yang melihat?” tanya Anteh ketakutan.

“Aku tidak perduli. Yang penting aku bisa bersamamu. Anteh tahukah kau? Bahwa aku sangat mencintaimu. Sejak kita bertemu di taman hingga hari ini, aku tetap mencintaimu,” kata pangeran.

“Pangeran, kau tidak boleh berkata seperti itu. Kau adalah suami putri Endahwarni. Dia adalah kakak yang sangat kucintai. Jika kau menyakitinya, itu sama saja kau menyakitiku,” kata Anteh sambil memeluk Candramawat.

“Aku tidak bisa… Aku tidak bisa melupakanmu! Kau harus menjadi milikku Anteh! Kemarilah biarkan aku memelukmu!” kata pangeran sambil berusaha memegang tangan Anteh.

Anteh mundur dengan ketakutan. “Sadarlah pangeran! Kau tidak boleh mengkhianati Gusti putri.”

Namun pangeran Ananta kusuma tetap mendekati Anteh.

Anteh yang ketakutan berusaha melarikan diri. Namun pangeran Anantakusuma tetap mengejarnya. “Oh Tuhan, tolonglah hambaMu ini!” doa Anteh, “Berilah hamba kekuatan untuk bisa lepas dari pangeran Anantakusuma. Hamba tahu dia sangat sakti. Karena itu tolonglah Hamba.

Page 23: Asal Mula Kota Cianjur

Jangan biarkan dia menyakiti hamba dan kakak hamba!”

Tiba-tiba Anteh merasa ada kekuatan yang menarik tubuhnya ke atas. Dia mendongak dan dilihatnya sinar bulan menyelimutinya dan menariknya. Pangeran Anantakusuma hanya bisa terpana menyaksikan kepergian Anteh yang semakin lama semakin tinggi dan akhirnya hilang bersama sinar bulan yang tertutup awan.

Sejak saat itu Nyai Anteh tinggal di bulan, sendirian dan hanya ditemani kucing kesayangannya. Dia tidak bisa kembali ke bumi karena takut pangeran Anantakusuma akan mengejarnya. Jika rindunya pada keluarganya sudah tak dapat ditahan, dia akan menenun kain untuk dijadikan tangga. Tapi sayang tenunannya tidak pernah selesai karena si kucing selalu merusaknya. Kini jika bulan purnama kita bisa melihat bayangan Nyai Anteh duduk menenun ditemani Candramawat. Begitulah kisah Nyai Anteh sang penunggu bulan.