Oleh : Slamet Wiharto I. Pendahuluan. Manajemen adalah Suatu
rentetan langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu
organisasi. Langkah Langkah proses yang terpadu itu adalah suatu
proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
pengendalian, sumber sumber organisasi yang dapat berupa materi dan
adanya suatu tujuan yang di tetapkan, semua proses tersebut saling
berkaitan satu dengan yang lainnya. ZIS adalah Zakat, Infak, dan
Sedekah. Manajemen ZIS menurut ajaran Islam adalah suatu rentetan
langkah proses yang terpadu untuk mengembangkan suatu organisasi
ZIS yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist. 1. Zakat. Zakat adalah
suatu rukun Islam yang merupakn kewajiban agama yang dibebankan
atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu. Zakat
berasal dari bentukan kata zaka yang berarti suci, yaitu menjadi
terbebas dari sesuatu yang haram, baik, menjadi sesuatu yang baik,
berkah, dapat ridho dan diberkahi oleh Allah SWT, tumbuh, dan
berkembang, dapat bertambah dan bertambah terus, Jadi kaitan antara
makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu
bahwa setiap harta yang di keluarkan zakatnya diharapkan akan
menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang, seperti
dajelaskan dalam surah At-Taubah ayat 103 dan surah Ar-Rum ayat 39.
Surah At-Taubah : 103
103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk
mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Surah Ar-Rum
: 39 39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
1.1. Syarat Zakat. Adapun Persyaratan harta yang wajib dizakatpun
harus dipenuhi seperti antara lain sebagai berikut : Kepemilikan
yang pasti yaitu Al-Milk At-Tam yang berarti harta itu dikuasai
secara penuh dan dimiliki secara sah yang didapat dari hasil usaha,
bekerja, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk
dipergunakan dan diambil manfaatnya atau disimpan. Apabila harta
itu hasil korupsi, kolusi, suap atau perbuatan tercela lainnya,
tidak sah dan tidak diterima zakatnya. Dalam Hadist riwayat Imam
Muslim, Rasulullah bersabda bahwa Allah SWT tidak akan menerima
zakat/ sedekah dari harta yang ghulul (didapat dari yang batil).
An-Namaa yaitu harta yang berkembang bila diusahakan atau memiliki
potensi untuk berkembang seperti harta perdagangan, pertanian,
peternakan. Apabila telah melebihi kebutuhan pokok yaitu kebutuhan
minimal yang diperlukan seseorang dan keluarganya yang
menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya. Telah bersih
dari Hutang, maksudnya adalah bila kita masih memiliki hutang untuk
memenuhi kebutuhan pokok kita, maka belum terpenuhi harta yang akan
dizakati. Mencapai Nisab dan Haulnya yaitu harta yang telah
mencapai ukuran tertantu atau jumlah minimum harta kekayaan yang
wajib dikeluarkan zakatnya. Haul yaitu jangka waktu yang
ditentukan. 1.2. Macam Zakat dan Golongan yang menerimanya. Zakat
dapat dibedakan antara; Zakat mall dan zakat fitrah. Zakat mall
adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (badan hukum) yang
wajib dikeluarkan untuk golongan orang- orang tertentu setelah
dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu
pula. Kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya itu adalah : Emas,
perak dan uang. Barang dagangan. Binatang ternak. Hasil bumi, hasil
laut serta hasil jasa seseorang. Barang tambang & barang hasil
temuan. Masing- masing golongan harta kekayaan ini berbeda nisab,
yakni jumlah minimum harta kekayaan yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Haul yaitu jangka waktu yang ditentukan bila seseorang
wajib mengeluarkan zakat hartanya, dan Qadar zakatnya yakni ukuran
besarnya zakat yang harus di keluarkan. Tuhan menyebut delapan
golongan orang- orang yang berhak menerima zakat (8 Asnaf)yaitu:
Fakir. miskin. Amil (orang yang mengurus zakat.).
Muallaf (orang yang baru masuk Islam yang lemah imannya.). Riqab
(hamba sahaya atau budak belian yang baru diberi kebebasan berusaha
untuk menebus dirinya supaya menjadi orang merdeka.). Gharim (orang
yang berhutang). Sabilillah (orang yang dengan segala usaha yang
baik, dilakukannya untuk kepentingan agama dan ajaran Islam).
Ibnusabil (orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan yang
bermaksud baik). Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran yang
wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari
nafkah keluarga yang wajar pada malam sebelum hari raya Idulfitri.
Banyaknya 2,5 kg atau 3,5 liter beras yang dapat dibayar dengan
uang seharga tiga setengah liter beras itu. Beras yang dikeluarkan
untuk zakat fitrah harus sama kualitasnya dengan beras yang biasa
dikonsumsi oleh orang yang bersangkutan sehari- hari. Seorang
kepala keluarga, selain dari memfitrahi dirinya sendiri wajib juga
memfitrahi semua orang yang menjadi tanggungannya, termasuk istri,
anak- anak, orangtua, bahkan pembantu rumah tangganya. Pengeluaran
zakat fitrah boleh dilakukan sejak permulaan bulan Ramadhan, namun
yang paling utama adalah pada malam sebelum Idulfitri (akhir
ramadhan). Selambat- lambatnya pagi 1 syawal sebelum shalat
Idulfitri dimulai. Fitrah yang dibayar setelah dilakukannya shalat
Idul fitri maka dianggap sedekah biasa, bukan zakat fitrah lagi.
Yang diutamakan menerima zakat fitrah adalah fakir miskin (Hadist).
2. Infak Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan
sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk pengertian
ini, infak yang dikeluarkan orang kafir untuk kepentingan
agamanya (surah al- anfal : 36). Surah Al-Anfaal : 36 36.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka
untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan
harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan
dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir
itu dikumpulkan, Sedangkan menurut terminologi syariah, infak
berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau
pendapatan/penghasilan untuk sutu kepentingan yang diperintahkan
ajaran Islam. Jika Zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal
nisabnya. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik
yang barpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang
maupun sempit. Jika zakat harus diberikan pada orang yang berhak
dizakati atau 8 asnaf, maka infak dapat diberikan kepada siapa pun
juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya.
Infak juga berarti, pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang
setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya
sendiri. 3. Sedakah Sedekah berasal dari kata Shadaqa yang berarti
benar orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan
imannya. Menurut terminologi syariah, pengertian sedekah sama
dengan pengertian infak, termasuk hukum dan ketentuanketentuannya.
Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memili arti
lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateriil. Seringkali
kata- kata sedekah dipergunakan dalam
al-quran, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat. Yang perlu
diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki
kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak dan
bersedekah, Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa, ciri
mukmin yang sungguh- sungguh imannya, ciri mukminin yang
mengharapkan keuntungan abadi. Berinfak akan melipat gandakan
pahala di sisi Allah. Sebaliknya, tidak mau berinfak sama dengan
menjatuhkan diri pada kebinasaan. Sedekah adalah pemberian sukarela
yang dilakukan seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang-
orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik
jenis, jumlah maupun waktunya. Lembaga sedekah sangat digalakan
oleh ajaran Islam untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi
penderitaan orang lain. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang
bersifat material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang
bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan
ikhlas untuk menyenangkan orang lain, termasuk dalam katagori
sedekah. II. ZIS Merupakan Bentuk Filantropi Islam. Zakat, infak,
dan sedekah (ZIS) adalah merupakan sebuah bentuk perwujudan dari
suatu aktivitas kedermawanan yang diajarkan oleh agama Islam.
Bentuk kedermawanan ini biasa disebut dengan istilah Filantropi
Islam. Istilah Filantropi, berasal dari Bahasa Yunani yaitu
Philanthropy. Kata philantropy itu terdiri dari dua kata yaitu
philos dan anthropos, kata philos yang berarti cinta atau kasih,
dan anthropos yang berarti manusia. Dan bila diartikan, kira-kira
berarti cinta atau belas kasih kepada sesama manusia. Maka
filantropi dapat diartikan sebagai, upaya menolong sesama, kegiatan
berderma, atau kebiasaan beramal dari seseorang yang dengan
ikhlas
menyisihkan sebagian harta atau sumberdaya yang dimilikinya
untuk disumbangkan kepada orang lain yang memerlukan, atau sebagai
kebaikan hati yang diwujudkan dalam perbuatan baik, dengan menolong
dan memberikan sebagian harta, tenaga maupun fikiran secara
sukarela untuk kepentingan orang lain. Filantopi Islam adalah Sikap
berderma untuk mewujudkan cinta kasih sesama manusia dalam bentuk
yang telah ada ketentuan dan aturanya di dalam Al- Quran &
Hadist. Berderma adalah sebagai tolak ukur keimanan seseorang. Al
Quran pun menekankan bahwa berderma adalah suatu kewajiban karena
di dalam harta seseorang ada hak bagi orang miskin. Begitu
pentingnya makna berderma sehingga Al Quran mencirikan orang yang
tidak menganjurkan berderma sebagai orang yang mendustakan agama.
Banyak sekali ayat ayat dan hadist yang berbicara tentang
pentingnya berderma sebagai nilai nilai yang harus ada dalam
kehidupan bermasyarakat seperti : Surah Al Maun : 1 1. Tahukah kamu
(orang) yang mendustakan agama? Surah Al Maun : 2 2. Itulah orang
yang menghardik anak yatim, Surah Al Maun : 3 3. dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin. Seperti dalam Hadist
Riwayat berikut ini : Seseorang tidaklah beriman kepadaku bila ia
tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan di sebelahnya ada tetangga
yang
tidak makan padahal ia mengetahuinya. (HR. Thabrani dan Hakim).
Rasulullah SAW bersabda : Sedekah/zakat adalah bukti ( keimanan).
(HR. Muslim) Ayat Al-Quran dan hadist diatas menerangkan bahwa
berderma adalah sebagai bukti keimanan. Surah Al- Baqarah : 177
177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitabkitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang memintaminta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orangorang yang bertakwa. Ayat ini diturunkan untuk
menolak anggapan orang-orang Yunani dan Nasrani yang menyangka
bahwa kebajikan itu dapat diartikan dengan menghadapkan wajah ke
arah timur dan barat sewaktu sholat. Lalu dijelaskanlah bagaimana
ciri orang yang beriman, dan salah satunya adalah orang yang
memberikan harta yang dicintainya untuk kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan, orang-orang
yang meminta-minta, dan pada budak (sedekah, infak dan wakaf), juga
orang orang yang menunaikan zakat.
Surah Al-Baqarah : 267 267. Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Surah Al-Imran : 92 92.
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa
saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Surah Al-Imran : 133 133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, Surah Al-Imran : 134
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan. Berderma untuk keadilan sosial semua pihak,
seperti yang diterangkan dalam hadist, dari Jabir bin Zaid berkata
: Rasulullah telah membagi shadaqah dan seperlima ghanimah
(harta rampasan perang) kepada ahlu dzimmi (non Muslim yang
dilindungi). (HR. Ibnu Syaibah). Kehancuran bagi masyarakat akibat
enggan berderma, diterangkan dalam hadist, dari Jabir bin Abdillah
bahwa Rasulullah SAW bersabda : Jagalah dirimu dari perbuatan
zhalim, karena hal itu kelak akan menggelapkan dihari kiamat. Dan
jauhilah kamu sekalian dari sifat kikir, karena telah terbukti umat
terdahulu hancur (karena kekikirannya). Ia (sifat kikir) dapat
membangkitkan bara pertumpahan darah dan memunculkan segala bentuk
perbuatan haram. (HR. Muslim). Menunaikan zakat dan sedekah wajib
disegerakan, seperti dalam hadist dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi
SAW mengutus Muadz ke Yaman dan beliau bersabda : Ajaklah mereka
untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku adalah Rasul
Allah. Jika mereka mentaati hal itu, maka jelaskanlah kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan mereka shalat lima waktu dalam sehari. Jika
mereka mentaati hal itu juga. Maka jelaskanlah kepada mereka bahwa
Allah mewajibkan sedekah (zakat) atas kekayaan mereka yang dipungut
dari kekayaan orang orang kaya di antara mereka untuk diberikan
kepada orang orang miskin di antara mereka. (HR. Muslim). Harta tak
akan berkurang karena sedekah (HR. Turmudzi). Hadist ini
menerangkan bahwa semakin banyak berderma maka akan semakin kaya.
Berderma membebaskan orang dari api neraka, seperti hadist dari Adi
bin Hatim, Rasulullah SAW bersabda: Peliharalah dirimu sekalian
dari siksa neraka, walaupun hanya dengan
bersedekah separuh biji kurma. (HR. Bukhari dan Muslim). Tangan
yang memberi lebih utama dari tangan yang menerima, seperti hadist
dari Abu Umamah, Rasul SAW bersabda: Wahai anak Adam, sungguh jika
kamu memberi sebagian rezekimu, maka hal itu akan sangat baik
bagimu. Namun, jika kamu mengekang (kikir), pasti hal itu
membahayakan dirimu padahal kamu hidup sederhana tidak akan
terhina. Mulailah memberi kepada mereka yang menjadi tanggunganmu.
Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. (HR. Muslim).
Rasulullah SAW dalam khutbahnya bersabda: Jauhilah oleh kalian
semua sifat kikir. Sesungguhnya banyak umat sebelum kamu yang
hancur karena sifat kikir. (HR. Abu Daud). Suatu kaum yang tidak
mengeluarkan zakat, akan ditimpakan oleh Allah kemarau dan
kelaparan yang panjang. (HR. Thabrani dan Hakim). Dua hadist diatas
mengatakan bahwa siksa yang amat pedih bagi orang yang enggan
berderma. Kewajiban mengeluarkan zakat harta, seperti dalam hadist
: Tidak ada seorangpun yang mempunyai emas dan perak yang dia tidak
berikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat dijadikan hartanya itu
beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan, digosoklah
lambungnya, dahinya, belakangnya dengan kepingan itu ; setiap
dingin, dipanaskan kembali pada suatu hari yang lamanya 50 ribu
tahun, sehingga Allah menyelesaikan urusan hamba-Nya. (HR.Muslim
dari Abu Hurairah). Pengelolaan ZIS harus bertanggung jawab dan
dapat dipercaya (
Amanah). Dari Adi bin Umairah berkata, saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda: Barang siapa di antaramu kami angkat menjadi amil
zakat, lalu ia gelapkan sebuah jarum atau lebih, maka pada hari
kiamat ia akan datang sebagai penghianat, lalu berdirilah seorang
hitam dari kalangan Anshar, yang tampaknya saya pernah melihatnya.
Ia berkata: Ya Rasulullah! Jelaskan kepadaku pekerjaan yang engkau
maksudkan itu, Nabi bersabda: Baiklah saya katakan sekarang. Barang
siapa di antaramu aku angkat menjadi pelaksana suatu pekerjaan,
hendaklah ia melaporkan hasil kerjanya, baik ia peroleh sedikit
ataupun banyak. Lalu ia mengambil apa yang aku berikan dan yang aku
larang tidak ia ambil. (HR. Muslim). Dari Abu Umamah. Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa merampas hak seorang Muslim
disertai sumpah palsu, maka Allah mewajibkan baginya neraka dan
mengharamkan baginya surga. Para sahabat bertanya: Sekalipun
sesuatu yang sangat kecil, ya Rasulullah? Rasul menjawab: sekalipun
hanya sekecil kayu siwak. (HR. Bukhari dan Muslim). III. Awal
Perkembangan Manajemen ZIS. Awal perkembangan Manajemen ZIS dalam
sejarah Islam berlangsung secara gradual mengikuti kedinamikaan
perubahan sosial yang mengiringi pembentukan & perkembangan
masyarakat Islam. Dalam konsep Islam, ZIS telah diatur secara rinci
dan sistematis dalam Al-Quran dan hadist dan dikembangkan di zaman
Khulafaur Rasyidin, tabiin, dan para ulama setelahnya.
Bangsa Arab sangat terkenal dengan kemurahhatian dan
keramahtamahannya, karena itu, memberi santunan kepada orang miskin
bukanlah hal baru bagi mereka. Namun, ketika Islam mengajarkan
zakat sebagai suatu kewajiban, bukan sekedar kemurahhatian, wajar
saja bila kemudian timbul resistensi dari sebagian mereka. Karena
Islam adalah ajaran baru pada saat itu. Selama tiga belas tahun di
Mekah, kaum muslimin didorong untuk menginfakan harta mereka buat
fakir, miskin, dan budak, namun sebelum ditentukan nisab dan
beberapa kewajiban zakatnya, dan juga belum diketahui apakah telah
diorganisasi pengumpulan dan penyalurannya. Yang jelas, kaum
muslimin awal memberikan senagian harta mereka untuk kepentingan
Islam. Abu Bakar r.a., misalnya memerdekakan sejumlah budak setelah
memberi mereka dengan harga mahal. Ayat-ayat dalam surah Al-Hajj
yang turun di awal periode Madinah menjelaskan salah satu ciri
orang mukmin, yaitu mrnrgakan shalat dan membayar zakat. Pada zaman
Rasulullah, zakat dikenakan pada Al-Masyiyah (ternak), Al-ayn
(emas, perak, koin), Al-Harts (pertanian), Ar-Rikaz (barang
terpendam). Dalam beberapa riwayat juga dijelaskan bahwa zakat juga
dikenakan ada perniagaan, madu, namun kuda dan budak tidak
dikenakan zakat. Selain itu, juga dikenal zakat fitrah yang
diwajibkan pada tahun kedua Hijriah. Pada periode Madinah,
ditentukan nisab dan jumlah kewajiban zakat, administrasi
pengumpulan dan penyalurannya. Rasulullah pernah mengirim Ala
Al-Hadrami ke Bahrain dan Amr ke Oman pada tahun 8 hijriah, Muadz
ke Yaman pada tahun 9 hijriah21. Dalam banyak riwayat dikisahkan
bahwa zakat dari suatu daerah disalurkan ke daerah itu juga, tidak
dibawa ke Madinah. Meski demikian, beberapa riwayat mengisahkan
sebagian zakat juga
ada yang dikirim ke Madinah. Konsep zakat tidaklah statis, dan
terus dikembangkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para ulama
setelahnya. Zaman Abu Bakar r.a., Sebagian orang dan suku-suku
menolak membayar zakat. Ada anggapan bahwa zakat dibayar selama
hidup nabi, dan kewajiban Zakat batal setelah Rasulullah meninggal,
beliaupun memeranginya. Pertama, pengikut para nabi palsu pada saat
itu, Musallamah, Sajah Tulayhah, dan pengikut Aswad Al-Ansi. Kedua,
kaum Banu Kalb, Tayy, Duyban, dan lain sebagainya, meskipun mereka
bukan pengikut para nabi palsu. Ketiga, mereka yang bersikap
menunggu perkembangan setelah wafatnya Rasulullah, yaitu antara
lain kaum Sulaim, Hawazin, dan Amir. Menurut Ath-Thabari dalam
Tarikhur-Rasul walMuluk, sebagian dari mereka menolak membayar pada
pemerintah pusat karena telah membayar pada petugas lokal, bahkan
ada pula yang terpaksa membayar zakat dua kali. Zaman Umar r.a.
objek zakat diperluas. Zakat lebih sistematis. Adanya terobosan
kebijaksanaan dalam pengumpulan dan distribusi zakat. Misalnya kuda
yang tadinya tidak dikenakan zakat, menjadi objek zakat karena di
Suriah dan Yaman telah menjadi barang dagangan yang mahal. Begitu
juga pula pengenaan zakat atas miju-miju, kacang polong, dan zaitun
yang telah di budidayakan secara masal, Zakat bagi pedagang muslim
2,5%. Di satu sisi, Umar r.a. sangat fleksibel, yaitu pada saat
paceklik yang dikenal sebagai tahun Ar-Ramada, pungutan zakat
ditunda. Di sisi lain, beliau sangat keras, yaitu pengenaan denda
20% dari total harta bagi mereka yang tidak jujur dalam menghitung
zakatnya. Zaman Ustman r.a., dengan kemajuan perekonomian umat pada
masa itu, Pemerintah mewajibkan muzaki yang memiliki hewan
ternak dan hasil panen, zakatnya diserahkan ke lembaga amil.
Zakat Harta emas, perak dan barang dagang diserahkan langsung
kepada mustahiq. Isu korupsi merebak kepada para petugas pengumpul
zakat resmi. Ketidak percayaan kepada lembaga amil zakat.
Terjadinya perdebatan, membayar zakat kepada lembaga amil
zakat/langsung kepada Mustahik. Pengaruh pandangan Ibnu Umar.
Membayar zakat pada amil zakat dapat menggugurkan kewajiban. Dan
timbul masalah baru, antara lain hukum zakat atas pinjaman. Ustman
r.a. berpendapat bahwa jika hutang itu dapat di tagih pada waktunya
berzakat, namun ia tidak melakukannya, ia harus membayar zakat dari
seluruh hartanya termasuk hutang yang seharusnya dapat ditagi itu.
Ibnu Abbas dan Ibnu Umar juga berpendapat sama. Belakangan
berkembang teori yang membedakan antara hutang yang diharapkan
dapat dibayar (marju al-ada) dan hutang yang macet(ghair marju
al-ada). Jenis pertama saja yang wajib dizakati setiap tahun,
sedangkan jenis kedua baru wajib dizakati pada saat bayar. Zaman
Ali r.a., ternak yang dipekerjakan (al-hawamil walhawamil)tidak
dikenakan zakat karena dianggap kebutuhan dasar petani. Senada
dengan itu, menurut az-zhuri dan atTanukhi, karena hasil pertanian
telah ditentukan zakatnya 5% bila menggunakan air hujan atau 10%
bila diupayakan pengairannya, padahal ternak pekerja merupakan
salah satu komponen biaya semisal pengairan 25, Ali r.a. juga
membolehkan pembayaran zakat dengan bentuk setara uang. Zakat untuk
unta, bila dibayar dengan unta yang berumur satu tahun lebih muda
dapat dikompensasi dengan dua ekor kambing atau dua puluh dirham.
Akan tetapi pada zaman itu, kompensasinya adalah dua ekor kambing
atau sepuluh dirham mungkin karena harga kambing turun drastis pada
zaman itu
Pada masa masa Khalifah Harun Al-Rasyid, banyak terjadi
praktik-praktik korupsi dan inefesiensi pengelolaan zakat pada masa
itu[1]. Namun terjadinya inefesiensi banyak disebabkan tingginya
biaya operasional amil, sehingga dalam beberapa kasus dana zakat
hanya habis dipakai untuk membiayai dana operasional pengumpul
zakat[2]. Kharaj unsur yang menyebabkan berkurangnya perhatian pada
pengelolaan zakat[3]. Pada zaman Dinasti Umayah/pada Khalifah
Muawiyah. Pengumpulan dan pengelolaan zakat meningkat. Pemungutan
zakat dari gaji pegawai pemerintahannya. Pada zaman Khalifah Umar
bin Abdul Aziz (penerus Muawiyah). Memelihara catatan perintah
Rasulullah kepada para pemungut zakat, agar praktek pengelolaan dan
pengumpulan zakat tidak melenceng dari ajaran Rasulullah. Pajak non
keagamaan (usyr) dengan hukum Islam. Pada zaman Khalifah Hisyam, di
bentuk Jawatan Khusus yang menangani zakat nama Diwan Al- Sadaqa.
Periode Abasiah Akhir, pengelolaan zakat dicampur dengan kharaj
(pajak tanah pertanian). Zakat harta dikelola terpisah dengan jenis
zakat lainnya. Pengumpulan zakat berkurang dan hilang menjelang
abad ke 12 (tahun 1100 m)[4]. Awal abad 13
& 14. Pengumpul zakat yg di tunjuk pemerintah tidak lagi
menjadi mustahik. Zakat menjadi kewajiban pribadi dan tidak ada
lembaga yang bergantung padanya. IV. Manajemen ZIS Masa Sekarang.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dan berlangsung cepat
akibat dari proses modernisasi di negeri-negeri Islam, maka muncul
pemikiran dan gerakan untuk meninjau ulang peran ZIS selama ini.
Dan bertujuan untuk mentransformasikan tradisi ZIS agar dapat
memenuhi kebutuhan perubahan zaman. Dalam perekonomian modern,
makna ZIS diperluas agar dapat mencakup sumber-sumber pendapatan
baru yang potensial. Beberapa contoh sumber zakat yang meskipun
secara langsung tidak dikemukakan dalam Al-Quran dan hadist, akan
tetapi kini/di zaman modern menjadi sumber zakat yang penting.
Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menetapkan sumbersumber
zakat sebagai berikut : 1. Sumber zakat tersebut masih dianggap
baru, sehingga belum mendapatkan pembahasan yang mendalam dan
terinci. Pada kitab fiqh terdahulu belum banyak membicarakannya,
seperti zakat profesi. 2. Sumber zakat tersebut merupakan ciri dari
ekonomi modern. Sehingga hampir di setiap negara maju dan
berkembang merupakan sumber zakat yang potensial. Seperti, zakat
investasi properti, zakat perdagangan mata uang, dan lain-lain. 3.
Sementara ini zakat dikaitkan dengan kewajiban perorangan, tetapi
badan hukum yang melakukan kegiatan usaha tidak dimasukan ke dalam
sumber zakat. Padahal zakat tidak hanya ditinjau dari sudut
muzakinya, tetapi dapat juga ditinjau dari sudut hartanya.
Karenanya sumber zakat badan hukum perlu
dibahas lebih lanjut, misalnya saja zakat perusahaan. 4. Sumber
zakat modern terus berkembang nilainya dari waktu kewaktu, dan ini
perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut agar
mendapatkan keputusan status zakatnya, seperti usaha budidaya
tanaman anggrek, ikan hias, burung wallet, dan lain-lain. Sumber
zakat pada rumah tangga modernpun perlu diperhatikan pada
segolongan tertentu dari kaum muslimin yang hidup serba
berkecukupan, dan bahkan gaya hidup yang berlebih-lebihan yang
tercermin dari jumlah kendaraan dan harga kendaraan serta aksesoris
dari rumah tangga modern yang serba mewah yang dimilikinya. ZIS
sebagai wujud nyata dalam pemerataan pendapatan, dari suatu hasil
ekonomi, berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al- Quran
dan Hadist. Pemerataan hasil kegiatan ekonomi untuk kemaslahatan
umat Islam, atau harus dapat dirasakan oleh seluruh umat Islam
khususnya dan umat-umat lain, tidak ada kecemburuan sosial antara
si kaya dan si miskin, tidak ada lagi jurang pemisah diantara
mereka, semua saling cinta kasih, saling membantu antara yang mampu
dengan yang tidak mampu, saling tolong menolong, saling menghargai
hak dan kewajiban masing-masing dan hidup damai, dengan ZIS
diharapkan semua umat Islam dapat hidup makmur sejahtera dan
bahagia dunia maupun akherat. Pengelolaan dan pengorganisasian
manajemen ZIS yang sistematis sangat diperlukan, agar ZIS sebagai
bentuk dari filantropi Islam, dapat benar- benar terwujud, maka
pengelolaan dan pengorganisasian ZIS dilakukan oleh Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil zakat (LAZ). BAZ adalah organisasi
pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah yang terdiri dari
unsur pemerintah dan masyarakat. Sedangkan LAZ adalah institusi
pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat
dan oleh
masyarakat yang bergerak dibidang dakwah, pendidikan, sosial,
dan kemaslahatan umat Islam. V. Permasalahan. Setelah kita
mengetahui tentang pengumpulan, pengelolaan, peorganisasian, serta
sejarah tentang manajemen ZIS yang menurut Al-Quran dan hadist,
maka ada sebuah pertanyaan yang selama ini banyak dipertanyakan
yaitu : Mengapa pada masa lalu dan sekarang umat Islam enggan untuk
membayar zakat ? Mungkin Jawabannya adalah yang pertama, adanya
ketidak percayaannya umat pada lembaga amil zakat dalam mengelola
manajemen zakat dan yang kedua, adanya pungutan pajak. Ketidak
percayaan umat ini bisa kita hilangkan apabila kita telah
membenahi, memperbaiki manajemen ZIS dengan secara profesional dan
kita harus kembali merujuk Al-Quran dan hadist sebagai pedoman
ajaran Islam dan disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan
perkembangan zaman sekarang. Pungutan pajak dirasa sangat membebani
rakyat, karena pajak yang di bebankan kepada masyarakat begitu
tinggi dan terlalu banyak pungutan pajak. Kebanyakan masyarakat
kita malas untuk membayar zakat, karena mereka sudah membayar pajak
terlebih dahulu, mereka takut akan sangsi yang dikenakan oleh
negara apabila mereka tidak membayar pajak, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di negara ini, bisa berupa denda ataupun di masukan ke
sel tahanan. Sedangkan zakat, mungkin karena sangsinya tidak
langsung dirasakan, yaitu berupa dosa, dan pasti akan mereka
rasakan azab yang pedih dari Allah SWT. Jadi mereka lebih baik
bayar pajak daripada zakat. Karena mereka berfikir bahwa terlalu
banyak pengeluaran diantaranya zakat dan pajak. Pajak adalah sumber
pendapatan negara yang dibebankan
kepada rakyat begitu besar, tetapi hasil pendapatan dari pajak
kurang dapat dirasakan atau pemanfaatannya sangat kurang dan bahkan
banyak dikorupsi oleh orang-orang yang duduk dipemerintahan. VI.
Pemecahan Masalah. ZIS adalah suatu kegiatan ekonomi dari sistem
ekonomi Islam, sebagai pemerataan hasil pendapatan untuk
kemaslahatan umat.. Mari kita mensosialisasikan dan mempopulerkan
ZIS, untuk itu dibutuhkan komitmen kuat dari semua elemen bangsa
untuk menyukseskan gerakan ZIS di tanah air, melalui : Pertama,
membangun citra manajemen lembaga ZIS yang amanah dan profesional.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan mengingat saat ini telah
terjadi krisis kepercayaan antar sesama komponen masyarakat.
Pembangunan citra ini merupakan hal yang sangat fundamental. Citra
yang kuat dan baik, akan menggiring masyarakat untuk mau
menyalurkan dana ZIS melalui amil. Buruknya pencitraan akn
manajemen lembaga ZIS, hanya akan mengakibatkan rendahnya
partisipasi muzakki untuk menyalurkan dananya melalui lembaga amil.
Pencitraan amil ini merupakan hal yang sangat strategis. Manajemen
lembaga ZIS hendaknya harus akuntabilitas dan transparansi, agar
citra manajemen lembaga ZIS yang amanah dan profesional dapat
terwujud. Kedua, membangun sumberdaya manusia (SDM) yang siap untuk
berjuang dalam mengembangkan manajemen lembaga ZIS di tanah air
yang amanah dan profesional.. Ketiga, memperbaiki dan
menyempurnakan perangkat peraturan tentang zakat di Indonesia,
termasuk merevisi Undang-Undang No. 38/1999. Hal ini sangat penting
mengingat UU tersebut
merupakan landasan legal formal bagi pengelolaan zakat secara
nasional. Keempat, Menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat untuk
berzakat, agar meningkat dari waktu kewaktu, melalui kampanye
gerakan sadar zakat secara terus-menerus, dari segenap lapisan
unsur masyarakat mulai dari presiden, pejabat tinggi negara yang
terkait, akademisi, ulama, pengusaha, dan ormas-ormas Islam,
diminta untuk turut berpartisipasi dalam kampanye zakat dan
mencontohkan perilaku membayar zakat, baik melalui media
elektronik, seperti film, sinetron, dan iklaniklan layanan
masyarakat, melalui media massa, seperti surat kabar, majalah,
tabloid, dan buletin, maupun melalui khutbah Jumat, pengajian
rutin, dan majelis taklim harus dapat dimanfaatkan secara optimal
dalam sosialisasi zakat. Daftar Pustaka FILANTROPI UNTUK KEADILAN
SOSIAL Menurut AlQuran dan Hadist, Tim peneliti Filantropi Islam,
Amelia Fauzia, Chaider S. Bamualim, Irfan Abubakar, Karlina
Helmanita, Ridwan al- Makassary, sukron kamil, Tuti Alawiyah,
Penerbit, Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2003. Filantropi Islam dan keadilan Sosial : studi tentang potensi,
tradisi, dan pemanfaatan filantropi Islam di Indonesia, Amelia
Fauzia, Andy Agung Prihatna, Chaider S. Bamualim, Irfan Abubakar,
Karlina Helmanita, Ridwan al- Makassary, sukron kamil, Tuti
Alawiyah, CSRC UIN Jakarta. 2006. Hukum Islam ZAKAT & WAKAF
Teori dan Prakteknya di Indonesia, Farida Prihatini, S.H.,M.H.,C.N,
Dr. Uswatun Hasanah, M.A, Wirdyaningsih, S.H., M.H, Penerbit Papas
Sinar Sinanti dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia 2005. Literatur, Kumpulan Makalah Seminar
Karim Business Counsulting, 2002. PANDUAN PRAKTIS TENTANG ZAKAT,
INFAK, SEDEKAH, DRS. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc. , Penerbit Gema
Insani. SISTEM EKONOMI ISLAM ZAKAT DAN WAKAF, Mohammad Daud Ali,
Penerbit Universitas Indonesia.1988. ZAKAT DALAM PEREKONOMIAN
MODERN, DR. K.H. Didin Hafidudin, M.S.C., Penerbit Gema Insani.2002
[1] Abu yusuf, Kitab al-Kharaj, jilid 1 dengan komentar alRabbi,
fiqh al-Muluk wa mafiat al ritaj (Baghdad 1975) h. 536537
Filantropi Islam dan keadilan Sosial : studi tentang potensi,
tradisi, dan pemanfaatan filantropi Islam di Indonesia. (CSRC UIN
Jakarta), h. 70 [2] Abu yusuf, Kitab al-Kharaj h. 536Filantropi
Islam dan keadilan Sosial : studi tentang potensi, tradisi, dan
pemanfaatan filantropi Islam di Indonesia (CSRC UIN Jakarta), h. 71
[3] Filantropi Islam dan keadilan Sosial : studi tentang potensi,
tradisi, dan pemanfaatan filantropi Islam di Indonesia (CSRC UIN
Jakarta), h. 71 [4] Gregory C. Kozloski,Religious Authority, Reform
and
philantropy in the Contemporery Muslim World, dalam Warren F.
Ilcham et. al., (ed), Philantropy in the worlds tradition
(Bloomington and Indianapolis: Indiana University press, 1998), h.
282 Filantropi Islam dan keadilan Sosial : studi tentang potensi,
tradisi, dan pemanfaatan filantropi Islam di Indonesia. (CSRC UIN
Jakarta), h. 71