Top Banner
38 more | SEPTEMBER 2012 foto: Sandy Mahendra, dok pribadi. Make-Up & hairdo: LoLo (081281214891) >> Berpose di depan Rumah YAI di bilangan Slipi, Rina terlihat amat bersemangat berbagi cerita. Rumah cinta pinta Kehilangan anaknya sendiri akibat kanker tak membuat Pinta Manullang-Panggabean terus terpuruk. Hal itu justru mengobarkan passion-nya untuk mendirikan sebuah rumah singgah bagi anak-anak dengan kanker. OLEH: HAPPY FERDIAN “Not all of us can do great things, but we can do small things with great love.” Kutipan bijak mendiang Bunda Teresa ini selalu membuat saya pena- saran, apakah hal kecil penuh cinta itu benar-benar ada di tengah persaingan individu yang kian sengit saat ini. Ke- tika masyarakat kian individualis dan apatis sehingga menjauhkan mereka dari rasa ikhlas dalam berbagi. Namun rasanya, saya melihat pe- menuhan kata-kata Bunda Teresa itu dalam karya nyata seorang Pinta Manullang-Panggabean. Ia mendirikan rumah singgah bagi anak dengan kanker dari kalangan tidak mampu di bawah Yayasan Anyo Indonesia (YAI). Suatu sore di bulan Agustus lalu, saya bersemangat untuk menemui perem- puan yang akrab disapa dengan panggilan ‘Ibu Pinta’ ini di rumah YAI yang ter- letak di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Sesampainya di sana, seorang anak laki-laki menyambut saya dengan ramah. Dengan sopan, ia meminta saya untuk mencuci tangan dan kaki terlebih dahulu sebelum masuk rumah. Sebuah kebiasaan yang second act sept.indd 38 8/9/12 2:40:44 PM
3

Artikel MORE secondact (hal 38-40)

Feb 11, 2017

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Artikel MORE secondact (hal 38-40)

38 more | september 2012

fo

to

: S

an

dy

Ma

he

nd

ra

, d

ok

pr

iba

di. M

ak

e-U

p &

ha

ird

o: Lo

Lo

(0

812

812

148

91)

>> Berpose di depan Rumah YAI di bilangan Slipi, Rina terlihat amat bersemangat berbagi cerita.

Rumah cinta pinta Kehilangan anaknya sendiri akibat kanker tak membuat Pinta Manullang-Panggabean terus terpuruk. Hal itu justru mengobarkan passion-nya untuk mendirikan sebuah rumah singgah bagi anak-anak dengan kanker.

oleH: HaPPy FeRdian

“Not all of us can do great things, but we can do small things with great love.” Kutipan bijak mendiang Bunda Teresa ini selalu membuat saya pena-saran, apakah hal kecil penuh cinta itu benar-benar ada di tengah persaingan individu yang kian sengit saat ini. Ke-tika masyarakat kian individualis dan apatis sehingga menjauhkan mereka dari rasa ikhlas dalam berbagi.

Namun rasanya, saya melihat pe-menuhan kata-kata Bunda Teresa itu

dalam karya nyata seorang Pinta Manullang-Panggabean. Ia mendirikan rumah singgah bagi anak dengan kanker dari kalangan tidak mampu di bawah Yayasan Anyo Indonesia (YAI).

Suatu sore di bulan Agustus lalu, saya bersemangat untuk menemui perem-puan yang akrab disapa dengan panggilan ‘Ibu Pinta’ ini di rumah YAI yang ter-letak di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Sesampainya di sana, seorang anak laki-laki menyambut saya dengan ramah. Dengan sopan, ia meminta saya untuk mencuci tangan dan kaki terlebih dahulu sebelum masuk rumah. Sebuah kebiasaan yang

second act sept.indd 38 8/9/12 2:40:44 PM

Page 2: Artikel MORE secondact (hal 38-40)

september 2012 | more 39

Fakta dalam angka

3 persen dari penderita kanker ada-lah anak-anak. Inilah yang meng-akibatkan masih sedikitnya perha-tian pada anak dengan kanker.

400 anak dengan kanker singgah dan mendapatkan bantuan advokasi dari rumah YAI, sejak tahun 2006.

2006 Merupakan tahun awal Pinta Manu-llang mendirikan YAI bersama de-ngan simpatisan lainnya yang juga merupakan teman-temannya sendiri.

cukup lazim bagi kebanyakan orang, termasuk saya. Seraya tersenyum pa-danya, dan mematuhi himbauan anak laki-laki bernama Timoty ini.

“Ibu Pinta bilang kalau kita bersih, berarti kita juga sehat,” ujar Timoty. Saat itu rasa nya saya seperti tersentil karena hal sederhana seperti itu saja jarang saya perhatikan. Ketika suatu waktu sakit, saya justru menyalahkan orang lain dan tidak menyadari bah-wa ‘ketidakbersih an’ diri juga turut melancarkan serangan penyakit itu.

Saya bertemu dengan Pinta di ruang kerjanya. Dengan ramah dan penuh senyum ia menyambut saya dan langsung mengajak berbincang de ngan akrab. Saya pun tak perlu ber-lama-lama menyesuaikan diri de ngan aura ceria dan bersemangat yang ter-pancar dari perempuan ini.

“Yayasan ini fokus memberikan bantuan tempat singgah bagi anak-anak dengan kanker dari seluruh Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat tidak mampu. Namun, kami juga menerima dengan tangan terbuka anak-anak dengan penyakit non-kanker yang memang membutuh-kan bantuan. Kami lihat case by case-nya,” ujar Pinta seraya menjelaskan tujuan awal didirikannya YAI.

MiniMnya PerhatianIa bercerita bahwa dulunya YAI berna-ma Rumah Kita yang dibentuk bersa-ma dengan beberapa simpatisan yang peduli pada anak-anak dengan kank-er, dan menjadi salah satu program Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI). Tempat ini menyediakan fasilitas rumah singgah sementara bagi anak dengan kanker serta keluarganya yang menjalani rawat inap maupun ra-wat jalan di Jakarta. Harapan utama-nya adalah membantu pengobatan dan perawatan anak penyandang penyakit kanker hingga tuntas.

Rumah Kita memiliki dua rumah singgah yang berlokasi di kawasan Per-cetakan Negara, Jakarta Pusat, untuk menampung pasien yang sedang men-

jalani perawatan di RSCM, RS Carolus dan RSPAD Gatot Subroto dan satunya lagi yang berlokasi di kawasan Slipi, Ja-karta Barat, untuk menampung pasien yang dirawat di RS Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais.

Pinta menyadari bahwa perhatian pada anak dengan kanker masih kecil di Indonesia, jumlahnya sekitar 30 persen dari total pasien kanker yang terdata. Namun, menurutnya data tersebut bisa jadi lebih sedikit dari fakta di lapangan karena masih be-lum adanya cancer registry. Ditambah dengan kenyataan bahwa mayoritas anak-anak dengan kanker berasal dari keluarga tidak mampu yang menjalani rawat inap dan jalan di Jakarta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.

“Hanya Jakarta yang menyediakan fasilitas penyembuhan kanker pa ling lengkap dan terkini di Indonesia, se-hingga banyak pasien kanker diru-juk berobat ke ibukota,” jelas Pinta. “Te naga medis di daerah juga masih kurang dan ironisnya 60 persen dokter tersentral di wilayah Jawa, lebih ba-nyak lagi persentasenya yang dinas di Jakarta,” lanjutnya dengan nada miris.

Menurutnya, masih sedikit sekali perhatian untuk pasien kanker, ter-utama anak, sehingga ia merasa perlu membantu dengan menjembatani ke-butuhan tempat tinggal selama rawat inap dan rawat jalan serta advokasi ke-butuhan obat-obatan mereka.

Mengenang andrewPassion Pinta yang begitu besar pada anak-anak dengan kanker muncul dari pengalamannya sendiri. Saat itu ia menjalani segala kesibukan-nya sebagai ibu, istri dan seorang ahli gizi. Semua berjalan dengan bahagia, hingga akhirnya kemalangan datang. “Anak sulung laki-laki saya, Andrew Manullang, dipanggil Tuhan karena terserang kanker darah (leukeumia). Ketika mendengar vonis dokter bahwa anak saya tidak berumur lama, saya sungguh merasa bagaimana hati men-jadi rapuh dan galau,” ujar Pinta.

“Di samping itu, saya juga ingin menginspirasi orang tua lain yang meng alami hal sama. Memiliki anak dengan kanker, jangan dijadikan sebuah keputusasaan. Justru harus dijadikan penyemangat untuk mem-berikan sisa hidup yang berkualitas bagi anak-anak mereka yang terkena penyakit kanker,” lanjutnya.

Ia mengaku tetap tegar ketika menghadapi kenyataan bahwa Andrew akhirnya harus kembali ke pangkuan Tuhan setelah sekian lama berjuang, bahkan hingga berobat ke luar negeri yang tentunya menghabiskan dana tidak sedikit. Ia berusaha bersikap tabah menghadapi hari-hari pasca meninggalnya Andrew, hingga sadar bahwa masih banyak orang tua lain yang memiliki anak dengan kanker. Mereka membutuhkan dukungan agar kuat mengawal pengobatan anak-anak mereka hingga tuntas.

Pinta juga melihat banyak sekali anak dengan kanker datang dari kelu-arga tidak mampu. Sebagian besar be-rasal dari seantero Indonesia dan ber-obat di rumah sakit rujukan di Jakarta. Kendala biaya jelas menjadi salah satu

second act sept.indd 39 8/9/12 2:40:45 PM

Page 3: Artikel MORE secondact (hal 38-40)

40 more | september 2012

Rumah cinta pinta

Searah jarum jam: Andy Noya ketika mengunjungi YAI; Pinta bersama anak-anak kesayangannya; Pinta ketika menerima dana bantuan dari sebuah perusahaan.

kekhawatiran utama mereka sehingga tak jarang banyak yang memutuskan untuk berhenti di tengah jalan. Apa-lagi jaminan kesehatan dari pemerin-tah masih sering terhambat birokrasi yang rumit. Melalui Rumah Kita, Pinta dan simpatisan lainnya berinisiatif membantu anak-anak dengan kanker ini hingga tuntas.

“Karena kebetulan saya lebih ban-yak berperan mengurus Rumah Kita di Slipi dan belakangan menyadari bah-wa masalah yang dihadapi lebih kom-pleks dari yang dibayangkan, maka saya pikir lebih baik berdiri dengan bendera sendiri supaya lebih fokus, walaupun tujuannya sama,” jelas Pinta mengenai alasannya mengganti nama Rumah Kita dengan Yayasan Anyo Indonesia (YAI). “Nama Anyo meru-pakan nama panggilan Andrew yang sengaja saya ambil untuk mengingat-kan perjuang an saya dan keluarga. Ini menjadi penyemangat saya dalam membantu anak-anak dengan kanker di rumah YAI ini,” lanjutnya.

Keajaiban jejaringSejauh ini, YAI telah menampung sekitar 400 anak dengan kanker se-jak 2006 silam. Kini rintisan tersebut telah berkembang cukup menggem-birakan. Masyarakat makin menerima Rumah YAI, donatur pun kian banyak.

Hal yang terakhir menurut Pinta merupakan hasil dari keajaiban ko-munikasi. Ia memanfaatkan jejaring yang dimilikinya dari pengalamannya menjadi agensi perwakilan beberapa majalah lembaga organisasi non-profit luar negeri. Situs jejaring sosial serta gadget yang ia punya pun dimanfaat-kan untuk menambah relasi seluas-luasnya. Hingga tanpa diduga meng-undang banyak orang yang bersedia menjadi relawan YAI, seperti guru, pendongeng anak-anak, dan beberapa orang dari latar belakang berbeda yang mengajukan diri untuk membantu tanpa pamrih.

“Ini begitu mengharukan bagi saya. Ternyata kekuatan teknologi in-

formasi memang berguna jika diman-faatkan dengan baik. Hal ini bukan saya lakukan untuk memperkaya diri, melain kan murni untuk memperkaya hati saya dan para simpatisan yang bergabung di YAI, bahwa berbuat ke-baikan itu indah,” ujarnya.

“Saya seperti dikirimi Tuhan ber-bagai malaikat di bidangnya masing-masing yang membantu saya mengu-rus YAI, dan saya sangat bersyukur,” lanjutnya dengan senyum lebar.

Ia pun bercerita dengan sangat antusias mengenai kabar gembira yang belum lama ia dapat dari sebuah perusahaan farmasi terkemuka. Per-usahaan tersebut memberikan kemu-dahan penyediaan obat bagi pende-rita kanker, khususnya bagi anak-anak yang ia bantu di YAI.

“Padahal saya waktu itu minta to-long melalui teman yang kebetulan bekerja di sana. Itu pun hanya melalui e-mail dan pesan singkat via gadget dan situs jejaring sosial. Puji Tuhan ternyata datanglah berkah tersebut,” lanjutnya haru.

“Pernah dulu ketika kami benar-benar sedang kesulitan uang dan persediaan beras tinggal sedikit, tiba-tiba ada tetangga Rumah YAI yang membawakan beras. Dari situ saya meyakini jalan kebaikan tidak per-nah berhenti, asalkan menjalaninya

de ngan niat tulus,” ujar Pinta seraya menceritakan berbagai ‘keajaiban’ lainnya yang banyak membantu mem-berikan kualitas hidup yang lebih baik bagi penghuni rumah YAI.

Terasa sekali keakraban Pinta, para relawan, bersama anak-anak Ru-mah YAI. Saya begitu terharu melihat keakraban tersebut, terlebih ketika melihat anak-anak tersebut tampak ceria walaupun di baliknya mereka tengah berjuang melawan kanker. Eks presi bahagia mereka mampu me-nyihir orang di ruangan itu untuk tu-rut bergabung dalam keriaan tersebut.

Tak lama setelah sesi pemotretan selesai, datanglah seorang laki-laki paruh baya dan anak remaja perem-puan yang langsung disambut dengan sapaan sayang oleh Pinta. Ternyata ke-dua orang itu adalah suaminya, Sabar Manullang dan anak perempuannya yang bernama Abel Manullang. Me-reka terlihat sangat kompak satu sama lain, dan Pinta pun berujar kepada saya, “Itu adalah suami dan anak saya. Mereka memberikan semangat besar untuk saya mengurus YAI.”

Saya pun lagi-lagi tersenyum me-lihat pemandangan di hadapan saya. Kini saya setuju bahwa bantuan kecil penuh cinta pun dapat memberikan sejuta makna bagi mereka yang mem-butuhkan. ✽

second act sept.indd 40 8/9/12 2:40:48 PM