Apa Kabar DokumentasiAskep
Dalam tulisan terdahulu, saya sampaikan tentang posisi penting
dokumentasi asuhan keperawatan yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari rekam medik pasien. Dan itu wajib dilakukan oleh
perawat mengingat Undang-Undang Rumah sakit telah mengaturnya.
Bahkan dapat dikenakan sanksi pidana maupun perdata ketika profesi
di rumah sakit termasuk perawat tidak membuat rekam medik
pasien.
Menurut dr. Sofwan Dahlan, SpPF, ada beberapa persoalan yang
muncul di lapangan:
1. Data dicatat terlambat atau tidak pada waktu yang tepat
2. Gagal mendokumentasikan perintah lisan atau gagal mendapatkan
tanda-tangan dokter
3. Data yang didokumentasikan tidak akurat atau tidak benar
4. Form dokumentasi keperawatan terlalu detail
Terhadap persoalan 1-3, penyelesaiannya cukup sederhana. Cari
akar persoalan, kemudian diintervensi secara individu atau
kelompok, persoalan akan selesai. tetapi terhadap persoalan yang
keempat bahwa form dokumen keperawatan terlalu detail, ini
memerlukan diskusi panjang redesain dokumentasi asuhan keperawatan,
kebijakan dan sosialisasi masif kepada seluruh perawat.
Memang kita semua merasakan, betapa dokumentasi asuhan
keperawatan sangat detail. Data yang dikaji meliputi
biopsikososiospiritual kultural. Diagnosa Keperawatan juga
formulasinya cukup panjang karena mencakup Problem Etiologi Symtom.
Belum lagi perencanaan, implementasi dan evaluasinya.
Dengan beban perawat yang cukup berat di rumah sakit, rasio
perawat pasien sampai hari ini juga rata-rata belum ideal, mungkin
para pakar keperawatan perlu melakukan desain ulang (redesain)
tentang dokumentasi asuhan keperawatan. Sebagai sebuah wacana yang
pernah muncul, apakah Diagnosa tidak cukup dengan pernyataan
problem saja yang dituliskan. Atau pengkajian, cukup data yang
sifatnya abnormal / deviasi saja yang dituliskan dan lain-lain.
Memang secara konsep teori, dokumentasi asuhan keperawatan saat
ini sangat ideal. Tapi melihat kondisi di lapangan, dokumentasi
asuhan keperawatan banyak hanya sekedar rutinitas. Bahkan seperti
yang pernah saya tulis sebelumnya, Cowndon & Johnson, 2003
menemukan, karena pencatatan yang banyak dan memakan waktu kerja,
perawat menjadi frustasi yang berakibat pada ketidakakuratan
dokumentasi keperawatan.
Ini mungkin sebuah wacana dan pemikiran semata dengan melihat
kondisi di lapangan. Kalau dijadikan sebagai sebuah usulan, kepada
siapa saya harus menyampaikan? Mudah-mudahan para pakar keperawatan
yang jumlahnya sudah tidak sedikit, akan tergerak menolong teman
seprofesi yang ada di tataran klinis.
Era Baru DokumentasiPerawat
Bila kita amati perkembangan Dokumentasi Asuhan Keperawatan dari
waktu ke waktu, mungkin kita sepakat dan bersama-sama akan
mengatakan apa yang berbeda dari tahun 90 an sampai hari ini? Kita
dan mayoritas dosen, ketika mengajar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
atau Proses Keperawatan, hanya mengajarkan apa yang dulu pernah
kita terima ketika masih kuliah.
Kita sampaikan
Pengkajian,
Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan,
Implementasi dan
Evaluasi.
Tidak ada yang menarik di sana dari tahun ke tahun.
Saya yang kebetulan pernah sekolah di SPK, kemudian DIII dan
diberi kesempatan Kuliah S1, hampir tidak ada perkembangan yang
menarik yang musti kita pelajari, yang telah menjadi kesepakatan
bersama di profesi ini. Sampai-sampai seorang temen dulu nyindir
kepada saya dengan bertanya,Apa bedanya SPK dan Akper? Kata dia,
Kalau SPK menulis diagnosa keperawatan dengan kalimat sehubungan
dengan, tapi kalau Akper berhubungan dengan.
Saya dan saudara boleh tersinggung dengan ungkapan temen saya
tadi, tapi waktu itu memang kenyataannya begitu. Sampai kemudian
saya mendapat kesempatan untuk kuliah di PSIK UGM Yk. Di sana
dosen-dosen kami mendorong dan memperkenalkan apa yang disebut
NANDA, NOC dan NIC. Walau begitu, aplikasi di lapangan untuk
menerapkan 3N itu bagaimana, kita masih harus meraba-raba sendiri.
Maka forum diskusi ini mudah-mudahan bisa memacu kita untuk
bersama-sama mempopularkan 3N itu.
Manajemen Asuhan Keperawatan dan Sistem Informasi yang didesign
oleh kami merupakan aplikasi dari Teori Dokumentasi Asuhan
Keperawatan yang diajarkan dalam Mata Kuliah Pendidikan
Keperawatan. System Informasi berbasis IT ini diperlukan oleh kita
baik yang masih aktif sebagai mahasiswa keperawatan sebagai bahan
tambahan pengetahuan dan wawasan, sehingga tidak tertinggal oleh
perkembangan keperawatan yang ada di institusi pelayanan kesehatan,
maupun bagi kita yang ada di institusi pelayanan kesehatan sehingga
kita tidak terlalu tertinggal dari profesi lain khususnya
dokter.Sistem Informasi berbasis Teknologi (IT) yang kami susun
diawali dengan penggunaan Standard Nursing Language (SNL), yang
selama ini tidak populer di negara kita, bahkan teman kita sendiri
masih banyak yang berkomentar miring dan cenderung mengejek.
Padahal SNL merupakan dasar bagi kita untuk bisa mengikuti
perkembangan dan kemajuan profesi lain terutama dokter (lihat
tulisan Anis Fuadi atau makalah seminar Prof. Hari Kusnanto tentang
Sistem Informasi Rumah Sakit).
Bila SNL ini bisa diterima di Indonesia, sesungguhnya Sistem
Informasi Keperawatan (Nursing Informatic) akan memasuki realita
baru yang lebih powerfull. Mengapa demikian? Kaena SNL inilah yang
akan mengajak kita untuk bersama-sama melangkah satu irama karena
penggunaan bahasa yang sama untuk profesi keperawatan yang ita
cintai ini.
Standar Asuhan Keperawatan
Sebenarnya tentang SAK sudah merupakan makanan harian perawat di
rumah sakit. Tetapi akan selalu menarik untuk dikupas dan dibahas
bagi para pemerhati dokumentasi asuhan keperawatan. Karena banyak
yang komentar, katanya kenyataan di lapangan Buku Standar Asuhan
Keperawatan di rumah sakit banyak yang tidak pernah dibuka lagi
setelah lulus akreditasi.
Saya sih tidak terlalu percaya dengan statemen itu, tapi kalau
toh benar, kita perlu bersama-sama melakukan pengkajian terhadap
masalah itu. Beberapa pertanyaan yang memang perlu kita lontarkan,
seberapa besar sih pengaruh dokumentasi asuhan keperawatan yang
dilakukan perawat terhadap kesembuhan, lama perawatan, pendidikan
pasien dll?
Jangan-jangan dokumentasi yang kita lakukan hanya sekedar
formalitas, sehingga tidak pernah mengacu pada standar yang dibuat
sendiri.Bila mengacu pada standar Depkes, Standar Asuhan
Keperawatan terdiri dari standar pengkajian, standar diagnosa,
standar perencanaan, standar tindakan dan standar evaluasi.
Akan kita dapatkan sesuatu yang sangat luar biasa, yaitu apa
yang oleh Mas Wastu dinamakan Indonesian Evidence Base Nursing
Practice. Maka tinggal bagaimana kita di lapangan meng upgrade
terus ilmu kita, dan pada akhirnya akan kita dapati profesi kita
menjadi profesi yang mandiri sekaligus dihargai.
Dokumentasi Askep bukan sekedar dokumentasi, tapi merupakan data
yang bisa di collect untuk kemudian menghasilkan sesuatu yang bisa
dijadikan pedoman bagi perawat kita.
Dan itu bisa terlaksana, manakala kita telah menerapkan Standar
of Nursing Language (SNL). Tunggu apa lagi?
Implementasi SNL, Ibarat Sekali Dayung Dua Tiga
PulauTerlewati
2122013
Implementasi Standar of Nursing Language (Standar Bahasa
Keperawatan) bagi sebagian besar teman-teman perawat bahkan mungkin
yang sudah sangat berpengalaman sebagai perawat, menganggap tidak
ada manfaatnya. Atau merasa cukup dan puas dengan sistem pemberian
pelayanan keperawatan yang selama ini dijalaninya, sehingga ngapain
harus beralih menggunakan SNL?
Tapi bagi kami, ini adalah sejarah baru bagi keperawatan di
rumah sakit kami, dimana profesi perawat betul-betul diuji apakah
profesional, mandiri sekaligus dihargai. Saya mengibaratkan, dengan
implementasi SNL, ibarat sekali dayung dua tiga pulau
terlampaui.
Apa saja yang bisa dikembangkan dari implementasi SNL ini?
1. Penyusunan Kewenangan Klinis Perawat
Kewenangan Klinis yang kami susun, mengacu pada kriteria yang
jelas. Ada perbedaan kewenangan yang jelas antara PK I PK V. Bahkan
masing-masing kompetensi inti dari masing-masing spesialisasi, juga
bisa ditunjukan, ketika kita menggunakan SNL ini. Sebagian sudah
saya tuliskan di sini
2. Penyusunan Standar Asuhan Keperawatan
Standar Asuhan Keperawatan bukanlah hal yang asing bagi perawat
di rumah sakit. Dengan SNL, SAK menjadi lebih ringkas karena
menggunakan bahasa standar.
3. Penyusunan Clinical Pathway unsur perawat
Tugas berat bagi perawat di rumah sakit adalah ketika menyusun
clinical pathway. Clinical pathway adalah tools yang digunakan oleh
profesi kesehatan di rumah sakit sebagai panduan dalam penanganan
pasien berbasis bukti. Clinical Pathway juga mengidentifikasi
urutan yang tepat tentang intervensi klinis yang harus dilakukan,
memiliki kerangka waktu dan target yang diharapkan pada pasien yang
homogen.
Ketika kita tidak menggunakan SNL, dan yang didokumentasikan
oleh perawat dalam asuhan keperawatan adalah aktifitas keperawatan
dengan bahasa yang tidak standar, maka intervensi keperawatan akan
sangat susah dimasukan dalam clinical pathway bersama profesi
lain.
4. Penentuan tarif tindakan keperawatan dalam tarif rumah
sakit
Tentang tindakan keperawatan dalam tarif rumah sakit sudah saya
tulis di bab tersendiri di sini
5. Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja perawat berbasis kompetensi, maka standar yang
menjadi acuan adalah kompetensi pada masing-masing jenjang. Dengan
SNL, kompetensi masing-masing jenjang terdefinisikan dengan baik,
dan bisa disimak di tulisan saya di sini
6. Penyusunan database Sistem Informasi Keperawatan
Database SI Keperawatan membutuhkan focabulary yang standar.
Maka ketika SI Keperawatan tidak menggunakan focabulary standar, SI
Keperawatan hanyalah komputerisasi dokumen asuhan keperawatan,
artinya hanyalah tulisan manual yang dipindahkan di komputer. Bukan
sebuah system yang memudahkan perawat dan manajemen keperawatan,
apalagi mampu menampilkan informasi yang bisa digunakan sebagai
bahan acuan pengambilan kebijakan.
Sistem Informasi Keperawatan yang tidak menggunakan bahasa
standar juga tak akan mampu menjadi DSS (Decision Support System)
atau Sistem Pendukung Keputusan bagi manajemen keperawatan.
7. Penentuan jasa pelayanan perawat
Jasa pelayanan perawat sampai hari ini masih menjadi bahan
perdebatan di hampir semua rumah sakit di Indonesia. Sebagai
profesi yang mandiri, mestinya tidak perlu berebut prosentase
dengan profesi lain dalam penentuan jasa pelayanan, kecuali pada
hal-hal yang sifatnya kolaboratif. Kita perlu pahami, profesi lain
memiliki standar tindakan sendiri, dan kita perawat juga memiliki
standar sendiri. Lalu mengapa pula masih berebut bagian dengan
profesi lain?
SNL adalah jawaban untuk menunjukan profesi yang mandiri
sekaligus dihargai. Dengan SNL, tidak terlalu masalah apakah jasa
pelayanan perawat akan menggunakan fee for service atau fee for
performance. SNL mengakomodasi keduanya.
8. Penyusunan Continues Profesional Development Perawat
CPD didefinisikan sebagai pendidikan profesional setelah selesai
pendidikan formal . CPD terdiri dari kegiatan pendidikan yang
membantu untuk mempertahankan , mengembangkan atau meningkatkan
pengetahuan , pemecahan masalah , keterampilan teknis atau standar
kinerja profesional, semua dengan tujuan bahwa tenaga profesional
dapat memberikan perawatan kesehatan yang lebih baik .
Bagi perawat, CPD dapat dilakukan dengan kegiatan formal
misalnya kursus, konferensi dan lokakarya , serta kegiatan mandiri
seperti preceptorship dan journal reading. Dengan penggunaan SNL,
Kompetensi perawat terdefinisikan dengan baik, sehingga hasil
evaluasi terhadap komepetensi itu yang kemudian dijadikan acuan
dalam penyusunan CPD.
9. Penyusunan Kompetensi Perawat
Sama halnya dengan Kewenangan Klinis Perawat, Kompetensi perawat
menjadi terdefinisikan dan dapat diukur dengan jelas, dan tentu
berimbas pada penilaian kinerja berbasis kompetensi.
Lalu mengapa kita masih ragu dan belum beranjak menggunakan
SNL?
SNL di RSUD dr. SayidimanMagetan
8122013
Dua hari yang lalu saya dan team diminta berbagi tentang SNL
(Standar of Nursing Language) oleh Komite Keperawatan di RSUD dr.
Sayidiman Magetan, Jawa Timur dalam agenda TOT dan Workshop SNL
dengan tema Implementasi Standar of Nursing Language untuk Profesi
yang Mandiri dan Dihargai.
Mendapat dukungan penuh dari Plt. Direktur dan Ketua Komite
Medis RSUD dr. Sayidiman Magetan, Jawa Timur adalah sesuatu yang
sangat membanggakan.
Fun Game dalam TOT SNL
Mengapa pelatihan ini mendapat dukungan penuh, karena sebentar
lagi kita akan menghadapi era BPJS / JKN, dimana pembiayaan
perawatan pasien didasarkan pada tarif paket mengikuti paket INA
CBGs. Tarif yang disusun oleh Kementrian Kesehatan ini akan
menguntungkan bagi rumah sakit atau merugikan bagi rumah sakit,
tergantung pengelolaan pasien ketika dirawat.
Kedisiplinan profesi kesehatan terhadap Clinical Pathways
sebagai acuan dalam pengelolaan pasien, akan sangat berpengaruh
terhadap biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dalam merawat
pasien.
Lalu bagaimana peran perawat dalam membantu rumah sakit
menghadapi era BPJS ini?
Salah satu yang harus dilakukan adalah dengan menyusun Nursing
Clinical Pathway bersama-sama dengan profesi lain di rumah sakit.
Maka materi TOT dan Workshop dua hari di RSUD dr. Sayidiman Magetan
ini salah satunya adalah menyusun Nursing Clinical Pathways.
Metode Hypno Learning dalam TOT & Workshop SNL
Materi yag cukup berat mengingat Standar of Nursing Language
(SNL) adalah hal yang baru bagi mereka, tapi dengan desain
pelatihan yang fun, penuh game, joke yang segar dan menggabungkan
metode hypno learning, menjadikan pelatihan dua hari menjadi sangat
produktif dan pesertapun rata-rata antusias mengikuti sampai akhir
sessi.
Kami cukup bangga dengan peserta, walaupun rata-rata usia
peserta sudah di atas angka 40 tahun, usia yang cukup senior bagi
perawat di RSUD dr. Sayidiman Magetan karena rata-rata adalah para
kepala ruang perawatan.
Materi lengkap yang dibahas dalam TOT dan Workshop itu adalah
:
1. Eksplorasi Standar of Nursing Language
2. Menyusun SPO dan Panduan Praktek Klinik (PPK) berbasis
SNL
3. Menyusun Nursing Clinical Pathways berbasis SNL
4. Menyusun Standar Asuhan Keperawatan berbasis SNL
5. Menyusun Tarif Perawatan berbasis SNL
6. Menyusun Kewenangan Klinis Perawat berbasis SNL
7. Mendesain Sistem Informasi Keperawatan
Goyang Cesar mengiringi TOT SNL, Buka Dikit Jozz!
Implementasi SNL bagi kami bukanlah hal yang baru karena kami
sudah bertahun-tahun dan mendapatkan keuntungannya, tapi bagi
sebagian rumah sakit merupakan hal yang baru, sehingga kami sangat
berharap bahwa RSUD dr. Sayidiman Magetan dapat menjadi pusat SNL
di Jawa Timur.
Bravo teman-teman di Magetan, kami tunggu kiprah Saudara
mengikuti langkah kami. Mungkin kita tersesat karena terlalu berani
mengimplementasikan SNL, tapi mudah-mudahan tersesat di jalan yang
benar.
Standardized Nursing Language(SNL)
21032009
STANDARD NURSING LANGUAGE atau disingkat SNL adalah standar kosa
kata / bahasa untuk mendiskripsikan apa yang telah dikerjakan oleh
perawat.
Ini merupakan kesempatan besar bagi perawat karena beberapa
alasan :
1. Menjawab pertanyaan lama : apa yang sebenarnya dikerjakan
perawatselama ini?
2. Membuat hal hal yang selama ini tidak terlihat menjadi
terlihat, dalam pemberian asuhan keperawatan
3. Merupakan alat yang sistematis untuk belajar intervensi
keperawatan, menjelaskan apa yang sebenaranya dilakukan oleh
perawat, dan dapat mendeterminasi apa kontribusi perawat bagi
keberhasilan pasien dalam perawatan
4. Sebagai dasar dokumentasi keperawatan dalam computerized
medical record
Bagaimana SNL melakukan itu semua?
Perawat merupakan information-intensive profession, mampu dalam
mendiagnosis dan treatment terhadap respon manusia ketika sakit,
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Tetapi kata-kata yang
digunakan oleh perawat untuk mendiskripsikan apa yang dilakukan
dalam proses keperawatan dan dokumentasi sangat TIDAK
KONSISTEN.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh staf pengajar PSIK FK UGM
Yogyakarta Khudazi Aulawi dkk yang disampaikan dalam sebuah
seminar, setidaknya ada 15 variasi bahasa yang digunakan oleh
perawat untuk mendiskripsikan satu masalah yang sama.
Beliau mencontohkan : Untuk masalah keperawatan Nyeri, ada yang
menggunakan kalimat : Gangguan Rasa Nyaman, Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri, Ketidaknyamanan, Gangguan Nyeri dll.
Begitupun ketika menulis tujuan, hal yang sama juga terjadi.
Contoh : Setelah dilakukan tindakan perawatan 3 x 24 jam:
Pasien melaporkan nyeri berkurang
Ekspresi wajah rileks
Skala nyeri pada rentang 1-3 dari rentang 1-10
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Point-point yang banyak tersebut, berbeda-beda untuk setiap
perawat. Tragis lagi adalah ketika perawat dalam satu rumah sakit,
karena berbeda latar belakang pendidikan (beda alumni) kemudian
gontok-gontokan merasa semua paling benar dalam sebuah diskusi.
Mereka sama-sama benar, karena memang mendapatkan teori dari
dosennya seperti itu.
Dari kasus-kasus itulah kita butuh mendeskripsikan nursing care
dalam bahasa yang sama. Ada beberapa keuntungan yang akan didapat
ketika kita memiliki standar bahasa yang sama.
Memfasilitasi continuity of patient care. Perawat A yang
melakukan dokumentasi saat shift pagi, akan sama persepsinya dengan
perawat B yang shift sore ketika membaca dokumen yang sama.
Dapat digunakan untuk memfasilitasi komunikasi antar perawat dan
profesi lain. Kita akan percaya diri dalam menulis dokumen kita,
ketika bahasa yang kita gunakan adalah bahasa standar. Kita pun
berani mempertanggungjawabkan catatan kita, tidak takut dibaca oleh
teman kita sesama perawat atau oleh profesi lain.
Dapat digunakan oleh perawat / manajemen untuk informasi sebagai
data dalam pembuatan Standar Asuhan keperawatan.
Dapat digunakan untuk komputerisasi
Dapat digunakan terintegrasi dalam kurikulum pendidikan
keperawatan dalam pengambilan keputusan klinik
Sebagai bahan untuk penelitian keperawatan
Vocabulary yang digunakan dalam SNL adalah Nursing Diagnosis
(NANDA), Nursing Outcomes Classification (NOC) dan Nursing
Interventions Classification (NIC)
Ketika NANDA, NOC and NIC digunakan secara bersama-sama, maka
akan mendiskripsikan tiga element the nursing process yaitu
Diagnosis Keperawatan dengan NANDA, Outcomes dengan NOC dan
Interventions dengan NIC.
SNL dibangun berdasasarkan pengkajian pola fungsional kesehatan
(pengkajian ala keperawatan bukan pengkajian ala medis) dan bisa
digunakan pada semua tipe / setting nursing care
Mengukur Kinerja Perawat dengan Fee forService
6032013
Pengukuran kinerja profesi kesehatan di rumah sakit (dokter,
perawat, bidan, gizi) yang paling populer adalah dengan Fee for
Service atau mengukur seberapa besar kontribusinya terhadap
pendapatan rumah sakit. Besar kontribusi itulah yang dijadikan
sebagai dasar seberapa besar rumah sakit memberikan penghargaan
dalam bentuk jasa pelayanan. Hampir semua rumah sakit di Indonesia
menerapkan sistem itu.
Bahkan aturan main remunerasi di kementrian kesehatan ketika
membahas tentang incentif juga menganut sistem itu. Penghasil uang
akan mendapatkan langsung berdasarkan persentase. Apakah 60%, 80%
atau bahkan 90% tergantung kesepakatan dan kebijakan yang
ditetapkan. Dengan sistem ini, maka dokter yang pegang pisau, tentu
jasa pelayanannya lebih besar dibanding dengan dokter yang tidak
pegang pisau. Profesi yag banyak melakukan tindakan, tentu akan
mendapatkan lebih banyak dibanding profesi yang hanya menerima
konsultasi atau kunjungan pasien.
Bagi profesi perawat di Indonesia, sistem yang seperti ini masih
belum berlaku atau susah untuk diterapkan. Mengapa demikian, karena
bila dilihat seberapa besar kontribusi perawat terhadap pendapatan
rumah sakit, rata-rata kontribusinya tidak bisa diukur. Dari mana
akan mengukur, kalau aktifitas perawatan yang sangat banyak itu,
tidak terdefinisikan dan tidak memiliki harga.
Rata-rata peran perawat di rumah sakit sebatas pelengkap bagi
profesi lain, sangat jarang yang fungsi mandiri perawat
teraplikasikan dengan baik. Padahal teori-teori keperawatan yang
mendorong perawat untuk mandiri sangat banyak. Tapi sayang, ketika
berada di pelayanan, fungsi mandiri itu menjadi lemah, dan
kebanyakan lebih menyukai pekerjaan yang menjadi rutinitas
harian.
Patient Care Delivery System sebenarnya mengajarkan bagaimana
perawat memerankan fungsi mandirinya. Dari melakukan pengkajian
biopsikososiospiritual, menentukan masalah keperawatan, membuat
perencanaan, melakukan intervensi dan evaluasi semua diarahkan
untuk fungsi mandiri. Tapi alasan system yang tidak mendukung,
kekurangan tenaga, kesibukan aktifitas di luar perawatan menjadi
justifikasi untuk terjebak pada rutinitas harian. Bila ini yang
terjadi, bagaimana kinerja perawat akan bisa dukur dengan cara yang
populer?
Solusi yang bisa dilakukan untuk keluar dari persoalan itu
antara lain :
1. Me-redesain tindakan keperawatan dengan bahasa standar.
Aktifitas perawat yang sangat banyak (dari pasien masuk sampai
pasien keluar), perawat terlibat di dalamnya. Tapi sayang aktifitas
yang sangat banyak itu tidak memiliki nama dengan bahasa yang
standar. Akibatnya perawat merasa sibuk dan lelah, bahkan menjadi
tumpuan komplain pasien, tapi tidak ada harganya. Penggunaan bahasa
standar keperawatan (SNL) menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan
untuk keluar dari persoalan ini.
2. Setelah desain tindakan keperawatan dengan bahasa standar
tersusun dengan baik, langkah berikutnya adalah membuat regulasi
agar tindakan keperawatan itu secara hukum sah untuk diberlakukan.
Regulasi itu bermacam-macam, dari mulai Perda (untuk RSUD), Pergub
(untuk RS BLUD Propinsi), Perbup (untuk RS BLUD Kabupaten) atau
sekedar Kebijakan Direktur atau Keputusan Ketua Yayasan untuk RS
Swasta.
3. Agar implementasi SNL memiliki akontabilitas yang baik, maka
dokumentasi asuhan keperawatan dan asesmen kompetensi menjadi
perangkat penting yang tidak bisa diabaikan. Kita memahami,
dokumentasi asuhan keperawatan adalah bukti legal formal dari
aktifitas perawatan. Sehingga dokumentasi yang baik akan mampu
menunjukan kinerja profesi perawat.
Tiga langkah itu yang mungkin mampu mengawali profesi perawat di
rumah sakit dapat dihargai secara layak sebagai profesi. Pembenahan
di internal perawatan perlu dilakukan dengan CBT (Competence Base
Training) dan CBA (Competence Base Asesment) setelah penerapan SNL,
jenjang karirpun ditata dengan mengacu pada kompetensi dan setelah
itu pengukuran kinerja perawat akan dapat dilakukan dengan cara
yang populer, yaitu seberapa besar kontribusi perawat terhadap
pendapatan rumah sakit. Bila pengukuran itu sudah didapat, maka
tinggalah bertanya berapa yang didapatkan dari kontribusi sebesar
itu?
Sekedar share saja, manajemen rumah sakit di tempat kami bekerja
sudah memberikan 80% dari kontribusi yang diberikan kepada rumah
sakit. Sebagai contoh, apabila kontribusi perawat dalam satu bulan
sebesar Rp.600 juta, maka sebesar Rp.480 juta dikembalikan kepada
profesi perawat sebagai jasa pelayanan dalam satu bulan itu. Soal
besar atau kecil, sangatlah relative. Tapi yang pasti bahwa kami
mendapatkan penghargaan berdasarkan kontribusi yang kami berikan ke
rumah sakit. Kontribusi semakin besar, kamipun mendapatkan besar
pula. Bahkan manajemen rumah sakit berkomitmen memberikannya setiap
tanggal 17.
Next On AfterNIC
7082008
Saya meyakini tentang dua kata yang dipikirkan bersama oleh
perawat Indonesia dan mungkin diperjuangkan oleh sebagian perawat
se Indonesia. Dua kata itu adalah Profesional dan
Kesejahteraan.
Kata yang pertama (profesional), saya tidak akan membahas
terlalu panjang di tulisan ini, karena sudah banyak yang
membahasnya. Saya hanya bertanya, Seperti apa sih profesional?
Kalau saudara menjawab, PROFESIONAL ITU SEPERTI SAYA (menunjuk
diri sendiri), maka jawaban itu yang saya maksud dan inginkan.
Karena profesional adalah predikat yang diberikan oleh masyarakat
kepada seseorang karena kemampuan dan keahliannya dalam pekerjaan
tertentu. Kalau mau komentar ekstrim, kayaknya kita tidak bisa
mengaku-ngaku professional sebelum bisa menunjukan dirinya memang
professional.
Maka menjadi renungan bagi kita.
Bayangkan pada suatu hari, ada seorang dokter bertanya kepada
kita. Mas, professional itu apa sih? Beranikah kita menjawab,
Profesional itu seperti saya, Dokter. Kalau saudara berani menjawab
dengan ungkapan seperti itu, maka memang saudara sudah
professional. Itupun masih diuji oleh orang yang mendengar jawaban
saudara. Bila orang yang mendengar jawaban saudara tersenyum sinis,
rasanya kita perlu mengevaluasi jawaban yang sudah kita berikan
itu.
Kata yang kedua adalah kesejahteraan. Tentu kesejahteraan
perawat. Pernahkah terbayang di benak kita, bahwa kita bisa
menyamai seorang dokter dalam menerima jasa pelayanan yang telah
diberikan kepada klien kita? Bukan sama dalam hal jumlah, tapi sama
dalam hal pengakuan.
Seorang dokter, ketika dia melakukan kunjungan pasien (vicite)
dengan waktu yang tidak lebih dari lima menit, dia bisa mendapatkan
jasa sesuai aturan main yang berlaku. Begitupun seorang dokter yang
memegang pisau, memagang jarum atau apapun tindakan yang dilakukan
kepada pasien, semua berimbas pada cost yang harus dikeluarkan oleh
pasien atau harus dibayar oleh asuransi.
Sementara bagi perawat? Nungguin pasien 24 jam sehari, melakukan
injeksi dua sampai tiga kali sehari per pasien, melakukan edukasi,
memberikan support emosi, mempersiapkan pre operasi dan lain-lain
tindakan yang jumlahnya ratusan, hampir tidak pernah mendapatkan
jasa seperti halnya seorang dokter. Mengapa bisa demikian?
Jawabannya tentu beragam. Dan saya tidak akan membahas
jawaban-jawaban itu dan alasan-alasan yang disampaikan. Saya hanya
punya satu kalimat yang dirasa cukup menggambarkan kondisi itu.
Yaitu bahwa, Perawat memang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. (Teman-teman
saya di rumah sakit protes, bukankah itu julukan untuk Bapak dan
Ibu Guru?)
Kesejahteraan memang merupakan hal sensitive. Dan itulah yang
dari dulu kita perjuangkan bersama-sama. Banyak pemikiran yang
berkembang, banyak versi yang muncul tentang kesejahteraan yang
dalam bahasa aplikatif dinamai Jasa Perawat.
Ada yang menempatkan jasa perawat dipandang dari sebuah profesi
yang mulia, sehingga tidak pantas dihargai seperti tukang. Katanya,
kalau setiap melakukan tindakan (memandikan, membersihkan rambut,
injeksi, pasang infuse dll) kita minta dihargai per item, kita
seperti tukang. Sehingga bukan tenaga professional lagi. Maka
pemberian jasa perawatan yang pas adalah dengan system paket, yang
di beberapa rumah sakit termasuk RSU Banyumas dinamakan Jasa Asuhan
Keperawatan.
System Jasa Asuhah Keperawatan, dibuat tariff Asuhan Keperawatan
dan dicharge kan per pasien per hari. Persis seperti akomodasi
rawat inap. Tapi jangan tanya besarnya rupiah. Mengapa? Karena
hanya sekitar 10% dari tariff vicite dokter. Kalau toh dibagikan
60%, tidak signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan perawat.
Saya mungkin bagian dari sedikit orang yang tidak setuju dengan
pendapat dan system itu. Saya lebih suka dikatakan tukang tapi
mendapat jasa yang besar, dibandingkan professional (bukan tukang)
tapi tanpa jasa. Tapi jangan salahtulisan inilah yang akan saya
lempar kepada saudara untuk dikritisi.
Kita tidak akan menjadi tukang seperti tukang cukur karena kita
memotong rambut pasien, tukang sihir karena kita melakukan
hipnotherapi, tukang pijat karena kita melakukan massage dll. Kita
akan tetap sebagai seorang professional, justru karena kita
melakukan tindakan tindakan perawatan yang jumlahnya ratusan, yang
tindakan itu tidak mungkin dilakukan oleh seorang di luar profesi
perawat.
Apakah dokter dikatakan tukang, walaupun dia mematok harga pada
setiap tindakan yang dia lakukan? Siapa yang berani ngomong bahwa
dokter adalah tukang? Mengapa demikian? Karena setiap tindakan yang
dilakukan oleh seorang dokter, dilandasi oleh sebuah ilmu
pengetahuan yang mendalam. Itu yang dikatakan oleh Ibu Achir Yani
memiliki Body of Knowladge.
Sama halnya ketika seorang perawat melakukan massage kepada
seorang pasien, karena dasar pengetahuan yang dimiliki oleh seorang
perawat, maka dia tidak bisa dikatakan sebagai tukang pijat.
Di sinilah judul tulisan ini yang saya maksud. Ada apa setelah
NIC?
Nursing Intervention Clasification (NIC) adalah klasifikasi
tindakan perawatan yang menurut saya sah dan legal untuk
mendapatkan harga dari masing-masing item NIC itu. Soal berapa
rupiah yang pantas harganya pada masing-masing item NIC itu, tentu
disesuaikan dengan banyak hal yang melatarbelakangi masing-masing
rumah sakit atau perawat di mana dia tinggal.
Perawat Rumah Sakit Umum Banyumas, telah memasukan klasifikasi
tindakan perawat itu dalam sebuah Peraturan Daerah mengenai tariff
tindakan perawat. Sehingga sebutan Perawat adalah Pahlawan Tanpa
Tanda Jasa hilang dari kamus perawatan, justru karena perawat
menjadi Profesional sekaligus Sejahtera.
Askep, Bukan SekedarDokumentasi
5052009
Alhamdulillahirobbil alamiiin.
Ucapan itu rasanya patut untuk dikumandangkan ke hadirat Alloh
SWT. Betapa tidak, setelah ditunggu selama hampir lima tahun, hari
ini kesampaian juga keinginan lima tahun yang lalu.
Dokumentasi Asuhan Keperawatan berbasis Teknologi Informasi yang
kami beri nama Sistem Informasi Keperawatan, hari ini telah di Run
terintegrasi dengan SIM RS (Billing). Artinya, sebagian aktifitas
perawatan yang terdokumentasi dalam SI Keperawatan dengan
pendekatan Nursing Intervention Clasification (NIC) telah memiliki
harga karena telah masuk dalam Perda Retribusi Rumah Sakit.
Perawat tidak lagi meng-entry data ke dalam komputer (Billing)
secara manual dengan pendekatan kirologi (kira-kira), tapi telah
real terhadap aktifitas apa yang dilakukan terhadap pasien.
Ini tentu berimbas terhadap pendapatan Rumah Sakit (baca:
perawat). Ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pendapatan akan
turun terjun bebas atau malah naik secara signifikan. Dua-duanya
memiliki alasan.
Pendapatan akan turun, apabila kompetensi perawat terhadap
penguasaan Nursing Intervention Clasification (NIC) lemah. Tapi
akan naik secara signifikan bila kompetensi perawat terhadap
penguasaan NIC baik.
Di sinilah kita akan membuktikan, bahwa semakin baik kompetensi
perawat, akan berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan
Rumah Sakit.
Maka Jumat Ilmiah, Kamis Ilmiah dan pelatihan-pelatihan yang
terus dilakukan, akan menjadi aktifitas yang sangat mendukung untuk
peningkatan kompetensi perawat.
Tinggalah kita evaluasi sebulan dua bulan ke depan, apakah akan
naik secara signifikan atau malah turun bebas.
Tapi satu catatan yang perlu digarisbawahi, Team Remunerasi
Rumah Sakit dan Kebiajakan Manajemen pun, akan mempengaruhi
kemungkinan-kemungkinan itu. Bila konsisten dengan aturan
remunerasi, kami meyakini, kenaikan 200% pun InsyaAlloh akan
tercapai. Semoga
Sehingga, dokumentasi asuhan keperawatan bukan hanya sekedar
dokumentasi, tapi berimbas pada akontabilitas profesi perawat.
Dokumen menjadi bukti otentik terhadap seluruh aktifitas perawat
yang telah diberikan kepada pasien.
Mendesain SIM Keperawatan (bag1)
10062012
Gravea & Cococran,1989 mendefinisikan Sistem Informasi
Keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu
keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses
pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan.
Dari pengertian ini menjadi cukup jelas bagi kita sebagai
rujukan atau panduan dalam penyusunan SIM Keperawatan. Setidaknya
ada tiga ilmu yang dikombinasikan, yaitu ilmu komputer, ilmu
informasi dan ilmu keperawatan. Apakah dengan ketiga ilmu itu dapat
dikuasi oleh satu orang, jawabnya bisa ya, bisa juga tidak. Kalau
toh bisa maka sangat sulit untuk mencapai pengembangan ke arah yang
sempurna. Kalau jawabnya tidak, maka perlu dicarikan solusi agar
pengembangan sistem informasi keperawatan mengarah
kesempurnaan.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan membuat sebuah
team dengan latar belakang keilmuan masing-masing, yaitu satu atau
dua orang menguasai ilmu komputer (progremer), satu atau dua orang
menguasai ilmu informasi dan satu atau dua orang menguasai ilmu
keperawatan. Team inilah yang diharapkan dapat menyusun SIM
Keperawatan dengan baik.
Aspek berikutnya adalah bahwa Sistem Informasi Keperawatan
disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi
dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan
keperawatan. Artinya SIM Keperawatan disusun untuk memudahkan
pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan. Dan tujuan ini adalah
tujuan paling dasar dalam pemanfaatan teknologi informasi/komputer.
Sehingga, pemanfaatan teknologi informasi/komputer harus menjamin
sebuah pekerjaan menjadi lebih mudah, bukan malah menjadi sulit.
Dengan tujuan ini, maka sistem yang telah disusun sebagus apapun,
haruslah teruji di lapangan sampai user memberikan tanggapan sistem
ini mudah diaplikasikan atau dikenal dengan user friendly.
Hal berikutnya menurut pengertian di atas, aplikasi/system harus
mampu memberikan informasi yang bermanfaat bagi manajemen. Mengacu
pada pengertian ini, maka SIM Keperawatan bukan hanya sekedar
mengganti dokumen manual menjadi terkomputerisasi, tetapi lebih
dari itu. Sebagai sebuah contoh, system harus mampu memfasilitasi
untuk memunculkan evidance base keperawatan. Mampu menampilkan
laporan-laporan yang dapat dijadikan rujukan akontabilitas perawat,
kinerja perawat, performa perawat, kompetensi perawat dll. Dengan
informasi yang didapatkan itu, diharapkan pengambilan kebijakan
yang dilakukan oleh manajemen keperawatan memiliki dasar yang kuat
karena berdasar data yang ada di lapangan.
Contoh kasus :
Dalam SIM Keperawatan didapatkan data bahwa selama kurun waktu
satu tahun (2011), didapatkan masalah keperawatan tertinggi yang
didapatkan di sebuah rumah sakit adalah nyeri akut sejumlah 32.111
pasien. Dengan data ini, maka manajemen keperawatan dapat
mengeluarkan kebijakan seluruh perawat harus tahu dan paham masalah
nyeri akut beserta intervensi untuk nyeri akut baik mandiri maupun
kolaborasi.
Data ini pula yang dapat dijadkan sebagai acuan untuk kompetensi
perawat. Perawat harus mendapatkan CBT (Competence Base Training)
tentang manajemen nyeri, tindakan perawat yang mendukung manajemen
nyeri, therapi farmakologi untuk nyeri dll. Setelah semua diberikan
dalam CBT, maka lakukan asesmen kompetensi kepada seluruh perawat
tentang manajemen nyeri.
SIM Keperawatan seperti inilah yang kami anggap sebagai sesuatu
yang ideal menurut pengertian di atas. Bahkan bukan hanya itu,
pengertian di atas juga mempersaratkan bahwa pengetahuan yang
digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan dapat
dikembangkan melalui sistem ini. Dengan evidance base yang
dihasilkan, sangat mungkin akan memicu penelitian berikutnya,
sehingga sistem informasi memberikan kontribusi dalam pengembangan
ilmu pengetahuan perawat.
Implementasi Sistem Informasi Keperawatan (bag2)
22112009
Modul Sistem Informasi Keperawatan
Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan telah menggunakan standar asuhan keperawatan
pendekatan respon pasien, bukan masalah medis. Dan konsep ini telah
diajukan dua kali kepada Surveyor Akreditasi Rumah Sakit dari
Komisi Akreditasi Rumah Sakit dan dibenarkan oleh KARS.
Modul ini berisi proses keperawatan dari Pengkajian, Diagnosa,
Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
Indikator Mutu Klinik Keperawatan
Pada modul ini, form Indikator Mutu Klinik Rumah Sakit dan
Keperawatan telah terintegrasi, sehingga perawat tinggal mengisikan
form yang tersedia per hari dan Pokja Mutu Klinik tinggal mengambil
rekapan data per bulan yang secara otomatis telah direkap.
SOP Perawatan
Standar Operating Procedure Perawatan jumlahnya sangat banyak.
Dengan system ini, akan mengefisienkan kertas, karena SOP Perawatan
ada dalam system (soft copy) yang dapat dibuka dan dipelajari oleh
user.
Resume Perawatan
Resume perawatan dihasilkan dari aktifitas perawatan yang
dilakukan untuk pasien selama dirawat. Resume perawatan dalam
system ini, akan muncul secara otomatis saat pasien akan
pulang.
Laporan Diagnosa Perawatan Terbanyak
Dokumen perawatan yang rapih dan diagnosa perawatan dengan
bahasa standar, memungkinkan system menampilkan laporan dengan data
yang valid.
Laporan Tindakan Perawatan Terbanyak
Laporan ini dihasilkan karena tindakan perawatan telah
menggunakan bahasa standar keperawatan. Laporan ini dihasilkan bias
per hari, per minggu, per bulan atau per tahun.
Laporan Implementasi
Laporan ini digunakan untuk melakukan audit tindakan
keperawatan. Dengan adanya menu laporan implementasi, manajemen
keperawatan dapat melakukan control dan evaluasi terhadap tindakan
perawatan karena dalam menu ini mencantumkan nama tindakan,
pelaksana, waktu dilakukan, nama pasien dan di ruang apa tindakan
itu dilakukan.
Laporan Harian Perawat
Aktifitas yang cukup menyita waktu dari perawat adalah
menuliskan laporan harian per shift untuk dijadikan panduan oleh
perawat shift berikutnya. Dengan system ini, perawat per shift
tidak perlu lagi membuat laporan dengan buku, tetapi system
langsung menampilkan laporan terhadap aktifitas yang dilakukan dan
rencana yang akan dilakukan kepada pasien tersebut.
Laporan Pendapatan Perawat
Laporan pendapatan perawat digunakan sebagai dasar dalam
pemberian Jasa Perawatan (Jaspel). Dengan pendekatan kontribusi dan
kinerja, pembagian jasa pelayanan diharapkan mampu meningkatkan
kinerja perawat.
Mendesain SM Keperawatan (bag3)
22062012
Diagnosa Keperawatan
Dalam proses keperawatan, setelah pengkajian adalah analisa
masalah. Analisa masalah digunakan sebagai dasar untuk menegakan
masalah keperawatan. Bila yang kita desain adalah system pakar,
maka data-data pengkajian yang telah disusun dalam format check
list dikelompokan sesuai dengan domainnya untuk dibuatkan rumus
oleh system komputer, sehingga data-data yang dipilih dapat
disimpulkan oleh komputer dan ditampilkan dalam bentuk masalah
keperawatan.
Untuk bisa mendesain system seperti ini, tentu kita memerlukan
data seluruh masalah keperawatan dari konsep yang kita pelajari
selama ini. Kumpulan masalah keperawatan inilah yang kemudian kita
jadikan sebagai database masalah keperawatan. Agar data-data yang
ada tidak tumpang tindih dan masalah keperawatan juga jelas,
disinilah diperlukan standar bahasa keperawatan atau Standar of
Nursing Language (SNL).
Masalah keperawatan yang telah ditampilkan oleh komputer,
dianalisa lagi oleh user (perawat) untuk dijadikan landasan
penegakan Diagnosa Keperawatan. Konsep yang kita pahami selama ini
dalam proses keperawatan, Diagnosa Keperawatan disusun oleh
problem, etiologi dan simptom (PES). Walaupun perkembangan terbaru
etiologi dan simptom sudah dihilangkan, tapi standar rumah sakit
masih menggunakan PES, sehingga etiologi juga perlu disediakan
dalam database tersendiri dalam penyusunan system ini, sehingga
perawat tinggalah memilih etiologi yang telah disediakan oleh
system komputerisasi.
Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi
Proses berikutnya setelah Diagnosa Keperawatan tersusun adalah
membuat Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi. Standar Asuhan
Keperawatan mengajarkan kepada kita bahwa Perencanaan, Implementasi
dan Evaluasi adalah satu rangkaian yang ketiganya menginduk kepada
Diagnosa Keperawatan. Artinya dalam menyusun perencanaan,
implementasi dan evaluasi disesuaikan dengan diagnosa yang muncul.
Dengan begitu, system yang didesain dalam SIM Keperawatan juga
mengikuti alur tersebut. Ada mapping antara diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Seperti itulah gambaran penyusunan SIM Keperawatan bila kita
mendesain dengan pendekatan proses keperawatan.
Apa yang dihasilkan dari proses di atas, tentulah sangat
terbatas. Informasi yang didapatkan dari transaksi yang telah
dilakukan mungkin mampu memunculkan evidance base keperawatan
semisal diagnosa keperawatan terbanyak, tindakan keperawatan
terbanyak dan resume keperawatan. Tapi kita akan sulit ketika
menghendaki laporan semacam angka kredit, laporan tindakan
perawatan per perawat periode tertentu, laporan kinerja perawat
dari pendapatan/kontribusi perawat dan lain lain.
Maka alternatif berikutnya dalam mendesain SIM Keperawatan
adalah memulainya dari laporan apa saja yang ingin dihasilkan dari
transaksi SIM Keperawatan. Dengan mengawalinya dari
laporan/informasi yang diharapkan dari transaksi SIM Keperawatan
akan membantu dalam penyusunan database SIM Keperawatan.
Sebagai sebuah contoh. Apabila kita menghendaki ada laporan
angka kredit dari aktifitas keperawatan yang terekam dalam SIM
Keperawatan, maka tentu harus ada database tindakan perawatan (TP)
kategori sederhana 1-4 dan tindakan perawatan kategori komplek 1 4,
yang dilink-kan dalam transaksi SIM Keperawatan. Bahkan dalam
menyusun hak akses user-pun harus dipertimbangkan siapa saja yang
boleh dan tidak boleh mengakses TP kategori sederhana 1 4 dan TP
kategori komplek 1 4. Mengapa demikian? Karena memang aturan angka
kredit menghendaki demikian. Bila hak akses disusun sesuai standar,
maka akan dihasilkan data yang valid.
Begitupun ketika kita menghendaki ada laporan kinerja keuangan
dari aktifitas keperawatan. Maka penyusunan database SIM
Keperawatan harus mempertimbangkan tarif tindakan keperawatan:
kategorinya, daftar tindakannya, kelas perawatan dll.
Dua cara yang ditempuh masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Tinggalah kita mau memilih yang mana, tergantung dari
keinginan dan kebutuhan kita.
Mendesain SIM Keperawatan (bag4)
29062012
Penggunaan Bahasa Standar
Untuk menyusun database yang baik dalam SIM Keperawatan, bahasa
standar menjadi sesuatu yang wajib adanya. Karena tanpa bahasa
standar, sistem tak akan mampu menghasilkan apa-apa, kecuali hanya
berupa transaksi elektronik atau memindahkan catatan manual ke
dalam komputer. Laporan-laporan berupa evidance base keperawatan
tak akan bisa dihasilkan dari sistem yang dibuat.
Permasalahan mendasar keperawatan di Indonesia adalah belum ada
satupun perguruan tinggi perawat atau lembaga pendidikan perawat
yang memiliki mata kuliah (MK) standar bahasa keperawatan. Bahkan
organisasi profesi perawat di Indonesia juga belum menghasilkan
standar bahasa keperawatan ini. Persoalan mendasar inilah yang
mempersulit untuk pengembangan SIM Keperawatan.
Seperti SIM Keperawatan yang kami susun, standar bahasa yang
kami gunakan juga bukan bahasa baku yang telah disepakati oleh
organisasi profesi perawat di Indonesia. Kami menggunakan referensi
utama dalam penyusunan database menggunakan NANDA, NOC dan NIC.
Itupun butuh penyesuaian di sana-sini. Maka yang belum memahami
penggunaan bahasa standar ini, tentu tidak bisa menggunakan SIM
Keperawatan yang kami susun.
Tentang bahasa standar ini, masih ada referensi lain yang bisa
dijadikan sebagai rujukan, yaitu ICNP (International Clasification
Nursing Practice). Hanya saja konsep ICNP tidak popular di
Indonesia.
Mengapa bahasa standar menjadi penting dalam mendesain SIM
Keperawatan?
Sebagai contoh begini. Ketika kita membutuhkan laporan masalah
yang paling banyak muncul dalam kurun satu bulan perawatan di
sebuah rumah sakit yang telah menggunakan SIM Keperawatan, maka
sistem tentu akan bekerja melakukan indek terhadap seluruh
transaksi dalam satu bulan. Bila database dalam sistem kita tidak
standar, maka masalah yang sama bisa di-indek berbeda oleh
sistem.
Contoh : untuk masalah keperawatan dengan pasien operasi, karena
tidak menggunakan bahasa standar mungkin ada yang menyebut gangguan
rasa nyaman ada yang mengatakan gangguan rasa nyaman nyeri ada yang
mengatakan nyeri akut dan lain-lain. Maka masalah yang sama akan
diindek oleh sistem dengan tiga variasi di atas. Padahal sama-sama
masalah nyeri pasca operasi. Keadaan ini akan menjadikan data
menjadi tidak valid, dan sistem tidak bisa melakukan accounting
secara benar.
Bagitupun di implementasi juga demikian. Kita masih belum
memiliki bahasa standar untuk menunjukan aktifitas perawatan yang
sangat banyak. Dokumen asuhan keperawatan yang populer di Indonesia
masih menuliskan aktifitas yang dilakukan, bukan label dari
aktifitas. Padahal ada ribuan aktifitas perawatan yang dimiliki,
maka bagaimana sistem akan melakukan indek bila aktifitas yang sama
dtulis dalam bahasa yang berbeda.
Maka syarat penyusunan SIM Keperawatan agar mampu memudahkan
pekerjaan perawat adalah dengan menggunakan bahasa standar
keperawatan yang sering saya sebut sebagai SNL (Standar Nursing
Language).
Mendesain SIM Keperawatan (bag5)
17072012
Integrasi SIM RS
SIM Keperawatan dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
bagi saya ibarat sebuah asesoris mobil bagi sebuah mobil. Sangat
sedikit direktur rumah sakit yang berkenan melirik tentang
pentingnya SIM Keperawatan. Berbeda dengan Billing System dalam
SIM-RS. Hampir semua direktur membutuhkan dan menganggap penting
tentang Billing System. Alasannya jelas sangat logis, karena
berhubungan dengan transaksi keuangan. Semua direktur rumah sakit
membutuhkan transaksi keuangan yang cepat, laporan keuangan yang
cepat, transparasi laporan dan lain-lain. Karena pentingnya Billing
System dalam SIM-RS ini, sampai-sampai beberapa presentasi tentang
SIM-RS, isinya hanya Billing System.
Dalam mendesain SIM Keperawatan perlu dipikirkan tentang
integrasinya dengan SIM-RS. Kebutuhan integrasi ini menjadi
penting, agar manfaat yang dihasilkan dari SIM Keperawatan menjadi
lebih optimal. Dengan integrasi, maka data dasar pasien (nama,
jenis kelamin, tanggal lahir, alamat dll) tidak perlu dientry
sendiri oleh perawat.
Dengan mengintegrasikan dengan SIM-RS, perawatpun dapat
mengakses data lain yang dibutuhkan oleh perawat semisal hasil
pemeriksaan laboratorium dari LIS, obat-obatan yang didapatkan
pasien dari SIM Farmasi, hasil pemeriksaan radiologi dari RIS,
diagnosa medis dari EMR dll.
Bahkan dengan mengintegrasikan SIM Keperawatan dengan SIM-RS,
kitapun dapat menghasilkan Rekam Medik Elektronik yang terintegrasi
semua profesi seperti yang dipersyaratkan dalam Akreditasi KARS
versi 2012.
Profesi lainpun seperti dokter dan ahli gizi juga bisa mengakses
catatan perawat bila dibutuhkan. Bahkan Discharge Planning,
Pendidikan Pasien, SOP, laporan keuangan dari aktifitas keperawatan
dapat terfasilitasi dalam SIM yang terintegrasi ini. Sehingga cara
yang paling mudah bagi teman-teman perawat yang ingin mengembangkan
SIM Keperawatan sementara di rumah sakit sudah ada Billing System,
tinggalah mengajukan proposal tentang pengembangan SIM Keperawatan,
dan progremer yang mengambangkan Billing System itu untuk mendesain
SIM Keperawatan sesuai selera kita
Supervisi Berjenjang di RuangSP2KP
21072012
Supervisi adalah satu proses untuk memastikan kegiatan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan, dengan cara melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Supervisi juga dilakukan
untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
Supervisi dilaksanakan oleh orang yang memiliki kemampuan yang
baik dalam bidang yang disupervisi. Dalam struktur organisasi,
supervisi biasanya dilakukan oleh atasan terhadap bawahan atau
konsultan terhadap pelaksana. Dengan supervisi diharapkan kegiatan
yang dilakukan sesuai dengan tujuan organisasi, tidak menyimpang
dan menghasilkan keluaran (produk) seperti yang diinginkan.
Satu hal yang mesti menjadi titik tekan dalam kegiatan
Supervisi, yaitu bahwa supervisi bukanlah ajang untuk pemeriksaan
atau mencari kesalahan. Supervisi lebih kepada kegiatan
partisipatif yaitu mendahulukan penghargaan terhadap pencapaian
atau hal positif yang dilakukan dan memberikan jalan keluar untuk
hal yang masih belum dapat dilakukan. Dengan demikian bawahan tidak
merasakan bahwa ia sekedar dinilai akan tetapi dibimbing untuk
melakukan pekerjaannya secara benar.
Akreditasi KARS versi 2012, mengajarkan kepada kita bagaimana
supervisi yang baik. Surveyor tidak mencari-cari kesalahan, tapi
lebih kepada mencocokan standar yang dibuat dengan implementasi di
lapangan. Metode penelusuran yang dilakukan oleh surveyor,
diarahkan untuk mencari bukti bahwa prosedur dilakukan dengan
sebenar-benarnya.
Di Ruang Keperawatan dengan penerapan SP2KP, kegiatan supervisi
dilaksanakan secara optimal untuk menjamin kegiatan pelayanan di
Ruang SP2KP sesuai dengan standar mutu professional yang telah
ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh perawat yang memiliki
kompetensi baik dalam manajemen maupun asuhan keperawatan serta
menguasai pilar-pilar profesionalisme yang diterapkan di Ruang
SP2KP. Untuk itu supervisi berjenjang dilakukan dengan cara:
1. Kepala Bidang Keperawatan melakukan supervisi terhadap Kepala
Ruangan, Ketua Tim, dan Perawat Pelaksana
2. Kepala Ruangan melakukan supervisi terhadap Ketua Tim dan
Perawat Pelaksana
3. Ketua Tim melakukan supervisi terhadap Perawat Pelaksana
Materi supervisi disesuaikan dengan uraian tugas dari
masing-masing staf perawat yang disupervisi. Untuk Kepala Ruang
materi supervisi adalah kemampuan manajerial dan kemampuan dalam
asuhan keperawatan. Ketua Tim disupervisi terkait dengan kemampuan
pengelolaan di timnya dan kemampuan asuhan keperawatan. Sedangkan
perawat pelaksana disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan
keperawatan yang dilaksanakan.
Agar supervisi dapat menjadi alat pembinaan dan tidak menjadi
momok bagi staf maka perlu disusun standar penampilan yang
diharapkan dari masing-masing staf yang sudah dipahami oleh staf
dan ada jadwal yang sudah diketahui dalam supervisi.
Sebagai contoh :
Kabid Keperawatan akan melakukan supervisi kepada salah satu
ruang, maka Kabid Keperawatan mengirimkan pemberitahuan kepada
Kepala Ruang bahwa akan melakukan supervisi pada hari apa, tanggal
berapa, jam berapa. Sedangkan materi yang akan disupervisi adalah
pelaksanaan discharge planning. Obyek supervisi adalah Kepala
Ruang, Ketua Team dan Pasien/Keluarga Pasien. Metode yang digunakan
adalah telusur.
Aktifitas supervisi seperti inilah yang diharapkan dapat menjaga
kualitas perawatan, kepatuhan terhadap prosedur dan jaminan
pelayanan keperawatan yang semakin baik
Posisi Penting Dokumen Askep dalam RekamMedik
15012013
Selama ini, banyak teman-teman perawat yang masih mengabaikan
dokumen asuhan keperawatan. Mereka menganggap dokumen sebagai
pekerjaan rutin dan tidak ada manfaatnya. Padahal teori-teori
tentang dokumentasi asuhan keperawatan sudah didapatkan pada awal
semester kuliah, kewajiban membuat dokumen juga menjadi keharusan
ketika praktek profesi.
Dokumen keperawatan juga dianggap sangat vital dan penting
karena :
1. Merefleksikan mutu asuhan keperawatan yang diberikan
2. Membuktikan seberapa jauh tanggung-jawab perawat dalam
melaksanakan layanan kesehatan
3. Menggambarkan hasil (outcome) yg diharapkan
4. Memperlihatkan asuhan keperawatan yang telah diberikan, yaitu
meliputi assessments, interventions serta terapi medikal yang telah
diberikan dokter
5. Memperlihatkan respon pasien terhadap semua tindakan
Namun ketika di lapangan, dokumentasi menjadi rutinitas yang
membosankan bahkan dalam sebuah penelitian (Cowndon & Johnson,
2003) ditemukan, karena pencatatan yang banyak dan memakan waktu
kerja, perawat menjadi frustasi yang berakibat pada ketidakakuratan
dokumentasi keperawatan.
Tapi apapun kondisinya, kita perlu memahami posisi penting
dokumen asuhan keperawatan dalam rekam medik. Dalam Rekam Medik ada
4komponen dokumen yang harus ada yaitu Komponen Indentifikasi,
Komponen Sosial, Komponen Medikal dan Komponen Finansial.
Dalam komponen medikal yang harus ada adalah riwayat sakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoris, pemeriksaan Rontgent,
laporan konsultasi, terapi yang diberikan, laporan kemajuan,
perintah dokter, informed consent, laporan anestesi, operasi dan
patologi, dokumen/catatan keperawatan dan laporan lain-lain selama
dirawat.
Mengacu pada ketentuan di atas, maka dokumen keperawata
merupakan bagian tak terpisahkan dari rekam medis.
Dengan dokumen asuhan keperawatan yang efektif akan dapat
menunjang terlaksananya kontinuitas pelayanan, efisiensi waktu dan
upaya meminimalisasi risiko dan kesalahan dalam pelayanan
kesehatan.
Implementasi Sistem Informasi Keperawatan (bag3)
22112009
Implementasi Sistem Infrastruktur
Langkah yang dilakukan meliputi :
Checking Network Operational Center / Data Server. Network
Operational Center / Data center sebagai pusat data dan aplikasi SI
Keperawatan yang sudah ada. Checking server Network Operational
Center / Data center hanya untuk memastikan bahwa computer server
dikonfigurasi sesuai dengan peruntukannya, sebagai server aplikasi,
server basisdata, server backup dan sebagainya.
Checking sistem jaringan LAN di lingkungan Rumah Sakit.
Konfigurasi sistem perkabelan jaringan yang ada, perlu diperhatikan
sebagai perhitungan kebutuhan aplikasi di lapangan. Penambahan dan
membangun sistem perkabelan jaringan yang baru sangat dimungkinkan
apabila kebutuhan aplikasi masih kurang.
Segmentasi terhadap kelompok komputer disetiap unit kerja akan
memproteksi network Operational Center / Data Server dari akses
pengguna ilegal yang tidak bertanggung jawab. Setiap Komputer yang
ada disetup dengan konfigurasi IP yang telah ditetapkan sesuai
dengan segmentasinya.
Implementasi sistem aplikasi
Langkah yang dilakukan meliputi :
Pemasangan sistem basis data pada komputer server. Untuk dapat
mengintegrasikan dengan system yang sudah ada sebelumnya (billing),
maka diperlukan open source data basis.
Pemasangan sistem aplikasi SI Keperawatan sesuai dengan alokasi
komputer servernya.
Setup komputer client / workstation
Training
Langkah yang dilakukan meliputi :
Analisa kompetensi Sumber Daya Manusia SDM yang dimiliki ditiap
unit kerja, untuk penanganan pelayanan.
Persiapan pelaksanaan pelatihan untuk meningkatkan kompetesi dan
kemampuan sumber daya manusia calon pengguna SI Keperawatan.
Pelaksanakan pelatihan secara bertahap sesuai dengan rencana
pelaksanaan dan implementasi SI Keperawatan yang direncanakan
Persiapan data master dan data awal
Langkah yang dilakukan meliputi :
Mengumpulkan dan menyiapkan kebutuhan data master untuk
pelaksanaan dan implementasi SI Keperawatan. Data master merupakan
data pokok rumah sakit. Setiap rumah sakit akan memiliki data
master yang berbeda beda. Nama perawat, nama pelayanan, nama
ruangan, diagnosa perawatan, tindakan yang populer dan lain lain
merupakan data master yang perlu disiapkan sebalum SI Keperawatan
di jalankan.
Menginput data master. Data master yang telah disiapkan,
diinputkan ke dalam SI Keperawatan, sehingga SI Keperawatan dapat
segera dipakai dan dimanfaatkan.
Perubahan yang akan terjadi pada data master akan diupdate
ketika data tersebut ditetapkan.
Input data awal. Input awal merupakan langkah awal dalam
menjalankan SI Keperawatan. Input awal ini dilakukan berdampingan
dengan SI Keperawatan yang eksisting (bila ada) selama beberapa
waktu. Hasil perbandingan dari palarel running (menjalankan
bersama) akan menjadi referensi untuk melihat kesiapan SI
Keperawatan yang akan menggantikan kondisi yang eksisting
Proses cut off. Proses cut off merupakan proses untuk
menghentikan pemakaian sistem aplikasi yang lama, dan berpindah
dengan menggunakan sistem aplikasi yang baru. Proses paralel perlu
dilakukan sebelum dilakukan cut off ini. Selama periode tertentu
data dan aplikasi pada sistem yang lama tidak boleh dimatikan untuk
kebutuhan analisa dan pencarian data lama. Sedangkan sistem
aplikasi baru masih belum mempunyai banyak data dan informasi.
Dukungan Implementasi SI Keperawatan
Pemeliharaan Sistem Infrastuktur
Selama SI Keperawatan dijalankan, perlu ada nya teknisi yang
akan memelihara system infrastruktur. Network Operational Center /
Data Center, Sistem jaringan LAN dan WLAn, Sistem komputer client /
workstation perlu dipelihara setiap waktu. Memonitor pengguna yang
mengakses jaringan, memonitor pengguna yang mengakses Network
Operational Center / Data Center, melakukan pemeriksaan terhadap
virus dll.
Pendampingan dan pemeliharaan Sistem aplikasi
Pendampingan sistem aplikasi dilakukan selama operator masih
belum lancar dalam menggunakan sistem aplikasi. Kesalahan dalam
memasukkan data perlu dikoreksi dan diubah sesuai data yang
benar.
Kebutuhan format laporan dan kebutuhan penyesuaian data perlu
terus dijaga. Perkembangan organisasi, perubahan data, dapat
menimbulkan adanya perubahan kebijakan dan bisnis proses. Perubahan
tersebut tetap dapat diikuti dan diimplementasikan kedalam sistem
aplikasi
Verifikasi dan pemeliharaan data
Pemeriksaan data dilakukan secara periodik. Semua data yang
telah dimasukkan perlu diperiksa. Data yang masuk ke dalam sistem
aplikasi adalah data yang valid dan relevan. Data yang tidak valid
perlu dilakukan koreksi dan koreksi dilakukan secara periodik.
Setiap periode tertentu data yang ada perlu dipelihara.
Pemeliharaan data dapat dilakukan dengan mem-backup data tersebut
ke suatu media tertentu dan disimpan di tempat tertentu. Backup
data perlu dilakukan untuk menyelamatkan data maupun untuk
mengarsip data.
Nursing Clinical Pathway
9122013
Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan
terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu
tertentu selama di rumah sakit. (Firmanda D)
Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional, Clinical Pathway menjadi
penting mengingat efisiensi pembiayaan perawatan pasien menjadi
sesuatu yang harus dilakukan oleh rumah sakit bila menghendaki
rumah sakit tetap survive. Clinical pathway sebagai sebuah tools
merupakan panduan dalam penanganan pasien berbasis bukti, sehingga
penanganan pasien menjadi efisien, efektif dan adil bagi semua
pasien tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi, pendidikan
maupun gender.
Persoalan di lapangan, ketika profesi perawat dilibatkan dalam
penyusunan clinical pathway, kebanyakan tidak tahu apa yang harus
dimasukan dalam templete clinical pathway. Persoalannya bukan
karena tidak tahu apa yang dilakukan, tapi persoalannya adalah pada
apa yang didokumentasikan. Dokumentasi keperawatan selama ini
berisi tentang aktifitas keperawatan yang sangat banyak dan tidak
menggunakan bahasa standar.
Form Clinical Pathway
Kondisi itulah yang menjadikan konsep clinical pathway yang
berkembang di Indonesia, isinya didominasi oleh profesi tertentu,
sementara perawat yang berada di sisi pasien selama 24 jam hampir
tidak terlihat apa yang dilakukan. Perhatikan templete clinical
pathway di samping ini. Hanya ada dua kontribusi perawat yaitu
mobilisasi dan pendidikan kesehatan.
Sebenarnya kita bisa mengacu pada kebutuhan dasar manusia
seperti konsepnya Virginia Henderson (dalam Potter dan Perry, 1997)
yaitu (1). Bernapas secara normal, (2) Makan dan minum yang cukup,
(3) Eliminasi, (4) Bergerak, (5) Tidur dan istirahat, (6) Memilih
pakaian yang tepat, (7) Mempertahankan suhu tubuh, (8) Menjaga
kebersihan diri dan penampilan, (9) Menghindari bahaya dari
lingkungan, (10) Berkomunikasi, (11) Beribadah, (12) Bekerja, (13)
Bermain dan (14) Belajar.
Memang agak sulit KDM nya Virginia Henderson ketika di-breakdown
dalam bahasa intervensi keperawatan. Alasan itulah saya lebih suka
menggunakan SNL nya The University of IOWA yaitu Nursing
Intervention Clasification (NIC).
Sedikitnya ada 6 komponen yang bisa dimasukan dalam Nursing
Clinical Pathway yaitu :
Physiological Basic yang terdiri dari :
1. Manajemen aktifitas dan latihan : ex. manajemen energi,
therapi latihan peregangan, therapi latihan mobilitas, therapi
latihan kontrol otot dll.
2. Manajemen eliminasi: ex. irigasi blader, perawatan
inkontinensia, lavemen, perawatan ostomy dll
3. Manajemen imobilitas : ex. perawatan bedrest, bidai/spalk,
perawatan gips dll
4. Dukungan nutrisi : ex. pentahapan diet, memberikan makan
melalui enteral (NGT), pemasangan NGT, monitor nutrisi dll.
5. Peningkatan kenyamanan fisik : ex. akupressure, aromatherapy,
manajemen mual, manajemen nyeri dll
6. Memfasilitasi perawatan diri : ex. memandikan, perawatan
telinga, perawatan rambut, perawatan perineal dll
Physiological Complex yang terdiri dari :
1. Manajemen elektrolit dan asam basa : ex. monitor asam basa,
monitor elektrolit dll
2. Manajemen obat : ex. pemberian analgetik, pemberian medikasi,
manajemen sedasi, pemasangan infus dll
3. Manajemen neurologi : ex. menejemen edema serebral, menejemen
ECT, monitor neurologi dll.
4. Perawatan perioperative : ex. perawatan post anastesi,
persiapan operasi, pendidikan preoperasi dll
5. Manajemen respirasi : ex. manajemen jalan nafas, suctioning
jalan nafas dll
6. Manajemen kulit/luka : ex. perawatan amputasi, perawatan
ulkus dikubitus, perawatan luka dll
7. Thermoregulasi : ex. pengaturan temperatur, fever
treatment
8. Manajemen perfusi jaringan : ex. pengurangan perdarahan,
perawatan jantung, manajemen hipovolemi, manajemen shock dll
Perilaku yang terdiri dari :
1. Therapy perilaku : ex. therapy aktifitas, therapy menggambar
dll
2. Therapy kognitif : ex. bantuan kontrol marah, latihan memori
dll
3. Peningkatan komunikasi : ex. mendengar aktif, peningkatan
komunikasi : defisit pendengaran dll
4. Bantuan koping : ex. anticipatory guidance, peningkatan body
image, support spiritual dll
5. Pendidikan pasien : ex. pendidikan kesehatan, pendidikan
preoperatif dll
6. Peningkatan kenyamanan psikologi : ex. penurunan kecemasan,
distraksi, therapy relaksasi dl
Keselamatan yang terdiri dari :
1. Manajemen krisis : ex. intervensi krisis, manajemen kode,
resusitasi, triage dll
2. Manajemen resiko : ex. manajemen alergi, manajemen
anafilaksis, pencegahan aspirasi dll
Keluarga yang terdiri dari :
1. Perawatan bayi baru lahir : ex. melahirkan, pengurangan
perdarahan : postpartum uterus, bantuan breastfeeding, perawatan
sirkumsisi, kangoroo care dll
2. Perawatan anak : ex. infant care, pendidikan kesehatan :
anak, rawat inkontinensia urin : enuresis dll
Sistem Kesehatan yang terdiri dari :
1. Mediasi sistem kesehatan : ex. admission care, discharge
planning dll
2. Managemen sistem kesehatan : ex. transport dll
3. Managemen informasi : ex. konsultasi, rujuk dll
Dengan pendekatan NIC ini, kontribusi perawat dalam clinical
pathway semakin nyata dan jelas dalam tiap-tiap kasus.