Top Banner
Dr. Euis Amalia, M.Ag. “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia”
189

“referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Dec 31, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Dr. Euis Amalia, M.Ag.

“referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia”

Page 2: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

KEUANGANMIKRO SYARIAH

Page 3: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala
Page 4: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

KEUANGANMIKRO SYARIAH

Dr. Euis Amalia, M. Ag.

Page 5: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Dr. Euis Amalia, M.Ag.Keuangan Mikro SyariahBekasi: Gramata Publishing, 2016xx + 16 halaman; 14.8 × 21 cmISBN: 978-602-6972-19-4

Keuangan Mikro Syariah

PenulisDr. Euis Amalia, M.Ag.

EditorGramata Publishing

Desain Cover & LayoutCahyadi Putra

Diterbitkan oleh:Gramata Publishing

Anggota IKAPI

2016-09-118-01

Hak Cipta Dilindungi Undang-UndangHak Penerbitan pada Gramata Publishing

Komplek Jatiwarna IndahJl. Bunga Matahari V Blok E No. 1

Pondok Gede, Bekasi 17415Telp. +6282299097179; Fax (+62 21) 84990478

Email: [email protected] [email protected]

http://www.penerbitgramata.com

Page 6: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT karena berkat taufik, hidayah, dan inayahNya, penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul : Keuangan Mikro Syariah. Selanjutnya shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi dan RasulNya, Muhammad Saw.

Buku ini berangkat dari bahan pengajaran ekonomi dan keuangan mikro syariah di dalam kelas, materi diskusi di berbagai forum akademik, hasil penelitian dan juga pendampingan yang dilakukan penulis kepada beberapa lembaga keuangan mikro syariah dalam bentuk Baitulmal wa at Tamwil (BMT) atau Koperasi Syariah yang telah diujicobakan oleh para mahasiswa, alumni dan teman-teman yang peduli kepada usaha kecil mikro (UKM) maupun dalam bentuk modal ventura yang mengembangkan unit usaha syariah pola grameenbank.

Kenyataan menunjukkan peranan lembaga keuangan mikro syariah dalam berbagai bentuknya sangat strategis bagi penguatan ekonomi masyarakat khususnya yang mengembangkan usaha kecil dan mikro. Berdasarkan data dari berbagai sumber ditunjukan bahwa kelompok usaha kecil mikro merupakan mayoritas dalam struktur ekonomi Indonesia. Kelompok ini dapat menyerap tenaga kerja yang banyak, memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap pendapatan negara, memperkuat perekonomian nasional dan tentu saja mampu menurunkan angka kemiskinan dalam jangka panjang. Namun, kontribusi besar yang diberikan tersebut belum diimbangi dengan adanya apresiasi dan dukungan yang memadai khususnya dari pemerintah berupa kebijakan dan regulasi yang responsif terhadap kebutuhan pemerkuatan usaha kecil mikro ini. Dengan lembaga keuangan mikro yang kuat maka akan menjadi mitra yang mumpuni bagi tumbuh kembang industri rakyat di sektor usaha kecil dan mikro. Buku ini hadir untuk dapat menjelaskan segala permasalahan terkait keuangan mikro

Kata Pengantar - v

Page 7: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

vi - Kata Pengantar

syariah secara lebih komprehensif antara lain: regulasi, operasional, model dan bentuk kelembagaannya, organisasi pendukung, manajemen risiko dan lainnya. Buku diharapkan dapat menjadi referensi utama bagi para akademisi, regulator, praktisi, maupun penggiat ekonomi syariah khususnya keuangan mikro syariah.

Terselesaikannya buku ini tentu karena dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para mahasiswa program sarjana dan magister ekonomi syariah Fakultas Syariah yang telah banyak berdiskusi dengan penulis dalam kaitannya dengan pembelajaran materi keuangan mikro syariah di dalam kelas, tim peneliti serta para asisten yang telah banyak membantu penulis dalam hal pencarian data-data pendukung yang diperlukan dalam penulisan ini.

Buku ini tentu masih memerlukan penyempurnaan di sana sini namun paling tidak melengkapi referensi terkait pembelajaran keuangan mikro syariah yang mana masih terbatas keberadaannya. Untuk itu penulis memohon kiranya para pembaca dapat memberikan saran dan masukan yang konstruktif bagi penyempurnaan buku ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim penerbit yang telah berkenan menerbitkan buku ini. Semoga bermanfaat dan hanya kepada Allah kita berserah diri.

Jakarta, Juni 2016.

Penulis

Page 8: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Prakata - vii

KATA PENGANTARDr. Aries Mufti, SE, SH, MH

Ketua Majelis Syuro Asosiasi BMT se-Indonesia (ABSINDO)Ketua Pokja Industri Pedesaan Komite Ekonomi & Industri Nasional (KEIN)

Dalam konteks pembangunan ekonomi Indonesia saat ini, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok yang sangat penting peranannya. Ada beberapa alasan sehingga UMKM ini penting dan menjadi fokus perhatian. Pertama, karena UMKM ditengarai sebagai mesin penyerap tenaga kerja terbesar. Sementara persoalan terbesar UMKM adalah kesulitan mengakses permodalan terlebih lagi UMKM di perdesaan dan disektor pertanian. Hal ini disebabkan oleh adanya scale gap, artinya kebutuhan kredit/pembiayaan bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) pada umumnya masih lebih kecil dari minimal kredit/pembiayaan yang disediakan oleh bank, formalization gap, artinya Usaha Kecil Menengah pada umumnya informal, dan tidak memiliki kecukupan jaminan, sedangkan bank pada umumnya mensyaratkan formalitas usaha dan adanya kecukupan jaminan untuk memenuhi unsur compliance, dan information gap, artinya Usaha Kecil Menengah sering merasa sudah layak, namun bank belum menilai layak, tapi unsur-unsur kelayakan tersebut dan prosedur perbankannya tidak pernah diinformasikan secara transparan oleh bank serta orientasi lembaga keuangan pendukung yang kurang berpihak kepada UMKM. Cabang bank yang adanya hanya di kota-kota atau minimal di kabupaten besar, dan skala pembiayaannya pun biasanya di atas 50 juta rupiah, hampir tidak ada pembiayaan dibawah 1 juta rupiah secara langsung.

Dampak dari kesulitan dalam mengakses permodalan tersebut adalah banyak UKM yang masih menggunakan jasa pelepas uang (money lender) bagi pengembangan usahanya karena pelepas uang memberikan kemudahan dalam persyaratan pengajuan kredit. Hubungan yang terbangun adalah debitor-kreditor dimana pemberi pinjaman memiliki kekuasaan yang dominan atas pinjaman yang diberikan. Sebuah lembaga yang dapat langsung menjawab kebutuhan masyarakat kelompok ini diperankan oleh Lembaga Keuangan Mikro. Walaupun masih

Page 9: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

viii - Prakata

mencari bentuk dan belum terjamah pembinaan dan penataan secara memadai, keberadaan Lembaga Keuangan Mikro sering dipandang sebagai alternatif solusi akibat ketidakberhasilan sistem perbankan dalam menutup kesenjangan sektor bankable dan non bankable. Padahal yang terakhir ini justru sektor yang berpotensi besar dalam penanggulangan kemiskinan dan langsung menyentuh grass root. Dengan demikian dapat dikatakan, jasa keuangan mikro memiliki lingkup yang luas, seperti simpanan, pinjaman, dan jasa pembayaran, yang biasanya dikelola secara sangat sederhana. Sebagai lembaga pinjaman, Lembaga Keuangan Mikro berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa pinjaman, baik untuk kegiatan produktif yang dilakukan oleh berbagai kegiatan Usaha Mikro, maupun untuk kegiatan konsumtif keluarga masyarakat miskin.

Lembaga Keuangan Mikro yang berbasis profit and loss sharing atau berbasis syariah merupakan sebuah realitas yang telah berkembang pesat di Indonesia. Dalam prakteknya lembaga keuangan syariah berada dalam lingkup prinsip berdasarkan syariah, yakni berdasarkan keadilan, kemitraan, transparansi dan universal. Dalam kegiatannya, Lembaga Keuangan Mikro Syariah tidak berbeda jauh dengan lembaga keuangan pada umumnya. Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah memiliki beberapa persamaan dalam hal produk yang diberikan kepada nasabah, produk-produk yang dimaksud yaitu layanan keuangan berupa penghimpunan dana (funding), penyaluran dana (lending), dan produk jasa yang diberikan lembaga kepada nasabah. Hanya saja dalam pengembangan produknya tersebut dikembangkan berbagai akad transaksi syariah yaitu musyarakah, mudharabah, murabahah, ijarah, dan lainnya sesuai ketentuan syariah.

Dalam konteks inilah, buku Keuangan Mikro Syariah yang ditulis oleh Dr. Euis Amalia, M.Ag., telah membahasnya dari bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah sampai studi kasus di lembaga keuangan syariah. Maka buku ini layak menjadi referensi untuk akademisi dan bagi praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia.

Page 10: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Prakata ............……………………………………………................ vKata Pengantar Oleh Dr. Aries Mufti, SE, SH, MH……………………….. viiDaftar Isi …………………………………………….......................... ixDaftar Tabel ……………………………………………………............ xvDaftar Diagram …………………….....………………...................... xviiDaftar Gambar …………………………………………………........... xix

BAB I PENDAHULUAN ………..………………………..........….... 1 A. Sketsa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) …………… 1 B. Lembaga Keuangan Mikro dan Akses Permodalan Usaha Mikro dan Kecil ……….................................................... 10 1. Usaha Mikro, Kecil dan Masalah Permodalan ............... 10 2. Definisi Lembaga Keuangan Mikro …….................... 14 C. Tentang Buku ini …………………………….........……...…. 17

BAB II BENTUK LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH............ 19 A. Bait al-Maal wa at-Tamwil (BMT) ……………..……................ 19 1. Definisi BMT ……………………………............... 21 2. Operasional BMT ………………………................. 24 B. Koperasi ………………………………………………......... 32 1. Pengertian Koperasi ……………………….............. 32 2. Fungsi Koperasi ……………………………............ 33 3. Peran dan Tugas Koperasi …………………............... 33 4. Jenis dan Bentuk Koperasi …………………....…..…. 34 C. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) ………....................... 36 1. Pengertian KJKS ……………………………..….…. 36 2. Tujuan Koperasi Syariah ………………….......…...... 37 3. Peran dan Fungsi Koperasi Syariah ……....……...…… 38 4. Landasan Hukum Koperasi Syariah ………….............. 40 D. Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) Syariah …...................... 41

DAFTAR ISI

Daftar Isi - ix

Page 11: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

1. Sejarah Berdirinya ULaMM Syariah ………….........… 41 2. Visi dan Misi ULaMM Syariah ……………..........…... 42 3. Struktur Organisasi ULaMM Syariah

Kantor Unit....................................................... 42 4. Produk-produk ULaMM Syariah ………….........…… 42 5. Jumlah UMKM yang diberdayakan …………............. 45 6. Tahap Pembiayaan ULaMM Syariah …..………........... 45 7. Strategi Pembiayaan yang dilakukan ULaMM Syariah ………………….....………........... 47 E. Grameen Bank …………………………………............…….. 49 1. Sejarah Berdirinya Grameen Bank …………................. 49 2. Aturan-aturan Grameen Bank ……………..........…..... 52 3. Ciri-ciri Sistem Grameen Bank ………………............. 53 4. Suku Bunga Grameen Bank ………………….............. 54 5. Produk dan Layanan Keuangan Grameen Bank................ 55 6. Filosofi Grameen Bank ………………………............. 61 7. Evolusi Grameen Bank: Dari Grameen I ke Grameen II …………….................. 62 8. Replikasi Grameen Bank di berbagai Negara ….............. 63 9. Peranan Grameen Bank dalam Memberantas Kemiskinan di Bangladesh ………………................. 64 10. Keanggotaan dari Prinsip Grameen Bank …….............. 66 11. Fitur-Fitur Sistem Perguliran Kredit Grameen Bank ……………................................... 67

BAB III PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT …................. 71 A. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi ……………..................... 71 B. Paradigma dan Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin …………………..............…….. 74 C. Strategi Pendekatan dan Ciri Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ……….........………………………...... 76 1.Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ................ 76 2.Pendekatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ........... 78 3.Pola Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ….… ............ 79 D. Kemiskinan dan Klasifikasinya ……………………................. 79 E.Pemberdayaan Ekonomi Perempuan ……………......... ............ 81

x - Daftar Isi

Page 12: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

1.Perempuan dan Kemiskinan ……………………......... 81 2.Pemberdayaan Ekonomi Perempuan …………............ 83 3.Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Berbasis Kelompok ………………………………...... 86 F. Model Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Sistem Grameen Bank (Studi Kasus) …………..….................… 87 1. PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura …………............… 87 2. Koperasi Baytul Ikhtiar …………………………....... 90 3. Amanah Ikhtiar Malaysia ………………………......... 95

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH DI DAERAH (STUDI DI DINAS KOPERASI DAN UKM KOTA TANGERANG SELATAN) …...... 105 A. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Koperasi ………...…... 105 B. Pembinaan KJKS di Kota Tangerang Selatan ……...................... 106 C. Masalah-masalah yang dihadapi Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam Pembinaan dan Pengembangan KJKS ............................ 110 D. Upaya Penanganan Masalah-masalah KJKS oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan ………………....................................... 112 1. Strategi Induk …………………………………….... 112 2. Strategi Generik …………………………………..... 112 3. Strategi Umum …………………………………...... 113 4. Strategi Fungsional ………………………......…….. 114 E. Pengendalian Strategi ………………………..............…….... 115 1. Evaluasi ……………………………………....….... 115 2. Pengawasan ……………………………………....... 115

BAB V PROGRAM DANA BERGULIR SYARIAH BAGI PENINGKATAN AKSES KEUANGAN KJKS/BMT DALAM MEMPERKUAT USAHA MIKRO DAN KECIL …...... 117 A. Dana Bergulir Syariah ……………………………….............. 117 1. Pengertian Dana Bergulir Syariah ……………............ 117 2. Dasar Hukum Dana Bergulir ………………….......... 118 3. Mekanisme Penyaluran Dana Bergulir ………............. 118 B. Bentuk-bentuk Linkage Program antara Bank Syariah dengan LKMS ………………………………........................ 119

Daftar Isi - xi

Page 13: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

1. Linkage Program Pola Executing ……………................. 120 2. Linkage Program Pola Channeling ……………............... 120 3. Linkage Program Pola Joint Financing ………................. 122 C. Kebijakan Terkait Pengembangan Linkage Program …................... 124 D. Kepenyertaan Program DBS melalui Linkage Program ............... 124 1. Persyaratan Kepenyertaan Program DBS bagi LKMS ….. 125 2. Persyaratan Kepenyertaan Program DBS bagi UMK ...... 125 3. Tata cara Pencairan DBS ……………………….......... 126 E. Pola Linkage Program Melalui Bank Syariah dengan Pola Syariah ..… 127 F. Pengawasan dan Pendampingan ………………….................... 128

BAB VI LEMBAGA-LEMBAGA PENGEMBANG (INDUK) LKMS ....... 131 A. Perhimpunan BMT Indonesia (BMT Center) …….................... 131 1. Sekilas BMT Center ……………………………....... 132 2. Fungsi BMT Center ……………………………....... 132 3. Strategi BMT Center ……………………………...... 133 4. BMT Center dan Pengembangan BMT di Indonesia …... 135 B. Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) ……………….................. 136 1. Peran Inkopsyah dalam Penguatan Lembaga Perekonomian Umat ………………............ 136 2. Visi dan Misi Inkopsyah ……………………….......... 138 C. Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) …….................... 140 1. Pengertian, Sejarah dan Latar Belakang ………............ 140 2. Visi dan Misi PINBUK …………………………........ 141 3. Tujuan Pendirian PINBUK …………………….......... 142 4. Strategi Pencapaian Tujuan …………………….......... 142 5. Fungsi didirikannya PINBUK ………………........….. 143 6. Program Kerja yang ditawarkan PINBUK …................ 143

BAB VII ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BMT BERDASARKAN PEDOMAN PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN KJKS DAN UJKS ……….................. 145 A. Kesehatan BMT ……………………………………..........… 145 1. Pengertian ………………………………………..... 145 2. Aspek Penilaian …………………………………...... 145 B. Pengawasan …………………………………………............. 146

xii - Daftar Isi

Page 14: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

1. Arti dan Fungsi Pengawasan …………………............ 146 2. Prinsip-prinsip Pengawasan …………………............ 148 3. Laporan Pengawasan/Pengendalian …………............. 148 4. Proses Pengawasan ……………………………......... 149 5. Pengawasan oleh Regulator ……………………......... 150 6. Antisipasi Risiko ………………………………........ 151 7. Monitoring Risiko ………………………………........ 152 C. Pengawasan BMT ……………………………………............ 152 1. Urgensi Pengawasan Syariah di BMT ………............... 152 2. Tugas Pokok Dewan Pengawas Syariah BMT................. 154 3. Ruang Lingkup dan Obyek Pengawasan ……............... 156 4. Mekanisme dan Operasional Kerja DPS …….............. 156 5. Elemen Dasar Laporan DPS ……………………........ 157Daftar Pustaka …………………………………………………………. 159 Tentang Penulis ………………………………………………………... 167

Daftar Isi - xiii

Page 15: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

xiv

Page 16: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Tabel 1.1. Kriteria Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ..................................... 1Tabel 2.1. Produk Madani Mikro Murabahah Prima 50 …………............. 43Tabel 2.2. Madani Mikro Murabahah Sarana Usaha Produktif ................... 44Tabel 2.3. Suku Bunga Grameen Bank ……………………….................. 54Tabel 2.4. Gambaran atas Produk Pinjaman dalam Sistem Klasik Grameen versus Sistem Generalisasi ..................................... 55Tabel 2.5. Tinjauan atas Produk Tabungan Grameen Bank

dalam Sistem Klasik vs Sistem Generalisasi ........................... 57Tabel 2.6. Perubahan Sistem Grameen Bank I ke Grameen Bank II ................. 62Tabel 3.1. Perbandingan Paradigma (Lama dan Baru) Pembangunan di Indonesia ……………………...………........................ 74Tabel 3.2. Skim Pembiayaan Amanah Ikhtiar Malaysia …………............... 104

DAFTAR TABEL

Daftar Tabel - xv

Page 17: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

xvi

Page 18: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Diagram 1.1. Pendapatan Perkapita Indonesia Tahun 2004 - 2013 ............. 3Diagram 1.2. Trend Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Riil Usaha Mikro Kecil Menengah dan Kontribusinya terhadap PDB Nasional ............................................... 4Diagram 1.3. Daya Saing Usaha Kecil Menengah di Sejumlah Negara APEC (Indeks Skor 1,0 ke 10,0) ........................... 9

DAFTAR DIAGRAM

Daftar Diagram - xvii

Page 19: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

xviii

Page 20: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Gambar 2.1. Cara Kerja Perputaran Dana BMT ................................... 30Gambar 2.2. Kegiatan Usaha KJKS .................................................. 36Gambar 2.3. Struktur Organisasi ULaMM Syariah Kantor Unit ................ 42Gambar 5.1. Skema Executing ......................................................... 121Gambar 5.2. Skema Channeling ....................................................... 122Gambar 5.3. Skema Joint Financing ................................................... 123Gambar 5.4. Alur Penyaluran DBS beserta Skemanya ............................ 128Gambar 6.1. Model Penanaman Inkopsyah kepada BMT-BMT ................. 139

DAFTAR GAMBAR

Daftar Gambar - xix

Page 21: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

xx

Page 22: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

BAB IPENDAHULUAN

A. Sketsa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam banyak literatur disebutkan bahwa pembentukan struktur ekonomi suatu wilayah sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat. Sementara itu, secara struktural konfigurasi ekonomi Indonesia didominasi oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu sekitar 51,3 juta unit usaha atau 99,97% dari seluruh unit usaha yang ada, sisanya adalah usaha besar. Jumlah UMKM yang besar, dominan dan penyebarannya hingga ke pelosok daerah ini adalah gambaran kekuatan ekonomi nasional. Oleh karena itu UMKM merupakan aspek yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia.1

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, yang disebut dengan usaha mikro, kecil, menengah dan besar adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1.Kriteria Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar menurut

UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

1Akita, T. dan A. Alisjahbana., Regional Income Inequality in Indonesia and the Initial Impact of the Economic Crisis (Dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies 38 (2), 2002), hlm. 201-222.

Pendahuluan - 1

Page 23: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

UMKM adalah basis ekonomi kerakyatan, oleh karena itu sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi nasional karena mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepa da masyarakat, berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujud-kan stabilitas nasional. Dengan demikian UMKM adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Telah disebutkan dalam lampiran undang-undang tersebut di atas bahwa pemberdayaan usaha mikro menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dalam rangka me-ngurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan melalui peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha.

Beberapa studi tentang struktur industri disebutkan bahwa dibandingkan dengan negara maju, Indonesia kehilangan kelompok industri menengah, sehingga di satu sisi terdapat sejumlah kecil perusahaan besar dan di sisi lain melimpahnya usaha kecil yang berorientasi pada pasar domestik2. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah UMKM sebanyak 101,7 juta orang atau 97,3% dari total tenaga kerja Indonesia.3 Besarnya jumlah pelaku UMKM tersebut tentu berkorelasi langsung terhadap kapasitas penyerapan tenaga kerja. Mestinya disadari bahwa dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi, sektor ini telah menjamin stabilitas pasar tenaga kerja, menekan angka pengangguran dan menjadi momentum bagi bangkitnya wirausaha baru, serta tumbuhnya wirausaha nasional yang tangguh dan mandiri.

Data BPS menunjukkan bahwa jumlah UMKM antara tahun 2006 hingga tahun 2012 terus meningkat; dari 49 juta unit menjadi 56,5 juta unit, atau tumbuh 15,3%. Kontribusinya dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) juga meningkat, dari 1.032 triliun rupiah pada tahun 2006, naik menjadi 1.505

2 - Pendahuluan

2 Ayyagari, M., Small and Medium Enterprises across the Globe, Policy Research Working Paper (Washington USA: The World Bank, 2003). 3 http://www.sindotrijaya.com/news/detail/3910/sektor-umkm-menyerap-973-dari-total-tena-ga-kerja-indonesia#.Vu9XqdJ95dg (5 Juni 2013).

Page 24: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

triliun rupiah pada tahun 2012, atau tumbuh 46%. Bahkan data terakhir dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) disebutkan bahwa pada tahun 2014, jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 65,2 juta unit atau 98,9% dari total unit usaha yang ada di Indonesia dan kontribusinya terhadap PDB telah mencapai 55,56%. Nilai ekspor UMKM pun tumbuh 28,2%, dari tahun 2009 sebesar 162,2 triliun rupiah menjadi 208 triliun rupiah pada tahun 2012.4 Hal ini menunjukkan bahwa produk UMKM mampu berdaya saing di pasar bebas. Oleh karena itu potensi yang sudah terbukti ini perlu terus dipelihara dan didukung oleh pemerintah untuk menjaga kesinambungan perdagangan internasional dan untuk mendapatkan devisa lebih besar lagi.

Meskipun dari tahun ke tahun total kontribusi UMKM terhadap PDB terus meningkat namun secara per unit, jika dibandingkan dengan usaha besar, kontribusinya kurang signifikan. Dengan membandingkan data BPS tahun 2012 dan tahun 2014 diketahui bahwa dengan potensi 98,9% unit usaha, UMKM menyumbang 55,56% PDB Nasional, sedangkan usaha besar dengan potensi 1,1% unit usaha saja dapat menyumbang 44,44% PDB Nasional.

Diagram 1.1.Pendapatan Perkapita Indonesia 2004 - 2013

Pendahuluan - 3

4 Badan Pusat Statistik Tahun 2012.

Page 25: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Diagram 1.2.Trend PDB Riil UMKM dan Kontribusinya terhadap PDB Nasional

PDB UMKM pasca krisis terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, PDB UMKM mencapai 3.466 triliun rupiah atau meningkat 4,5 kali dari jumlah PDB tahun 1998. PDB UMKM meningkat rata-rata 15,33% setiap tahunnya dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB Nasional mencapai 57,56% (Diagram 1.2). Secara total kontribusi, PDB UMKM lebih tinggi dibandingkan usaha besar walaupun rata-rata kenaikan PDB UMKM masih lebih rendah dibandingkan usaha besar yang mencapai 21,37% setiap tahunnya. Sekalipun tetap dominan, peranan UMKM dalam menciptakan PDB Nasional mengalami penurunan selama periode 2002-2005, namun setelah itu terus mengalami peningkatan. Rendahnya kontribusi UMKM selama 2002-2005 karena tingkat produktivitasnya saat itu cukup rendah. Produktivitas UMKM rendah karena kinerja yang kurang efisien seperti penggunaan teknologi yang rendah dan kurangnya tenaga profesional. Kontribusi UMKM yang terus meningkat setelah tahun 2005 tidak terlepas dari upaya pemerintah yang terus berusaha membenahi UMKM dan menciptakan iklim yang sehat dalam persaingan usaha antara sesama UMKM maupun UMKM dengan usaha besar melalui penerapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) periode 2005-2009 di bidang UMKM.

% Average Annual Growth (Pasca Krisis: 15,33%)

Sumber : BPS dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM 2010 (diolah)

40

35

30

25

20

15

10

5

60

59

58

57

56

55

54

53

51

52

‘98 ‘99 ‘00 ‘01 ‘02 ‘03 ‘04 ‘05 ‘06 ‘07 ‘08 ‘09 ‘10

PDB RiilUMKM (x 105)

% UMKM terhadap PDB Nasional

5 http://www.scribd.com/doc/102335452/Usaha-Mikro-Kecil-dan-Menengah- UMKM-di-Indonesia

4 - Pendahuluan

Page 26: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Berdasarkan skala usaha UMKM, usaha mikro merupakan penyumbang terbesar dengan rata-rata 58% dari total PDB UMKM. Sedangkan usaha kecil dan menengah hanya berkontribusi masing-masing 18% dan 24%. Adapun laju pertumbuhan usaha mikro rata-rata selama 2006-2010 mencapai 5,14% sedikit lebih rendah dibandingkan usaha kecil dan menengah yang mencapai 5,98% dan 5,34%. Secara keseluruhan, pertumbuhan UMKM per tahun dalam lima tahun terakhir mencapai 5,34% atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan usaha besar yang mencapai 6,22%. Tingginya pertumbuhan output (Gross Domestic Product/GDP) usaha besar dibandingkan UMKM karena pada umumnya produktivitas usaha besar lebih efisien dan lebih efektif. Bahkan laju pertumbuhan usaha besar yang semula jauh lebih rendah dibandingkan UMKM (2003-2005), karena pada waktu itu usaha besar masih mengalami restrukturisasi dan pembenahan pasca krisis.

Kondisi tersebut di atas relatif berbeda dengan yang ada di negara maju. Di beberapa negara maju seperti di Amerika Serikat (AS), peran UKM sangat penting karena kelompok usaha tersebut tidak hanya menyerap paling banyak tenaga kerja, tetapi juga kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB paling besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar. Dengan merujuk disertasi Piper (1997), Tulus Tambunan misalnya menunjukkan bahwa sebanyak 12 juta orang atau sekitar 63,2% dari jumlah tenaga kerja di AS bekerja di 350.000 perusahaan yang mengerjakan kurang dari 500 orang, yang di negara tersebut dianggap sebagai UKM. Umumnya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan inti dari basis industri di AS. UKM juga sangat penting di banyak negara di Eropa, khususnya Eropa Barat. Di Belanda, jumlah UKM sekitar 95% dari jumlah perusahaan di negara kincir angin tersebut. Seperti di AS, juga di negara-negara industri maju lainnya yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) seperti Jepang, Jerman, Perancis dan Kanada, UKM merupakan motor penting dari pertumbuhan ekonomi dan progres teknologi.6

Hal yang sama juga terjadi di negara-negara kawasan Asia Pasifik dimana sepertiga output manufaktur yang dihasilkan oleh negara-negara di kawasan tersebut diproduksi oleh UKM. Dalam aktivitas bisnis Internasional, UKM

6 Tambunan, Tulus., Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM (Makalah Background Study RPJM Nasional Tahun 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UKM, Bappenas).

Pendahuluan - 5

Page 27: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

di kawasan ini juga menyumbang lebih dari seperempat ekspor struktur perekonomian negara. Bahkan negara seperti Cina dan Australia, separuh lebih ekspor dilakukan oleh UKM.7

Namun demikian, meskipun UMKM di Indonesia dari sisi nilai ekspor dan sumbangan pada PDB masih belum seperti negara-negara maju, keberadaan mereka sangat penting bagi pembangunan nasional, karena sektor tersebut adalah penyangga kehidupan mayoritas rakyat, dan oleh karenanya disebut juga sebagai ekonomi rakyat (dalam arti usaha mayoritas rakyat). Mereka yang bergerak di sektor usaha mikro dan kecil ini umumnya adalah kelompok masyarakat bawah yang memiliki kemampuan produktif. Sebagian besar mereka merupakan para pelaku ekonomi di perdesaan dengan pelaku utamanya adalah para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, serta industri rumah tangga. Sebagian dari mereka juga pelaku usaha di perkotaan yang bergerak di sektor-sektor informal, seperti pedagang kaki lima, pedagang asongan, industri kecil rumah tangga, dan lain-lain. Maka, dapat dipahami jika banyak kalangan menganggap mereka adalah masyarakat miskin yang masih tergolong produktif. World Bank menyebut mereka sebagai Economically Active Poor.

Menurut Robinson (2002)8, berdasarkan produktivitas usahanya, masyarakat miskin dapat dikelompokkan menjadi tiga, antara lain:

1) Masyarakat sangat miskin (the extreme poor);

2) Masyarakat miskin tetapi memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor);

3) Masyarakat berpenghasilan rendah (lower income). Mereka yang berada da-lam kategori miskin namun memiliki kemampuan produktif ini, umum-nya bergerak di sektor informal dan mengembangkan usaha mikro dengan skala usaha seperti yang dijelaskan di atas. Kelompok ini di Indonesia umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: mayoritas muslim, manajemen tradisional, SDM pengelola dari anggota keluarga, segmen pasar terbatas, akses informasi rendah, legalitas formal belum memadai, mayoritas belum layak bank (non bankable).

7 Irawan, Andi., Mengapa Membangun Kewirausahaan UKM itu Penting dalam Kewirausahaan UKM: Pemikiran dan Pengalaman (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 14. 8 Robinson, Marquiret S., Microfinance Revolution: Sustainable Finance for the Poor (Vol.1 Washington: The World Bank, D.C.; New York: Open Society, 2002).

6 - Pendahuluan

Page 28: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Ketika ekonomi nasional diterpa krisis keuangan yang juga menghantam ekonomi global, sektor UMKM selalu tampil menjadi “pahlawan” bagi perekonomian negeri ini. Oleh sebab itu, sangat beralasan jika pemerintah dan pihak-pihak terkait mengambil posisi terdepan dalam mendorong sektor ini, sehingga dapat berkembang dengan lebih baik.

Walaupun UMKM mempunyai peran yang sangat penting dan sangat potensial, namun UMKM belum menjadi daya tarik bagi pelaku UMKM itu sendiri. Hal ini karena telah disadari bahwa masih banyak persoalan yang menjerat para pelaku UMKM, mulai dari permodalan, pengadaan bahan baku, pemasaran, SDM, persaingan, dan lain-lain. Berbagai persoalan tersebut tentu berpengaruh pada tingkat produktivitas UMKM. Data BPS tahun 2012 menunjukkan bahwa produktivitas UMKM per unit usaha selama beberapa tahun terakhir belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Produktivitas usaha mikro dan kecil masih sekitar 4,3 juta rupiah per unit usaha per tahun dan usaha menengah sebesar 1,2 miliar rupiah, sementara itu produktivitas per unit usaha besar telah mencapai 82,6 miliar rupiah. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil serta usaha menengah, belum menunjukkan perkembangan yang berarti yaitu masing-masing berkisar antara 2,6 juta rupiah sampai dengan 8,7 juta rupiah, sedangkan produktivitas per tenaga kerja usaha besar telah mencapai 423,0 juta rupiah. Jadi salah satu masalah besar UMKM adalah rendahnya produktivitas.9

Dengan gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa meningkatnya perkembangan pelaku UMKM dari segi kuantitas ternyata belum diimbangi dengan peningkatan kualitasnya. Akibatnya, terjadi kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Inilah yang juga menjadi salah satu alasan mengapa jumlah sumbangan PDB dari usaha besar yang kurang dari 2% hampir sebanding sumbangan PDB dari UMKM yang mayoritas.

Masalah besar lainnya adalah terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif, terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja. Sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas.

9 Badan Pusat Statistik Tahun 2012.

Pendahuluan - 7

Page 29: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Bagi UMKM, keadaan ini menjadi kendala untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun untuk mengembangkan produk-produk yang bersaing. Disamping persyaratan pinjamannya yang tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak. Dunia perbankan sebagai sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi.

Berbagai penjelasan di atas menegaskan akan pentingnya komitmen terhadap penguatan dan pengembangan secara terus-menerus dan berkesinambungan terhadap UMKM. Selain karena berkaitan dengan mayoritas kegiatan usaha masyarakat, ia juga menjadi solusi di tengah tingginya angka pengangguran, baik pengangguran terbuka maupun yang tersembunyi. Menyadari realitas tersebut, khususnya pengembangan ekonomi mikro dan kecil (ekonomi rakyat) —terutama pada usaha mikro— merupakan hal yang sangat strategis untuk mewujudkan broad based development atau development through equity.

Apalagi di tengah situasi dan kondisi ekonomi yang semakin mengglobal10, penguatan struktur ekonomi di tingkat pelaku usaha mikro dan kecil menjadi semakin mendesak. Struktur ekonomi yang dimaksud tidak hanya menyangkut regulasi, namun juga terkait dengan berbagai komponen seperti produktivitas dan daya saing usaha mikro dan kecil. Tanpa penguatan, dapat dipastikan globalisasi ekonomi hanya menjadi ancaman yang melemahkan pelaku usaha mikro dan kecil karena berbagai indikator daya saing menunjukkan bahwa usaha mikro dan kecil di Indonesia jauh di bawah negara-negara lain.

Pada tahun 2006, Pusat Inovasi SME APEC melakukan suatu studi mengenai daya saing global dari SME di 13 negara APEC. Di dalam studi ini, daya saing diukur melalui indeks skor antara 1,0 (daya saing paling rendah) dan 10,0 (daya saing paling tinggi), yang dikembangkan berdasarkan sejumlah faktor termasuk diantaranya jenis teknologi yang digunakan, metode produksi yang diterapkan dan jenis produk yang dibuat yang semuanya mengandung satu unsur penting, yakni teknologi.

10 Globalisasi ekonomi sudah tidak bisa dihindarkan dan merupakan konsekuensi dari era perdagangan bebas. Pada tahun 2010, Indonesia sudah memberlakukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA); dan pada awal 2015 Indonesia sudah terintegrasi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). 11 APEC, A Research on the Innovation Promoting Policy for SMEs in APEC: Survey and Case Studies (Desember, APEC SME Innovation Center, Korea Technology and Information Promotion Agency for SMEs, Seoul, 2006).

8 - Pendahuluan

Page 30: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Hasilnya adalah sebagai berikut:11

Diagram 1.3. Daya saing UKM di Sejumlah Negara APEC (Indeks Skor 1,0 ke 10,0)

Diagram di atas menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang UKM-nya berdaya saing rendah dengan skor di bawah 4. Di dalam studi ini juga ditunjukkan bahwa Indonesia bersama dengan Meksiko dan Rusia, merupakan negara-negara dengan pendanaan paling kecil bagi perkembangan teknologi di UKM, yakni dengan skor 3,5. Padahal, pengembangan teknologi merupakan salah satu sumber penting dari inovasi yang berarti juga dari daya saing.

Dalam meningkatkan dan atau mengembangkan daya saing usaha mikro dan kecil, banyak pendekatan dan strategi yang bisa dilakukan, mulai dari pendekatan makro maupun mikro. Dari sisi makro, perlunya membangun iklim usaha yang kondusif bagi pelaku usaha mikro dan kecil melalui berbagai regulasi atau kebijakan. Sementara dari sisi mikro, dapat dikembangkan pendekatan enterpreneurship, penguatan SDM, hingga pendekatan penguatan permodalan melalui pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Pendahuluan - 9

Sumber : APEC (2006)

Page 31: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

B. Lembaga Keuangan Mikro dan Akses Permodalan Usaha Mikro dan Kecil

1. Usaha Mikro, Kecil dan Masalah Permodalan Permodalan merupakan salah satu masalah yang hampir dialami oleh setiap pelaku usaha, mulai dari usaha mikro sampai usaha besar. Dapat dikatakan tidak ada pelaku usaha yang tidak memerlukan modal, karena keberadaan modal merupakan hal yang melekat dalam setiap usaha. Masalahnya sebenarnya terletak pada kemampuan pelaku usaha itu sendiri dalam memperoleh permodalan.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa berbicara tentang modal bagi pengembangan usaha, akan terkait erat dengan perbankan, walaupun tidak semua modal harus dari bank. Bank adalah lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas permodalan bagi pelaku usaha. Sementara itu pelaku usaha dihadapkan dengan masalah bankable dan feasible. Bankable adalah kondisi usaha itu sendiri yang memenuhi syarat-syarat yang diperlukan oleh bank. Sementara feasible adalah kondisi usaha tersebut yang memiliki tingkat kelayakan untuk memperoleh pinjaman.

Bagi pelaku usaha besar, upaya untuk mengakses perbankan bagi penguatan modal adalah sesuatu yang biasa. Bahkan dalam kondisi seperti sekarang ini, bank dan pelaku usaha besar seperti satu paket yang tidak bisa dipisahkan, baik untuk mengatur lalu-lintas keuangan usaha besar maupun untuk memenuhi kebutuhan permodalan. Dapat dikatakan, tidak ada usaha besar yang tidak bermitra dengan bank. Seluruh usaha besar sekarang ini dapat dipastikan bermitra dengan bank. Karenanya, akses usaha besar kepada perbankan sudah tidak menjadi persoalan.

Akan tetapi tidak demikian halnya terhadap pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Masih banyak dari mereka yang belum berhubungan atau bermitra dengan bank, terlebih bagi pelaku UMK yang ada di desa-desa. Hal itu tidak semata-mata masalah jarak tempat usaha dengan kantor perbankan. Yang banyak dialami UMK adalah mereka kurang bankable, juga rata-rata kurang feasible. Mereka umumnya kesulitan untuk memenuhi jaminan yang dipersyaratkan dan kondisi usaha yang kurang teradministrasi dengan baik sehingga pihak perbankan kesulitan dalam mempelajari dan me-record perjalanan usaha mereka. Oleh karena itulah, sebagian besar pelaku UMK mengalami kesulitan untuk mengakses permodalan dari bank. Bahkan ingin menabung pun, tidak sedikit

10 - Pendahuluan

Page 32: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

pelaku UMK kurang percaya diri, karena jumlah tabungan yang bisa disetorkan dianggap kurang signifikan. Disamping itu juga banyak dari mereka tidak sepadan antara jarak yang harus ditempuh dengan jumlah tabungan yang akan disetor. Bagaimana mungkin seorang di desa yang hanya bisa menabung Rp20.000 per hari harus pergi ke kota kecamatan atau kabupaten yang ongkos transportasinya bisa lebih dari itu? Inilah beberapa alasan mengapa masih banyak pelaku UMK yang belum tersentuh layanan perbankan.

Alasan lain mengapa pelaku UMK kesulitan dalam mengakses pinjaman atau pembiayaan perbankan adalah sebagai berikut:

a) Scale gap Pada umumnya dunia perbankan sudah menetapkan batas minimum kredit yangbisa dilayani. Di bawah batas minimum tersebut, bank tidak bisa melayani. Tentu bank punya dasar dan pertimbangan dalam menentukan jumlah minimum kredit tersebut.

Sementara itu kebutuhan modal pelaku UMK seperti pedagang bakso keliling, pedagang siomay, pedagang sayur di pasar atau yang keliling, pengrajin bambu, dan lain-lain seringkali tidak sampai pada batas minimum kredit perbankan. Mereka misalnya hanya membutuhkan modal 6 juta rupiah untuk pengembangan atau penguatan usaha, sementara batas minimum perbankan 10 juta rupiah, maka pelaku UMK tersebut jelas tidak termasuk layanan perbankan. Jika mereka dipaksanakan untuk mengakses atau meminjam lebih dari 10 juta rupiah, hasil dari usaha mereka tidak mampu memenuhi angsuran atau pengembalian, sehingga berisiko bagi bank.

Dengan kata lain, scale gap adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan pelaku UMK dengan batas minimum kredit layanan perbankan; dalam hal ini, batas minimum perbankan masih terlalu besar bagi usaha mikro dan kecil.

b) Formalization gap Berhubungan dengan dunia perbankan adalah berhubungan dengan sektor formal. Segala persyaratan yang ditentukan oleh bank harus terpenuhi, mulai dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), tempat usaha, riwayat (record) usaha (administrasi) hingga keberadaan jaminan. Bagi para pelaku UMK, ketentuan tersebut sebagian besar tidak dapat dipenuhi terutama jaminan karena pada umumnya mereka bergerak di sektor informal. Inilah yang disebut sebagai formalization gap atau ketiadaan syarat formal yang diperlukan oleh para pelaku

Pendahuluan - 11

Page 33: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

UMK untuk mengakses perbankan.

c) Information gap Berbeda dengan dua kesenjangan di atas, information gap adalah kesenjangan antara pelaku UMK dengan perbankan dari sisi informasi. Kasusnya bermacam-macam; ada pelaku UMK yang memang kurang tahu atau kurang paham tentang produk pinjaman perbankan dan juga ketentuannya; ada pula yang merasa sudah memenuhi seluruh ketentuan perbankan namun bagi perbankan dipandang masih kurang memadai; dan ada pula yang karena satu dan lain hal perbankan tidak membuka akses informasi kepada para pelaku UMK (seperti informasi tentang kelayakan, kekurangan prosedur, dan lain-lain).

d) Orientasi lembaga keuangan pendukung yang kurang berpihak kepada UMK Faktor ini terkait dengan kebijakan perbankan itu sendiri dalam membuka layanan jasanya. Sebagian perbankan sudah membuka layanan dan menyediakan produknya bagi pelaku UMK, namun masih ada bank yang memang tidak membuka layanan kepada UMK. Mereka hanya melayani kredit korporasi maupun sindikasi yang nilainya cukup besar. Hal demikian tidak ada ruang bagi UMK untuk mengakses permodalan.

Dampak dari kesulitan mengakses permodalan tersebut adalah banyak pelaku UMK yang masih menggunakan jasa pelepas uang “rentenir” (money lender) bagi pengembangan usahanya, karena pelepas uang memberikan kemudahan dalam persyaratan pengajuan kredit. Hubungan yang terbangun adalah debitur-kreditur di mana pemberi pinjaman memiliki kekuasaan yang dominan atas pinjaman yang diberikan. Fenomena yang demikian dapat dengan mudah ditemukan di hampir setiap pasar tradisional yang tersebar di berbagai daerah. Bisa dipastikan, para pelaku UMK di pasar-pasar tradisional tersebut sebagian besar memiliki tanggungan dengan jasa pelepas uang, baik yang beroperasi secara langsung di pasar maupun di rumah-rumah.

Fenomena money lender juga banyak terjadi pada para pelaku UMK di sektor pertanian maupun nelayan. Bagi para petani misalnya, setiap musim tanam tiba, banyak dari mereka mencari para pelepas uang. Selain dalam bentuk uang cash, tidak jarang juga dalam bentuk pupuk dan obat-obatan. Begitu panen tiba, hasil yang diperoleh segera dibuat untuk melunasi hutang-hutang yang sudah digunakan. Di kampung nelayan, fenomenanya lebih kompleks. Melaut adalah pekerjaan utama yang bisa berlangsung sepanjang tahun. Kehadiran money lender sangat penting bagi mereka, karena tidak selamanya hasil penangkapan

12 - Pendahuluan

Page 34: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

ikan sesuai dengan yang diharapkan. Terlebih jika musim ikan laut kurang bersahabat, bahkan nelayan pulang dengan tangan hampa; atau jika cuaca buruk yang bisa berlangsung beberapa hari, nelayan pun libur tidak melaut. Untuk dapat menopang kehidupannya dan juga memperbaiki sarana kerjanya, tidak jarang mereka memerlukan pinjaman yang mudah dan cepat. Sebagian ada yang dibantu oleh keluarga, namun tidak sedikit yang memerlukan layanan money lender.

Apa yang dilakukan oleh para pelaku UMK di atas adalah sesuatu yang rasional. Tujuannya adalah bagaimana mereka dapat bertahan dan menjalankan usahanya. Pilihan sumber keuangan tidak didasarkan atas pertimbangan aspek emosional ataupun ideologi, seperti kesyariahan semata tetapi juga didasarkan pada pelayanan berupa kemudahan prosedur dan proses pencairan dana, kedekatan lokasi, jaminan mudah merupakan hal yang selalu menjadi pertimbangan utama.

Sebenarnya telah ada lembaga yang dapat langsung menjawab kebutuhan masyarakat kelompok ini, antara lain seperti yang diperankan oleh Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Kehadirannya yang lebih dekat dengan lokasi dan lebih dekat dengan kondisi pelaku UMK menjadikan LKM sebagai alternatif solusi yang efektif bagi akses permodalan mereka. Dekat lokasi berarti bahwa LKM hadir di tengah-tengah UMK, baik dari segi fisik kantor maupun “jemput bola” dengan cara mendatangi mereka di tempat-tempat usaha mereka. Tidak jarang dijumpai para pegawai LKM yang membaur dengan pelaku UMK di pasar-pasar tradisional maupun lokasi usaha lain. Kedekatan dengan kondisi UMK, berarti bahwa LKM memberikan layanan yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka, baik dari segi plafond maupun besaran kredit, persyaratan, besarnya angsuran, cara melakukan angsuran, dan hal-hal lain yang terkait. Meski tidak sepenuhnya sesuai, LKM relatif dapat “memberikan jawaban” atas kondisi pelaku UMK. Tidak jarang pengelola LKM dengan sabar mengumpulkan recehan Rp 10.000-an dari para pelaku UMK di pasar, baik untuk menambah angsuran maupun untuk mengisi tabungan mereka. Hal itu jelas di luar jangkauan layanan perbankan.

Kehadiran LKM dengan pelayanan yang lebih “bersahabat” dengan kondisi UMK sangat diperlukan, meski perlu tetap berpegang pada prinsip utama dalam dunia perbankan yaitu kehati-hatian. Namun dalam penerapan prinsip tersebut LKM diharapkan lebih lentur terhadap UMK sehingga keberadaan LKM dapat

Pendahuluan - 13

Page 35: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

dipandang sebagai langkah strategis bagi pengembangan dan perkuatan UMK.

Secara global, keberadaan LKM telah menjadi perhatian dan pembahasan penting seperti dalam Microcredit Summit 1997 & Microcredit Summit 2002 di New York. Demikian juga telah ada kebijakan “The Millenium Development Goals (MDGs)” Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada sidang tahunan 1990 yang bertujuan mengurangi separuh jumlah penduduk miskin seluruh dunia sampai dengan tahun 2015; dan deklarasi PBB tahun 2005 telah menjadikan LKM sebagai monumen penting, yaitu ditetapkannya tahun tersebut sebagai The International Year of Microcredit. Hal yang menjadi program aksinya adalah: pemberdayaan kelompok produktif melalui pengembangan microfinance.12 Keuangan mikro berfungsi memberikan dukungan modal bagi pelaku usaha mikro (microenterprises) untuk meningkatkan usahanya. Sementara LKM —sebagai lembaga keuangan— menjamin dukungan atas permodalan usaha mikro secara berkelanjutan (continuity) dan secara terus-menerus (sustainability).

2. Definisi Lembaga Keuangan Mikro Untuk mengenal lebih jauh tentang KM atau microfinance, berikut dijelaskan beberapa definisi atau batasan tentang LKM. a) Dalam Ledgerwood (et.all) (1999)13, Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

atau lebih populer disebut microfinance didefinisikan sebagai penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta berfungsi sebagai alat pembangunan bagi masyarakat perdesaan. Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997) yang dilanjutkan dengan Microcredit Summit di New York (2002), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek atau kegiatan usaha yang mereka kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya, “programmes extend small loans to very poor for self employment project that generate income, allowing them to care for themselves and their families.”14

b) Selanjutnya menurut Tohari (2003),15 LKM adalah lembaga yang memberikan

12 Amalia, Euis, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. 2.13 Ledgerwood, Joana, Microfinance Handbook:An Institutional and Financial Perspective, (Washington DC: The World Bank, 1999), hlm. 65.14 Anonimous, Kompas, “Microcredit Summit”, 15 Maret 2005.15 Thohari, Endang, Peningkatan Aksesibilitas Petani terhadap Kredit melalui LKM, dalam M. Syukur dkk. (Ed.), Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro (Bogor: IPB Press, 2003), hlm. 176.

14 - Pendahuluan

Page 36: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

jasa keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal dan informal. Atau dengan kata lain bahwa, LKM merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal dan telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.

c) Dalam UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

d) Menurut Asian Development Bank (ADB), LKM (microfinance) adalah lembaga penyedia jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa:

1) lembaga formal, seperti : bank desa dan koperasi;2) lembaga semiformal, misalnya organisasi non pemerintah;3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang;

Catatan:Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif, baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak 100 juta rupiah per tahun. LKM dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Badan Kredit Desa (BKD). Sedangkan yang bersifat non bank adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP), Lembaga Dana Kredit Perdesaan (LDKP), Baitul Mâl wa at-Tamwîl (BMT), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Credit Union (CU). Meskipun BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat persyaratan peminjaman menggunakan standar bank, pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa jasa keuangan mikro memiliki lingkup kegiatan yang luas, seperti simpanan, pinjaman, dan jasa

Pendahuluan - 15

Page 37: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

pembayaran, yang biasanya dikelola secara sederhana. Sebagai lembaga pinjaman, LKM berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa pinjaman, baik untuk kegiatan produktif yang dilakukan oleh berbagai kegiatan usaha mikro, maupun untuk kegiatan konsumtif keluarga masyarakat miskin. Pada umumnya jasa pinjaman tersebut dalam bentuk layanan pembiayaan (kredit) atau bentuk pembiayaan lainnya. Sebagai lembaga simpanan, LKM dapat menghimpun dana masyarakat. Pada banyak LKM, kegiatan penghimpunan dana (saving) dijadikan prasyarat bagi adanya kredit walaupun pada akhirnya seringkali jumlah kredit yang diberikan lebih besar dari dana yang disimpan.

Selain itu LKM juga dapat mengembangkan fungsi lainnya yakni sebagai lembaga intermediasi dalam aktivitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik maka, lembaga keuangan dapat menghasilkan nilai tambah. Aktivitas ekonomi yang dimaksudkan di sini tidak bisa dibedakan antara usaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha.16 Hal ini berarti bahwa usaha kecil pun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan, termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat miskin. Jasa intermediasi tersebut umumnya dikenal juga dengan fungsi pen-dampingan LKM terhadap UMK, yang semua itu ditujukan dalam rangka penguatan sektor UMK itu sendiri. Dalam fungsi ini, LKM bisa saja mendampingi UMK sehingga usaha mereka bisa berkembang dan bankable serta feasible, dan atas pendampingan tersebut dapat dijadikan fee base bagi LKM; atau bisa juga bagi para pelaku usaha mikro di pelosok desa yang jauh dari akses perbankan, LKM dapat menjadi perantara bagi lalu-lintas keuangan antara pelaku usaha desa dengan ‘pasar’ atau pembeli di luar yang menggunakan fasilitas perbankan, dan lain-lain. Dalam konteks seperti itu, LKM tidak hanya sekedar sebagai lembaga permodalan atau investasi, namun juga menjadi lembaga edukasi keuangan bagi para pelaku UMK. Demikianlah beberapa nilai lebih bagi LKM sehingga patut

16 - Pendahuluan

16 Wijono, Wiloejo Wirjo, Lembaga Keuangan Mikro (Artikel diakses pada tanggal 14 November 2007), dari www.fiskal.depkeu.go.id

Page 38: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

diperhitungkan bagi pengembangan usaha di Indonesia, khususnya UMK.

C. Tentang Buku ini Buku ini lebih banyak membahas tentang keberadaan dan peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) bagi pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Keberadaan dan peran yang dimaksudkan merujuk kepada LKM yang sudah berjalan dan berkembang di masyarakat, dengan berbagai model dan variasinya. Beberapa jenis LKM yang dibahas disini antara lain: BMT (Baitul Mâl wa at-Tamwîl), Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM), Grameen Bank, dan beberapa jenis koperasi lainnya. Batasan bahasan LKM dalam buku ini selain khusus pada LKM yang berbasis syariah, juga LKM lain yang telah mengembangkan model atau skim dalam penguatan permodalan UMK. Adapun penyebutan atau pengelompokan jenis LKM dalam buku ini tidak berdasarkan jenis badan hukumnya, namun kepada jenis layanan yang dikembangkan. Oleh karena itu dalam beberapa hal akan dijumpai beberapa jenis LKM dengan badan hukum yang sama, tetapi berada pada kelompok yang berbeda karena sistem layanannya berbeda. Seperti BMT, Koperasi dan KJKS adalah satu induk badan hukum, yaitu Koperasi, tetapi LKM-LKM tersebut dalam buku ini tidak dimasukkan dalam kelompok yang sama, tergantung sistem layanan yang dikembangkan masing-masing LKM. Hal ini dilakukan agar diperoleh gambaran secara mudah komparasi tingkat efektivitas pelayanan masing-masing LKM kepada pelaku UMK. Selain bentuk-bentuk LKM, buku ini juga membahas tentang lembaga-lembaga induk dan juga beberapa contoh program yang terkait dengan LKM, seperti program Dana Bergulir. Lembaga induk yang dibahas adalah lembaga-lembaga perhimpunan atau lembaga yang menjadi inkubator bagi pengembangan LKM Syariah, seperti: Perhimpunan BMT (BMT Center), Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah), dan Pinbuk. Sebagai sharing pengalaman, di dalam buku ini juga akan dipaparkan strategi pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah, khususnya Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan dan hasil pembinaannya.[*]

Pendahuluan - 17

Page 39: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

18 - Pendahuluan

Page 40: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

A. Bait al-Mâal wa at-Tamwîl (BMT) Sejak awal tahun 1990-an, perbendaharaan tentang keuangan mikro tidak hanya seputar prinsip-prinsip simpan-pinjam yang sudah berkembang sebelumnya. Para pegiat di dunia pemberdayaan dan keuangan mikro terus mencari dan mengembangkan model pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga muncul apa yang disebut dengan Bait al-Mâal wa at-Tamwîl atau yang sering disebut dengan BMT. Berawal dari semangat untuk menggali nilai-nilai Islam yang telah ada sejak lama dalam mengembangkan apa yang disebut baitul maal, kehadiran BMT kemudian menjadi khazanah baru dalam dunia keuangan mikro yang operasionalisasinya merujuk kepada dasar-dasar fiqih muamalah yang sejak lama sudah banyak dirumuskan dalam berbagai kajian dan wacana keislaman. Oleh karena itu BMT kemudian dikenal sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Pada awalnya, lembaga ini tidak ubahnya seperti Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang mengembangkan simpan-pinjam syariah. Dalam perjalanan berikutnya, lembaga ini mendapat respon positif dari masyarakat dan berkembang cukup pesat. Bahkan pada akhir tahun 1990-an, sebagian BMT ada yang sudah menunjukkan kinerja sangat baik dengan mengelola dana diatas Rp 1 milyar yang sebagian besar adalah dana titipan masyarakat. Perkembangan BMT ini semakin signifikan setelah BMT dicanangkan Presiden Soeharto melalui forum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada Desember tahun 1995, hingga BMT telah berdiri di beberapa propinsi di Indonesia.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 19

BAB IIBENTUK LEMBAGA KEUANGAN

MIKRO SYARIAH

Page 41: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Peluang BMT dalam pengembangan ekonomi berbasis kerakyatan cukup besar karena BMT ditegakkan berdasarkan prinsip syariah yang memberikan ketenangan baik bagi pemilik dana maupun kepada pengguna dana. Seiring dengan perkembangannya dimana jangkauan operasinya semakin luas dan dana yang dikelola semakin besar serta pelayanannya tidak lagi terbatas pada komunitas tertentu, maka BMT yang awalnya dikelola oleh KSM ini akhirnya dituntut untuk berbadan hukum. Dengan mempertimbangkan berbagai hal yang berkembang, badan hukum yang dianggap relevan dari sisi model bisnis maupun budaya lokal Indonesia adalah Koperasi.1 Dengan berbadan hukum koperasi ini, mulailah babak baru dalam ke-BMT-an dengan segala konsekuensinya. BMT harus menyesuaikan dengan berbagai regulasi yang terkait perkoperasian. Masalah mulai muncul ketika secara faktual operasional BMT tidak sepenuhnya dan tidak serta-merta dapat mengikuti regulasi perkoperasian.2 Hal ini semata-mata bukan karena BMT tidak dapat diupgrade menjadi bentuk koperasi, namun lebih disebabkan oleh: (a) karakter BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan produk-produk yang khas; dan (b) pola hubungan yang telah dikembangkan antara BMT dengan masyarakat. Dalam hal yang pertama (baca: produk-produk BMT), secara umum berbeda dengan produk yang lazim berkembang di koperasi. Perbedaan tidak hanya menyangkut istilah, namun juga skim serta pola penghitungan maupun konsekuensi pembukuannya. Sementara yang kedua (baca: pola hubungan) adalah berkaitan dengan masalah keanggotaan yang selama ini menjadi basis dalam perkoperasian. Menyadari kondisi itu maka, dalam rangka penguatan BMT sebagai koperasi dikeluarkan Kepmenegkop Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 yang mengatur tentang BMT sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Sejak awal keberadaannya hingga saat ini beroperasi, BMT berkembang sangat pesat dan sudah berdiri di hampir semua wilayah propinsi di Indonesia. BMT

1 Aziz, Noor., Koperasi Syariah akan Diatur UU Koperasi (Dalam Republika, 28 Febuari 2008). 2 Beberapa regulasi perkoperasian yang terkait dengan BMT antara lain: UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi; dan Kepmen Kop & UKM 351/KEP/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Dari ketiga peraturan tersebut misalnya disebutkan bahwa koperasi yang menjalankan usaha simpan-pinjam hanya menghimpun dan menyalurkan dana yang hanya ditujukan kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan/atau anggotanya.

20 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 42: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

telah menjadi ikon tentang sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia. Barangkali ada nama lain, seperti Baitul Qiradh (BQ) di Aceh, atau mengambil salah satu bentuk kelembagaan dari BMT, baik Baitut Tamwil (seperti Baitut Tamwil Muhammadiyah atau BTM) ataupun Baitul Maal yang umumnya merupakan lembaga amil zakat. Prinsipnya adalah lembaga keuangan yang melayani dan mengintermediasi masyarakat miskin, maupun para pelaku usaha mikro dalam sistem syariah dalam transaksinya.

1. Definisi BMT BMT adalah kependekan dari Bait al-Maal wa at-Tamwil atau ada pula yang menyebut dengan Balai Usaha Mandiri Terpadu. Secara praktis, BMT adalah lembaga keuangan mikro yang operasionalisasinya berbasis syariah, khususnya yang menyangkut bidang akad transaksinya berpola syariah sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Untuk itu BMT juga termasuk LKMS.

BMT merupakan gabungan dua lembaga, yaitu Bait al-Maal yang merupakan lembaga sosial (ta’awun); dan Bait at-Tamwil yang merupakan lembaga bisnis (tijary) dan/atau pengelolaan keuangan produktif (investasi). Perbedaan tersebut secara otomatis juga berimplikasi kepada perbedaan sumber dana dan pemetik manfaatnya. Dengan demikian, BMT adalah lembaga keuangan mikro yang ingin mengusung dua aktivitas secara sinergis dalam satu kesatuan gerak kelembagaan, dimana yang satu saling melengkapi dan menguatkan bagi yang lain, yaitu aspek sosial dan aspek bisnis.

Secara garis besar, BMT memiliki dua fungsi utama, yaitu Bait al-Maal dan Bait at-Tamwil3:

a. Bait al-Maal Bait al-Maal berasal dari bahasa Arab, “bait” yang berarti rumah, dan “al-maal” yang berarti harta. Jadi secara harafiah, Bait al-Maal berarti: rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Namun sebagai istilah, Bait al-Maal memiliki makna yang lebih luas. Ia bukan hanya suatu tempat untuk pengumpulan harta, namun juga harta yang sudah terkumpul perlu dikelola dan dijalankan sesuai syariah (Islam).

Keluasan makna Bait al-Maal tentu tidak lepas dari istilah Bait al-Maal itu sendiri dalam perjalanan sejarah kaum Muslimin. Seperti diketahui, keberadaan

3 Sudarsono, Heri., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta: Ekonosia (Cet. IV), 2007), hlm. 43.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 21

Page 43: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Bait al-Maal sudah dikenal dan dikembangkan sejak masa Rasulullah SAW. Pada masa itu, Bait al-Maal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Bait al-Maal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan rampasan perang (ghanimah) dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.

Dalam perkembangannya, terutama sejak masa sahabat dan seterusnya, Bait al-Maal tidak hanya berkaitan dengan ghanimah, Namum fungsinya sudah berkaitan dengan berbagai kewajiban sosial kaum Muslimin, khususnya zakat. Berbagai harta yang diserahkan oleh kaum Muslimin dalam bentuk zakat, infak dan shadaqah (dan pada masa kekhalifahan juga ada jizyah dan yang sejenisnya) semuanya dikelola oleh Bait al-Maal.

Sejak itulah, Bait al-Maal kemudian melekat sebagai “bendahara” negara. Berbagai pembiayaan negara dan juga pengembangan masyarakat dibiayai melalui Bait al-Maal. Ia juga menjadi “jaring pengaman sosial” sebagaimana nampak dalam contoh-contoh yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab r.a. Maka, dapat dipahami kiranya jika sebagian besar definisi istilah Bait al-Maal yang dikemukakan oleh para ulama sangat terkait dengan negara. Abdul Qadim Zallum (1983) misalnya, dalam kitabnya Al Amwaal Fi Daulah Al Khilafah, mendefinisikan Bait al-Maal sebagai suatu lembaga atau pihak (Arab: al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi setiap harta baik berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya dimana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara’ dan tidak ditentukan individu pemiliknya, walaupun telah tertentu pihak yang berhak menerimanya maka harta tersebut menjadi hak Bait al-Maal, yakni sudah dianggap sebagai pemasukan bagi Bait al-Maal. Secara hukum, harta-harta itu adalah hak Bait al-Maal, baik yang sudah benar-benar masuk ke dalam tempat penyimpanan Bait al-Maal maupun yang belum.

22 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 44: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Dalam bab ini aspek historis keberadaan Bait al-Maal tidak dijabarkan secara panjang lebar karena bahasan dalam bab ini difokuskan pada spirit Bait al-Maal sebagai lembaga sosial dalam Islam yang mengelola zakat, infak, shadaqah dan juga wakaf. Dengan sumber dan pengeloaan dana tersebut maka, fungsi Bait al-Maal adalah ta’awun atau lembaga sosial. Dalam operasionalisasinya, Bait al-Maal tidak berorientasi pada profit. Fungsi sosial Bait al-Maal adalah memaksimalkan benefit (manfaat) atas dana zakat, infak, shadaqah maupun wakaf bagi pengembangan masyarakat yang berhak.

b. Bait at-Tamwil Bait at-Tamwil juga berasal dari bahasa Arab yang berarti lembaga pengelolaan harta. At-Tamwil adalah bentuk aktif dari kata al-Maal. Sebagai bentuk aktif, maka Tamwil berhubungan dengan pengembangan harta melalui pengelolaan secara ekonomi. Oleh karena itulah, didalam Bait at-Tamwil, harta yang dikelola harus produktif. Harta yang dikumpulkan dikelola secara bisnis. Dengan kata lain, fungsi Bait at-Tamwil adalah fungsi ekonomi (at-tijary) yang merupakan sumber keuntungan.

Dengan fungsi tersebut, maka sumber harta yang masuk dalam Bait at-Tamwil berbeda dengan apa yang ada di Bait al-Maal. Seluruh harta yang masuk dalam Bait at-Tamwil adalah dana-dana yang harus dikelola secara produktif sebagai modal kerja maupun investasi.

Berdasar penjelasan diatas, dapat dikemukakan beberapa hal

tentang BMT: 1) BMT adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).2) BMT memiliki dua fungsi, yaitu sosial dan ekonomi.

Fungsi sosial melekat pada Bait al-Maal, dimana seluruh harta ataupun uang yang terkumpul di dalamnya dikelola, untuk memberi manfaat (benefit) sebesar-besarnya kepada para penerimanya (masyarakat); dan fungsi ekonomi melekat pada Bait at-Tamwil, dimana uang yang terkumpul di dalamnya dikelola, dengan menggunakan prinsip bisnis dan investasi syariah sehingga tujuannya adalah memperoleh keuntungan (profit).

Dalam prakteknya di masyarakat, tidak jarang kedua lembaga tersebut berdiri secara terpisah. Misalnya ada lembaga yang semata-mata bertujuan untuk kegiatan sosial, dengan nama Bait al-Maal dimana harta yang dikelola lembaga tersebut berasal dari zakat, infak, dan shadaqah; para pengelolanya umumnya

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 23

Page 45: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

disebut sebagai amil. Sementara itu ada lembaga yang memang berorientasi bisnis, disebut dengan Bait at-Tamwil, yang berarti lembaga yang mengelola harta untuk dikembangkan dan untuk memperoleh keuntungan.

2. Operasional BMT Secara umum, BMT melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat (anggota) dan penyaluran dana kepada pelaku UMK. Sistem bagi hasil adalah pola kerjasama yang dijalankan oleh BMT. Pola ini merupakan pola utama, disamping pola-pola lain yang dilakukan, baik BMT dengan anggota penyimpan maupun dengan pengguna dana (pelaku UMK). Bagi hasil adalah suatu bentuk kesepakatan kerjasama yang membagi keuntungan maupun kerugian usaha yang diperoleh. Kerjasama antara BMT dengan penyimpan dana, dasar penghitungan bagi hasilnya adalah dari perolehan laba/rugi BMT setelah menyalurkan dananya kepada pelaku UMK; sedangkan kerjasama antara BMT dengan pelaku UMK, dasar penghitungan bagi hasilnya adalah dari perolehan laba/rugi pelaku UMK setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT.

a. Pola Tabungan/Simpanan BMT Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai dana yang disimpan atau dititipkan oleh orang atau badan kepada BMT. Akad simpanan umumnya ada dua jenis, yaitu: akad mudharabah (bagi hasil) dan akad wadi’ah (titipan). Pada umumnya BMT menamakan tabungan ini sesuai dengan penggunaan atau fungsi (bagi si penabung). Beberapa nama tabungan/simpanan yang lazim pada BMT antara lain:

1) Tabungan persiapan qurban; 2) Tabungan pendidikan;3) Tabungan persiapan untuk nikah;4) Tabungan persiapan untuk melahirkan; 5) Tabungan naik haji/umrah; 6) Simpanan berjangka/deposito; untuk tabungan umumnya digunakan akad

wadi’ah (titipan). Sedangkan untuk simpanan tabungan berjangka digunakan akad mudharabah;

7) Simpanan khusus untuk kelahiran;8) Simpanan sukarela; 9) Simpanan hari tua; 10) Simpanan akikah, dan nama lainnya.

24 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 46: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Pola Pembiayaan, Piutang dan Penyediaan Jasa Sebagai LKMS, pada dasarnya BMT tidak dapat direduksi hanya sebagai lembaga simpan-pinjam. Hal ini karena secara syariah, setiap dana yang digunakan atau dikeluarkan oleh BMT harus dapat dipertanggungjawabkan status dananya. Oleh karena itu setiap transaksi atas dana yang dikeluarkan oleh BMT harus jelas akadnya antara BMT dengan penerima dana tersebut (mitra/anggota). Sementara itu, jika dikaji secara seksama, akad-akad yang digunakan tidak sepenuhnya seperti model simpan pinjam yang selama ini dipraktekkan dalam lembaga simpan pinjam konvensional.

Akad-akad yang diturunkan dari model syariah (fiqh muamalah) tersebut sebenarnya berbasis dan merujuk kepada penggunaan dana dan karakter penggunaan. Dengan kata lain, akad-akad dalam BMT sebenarnya berbasis kepada pengguna (pelaksana), model pengguna-an (pelaksanaan), tujuan penggunaan, dan obyek yang digunakan. Akad mudharabah misalnya, digunakan karena mempertimbangkan hubungan yang dibangun antara BMT dan mitra adalah kerjasama usaha; dana yang diberikan BMT digunakan untuk mengembangkan suatu usaha (produktif) yang sudah jelas sehingga sudah bisa diketahui bahwa penggunaan itu dapat diperoleh hasilnya. Demikian pula akad murabahah, bahwa hubungan yang dibangun antara BMT dan nasabah berbasis jual-beli suatu barang dengan model pembayaran yang disepakati bersama dan tingkat margin (keuntungan) yang disepakati juga. Begitu pula akad-akad yang lain.

Atas dasar pola hubungan yang terbangun dan tujuan penggunaan dana tersebut maka, terdapat beberapa istilah terkait transaksi dana yang ada di BMT sebagai LKMS.

1) Pembiayaan (financing) Adalah sejumlah dana yang diberikan BMT kepada nasabah yang membutuhkan, untuk membiayai suatu usaha berbasis bagi hasil. Dalam bahasan ini digunakan istilah “pembiayaan” (financing), bukan pinjaman (lending). Mengapa? Karena dana yang diberikan BMT kepada mitra bertujuan untuk membiayai usaha mitra sebagai pelaku usaha berdasarkan kerjasama usaha (syirkah) yang dilakukan antara BMT dengan mitra. Karena kerjasama maka, masing-masing memiliki hak dan kewajiban sesuai porsinya. Untuk itulah, keuntungan atau kerugian yang diperoleh dalam proses kerjasama tersebut dibagi bersama sesuai porsinya.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 25

Page 47: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Beberapa model pembiayaan yang dapat diterapkan oleh BMT antara lain:

a) Musyarakah, adalah suatu kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih dalam suatu kegiatan usaha dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing.

b) Mudharabah, adalah suatu kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan atau kerugian masing-masing pihak dibagikan sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama sebelumnya. Manakala rugi, shahib al maal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung.

Dalam hal pembiayaan kepada petani atau penggarap lahan, akad transaksi yang digunakan adalah :

a) Muzaraah, adalah dengan memberikan lahan kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (prosentase) dari hasil panen.

b) Musaaqot, adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si penggarapnya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas rasio tertentu dari hasil panen.

Dalam kegiatan pertanian yang biasa terjadi di masyarakat perdesaan, ada yang disebut dengan “petani pemilik” dan “petani penggarap”. Petani pemilik adalah petani yang memiliki lahan pertanian, sedangkan petani penggarap adalah petani yang menggarap lahan pertanian yang dimiliki oleh petani pemilik. Antara petani pemilik dengan petani penggarap yang telah melakukan kerjasama dalam usahatani, bagi hasil dari laba usahatani di antara keduanya tergantung kesepakatan di awal, biasanya disebut sebagai paruhan (½ bagian untuk petani pemilik dan ½ bagian untuk petani penggarap) atau mertelu (1/3 untuk petani pemilik dan 2/3 untuk petani penggarap). Besarnya porsi bagi hasil untuk masing-masing petani juga dipertimbangkan dari berapa besar kontribusi masing-masing petani atas usahatani tersebut. Kontribusi bisa dalam bentuk modal kerja, seperti: biaya tenaga kerja (untuk olah tanah, tanam, pelihara, panen), beli sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida), biaya sewa alat/mesin pertanian; atau dalam bentuk modal investasi, seperti lahan garapan. Petani pemilik selain sudah jelas

26 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 48: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

berkontribusi atas modal investasi, bisa juga mengambil porsi sebagian dari modal kerja. Sedangkan petani penggarap, sudah jelas dia hanya bisa berkontribusi atas modal kerja saja, baik secara keseluruhan atau sebagian modal kerja menurut kesanggupannya. Dalam hal BMT bekerjasama dalam usahatani, yang harus dipastikan terlebih dahulu adalah apakah BMT bekerjasama dengan petani pemilik atau bekerjasama dengan petani penggarap, atau dengan kedua-duanya? Adalah tidak mungkin jika BMT bertindak sebagai petani pemilik karena BMT adalah lembaga keuangan, bukan lembaga pengelola asset dan bukan lembaga yang memberikan pembiayaan kepada petani penggarap untuk membeli tanah pertanian (dengan akad murabahah misalnya). Dengan demikian, untuk kegiatan usahatani BMT harus dapat memastikan nasabahnya terlebih dahulu, apakah dia petani pemilik atau petani penggarap agar dapat dipilih pola kerjasama mana yang sesuai untuk diterapkan.

2) Piutang (Jual-beli) Adalah sejumlah dana talangan dari BMT untuk pembelian barang yang akan dijual kepada nasabah dengan harga yang telah disepakati antara BMT dengan nasabah. Dalam perspektif BMT, piutang adalah sejumlah dana talangan BMT yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada BMT dengan tambahan margin (keuntungan BMT) dan cara (tempo) pembayaran yang telah disepakati bersama.

Piutang atau pembiayaan yang berbasis jual-beli menurut cara pengembaliannya dalam BMT antara lain: jual-beli bayar cicilan (Bai’ bi tsaman ‘ajil atau Bai’ muajjal) dan jual-beli bayar tangguh (Bai’al murabahah).

Piutang juga dapat diterapkan atas transaksi jasa, seperti: ijarah4. Pendeknya, piutang digunakan atas suatu transaksi yang sudah diketahui dengan jelas jumlah modal dan margin yang kemudian diakumulasi menjadi jumlah yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada BMT.

Jual-beli dengan margin/markup (keuntungan) merupakan tata cara jual-beli yang dalam pelaksanaannya BMT dapat mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT. Keuntungan yang diperoleh BMT ini nantinya akan dibagikan kepada penyedia dan penyimpan dana.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 27

Page 49: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Jenis transaksi jual-beli di BMT antara lain:

a) Murabahah, adalah proses jual-beli barang pada harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli.

b) Bai’ bitsaman ‘ajil (BBA), adalah proses jual-beli barang pada harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli dimana pembayaran dilakukan secara diangsur sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama.

c) Bai’ as Salam, proses jual-beli barang dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.

d) Bai’ al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu.

e) Musyarakah Mutanaqisha, atau musyarakah menurun, adalah kombinasi antara musyarakah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa) dimana mitra yang berkongsi dalam suatu usaha menyertakan modalnya masing-masing. Dalam musyarakah menurun ini bagian modal salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga pada akhir masa akad (kontrak) bagian modal salah satu mitra akan menurun dan sebaliknya mitra lainnya akan naik sampai akhirnya usaha tersebut menjadi penuh milik mitra tersebut.

3) Jasa Disamping barang, pembiayaan yang dilakukan BMT juga berbasis pada jasa dan pendapatan yang diperoleh berasal dari fee pengguna jasa. Beberapa transaksi yang terkait dengan jasa ini antara lain:

a) Ijarah atau Sewa, adalah kontrak sewa dengan memberi penyewa untuk mengambil manfaat dari sarana/barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.

4 Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. (Wiroso, Produk Perbankan Syariah, Jakarta: LPFE Usakti, 2009), h. 248. Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Ijarah atau sewa-menyewa adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atau sesuatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

28 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 50: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b) Bai ut-Takjiri atau disebut juga ijarah muntahiya bi at-tamlik, adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur.

4) Pinjaman (al-Qordh) Selain ketiga jenis transaksi di atas, sumber “pendapatan”(atau lebih tepatnya manfaat/benefit) yang diperoleh BMT lainnya adalah pinjaman atau al-qardh. Dikatakan pinjaman karena dana yang diberikan kepada nasabah (pengguna) harus dikembalikan dengan jumlah yang sama dalam tempo waktu yang disepakati, tanpa bagi hasil atau margin yang dipersyaratkan. Oleh karena itulah, transaksi ini sering disebut juga al-qardhul hasan (pinjaman kebaikan).

Transaksi ini dilakukan oleh BMT tanpa ada orientasi profit atau margin. Pinjaman dilakukan kepada nasabah atau anggota masyarakat khusus, yaitu mereka yang memang berhak dibantu sehingga bisa menjalankan usahanya. Biasanya adalah mereka yang masuk dalam kategori miskin. Oleh karena itulah, sumber dana yang digunakan untuk memberikan pinjaman ini bukan dari dana komersil, namun dari dana sosial atau zakat, infak dan shadaqah (ZIS).

5) Pelayanan Zakat dan Shadaqaha) Penggalangan dana zakat, infak dan shadaqah (ZIS).

- ZIS dari masyarakat;- ZIS melalui kerjasama antara BMT dengan Lembaga Badan Amil

Zakat, Infak, dan Shadaqah (BAZIS).

b) Penyaluran dana ZIS, untuk keperluan:- Pembiayaan yang sifatnya hanya membantu;- Pemberian beasiswa bagi perserta yang berprestasi atau kurang

mampu dalam membayar SPP;- Penutupan terhadap pembiayaan yang macet karena faktor kesulitan

pelunasan;- Bantuan pengobatan bagi masyarakat yang kurang mampu.

Berdasar uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa BMT mempunyai dua kegiatan utama, yaitu : a) Bait at-tamwil (rumah pengembangan harta), yakni kegiatan pengembangan harta dengan membantu pengusaha mikro dan kecil dalam mengembangkan usaha ekonomi produktif mereka melalui kegiatan menabung dan kegiatan pembiayaan; b) Bait al-mal (rumah harta), yakni kegiatan

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 29

Page 51: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

penerimaan titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta kegiatan pendistribusi-annya secara optimal sesuai peraturan dan amanahnya. Dengan kesimpulan ini maka BMT disamping sebagai lembaga bisnis juga berperan sebagai lembaga sosial.

Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah, BMT selain berfungsi sebagai penghimpun dana juga sebagai penyalur dana. Mekanisme perputaran dana BMT secara sederhana dapat digambarkan pada diagram di bawah:

Gambar 2.1.Cara Kerja Perputaran Dana BMT

30 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 52: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Dari diagram di samping tampak bahwa pada awalnya penggalangan dana BMT dapat diperoleh dari para pendiri sebagai modal dasar, kemudian dapat diperoleh dari simpanan sukarela bagi hasil dan simpanan sukarela titipan. Sesuai UU No. 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian, yang dimaksud dengan dana para pendiri adalah dana setoran pokok dan dana pembelian lembar modal. Modal dari para pendiri ini kemudian digunakan untuk membiayai pelatihan pengelola, mempersiapkan kantor dengan peralatannya, serta perangkat administrasi. Selain untuk pembiayaan, modal ini juga digunakan untuk biaya operasional BMT selama BMT belum menghasilkan pendapatan yang memadai. Selain dari para pendiri, modal dapat diperoleh dari lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti yayasan, kas masjid, BAZ, LAZ, dan lain-lain.

Dalam upaya memupuk kepercayaan dari para funder dan menjaga kesinambungan kelembagaan, BMT perlu senantiasa meningkatkan profesionalitasnya, termasuk dalam hal pengenalan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan nasabah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan studi kelayakan (feasibility study), misalnya yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan metode 5 C (The 5’C Principles), yakni menganalisis nasabah (UKM) pada aspek watak (Character), modal (Capital), kemampuan dalam melunasi kewajiban (Capacity), kondisi ekonomi (Condition of Economic), dan jaminan (Collateral). Studi kelayakan ini merupakan wujud pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential principle) agar dana yang disalurkan kepada UKM, terutama untuk pembiayaan produktif benar-benar tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. Studi kelayakan ini juga untuk meminimalkan terjadinya pembiayaan bermasalah (non performing financing) agar proses pelaksanaan pembiayaan produktif dapat berjalan optimal. Upaya ini merupakan bagian dari misi BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang ingin berkontribusi dalam proses pembangunan di Indonesia melalui UKM sebagai fokus kerjasama sekaligus fokus binaannya.

Dalam operasionalnya, BMT dapat menjalankan berbagai jenis usaha, baik yang berhubungan dengan keuangan maupun non-keuangan. Adapun jenis-jenis usaha BMT yang berhubungan dengan keuangan dapat berupa:

1) Penghimpunan dana; setelah mendapatkan modal awal berupa simpanan pokok khusus, simpanan pokok, dan simpanan wajib sebagai modal dasar BMT, selanjutnya BMT memobilisasi dana dengan mengembangkannya dalam aneka

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 31

Page 53: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

simpanan sukarela (semacam tabungan umum) dengan berasaskan akad wadi’ah dan mudarabah;

2) Pembiayaan/kredit usaha kecil dan mikro, dapat berbentuk: a) Pembiayaan mudarabah, yaitu pembiayaan modal dengan menggunakan

mekanisme bagi hasil; b) Pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan bersama dengan menggunakan

mekanisme bagi hasil; c) Piutang murabahah, yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang dibayar

pada saat jatuh tempo; d) Piutang ba’i bi tsaman‘ajil, yaitu pemilikan suatu barang tertentu dengan

mekanisme pembayaran cicilan;e) Pinjaman qardh al-hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan

pengembalian kecuali sebatas biaya administrasi.

B. Koperasi1. Pengertian Koperasi Terdapat bermacam-macam definisi koperasi, dan jika diteliti dengan seksama maka, tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Menurut definisi yang diberikan Fay (1908), koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.5 Menurut Hatta (Bapak Koperasi Indonesia), koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat seorang’.6

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian mendefinisikan Koperasi sebagai badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau

32 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

5 Firdaus, Muhammad dan Edhi Susanto, Agus., Perkoperasian Sejarah,Teori & Praktek (Bogor: Ghalia Indonesia (Cet. 1), 2004), hlm. 38. 6 Hatta, Mohammad., Beberapa Fasal Ekonomi: Djalan ke Ekonomi dan Pembangunan (Djakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, Tjetakan keenam, 1960), hlm. 128.

Page 54: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi (Pasal 1).

Indonesia termasuk salah satu negara yang menerbitkan perundang-undangan yang khusus mengatur koperasi. Undang-Undang yang berlaku saat ini adalah UU RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ciri-ciri koperasi Indonesia secara umum dituangkan dalam Pasal 2, 3, 4, 5 dan 6 yang menetapkan prinsip koperasi Indonesia, terdiri dari tujuh butir dalam dua ayat,7 yaitu:

a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota,

Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;

f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan,

g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.

2. Fungsi Koperasia. Sebagai urat-nadi kegiatan perekonomian Indonesia;b. Sebagai upaya mendemokrasikan sosial ekonomi Indonesia;c. Untuk meningkatkan kesejahteraan warga Negara Indonesia;d. Memperkokoh perekonomian rakyat Indonesia dengan jalan pembinaan

koperasi.

3. Peran dan Tugas Koperasia. Meningkatkan taraf hidup sederhana masyarakat Indonesia;b. Meningkatkan demokrasi Indonesia;

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 33

7 Bunyamin, Jenis dan Bentuk Koperasi (http://www.cerita-bunyamin. blogspot. com/ jurnal diakses pada tgl 15 Maret 2011).

Page 55: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

c. Mewujudkan pendapatan masyarakat yang adil dan merata dengan cara menyatukan, membina, dan mengembangkan setiap potensi yang ada;8

d. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;

e. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;

f. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya;

g. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.9

4. Jenis dan Bentuk Koperasi Berdasarkan Persyaratan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 Tahun 1999 (Revisi 1998) mengenai Akuntansi Perkoperasian, koperasi digolongkan kedalam empat jenis berdasarkan kepentingan anggota dan usaha utama koperasi yaitu:10

a. Koperasi Konsumen Adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir barang atau jasa, dan kegiatan atau jasa utama melakukan pembelian bersama. Kedudukan anggota sebagai pelanggan adalah pemilik barang atau jasa dari anggota.

b. Koperasi Produksi Perlu dibedakan pengertiannya antara koperasi produsen dengan koperasi produksi. Koperasi produsen akan berubah menjadi koperasi pemasaran dan atau koperasi pengadaan. Sedangkan koperasi produksi mempunyai pengertian sebagai koperasi dimana anggotanya berstatus sebagai pekerja koperasi. Tugas koperasi adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam upaya menciptakan lapangan pekerjaan bagi para anggotanya. Kedudukan anggotanya selain sebagai pemilik adalah sebagai pekerja pada koperasinya.

34 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

8 http://www.organisasi.org/ jurnal (Diakses pada tgl 15 Maret 2011). 9 Firdaus, Muhammad dan Edhi Susanto, Agus., Perkoperasian Sejarah,Teori & Praktek (Bogor: Ghalia Indonesia, (Cet. 1), 2004), hlm. 43. 10 Persyaratan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 Tahun 1999 (Revisi 1998).

Page 56: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

c. Koperasi Simpan Pinjam Adalah koperasi yang kegiatan utamanya menyediakan jasa penyimpanan dan pembiayaan untuk anggotanya. Dengan kata lain tugasnya menyelenggarakan pelayanan tabungan dan sekaligus memberikan kredit kepada anggotanya. Melalui pelayanan tabungan dan pinjaman dari koperasi maka, anggota mendapatkan pelayanan keuangan yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Kedudukan anggota selain sebagai pemilik adalah sebagai nasabah.

d. Koperasi Pemasaran atau Koperasi Produsen Koperasi Produsen adalah koperasi yang anggotanya tidak memiliki rumah tangga usaha atau perusahaan sendiri-sendiri tetapi kerjasama dalam wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa dan kegiatan utamanya menyediakan, mengoperasikan atau mengelola sarana produksi bersama. Dapat disimpulkan bahwa tugas koperasi produsen adalah memasarkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggota agar usaha anggota dapat berkembang menjadi lebih baik. Kedudukan anggota adalah sebagai pemasok barang atau jasa kepada koperasinya.

Pengelompokan empat jenis koperasi tersebut berbeda dengan penggolongan menurut UU RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Sebagaimana disebutkan pada pasal 83, jenis koperasi ditetapkan antara lain: Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Jasa, dan Koperasi Simpan Pinjam. Pada pasal 84 disebutkan pengertian dan cakupan usaha masing-masing koperasi sebagai berikut:

a. Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.

b. Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.

c. Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non simpan-pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.

d. Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan-pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 35

Page 57: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Terhadap dua pengelompokan tersebut, tentu UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian menjadi rujukan utama dalam melihat jenis-jenis koperasi.

C. Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)1. Pengertian KJKS KJKS adalah kependekan dari Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Secara khusus, istilah ini merujuk kepada Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/MKUKM/IX/ 2004, yang disebutkan bahwa Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).11

Gambar 2.2.Kegiatan Usaha KJKS

Dengan mengacu pada definisi tersebut di atas maka, apa yang telah dijalankan oleh BMT (Bait al-Maal wa at-Tamwil) yang ada di Indonesia selama ini dapat digolongkan dalam KJKS. Dengan demikian KJKS dapat dipakai sebagai payung hukum dan legal bagi kegiatan operasional BMT disamping ketentuan perundang-undangan lain yang terkait dan berlaku.12 Oleh karena itu BMT dapat pula disebut sebagai Koperasi Syariah (Kopsyah).

Usaha Kopsyah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil, tidak riba,

36 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

11 Menteri Negara Koperasi dan UKM Surat Keputusan Nomor 91/Kep/MKUKM/IX/2004. 12 Koperasi Jasa Keuangan Syariah (http://edisi03.blogspot.com/ jurnal diakses pada tanggal 15 Maret 2011).

Page 58: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

tidak perjudian (maysir) serta menghindari usaha yang tidak jelas (gharar). Untuk menjalankan fungsinya, Kopsyah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi. Usaha-usaha yang diselenggarakan Kopsyah harus diniatkan sah berdasarkan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Usaha-usaha yang diselenggarakan Kopsyah harus dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.13

2. Tujuan Koperasi Syariah (Kopsyah) Sebagaimana tujuan koperasi pada umumnya, Kopsyah juga bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya. Yang membedakan di antara keduanya adalah bahwa sesuai dengan namanya, Kopsyah dipertegas dengan adanya nilai dan norma syariah (Islam) terkait modal dan pola pengembangannya. Jika yang dimaksud kesejahteraan adalah peningkatan pendapatan maka, pola pembagian keuntungan dan risiko harus menjadi pertimbangan karena sesuai dengan norma syariah, setiap transaksi yang dilakukan – baik antar individu maupun antara individu dengan lembaga – harus dilandasi dengan prinsip keadilan (equal).

Dengan perspektif ini Kopsyah tidak hanya bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya, tetapi juga bertujuan untuk menciptakan keadilan dan persaudaraan. Penciptaan keadilan dilakukan dengan cara pendistribusian pendapatan dan kekayaan yang merata kepada anggota berdasarkan kontribusinya (keadilan distributif). Dengan demikian akan meningkatkan persaudaraan bagi sesama anggotanya. Banyak ayat Al Qur’an yang menyatakan akan pentingnya keadilan dalam kehidupan ekonomi. Dalam Surat Al-maidah (5) ayat 8 secara tegas dinyatakan:

”Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” Lebih khusus dinyatakan dalam Surat Al hasyr (59) ayat 7 tentang pentingnya keadilan ekonomi, yaitu:

“supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”

Selain itu, dalam Surat Al baqarah (2) ayat 275 secara tegas Allah telah mengharamkan riba dalam berbagai bentuk dan jenisnya:

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 37

13 Mustika, M. Shodiq., Koperasi Syariah: Apa dan Bagaimana?, artikel diakses pada 18 Maret 2011 dari http://msodik.blogspot.com.

Page 59: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Karena Al Qur’an jelas menyebutkan bahwa manusia diciptakan hanya untuk tunduk kepada Allah; dan setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan (memberi manfaat) masyarakat pada umumnya maupun lingkungan di sekitar pada khususnya, serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam maka, koperasi syariah juga menjunjung tinggi kebebasan pribadi untuk mewujudkan kesejahteraan (kemaslahatan) sosial.14

3. Peran dan Fungsi Koperasi Syariah (Kopsyah) Dalam koperasi konvensional peran dan fungsinya lebih kepada mencari keuntungan untuk kesejahteraan anggota, baik dengan cara tunai atau dengan cara membungakan pinjaman anggota. Pinjaman anggota tidak dipertimbangkan bagaimana penggunaanya, tetapi hanya dipertimbangkan dari besaran pinjaman dan bunganya; tidak didasarkan kepada kondisi hasil usaha atas penggunaan uang pinjaman tadi. Bahkan pinjaman yang digunakan anggota untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari seperti untuk makan, dll. (kebutuhan konsumtif) diberlakukan sama dengan pinjaman lainnya (untuk usaha produktif) yakni dengan mematok bunga yang sama sebagai jasa koperasi.

Pada Kopsyah hal ini tidak dibenarkan, karena setiap transaksi (tasharuf) didasarkan atas penggunaan yang efektif apakah untuk pembiayaan atau kebutuhan sehari-hari. Kedua hal tersebut diperlakukan secara berbeda. Pembiayaan untuk usaha produktif, misalnya digunakan anggota untuk berdagang maka, dapat digunakan prinsip bagi hasil (musyarakah atau mudharabah) sedangkan untuk pembelian alat transportasi atau alat-alat lainnya dapat digunakan prinsip jual-beli (murabahah).

Dengan adanya perbedaan antara koperasi konvensional dengan Kopsyah maka peran dan fungsi Kopsyah lainnya adalah:

a. Sebagai Manajer Investasi Maksudnya adalah Kopsyah dapat berperan sebagai intermediary atau sebagai penghubung bagi para pemilik dana. Kopsyah akan menyalurkan dana kepada anggota yang berhak, atau bisa juga kepada anggota yang sudah ditunjuk oleh pemilik dana. Apabila kriteria penerima dana didasarkan pada ketentuan yang

14 Buchori, Nur S., Koperasi Syariah (Jawa Timur: Mashun, (Cet. 1), 2009), hlm. 18.

38 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 60: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

diinginkan oleh pemilik dana maka, pada umumnya Kopsyah hanya mendapatkan pendapatan atas jasa agennya, yakni jasa atas proses seleksi anggota penerima dana, atau biaya administrasi yang dikeluarkan koperasi atau biaya monitoring termasuk reporting. Kemudian apabila terjadi wanprestasi yang bersifat force majeure yakni bukan kesalahan koperasi atau bukan kesalahan anggota maka, sumber dana tadi (pokok) dapat dijadikan beban untuk resiko yang terjadi. Akad yang tepat untuk seperti ini adalah mudharabah muqayyadah.

b. Sebagai Investor Kopsyah berperan sebagai investor (shohibul maal) manakala sumber dana yang diperoleh dari anggota maupun pinjaman dari pihak lain yang dikelola Kopsyah tanpa persyaratan khusus dari pemilik dana. Prinsip pengelolaan dana ini dapat disebut sebagai mudharabah mutlaqah, yaitu investasi dana yang dihimpun dari anggota maupun pihak lain dengan pola investasi sesuai syariah.

c. Fungsi Sosial Konsep Kopsyah mengharuskan adanya pemberian pelayanan sosial baik kepada anggota maupun kepada masyarakat dhuafa. Kepada anggota yang membutuhkan pinjaman darurat (emergency loan) dapat diberikan pinjaman kebajikan (al qard) dengan pengembalian pokok yang dananya berasal dari modal maupun laba yang dihimpun. Tidak seperti koperasi konvensional, pada Kopsyah ini anggota tidak dibebani tambahan dan sebagainya. Sementara bagi masyarakat dhuafa dapat diberikan pinjaman kebajikan dengan atau tanpa pengembalian pokok (qardhul hasan) yang dananya bersumber dari dana ZIS (Zakat, Infak, Shadaqah). Pinjaman qardhul hasan ini diutamakan sebagai modal usaha bagi masyarakat dhuafa agar usahanya menjadi besar. Jika usahanya tidak berkembang atau mengalami masalah, mereka tidak dibebani dengan pengembalian pokoknya. Fungsi inilah yang membedakan Kopsyah dengan koperasi konvensional dimana konsep tolong-menolong begitu kuatnya, sesuai dengan ajaran Islam yang terdapat dalam Surat Al maa’idah ayat 2:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan dan janganlah kamu tolong-menolong dalam permusuhan dan perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya.” 15

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 39

15 Al Qur’an, Surat Al maa’idah ayat 2.

Page 61: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Keharusan tolong-menolong ini disebutkan pula dalam hadits sebagai berikut: Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya kepada saudaranya. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa membebaskan seorang muslim dari kesulitan maka, Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim maka, Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat.” 16(HR. Muslim).

4. Landasan Hukum Koperasi Syariah (Kopsyah)

a. UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

b. UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

c. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

d. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah.

e. PP No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Simpan Pinjam.

f. Kopsyah berlandaskan syariah Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah dengan prinsip saling menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful) dan berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.17

16 Haditz Nabi Muhammad SAW, riwayat Muslim. 17 Koperasi Syariah www.koperasisyariah.com (Artikel diakses pada tanggal 18 Maret 2011).

40 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 62: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

D. Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) Syariah1. Sejarah Berdirinya ULaMM Syariah PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) atau biasa dikenal dengan PNM, berdiri pada tanggal 1 Juni 1999 berdasar Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/1999 yang merupakan salah satu perwujudan dari TAP MPR No. XVI Tahun 1998 tentang Demokratisasi Ekonomi. Saham perusahaan dimiliki Pemerintah Republik Indonesia, dimana sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang lahir dengan semangat demokratisasi ekonomi, PNM memiliki tugas khusus yaitu memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) yang dilakukan melalui penyelenggaraan jasa pembiayaan dan jasa manajemen. Misi BUMN ini adalah menciptakan pengusaha-pengusaha baru yang mempunyai prospek usaha serta mampu menciptakan lapangan kerja baru.

Pembentukan Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) berupa pilot project pada pertengahan tahun 2008 merupakan upaya PNM dalam menghadirkan sebuah unit usaha yang melayani secara langsung kalangan UMK di berbagai daerah, sekaligus sebagai antisipasi terhadap akan berakhirnya kredit program di tahun 2012.

Dalam melaksanakan aktivitasnya, ULaMM tidak hanya terbatas pada penyaluran modal tetapi juga melakukan pembinaan dan pendampingan berupa pelatihan-pelatihan dan konsultasi terhadap nasabah UMK, agar usahanya bisa berkembang sehingga mampu mengakses permodalan yang lebih besar, termasuk modal dari lembaga keuangan lain. Kehadiran ULaMM diharapkan mampu menjadi alternatif bagi pelaku UMK yang selama ini belum terjangkau oleh lembaga keuangan lain. Pangsa pasar yang dijangkau ULaMM lebih kepada pelaku usaha mikro dengan pinjaman yang relatif kecil, yakni rata-rata 5 juta rupiah per nasabah. Karena jangkauan ULaMM lebih terfokus pada nasabah mikro yang jumlahnya sangat banyak, dengan sendirinya tidak terlalu berbenturan dengan lembaga keuangan lain terutama perbankan yang nilai pembiayaannya mencapai puluhan juta per nasabah.

ULaMM juga tidak akan berbenturan dengan LKM lain yang sudah bermitra dengan PNM maupun yang belum. Bahkan dalam melaksanakan kegiatannya, ULaMM diupayakan akan bermitra dengan LKM-LKM tersebut berupa pendanaan dan perkuatan sistem manajemen.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 41

Page 63: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

2. Visi dan Misi ULaMM Syariah18

Sesuai tujuannya, yakni memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, ULaMM Syariah memiliki visi:

“Menjadi lembaga pembiayaan terkemuka dalam meningkatkan nilai tambah secara berkelanjutan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) dengan berlandaskan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).”

Adapun misi yang diemban adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kelayakan usaha dan kemampuan wirausaha UMKMK.

b. Meningkatkan akses pembiayaan UMKMK dalam rangka perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

c. Meningkatkan kreativitas dan produktivitas karyawan untuk mencapai kinerja terbaik dalam mengembangkan UMKMK.

3. Struktur Organisasi ULaMM Syariah Kantor Unit19

Gambar 2.3.Struktur Organisasi ULaMM Syariah Kantor Unit

4. Produk-produk ULaMM Syariah20

Dalam hal pembiayaan kepada UMKMK, ULaMM Syariah mempunyai beberapa produk yaitu:

a. Madani Mikro Murabahah Madani Mikro Murabahah adalah pola pinjaman jual-beli (murabahah) terkait dengan jual-beli barang yang dilakukan oleh pelaku UMK untuk memenuhi atau

18 PT Permodalan Nasional Madani (Persero), Annual Report 2009, (Jakarta: PT PNM, 2009). 19 PT Permodalan Nasional Madani (Persero), Manual Book Versi 01 (Jakarta: PT PNM, 2009). 20 PT Permodalan Nasional Madani (Persero), —

42 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 64: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

menambah/meningkatkan volume usahanya. Mekanisme pembiayaannya adalah langsung kepada UMK berupa transaksi jual-beli (murabahah) atau jual-beli dengan dukungan wakalah/menguasakan (murabahah bil wakalah).

Produk ini sebagai modal kerja dan/atau modal investasi untuk keperluan produktif. Produk ini terbagi menjadi lima macam, yaitu:

1) Madani Mikro Murabahah 10 (M3-10)2) Madani Mikro Murabahah 25 (M3-25)3) Madani Mikro Murabahah 50 (M3-50)4) Madani Mikro Murabahah 100 (M3-100)5) Madani Mikro Murabahah 200 (M3-200)

b. Madani Mikro Murabahah Prima 50 Produk ini sedikit berbeda dengan produk Madani Mikro Murabahah lainnya, yakni:

Tabel 2.1.Produk Madani Mikro Murabahah Prima 50

c. Madani Mikro Murabahah Sarana Usaha Produktif Madani Mikro Murabahah Sarana Usaha Produktif (SUP) merupakan produk pembiayaan syariah untuk kegiatan UMK dengan pola pinjaman jual-beli (murabahah) barang yang dilakukan oleh pelaku UMK untuk memenuhi atau menambah/meningkatkan volume usahanya.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 43

Page 65: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Produk ini terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1) Madani Mikro Murabahah Sarana Usaha Produktif 50 (M3-SUP 50) menargetkan pembiayaan pada UMK di seluruh wilayah Indonesia, dengan ketentuan:

a) Usaha produktif milik keluarga/perorangan Warga Negara Indonesia (WNI), secara individu atau tergabung dalam koperasi;

b) Memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp 100.000.000,00 per tahun.

2) Madani Mikro Murabahah Sarana Usaha Produktif 500 (M3-SUP 500) menargetkan pembiayaan pada UMK di seluruh wilayah Indonesia, dengan ketentuan:

a) Usaha produktif milik WNI yang berbentuk badan usaha orang-perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;

b) Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan usaha menengah atau usaha besar;

c) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 per tahun.

Adapun syarat dan ketentuan lain terkait dengan produk M3-SUP ini adalah sbb.:

Tabel 2.2.Madani Mikro Murabahah Sarana Usaha Produktif

44 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 66: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

5. Jumlah UMKM yang diberdayakan21

Jumlah nasabah ULaMM Syariah dari sejak berdirinya pada Juni 2009 sampai dengan Maret 2011 sebanyak 109 nasabah. Adapun yang sudah melunasi pembiayaan berjumlah 32 nasabah, sedangkan yang masih aktif berjumlah 77 nasabah.

Jumlah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dari Juni sampai dengan Desember 2009 sebesar Rp 2.428.000.000,00 sedangkan dari Januari sampai dengan Desember 2010 sebesar Rp 4.527.000.000,00 Adapun jumlah pembiayaan dari Januari sampai dengan Maret 2011 sebesar Rp 1.132.000.000,00.

6. Tahapan Pembiayaan ULaMM Syariah Tahapan pembiayaan oleh ULaMM Syariah terdiri atas: pertama, inisiasi, verifikasi, appraisal dan analisis; kedua, pengikatan, pencairan dan administrasi; ketiga, pembayaran angsuran; keempat, monitoring dan pelaporan; kelima, pelunasan dan pelepasan jaminan.22 Setiap tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Inisiasi, Verifikasi, Appraisal dan Analisis Tahap inisiasi, verifikasi, appraisal dan analisis secara sistematis meliputi:

1) Menerima permohonan Pembiayaan Mikro Syariah dari calon debitur dan memeriksa kelengkapan dokumen. Apabila belum lengkap diinformasikan ke calon debitur.

2) Melakukan pengecekan data calon debitur apakah termasuk debitur lama atau tidak dan grup debitur.

3) Input data debitur dalam aplikasi sistem pencatatan debitur.

4) Mengajukan pengecekan debitur di Sistem Informasi Debitur (SID) sesuai PM Sistem Informasi Debitur yang berlaku.

5) Melakukan kunjungan dan analisis jaminan ke tempat usaha calon debitur untuk memverifikasi data yang diberikan oleh calon debitur.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 45

21 Informasi dari Supporting ULaMM Syariah Cakung. 22 PT Permodalan Nasional Madani (Persero), Manual Book Versi 01 (Jakarta: PT PNM, 2009).

Page 67: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

6) Memastikan bahwa debitur sesuai dengan Batas Minimum Pemberian Pembiayaan (BMPP) dan ketentuan-ketentuan lain.

7) Membuat laporan verifikasi terhadap debitur dan mempersiapkan untuk dilakukan penginputan scoring.

8) Melakukan penginputan data kunjungan dan analisis jaminan dalam aplikasi sistem (scoring) sesuai dengan data hasil survei.

9) Memeriksa data hasil persetujuan dalam aplikasi sistem (hasil scoring), apabila layak maka akan dibuatkan proposal pembiayaan mikro.

b. Pengikatan, Pencairan dan Administrasi Tahapan pengikatan, pencairan dan administrasi meliputi:

1) Melakukan penandatanganan akad murabahah bil wakalah (jual-beli dengan dukungan/titipan) dengan debitur sesuai kebijakan yang berlaku dan menerima jaminan yang diajukan sesuai dengan Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan Mikro Syariah (SP3MS) yang disetujui untuk dilakukan pengikatan.

2) Mengajukan Nota Pencairan Pembiayaan Syariah (NPPS) berdasarkan akad pembiayaan yang disetujui dan dokumen jaminan yang diserahkan ke supporting termasuk biaya-biaya dan dana cadangan angsuran sebesar satu kali angsuran.

3) Membuat tanda terima pencairan pembiayaan yang akan ditandatangani oleh debitur, melakukan pencairan dana melalui transfer atau dana cash sesuai dengan ketentuan pencairan yang berlaku, menginformasikan ke supporting bahwa pencairan telah dilakukan.

c. Pembayaran Angsuran Tahap pembayaran angsuran meliputi:

1) Mengisi slip setoran, menyerahkan kartu jadwal angsuran, dan menyerahkan uang tunai ke collector (apabila pembayaran angsuran pembiayaan melalui collector).

2) Debitur datang ke kantor ULaMM Syariah untuk membayar angsuran dengan mengisi slip setoran (rangkap dua), kemudian debitur menyerahkan slip setoran angsuran, uang tunai sesuai nominal dan kartu jadwal angsuran ke cashier (apabila pembayaran angsuran pembiayaan melalui cashier).

46 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 68: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

3) Debitur melakukan pembayaran angsuran melalui bank pada rekening yang ditunjuk, kemudian menginformasikan ke collector/cashier setelah melakukan penyetoran transfer (apabila pembayaran angsuran pembiayaan melalui transfer).

d. Monitoring dan Pelaporan Tahapan monitoring dan pelaporan meliputi:

1) Manajer Unit melakukan monitoring terkait dengan seluruh aktifitas operasional, pembiayaan dan keuangan yang dilakukan setiap hari dengan monitoring tindak lanjut dari bawahannya.

2) Manajer Unit melaporkan ke Kepala Cabang dan Kepala Grup pembiayaan usaha mikro hasil dari monitoring dan tindak lanjut setiap permasalahan atau ketidaksesuaian yang terjadi di ULaMM Syariah satu minggu sebelumnya.

e. Pelunasan dan Pelepasan Jaminan Tahapan pelunasan dan pelepasan jaminan meliputi:

1) Membawa slip setoran angsuran dan uang tunai sesuai nominal pada slip ke cashier.

2) Cashier menerima slip angsuran dan uang tunai. Transaksi penyetoran angsuran diproses, lalu slip setoran diarsipkan, copy slip setoran diberikan ke debitur dengan distempel “LUNAS”.

3) Debitur menerima slip setoran pelunasan dari cashier.

4) Marketing Officer/ Manajer Unit menyerahkan jaminan dan surat tanda lunas asli kepada debitur, dengan meminta tanda tangan pada surat tanda terima pelepasan jaminan dan copy surat tanda lunas.

7. Strategi Pembiayaan yang dilakukan ULaMM Syariah Pembiayaan yang direalisasikan ULaMM Syariah adalah pembiayaan murabahah, karena pembiayaan ini beresiko kecil dibandingkan pembiayaan mudharabah. Dalam pembiayaan mudharabah sangat dipengaruhi oleh karakter nasabah dan keuntungan yang belum pasti diperoleh oleh ULaMM Syariah.23 Kelebihan dari pembiayaan murabahah ULaMM Syariah adalah cepatnya proses pembiayaan karena prosedur dan pencairan yang mudah dan marginnya

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 47

23 Hasil wawancara dengan Manajer Unit (Bapak Wijantono, SE) tanggal 13 Januari 2011.

Page 69: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

pun bersaing dengan lembaga pembiayaan lain sehingga dapat mempersempit peluang para rentenir dalam menawarkan kreditnya yang umumnya berbunga.24

Strategi pembiayaan merupakan salah satu cara untuk membantu para nasabah dalam mengembangkan usahanya baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, atau dalam menentukan prioritas alokasi sumber dayanya. Oleh karena itu dalam melakukan pembiayaan murabahah kepada nasabah, ULaMM Syariah mempunyai beberapa strategi, antara lain:

a. Strategi Produk Produk pembiayaan yang paling menonjol dan yang ada saat ini adalah pembiayaan murabahah yang dikenal dengan sebutan Madani Mikro Murabahah.

Produk ini direlisasikan dalam bentuk pembelian barang-barang yang diperlukan untuk usaha yang sedang dijalankan oleh nasabah dan usaha yang menjadi obyek pembiayaan adalah usaha produktif yang telah berjalan minimal satu tahun, bukan usaha yang baru atau yang akan berjalan. Hal ini dilakukan karena pihak ULaMM Syariah ingin melihat seberapa besar tingkat kemampuan membayar nasabah dengan laba usaha yang didapatkan.

b. Strategi Harga Dengan margin yang menarik, yakni sebesar 1,6%, produk pembiayaan Madani Mikro Murabahah ULaMM Syariah mengeluarkan strategi harga: M3-10, M3-25, M3-50 dan M3 Prima 50. Untuk harga: M3-100 dan M3-200, tingkat margin sebesar 1,4%. Untuk harga: M3-SUP 50 dan M-SUP 500, tingkat margin sebesar 0,9%.

c. Strategi Distribusi Karena sebagian besar nasabah ULaMM Syariah adalah pedagang yang mempunyai lapak di pasar maka, penyebaran informasi tentang pembiayaan ini biasanya dilakukan dengan bantuan nasabah yang telah mengajukan pembiayaan dan telah direalisasikan oleh ULaMM Syariah kepada teman-teman atau saudara-saudara mereka.

Untuk mempercepat akselerasi informasi ini dan oleh karena tidak mempunyai agen yang dapat menyalurkan produk pembiayaan kepada nasabah

24 Hasil wawancara dengan Manajer Unit (Bapak Wijantono, SE) tanggal 13 Januari 2011.

48 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 70: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

maka, ULaMM Syariah melakukan strategi distribusi, yakni dengan memilih lokasi ULaMM Syariah yang strategis, yang berada di lingkungan masyarakat, yang dapat dijangkau dari beberapa arah, yang padat penduduk dan berdekatan dengan pasar.

d. Strategi Promosi Selain strategi-strategi di atas, ULaMM Syariah juga menggunakan strategi penyebaran brosur di pasar-pasar.

E. Grameen Bank1. Sejarah Berdirinya Grameen Bank25

Bangladesh termasuk salah satu negara miskin di kawasan Asia Selatan. Negara ini merdeka pada tahun 1971. Bangladesh adalah negara yang awalnya merupakan bagian dari negara Pakistan wilayah timur yang kemudian memisahkan diri melalui peperangan yang didukung oleh India karena pemerintahan di wilayah barat kurang mempedulikan wilayah timur.

Pada awal berdirinya, negara Bangladesh tidak memiliki fundamental ekonomi yang kuat dan belum memiliki sistem pemerintahan yang mapan. Tahun 1974 merupakan tahun yang sulit bagi Bangladesh, sebab pada tahun ini Bangladesh menghadapi bencana kelaparan yang mengakibatkan banyak rakyatnya yang mati kelaparan. Sebagai negara kecil yang baru meraih kemerdekaan disertai perekonomian dan perpolitikan yang belum stabil, tentu saja Bangladesh harus menghadapi bencana ini dengan berat.

Pada saat masa-masa tersulit itu akhirnya muncul seorang profesor dari Fakultas Ekonomi Universitas Chittagong bernama Muhammad Yunus, membawa konsep perekonomian mikro yang kemudian sangat fenomenal hingga saat ini, karena berpengaruh sangat signifikan dalam merubah sebagian besar kehidupan rakyat miskin di negaranya ke arah yang lebih baik. Pendekatan kredit mikro yang diterapkan oleh Muhammad Yunus melalui Grameen Bank atau bank untuk kaum miskin ini akhirnya banyak dicontoh oleh negara-negara berkembang dalam mengatasi kemiskinan.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 49

25 http://accountant120790.wordpress.com/2009/06/21/kisah-grameen-bank-danmuhammad-yunus-sebagai-founder-nya/, Kisah Grameen Bank dan Muhammad Yunus sebagai Founder-nya (Diunduh pada 10 Maret 2011).

Page 71: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Awalnya, Grameen Bank hanyalah sebuah unit usaha kredit yang khusus ditujukan kepada kaum miskin. Namun, seiring berjalannya waktu, unit usaha kredit ini berkembang pesat menjadi sebuah bank yang nyatanya dapat meminimalisir bahkan menghapus kemiskinan di Bangladesh. Dewasa ini, Grameen Bank tidak hanya beroperasi di Bangladesh saja namun juga telah berkembang sangat pesat dan diadopsi oleh lebih dari 100 negara di dunia. Grameen Bank tidak melihat perbedaan ideologi, ekonomi, hukum, bahkan politik, tetapi hanya berfokus pada satu hal, yakni kemiskinan sebab menurut Grameen Bank, kemiskinan merupakan indikasi utama dari buruknya perekonomian dan kesejahteraan negara.

Saat bencana kelaparan sedang melanda Bangladesh pada tahun 1974, Muhammad Yunus, seorang dosen yang juga Dekan Fakultas Ekonomi ini sangat risau melihat keadaan tersebut. Ia berpandangan bahwa selama ini segala macam teori ekonomi klasik maupun modern yang secara elegan diajarkan di kampus-kampus tidak bisa menjawab permasalahan sosial di negaranya, tidak hanya kelaparan namun juga kemiskinan dan permasalahan sosial ekonomi lainnya.

Melihat keadaan yang semakin parah tersebut, Muhammad Yunus memutus-kan terjun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi riil masyarakat yang mengalami kelaparan dan kemiskinan. Desa Jobra adalah obyek sekaligus menjadi pusat observasinya, sebab daerah tersebut dekat dengan kampus. Proyek awal yang dilakukan adalah mengobservasi seberapa banyak keluarga di desa Jobra yang memiliki lahan garapan dan tanaman yang bisa digarap, keterampilan yang dimiliki penduduk desa, hambatan yang dihadapi dalam peningkatkan kesejahteraan mereka, dan berapa banyak warga yang miskin. Setelah melakukan analisis sebab-akibat, kemudian dia melakukan studi tentang ekonomi pertanian yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangan desa melalui sektor pertanian.

Pengembangan desa yang dilakukan oleh Muhammad Yunus tidak berhenti pada sektor pertanian saja. Setelah menuai hasil yang positif, pada tahun 1976 dia mulai mengunjungi rumah tangga yang paling miskin di Jobra. Dari kunjungan itu lahirlah inspirasi baru ketika dia menemui salah satu perajin bangku di Desa Jobra. Hasil perbincangannya dengan perajin tersebut membuahkan kesimpulan bahwa rata-rata warga miskin yang memiliki profesi sebagai pengusaha kecil sangat sulit memperoleh kredit, dan bahkan terpaksa meminjam uang kepada

50 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 72: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

rentenir yang tentunya mematok bunga pinjaman yang tinggi, sehingga sangat memberatkan perajin yang notabene adalah warga miskin.

Dari tahun ke tahun, pengembangan desa terus-menerus dilakukan. Muhammad Yunus kemudian membuat suatu proyek percontohan awal yang disebut sebagai Grameen Bank. Proyek ini dibentuk dengan alasan bahwa bank konvensional dan koperasi kredit biasanya meminta pembayaran sekaligus. Hal ini tentunya secara psikologis dirasa sulit oleh peminjam, terutama peminjam yang tergolong kaum miskin. Sistem yang dikembangkan oleh Grameen Bank justru berlawanan dengan bank konvensional. Para nasabah yang menjadi anggota dapat mencicil pembayaran dengan nilai nominal uang yang sedemikian kecil, sehingga tidak memberatkan si peminjam. Selain itu, nasabah didorong untuk membiasakan diri dalam menabung. Sebab, tabungan terkumpul bisa mereka jadikan pegangan di waktu susah atau digunakan untuk menambah peluang-peluang peningkatan pendapatan. Pada saat itu, Grameen Bank menetapkan 5% dari setiap pinjaman menjadi tabungan. Pinjaman dilakukan tidak melalui perseorangan melainkan melalui kelompok.

Setelah mengalami kemajuan yang sangat pesat, Grameen Bank mulai membuka cabang di setiap perdesaan di Bangladesh. Kinerja bank juga semakin ditingkatkan. Grameen Bank tidak hanya sekedar memberikan pinjaman yang mudah dijangkau warga miskin, namun juga memberikan pelatihan kepada para peminjam dalam memajukan usahanya.

Periode 90-an, Grameen Bank sudah memperlihatkan bagaimana sistem itu efektif bekerja. Para peminjam yang awalnya tergolong miskin, kemudian tidak sekedar dapat melewati garis kemiskinan, bahkan lebih baik daripada sebelumnya. Sebagai contoh, ada salah seorang peminjam yang pernah menyampaikan langsung kepada Muhammad Yunus bahwa cicilan per minggunya lebih dari 500 taka (12 dollar). Cicilan sebesar itu adalah nilai pinjaman pertamanya saat sepuluh tahun sebelumnya. Ini berarti bahwa kapasitas mereka untuk meminjam, berinvestasi dan membayar kembali meningkat hingga 50 kali lipat dalam sepuluh tahun. Grameen Bank juga mendirikan sebuah museum yang disebut sebagai Museum Kemiskinan sebagai simbol bahwa kinerja bank selama ini sangat efektif memberantas kemiskinan.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 51

Page 73: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Dalam perkembangannya, Grameen Bank mendapatkan tambahan modal baik berupa pinjaman maupun hibah dari berbagai pihak seperti Bank Dunia, USAID, IFAD dan bank-bank swasta.26 Hingga 2008 lalu Grameen Bank telah memiliki 1.181 cabang, bekerja di 42.127 desa, didukung 11.777 staf, menyalurkan kredit sebanyak 3,9 miliar dollar kepada 2,6 juta debitur yang 95% perempuan. Hingga kini model Grameen Bank telah direplikasi oleh lebih dari 250 lembaga keuangan mikro di hampir 100 negara.27

Karena telah berhasil menuntaskan kemiskinan di negaranya, dan konsepnya telah diakui di berbagai negara di dunia ini maka, sebagai bentuk penghargaan kepada founding father Grameen Bank, Muhammad Yunus memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2006.

2. Aturan-aturan Grameen Bank Adapun aturan-aturan dari program perkreditan Grameen Bank adalah sebagai berikut:28

a. Hanya orang-orang yang sangat miskin yang memenuhi tolak ukur yang ditetapkan oleh bank dapat menjadi anggota/nasabah dan memperoleh pinjaman dari bank.

b. Pinjaman diberikan tanpa agunan ataupun penjamin.

c. Prosedur pinjaman dibuat sederhana.

d. Pinjaman digunakan untuk kegiatan produktif.

e. Pinjaman yang diberikan adalah relatif kecil dengan angsuran mingguan selama satu tahun.

f. Pinjaman diorganisasikan dalam kelompok yang terdiri dari lima orang.

g. Pinjaman diberikan secara berurutan, yaitu mula-mula dua orang anggota paling membutuhkan diberi prioritas pertama untuk menerima pinjaman,

26 Executive Summary; Grameen Bank di Bangladesh, Lembaga keuangan formal yang berhasil mengentaskan kemiskinan melalui pengembangan kewirausahaan, usaha mikro dan usaha kecil di Bangladesh. 27 Handayani, Ririn, Bangkit bersama Bank Gakin (Gemari Edisi 114/Tahun XI/Juli 2010). 28 Yayasan Mitra Usaha (YMU), Petunjuk Pelaksanaan Pendirian Lembaga Pelayanan Kredit bagi Masyarakat Miskin: Sistem Replikasi Bank Grameen di Indonesia, hlm. 7.

52 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 74: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

kemudian menyusul dua anggota lainnya menerima pinjamannya dan yang terakhir menerima pinjaman anggota kelima. Penentuannya ditetapkan sendiri oleh kelompok.

h. Pengawasan dilakukan dalam penggunaan pinjaman.

i. Peminjam diberi kemungkinan meminjam kembali setelah pinjamannya lunas.

j. Setiap peminjam dipotong 5% untuk Dana Tabungan Kelompok, dan setiap minggu anggota menabung 1 taka (kira-kira 50 rupiah per tahun 1996) yang dimasukkan ke dalam Dana Tabungan Kelompok.

k. Setiap anggota membayar sejumlah uang sebesar 25% dari bunga yang dibayar untuk disetor ke dalam Dana Darurat. Pada dasarnya dana ini merupakan dana untuk asuransi terhadap kemacetan peminjam, kematian, cacat tubuh dan kecelakaan.

l. Bunga pinjaman ditarik menjelang akhir masa pinjaman sebagai dua angsuran terakhir.

m. Sejumlah kelompok di desa yang sama terdiri dari enam sampai delapan kelompok mengadakan rapat mingguan bersama. Pertemuan atau rapat ini dikenal sebagai rapat pusat atau “centre.”

n. Semua transaksi Grameen Bank dengan anggota kelompok dilaksanakan pada waktu rapat mingguan dari pusat. Petugas Grameen Bank menghadiri rapat tersebut untuk menerima angsuran pinjaman dan menghimpun Dana Tabungan Kelompok dan Dana Darurat untuk disimpan di bank. Semua urusan pinjaman dibahas dengan petugas dalam rapat tersebut.

3. Ciri-ciri Sistem Grameen Bank29

Berikut adalah ciri-ciri dari sistem Grameen Bank:

a. Grameen Bank memberikan kredit kecil tanpa agunan yang dapat digunakan untuk kegiatan produksi maupun yang berkaitan dengan perumahan.

b. Sasaran nasabah Grameen Bank adalah masyarakat miskin dengan pemberian pinjaman tanpa agunan. Sebagian besar dari masyarakat miskin tersebut adalah perempuan.

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 53

29 Grameen Bank Kredit yang Manusiawi dan Demokratis (Wacana No.14, November-Desember 1998, hlm. 11-12. Artikel ini diakses pada 19 Agustus 2011 dari www.elsppat.or.id/download/file/w14_a4.pdf).

Page 75: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

c. Grameen Bank hanya mengenal tiga jenis kredit, yaitu kredit untuk kegiatan produktif, kredit untuk membangun rumah, dan kredit musiman untuk menanam tanaman musiman.

d. Pembentukan kelompok, satu kelompok terdiri dari lima orang peminjam sehingga terjadi tanggung renteng.

e. Suku bunga yang wajar, yaitu sekitar 20% per tahun.

f. Grameen Bank tidak melakukan ekspansi besar-besaran. Meskipun memiliki cabang dimana-mana, akan tetapi Grameen Bank tetap menjaga plafon kredit bagi setiap peminjam.

4. Suku Bunga Grameen Bank Grameen Bank menawarkan bunga yang sangat menarik untuk deposito; bunga minimun yang ditawarkan adalah 8,5% dan maksimum sebesar 12%. Bunga pinjaman bervariasi; dari 0% hingga 10%, dengan perhitungan bunga tetap (flat).30

Tabel 2.3.Suku Bunga Grameen Bank

54 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

30 Mouhiddin, A.S.M., “Grameen Bank’s: Microcredit Outreach and Its Potential Extension in Indonesian Reaching MDGs” (International Seminar On The Micro-finance Institution, Jakarta, 1 Desember 2005), hlm. 37.

Page 76: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

5. Produk dan Layanan Keuangan Grameen Banka. Produk pinjaman dalam Sistem Klasik versus Sistem Generalisasi Grameen Berikut merupakan gambaran yang dapat menjelaskan berbagai perbedaan mendasar dari berbagai produk pinjaman yang ditawarkan berdasarkan Sistem Klasik Grameen (GB-I) dan Sistem Generalisasi Grameen (GB-II), yang merupakan evolusi dari sistem Klasik dan mulai diimplementasikan pada pertengahan tahun 2000.31

Tabel 2.4.Gambaran atas Produk Pinjaman

dalam Sistem Klasik Grameen versus Sistem Generalisasi

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 55

31 Mouhiddin, A.S.M., Grameen Bank’s: Microcredit Outreach and Its Potential Extension in Indonesian Reaching MDGs (International Seminar On The Micro-finance Institution, Jakarta, 1 Desember 2005), hlm. 109-113.

Page 77: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

56 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 78: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Produk Tabungan Grameen Bank dan Dana Pensiun Tabungan berperanan penting dalam sistem kredit Grameen Bank. Tabungan memfasilitasi pembentukan asset dan berfungsi sebagai alat penyelamat bagi para anggota ketika mereka mengalami kondisi yang memprihatinkan. Mencari tempat yang aman untuk menyimpan tabungan bukanlah hal yang mudah bagi kaum miskin di perdesaan. Karena alasan inilah, sangat penting untuk menyediakan layanan tabungan selain pinjaman untuk kegiatan usaha. Oleh karena itu Grameen Bank menawarkan beberapa jenis produk tabungan dengan tingkat suku bunga yang menarik bagi para anggotanya serta masyarakat umum.

Tabel berikut menjelaskan berbagai perbedaan penting dalam produk tabungan yang ditawarkan oleh Sistem Klasik dan Sistem Generalisasi Grameen Bank.32

Tabel 2.5.Tinjauan atas Produk Tabungan Grameen Bank

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 57

32 Mouhiddin, A.S.M., Grameen Bank’s: Microcredit Outreach and Its Potential Extension in Indonesian Reaching MDGs (International Seminar On The Micro-finance Institution, Jakarta,1 Desember 2005), hlm. 124.

Page 79: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

58 - Bentuk Lembaga Keuangan MIkro Syariah

Setiap anggota Grameen Bank wajib memiliki dua rekening tabungan yaitu rekening tabungan pribadi dan skema tabungan pensiun. Berikut berbagai jenis produk tabungan dibawah Grameen Bank II :

1) Rekening Tabungan Pribadi2) Rekening tabungan yang memungkinkan untuk dilakukannya penarikan dana

di setiap waktu, sesuai dengan kebutuhan anggota.3) Tabungan Pensiun Grameen (GPS)4) Produk tabungan pensiun dengan periode lima hingga sepuluh tahun dengan

bunga yang lebih tinggi.5) Dana Tabungan Asuransi Pinjaman (LISF)6) LISF adalah sebuah produk dimana peminjam memberikan kontribusi

atas sejumlah uang berdasarkan besarnya pinjaman yang memberikan perlindungan atas pinjaman yang ada jika terjadi kematian.

c. Pola Kredit Grameen Bank Pola kredit yang diberikan oleh Grameen Bank tidak sama dengan pola yang dilakukan oleh bank konvensional. Hubungan bank dengan calon anggotanya dijalin dalam hubungan emosional yang kuat. Dimulai dengan penyuluhan, kemudian diadakan pendidikan (termasuk mengajari membaca dan menulis), pengenalan usaha, dan pelatihan. Selain itu, sebagian besar nasabah adalah mereka yang sudah memiliki keterampilan di suatu bidang usaha, seperti

Page 80: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Bentuk Lembaga Keuangan MIkro Syariah - 59

33 Syarif, Teuku., Grameen Bank: Membuktikan Perempuan dan Orang Termiskin dari yang Miskin Punya Potensi untuk Diberdayakan (Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006). 34 Syarif, Teuku., ---

kerajinan rumah tangga, pertanian, peternakan dan perdagangan. Anggota yang mempunyai keahlian ini akan mengajari keahliannya kepada anggota yang lain dalam satu kelompok atau mengajari kelompok lainnya.33 Dengan pola ini menunjukan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh Grameen Bank lebih kepada pendekatan emosional daripada bisnis semata.

Setelah pembentukan ikatan emosional, kemudian dilakukan penguatan komitmen dan pemberian wawasan keahlian dengan melakukan penandatanganan 16 butir kesepakatan, sebagai berikut:34

1) Kami menghormati keempat prinsip Grameen Bank. Kami berdisiplin, bersatu, berani dan kami menerapkan semua prinsip tersebut dalam kehidupan kami.

2) Kami ingin memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga kami.

3) Kami tidak akan tinggal di rumah yang tidak layak didiami. Kami akan memperbaiki rumah kami, dan bekerja untuk membangun yang baru.

4) Kami menanam sayur-sayuran sepanjang tahun dan menjual kelebihannya.

5) Dalam musim tanam, kami memetik sebanyak mungkin bibit.

6) Kami bertekad untuk memiliki keluarga kecil. Kami akan mengurangi pengeluaran kami menjadi seminimal mungkin. Kami akan menjaga kesehatan kami.

7) Kami akan mendidik anak-akan kami dan memastikan agar mereka bisa memperoleh cukup penghasilan untuk membiayai pendidikan mereka.

8) Kami akan memastikan bahwa anak-anak dan rumah kami selalu bersih.

9) Kami membangun kakus dan mempergunakannya.

10) Kami hanya akan meminum air yang diambil dari sumur. Kalau tidak, kami akan merebus air atau memakai alum (pengatur Ph).

11) Kami tidak akan menerima mas kawin bagi putera kami dan kami juga tidak akan memberikan mas kawin bagi puteri kami pada saat pernikahannya. Pusat pertemuan kami (center) menentang budaya ini.

Page 81: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

60 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

12) Kami tidak akan menyakiti siapapun, dan kami juga tidak akan menerima siapapun yang menyakiti kami.

13) Untuk meningkatkan pendapatan kami, kami melakukan investasi bersama.

14) Kami selalu siap untuk saling membantu. Kalau seseorang sedang berada alam kesulitan, kami semua akan memberi bantuan.

15) Kalau kami melihat bahwa dalam pusat pertemuan kami tidak ada kedisiplinan, maka kami akan turun tangan untuk memperbaikinya.

16) Kami memperkenalkan budaya yang nyata di semua pusat pertemuan. Kami turut serta dalam semua kegiatan sosial.

Pola perkreditan Grameen Bank tidak sama dengan prinsip-prinsip Bank Komersial. Transaksi dibuat sesederhana mungkin. Penetapan bunga sebesar 20% per tahun didasarkan pada pertimbangan keperluan operasional Bank. Untuk pemupukan modal diberlakukan ketentuan simpanan wajib kelompok sebesar 5% dari pinjaman anggota yang dipotong di muka. Di samping simpanan kelompok, Grameen Bank juga menambahkan 1 taka (mata uang Bangladesh) pada setiap kali pembayaran cicilan yang merupakan cicilan pembayaran saham anggota yang bernilai 100 taka per saham.

Di samping ada konsep simpanan untuk pembelian saham, Grameen Bank juga mewajibkan anggota untuk membayar simpanan asuransi sebesar 1% dari pinjaman yang diterima. Dengan adanya simpanan ini anggota yang mengalami musibah atau meninggal dunia tidak perlu melunasi hutangnya lagi karena sudah ditanggulangi oleh dana asuransi tersebut. Bagi peminjam yang memiliki pinjaman lebih dari 8.000 taka dikenakan dana pensiun yang besarnya 50 taka (0,625%) setiap bulannya. Selain itu peminjam juga dikenakan simpanan khusus yang besarnya 1% dari pinjaman dan tidak boleh diambil sebelum tiga tahun pertama.35

Dalam proses perekrutan anggota, Grameen Bank mengutamakan orang yang termiskin di antara kelompok orang miskin, maka sistem pemberian pinjaman dimulai dengan memilih dua orang yang termiskin dari kelompok. Apabila setelah sepuluh minggu, dua orang pertama tersebut cicilannya lancar, maka

35 Executive Summary; Grameen Bank di Bangladesh, Lembaga keuangan formal yang berhasil mengentaskan kemiskinan melalui pengembangan kewirausahaan, usaha mikro dan usaha kecil di Bangladesh.

Page 82: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 61

36 Syarif, Teuku, Grameen Bank Membuktikan Perempuan dan Orang Termiskin dari yang Miskin Punya Potensi untuk Diberdayakan (Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006). 37 Alam, M. Nurul dan Getubig, Mike., Program Pendirian dan Pelaksanaan Program Kredit Mikro dengan Metode Grameen.Berdasarkan Praktek Grameen Bank dan Pengalaman Grameen Trust dan Para Mitra Grameen Foundation, hlm. 9, 10.

dua orang berikutnya akan mendapatkan pinjaman. Ketentuan ini menyebabkan semua anggota kelompok mengawasi dan bertanggung jawab atas penggunaan pinjaman. Apabila setelah sepuluh minggu kemudian pengembaliannya lancar, satu orang terakhir, yaitu ketua kelompok baru mendapatkan pinjaman. Jika pembayaran pinjamannya berjalan lancar sampai dengan selesai maka, plafon pinjaman akan dinaikkan sebesar plafon pokok ditambah dengan jumlah simpanan dan cicilan saham (bertambah 10 sampai dengan 4,30%). Semakin lancar pengembaliannya akan semakin besar jumlah simpanan anggota dan semakin besar pula plafon pinjaman yang disediakan.36

6. Filosofi Grameen Bank37

Kegiatan yang dilakukan oleh Grameen Bank selama ini didasarkan pada filosofi sebagai berikut:

a. Kaum miskin memiliki keahlian yang tidak digunakan atau hanya sedikit digunakan.

b. Kemiskinan tidak diciptakan oleh kaum miskin, tetapi oleh kebijakan dan lembaga yang mengecualikan mereka dari kesempatan.

c. Kegiatan amal bukanlah solusi masalah kemiskinan, justru akan menciptakan ketergantungan daripada kemandirian.

d. Menjadi wirausaha adalah cara tercepat dan termudah untuk menciptakan lapangan kerja bagi kaum miskin.

e. Kaum perempuan memiliki kecenderungan tinggi untuk jatuh ke dalam kemiskinan dan yang paling menderita karenanya, tetapi mereka memiliki dampak langsung bagi keluarga mereka.

Page 83: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

7. Evolusi Grameen Bank: Dari Grameen I ke Grameen II38

Dari pengalaman dalam memberikan layanan kredit mikro kepada kaum miskin, Grameen Bank kemudian melakukan perbaikan utama atas berbagai aspek dari program yang ada. Dimulai pada tahun 2000, manajemen Grameen menyusun sistem generalisasi Grameen yang baru, yang disebut dengan Grameen Bank II. Perubahan sistem Grameen I ke Grameen II, menjadikan posisi keuangan Grameen Bank lebih kuat, layanan kepada masyarakat miskin menjadi semakin luas dan fleksibel, serta semakin bermanfaat. Berikut adalah perubahan sistem Grameen I ke sistem Grameen II.39

Tabel 2.6.Perubahan Sistem Grameen Bank I ke Grameen Bank II

62 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

38 Yunus, Muhammad., Menciptakan Dunia tanpa Kemiskinan, Penerjemah Rani. R Moediarta (Jakarta: Gramedia, 2009), hlm. 71. 39 Yunus, Muhammad., ---

Page 84: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 63

40 Yunus, Muhammad, dan Jolis, Alan., Bank Kaum Miskin, Penerjemah Irfan Nasution (Depok: PT. Cipta Lintas Wacana, 2008), hlm. 153-155.

8. Replikasi Grameen Bank di Berbagai Negara40 Keberhasilan Grameen Bank di Bangladesh menumbuhkan harapan bahwa sistem kredit mikro yang dilakukan Grameen dapat diterapkan secara universal. Sekitar akhir tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an, Grameen membuktikan bahwa sistem Grameen dapat memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat miskin di seluruh dunia. Hal ini diawali dengan proyek percontohan di Malaysia dan Filipina.

Di Malaysia, Grameen Bank diprakarsai oleh Profesor David Gibbons, seorang dosen dari Kanada. Dia telah mengajar di Malaysia lebih dari 20 tahun. Gibbons mengadvokasikan perluasan akses kredit di perdesaan Malaysia, tetapi kecewa karena kurangnya respon dari pembuat kebijakan. Kemudian Gibbons dibantu oleh Sukor Kasim seorang kolega yuniornya, yang berniat untuk membangun program Grameen di Malaysia.

Proyek Grameen di Malaysia berhasil didirikan dengan nama Program Ikhtiar pada tahun 1987. Di akhir tahun kedua masa uji coba, program Amanah Ikhtiar Malaysia telah mencapai lebih dari 42.000 keluarga miskin, dengan tingkat pengembalian pinjaman lebih tinggi dari Bangladesh. Bahkan sebelum tahap percontohan Ikhtiar selesai, proyek-proyek yang dengan serius mereplikasi Grameen mulai bermunculan di negara lainnya.

Page 85: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

64 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Kini, Gibbons dan Kasim adalah duta khusus Grameen yang bekerja untuk mengawali program Grameen di berbagai negara Asia. Mereka berperan penting dalam pembentukan sebuah asosiasi bernama CASHPOR yang mereplikasi program-program Grameen di berbagai negara.

Berbagai macam proyek replikasi Grameen Bank di negara-negara dengan kultur, iklim, dan tingkat pembangunan yang sangat berbeda dari Bangladesh telah menunjukkan manfaat metodologi kredit mikro ini. Grameen telah mencoba yang terbaik untuk menyebarluaskan kekuatan kredit mikro dan membantu masyarakat yang ingin memulai atau meluaskan proyek Grameen di luar negeri. Untuk menghemat energi, Grameen memusatkan perhatiannya pada proyek yang terfokus pada kemiskinan, meskipun model ini juga dapat dijalankan oleh masyarakat non miskin. Kredit mikro bukan obat ajaib yang dapat menghapuskan kemiskinan dalam sekali minum. Tetapi dengan kredit mikro dapat mengakhiri kemiskinan dan mengurangi penderitaan banyak orang.

9. Peranan Grameen Bank dalam Memberantas Kemiskinan di Bangladesh Grameen Bank bisa dikatakan lahir dari rasa keputusasaan seorang Muhammad Yunus atas teori ekonomi yang muluk-muluk tetapi tidak menyentuh substansi permasalahan yaitu kemiskinan. Dia juga melihat keengganan lembaga keungan formal terutama perbankan untuk memberikan kredit bagi kelompok miskin yang dinilai tidak potensial untuk menjadi nasabah Bank. Dari hasil pengamatannya selama tahun 1975 s/d 1976 disimpulkannya bahwa kemiskinan bukan karena mereka malas dan bodoh, tetapi karena masalah mendasar dalam sistem (kemiskinan struktural), yaitu mereka tidak memiliki modal, sedangkan untuk meminjam kepada lembaga perkreditan formal mereka terbentur pada masalah agunan. Pada pengamatan berikutnya Muhammad Yunus mengetahui bahwa ada jaminan yang lebih berharga dari agunan dalam kehidupan kelompok miskin yaitu social capital. 41

Sejak tahun 1976, Muhammad Yunus meluncurkan sebuah proyek penelitian untuk meneliti kemungkinan merancang sebuah sistem kredit yang menyediakan layanan perbankan bagi penduduk miskin di pedesaan. Proyek ini merupakan

41 Executive Summary; Grameen Bank di Bangladesh (Lembaga keuangan formal yang berhasil mengentaskan kemiskinan melalui pengembangan kewirausahaan, usaha mikro dan usaha kecil di Bangladesh).

Page 86: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 65

cikal-bakal proyek Grameen Bank. Dalam bahasa Bangladesh, Grameen berarti perdesaan atau desa. Tujuan proyek Grameen Bank sebagai berikut:42

a. Memberikan fasilitas perbankan untuk orang miskin dan perempuan;

b. Menghapuskan eksploitasi orang miskin oleh pemberi pinjaman uang;

c. Menciptakan peluang kerja mandiri karena banyaknya pengangguran di perdesaan Bangladesh;

d. Membawa sebanyak-banyaknya perempuan kurang mampu dari rumah tangga miskin, dalam format organisasi yang dapat mereka pahami dan mereka kelola sendiri; dan

e. Membalikkan keadaan lingkaran setan kuno “berpenghasilan rendah, tabungan rendah, dan rendah investasi”, ke dalam lingkaran yang baik dari “pendapatan lebih, tabungan lebih banyak, lebih banyak investasi.”

Untuk mengetahui keberhasilan Grameen Bank dalam membantu dan mensejahterakan rakyat, Muhammad Yunus menetapkan lima indikator keberhasilan sebagai berikut: 43

a. Kemampuan mengangkat semua anggotanya keluar dari kemiskinan dalam suatu periode tertentu. Untuk indikator ini Grameen Bank akan memberikan satu bintang berwarna merah bagi cabang yang berhasil melaksanakannya.

b. Kalau suatu cabang mampu mengembalikan seluruh pinjaman anggotanya dalam suatu periode akan diberikan bintang berwarna hijau.

c. Kalau suatu cabang memperoleh keuntungan atau sisa biaya operasional maka akan mendapatkan bintang berwarna biru.

d. Bintang berwarna coklat akan diberikan kepada suatu cabang yang semua anak anggotanya berhasil menyelesaikan sekolah di tingkat sekolah dasar.

e. Bintang berwarna ungu akan diberikan kepada suatu cabang yang berhasil mengumpulkan simpanan lebih besar dari pinjaman.

42 http://grameeninfo.org/index.php?option=com_content&task=view&id=19&itemid=114, A Short History of Grameen Bank (Terakhir diakses tanggal 10 Maret 2011). 43 Executive Summary; Grameen Bank di Bangladesh (Lembaga keuangan formal yang berhasil mengentaskan kemiskinan melalui pengembangan kewirausahaan, usaha mikro dan usaha kecil di Bangladesh).

Page 87: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

66 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Indikator yang ditetapkan oleh Muhammad Yunus untuk mengetahui kinerja Grameen Bank atau cabangnya menunjukkan bahwa Grameen Bank adalah bank yang pro poor, didirikan dengat tujuan mensejahterakan masyarakat kelas bawah.

10. Keanggotaan dan Prinsip Grameen Bank Hingga tahun 2008, nasabah Grameen Bank 95% adalah perempuan. Perempuan menjadi pilihan Muhammad Yunus dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat Bangladesh. Secara main-stream, perempuan selalu dianggap kurang berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan. Sebagai perbandingan, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia pada tahun 2006 hanya 0,653.44 Ini menunjukkan bahwa kontribusi perempuan dalam peningkatan kesejahteraan masih rendah. Keadaan ini sebetulnya tidak lepas dari budaya yang memosisikan perempuan sebagai penanggung jawab urusan rumah tangga semata. Padahal, perempuan berdasarkan pengalaman Grameen Bank memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap keluarga dan perempuan cenderung mengutamakan membelanjakan uangnya hanya untuk kepentingan keluarga.45

Perempuan menggunakan pendapatan tambahan untuk keluarga, makanan anak-anak, gizi dan kesehatan keluarga, serta perbaikan untuk rumah sebagai prioritas utama. Sedangkan laki-laki lebih cenderung menghabiskan sebagian pendapatan mereka untuk kenikmatan pribadi. Ditemukan pula bahwa perempuan memiliki risiko kredit yang lebih baik dari pada laki-laki dan lebih bertanggung jawab dalam mengelola sumber dana yang kecil.46

Beberapa prinsip Grameen Bank yang perlu diperhatikan diantaranya:47

a. Grameen Bank adalah milik anggotanya (92% saham milik anggota);b. Grameen Bank hanya akan memberikan pinjaman kepada orang yang paling

miskin dari masyarakat miskin atau yang tidak memiliki harta untuk dijadikan agunan (termasuk para pengemis);

c. Sasaran Grameen Bank terutama adalah perempuan;

44 Handayani, Ririn, Bangkit bersama Bank Gakin, Gemari Edisi 114/Tahun XI/Juli 2010.

45 Syarif, Teuku, Grameen Bank Membuktikan Perempuan dan Orang Termiskin dari yang Miskin Punya Potensi untuk Diberdayakan (Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006). 46 Syarif, Teuku, --- 47 http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2029/grameen_bank.pdf, “Grameen Bank Membuktikan Perempuan dan Orang Termiskin Dari yang Miskin Punya Potensi Untuk Diberdayakan” terkhir diakses tanggal 10 Maret 2011.

Page 88: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 67

d. Pinjaman ini diberikan tanpa jaminan/agunan;

e. Para peminjam sendiri dan bukan Grameen Bank yang menentukan jenis kegiatan usahanya yang akan dibiayai dengan pinjaman dari Grameen Bank;

f. Grameen Bank membantu informasi dan sarana agar peminjam berhasil;

g. Para peminjam membayar tingkat bunga sesuai keperluan untuk menjaga agar Grameen Bank tetap mandiri (tidak tergantung hibah atau donasi).

11. Fitur-fitur Sistem Perguliran Kredit Grameen Bank

Sistem perguliran kredit Grameen memiliki beberapa fitur:

a. Ada sebuah fokus eksklusif pada termiskin dari yang miskin. Eksklusivitas dijamin oleh:

1) Penetapan kriteria yang jelas dalam pemilihan target pelanggan dan pengadopsian langkah-langkah praktis dalam penyaringan terhadap mereka yang tidak memenuhi kriteria.

2) Penetapan prioritas kepada perempuan dalam pemberian kredit.

3) Sistem pembinaan yang diarahkan untuk memenuhi beragam kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat miskin.

4) Pengorganisasian para peminjam dalam kelompok homogen kecil.

Dengan sistem tersebut di atas solidaritas dan interaksi kelompok lebih partisipatif. Satu kelompok terdiri dari lima sampai delapan orang. Dalam kelompok ini ditekankan untuk memperkuat keorganisasian klien Grameen, sehingga mereka bisa mendapatkan kapasitas untuk perencanaan dan pelaksanaan keputusan pembangunan di tingkat mikro.

b. Persyaratan khusus pinjaman yang sangat cocok untuk masyarakat miskin termasuk diantaranya:

1) Pinjaman sangat kecil diberikan tanpa jaminan.

2) Pinjaman dibayar kembali dalam angsuran mingguan tersebar lebih dari satu tahun.

3) Kelayakan untuk pinjaman berikutnya tergantung pada saat pembayaran pinjaman pertama.

4) Peminjam adalah mereka yang sudah memiliki kegiatan yang menggunakan keterampilan mereka.

Page 89: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

68 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

5) Pengawasan kredit dilakukan oleh staf bank dan kelompok itu sendiri.

6) Transparansi dalam semua transaksi bank yang sebagian besar berlangsung di pusat pertemuan.

7) Menekankan pada disiplin kredit dan tanggung jawab peminjam kolektif atau dorongan teman sebaya.

8) Perluasan portofolio kredit untuk memenuhi beragam kebutuhan pengembangan masyarakat miskin. Program kredit yang diberikan beragam sesuai dengan kebutuhan pengembangan masyarakat miskin. Beberapa program tersebut diantaranya:

a) Kredit untuk membangun latrines sanitasi.b) Kredit untuk instalasi dari sumur yang memasok air minum dan irigasi

untuk kebun.c) Kredit untuk budidaya musiman untuk membeli keperluan pertanian.d) Pinjaman untuk sewa peralatan/mesin.e) Proyek-proyek pembiayaan yang dilakukan oleh seluruh masyarakat

miskin.

c. Tidak ada suntikan dana dan pinjaman. Pada tahun 1995, Grameen Bank memutuskan untuk tidak menerima dana suntikan lagi. Grameen Bank tidak memandang perlu untuk mendapat suntikan dana dari pihak luar. Jumlah deposito Grameen Bank yang semakin berkembang lebih dari cukup untuk menjalankan dan mengembangkan program kredit dan melunasi hutang yang ada.

d. Menghasilkan laba. Sejak kemunculannya, Grameen Bank selalu mendapatkan keuntungan setiap tahun kecuali pada tahun 1983, 1991 dan 1992.

e. Pendapatan dan belanja. Total pendapatan yang dihasilkan Grameen pada tahun 2009 adalah 14,50 miliar taka (209,80 juta dollar). Total pengeluaran sejumlah 14,13 miliar taka (204,42 juta dollar). Pembayaran bunga atas deposito sebesar 7,07 miliar taka (102,29 juta dollar) merupakan komponen terbesar dari pengeluaran (50%). Pengeluaran untuk gaji, tunjangan dan tunjangan orang sebesar 3,82 miliar taka (55,33 juta dollar), yang merupakan komponen kedua terbesar dari total

Page 90: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah - 69

pengeluaran (27%). Grameen Bank membukukan keuntungan sebesar 371,57 juta taka (5,38 juta dollar) pada tahun 2009.

f. Pengemis sebagai anggota. Grameen Bank membuat program khusus pada tahun 2002, dengan nama “Struggling Members Programme”, program khusus untuk para pengemis. Lebih dari 112.232 pengemis telah bergabung dengan program ini. Jumlah total dana yang dicairkan mencapai 153,60 juta taka. Dari jumlah tersebut 120,16 juta taka (78% dari jumlah yang dicairkan) telah dilunasi, 19.425 pengemis telah meninggalkan pekerjaannya sebagai pengemis dan beralih kepada pekerjaan yang lebih baik. [*]

Page 91: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

70 - Bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Page 92: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

A. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi Konsep pemberdayaan sebagai strategi dalam pembangunan di era reformasi dan otonomi daerah semakin relevan untuk ditelaah dan belum tersusun secara sistematis. Istilah pemberdayaan itu sendiri merupakan upaya untuk membangun daya dengan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berusaha untuk mengembangkannya.

Secara etimologis, kata pemberdayaan adalah terjemahan dari “empowerment” (bahasa Inggris). Pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata dasar power yang berarti kemampuan berbuat, mencapai, melakukan atau memungkinkan. Awalan em berasal dari bahasa Latin dan Yunani, yang berarti di dalamnya, karena itu pemberdayaan dapat berarti kekuatan dalam diri manusia, suatu sumber kreativitas. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pemberdayaan diterjemahkan sebagai upaya pendayagunaan, pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan hasil yang memuaskan.1

Istilah pemberdayaan diartikan sebagai upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat, dengan upaya pendayagunaan potensi, pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan hasil yang memuaskan. Ini berarti masyarakat diberdayakan agar dapat melihat, dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pilihan-pilihan.2

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 71

BAB IIIPEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT

1 Bariadi, Lili., Zen, Muhamad. dan Hudri, M., Zakat dan Wirausaha (Jakarta: CED, Cet. 1, 2005), hlm. 53.

Page 93: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Pemberdayaan juga mengandung makna adanya sikap mental yang tangguh atau kuat. Menurut Rappaport (1985)3 , praktek dan kegiatan yang berbasiskan pemberdayaan adalah bahasa pertolongan yang diungkapkan dalam bentuk simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut kemudian mengkomunikasikan kekuatan yang tangguh untuk mengubah hal-hal yang terkandung dalam diri kita (inner space), orang-orang lain yang kita anggap penting, serta masyarakat di sekitar kita. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah suatu cara sedemikian rupa sehingga rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya. Pemberdayaan adalah sebuah proses sedemikian rupa sehingga orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagi, pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang memengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk memengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, et al., 1994).4

Beberapa definisi pemberdayaan di atas menegaskan bahwa pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Elaborasi dari pemikiran tersebut secara keseluruhan akan dapat memperkaya dan menjiwai pemahaman global mengenai pemberdayaan sehingga akan membawa dampak yang sangat luas baik terhadap kecenderungan

2 Bariadi, Lili., Zen, Muhamad. dan Hudri, M., Zakat dan Wirausaha (Jakarta: CED, Cet. 1, 2005), hlm. 53. 3 Rappaport, J., 1985, Studies in Empowerment: Introduction to the Issue (Prevention in Human Issue, USA). 4 Parson, et.all., 1994, The Integration Of Social Work Practice (California: Wardworth. Inc., 1994), p. 106.

72 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 94: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

primer maupun sekunder dari makna pemberdayaan.5 Kecenderungan primer merupakan proses pemberdayaan yang menekankan pada proses pemberian atau pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya (survival of the fittes). Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.6 Kecenderungan sekunder menekankan pada proses penstimulasian, dorongan atau pemotivasian agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog sesungguhnya di antara kedua proses tersebut.

Berdasar penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat pada hakikatnya suatu proses yang dinamis. Pemberdayaan ekonomi bukan hanya sekedar kegiatan atau program pemberian hal-hal yang bersifat ekonomis kepada masyarakat, namun ia adalah gerak (aktivitas) yang menggerakkan; suatu proses penyadaran dan menemukenali akan potensi masyarakat itu sendiri sehingga potensi yang ada menjadi aktual dan pada akhirnya memberikan nilai tambah kepada masyarakat itu sendiri secara terus-menerus (continue) dan berkelanjutan (sustainable). Alhasil, pemberda-yaan ekonomi masyarakat merupakan proses untuk merubah sumber daya masyarakat itu sendiri sehingga dapat memenuhi kebutuhan ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan.

Maka, pemberdayaan ekonomi tidak hanya terkait permodalan. Bermula dengan menemukenali potensi yang ada pada diri dan lingkungan, permodalan lebih sebagai faktor penguat. Pemberdayaan berasumsi bahwa proses pemberdayaan harus diawali dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk berubah, selanjutnya pengelolaan potensi atau sumber daya yang ada sehingga dapat memberikan dampak pada pengembangan sosial, ekonomi dan kultural. Dengan kata lain, akhir dari proses pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat dalam mengelola dan mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat memberi manfaat serta nilai tambah, baik bagi diri maupun lingkungannya.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 73

5 Hikmat, Harry., Strategi Pemberdayaan Masyarakat (Bandung: Humaniora Utama Press, Cet. Kedua), hlm. 43. 6 Oakley and Marsden., Approaches to Participations in Rural Development (Geneva, ILO, 1984).

Page 95: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

B. Paradigma dan Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin Berkembangnya semangat dan kesadaran pemberdayaan masyarakat saat ini pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari pergeseran paradigma pembangunan yang terjadi pada berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Pergeseran paradigma tersebut sejalan dengan munculnya dampak-dampak pembangunan yang ternyata tidak membawa kepada kemakmuran masyarakat secara umum; sebaliknya, pembangunan masa lalu yang sentralistik hanya dinikmati oleh segelintir orang. Bersamaan dengan itu, potensi dan sumber daya di masyarakat juga banyak yang terbuang dan tidak terkelola dengan baik. Akibatnya, terjadi paradoks; Indonesia yang merupakan wilayah subur dan kaya sumber daya alam namun, masyarakat di sekitarnya justru banyak yang miskin.

Menyadari fenomena itulah, tumbuh semangat untuk melakukan pem-berdayaan yang terus meluas, khususnya di Indonesia, diiringi dengan pergeseran paradigma pembangunan. Departemen Sosial RI (kini Kementerian Sosial, pen.) menyebutkan, perbedaan paradigma pembangunan masa lalu dan masa kini antara lain:7

Tabel 3.1.Perbedaan Paradigma (Lama dan Baru) Pembangunan di Indonesia

7 Departemen Sosial RI, Panduan Umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin (Departemen Sosial RI, 2005), hlm. 34-36.

74 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 96: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Uraian di atas menjelaskan bahwa paradigma baru pembangunan menempatkan rakyat (baca: masyarakat miskin) bukan sebagai obyek yang bersifat pasif atau obyek penderita yang harus menerima apa yang diberikan atau dilakukan oleh pemerintah atau lembaga luar. Sebaliknya, mereka adalah subyek yang memiliki hak untuk menentukan dan menetapkan jenis kegiatan yang sesuai dengan kondisi mereka dan lingkungannya. Berkaitan dengan ini Korten Carner (1993) menyatakan: “konsep pembangunan berpusat pada rakyat memandang inisiatif, kreativitas dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang paling utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 75

Page 97: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan”.8 Oleh karena itu dalam konsep pemberdayaan yang perlu diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut.9

a. Kepercayaan (trust) dari masyarakat yang diyakini secara benar (objektif) dan tidak bersifat semu (kamuflase) terhadap pelaku-pelaku pemberdayaan. Kepercayaan menjadi dasar bagi terbentuk-nya image positif dalam setiap tindakan atau aktivitas yang dilakukan.

b. Substansi program atau kegiatan selalu mengedepankan kebutuhan masyarakat dengan cara bottom-up (usulan dari bawah) dengan realisasi kegiatan bertahap sesuai tingkat kemampuan yang dimiliki.

c. Koordinasi sektor dan lintas sektor artinya bahwa suatu program yang akan dilaksanakan idealnya dapat diterima oleh semua pihak dan adanya rasa memiliki yang utuh dan tidak ada lagi istilah ego-sektoral yang hanya melakukan koordinasi dengan pihak-pihak tertentu yang dianggap lebih menguntungkan (profit oriented) secara sepihak. Secara harfiah pengertian koordinasi lebih luas daripada kebersamaan dan tidak setiap kebersamaan adalah koordinasi.

d. Penilaian awal dan akhir kegiatan, maksudnya pada awalnya (pra-kegiatan) harus dapat disiapkan dengan matang segala hal yang dibutuhkan, sedangkan pada akhir kegiatan harus dilaksanakan evaluasi secara menyeluruh perihal tepat-tidaknya kegiatan tersebut pada sasaran yang direncanakan.

e. Pembinaan lanjutan (pasca kegiatan) dengan selalu dilakukan jadwal pembinaan rutin sehingga pekerjaan tersebut dapat diukur tingkat keberhasilannya serta efektivitas capaian kegiatan, dan tidak sekedar melaksanakan kegiatan saja

C. Strategi, Pendekatan dan Ciri Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat 1. Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Secara umum, pemberdayaan ekonomi masyarakat dapat dibagi menjadi empat strategi, yaitu:10

8 Syehabudin, Erik., Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan (Artikel diakses pada 29 Oktober 2008 dari http://www.radarbanten.com). 9 Syehabudin, Erik., --- 10 Bariadi, Lili, Muhamad Zen, M. Hudri., Zakat dan Wirausaha (Jakarta: CED, Cet. 1, 2005), hlm. 58-59.

76 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 98: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

a. Strategi Pertumbuhan (The Growth Strategy) Penerapan strategi pertumbuhan ekonomi masyarakat pada umumnya dimaksudkan untuk mencapai peningkatan pendapatan yang cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan pendapatan perkapita penduduk, produktivitas sektor pertanian, permodalan dan kesempatan kerja yang diiringi dengan kemampuan konsumsi masyarakat, terutama di perdesaan. Pada awalnya strategi itu dianggap efektif. Tetapi karena strategi ini lebih economic oriented, sementara kaidah-kaidah hukum sosial dan moral terabaikan, maka yang terjadi adalah semakin melebarnya pemisah kaya dan miskin.

b. Strategi Kesejahteraan (The Welfare Strategy) Strategi kesejahteraan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Tetapi karena tidak diiringi dengan pembangunan kultur dan budaya mandiri dalam diri masyarakat maka, yang terjadi adalah tingginya sikap ketergantungan masyarakat kepada pemerintah.

c. Strategi Respons (The Responsive Strategy) Strategi ini merupakan reaksi terhadap strategi kesejahteraan melalui pengadaan teknologi serta sumber-sumber yang sesuai bagi kebutuhan proses pembangunan. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan kesiapan masyarakat dalam menerima dan memfungsikan teknologi itu sendiri, akibatnya teknologi yang dipakai dalam penerapan strategi ini menjadi disfungsional.

d. Strategi Menyeluruh dan Terintegrasi (The Integrated or Holistic Strategy) Dalam strategi ini terdapat tiga prinsip dasar sebagai konsep kombinasi dari unsur-unsur pokok ketiga strategi di atas, yaitu:

1) Persamaan, keadilan, pemerataan dan partisipasi merupakan bantuan yang secara eksplisit harus ada dari strategi menyeluruh, maka, badan publik yang ditugasi untuk melaksanakan harus:

a) Memahami dinamika sosial masyarakat sebagai intervensinya;

b) Intervensi dilakukan untuk memperkokoh kemampuan masyarakat sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, serta untuk mengambil langkah-langkah instrumental yang membutuhkan kemampuan aparatur untuk melakukan intervensi sosial.

2) Memerlukan perubahan-perubahan mendasar, baik dalam komitmen maupun dalam gaya dan cara bekerja maka, badan publik yang belum memiliki kemampuan intervensi sosial akan memerlukan pemimpin

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 77

Page 99: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

yang kuat komitmen pribadinya terhadap tercapainya tujuan dari strategi holistik tersebut yakni untuk:

a) Menentukan arah nilai organisasi, energi dan proses menuju strategi;

b) Memelihara integritas organisasi yang didukung oleh institutional leadership.

3) Keterlibatan badan publik dan organisasi sosial secara terpadu maka, diperlukan suatu pedoman untuk memfungsikan organisasi yang bertugas antara lain:

a) Membangun dan memelihara perspektif menyeluruh;

b) Melaksanakan rekrutmen dan pengembangan pimpinan kelembagaan; dan

c) Membuat mekanisme kontrol untuk mengatur saling keterkaitan (interdependensi) antara organisasi formal dan informal melalui system management strategic.

2. Pendekatan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pendekatan yang digunakan Islam dalam pemberdayaan masyarakat miskin secara garis besar ada tiga, yaitu:11

a. Pendekatan parsial kontinyu, yaitu pemberian bantuan kepada masyarakat miskin yang dilakukan secara langsung, yaitu terutama kepada masyarakat yang tak sanggup untuk bekerja sendiri misal-nya orang cacat abadi, lansia, orang buta dan lain-lain.

b. Pendekatan struktural, yaitu pemberian pertolongan secara kontinu agar masyarakat dapat mengatasi kelemahannya. Bahkan dari yang dibantu diharapkan dapat turut membantu. Bantuan diberikan kepada mereka yang memiliki potensi skill untuk dikembangkan melalui perwujudan dan komitmen kemitraan.

Pendekatan pertama dan kedua adalah pendekatan pada tahap inisial, dengan harapan akan terjadi perubahan kesadaran, sikap, dan tingkah laku masyarakat untuk tidak terbenam dalam kondisi kemiskinannya, tetapi sebaliknya menjadi bersemangat untuk memacu diri melalui pendidikan keterampilan, stimulan, informasi, pengetahuan, dan keteladanan.

11 Bariadi, Lili, Muhamad Zen, M. Hudri., Zakat dan Wirausaha (Jakarta: CED, Cet. 1, 2005), hlm. 62.

78 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 100: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

c. Mengupayakan perubahan secara struktural terhadap masyarakat yang aktif dan terampil dalam megembangkan usaha baik skala kecil dan menengah dari bantuan dana (zakat, infak dan shadaqah). Pemberdayaan pada level ini telah mencapai tahap partisipatoris.

Ketiga pendekatan di atas diharapkan dapat menghantarkan pada tahap emansipatif, yaitu menjadi muslim yang berkualitas dan penyantun sesama.

3. Pola Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Adapun pola pemberdayaan ekonomi masyarakat mempunyai ciri-ciri atau unsur-unsur pokok sebagai berikut:12

a. Mempunyai tujuan yang hendak dicapai.

b. Mempunyai wadah kegiatan yang teroganisir.

c. Aktivitas yang dilakukan terencana, berlanjut, serta harus sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya setempat.

d. Ada tindakan bersama dan keterpaduan dari berbagai aspek yang terkait.

e. Ada perubahan sikap pada masyarakat sasaran selama tahap-tahap pemberdayaan.

f. Menekankan pada peningkatan partisipasi masyarakat dalam ekonomi khususnya dalam wirausaha.

g. Ada keharusan membantu seluruh lapisan, khususnya masyarakat lapisan bawah. Jika tidak maka, solidaritas dan kerjasama sulit dicapai.

h. Akan lebih efektif jika program pengembangan masyarakat pada awalnya memperoleh bantuan dan dukungan pemerintah. Selain itu sumber-sumber dari organisasi sukarela non-pemerintah harus dimanfaatkan.

D. Kemiskinan dan Klasifikasinya Kementerian Sosial membagi kemiskinan dalam dua kategori, yaitu:

1. Kemiskinan kronis (chronic poverty) adalah kemiskinan yang telah berlangsung dalam jangka waktu lama, turun-temurun, atau disebut juga sebagai kemiskinan struktural.

12 Bariadi, Lili, Muhamad Zen, M. Hudri., Zakat dan Wirausaha (Jakarta: CED, Cet. 1, 2005), hlm. 55.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 79

Page 101: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

2. Kemiskinan sementara (transient poverty) adalah kemiskinan yang ditandai dengan menurunnya pendapatan dan kesejahteraan anggota masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan kondisi normal menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial, seperti: korban konflik sosial, korban gempa bumi, korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kemiskinan sementara jika tidak ditangani serius dapat menjadi kemiskinan kronis.

Menurut para pemerhati kemiskinan, kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam empat bentuk, yaitu:13

1. Kemiskinan absolut adalah pendapatan di bawah garis kemiskinan atau pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum (pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan).

2. Kemiskinan relatif adalah pendapatan yang jika dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya berada pada posisi di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.

3. Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga mengakibatkan ketimpangan pendapatan;

4. Kemiskinan kultural adalah mengacu pada persoalan sikap seseo-rang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan, yakni kemiskinan ”alamiah” dan kemiskinan karena ”buatan”. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan buatan terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang selalu terfokus pada pertumbuhan daripada pemerataan.14

13 Syehabudin, Erik, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan (Artikel diakses pada 29 Oktober 2008 dari http://www.radarbanten.com). 14 Fikarno, Dave Akhbarshah., Memahami Kemiskinan (Diakses pada tanggal 29 Oktober 2008 dari http://daveakbarshahfikarno.wordpress.com/ 2009/01/27/memahami-kemiskinan/).

80 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 102: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

E. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan1. Perempuan dan Kemiskinan Masalah kemiskinan memang bisa dialami dan dihadapi oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, baik individu maupun keluarga, dan lain-lain. Akan tetapi di tengah masyarakat yang sebagian besar masih berlaku budaya patriarkhal, adalah penting untuk mencermati fenomena kemiskinan pada kaum perempuan. Mengapa demikian? Karena dalam budaya patriarkhal, masalah gender masih menjadi persoalan besar. Dalam hal ini, posisi perempuan umumnya berada pada pihak yang lemah; sementara lelaki mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks sosial, laki-laki dan perempuan adalah jenis kelamin struktural yang berlangsung dalam hubungan ordinat (laki-laki) dan subordinat (perempuan). Oleh karena itulah, ketika membahas kemiskinan di tengah kondisi budaya tersebut, perempuan adalah pihak yang paling rentan dalam menerima dampak atas kondisi yang berkembang, baik di dalam keluarga maupun di masyarakat.

Bahwa kemiskinan perempuan —seperti halnya kemiskinan pada umum-nya— dapat disebabkan oleh banyak faktor yang cukup komplek. Namun secara umum, ia dapat ditelaah dalam dua perspektif:

a. Perspektif Ekonomi; secara jelas kemiskinan dan pemiskinan perempuan ini terlihat dalam sektor ekonomi. Seorang perempuan yang ikut mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari kelompok miskin, lebih miskin dari laki-laki dari kategori yang sama. Perempuan yang tidak memiliki penghasilan, jauh lebih buruk situasinya dibandingkan perempuan yang mempunyai penghasilan dalam keluarga dengan tingkat ekonomi subsisten. Ketika perempuan ikut mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sebagian penghasilannya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga, dan lebih meningkatkan kebutuhan dasar keluarganya dibanding laki-laki.15

b. Perspektif Politik; dalam perspektif ini, perempuan tidak terwakili secara proporsional di antara kelompok miskin dan tidak punya kekuasaan. Bentuk kemiskinan perempuan dalam perspektif ini antara lain berupa kerentanan hidup (vulnerability), ketiadaan kesempatan dan suara (voicelessness and

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 81

15 Cahyono, Imam., Wajah Kemiskinan, Wajah Perempuan, Poverty has a Women Face (Jurnal Perempuan, No. 42, Juli 2005), hlm. 11, 12.

Page 103: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

powerlessness), serta didukung pemerintah yang sangat bias gender (male-biased governance system). Bentuk kemiskinan gender berupa bias gender mudah ditemui dalam kebijakan struktural, perbedaan efek kebijakan dan dana yang tidak memadai untuk mendukung kebijakan yang memihak kaum perempuan. Jadi, diskriminasi terhadap perempuan sangat kental.16

Muhammad Yunus dalam bukunya “Bank Kaum Miskin” menyatakan bahwa kemiskinan tidak diciptakan oleh kaum miskin. Kemiskinan diciptakan oleh struktur masyarakat dan kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh masyarakat. Pengalaman Grameen Bank menunjukkan bahwa sekecil apapun dukungan modal keuangan yang diberikan, kaum miskin sepenuhnya mampu meningkatkan kehidupan mereka.17 Oleh karena itulah, menurut Marguiret Robinson, pinjaman dalam bentuk microcredit merupakan salah satu upaya ampuh dalam mengatasi kemiskinan. Hal tersebut didasarkan bahwa sebenarnya terdapat perbedaan klasifikasi di antara masyarakat miskin, yang mencakup:

Pertama, masyarakat sangat miskin (the extreme poor), yakni mereka yang tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif.

Kedua, masyarakat yang dikategorikan miskin tetapi memiliki kegiatan ekono mi (economically active working poor).

Ketiga, masyarakat berpenghasilan rendah (lower income), yakni mereka yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak.

Pendekatan yang dipakai dalam rangka pengentasan kemiskinan tentu berbeda-beda untuk ketiga kelompok masyarakat tersebut. Kelompok pertama akan lebih tepat jika digunakan pendekatan langsung berupa program pangan, subsidi, atau penciptaan lapangan kerja sedangkan bagi kelompok kedua dan ketiga, lebih efektif jika digunakan pendekatan tidak langsung, misalnya penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan UKM, pengembangan berbagai jenis pinjaman mikro atau mensinergikan UKM dengan para pelaku usaha menengah maupun besar.18

16 Cahyono, Imam., Wajah Kemiskinan, Wajah Perempuan, Poverty has a Women Face (Jurnal Perempuan, No. 42, Juli 2005), hlm. 13. 17 Yunus, Muhammad. dan Jolis, Alan., Bank Kaum Miskin (Tangerang: Marjin Kiri, 2007), hlm. 198. 18 Amalia, Euis., Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 53.

82 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 104: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

2. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Sejalan dengan kondisi kemiskinan yang umumnya lebih banyak berdampak kepada kaum perempuan maka, pemberdayaan kepada kaum perempuan merupakan hal yang urgen; dan inilah yang menjadi dasar model pemberdayaan Grameen Bank. Program pendampingan yang mengarah pada penanggulangan kemiskinan yang dilakukan Grameen Bank mengutamakan kelompok kaum perempuan (dalam keluarga) miskin sebagai “kelompok sasaran” (target group). Hal ini didasarkan atas beberapa hal, antara lain:19

a. Dari segi ketenagakerjaan Umumnya kaum perempuan dipandang bukan sebagai kaum produktif. Mereka lebih banyak diposisi sebagai ibu rumah tangga yang tidak berhubungan dengan kegiatan ekonomi. Padahal jika disadari mereka sebenarnya dapat menjadi salah satu pilar ekonomi keluarga. Salah satunya adalah dengan membuka akses kredit kepada mereka sehingga mereka dapat melakukan usaha produktif di sela-sela kegiatan mengurus rumah tangga sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Pada saat yang sama, kaum ibu juga perlu didampingi untuk terus mengatur keuangannya melalui manajemen tabungan.

b. Secara kultural Pentingnya pemberdayaan bagi kaum perempuan juga terkait dengan hubungan perempuan dengan keluarga. Secara kultural, kaum perempuan telah terbiasa mengurus rumah tangga, karena merekalah yang secara langsung bertanggung jawab terhadap konsumsi keluarga. Oleh karena itulah, berbicara tentang pemberdayaan kaum miskin erat kaitannya dengan pemberdayaan kaum perempuan yang langsung membidik penyangga keluarga.

c. Secara emosional Dalam praktek kehidupan, kaum perempuan (ibu) lebih dekat dengan anak-anak. Oleh karena itu, perempuan menjadi kunci penentu terhadap pembentukan kualitas sumber daya anak-anak bangsa sebagai sumber pertumbuhan ekonomi di masa depan, baik dalam hal perbaikan nutrisi, kesehatan maupun pendidikan. Maka tidak berlebihan jika perempuan perlu diberdayakan, dengan demikian perbaikan kualitas anak-anaknya pun secara langsung dapat ditingkatkan.

19 Azis, M. Amin, Supanta, Ibnu., Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pokusma & BMT (Jakarta: Pinbuk Press, 2004), hlm. 12-13.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 83

Page 105: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

d. Akses kredit untuk kaum perempuan merupakan jembatan emas menuju kesetaraan hak-hak (perbaikan ketimpangan Gender) Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka, menempatkan kaum perempuan sebagai prioritas program pemberdayaan merupakan hal yang strategis. Mereka adalah golongan masyarakat terkena dan paling merasakan dampak kemiskinan, terutama ketika terjadi kerawanan ekonomi dalam keluarga. Terlebih terdapat banyak kasus di berbagai tempat, kemiskinan dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan keluarga seringkali menjadi salah satu cara laki-laki melepaskan tanggung jawab atas keluarganya dan menceraikan istrinya. Dalam berbagai kasus perceraian, perempuan cenderung mengambil beban terbesar untuk membesarkan anak-anak, dengan atau tanpa sumbangan mantan suami.20 Dalam keadaan ini seorang ibu akan berjuang hingga detik terakhir untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan demi mempertahankan hidup anak-anaknya.

Muhammad Yunus dalam bukunya “Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan” mengatakan bahwa meminjamkan uang kepada perempuan bermanfaat lebih banyak kepada keluarga daripada kepada laki-laki. Bila uang dipinjamkan kepada laki-laki, mereka cenderung menggunakan untuk diri sendiri. Namun, bila dipinjamkan kepada perempuan, uang itu diinvestasikan untuk membuat usaha yang bermanfaat bagi seluruh keluarga. Dengan begitu, meminjamkan uang kepada perempuan akan menciptakan efek air terjun (cascading effect) yang bermanfaat bagi seluruh keluarga dan akhirnya kepada seluruh komunitas. 21

Uraian di atas menegaskan bahwa pemberdayaan kaum perempuan di bidang ekonomi mutlak dilakukan. Kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas dan kualitas perempuan di bidang ekonomi dapat dilakukan dengan melaksanakan program yang menekankan pada 5 aspek, yaitu:22

20 Cahyono, Imam., Wajah Kemiskinan, Wajah Perempuan, Poverty has a Women Face (Jurnal Perempuan, No. 42, Juli 2005), hlm. 13. 21 Yunus, Muhammad., Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan: Bagaimana Bisnis Sosial Mengubah Kehidupan Kita (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 60-61. 22 Haryanto, Rommy., Pemberdayaan Wanita untuk Perkembangan Ekonomi (Diakses pada tanggal 2 Juni 2010 dari http://www.wrp-diet.com/ pemberdayaan -wanita-untuk-perkembangan-ekonomi/)

84 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 106: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

a. Pengembangan Kapasitas dan Karakter Dalam program ini dilakukan kegiatan-kegiatan pelatihan wira-usaha secara komprehensif, mulai dari motivasi berusaha, manajemen usaha, dan hal lainnya seputar kewirausahaan untuk perempuan.

b. Konsultasi dan Pendampingan Setelah pelatihan, kelompok perempuan kemudian mendapatkan konsultasi dan pendampingan usaha untuk bisa menguatkan dan meningkatkan kapasitas dan kualitas usahanya di masa depan.

c. Organisasi Sebagai individu ataupun kelompok usaha, perempuan sangat membutuhkan penguatan di bidang organisasi bisnisnya. Pada tahap ini diharapkan para perempuan yang berwirausaha mampu menjalan-kan bisnisnya dengan aturan yang berlaku dan memiliki visi yang jelas.

d. Pasar Para perempuan mendapatkan pengetahuan mengenai upaya membuka dan membangun pasar untuk produk-produk yang telah dimiliki.

e. Jejaring Diharapkan para perempuan dan kelompok usahanya mampu menemukan, membuat, dan menguatkan jaringan sosial untuk usahanya.

Selain lima aspek penguatan tersebut di atas, satu hal yang juga perlu dibangun agar pemberdayaan ekonomi perempuan bisa berhasil, yaitu mental positif. Mental positif perempuan perlu dibangun terus-menerus sehingga mereka mau dan mampu berwirausaha, bahwa mereka bisa dan mampu memainkan peran-peran ekonomi, serta berkontribusi bagi keluarga dan pembangunan sekitarnya.

Pemberdayaan perempuan pada dasarnya dapat dibagi dalam dua tahap:

Pertama, pemberdayaan personal dengan memberikan informasi akan hak-hak, kesetaraan dan sebagainya, bertujuan untuk menanamkan nilai internal terhadap diri masing-masing individu.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 85

Page 107: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Kedua, pemberian daya kuasa berupa sistem nilai dan organisasi sehingga perem-puan memiliki otoritas, kekuasaan dan peluang dalam mengelola organisasi atau kelompoknya.23

3. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Berbasis Kelompok Sebagai makhluk sosial, seseorang mustahil dapat berkembang menjadi pribadi yang berbudaya jika hidup sendiri. Sejak lahir, seseorang disayangi, dididik dan dikembangkan dalam (kelompok) keluarga. Kemudian dilanjutkan dalam (kelompok) sekolah, (kelompok) pergaulan dan (kelompok) pekerjaan. Sepanjang hidupnya seseorang tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan akan hubungan antar manusia dalam lingkungan keluarga, masyarakat, pekerjaan atau organisasi.

a. Pengertian kelompok Tidak semua kumpulan orang disebut kelompok. Sekumpulan orang dapat disebut kelompok, jika:24

1) Saling kenal dan memiliki ikatan batin satu sama lain;

2) Memiliki tujuan yang ingin dicapai bersama;

3) Keanggotaannya relatif stabil untuk jangka waktu yang lama;

4) Ada batas jelas yang membedakan anggota dengan bukan anggota;

5) Ada struktur, yaitu pembagian kewenangan, fungsi, peranan dan tugas yang jelas di antara anggotanya;

6) Ada aturan kelompok yang disepakati dan ditaati oleh para anggotanya;

7) Ada kegiatan yang dilakukan secara teratur untuk tujuan kelompok.

b. Manfaat kelompok bagi pemberdayaan ekonomi perempuan Kelompok yang sudah ada maupun yang baru dibentuk dan memenuhi sebagian besar persyaratan sebagai kelompok, memberikan banyak manfaat dalam rangka perluasan pasar usaha maupun efisiensi pelayanan kepada peminjam

23 GAPRI (Gerakan Anti Pemiskinan Rakyat Indonesia), Perempuan Sangat Rentan Terhadap Kemiskinan (Diakses pada tanggal 2 Juni 2010 dari http://www.gapri.org/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=124) 24 Tim Konsultan Pengembangan Kredit Mikro, Program Pengembangan Kecamatan (Tim Konsultan Pengembangan Kredit Mikro), Kredit Mikro Sebagai Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (T.tp.,t.t.,: 2002), hlm. 15. 25 Tim Konsultan Pengembangan Kredit Mikro, ---, hlm. 16-17

86 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 108: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

kaum perempuan. Adapun manfaat berkelompok bagi pemberdayaan ekonomi perempuan di antaranya:25

1) Sebagai wahana belajar bagi anggotanya;2) Sebagai dasar untuk tindakan ke arah perubahan;3) Sebagai dasar bagi organisasi yang besar;4) Kelompok mengendalikan sikap dan perilaku anggotanya;5) Kelompok mengefisienkan pekerjaan;6) Kelompok mempromosikan dan membangun citra.

F. Model Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Sistem Grameen Bank (Studi Kasus)

1. PT Mitra Bisnis Keluarga Venturaa. Persiapan Awal Tahap persiapan awal kegiatan pemberdayaan ekonomi perempuan pada PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura (MBKV) dimulai dengan mencari wilayah yang sesuai dengan sasaran nasabah yang akan diberikan pemberdayaan. Setelah ditemukan wilayah yang sesuai dan karakteristik wilayah tersebut dipe-lajari, kemudian petugas MBKV dikirim ke lapangan untuk menemui tokoh masyarakat setempat, seperti pengurus RT, RW, dan kelurahan setempat untuk menjelaskan mengenai MBKV serta menanyakan apakah sudah ada program lain yang sejenis. Apabila tidak ada program sejenis di wilayah sasaran, selanjutnya para calon nasabah dikumpulkan untuk diberi penjelasan tentang profil, program, serta aturan-aturan yang ada. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses uji kelayakan bagi para calon nasabah yang berminat ikut serta dalam program MBKV.26

b.Uji Kelayakan Nasabah Dalam proses uji kelayakan nasabah, MBKV menggunakan tiga ukuran penilaian yang dilakukan secara berurutan, yaitu:27

1) Indeks Rumah dengan Metode CASHPOR Adalah sebuah cara pengukuran kemiskinan yang dilakukan dengan mengidentifikasi rumah tinggal para calon nasabah. Metode ini terdiri dari satu halaman kartu yang memberi nilai pada tiap komponen dari sebuah rumah,

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 87

26 Wawancara dengan Peti Herawati, (Staf Operasional) PT. Mitra Bisnis Keluarga Ventura (Tangerang, 19 April 2011). 27 Tanpa nama, Targeting (Artikel ini diakses pada 18 April 2011 dari http://mbkventura. com/id/en/our-systems/targeting/target)

Page 109: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

misalnya ukuran rumah, bahan atap, tinggi rumah, konstruksi dinding dan sebagainya. Amanah Ikhtiar Malaysia sebagai program replikasi Grameen yang pertama menyusun indeks perumahan ini sebagai sebuah metode tahap pertama berbiaya rendah, yang berfungsi mengidentifikasi nasabah-nasabah potensial.28

Indeks ini menjadi alat yang efektif dalam mengukur tingkat kemiskinan dan memberikan hasil seketika karena komponen-komponen utama sebuah rumah dengan mudah dinilai tanpa perlu mewawancarai pemilik rumah. Rumah dipilih sebagai bukti paling kuat karena adanya kecenderungan kaum Melayu untuk memperbaiki rumah ketika mereka memiliki tambahan pendapatan.

Dalam penilaian indeks rumah dengan metode CASHPOR, yang menjadi syarat utama bagi calon nasabah adalah rumah tersebut harus milik sendiri. MBKV tidak memperbolehkan pemberian pembiayaan bagi nasabah yang masih mengontrak atau belum memiliki rumah. Apabila rumah yang ditempati calon nasabah adalah rumah orang tuanya, maka orang tua harus mengetahui dan menerima program yang ada di MBKV.

2) Estimasi Pendapatan Sektor Informal dengan Metode Ganesha Pada tahun 2003, Yayasan Ganesha menciptakan tabel yang berfungsi untuk mengukur pendapatan rata-rata keluarga yang memiliki usaha berdagang kecil-kecilan atau menjadi pekerja musiman.

3) Kebutuhan Modal Kerja Saat ini MBKV hanya memiliki satu jenis produk yaitu modal kerja dasar. Pada putaran pertama, disediakan modal kerja sebesar 500 ribu rupiah sampai dengan 1,2 juta rupiah untuk pencairan yang harus diangsur selama 50 minggu pada setiap pertemuan mingguan kelompok-nya. Dalam satu kelompok, modal kerja yang diberikan tidak harus sama, disesuaikan dengan kebutuhan modal kerja dan kemampuan membayar nasabah. Modal kerja hanya dapat digunakan untuk kegiatan usaha dan harus disetujui oleh anggota-anggota lain di kumpulan. Modal kerja ini tidak memerlukan jaminan dan penjamin, tetapi bersifat tanggung renteng. Jadi setiap nasabah dalam satu kumpulan bertanggung jawab atas kewajiban setoran nasabah lainnya.

28 Alam, M. Nurul dan Getubig, Mike., Pedoman Pendirian dan Pelaksanaan Program Kredit Mikro dengan Metode Grameen (T.tp., Grameen Trust dan Grameen Foundation, t.th), hlm. 26.

88 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 110: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

c. Latihan Wajib Kelompok Latihan wajib kelompok bertujuan untuk memberikan informasi yang lengkap kepada para calon nasabah/anggota. Dengan adanya pelatihan ini, harus dipastikan bahwa nasabah telah memahami sepenuhnya dan menerima dengan sukarela serta mematuhi berbagai ketentuan dan peraturan terkait program.

Latihan wajib kelompok dilakukan selama lima hari. Seluruh calon nasabah diwajibkan mengikuti semua sesi pelatihan yang diberikan dari awal hingga akhir. Materi dalam latihan wajib ke-lompok ini meliputi visi, misi, tujuan program, pentingnya pembentukan kelompok dan kumpulan, kewajiban menghadiri pertemuan kelompok, setoran pembiayaan, produk pembiayaan dan persyaratannya, penggunaan untuk usaha produktif, serta tanggung renteng.29

d. Pembentukan Kelompok MBKV membagi anggotanya ke dalam kelompok-kelompok. Gabungan kelompok-kelompok pada MBKV disebut dengan kumpulan. Satu kelompok beranggotakan lima orang yang terdiri dari satu orang ketua, satu orang wakil ketua, dan sisanya menjadi anggota kelompok. Dalam satu kelompok tidak diperbolehkan adanya hubungan saudara.30 Berbeda dengan kelompok yang tidak boleh memiliki hubungan saudara, dalam satu kumpulan boleh memiliki hubungan saudara tetapi tidak boleh lebih dari dua orang.

e. Kebijakan Kumpulan/Majelis Semua transaksi dilakukan pada pertemuan kumpulan. Beberapa kebijakan yang ada pada pertemuan kumpulan adalah:31

1) Nasabah adalah anggota kelompok yang keanggotaannya dipilih sendiri dan merupakan anggota kumpulan. Satu kelompok terdiri dari lima orang yang digabung menjadi satu kumpulan. Secara umum satu kumpulan terdiri dari empat sampai lima kelompok. Satu kumpulan terdiri dari 20-25 nasabah.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 89

29 Wawancara dengan Peti Herawati, (Staf Operasional) PT. Mitra Bisnis Keluarga Ventura (Tangerang, 19 April 2011). 30 Wawancara dengan Peti Herawati, --- 31 PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura, Sinopsis: Kesempatan Usaha Produktif bagi Wanita dari Keluarga Kurang Mampu (Tangerang: PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura, 2011), hlm. 2.

Page 111: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

2) Pinjaman tanpa jaminan dan penjamin, tetapi bersifat tanggung renteng atau bertanggung jawab bersama.

3) Nasabah berkewajiban untuk membayar kembali pinjaman modal kerjanya secara penuh dan tepat waktu.

4) Nasabah wajib menghadiri pertemuan mingguan dimana pembayaran angsuran mingguan akan dilakukan.

5) Modal kerja hanya untuk usaha, dan harus disetujui oleh anggota-anggota lain di kumpulan. Hasil usaha digunakan untuk kesejahteraan keluarga.

6) Staf lapangan yang mendatangi kumpulan nasabah, bukan nasabah yang mendatangi MBKV.

7) Petugas maupun nasabah menciptakan dan memelihara disiplin yang ketat, termasuk pemilihan dan pelatihan yang baik. Kehadiran wajib dan membayar setoran tepat waktu di rapat mingguan, tanggung jawab bersama dan memeriksa usaha.

f. Pencairan dan Pembayaran Pembiayaan Sistem pencairan pembiayaan pada MBKV terbagi menjadi dua tahapan dengan pola 3-2. Pada pencairan pembiayaan tahap pertama, yang mendapatkan pembiayaan adalah tiga orang anggota kelompok terlebih dahulu. Pada minggu selanjutnya pencairan pembiayaan untuk ketua dan wakil kelompok. Pembayaran cicilan pembiayaan dilakukan setiap minggu pada saat pertemuan kumpulan sesuai dengan jumlah cicilan yang telah disepakati. Cicilan tersebut harus diangsur oleh nasabah setiap minggunya selama 50 minggu berapapun jumlah pembiayaannya.

2. Koperasi Baytul Ikhtiara. Persiapan Awal Persiapan awal yang dilakukan Koperasi Baytul Ikhtiar (BAIK) terbagi ke dalam beberapa tahap perencanaan (assessment wilayah, Chaspoor House Index, dan sosialisasi ke masyarakat).32

32 Wawancara dengan Titin Prasetyawati, Bendahara Koperasi Baytul Ikhtiar (Bogor, 19 Juli 2011).

90 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 112: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

1) Assessment Wilayah Proses assessment wilayah dilakukan untuk melihat cocok atau tidaknya suatu wilayah yang menjadi target pembiayaan. Petugas lapangan akan datang ke suatu wilayah yang menjadi sasaran untuk melihat potensi, kultur, sosial, budaya, tingkat ekonomi, sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut.

2) Chaspor House Index (CHI) Koperasi BAIK menggunakan metode Chaspor House Index (CHI) untuk mengukur tingkat kemiskinan di suatu daerah yang menjadi sasaran pembiayaan. Metode ini melihat bagaimana rata-rata kedaan rumah atau jenis rumah yang ada di suatu wilayah. Apabila rata-rata kondisi perumahan di suatu wilayah dikatakan baik, misalnya banyak dari rumah permanen dan sudah ditingkat maka tidak masuk dalam sasaran calon anggota. Akan tetapi, apabila keadaan rata-rata perumahan di suatu wilayah banyak yang semi permanen atau nonpermanen, maka Koperasi BAIK mulai masuk ke daerah tersebut.

3) Sosialisasi ke Masyarakat Setelah proses assessment dan analisis sosial selesai dilakukan, staf lapangan melihat apakah ada lembaga lain yang sudah melakukan pembiayaan di daerah yang menjadi sasaran dan menemui tokoh masyarakat untuk menjelaskan hal-hal yang akan dilakukan. Jika disetujui, maka Koperasi BAIK dapat langsung memproses data-data yang dibutuhkan. Akan tetapi, tidak selamanya sosialisasi dan pencarian nasabah melalui tokoh masyarakat ataupun aparat desa, kadang-kadang dilakukan langsung ke masyarakat. Sosialisasi ini bertujuan untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai program ikhtiar, pelayanan, produk yang ditawarkan, serta syarat-syarat yang ada di Koperasi BAIK. Biasanya setelah sosialisasi, ada masyarakat yang mendaftar untuk mengikuti program ikhtiar.

b. Uji Kelayakan Nasabah Uji kelayakan yang dilakukan Koperasi BAIK adalah melalui proses seleksi calon anggota yang berminat dan telah mendaftar untuk mengikuti program ikhtiar. Uji kelayakan ini dilakukan satu persatu dari setiap orang yang mendaftar untuk mengikuti program ikhtiar, meskipun secara umum pihak Koperasi BAIK

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 91

33 Wawancara dengan Titin Prasetyawati, Bendahara Koperasi Baytul Ikhtiar (Bogor, 19 Juli 2011).

Page 113: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

telah memiliki gambaran siapa saja orang-orang yang menjadi sasaran program ikhtiar. Pihak Koperasi BAIK mengunjungi rumah calon anggota satu persatu, yang dilihat adalah keadaaan fisik rumah anggota. Selain itu pihak Koperasi BAIK juga mendata ekonomi rumah tangga, dan pendapatan anggota. Proses ini dilakukan melalui wawancara.33

c. Latihan Wajib Kelompok Latihan wajib kelompok pada Koperasi BAIK dilaksanakan selama tiga hari. Anggota wajib mengikuti semua kegiatan dari awal hingga akhir.34 Latihan wajib kelompok ini sangat penting karena dengan adanya pelatihan ini memungkinkan para anggota untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai program-program yang ada di Koperasi BAIK. Tujuan akhir dari pelatihan ini adalah anggota dapat memahami dan menerima dengan sukarela serta mematuhi berbagai ketentuan dan peraturan terkait program ikhtiar.

d. Pembentukan Kelompok Koperasi BAIK membagi anggotanya ke dalam kelompok-kelompok. Dalam satu kelompok terdiri dari 5 (lima) orang anggota. Anggota diberikan kebebasan untuk memilih sendiri kelompoknya, tetapi dalam satu kelompok tidak diperbolehkan adanya hubungan keluarga satu baris. Mereka harus dipisahkan ke dalam majelis yang berbeda.35

e. Kebijakan Kumpulan/Majelis Semua kegiatan dilakukan di majelis, seperti pertemuan majelis, pengajuan pembiayaan, pembayaran cicilan pembiayaan, penerimaan dana pembiayaan, dan diskusi kelompok. Berikut adalah kebijakan yang ada pada pertemuan majelis:36

1) Pertemuan dilaksanakan sekali setiap pekan.

2) Lokasi pertemuan ditentukan oleh kelompok berdasarkan hasil musyawarah bersama.

3) Peserta pertemuan adalah anggota kelompok yang telah melewati proses Uji Kelayakan dan Latihan Wajib Kelompok.

34 Wawancara dengan Titin Prasetyawati, Bendahara Koperasi Baytul Ikhtiar (Bogor, 19 Juli 2011). 35 Wawancara dengan Titin Prasetyawati, --- 36 Panduan Simpan Pinjam UPK Ikhtiar-Sistem dan Prosedur Pelayanan, Yayasan PERAMU, review Skripsi Ratih Ratnasari, Pola Grameen Syariah untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Rumah Tangga, Studi terhadap Program Pendampingan Kelompok Pembiayaan bagi Perempuan Miskin oleh Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor (Skripsi FSH UIN Jakarta, 2010).

92 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 114: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

4) Kegiatan pertemuan meliputi:- Setoran (angsuran, tabungan kelompok, tabungan sukarela dan infaq/dana

sasarengan kalau ada).- Penarikan (tabungan sukarela, tabungan wajib kalau ada yang keluar dari

keanggotaan).- Pengajuan pinjaman/pembiayaan.- Dropping/pencairan pinjaman.- Pendampingan.

5) Untuk mempermudah kegiatan pengadministrasian, seluruh kegiatan dilakukan dalam satu waktu pertemuan dengan menggunakan alat administrasi rekap transaksi, buku dan kartu tabungan. Kartu angsuran dan kartu pengawasan angsuran.

6) Setiap kelompok terdiri dari lima orang anggota kelompok yang diketuai oleh satu orang.

7) Pertemuan majelis merupakan pertemuan beberapa kelompok dalam satu kegiatan, dengan posisi duduk berkelompok sesuai dengan kelompok limaan.

8) Satu majelis terdiri dari dua sampai dengan empat kelompok, yang dipimpin oleh satu ketua majelis.

9) Seluruh anggota kelompok wajib menghadiri pertemuan kelompok pekanan, ketidakhadiran anggota kelompok harus disertai dengan alasan yang jelas dan dapat diterima.

10) Transaksi dan pencatatan transaksi kalau kondisi majelis sudah mandiri (mampu mencatat semua transaksi ke dalam alat yang diterapkan) maka dilakukan oleh majelis (Ketua Majelis), jika belum bisa maka, transaksi dan pencatatannya dilakukan oleh petugas lapangan.

11) Keanggotaan/beberapa hak anggota akan gugur apabila mengundurkan diri/keluar atau dikeluarkan oleh anggota majelis yang lain dengan kesepakatan bersama, dengan pertimbangan anggota yang bersangkutan tidak bisa memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai anggota, sehingga mengganggu kelancaran proses kegiatan secara keseluruhan dalam majelis tersebut.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 93

Page 115: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

f. Pencairan dan Pembayaran Pembiayaan Sistem pencairan dan pembiayaan pada Koperasi BAIK menggunakan pola 2-2-1. Menurut Titin Prasetyawati “…minggu pertama dua orang, minggu berikutnya dua orang, dan yang terakhir sebagai ketua mendapatkan pembiayaannya”.37 Jumlah pembiayaan pertama yang diberikan sebesar Rp 300.000,00 sampai dengan Rp 500.000,00. Dalam satu kelompok setiap anggota mendapatkan jumlah pembiayaan berbeda-beda pada kisaran tersebut. Untuk pembiayaan selanjutnya, baru disesuaikan dengan prestasi anggota. Koperasi BAIK memiliki batasan pembiayaan, untuk pembiayaan yang ke dua maksimal 1 juta rupiah; untuk pembiayaan ketiga maksimal 2 juta rupiah; untuk selanjutnya Koperasi BAIK baru dapat memberi pembiayaan maksimal 5 juta.

g. Tanggung Renteng Dalam sebuah lembaga keuangan mikro yang menggunakan sistem Grameen, terdapat keadaan dimana pada suatu waktu nasabah akan mengalami kesulitan dalam membayar cicilan pembiayaan. Ketika hal ini terjadi, nasabah harus mengerti bahwa ini adalah tanggung jawabnya dan kelompok serta kumpulan untuk memecahkan masalah tersebut, dan bukanlah tanggung jawab staf program.

Salah satu aspek dasar dari program Grameen Bank adalah solidaritas. Hal ini menjadikan kelompok termotivasi untuk mengerti bahwa menerima tanggung jawab bersama adalah untuk kebaikan mereka, menjaga anggota kelompok dan memastikan kemajuan satu sama lain. Para nasabah ini memilih sendiri anggota kelompoknya dan mereka didorong untuk dapat saling membantu bila salah satu anggota kelompok mendapatkan kesulitan. MBK Ventura dan Koperasi BAIK memperkenalkan konsep tanggung renteng untuk meminimalisir tunggakan dan kredit macet. Menurut Peti Herawati selaku Staf Operasional PT MBKV, nasabah MBKV selain menyiapkan setoran untuk cicilan setiap minggunya, juga diingatkan untuk membawa uang tambahan minimal Rp2.000. Uang ini digunakan apabila ada nasabah MBKV yang tidak dapat membayar cicilannya pada minggu tersebut disebabkan suatu hal. Pada minggu berikutnya, nasabah yang tidak membayar uang cicilan di minggu sebelumnya akan mengganti uang tersebut dan membayar setorannya pada minggu berikutnya.

37 Wawancara dengan Titin Prasetyawati, Bendahara Koperasi Baytul Ikhtiar (Bogor, 19 Juli 2011).

94 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 116: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

h. Pendampingan Kelompok Sesuai dengan hakekat koperasi dimana para anggotanya harus merasa memiliki maka, pengurus/petugas Koperasi BAIK melakukan kegiatan pendampingan kelompok, misalnya, pendampingan dalam hal pemberian pemahaman tentang akad-akad syariah saat bertran-saksi, perencanaan rumah tangga, pentingnya menabung, motivasi, peran kemasyarakatan, kesehatan, kepedulian terhadap anak, peningkatan kepedulian dan solidaritas di antara sesama anggota serta menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di antara para anggota kelompok. Selain itu, diadakan pelatihan mengenai pengorganisasian agar Koperasi BAIK ini nantinya dapat dimiliki oleh anggota.

Koperasi BAIK juga mengadakan pelatihan koperasi bagi anggota, atau bekerja sama dengan pihak luar. Contohnya adalah pelatihan kader tiga bulanan (tergantung wilayah). Dari pertemuan majelis, Koperasi BAIK mengadakan pertemuan blok, dalam pertemuan blok ini diberikan materi tentang bagaimana para anggota dapat mengorganisir sebuah acara. Koperasi BAIK hanya menjadi fasilitator, dan mengenai jenis acara diserahkan kepada anggota. Dari kegiatan tersebut, Koperasi BAIK melihat siapa saja yang aktif dan mungkin dapat diajak ikut serta dalam aktivitas organisasi untuk mengikuti pelatihan koperasi dan menjadi anggota koperasi.

3. Amanah Ikhtiar Malaysiaa. Sejarah Pendirian Amanah Ikhtiar Malaysia (AIM) adalah salah satu lembaga kredit mikro di Malaysia yang didirikan pada 17 September 1987 atas prakarsa Prof. David Gibbons dan Prof. Madya Sukor Kasim. Sebagai Badan Amanah Pribadi berdaftar, AIM merupakan replikasi dari sistem Grameen Bank.

Pendirian AIM ini sesungguhnya merupakan proyek awal Grameen Bank untuk menguji kesesuaian pendekatan Grameen Bank dalam mengatasi kemiskinan di negara-negara lain sekitar Bangladesh karena sistem ini diyakini sebagai sistem universal yang dapat diterapkan di negara manapun juga, khususnya di negara-negara Asia. Proyek ini dikenal sebagai proyek Ikhtiar yang diprakarsai oleh Pusat Penelitian Dasar University Sains Malaysia (PPD USM), dibiayai oleh Yayasan Pembangunan Ekonomi Islam Malaysia (YPEIM), Pusat Pengembangan

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 95

Page 117: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Asia Pasifik (APDC) dan Pemerintah Malaysia. Dengan berdirinya AIM itulah kredit mikro di Malaysia mulai berkembang pesat.

Tujuan proyek ini adalah untuk menguji pendekatan Grameen Bank di dalam mengurangi kemiskinan perdesaan dengan penyerahan hak kredit mikro kepada kaum miskin. Penyaluran kredit ini bertujuan untuk membiayai dan menambah modal kerja dengan manajemen bersama pihak AIM demi keberhasilan dan kesinambungan program.

b. Visi, Misi, dan Tujuan Visi AIM adalah: menjadi institusi keuangan mikro yang diberkati, dinamik dan bertaraf dunia bagi membasmi kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan ummah. Misinya adalah: 1) Menjadi Institusi Kewangan Mikro pada tahun 2009, 2) Menjadi institusi yang berdikari pada tahun 2012 dengan meragamkan produk dan pengabdian, 3) Menjadi IKON dalam operasi keuangan mikro di tingkat negara-negara, 4) Membangunkan program yang lebih komprehensif bagi membantu, membimbing dan memperkasa golongan miskin terutama bangsa Melayu dan Bumiputera, 5) Mencapai target pembiayaan sebanyak RM 5 bilion pada tahun 2012, 6) Meningkatkan kualitas perkhidmatan dan mewujudkan budaya kerja cemerlang, 7) Menyediakan kemudahan kewangan dan bimbingan berterusan kepada sahabat usahawan.

Tujuan Pendirian AIM adalah untuk: 1) Mengurangi kemiskinan di kalangan keluarga miskin dan termiskin di Malaysia dengan menyediakan pembiayaan kredit mikro untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang akan menambah dan meningkatkan pendapatan, 2) Menyediakan kemudahan keuangan berkelanjutan bagi usahawan-usahawan Ikhtiar, 3) Menyediakan bimbingan dan latihan berkelan-jutan bagi keluarga miskin, termiskin dan usahawan Ikhtiar. Untuk mencapai tujuan tersebut, AIM menyediakan produk-produk, antara lain: pembiayaan modal, simpanan wajib, tabungan kebajikan dan kesejahteraan nasabah.

c.Produk-produk Pembiayaan1) Ikhtiar Rezeki Ikhitiar Rezeki memiliki beberapa macam di antaranya I-Mesra, I-Srikandi, I-Wibawa dan I-Wawasan. Berikut penjelasannya:

96 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 118: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

a) I-Mesra Pembiayaan Ikhtiar Rezeki Mesra (I-Mesra) merupakan produk utama pembiayaan AIM. Produk ini ditawarkan pertama kali dengan jumlah maksimal RM 2,000 dan digunakan untuk membiayai proyek yang memiliki peluang baik bagi nasabah AIM.

• Persyaratan Pembiayaan- Batas maksimum pembiayaan ialah RM 19,900 dan batas minimum

pembiayaan berdasarkan kesepakatan kelompok dan berdasarkan pada peraturan yang ditentukan oleh AIM.

- Waktu pengembalian pembiayaan adalah antara 25 sampai 150 minggu.- Pengembalian pembiayaan dilakukan secara mingguan.- Biaya pengurusan 10% setahun atau 5% bagi pengembalian pembiayaan

selama enam bulan.

• Syarat-syarat Khusus:- Nasabah layak mendapat pembiayaan I-Mesra pertama kali setelah

disahkan dalam kumpulan dan pusat, setelah ada keputusan dari pusat dan rekomendasi kelompok.

- Nasabah layak membuat pembiayaan I-Mesra kedua kali dan seterusnya jika proyek nasabah berkembang secara perlahan atau akan memulai proyek baru karana proyek pertama tidak berkembang.

- Nasabah perlu memenuhi keperluan asas simpanan bagi I-Mesra melebihi RM 10,000

b) I-Srikandi Produk pembiayaan Ikhtiar Rezeki Srikandi (I-Srikandi) berasaskan konsep fast track. Proyek ini merupakan produk yang diperkenalkan kepada nasabah yang mempunyai potensi proyek bagus dan berdaya maju. Produk ini juga bertujuan memberi segala kemudahan kredit kepada nasabah lama tanpa perlu mencari modal tambahan dari lembaga keuangan lain. Melalui produk ini, nasabah dapat membuat pembiayaan lebih dari satu pada saat nasabah sedang melakukan proses meminjam. Artinya, nasabah dapat melakukan dua pembiayaan sekaligus.

• Persyaratan Pembiayaan- Batas maksimal pembiayaan ialah RM 19,900. - Jangka waktu pengembalian pembiayaan adalah antara 25 hingga 150

minggu.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 97

Page 119: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

- Pembayaran cicilan dilakukan secara mingguan.- Biaya pengurusan 10% setahun atau 5% bagi pengembalian pembiayaan

yang dilakukan selama enam bulan.• Syarat-syarat Khusus:

- Nasabah boleh mendapatkan pembiayaan I-Srikandi jika proyek sebelumnya yang dibiayai oleh I-Mesra baik dan memerlukan modal pembiayaan yang lebih besar.

- Kelayakan nasabah mendapat pembiayaan berdasarkan pada jumlah nasabah pinjaman tanpa tunggakan di atas 80%.

- Kelayakan nasabah mendapatkan pembiayaan ini tergantung kepada portofolio berisiko yang pada bunga 0%. Nasabah juga mesti memenuhi asas simpanan bagi pembiayaan melebihi RM 10,000.

c) I-Wibawa Produk Pembiayaan Ikhtiar Rezeki Wibawa (I-Wibawa) merupakan satu produk pembiayaan yang ditawarkan kepada nasabah yang sedang mengambil pembiayaan I-Mesra atau I-Srikandi. Produk ini diperkenalkan untuk memberi pinjaman yang mudah kepada nasabah yang memerlukan tambahan modal untuk menjalankan proyek secara bermusim atau peluang yang datang dalam tempo yang singkat.

• Persyaratan Pembiayaan- Batas maksimal pembiayaan ialah RM 5,000.- Waktu pengembalian pembiayaan maksimal hingga enam bulan.- Pengembalian pembiayaan bisa mingguan, bulanan atau sekaligus.- Biaya pengurusan 10% setahun atau 5% bagi pengembalian selama enam

bulan.• Syarat-syarat Khusus:

- Nasabah boleh mendapat pembiayaan I-Wibawa apabila nasabah memperoleh peluang proyek ekonomi/perniagaan dalam jangka waktu yang singkat dan memerlukan sumber keuangan sekaligus dan cepat. Contoh: Perniagaan di musim perayaan atau kontrak/tender dari pihak Kerajaan/swasta yang terjamin bayaran baliknya.

- Nasabah yang sedang membuat pembiayaan ekonomi (I-Mesra atau I-Srikandi atau I-Wawasan) dan sedang membuat bayaran balik mengikut jadwal dengan sempurna.

98 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 120: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

- Nasabah yang sedang mengambil pembiayaan I-Mesra pertama kali (bagi nasabah baru) hendaklah sekurang-kurangnya telah mengembalikan pembiayaan dalam tempo 25 minggu dengan sempurna.

d) I-Wawasan Produk Pembiayaan Ikhtiar Perusahaan Kecil disebut juga produk I-Wawasan diperkenalkan untuk melaksanakan skim graduation kepada nasabah yang berhasil mencapai tahap wirausahawan kecil dan sederhana. Produk ini untuk menggalakkan nasabah Ikhtiar supaya melibatkan diri dalam perusahaan kecil dan sederhana serta sebagai salah satu usaha meningkatkan pendapatan mereka dalam aktivitas ekonomi.

• Persyaratan Pembiayaan- Batas pembiayaan maksimal RM 50,000 dan minimal RM 20,000.- Jangka waktu pengembalian antara 25 hingga 250 minggu.- Pengembalian pembiayaan dilakukan secara mingguan.- Biaya pengurusan 10% setahun atau 5% bagi tempo bayar balik selama

enam bulan.• Syarat-syarat Khusus:

- Pendapatan nasabah telah meningkat sekurang-kurang-nya lima kali lipat daripada pendapatan garis kemiskinan (PGK) yang berlaku di Malaysia.

- Nasabah telah membuat pembiayaan Ikhtiar (Pembia-yaan Ekonomi) sekurang-kurangnya 5 kali dan pernah membuat pembiayaan tertinggi melebihi RM 10,000.

- Nasabah memiliki rapor disiplin yang baik terutama kehadiran di pusat (melebihi 90%) dan report pengem-balian pembiayaan yang sempurna (100%).

- Nasabah perlu menyiapkan laporan-laporan usaha dan keuangan yang baik.- Nasabah yang berpengalaman menjalankan proyek akan dibiayai sekurang-

kurangnya tiga tahun. Bagi proyek baru, perlu mendapat pelatihan dasar dalam bidang yang berkaitan dengan badan-badan seperti jabatan pertanian, jabatan hewan, mardi, mara dan lain-lain.

- Nasabah yang menjalankan usaha mesti memiliki badan usaha yang sah.- Batasan umur nasabah tidak melebihi 60 tahun di saat pelunasan pembiayaan.- Memenuhi syarat dasar simpanan jumlah pembiayaan.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 99

Page 121: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

2) Ikhtiar Penyayang Produk pembiayaan pemulihan atau Ikhtiar Penyayang (I-Penyayang) merupakan satu solusi untuk membantu nasabah yang menghadapi masalah kegagalan proyek ekonomi yang disebabkan oleh bencana alam, lingkungan ekonomi dan sosial atau kesulitan nasabah memulai projek baru atau memulihkan proyek yang gagal.

I-Penyayang ditawarkan kepada nasabah yang mengalami masalah pengembalian pembiayaan dua minggu berturut-turut, setelah diketahui pasti masalah pokok kegagalan proyek. Sekiranya layak mendapatkan pembiayaan maka, pengembalian pembiayaan yang harus dibayarkan ditangguhkan mengikut prosedur penangguhan pengembalian, kemudian pembiayaan I-Penyayang diproses seperti pembiayaan biasa. Dalam waktu pembiayaan balik I-Penyayang, jika nasabah mampu melakukan pembayaran dua pembiayaan, maka pengembalian pembiayaan biasa dilakukan seperti semula. Jika nasabah belum layak, maka pengembalian I-Penyayang diutamakan terlebih dahulu.

• Syarat Pembiayaan:a) Batas maksimal pembiayaan adalah RM 5,000.b) Waktu pengembalian pembiayaan antara 25 minggu hingga 150 minggu.c) Biaya administrasi 10% setahun.d) Biaya administrasi 5% untuk pengembalian selama enam bulan.

• Syarat-syarat Khusus:a) Nasabah yang menghadapi masalah kegagalan proyek dan menyebabkan

masalah pengembalian pembiayaan mengikuti ketentuan yang ditetapkan. Kegagalan proyek disebabkan oleh bencana alam (tsunami, banjir besar, kemarau berpanjangan), masalah pasaran (gejolak ekonomi, kejatuhan harga barang, kenaikan harga), masalah penyakit yang melanda nasabah/Ahli keluarga atau masalah keluarga (perceraian).

b) Nasabah bersedia untuk memulai proyek baru dengan jumlah modal pembiayaan yang lebih kecil (terutama pada nasabah yang pernah mengambil pembiayaan besar).

c) Memiliki laporan disiplin kehadiran yang baik pada kelompok dan pusat (mengikut syarat umum pembiayaan).

d) Pembiayaan yang tertunggak mestilah ditangguhkan terlebih dahulu.

100 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 122: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

e) Nasabah yang berada dalam waktu pemulihan dan mengambil I-Penyayang tidak boleh mengambil pembiayaan lain secara bersamaan.

f) Nasabah dan kelompok sanggup menjalani proses penurunan kuasa khusus untuk I-Penyayang dengan ketentuan seperti berikut:

- Proses penurunan kuasa hari 1 semua nasabah bersama anggota kelompok yang lain. Disiapkan agar ahli keluarga juga turut serta di dalam majlis tersebut.

- Proses penurunan kuasa semula dikenakan kepada nasabah dan kumpulan dengan penekanan kepada topik kredit disiplin, peer support dan peer pressure serta penurunan kuasa kepada kumpulan serta pemberkuasaan (empowerment) pengerusi. Cadangan proses penurunan kuasa untuk kes ini adalah empat hari termasuk Hari Pengikhtirafan.

- Pengiktirafan semula oleh Pegawai Rancangan atau Pengurus Wilayah untuk menilai semula kekukuhan kumpulan dan melihat sejauh mana komitmen nasabah dalam memperbaiki disiplin dirinya.

3) Ikhtiar Bestari Produk pembiayaan Ikhtiar Bestari (I-Bestari) telah diperkenalkan sebagai kesinambungan kepada pinjaman pendidikan. Produk ini diarahkan untuk menunjang pendidikan dan kemahiran dengan syarat-syarat kelayakan yang menarik yaitu setelah enam bulan mengem-balikan pembiayaan atau setengah jangka waktu pengembalian pembiayaan I-Mesra kali pertama, yang menjadikan nasabah dibolehkan mengajukan pembiayaan I-Bestari.

• Syarat Pembiayaan:a) Batas pembiayaan yang boleh diajukan hingga RM 5,000.b) Jangka waktu pengembalian antara 25 hingga 150 minggu.c) Pengembalian dilakukan secara mingguan.d) Biaya administrasi 10% setahun atau 5% bagi pengembalian selama enam

bulan.• Syarat-syarat Khusus:

a) Nasabah yang memerlukan pembiayaan untuk tujuan membia-yai keperluan pendidikan formal ataupun pendidikan kemahiran (kursus-kursus kemahiran dasar/lanjutan). Dokumen yang membukitkan keperluan seperti surat keterangan dari institusi pendidikan yang sah, jumlah iuran dan lain-lain keperluan harus disertakan dalam berkas permohonan.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 101

Page 123: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b) Nasabah yang baru menyertai AIM, harus mengambil pembiayaan I-Mesra terlebih dahulu dan harus telah selesai melakukan pengembalian sebanyak 25 minggu.

c) Bagi nasabah berada, mereka boleh meminjam mengikuti tahun mereka bersama AIM dengan syarat telah mengambil pembiaya-an ekonomi dan menjalankan proyeknya dengan baik, di samping dengan laporan disiplin kredit yang baik.

4) Ikhtiar Sejahtera Produk Pembiayaan Ikhtiar Sejahtera (I-Sejahtera) merupakan satu produk baru khusus untuk keperluan seperti beli tanah, beli rumah, mesin, keperluan menunaikan haji, pernikahan, penebusan barang dan lain-lain yang tidak melanggar undang-undang atau hukum agama.

• Syarat Pembiayaan:a) Batasan pembiayaan yang boleh diajukan hingga RM 10,000.

b) Waktu pengembalian pembiayaan antara 25 hingga 150 minggu.

c) Pengembalian pembiayaan dilakukan secara mingguan.

d) Biaya administrasi 10% setahun atau 5% bagi jangka waktu pengembalian selama enam bulan.

• Syarat-syarat Khusus:a) Nasabah yang hendak mengambil I-Sejahtera harus sudah mempunyai

laporan pembiayaan ekonomi sekurang-kurangnya I-Mesra satu kali dan telah melakukan pengembalian selama 25 minggu.

b) I-Sejahtera bagi pusat yang memenuhi Keberkesanan Operasi (OE) 80% dan Portfolio Berisiko di tahap 0% layak mengikuti putaran di bawah:

c) I-Sejahtera bagi Keberkesanan Operasi (OE) kurang 80% dan Portfolio Berisiko (PAR) kurang 5% layak mengikut putaran berikut:

102 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 124: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

d) Sekiranya Portfolio Berisiko (PAR) melebihi 5% pinjaman ini akan dibekukan di pusat tersebut.

d. Program Keuangan Mikro Bandar Produk pembiayaan yang ditawarkan AIM cukup mudah (tanpa jaminan), golongan sasaran yang khusus, pemantuan yang rapi, pematuhan disiplin kredit yang tinggi, karyawan yang profesional dan mendapatkan dukungan kerajaan.

Peraturan yang digunakan oleh AIM terbukti berkesan dan berhasil mengeluarkan sejumlah besar keluarga dari belenggu kemiskinan di samping melahirkan banyaknya usahawan kecil yang berdaya saing. Kejayaan AIM selama lebih 20 tahun ini kini digunakan sepenuhnya untuk mengurangkan kemiskinan di kawasan Bandar. Pelaksanaan Program Keuangan Mikro Bandar (PKMB) menjadi pelengkap peraturan mikro kredit ikhtiar yang memberikan dampak besar kepada program-program pengurangan kemiskinan.

Adapun tujuan AIM adalah: 1) Menggembleng potensi bekerja sendiri (self-employment) di kalangan keluarga miskin dan golongan berpendapatan rendah, 2) Menyebarluaskan pendekatan keuangan mikro AIM kepada golongan miskin dan golongan berpendapatan rendah di Bandar.

• Syarat-syarat Kelayakan:- Warga negara Malaysia;

- Keluarga di kawasan Bandar yang berpendapatan di bawah RM 2,000 sebulan atau perkapita di bawah RM 400 sebulan;

- Memiliki aset tidak melebihi RM 50,000;

- Taraf residensi melebihi dua tahun di wilayah kediaman atau wilayah perniagaan.

• Syarat-syarat Pembiayaan:- Pembiayaan tanpa jaminan;

- Bermufakat membentuk kumpulan lima orang anggota dan menjalani latihan dasar pembiayaan selama lima hari (satu hari satu jam);

- Bersedia menumbuhkan pusat;

- Menghadiri kumpulan pusat setiap minggu;

- Bersedia menyumbang 1% dari pembiayaan ekonomi ke dalam tabung kelompok;

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat - 103

Page 125: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

- Bersedia menabung dalam tabung kumpulan sebanyak RM 5 seminggu;

- Pengembalian pembiayaan secara mingguan;

- Mencarum dalam Tabung Khairat Hutang (TKH);

- Biaya administrasi 1% sebulan.

• Skim Pembiayaan Ditawarkan, berperingkat sebagai berikut:

Tabel 3.2.Skim Pembiayaan Amanah Ikhtiar Malaysia

104 - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Page 126: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

BAB IVPEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI

JASA KEUANGAN SYARIAH DI DAERAH

A. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Koperasi Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah menganut asas otonomi dan tugas pembantuan, artinya pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Adapun urusan pemerintahan yang diatur dan diurus oleh pemerintah daerah sebagaimana dalam Pasal 13 ayat (1) dalam UU tersebut di atas di antaranya adalah huruf (i), yaitu fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah, termasuk lintas kabupaten/kota (urusan wajib). Tujuan pengaturan dan pengurusan wajib ini adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan proses politik kebijakan khususnya terkait dengan pembinaan dan pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah dimana di dalamnya termasuk Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Indikasi adanya peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan proses politik-kebijakan terkait KJKS ini adalah semakin dekat/pendek alur birokrasi dalam kepengurusan legalitas, pembinaan dan pengembangannya, semakin cepat pelayanan kepada kebutuhan KJKS, semakin tepat sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dalam pembinaan dan pengembangan KJKS, dan semakin hemat pembiayaan dalam pengembangan KJKS.

Oleh karena itu upaya peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan proses politik-kebijakan tersebut di atas diperlukan prakondisi adanya peningkatan peran serta masyarakat dalam pembinaan dan pengembangan KJKS dan peningkatan daya saing daerah dengan mengoptimalkan potensi atau unggulan daerah.

(Studi di Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan)

Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah - 105

Page 127: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Sejak dibatalkannya UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 28 Mei 2014 banyak kalangan yang berkepentingan khususnya yang bergerak di bidang perkoperasian menyambut lega karena UU tersebut justru dinilai mengekang pertumbuhan koperasi. Pembinaan koperasi dinilai lebih cocok dan aplikatif jika mengacu pada UU No. 25 Tahun 1992. Dengan kembali kepada UU ini khususnya pada Bab XII Pasal 60 s/d 63 tentang Pembinaan, Pemerintah Daerah akan dimudahkan dalam melakukan pembinaan kepada koperasi-koperasi dan koperasi lebih berpeluang untuk bisa tumbuh. Masalah lain di UU No. 17 Tahun 2012 adalah, justru mengarah pada pemosisian koperasi sebagai badan usaha biasa sehingga kepemilikan individual bisa dibenarkan.1

Kalaupun disinyalir bahwa dengan adanya kemudahan pendirian koperasi ini akan mengakibatkan banyak penyimpangan dalam badan hukum ini maka, yang perlu diatur adalah mekanisme pengawasan dan pembubaran yang cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam Bab IV ini akan dijelaskan bagaimana upaya Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam melakukan pembinaan dan pengem-bangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) di wilayahnya yang jumlahnya dari tahun ke tahun semakin bertambah.

B. Pembinaan KJKS di Kota Tangerang Selatan Sejak menjadi daerah otonom baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang berdasarkan UU No. 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang diundangkan pada tanggal 29 September 2008, Pemerintah Kota Tangerang Selatan merasa perlu membentuk Dinas Koperasi dan UKM karena banyaknya koperasi dan pelaku usaha kecil dan menengah yang belum mendapatkan pembinaan secara optimal di kota ini. Dari 1.700-an UKM dan koperasi, baru 371 UKM dan koperasi yang baru ditangani.2

Oleh karena itu untuk lebih memfokuskan diri pada pembinaan koperasi dan

106 - Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah

1 Anam, Choirul., Pembatalan Koperasi Justru Permudah Pembinaan (Ditulis pada tanggal 03 Juni 2014, 04:24 WIB, editor: Wahyu Darmawan, diunduh pada tanggal 19 Juli 2014 (http://surabaya.bisnis.com/read/20140603/ 11/71886/pembatalan-undang-undang-koperasi-justru-permudah-pembinaan). 2 Wawancara dengan H. Arpandadi, Kota Tangerang Selatan, BSD (Tanggal 13 Desember 2010, dalam Skripsi: Saiful Bahri, Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UINSH, Jakarta, 2011)

Page 128: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

UKM di Kota Tangerang Selatan ini maka, Pemerintah Kota Tangerang Selatan mengeluarkan Peraturan Walikota Tangerang Selatan No. 1 Tahun 2009 sehingga dibentuklah Dinas Koperasi dan UKM yang awalnya bergabung dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dan untuk lebih memperjelas tugas-tugas Dinas ini kemudian dikeluarkan Peraturan Walikota Tangerang Selatan No. 24 Tahun 2009 tentang tugas pokok, fungsi dan tata kerja Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan.

Ada tiga bagian besar program dan kegiatan Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan, yaitu: koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan bidang fasilitas dan permodalan.3 Dengan tiga bidang ini Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan bertugas untuk membina, sosialisasi, mendata, mengelompokkan bidang-bidang usaha kecil dan menengah, seperti promosi barang yang telah diproduksi, legalitas atas berdirinya KJKS dan UKM, pembinaan alat produksi, penyuluhan, memberikan solusi kepada para pelaku KJKS dan UKM tentang permodalan dan mampu mengakses modal dari bank pemerintah maupun swasta, serta melakukan penilaian kesehatan KJKS maupun UKM apakah masih sehat atau tidak.4

Dalam dokumen Rencana Strategis Dinas Koperasi dan Usaha Kecil, Menengah Kota Tangerang Selatan disebutkan bahwa visi dinas adalah: “Mewujudkan koperasi, dan usaha mikro, kecil dan menengah, menjadi penggerak dan pendorong bagi peningkatan perekonomian daerah Kota Tangerang Selatan yang adil dan bermartabat”.

Guna mewujudkan visi antara tersebut di atas maka, Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan mencanangkan misi sebagai berikut:

a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan pengamalannya dalam kehidupan bermasyarakat;

b. Membangun sumber daya manusia melalui peningkatan mutu pendidikan di seluruh jenjang secara bertahap serta peningkatan derajat kesehatan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat;

Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah - 107

3 Bahri, Saiful., Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011), hlm. 6. 4 Bahri, Saiful., Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011), hlm. 6.

Page 129: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

c. Meningkatkan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi melalui fasilitasi pengembangan usaha di bidang industri, agrobisnis, agroindustri, dan jasa, serta memberikan akses lebih besar pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, dan sektor informal;

d. Mewujudkan keserasian dan keseimbangan pembangunan yang berwawasan lingkungan melalui sistem perencanaan dan pengendalian tata ruang yang terstruktur;

e. Menciptakan tata kepemerintahan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab (good governance);

f. Meningkatkan pembangunan infrastruktur bagi percepatan aspek-aspek pembangunan;

g. Memenuhi hak-hak politik dan sosial warga untuk melakukan partisipasi kritis dalam proses pembangunan;

h. Memberdayakan perempuan dan kesetaraan gender dalam kegiatan pembangunan.

Selanjutnya oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang, visi dan misi tersebut di atas diuraikan dalam tujuan dan sasaran sebagai berikut:5

a.Tujuan1) Meningkatkan pelayanan publik;2) Meningkatkan peluang usaha koperasi dan UMKM;3) Mengembangkan kewirausahaan bagi Koperasi dan UMKM;4) Menciptakan unit usaha yang kuat;5) Meningkatkan pemasaran dan promosi;6) Meningkatkan perlindungan hukum bagi pelaku UMKM;7) Meningkatkan kesehatan dan klasifikasi koperasi.

5 Wawancara dengan Bapak Dewan Ridwan, Kasubag Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan pada 18 April 2011 (dalam Skripsi: Saiful Bahri, Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011), hlm. 49.

108 - Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah

Page 130: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Sasaran1) Meningkatkan pelayanan publik;2) Berfungsinya pusat promosi dan informasi bisnis bagi Koperasi dan UMKM;3) Meningkatkan jumlah koperasi yang aktif;4) Meningkatkan jumlah UMKM;5) Meningkatkan jumlah unit usaha UMKM yang produktif;6) Meningkatkan inovasi produk IKM;7) Terwujudnya sentra-sentra produksi UMKM potensial;8) Meningkatnya kemampuan pelaku usaha dalam rangka pengembangan

kesempatan kerja dan berusaha.

Visi, misi, tujuan dan sasaran Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan tersebut kemudian dijabarkan menjadi program-program, khususnya terkait langsung dengan pembinaan dan pengembangan koperasi adalah sebagai berikut:6

1. Program Penciptaan Iklim Usaha Kecil, Menengah yang Kondusif. Kegiatannya meliputi: Penyusunan Kebijakan tentang Usaha Kecil, Menengah; Sosialisasi Kebijakan tentang Usaha Kecil, Menengah; Fasilitasi Kemudahan Formalisasi Badan Usaha Kecil dan Menengah; Perencanaan, Koordinasi dan Pengembang-an Usaha Kecil, Menengah; Fasilitasi Pengembangan Usaha Kecil, Menengah; Fasilitasi Permasalahan Proses Produksi Usaha Kecil, Menengah.

2. Program Pengembangan Kewirausahaan dan Keunggulan Kompetitif Usaha Kecil, Menengah. Kegiatannya meliputi: Fasilitasi Pengembangan Inkubator Teknologi dan Bisnis; Fasilitasi Peningkatan Kemitraan Investasi Usaha Kecil, Menengah; Peningkatan Kerja sama di bidang HAKI; Fasilitasi Pengembangan Sarana Promosi Hasil Produksi; Penyelenggaraan Pelatihan Kewirausahaan; Pelatihan Manajemen Koperasi/KUD; Sosialisasi HAKI kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah; Sosialisasi dan Pelatihan Pola Pengelolaan Limbah Industri dalam Menjaga Kelestarian Kawasan Usaha Mikro, Kecil, Menengah.

3. Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah. Kegiatannya meliputi: Sosialisasi Dukungan Informasi Penyediaan Permodalan; Pengembangan Klaster Bisnis; Koordinasi Pemanfaatan Fasilitas

6 Dokumen Rencana Strategis Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan 2011-2016.

Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah - 109

Page 131: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Pemerintah untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah; Pemantauan Pengelolaan Penggunaan Dana Pemerintah untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah; Penyelenggaraan Pembinaan Industri Rumah Tangga, Industri Kecil dan Industri Menengah; Penyelenggaraan Promosi Produk Usaha Mikro, Kecil, Menengah; Pengembangan Kebijakan dan Program Peningkatan Ekonomi Lokal.

4. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan Koperasi. Kegiatannya meliputi: Peningkatan Sarana dan Prasarana Pendidikan dan Pelatihan Perkoperasian; Pembangunan Sistem Informasi Perencanaan Pengembangan Perkoperasian; Sosialisasi Prinsip-Prinsip Pemahaman Koperasi; Pembinaan, Pengawasan dan Penghargaan Koperasi Berprestasi; Peningkatan dan Pengembangan Jaringan Kerja sama Usaha Koperasi; Penyebaran Model-Model Pengembangan Koperasi; Rintisan Penerapan Teknologi Sederhana/Manajemen Modern pada Jenis-Jenis Koperasi.

C. Masalah-Masalah yang Dihadapi Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam Pembinaan dan Pengembangan KJKS

Memasuki tahun ke lima dan tahun-tahun berikutnya sejak pembentukan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2008, Pemerintah Kota Tangerang Selatan menghadapi permasalahan yang semakin komplek, diantaranya adalah ancaman pengangguran secara besar-besaran akibat ketergantungan perekonomiannya kepada satu cabang industri yang padat karya. Oleh karena itu kebijakan perekonomian Pemerintah Kota Tangerang Selatan adalah mencetak sebanyak-banyaknya wirausaha-wirausaha baru di banyak ragam industri kecil dan tidak semata-mata tergantung pada industri-industri besar.

Kebijakan ini tentunya diiringi dengan kebijakan politik anggaran dimana Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan dinas-dinas terkait lainnya sudah semestinya mendapatkan alokasi anggaran yang cukup dan proporsional dengan bobot tugas serta obyek yang akan ditanganinya untuk mendukung tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Menurut Rahman (2013),7 dengan total APBD Rp 3 triliun pada tahun 2014, Dinas Koperasi dan UKM yang pada tahun ini mendapatkan anggaran 6 miliar rupiah, yang semestinya mendapatkan alokasi anggaran sebesar 15 sampai dengan 20 miliar rupiah. Apalagi menurut Rahman, tahun 2015 di Tangerang Selatan akan dicanangkan sebagai Tahun Koperasi.

110 - Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah

Page 132: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Masalah tersebut di atas dapat digolongkan dalam masalah eksternal. Adapun masalah eksternal lainnya adalah:

a. kebijakan pemangku kepentingan yang kontra produktif terha-dap pengembangan UMKM dan koperasi, antara lain: 1) prosedur perijinan dan sertifikasi yang panjang dan rumit, 2) peraturan perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam hal pinjaman permodalan yang sulit, 3) keamanan dan kenyamanan berusaha yang rendah, 4) infrastruktur daerah yang kurang mendukung, dan yang terbaru adalah 5) kewajiban setor pajak 1% bagi UMKM.

b. Persaingan usaha yang semakin ketat, kurangnya pembinaan dari instansi terkait, penanaman modal di daerah yang kurang mendukung dalam peningkatan modal usaha koperasi, kurang-nya pemahaman masyarakat tentang KJKS.

Sedangkan masalah internal yang dihadapi oleh UMKM dan koperasi di Kota Tangerang Selatan antara lain:8

a. Legalitas usaha/bentuk badan usaha umumnya masih perorangan dan belum berbadan hukum.

b. Struktur organisasi sederhana dengan pembagian kerja yang kurang jelas.

c. Manajemen yang kurang profesional: kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan, jarang yang memiliki rencana usaha, model bisnis tidak jelas.

d. Modal usaha sangat terbatas, tidak mempunyai jaminan atau kolateral yang dipersyaratkan oleh perbankan atau lembaga keuangan lainnya.

e. Sumber daya manusia terbatas: kurangnya inovasi dan kreatifitas dan masih banyak yang kurang “melek” teknologi.

7 Rahman, Ade., “Tangsel Sangat Membutuhkan 10.000 UKM Tahun 2014” (Kompasiana, 22 Desember 2013. Diunduh tanggal 21 Juli 2014, dari http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/22/tangsel-sangat-membutuhkan-10000-ukm-tahun-2014-621734.html.) 8 Wawancara dengan Husen, Ketua KJKS Hijrah Usaha Mikro, Ciputat, 10 Februari 2011 (Dalam Skripsi: Saiful Bahri, Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembang-an Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011, h. 3. Dan dalam Skripsi: Herva Octaviana, Strategi BMT Al-Kautsar Dala Mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah di Bekasi, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009), hlm. 4.

Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah - 111

Page 133: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

f. Kesulitan proses produksi karena minimnya teknologi dan sarana pendukung.

g. Kesulitan pemasaran karena minimnya akses informasi dan jaringan.

h. Minimnya sarana transportasi, pergudangan, dan komunikasi yang lengkap dalam menunjang usaha UMKM dan koperasi.

D. Upaya Penanganan Masalah-Masalah KJKS oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan Ada beberapa strategi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam upaya menangani masalah-masalah terkait KJKS ini, antara lain dengan strategi induk, strategi generik, strategi umum, dan strategi fungsional.9

1. Strategi Induk Strategi induk Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan merupakan strategi dan kebijakan jangka panjang yang spesifik berisikan pencapaian visi, misi dan tujuan yang menerjemahkan orientasi strategis organisasi yang telah dijelaskan pada poin B pada Bab ini. Rencana jangka panjang ini sangat diperlukan sebagai barometer atau petunjuk arah aksi organisasi yang dikaitkan dengan kemampuan serta peluang yang ada.10

2. Strategi Generik Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, strategi generik yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan adalah:11

a. Melakukan pembinaan dan sosialisasi secara berkesinambungan kepada para pengelola KJKS dan UKM tentang keberadaan Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan melalui berbagai cara, seperti: mendatangi satu persatu koperasi, mendata keberadaan koperasi, pembinaan, melakukan pelatihan dalam akuntansi, auditing, perpajakan, dan lainnya.

9 Mahendrata, Gading., Strategi Tingkat Korporat (Jurnal diakses pada tgl 18 Maret 2011 dari http://gadingmahendradata.wordpress.com/ 2010/03/ 31/strategi-tingkat-korporat/). 10 Wawancara dengan Bpk Dewan Ridwan Kasubag Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan pada 18 April 2011 (Dalam Skripsi: Saiful Bahri, Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011). 11 Wawancara dengan Hj. Ratna Nuri Aryatni, Ketua Kepala Bidang Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan pada 12 April 2011 (Dalam Skripsi: Saiful Bahri, Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011).

112 - Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah

Page 134: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Melakukan kerja sama dengan instansi maupun lembaga lain baik dari pemerintah maupun swasta dalam hal pengumpulan dan penyaluran dana, serta pengembangan KJKS, di antaranya instansi yang sudah terjalin kerja sama dengan Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan adalah: Bank Mandiri, BRI, Bukopin, BNI, Bank Jabar. Dan bekerja sama dengan lembaga pemerintah seperti: BUMN, Pemerintah Daerah, Pertamina, PT.Telkom, PT.Pos Indonesia, PT.PLN, Jamsostek, dan lain-lain.

c. Mengaplikasikan program-program kerja dengan penuh semangat dan tanggung jawab, dan mengikuti peraturan-peraturan yang ada agar dapat melaksanakan program yang telah direncanakan.

3. Strategi Umum Dalam upaya mengembangkan KJKS, Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan merancang beberapa strategi umum yang meliputi lima ruang lingkup, yaitu:

a. Meningkatkan SDM Dalam upaya meningkatkan SDM kinerja para pembina KJKS maka, pihak Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan melakukan beberapa program di antaranya: melakukan pembinaan, sosialisasi dan pelatihan seperti akuntansi, auditing, perpajakan, pembuatan AD/ART, serta marketing dalam pemasaran produk. Program ini secara tidak langsung juga bertujuan untuk mening-katkan kinerja SDM KJKS agar lebih memiliki potensi, keterampilan dan kompetensi dalam menjalankan usahanya.

b. Financing (keuangan dan modal) Untuk menjadikan KJKS lebih berkembang terutama dalam hal modal dan financing maka, Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan melakukan kerjasama dengan instansi lain baik Pemerintah maupun swasta, sedangkan kerjasama dengan swasta seperti perbankan dimana Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan sebagai fasilitator, ketika instansi lain mengadakan pembiayaan kepada KJKS maka, Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan menginformasikan kepada KJKS, dan mengatur persyaratan dalam hal pembiayaan, kemudian menyerahkan kepada perbankan.

c. Regulasi Dalam upaya mengembangkan keberadaan KJKS maka, Dinas Koperasi

Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah - 113

Page 135: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

dan UKM Kota Tangerang Selatan melakukan pengadaan payung hukum dalam keberadaan KJKS yaitu Peraturan Daerah (Perda).

d. Teknologi Untuk membantu para pelaku KJKS dalam perkembangan teknologi maka, pihak Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan selalu berusaha mengikuti perkembangan teknologi yang kian pesat, dengan cara malakukan pelatihan kepada pembina KJKS.

e. Manajemen Dalam mengembangkan manajemen KJKS maka, pihak Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan melakukan pemantauan, evaluasi, dan monitoring dalam hal: keuangan, laporan tahunan, kinerja pembina KJKS, dan kegiatan dari KJKS.

4. Strategi Fungsional Strategi fungsional merupakan strategi jangka pendek yang berisi kegiatan di setiap bidang yang berfungsi untuk mengimplementasikan strategi induk yang telah ditetapkan. Program jangka pendek bidang Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan adalah:12

a. Peningkatan pemahaman prinsip-prinsip koperasi;b. Peningkatan kompetensi pembina koperasi;c. Peningkatan pembina koperasi dalam memonitor dan mengevaluasi koperasi;d. Pengembangan koperasi;e. Peningkatan kemampuan pengurus dalam pembuatan neraca dan perhitungan

Hasil Usaha Koperasi;f. Peningkatan pengurusan dalam manajemen Koperasi;

Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan khususnya Bidang Koperasi mempunyai kegiatan yang merupakan aktivitas paling operasional dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Adapun kegiatan yang ditetapkan bidang Koperasi adalah sebagai berikut:13

12 Wawancara dengan Hj. Ratna Nuri Aryatni, Kepala Bidang Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan pada 12 April 2011 (Dalam Skripsi: Saiful Bahri, Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011). 13 Wawancara dengan Hj. Ratna Nuri Aryatni, Kepala Bidang Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan pada 12 April 2011 (Dalam Skripsi: Saiful Bahri, ---).

114 - Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah

Page 136: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

a. Melaksanakan kegiatan sosialisasi;b. Melaksanakan workshop pembinaan koperasi;c. Melaksanakan pembinaan pengurus;d. Melaksanakan kegiatan sosialisasi Koperasi kemasyarakatan;e. Melaksanakan pelatihan pembuatan laporan akhir tahun.

E. Pengendalian Strategi Untuk mengetahui perkembangan dan menghindari penyim-pangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan strategi suatu lembaga maka, diperlukan adanya pengendalian strategi yang meliputi evaluasi dan pengawasan. Evaluasi strategi diantaranya dengan menetapkan standar kerja, pengukuran prestasi kerja dan mengambil tindakan korektif terhadap penyimpangan yang terjadi.

1. Evaluasi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan dalam mengembangkan organisasinya memiliki standar penilaian kinerja yaitu mengacu pada Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang berdasarkan pada Prestasi, Dedikasi, Loyalitas dan Tidak Tercela (PDLT) antara lain: kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, kepemimpinan (staf).

Dalam menjalankan organisasinya, pihak Dinas Koperasi dan UKM menyadari bahwa penyimpangan-penyimpangan kadang-kadang terjadi dalam pelaksanaan kerja, akan tetapi yang terjadi selama ini di Dinas Koperasi dan UKM tidak begitu berat, diantaranya: pegawai terlambat datang kerja, kesalahan data, serta kurangnya komunikasi antar pegawai.

Adapun dalam melakukan pengukuran kerja, Pimpinan Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan melakukan kerjasama yang baik antar pegawai lainnya. Sedangkan tindakan korektif yang dilakukan oleh pimpinan Dinas Koperasi dan UKM yaitu dengan teguran secara lisan atau memberi surat peringatan, dan dengan bermusyawarah. Apabila langkah tersebut tidak dapat menjadi solusi terhadap penyimpangan yang terjadi maka pimpinan Dinas Koperasi dan UKM mengambil tindakan untuk menonaktifkan pegawai yang melakukan penimpangan.

Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah - 115

Page 137: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

2. Pengawasan Pengawasan dilakukan oleh Kepala Seksi untuk semua divisi pada Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan, khususnya Kepala Bidang Koperasi, melakukan evaluasi dan monitoring terhadap program kegiatan dan kinerja karyawan yang dilakukan dalam triwulan dan semester, yang dievaluasi berdasarkan pada laporan kegiatan maupun program.

Dari uraian di atas, nampak bahwa Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan telah melakukan pengendalian strategi dengan baik yaitu dengan menetapkan standar prestasi kerja, melakukan pengukuran prestasi kerja dan mengambil tindakan korektif terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, serta mengadakan evaluasi dan monitoring yang berdasarkan pada laporan maupun kegiatan. Dengan menetapkan tahap strategi tersebut maka penyimpangan yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin.[*]

116 - Pembinaan dan Pengembangan KJKS di Daerah

Page 138: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Program Dana Bergulir Syariah - 117

BAB VPROGRAM DANA BERGULIR SYARIAH BAGI

PENINGKATAN AKSES KEUANGAN KJKS/BMTDALAM MEMPERKUAT USAHA MIKRO DAN KECIL

A.Dana Bergulir Syariah1. Pengertian Dana Bergulir Syariah Dana Bergulir Syariah (DBS) adalah dana yang berasal dari pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, yang digulirkan kepada Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dan atau anggotanya yang terpilih untuk jangka waktu tertentu menurut prinsip bagi hasil.1

Program DBS yang dikoordinatori oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM, bekerja sama dengan bank syariah sebagai bank pelaksana ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI No. 10/Per/M.KUKM/VI/2006 tentang Petunjuk Teknis Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) Pola Syariah.2 P3KUM Pola Syariah – yang selanjutnya disebut “Program DBS” – ini adalah rangkaian kegiatan pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan memperluas kesempatan kerja, dilakukan dalam bentuk perkuatan permodalan LKMS yakni Bank Perkreditan Rakyat Syariah/Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah (BPRS/KJKS/UJKS) untuk pengembangan usaha mikro dengan menggunakan pola dana bergulir.

1 Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Petunjuk Teknis Program Perkuatan KSP/USP Koperasi Pola Syariah untuk Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (Tahun 2004), hlm. 7. 2 Amalia, Euis., Keadilan Distributif dalam Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 300. 3 Kementerian Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Republik Indonesia, Informasi Skim Kredit Perbankan bagi UMKM Tahun 2010, h. 99.

Page 139: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

2. Dasar Hukum Dana Bergulir Dasar hukum pengelolaan dana bergulir antara lain:

a. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;b. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;c. UU No. 20/2008 tentang UMKM;d. PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

(PPK-BLU);e. KMK No. Kep-292/MK.5/2006 tentang Penetapan LPDB-KUKM pada

Kementerian Negara Koperasi dan UKM sebagai instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU;

f. PMK No. 34/PMK.05/2008 tentang tarif layanan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, diganti dengan PMK No. 221/PMK.05/2008;

g. PMK N0. 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir pada Kementerian Negara/Lembaga;

h. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor II/Per/M.KUKM/VI/2008 tentang Organisasi Tata Kerja Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

i. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 21/Kep/ M.KUKM/ VII/2008 tentang Pendelegasian Kewenangan Pengelolaan Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

3. Mekanisme Penyaluran Dana Bergulir Syariah Dalam penyaluran Dana Bergulir Syariah (DBS) dilakukan dengan Linkage Program yakni kerjasama penyaluran dana dari bank umum sebagai bank pelaksana kepada atau melalui LKMS dalam rangka pembiayaan kepada nasabah mikro dan kecil. Dalam program ini LKMS melakukan kerjasama kemitraan secara langsung dengan para pelaku usaha kecil mikro. Penyaluran DBS dari bank pelaksana kepada LKMS dilaksanakan dengan dasar akad mudharabah, musyarakah atau piutang murabahah antara bank pelaksana dengan LKMS yang bersangkutan.

Masalah-masalah yang ada dalam Program DBS ini adalah ternyata masih banyak LKMS yang belum mengetahui bagaimana prosedur untuk mengakses program ini dan bahkan ada yang tidak tahu adanya program ini. Masalah lainnya adalah, ada ketentuan atau batasan bahwa dalam satu kecamatan hanya satu

118 - Program Dana Bergulir Syariah

Page 140: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

koperasi yang dapat mengakses program ini. Sementara itu, Dinas Koperasi di daerah sering tidak memiliki database yang lengkap terutama tentang koperasi yang berbasis syariah sehingga informasi tentang Program DBS ini tidak tersampaikan kepada KJKS/UJKS. Belum lagi jumlah dana yang tersedia terbatas sedangkan kebutuhan bagi pengembangan UMKM melalui perkuatan permodalan sangat banyak. Hal ini menunjukkan bahwa antara supply yang tersedia tidak seimbang dengan demand yang ada.4

B. Bentuk-Bentuk Linkage Program Antara Bank Syariah dengan LKMS Bentuk linkage program banyak ragamnya karena terdapat beberapa perbedaan kebutuhan dan kompetensi. Ghemawat (1991)5 membagi linkage program menjadi dua jenis, yaitu: linkage vertical dan linkage horizontal. Linkage vertical adalah kerjasama dari berbagai jenis industri namun masih dalam rantai produksi, dan linkage horizontal adalah kerjasama yang melibatkan perilaku industri sejenis. Bronder dan Pritzl (1992)6 menambahkan ada linkage diagonal, dimana linkage tersebut dilakukan oleh berbagai jenis industri yang kurang memiliki keterkaitan secara langsung. Pembedaan yang lain adalah dilihat dari sudut badan hukum seperti Joint Ventura dan kerja sama menyalurkan produk, juga dapat dilihat dari area fungsional yang menjadi pusat perhatian, seperti di bidang teknologi, produksi, operasional, logistik, pemasaran, dan lain-lain.7

Berkaitan dengan perbankan dengan LKMS maka model linkage program terdapat tiga pola yaitu: pola executing, channeling, dan joint financing. Pola mana yang akan dipakai disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi kelembagaan mitra karena masing-masing pola mempunyai kelebihan dan kekurangan.8

4 Amalia, Euis., Keadilan Distributif dalam Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 331. 5 Ghemawat, P., Commitment (New York, Free Press, 1991). 6 Bronder, C. and R. Pritzl., Developing Strategic Alliances: A Conceptual Framework for Successful Cooperation (European Management Journal, 10:4, 1992), p. 412 7 Bank Indonesia, Linkage antara Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Bank Indonesia, 2004), hlm. 31. 8 Tim Kelompok Kerja Linkage Program, Keunggulan dan Kelemahan Linkage Program Melalui Joint Financing: Pengalaman Bank Muamalat (Kertas Kerja Workshop Sharing Linkage Program kepada Pejabat Bank Pembangun-an Daerah, 26-28 Maret 2008, hlm. 8; dalam Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 288.

Program Dana Bergulir Syariah - 119

Page 141: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

1. Linkage Program Pola Executing Pola executing adalah kerja sama antara bank penyedia dana pembiayaan dan bank penyalur pembiayaan. Resiko pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh bank penyalur. Pola ini relatif lebih banyak dipilih oleh bank penyedia dana dengan pertimbangan untuk mengurangi resiko seperti kredit macet. Mengingat resiko berada pada bank penyalur maka bank penyalur pembiayaan harus bekerja keras agar dana yang disalurkan tidak bermasalah. Meskipun tidak selalu terjadi namun pola executing menempatkan bank penyedia dana pada posisi tawar lebih tinggi dibandingkan bank penyalur.9

2. Linkage Program Pola Channeling Pola channeling merupakan pembiayaan kepada UMK yang dilakukan oleh Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS) melalui channel LKMS dengan mengembangkan beberapa ketentuan, antara lain:10

a. Kewenangan memutuskan pembiayaan dilakukan BUS/UUS, dan LKMS membantu dalam pencairan nasabah, analisis awal, pengikatan, dan penagihan atas kuasa BUS/UUS;

b. Resiko pembiayaan 100% ditanggung oleh BUS/UUS;

c. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke LKMS dan pencatatan di LKMS sebagai pembiayaan ke UMK (lihat skema 1 dan 2);

d. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UMK, dan pencatatan di LKMS sebagai rekening administratif LKMS secara off B/S (lihat skema 3 dan 4);

e. Akad antara BUS/UUS dengan LKMS sebagai mudharabah (akad bagi hasil) atau wakalah (akad mewakilkan) sedangkan akad antara LKMS dengan UMK sesuai dengan kebutuhan UMK;

f. Penentuannya besarnya nisbah bagi hasil/margin kepada UMK yang dibiayai ditentukan oleh BUS/UUS, dengan mempertimbangkan harga pasar untuk sektor atau bidang usaha UMK yang dibiayai;

9 Bank Indonesia, Linkage Antara Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 35. 10 Tim Kelompok Kerja Linkage Program, Keunggulan dan Kelemahan Linkage Program Melalui Joint Financing: Pengalaman Bank Muamalat (Kertas Kerja Workshop Sharing Linkage Program kepada Pejabat Bank Pembangun-an Daerah, 26-28 Maret 2008, hlm. 8; dalam Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 288.

120 - Program Dana Bergulir Syariah

Page 142: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

g. Distribusi pendapatan antara BUS/UUS dengan LKMS ditentukan dengan porsi nisbah/fee yang telah disepakati;

h. Jaminan diadministrasikan oleh LKMS yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS.

Dengan demikian pola channeling adalah pengimplementasian syirkah mudharabah dan dapat pula akad wakalah. Berikut dapat dijelaskan skema pada masing-masing bentuk kerjasama dengan pola channeling. Mudharabah berarti yang dihasilkan adalah bagi hasil sedangkan wakalah mendapatkan fee. Pilihan ini disesuaikan dengan kondisi di lapangan yang berbeda-beda tingkat kemampuan dan risikonya. Sedangkan pola LKMS kepada UMK disesuaikan dengan kebutuhan.

Gambar 5.1. Skema Executing

Program Dana Bergulir Syariah - 121

Page 143: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Gambar 5.2. Skema Channeling

3. Linkage Program Pola Joint Financing Pembiayaan model ini memiliki karakteristik sebagai berikut:11

a. Pembiayaan bersama terhadap UMK yang dilakukan BUS/UUS dan LKMS;b. Kewenangan memutuskan pembiayaan dilakukan secara bersama (BUS/ UUS

dan LKMS)c. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke LKMS, dan pencatatan di

LKMS sebagai pembiayaan ke UMK (Gambar 5.2.);d. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai dengan porsinya,

dan pencatatan di LKMS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya, sedangkan porsi pembiayaan dari BUS (Gambar 5.3.);

11 Tim Kelompok Kerja Linkage Program, Keunggulan dan Kelemahan Linkage Program Melalui Joint Financing: Pengalaman Bank Muamalat, Kertas Kerja Workshop Sharing Linkage Program kepada Pejabat Bank Pembangunan Daerah, 26-28 Maret 2008, h. 8; dalam Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Islam; Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), h. 294.

122 - Program Dana Bergulir Syariah

Page 144: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

e. Akad antara BUS/UUS dengan LKMS adalah musyarakah, sedangkan akad antara LKMS dengan UMK sesuai kebutuhan UMK;

f. Risiko pembiayaan ditanggung bersama antara BUS/UUS dengan LKMS sesuai dengan porsinya;

g. Penentuan besarnya nisbah bagi hasil/margin kepada UMK yang dibiayai dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama dengan mempertimbangkan harga pasar untuk sektor/ bidang usaha UMK yang dibiayai;

h. Distribusi pendapatan antara BUS/UUS dengan LKMS ditentukan sesuai dengan porsi nisbah yang disepakati;

i. Jaminan diadministrasikan oleh LKMS yang bertindak untuk diri sendiri dan atas nama BUS/UUS.

Gambar 5.3. Skema Joint Financing

Program Dana Bergulir Syariah - 123

Page 145: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

3 alternatif pencatatan:A. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke LKMS dan pencatatan di

LKMS sebagai pembiayaan ke UMK.B. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya,

sedangkan porsi pembiayaan dari BUS/UUS dicatat di rekening adm. LKMS secara off B/S.

C. Pencatatan di BUS/UUS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya, pencatatan di LKMS sebagai pembiayaan ke UMK sesuai porsinya, sedangkan pembiayaan BUS/UUS dicatat di rekening adm. LKMS secara off B/S.

C. Kebijakan Terkait Pengembangan Linkage Program Beberapa kebijakan Bank Indonesia dalam mendorong pelaksanaan Linkage Program adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan informasi kinerja LKMS yang akan menjadi calon peserta linkage program;

2. Perlakuan khusus dalam penilian kolektibilitas bagi BUK/BUS/ UUS yang menggunakan pola channeling;

3. Pertimbangan kemudahan pembukaan jaringan kantor cabang bagi LKMS;4. Penyediaan fasilitas infrastruktur pendukung antara lain pelaporan LKMS ke

BI secara online;5. Keikutsertaan dalam workshop setiap 6 (enam) bulan sekali yang terkait

kebijakan linkage program;6. Promosi BUK/BUS/UUS dan LKMS antara lain: pencantuman nama bank

dalam website BI, pencantuman logo sebagai peserta linkage program di kantor LKMS;

7. Linkage program award untuk BUK/BUS/UUS pemberi kredit linkage program terbesar;

8. BI dan BUK/BUS/UUS menyebarkan informasi generik model linkage program di masing-masing website.

D. Kepenyertaan Program DBS Melalui Linkage Program Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh LKMS, baik BPRS, KJKS/BMT, UJKS, dan UMKM untuk dapat mengikuti Program DBS melalui Linkage Program yang telah dicanangkan Kementertian Negara Koperasi dan UKM.

124 - Program Dana Bergulir Syariah

Page 146: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

1. Persyaratan Kepenyertaan Program DBS bagi LKMS Agar dapat mengikuti program DBS, LKMS wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:12

a. KJKS/UJKS Primer tingkat Kabupaten/Kota yang telah berbadan hukum dengan melampirkan surat keputusan badan hukum koperasi dan akte pendirian koperasi;

b. Koperasi Primer tingkat Kabupaten/Kota yang mempunyai UJKS dan telah dikelola secara terpisah dari kegiatan usaha lainnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

c. Memiliki anggota paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang yang berstatus sebagai pengusaha mikro;

d. Belum pernah menerima perkuatan permodalan yang berasal dari program Kementerian Negara Koperasi dan UKM;

e. Telah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan paling sedikit pada tahun buku terakhir bagi koperasi yang telah berbadan hukum lebih dari 1 (satu) tahun;

f. Mengajukan proposal kepada Tim Pelaksana DBS Kabupaten/Kota yang berisi informasi tentang :

- Data Kelembagaan Koperasi;- Keragaan usaha KJKS/UJKS;- Laporan Keuangan Koperasi satu tahun terakhir;- Laporan Keuangan Koperasi tiga bulan terakhir.

2. Persyaratan Kepenyertaan Program DBS bagi UMK Agar dapat mengikuti Program DBS, UMK wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Telah terdaftar sebagai anggota koperasi yang bersangkutan minimal tiga bulan;

b. Mempunyai usaha produktif;c. Sedang tidak mempunyai tunggakan pinjaman kepada KJKS/ UJKS yang

bersangkutan;d. Mengajukan permohonan pembiayaan kepada KJKS/UJKS;e. Mendapat persetujuan pembiayaan dari pengurus KJKS/UJKS.

Program Dana Bergulir Syariah - 125

12 Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM), (Jakarta, Juni 2006), hlm. 8.

Page 147: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

3. Tata Cara Pencairan Dana Bergulir Syariah Tata cara pencairan DBS bagi LKMS (KJKS/UJKS) yang telah ditetapkan sebagai penerima DBS, diatur sebagai berikut:13

a. KJKS/UJKS yang ditetapkan sebagai penerima DBS wajib menan-datangani naskah perjanjian dengan Tim Pelaksana DBS Kabupaten/Kota;

b. KJKS/UJKS wajib membuka dua rekening tabungan penam-pungan DBS di kantor cabang bank pelaksana yang ditunjuk atas nama KJKS/ UJKS;

c. Pengurus KJKS/UJKS, koperasi yang memiliki UJKS membuat surat kuasa kepada bank pelaksana untuk pencairan dana cadangan penghapusan piutang dalam hal KJKS/UJKS yang bersangkutan mengalami kerugian yang diakibatkan bukan faktor kesengajaan;

d. Atas dasar usulan kebutuhan dari KJKS/UJKS Tim Pelaksana DBS Kabupaten/Kota mengajukan usulan pencairan dana melalui Tim Pelaksana DBS provinsi kepada Kuasa Pengguna Anggaran Kementerian Negara Koperasi dan UKM Pejabat Pembuat Perikatan Kontrak;

e. Sebelum pencairan dana, KJKS/UJKS mengajukan rencana penggunaan dana kepada Tim Pelaksana DBS di daerahnya dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

- Kuitansi Penerimaan DBS;- Berita Acara Penarikan DBS;- Surat Permohonan Pencairan DBS;- Profil Koperasi/Identitas/Data Kelembagaan;- Fotokopi Rekening/ Penampungan DBS a.n. Koperasi;- Rencana Penyaluran DBS ke anggota koperasi;- Surat Pernyataan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten/ Kota

tentang kelayakan KJKS/UJKS penerima DBS;- Surat Pernyataan bersedia dilakukan pengawasan/audit;- Surat Pernyataan bertanggung jawab dari pengurus dan peng-awas koperasi

dalam penggunaan dana;- Naskah perjanjian kerja sama antara koperasi dan bank pelaksana;- Surat Kuasa dari KJKS/UJKS kepada bank pelaksana untuk pencairan DBS.

13 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Petunjuk Teknis (P3KUM) Pola Syariah, (No. 10/Per/M.KUKM/VI/2006), h. 11.

126 - Program Dana Bergulir Syariah

Page 148: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

f. Pejabat Pembuat Perikatan/Kontrak Deputi Menteri Negara Koperasi dan UKM bidang pembiayaan melakukan verifikasi kelengkapan administrasi dan menerbitkan Surat Permintaan Pembiayaan (SPP) kepada Kuasa Pengguna Anggaran (KPA);

g. Bendahara Kementerian Negara Koperasi dan UKM meneliti kelengkapan dokumen dari masing-masing KJKS/UJKS, selanjut-nya Kuasa Pengguna Anggaran. Pejabat penguji dan penanda-tangan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setem-pat sesuai prosedur yang diatur dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia;

h. Atas dasar SPM-LS sebagaimana dimaksud huruf g, KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pemin-dahbukuan (transfer) dana dari rekening Kas Negara ke rekening masing-masing KJKS/UJKS kepada kantor cabang bank pelaksana yang telah ditunjuk, dalam jumlah yang utuh/penuh (100%) tanpa potongan pajak dan dibukukan langsung ke rekening DBS KJKS/UJKS;

i. Pengajuan pencairan DBS pertama kali oleh KJKS/UJKS kepada bank pelaksana, baik secara sekaligus maupun bertahap;

j. DBS yang diterima oleh KJKS/UJKS dibukukan sebagai kewajiban jangka panjang dan dialokasikan untuk membiayai usaha anggota;

k. KJKS/UJKS menadatangani surat pernyataan bertanggung jawab atas penyaluran dan penggunaan DBS baik yang dimanfaatkan oleh KJKS/ UJKS maupun oleh anggotanya.

E. Pola Linkage Program Melalui Bank Syariah dengan Pola Syariah Di bawah ini merupakan alur penyaluran DBS beserta skemanya dari Pemerintah kepada peserta penerima program (UMK) melalui bank syariah, sebagai berikut:

Program Dana Bergulir Syariah - 127

Page 149: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Gambar 5.4. Alur Penyaluran DBS Beserta Skemanya

F. Pengawasan dan Pendampingan Tujuan pengawasan dalam pandangan Islam adalah untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang hak. Pengawasan (control) dalam ajaran Islam (hukum syariah), paling tidak terbagi menjadi dua hal. Pertama, pengawasan yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT. Seseorang yang yakin bahwa Allah SWT pasti mengawasi hamba-Nya maka, ia akan bertindak hati-hati. Ketika bersendiri, ia yakin bahwa Allah SWT yang kedua dan ketika berdua, ia yakin Allah SWT yang

128 - Program Dana Bergulir Syariah

14 Hafidhuddin, Didin dan Tanjung, Hendri., Manajemen Syariah dalam Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 156.

Page 150: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

ketiga.14 Kedua, sebuah pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan tersebut juga dilakukan dari luar diri sendiri. Sistem pengawasan dapat berupa mekanisme pengawasan dari pimpinan yang berkaitan dengan penyelesaian tugas yang telah didelegasikan, kesesuaian antara pelaksanaan tugas dan perencanaan tugas, dan lain-lain.

Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang telah built in ketika menyusun sebuah program. Dalam menyusun program, harus sudah ada unsur kontrol di dalamnya. Tujuannya adalah agar program yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan. Demikian juga dengan pelaksanaan Program DBS. Program tersebut dapat berjalan lancar dan efektif ketika ada pengawasan yang rutin terhadap sistem dan mekanisme penyaluran dana yang telah ditetapkan untuk para pengusaha mikro dan kecil.

Dalam pelaksanaannya, pengawasan terhadap Program DBS, telah ditentukan tentang mekanisme monitoring, evaluasi dan pengendalian dengan tata-cara sebagai berikut:15

1. Koperasi fungsional peserta program wajib melaporkan secara periodik dan tertulis kepada Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas/Badan Kabupaten /Kota yang membidangi Koperasi dan UKM dengan tembusan Menteri melalui Deputi;

2. Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas/Badan Kabupaten/Kota yang membidangi koperasi dan UKM melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penyaluran, pemanfaatan, pengelolaan dan pengembalian dana bergulir kepada pemerintah Provinsi/Daerah Istimewa melalui Dinas/ Badan Provinsi/ DI yang membidangi Koperasi dan UKM setiap tiga bulan sekali dengan tembusan kepada Menteri melalui Deputi;

3. Pemerintah Provinsi/DI melalui Dinas/Badan Provinsi/DI yang membidangi Koperasi dan UKM melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penyaluran, pemanfaatan, pengelolaan dan pengembalian dana bergulir kepada Menteri melalui Deputi setiap tiga bulan sekali;

4. Kementerian Negara Koperasi dan UKM melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penyaluran, pemanfaatan, pengelolaan dan pengembalian dana bergulir di tingkat nasional;

15 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Petunjuk Teknis (P3KUM) Pola Syariah (No. 10/Per/M.KUKM/VI/2006), hlm. 22.

Program Dana Bergulir Syariah - 129

Page 151: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

5. Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan UMKM melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penyaluran, pemanfaatan, pengelolaan dan pengembalian dana bergulir di tingkat nasional setiap tiga bulan sekali dengan tembusan kepada Menteri melalui Deputi.

Selain pengawasan dan evaluasi maka terdapat juga pendampingan dari pihak Pelaksana Program, yaitu dengan adanya Tenaga Pendamping Program DBS dengan tugas sebagai berikut:16

a. Melakukan pendampingan kepada KJKS/UJKS minimal satu bulan sekali;

b. Melakukan pembinaan, konsultasi, fasilitasi, pengendalian, monitoring dan evaluasi terhadap administrasi pengelolaan DBS KJKS/UJKS binaannya;

c. Melaporkan hasil tugas pendampingan kepada Bank Pelaksana dan Tim Pelaksana DBS Kabupaten/Kota dengan tembusan Tim Pelaksana DBS Provinsi/DI setiap bulan.[*]

16 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Petunjuk Teknis (P3KUM) Pola Syariah (No. 10/Per/M.KUKM/VI/2006), hlm. 22.

130 - Program Dana Bergulir Syariah

Page 152: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS - 131

A. Perhimpunan BMT Indonesia (BMT Center) BMT Center dibentuk sebagai wadah bagi BMT-BMT dalam upaya pengembangan dan pembinaan BMT di seluruh Indonesia. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 5000 BMT yang beroperasi di seluruh Indonesia yang jika dihimpun total asetnya diperkirakan sudah mencapai lebih dari 5 triliun rupiah dan pengusaha mikro dan kecil yang telah mendapatkan pembiayaan sudah sekitar 4 juta unit usaha.1

Menurut Suharto (2011),2 CEO Permodalan BMT, Pertumbuhan BMT yang tinggi setidaknya dipengaruhi oleh empat faktor: pertama, kesadaran syariah masyarakat yang makin meningkat; kedua, kepercayaan masyarakat yang makin tinggi, serta pemberitaan media yang semakin luas; ketiga, lembaga-lembaga yang membuat regulasi bagi BMT melakukan pengawasan, training yang semakin tertata; keempat, kepercayaan lembaga perbankan dan pemerintah untuk melakukan linkage program.

Namun demikian, masifnya perkembangan BMT selama ini lebih banyak didorong oleh gerakan masyarakat yang memiliki kesadaran untuk meningkatkan taraf kesejahteraan lingkungannya khususnya oleh aktivis-aktivis muslim di Indonesia. Ironisnya, hasil riset Dr. Sakai dan Prof. Kacung Marijan menunjukkan bahwa gerakan BMT yang telah berkembang sampai saat ini tanpa mendapat banyak dukungan, pengawasan atau pengaturan sistem dari Pemerintah

BAB VILEMBAGA-LEMBAGA

PENGEMBANG (INDUK) LKMS

1 Anonimus, Islamic Micofinance di Indonesia (Sharing, November 2010). 2 Soeharto, Saat, Ir., dalam http://www.tamzis.com/ index2.php?option= comcontent&dopdf= 1&id=164 (Diunduh pada 06 Maret 2011).

Page 153: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Indonesia.3 Kenyataan ini menjadikan peran BMT Center sebagai lembaga yang mengayomi dan mendayagunakan BMT di Indonesia menjadi sangat penting. Selain itu BMT Center pun bisa berperan sebagai lembaga yang menyediakan akses pendanaan baik dari pemerintah atau perusahaan-perusahaan.

1. Sekilas BMT Center

BMT Center berdiri dengan akta Nomor 17 pada tanggal 14 Juni 2005 di hadapan notaris Aliya S. Azhar SH, MH, MKn dengan 13 dewan pendiri dari berbagai BMT di Indonesia. Pendirian BMT Center didasari pada visi yakni menjadi pusat pendorong tercapainya BMT yang kokoh dan kuat.

Adapun misi BMT Center adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan capacity building BMT anggota dan calon anggota melalui jasa pendampingan teknis, manajemen dan pelatihan yang berkesinambungan dan terarah.

b. Melakukan intermediasi dan advokasi antara BMT anggota maupun calon anggota dengan para pihak atau lembaga yang terkait sehingga terwujud aliansi strategis dalam gerakan pemberdayaan ekonomi umat.

c. Berperan serta dalam gerakan dakwah bil hal tentang pemberdayaan ekonomi umat yang berbasis ekonomi syariah melalui BMT.

d. Meningkatkan jaringan kerjasama antar anggota.

2. Fungsi BMT Center BMT Center memiliki beberapa fungsi vital, yaitu sebagai:

a. Koordinator untuk meningkatkan koordinasi lembaga regulator (BI atau Departemen) misalnya dalam hal rating, standar profesi, etika bisnis BMT, dan lain-lain (Self Regulatory Organization/SRO).

b. Lembaga yang dapat membentuk, menyehatkan dan meningkatkan BMT maupun debiturnya melalui pendampingan teknis, training, dan jasa manajemen lainnya (Capacity Building).

c. Lembaga advokasi dan konsultasi bagi BMT, anggota dan masyarakat.

d. Lembaga penyeleksi BMT yang layak dan berpotensi layak (Rating Agency) dan supervisi BMT (Monitoring Agency).

3 Sakai, Minako dan Marijan, Kacung., Mendayagunakan Pembiayaan Mikro Islami (Crawford School of Economics and Government, The Australian National University, 2008).

132 - Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS

Page 154: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

e. Lembaga penyedia informasi yang diperlukan oleh anggotanya, seperti informasi debitur, peluang usaha, kondisi makro ekonomi, keuangan dan perbankan khususnya di segmen keuangan mikro (LKM/S Centre atau Pusat Operasi).

f. Lembaga wholesaler bagi BMT anggota, termasuk memperluas akses BMT ke sumber-sumber keuangan yang volumenya lebih besar.

g. Lembaga pembentuk jembatan antara BMT dan lembaga keuangan lain, termasuk fungsi (Konsultan Keuangan Mitra Bank/KKMB) atau Linkage Program.

3. Strategi BMT Center Untuk menjalankan beberapa fungsi di atas maka, BMT Center mengembangkan strategi dan inisiatif sebagai berikut:

a. Mendirikan dan Mengembangkan Lembaga Permodalan BMT BMT Center menyadari bahwa masalah mendesak BMT yang harus segera dicarikan solusinya adalah masalah modal dan likuiditas. Oleh karena itu sebagai wholesale maupun linkage program BMT Center juga harus bisa memainkan perannya sebagai pooling of fund. Pada masa-masa awal, BMT lebih banyak mengandalkan modal dari penempatan dana oleh masyarakat. Sebagian ada pula yang melakukan kerjasama dengan perbankan atau lembaga keuangan lain, baik dalam bentuk pembiayaan maupun linkage program. Akan tetapi, BMT Center berpendapat bahwa solusi tersebut hanya bersifat jangka pendek, sehingga untuk memperkuat likuiditas BMT-BMT maupun bagi pengembangan usaha perlu dicarikan solusi yang bersifat jangka panjang.

Menyadari kondisi itu maka, dibentuklah sebuah lembaga permodalan BMT oleh BMT Center yang kemudian disebut dengan PT. Permodalan BMT Ventura atau disingkat dengan P-BMT. Lembaga ini berperan dalam bidang investasi, pembiayaan dan program kemitraan (linkage program) BMT.4 Secara lebih jelas, P-BMT bertujuan untuk:

1) Meningkatkan rasio permodalan BMT terhadap dana pihak ketiga sehingga dapat menjaga kebutuhan modal minimum yang dipersyaratkan.

2) Meningkatkan likuiditas BMT, yang diukur berdasar rasio likuiditas.

Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS - 133

4 http://permodalanbmt.com/bmtCenter/?p=535 (Diunduh pada 06 Maret 2011).

Page 155: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

3) Mendorong terciptanya kinerja unggul BMT, antara lain: memiliki ukuran rasio keuangan yang baik; performance manajemen dan lembaga sesuai dengan SOP maupun peraturan lain yang ditetap-kan; masuk rating lembaga terbaik; pelayanan yang baik (services excelent).

4) Menebar nilai syariah kepada para stakeholder: para anggota (SHU); pemerintah (pajak); karyawan (kesejahteraan yang layak); kreditur (kembalian yang menarik dan penyelesaian kewajiban); debitur (bagi hasil yang saling menguntungkan); mitra (penyelesaian kewajiban secara teratur); dan masyarakat sekitar (lapangan pekerjaan, perbaikan kondisi sosial).

P-BMT sebagai bagian dari BMT Center melakukan kegiatan usaha Permodalan BMT pada bidang yang berkaitan langsung dengan kepentingan BMT anggota (BMT Center). Dengan kata lain, Permodalan BMT merupakan badan usaha yang mendasarkan pelayanan utama-nya kepada kepentingan BMT anggota. Di samping itu, P-BMT juga sekaligus menopang bagi terwujudnya visi, misi dan tujuan BMT Center di atas.

b. Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia Sebagaimana disebutkan sebelumnya, selain sebagai lembaga permodalan (linkage program), BMT Center juga berfungsi sebagai lembaga pengembangan SDM bagi BMT (capacity building). Dua fungsi ini memang sangat berkaitan; permodalan sebesar apapun tidak akan memberikan dampak positif jika tidak ditopang dengan SDM yang profesional dan kompeten. Demikian juga sebaliknya, SDM yang profesional dan kompeten, kurang memberikan dampak positif jika tidak ditopang dengan permodalan yang cukup.

Untuk memperkuat kualitas SDM BMT anggota, BMT Center mengembang-kan strategi dengan mendirikan BMT Institute; sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan bagi para pengelola BMT anggota. Melalui lembaga inilah, diharapkan para pengelola BMT dapat mengelola BMT secara baik dan benar. Di samping itu juga, dengan SDM yang kompeten dan profesional, akan terjadi percepatan dalam perkembangan BMT di Indonesia.

Berbagai program pelatihan telah dilakukan oleh BMT Institute, mulai dari pelatihan dasar hingga pelatihan lanjutan bagi staff atau pengelola BMT. Lembaga ini secara khusus juga mengadakan pelatihan bagi top manager di BMT. Selain itu,

134 - Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS

Page 156: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

untuk lebih memperkuat dalam transfer of knowledge maupun skill, BMT Institute juga mengembangkan pola pendampingan bagi BMT, khususnya BMT-BMT yang masih dalam tahap perkembangan.

Sasaran yang ingin dicapai dengan dibentuknya lembaga ini adalah tersedianya SDM BMT yang memiliki kualifikasi keahlian (kompetensi) dan jumlah yang memadai.5

Sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan bagi BMT, BMT Center melalui BMT Institute ini nantinya juga diharapkan bisa menjadi rating agency khususnya bagi BMT-BMT anggota, dan umumnya bagi BMT-BMT yang ada di Indonesia sehingga BMT-BMT yang ada di Indonesia ini dapat diukur sejauh mana kualitasnya.

4. BMT Center dan Pengembangan BMT di Indonesia Hingga akhir tahun 2013 setidaknya 300 BMT tergabung dalam keanggotaan BMT Center dan telah membiayai lebih dari dua juta pelaku usaha mikro dan kecil. Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, peran BMT Center tidak bisa dilihat secara langsung di tengah-tengah masyarakat, karena BMT Center tidak langsung terjun ke masyarakat tetapi melalui pembinaan-pembinaan yang dilakukan pada BMT-BMT yang menjadi binaan atau mitra sebagaimana fungsinya yang telah dijelaskan di atas. Keberhasilan BMT Center dalam memberdayakan ekonomi masyarakat akan tampak pada keberhasilan BMT mitra dalam memberdayakan ekonomi masyarakat di sekitarnya.6

Salah satu peran BMT Center yang penting dan perlu diapresiasi dalam mengembangkan BMT di Indonesia antara lain adalah komitmen dan kontribusinya dalam mengawal dan mengadvokasi regulasi Rancangan Undang Undang Lembaga Keuangan Mikro (RUU LKM) yang kini sudah ditetapkan menjadi UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Masukan-masukan BMT Center terhadap UU LKM tersebut antara lain:

a. UU LKM hendaknya disusun atas dasar pemahaman yang tepat tentang bagaimana beroperasinya LKM saat ini. UU LKM harus menegaskan dan melegitimasi hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi rakyat banyak dan mengeliminasi hal-hal yang buruk.

5 http://permodalanbmt.com/bmtCenter/?p=535 (Diunduh pada 06 Maret 2011). 6 Soleh, Muhammad., Peran BMT Center dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), hlm. 56-57.

Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS - 135

Page 157: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. UU LKM harus dilandasi UUD 1945 khususnya pasal-pasal tentang perekonomian.

c. UU LKM hendaknya benar-benar bertujuan untuk melindungi usaha mikro, bukannya memberi kesempatan kepada para pemilik modal besar untuk memperkuat dominasinya.

d. UU LKM hendaknya memberikan perlindungan kepada masyara-kat, khususnya yang melakukan transaksi simpanan atau tabungan melalui LKM.

e. UU LKM harus visioner, bisa mengantisipasi perkembangan perekonomian di masa mendatang, khususnya yang terkait dengan LKM dan usaha mikro.7

Selain fungsi advokasi-regulasi, BMT Center berperan dalam membantu proses sosialisasi BMT ke masyarakat luas. Melalui berbagai forum maupun kesempatan dan terutama program-program kerjanya, BMT Center telah memberikan pemahaman dan informasi kepada masyarakat luas tentang ke-BMT-an, karena masih banyak masyarakat yang berpandangan bahwa BMT tidak berbeda dengan rentenir. BMT Center juga telah membantu dan memfasilitasi bagi mereka yang hendak mengembangkan BMT.

B. Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) 1. Peran Inkopsyah dalam Penguatan Lembaga Perekonomian Umat Baitul Maal wat-Tamwiil saat ini berperanan penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah karena fungsinya yang khas, yakni bersedia untuk melayani kebutuhan pendanaan dan pembiayaan kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah yang pada umumnya memiliki kesulitan untuk mendapat-kan pelayanan pembiayaan dari perbankan karena keterbatasan mereka dalam memenuhi berbagai persyaratan dari bank. Dan faktanya, saat ini BMT dapat memenuhi harapan masyarakat yang membutuhkan pelayanan “perbankan” yang tidak dapat dilayani oleh bank umum.

Keberadaan BMT di tengah masyarakat dimulai sekitar tahun 90-an dan semakin cepat tersebar ke seluruh Indonesia setelah mendapatkan dukungan pemerintah yakni dengan dicanangkannya gerakan BMT oleh Presiden Soeharto pada tahun 1995. Hingga saat ini animo masyarakat untuk mendirikan BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah semakin besar. Dalam catatan Pusat

7 http://permodalanbmt.com/bmtCenter/?p=704 (Diunduh pada 06 Maret 2011).

136 - Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS

Page 158: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) sebagai lembaga yang banyak membidani kelahiran BMT, pertumbuhan BMT dari segi kuantitas meningkat pesat. Sampai dengan tahun 1998 jumlah BMT yang beroperasi di seluruh Indonesia telah mencapai 3000 unit. Namun sayangnya potensi yang besar ini saat itu tidak diiringi oleh akses pendanaan yang memadai sehingga pertumbuhan BMT dari segi kualitas (kapasitas usaha) belum sehebat pertumbuhan kuantitasnya atau masih jauh dari harapan.

Kepercayaan lembaga dana (kreditur) kepada BMT yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan usaha BMT saat itu masih sangat rendah disamping belum adanya suatu wadah yang dapat menjadi mediator sekaligus penjamin bagi kegiatan usaha BMT. Situasi inilah yang menggerakan PINBUK untuk menginisiasi pendirian Induk Koperasi Syariah BMT (Inkopsyah BMT).

Inkopsyah BMT merupakan gerakan koperasi sekunder yang didirikan oleh primer koperasi yang kegiatan usahanya berdasarkan pola syariah; didirikan pada tanggal 7 Juli 1998 dengan pengesahan dari Menteri Koperasi dan UKM sebagai koperasi sekunder tingkat nasional, dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan syariah Islam.

Inkopsyah BMT pertama kali beranggotakan 24 BMT dari sembilan propinsi di Indonesia dan beroperasi dengan modal awal sebesar 12 juta rupiah berasal dari setoran simpanan pokok 6 BMT (anggota pendiri). Posisi modal yang sangat minim ini tentu saja menjadi kendala Inkopsyah BMT dalam memberikan manfaat kepada anggota secara maksimal.

Menjelang dilaksanakannya Rapat Anggota Tahunan (RAT) pertama pada tahun 2001, Inkopsyah BMT berhasil menjaring keanggotaan baru sebanyak 112 BMT dan dengan demikian terjadi penambahan modal (simpanan pokok) yang cukup signifikan yaitu menjadi sebesar 320 juta rupiah.

Misi Inkopsyah BMT pada tahun 2002 menjadi lebih nyata lagi terealisasi setelah berhasil menggandeng PT PNM (Persero) dengan masuknya penyertaan modal PNM di unit simpan pinjam Inkopsyah BMT sebesar 2 miliar rupiah dan pembiayaan modal kerja sebesar 5 miliar rupiah. Dengan adanya kerjasama Inkopsyah-PNM ini maka unit simpan pinjam Inkopsyah diberi nama PNM BMT.

Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS - 137

Page 159: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

2. Visi dan Misi InkopsyahVisi:a. Menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat

lapisan menengah dan bawah.

b. Sebagai pelaksana sistem ekonomi syariah.

c. Penghubung antara pemilik dana dengan anggota.

d. Sebagai mudharib yang secara berkesinambungan meningkatkan nilai tambah bagi para anggotanya.

Misi: a. Memperluas dan memperbesar pangsa pasar usaha anggota dan masyarakat

lapisan bawah.

b. Meningkatkan efisiensi usaha kecil dan menengah dan lembaga pendukung lainnya.

c. Memobilisasi dana sehingga berkembang dan bisa dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah dan menengah guna mengembangkan kesempatan kerja.

d. Mempertinggi kualitas SDM anggota menjadi lebih profesional dan Islami.

e. Meningkatkan kesejahteraan anggota.

Langkah-langkah yang ditempuh Inkopsyah dalam pembinaan BMT, khususnya kepada anggota, dinilai penting bagi keberlangsungan usaha BMT sehingga BMT menjadi sehat, profesional, menguntungkan dan berkomitmen dengan syariah. Langkah-langkah tersebut antara lain berupa bantuan non finansial atau bantuan teknis seperti penyiapan SDM, standarisasi sistem dan prosedur, penguatan kelembagaan, pembiayaan dan penyertaan modal, serta implementasi sistem teknologi informasi.

Penyiapan SDM dilakukan dengan penguatan kapasitas yang meliputi konsultasi manajemen, pelatihan, dan pendampingan kepada anggota (BMT) dalam pengelolaan dana yang ada, khususnya dana dari kegiatan simpan-pinjam agar dana tersebut dapat dikembangkan oleh anggota dan bisa dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah dan menengah dalam pengembangan usahanya.

Inkopsyah juga memfasilitasi anggotanya untuk dapat melakukan magang (on the job training) di BMT yang lebih maju, dan melakukan sertifikasi kepada pengurus dan pengelola BMT. Dalam upaya peningkatan kinerja dan nilai

138 - Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS

Page 160: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

tambah bagi LKMS BMT, Inkopsyah juga memberikan jasa standarisasi sistem dan prosedur seperti penyiapan SOP, serta implementasi teknologi informasi dan bimbingan teknis lainnya.

Dalam upaya penguatan kelembagaan, Inkopsyah membantu anggotanya dalam upaya pengembangan bisnis berupa perluasan jaringan dengan cara bekerjasama dengan BMT lain, pihak perbankan syariah ataupun dengan lembaga lain. Selain itu untuk menjaga keamanahan BMT, Inkopsyah melakukan pengawasan (monitoring) dan pengendalian (controlling) sejak dini guna mendeteksi atas kinerja usaha BMT dan mencegah adanya penyelewengan terhadap prinsip syariah. Upaya pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kepada anggota ini juga dilakukan dengan penyiapan instrument pelaksanaan rating dan scoring. Inkopsyah juga memberikan bantuan berupa pembiayaan dan penyertaan modal kepada anggota dengan jumlah terbatas.

Di bawah ini merupakan model pembinaan yang dilakukan oleh Inkopsyah kepada anggota-anggotanya.8

Gambar 6.1.Model Pembinaan Inkopsyah kepada BMT-BMT

Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS - 139

Page 161: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

C. Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK)1. Pengertian , Sejarah dan Latar Belakang Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Center for Micro Enterprise Incubation) atau lebih dikenal dengan singkatan PINBUK merupakan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK). PINBUK didirikan pada tanggal 13 Maret 1995 di Jakarta oleh Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Prof. DR. B.J. Habibie, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) alm. K.H. Hasan Basri dan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI) Zainul Bahar Noor, SE. PINBUK didirikan karena adanya tuntutan yang cukup kuat dari masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang dikuasai oleh beberapa golongan tertentu, utamanya dari ekonomi konglomerasi kepada ekonomi yang berbasis masyarakat banyak.

Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), selain berkonsen-trasi terhadap BMT, PINBUK juga bergerak di bidang lainnya selama relevan dengan visi dan misinya. Berkaitan dengan BMT, PINBUK melakukan pengadaan BMT dari mulai pembuatan konsep BMT, pendampingan (technical assistance) seperti pelatihan pengurus BMT dan konsultasi, pengadaan software operation untuk mempermudah pengoperasian BMT, pemberian sertifikat BMT9 dan lain-lain sedemikian rupa sehingga BMT dapat beroperasi dan berkembang dengan baik.

Di luar BMT, PINBUK melakukan link keys program, seperti pembentukan “anak perusahaan”: PT PMAK (Pinbuk Multi Arta Kelola), PT USSI PINBUK PRIMA SOFTWARE, PT PMM (Pinbuk Massa Makmoor), LDP (lembaga Diklat Pinbuk), PT PINBUK GLOBAL NET GROUP, dan lain-lain ada sekitar 20 link keys program. PINBUK juga mengadakan kemitraan dengan lembaga lainnya seperti Departemen Sosial (sekarang Kementerian Sosial), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dalam kegiatan penyuluhan, Kementerian Koperasi dan UKM dalam

9 Sebagai sebuah sistem, PINBUK telah memiliki hak paten untuk BMT, hanya saja belum diterapkan secara legal formal. Untuk itu PINBUK memberikan sertifikat kepada BMT-BMT yang menjadi binaannya sebagai wujud hak sekaligus tanggung jawab PINBUK untuk membina BMT-BMT binaannya. Wewenang PINBUK atas BMT adalah mengawasi, namun lebih ke arah kerja sama, selain itu untuk mengembangkan BMT di daerah-daerah melalui standarisasi akad dan sebagainya. Adapun status PINBUK di ICMI adalah sebagai salah satu badan otonom ICMI. Tetapi uniknya adalah PINBUK sendiri telah memiliki badan hukum yaitu sebagai yayasan.

140 - Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS

Page 162: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

kegiatan pelatihan koperasi, Kementerian Pertanian dalam kegiatan penyuluhan bibit unggul, holtikultura, dan kelompok usaha bersama. PINBUK juga menjalin kerjasama dengan beberapa Pemerintahan Daerah, seperti mendirikan 54 BMT di Padang hasil kerja sama BRI, Pemerintah Kota, PINBUK, dan LAZNAS. Kerjasama PINBUK dengan BRI Syariah dan Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah berupa pembiayaan, bersama dengan Bank Muamalat Indonesia mendirikan 500 BMT Syar’i, dengan Asuransi Bringin Syariah, dengan bank konvensional, dan menjalin kemitraan dengan IDB untuk membuat Puskesmas berbasis BMT dan juga untuk meng”ekspor” BMT ke negara-negara lain seperti Palestina dan India. Dalam upaya menjangkau “wilayah konvensional” orang-orang PINBUK mendirikan Bandung Consulting Group (BCG).

Hingga awal tahun 2014, BMT yang didirikan PINBUK telah mencapai 3.868 BMT dengan jumlah anggota dan calon anggota telah mencapai angka sepuluh juta orang dan asset BMT seluruhnya mencapai 4 triliun rupiah. Target yang dicanangkan PINBUK pada tahun 2015 adalah berkembangnya sepuluh ribu lembaga keuangan mikro BMT. Beberapa contoh BMT binaan PINBUK yang patut dibanggakan antara lain adalah BMT di Sidogiri yang saat ini assetnya mencapai lebih dari 150 miliar rupiah.

Yang patut dibanggakan adalah ternyata konsep syariah yang menjadi ruh BMT ini berlaku universal, artinya tidak hanya berlaku bagi orang-orang muslim saja. Sebagai contoh, di Minahasa ada BMT yang didirikan dari, oleh dan untuk kaum nasrani. Namun BMT ini tidak dinamakan BMT, tetapi dinamakan LKM Kasih, yang ketua dewan pengawasnya adalah seorang muslim. BMT ini juga merupakan binaan PINBUK.

2. Visi dan Misi PINBUKVisi: Menjadi lembaga yang profesional, terpercaya, dan terkemuka di Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan kelompok-kelompok usaha mikro yang mandiri, berkelanjutan dan mengakar di masyarakat.

Misi:a. Membangun keswadayaan masyarakat dan pengorganisasian kelembagaan

LKM dan kelompok-kelompok usaha mikro yang mandiri, berkelanjutan dan mengakar di masyarakat;

Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS - 141

Page 163: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Menciptakan akses yang lebih mudah sehingga masyarakat miskin dan usaha mikro mampu menjangkau peluang, informasi dan sumber daya untuk pengembangan usaha;

c. Mengembangkan sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi masyarakat miskin dan usaha mikro serta lembaga-lembaga pendukung pengembangannya;

d. Mendorong terwujudnya kebijakan publik yang mendukung pada peningkatan akses masyarakat miskin dan usaha mikro kepada sumberdaya ekonomi melalui pengembangan LKM;

e. Mengembangkan lembaga-lembaga pendukung/infrastruktur dalam pe-ngembang an kualitas dan kuantitas LKM serta layanan pengembangan usaha mikro;

f. Mengembangkan pemberdayaan sosial masyarakat yang terpa-du dalam aspek usaha ekonomi produktif (UEP) dan usaha kesejahteraan sosial (UKS) pada berbagai kelompok masyarakat.

3. Tujuan Pendirian PINBUK Tujuan PINBUK berdasarkan pendirian adalah sebagai berikut:

a. Mendukung tujuan nasional dalam pembangunan sumber daya rakyat banyak sesuai dengan cita-cita sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan, dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN);

b. Menumbuhkembangkan sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi rakyat kecil, pengusaha kecil bawah, pengusaha kecil, pengusaha menengah, serta lembaga-lembaga pendukung pengembangannya;

c. Terwujudnya penguasaan dan pengelolaan sumber daya yang adil, merata dan berkelanjutan dalam suasana damai, maju pesat dan dinamis;

d. Meletakkan landasan-landasan yang cukup kuat bagi pertumbuhan pembangunan nasional yang berkelanjutan.

4. Strategi Pencapaian Tujuan Ada enam prinsip pendekatan PINBUK dalam mencapai tujuan, yaitu:

a. Fungsionalisasi, yaitu peranan PINBUK sebagai pendorong (driving force) atau dinamisator untuk memfungsikan dan memanfaatkan potensi lembaga masyarakat yang telah ada (termasuk lembaga pemerintah).

142 - Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS

Page 164: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Institusionalisasi, yaitu memperkuat lembaga-lembaga masyarakat bagi rakyat banyak, khususnya lembaga ekonomi keuangan yang berprinsip syariah di lapisan grass root.

c. Integrasi, yaitu peran PINBUK sebagai katalisator atau “penjembatan” untuk memperkuat dan memadukan mekanisme sesuai kesamaan tujuan dan target dari berbagai potensi masyarakat.

d. Ukhuwah Muamalah, yaitu landasan gerakan dari bawah sehingga berakar kuat atas dasar solidaritas masyarakat setempat.

e. Pengembangan SDM, yaitu landasan gerakan yang diarahkan melalui peningkatan kualitas SDM pada setiap kebijakan dan kegiatan.

f. Barisan Semut, yaitu walaupun gerakan dimulai dari sesuatu yang “kecil” tetapi dengan komitmen kegotong-royongan yang sangat efektif, penuh pengertian, secara istiqomah akan mampu membuat “karya besar” untuk masyarakat sebagai implementasi ibadah kepada Allah SWT.

5. Fungsi Didirikannya PINBUK Didirikannya PINBUK berfungsi untuk:

a. Mensupervisi dan membina teknis, administrasi, pembukuan, dan finansial BMT-BMT yang terbentuk;

b. Mengembangkan sumber daya manusia dengan melakukan inkubasi bisnis pengusaha baru dan penyuburan usaha yang ada;

c. Mengembangkan teknologi maju untuk para nasabah BMT sehingga meningkat nilai tambahnya;

d. Memberikan penyuluhan dan latihan;

e. Melakukan promosi, pemasaran hasil dan mengembangkan jaringan perdagangan usaha kecil;

f. Memfasilitasi alat-alat yang tak mampu dimiliki oleh pengusaha kecil secara perorangan, seperti fax alat-alat promosi dan alat-alat pendukung lainnya.

6. Program Kerja yang Ditawarkan PINBUK

Program kerja yang ditawarkan PINBUK terdiri atas dua kategori:

a. Program jangka panjang1) Mejadikan BMT sebagai lembaga yang berperan dalam pengem-bangan

ekonomi masyarakat bawah dan dimiliki serta dikuasai oleh masyarakat

Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS - 143

Page 165: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

setempat sehingga menjadi lembaga yang berkemampuan mengembangakan jaringan vertikal dan horisontal dengan lembaga-lembaga keuangan syariah dalam bentuk-bentuk BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah), BMT (Baitul Maal wat Tamwil) dan koperasi serba usaha.

2) Menjadikan usaha kecil sebagai sarana pemasaran aset nasional yang berkeadilan dan efektif dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.

3) Menjadikan usaha kecil sebagai kekuatan pembangunan struktur masyarakat pedesaan yang maju dan berkelanjutan.

4) Meningkatkan usaha kecil dalam menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi di berbagai tingkatan penentuan keputusan.

b. Program jangka menengah1) Mengembangkan model-model pengembangan BMT secara operasional

menjadi lembaga yang berkemampuan seperti dirumuskan dalam program jangka panjang untuk kemudian disebarluaskan bersama-sama dengan berbagai potensi masyarakat lainnya.

2) Mengembangkan dan membina pengusaha kecil sehingga memiliki pangsa pasar yang makin besar dalam sektor pertanian, perindustrian dan jasa.

3) Meningkatkan kemampuan pengusaha kecil dalam penguasaan dan pe-manfaatan teknologi secara lebih cepat.

4) Mengusahakan agar BMT menjadi gerakan nasional pembangunan usaha kecil.5) Pengembangan kelembagaan dan fungsi PINBUK sebagai alat atau fasilitator

dan dinamisator pengembangan usaha kecil dan BMT.[*]

144 - Lembaga-Lembaga Pengembang (Induk) LKMS

Page 166: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

A. Kesehatan BMT1. Pengertian Tingkat kesehatan BMT adalah ukuran kinerja dan gambaran kualitas BMT dilihat dari faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran, keberhasilan, keberlangsungan usaha, dan pencapaian target-target BMT, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Sebuah BMT perlu diketahui tingkat kesehatannya karena BMT merupakan sebuah lembaga keuangan pedukung kegiatan ekonomi rakyat. BMT yang sehat, aman, dipercaya, dan bermanfaat.1

Selain itu, penilaian tingkat kesehatan BMT sangat bermanfaaat untuk memberikan gambaran mengenai kondisi aktual BMT kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi nasabah dan pengelola dan membantu pihak-pihak tertentu dalam mengambil keputusan sehingga terhindar dari kesalahan pengambilan keputusan.2

2. Aspek Penilaian Secara umum, terdapat 2 (dua) aspek untuk menilai suatu kesehatan BMT, antara lain:

a. Sisi jasadiyah yang meliputi kinerja keuangan, kelembagaan, dan manajemen.

BAB VIIANALISIS TINGKAT KESEHATAN BMT

BERDASARKAN PEDOMAN PENILAIANTINGKAT KESEHATAN KJKS DAN UJKS

1 Al-Arif, M. Nur Rianto., Dasar-Dasar Ekonomi Islam (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011), hlm. 394. 2 Arifin, Zainal., Menilai Tingkat Kesehatan BMT Dari Aspek Manajemen (Artikel diakses pada tanggal 26 Mei, dari http://boutiquesoftware.wordpress. com/2010/06/21/indikator-untukmenilai- tingkat-kesehatan-bmt/).

Analisis Tingkat Kesehatan BMT - 145

Page 167: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Sisi ruhiyah, yang meliputi visi dan misi BMT, kepekaan sosial, rasa memiliki yang kuat, dan pelaksanaan prinsip-prinsip syariah.3

Dalam pelaksanaannya, untuk mengukur tingkat kesehatan BMT terdapat lima aspek—yang merupakan turunan dari dua aspek umum di atas —yang menjadi acuan dasar penilaian. Kelima aspek ini antara lain: kecukupan modal (capital adequacy), kualitas aktiva produktif (asset quality), pengelolaan resiko (management of risk), rentalibilitas (earning ability), dan likuiditas (liquidity sufficiency) atau dikenal dengan istilah CAMEL. Dasar penilaian ini mengacu pada sistem penilaian kesehatan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Penilaian kuantitatif terhadap manajemen meliputi beberapa komponen, yaitu manajemen permodalan, kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Sedangkan perhitungan nilai kredit didasarkan pada hasil penilaian jawaban dari pertanyaan mengenai manajemen BMT.4

B. Pengawasan1. Arti dan Fungsi Pengawasan Banyak para ahli mengatakan bahwa fungsi perencanaan berhubungan erat dengan fungsi pengawasan karena perencanaan dapat dipakai sebagai standar atau alat pengawasan bagi pekerjaan yang sedang dikerjakan. Fungsi perencanaan juga berkaitan erat dengan fungsi pemberian perintah (directing) karena sesungguhnya pengawasan merupakan tindak lanjut (follow up) dari perintah-perintah yang sudah dikeluarkan. Apa yang sudah diperintahkan harus diawasi, agar apa yang diperintahkan itu benar-benar dilaksanakan.5

Tentang pengawasan atau pengendalian ini Terry dalam Manulang (2005) telah mengemukanan bahwa: “Control is to determine what is accomplishe, evaluate it, and apply corrective measures, if needed, to insure result in keeping with the plan”6; pengawasan atau pengendalian adalah suatu kegiatan apa yang harus diselesaikan,

3 Al-Arif, M. Nur Rianto., Dasar-Dasar Ekonomi Islam (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011), hlm. 394-397. 4 Arifin, Zainal., Menilai Tingkat Kesehatan BMT Dari Aspek Manajemen (Artikel diakses pada tanggal 26 Mei, dari http://boutiquesoftware.wordpress. com/2010/06/21/indikator-untukmenilai- tingkat-kesehatan-bmt/). 5 Manullang, M., Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2009), Cet. ke 21, hlm. 172. 6 Manullang, M., Dasar-Dasar Manajemen, ---

146 - Analisis Tingkat Kesehatan BMT

Page 168: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

pengevaluasian dan penerapan ukuran-ukuran perbaikan, jika dibutuhkan, berkaitan dengan jaminan kepastian pelaksanaan suatu perencanaan.

Selanjutnya, Newman dan Summer dalam Manullang (2005) mengatakan: “Control is assurance that the performance conform to plan”7 ; pengawasan atau pengendalian adalah kegiatan untuk memastikan bahwa pelaksanaan sesuai dengan perencanaan. Seorang tokoh manajemen yang terkenal, Henry Fayol dalam Manullang (2005) mengatakan: “Control consist of verifying whether everything occure in comformity with the plan adopted, the instruction issued and principles established. It has object to point out weaknesses and errors in order to react them and prevent recurreance. It operate in everything, peoples, actions”8; pengawasan atau pengendalian terdiri dari pemverifikasian apakah semuanya terjadi sesuai rencana yang ditetapkan; instruksi yang dikeluarkan apakah sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Kegiatan pengawasan atau pengendalian adalah identifikasi kelemahan untuk dicegah dan kesalahan untuk ditindak agar tidak terjadi lagi. Kegiatan pengawasan atau pengendalian berlaku pada apa saja dan siapa saja.

Dalam Stonner, et.al. (1996), dikutip tentang definisi “control” menurut Mockler (1984) bahwa pengawasan atau pengendalian sebagai suatu upaya sistematis untuk menetapkan standar prestasi kinerja berdasarkan perencanaan dengan mendesain sistem umpan-balik informasi, untuk membandingkan antara prestasi sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan dengan cara paling efektif dan efisien guna tercapainya tujuan perusahaan.9

Sementara Muhammad (2005) mengatakan bahwa arti harfiah pengawasan dari kata controlling meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan, dan pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan; penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta;

7 Manullang, M., Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2009), Cet. ke 21, hlm. 174. 8 Manullang, M., ---. 9 Stonner, James A.F., dan Wankel, Charles., Manajemen, terjemahan (Jakarta: Intermedia, 1986), Jilid I, hlm. 203.

Analisis Tingkat Kesehatan BMT - 147

Page 169: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan.10

Sesuai dengan batasan-batasan di atas maka, pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksinya dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.11

2. Prinsip-Prinsip Pengawasan Ada dua prakondisi bagi suatu sistem pengawasan yang efektif, yaitu: a) adanya rencana tertentu, b) adanya instruksi-instruksi serta wewenang-wewe-nang kepada bawahan.

Prakondisi pertama merupakan standar atau pedoman pekerjaan dalam pelaksanaan pengawasan bagi bawahan. Rencana tersebut menjadi alat pengukur apakah sesuatu pekerjaan berhasil dilaksanakan atau tidak. Prinsip pokok kedua merupakan suatu keharusan yang perlu ada, agar sistem pengawasan benar-benar dapat berjalan secara efektif.12

Suatu sistem pengawasan harus mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut: a) dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang harus diawasi, b) dapat dengan segera diketahui adanya penyimpangan-penyimpangan, c) fleksibel, d) dapat mereflektif pola organisasi, e) ekonomis, f) dapat dimengerti, g) dapat menjamin diadakannya tindakan korektif.13

3. Laporan Pengawasan/Pengendalian Menurut John C. Johnson14, ada lima hal yang perlu dilakukan dalam menyusun laporan pengawasan atau pengendalian, yaitu:

a. Memeriksa semua fakta yang dibutuhkan sebelum membuat laporan;

b. Mengatur keterangan-keterangan itu sebaik mungkin;

10 Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), edisi revisi, hlm. 213. 11 Manullang, M., Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 174. 12 Manullang, M., ---, hlm. 174. 13 Koontz, Harold dan O’Donnel, Cyril., Principles of Management an Analysis of Management Functions (Dalam M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen), hlm. 174. 14 Johnson, John C., Professions and Power, terjemahan Wilandari Supardan, Profesi dan Kekuasaan (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1991), hlm. 204.

148 - Analisis Tingkat Kesehatan BMT

Page 170: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

c. Melaporkan secara singkat, tetapi lengkap;

d. Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti;

e. Mencantumkan badan-badan yang dapat membantu atasan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.

4. Proses Pengawasan Proses pengawasan dengan obyek apapun dan di manapun terdiri dari tiga fase, yaitu:15

a. Menetapkan Alat Pengukur (Standar) Pada fase pertama ini pemimpin harus menentukan atau menetapkan standar atau alat-alat pengukur. Berdasarkan standar tersebut kemudian dilakukan penilaian.

Alat penilai harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum bawahan melaksanakan pekerjaannya (tugas-tugasnya) dan bawahan harus memahami benar alat penilai (standar) yang digunakan atasannya untuk menilai pekerjaannya.

Secara garis besar, jenis-jenis standar terbagi menjadi 3 (tiga) golongan sebagai berikut:

1) Standar dalam bentuk fisik: a) Kuantitas hasil produksi b) Kualitas hasil produksi c) Waktu.

2) Standar dalam bentuk uang: a) Standar biaya b) Standar penghasilan c) Standar investasi

3) Standar intangible Standar intangible adalah standar yang biasa digunakan untuk mengukur atau menilai kegiatan bawahan yang diukur baik dengan bentuk fisik maupun dalam bentuk uang. Misalnya, untuk menilai sikap pegawai terhadap perusahaan, digunakan standar intangible, seperti banyaknya keluhan-keluhan pegawai yang disampaikan, banyaknya pegawai yang mangkir, dan sebagainya.

15 Manullang, M., Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 184.

Analisis Tingkat Kesehatan BMT - 149

Page 171: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Menilai (Evaluate) Menilai adalah kegiatan membandingan hasil pekerjaan bawahan (actual result) dengan alat pengukur (standar) yang sudah ditentukan. Untuk dapat melaksanakan tugas ini maka, dua hal harus tersedia, yaitu: 1) standar atau alat pengukur dan 2) actual result atau hasil pekerjaan bawahan.

c. Mengadakan Tindakan Perbaikan (Corrective Action) Tindakan perbaikan hanya dilakukan bila pada fase sebelumnya dipastikan telah terjadi penyimpangan. Tindakan perbaikan itu tidak serta-merta dapat menyesuaikan hasil pekerjaan yang senyatanya dengan rencana atau standar. Oleh karena itu, perlu adanya laporan-laporan berkala sehingga segera sebelum terlambat dapat diketahui terjadinya penyimpangan-penyimpangan, serta dengan tindakan perbaikan yang akan diambil, pelaksanaan pekerjaan seluruhnya dapat diselamatkan sesuai dengan rencana.16

5. Pengawasan oleh Regulator Dalam dunia perbankan termasuk perbankan syariah, pengawasan oleh regulator dapat dilakukan berdasarkan 2 (dua) hal, yaitu:

a. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision) Pengawasan bank oleh regulator perlu dilakukan agar tidak terjadi inefisiensi proses analisis risiko, ketidakcukupan monitoring dan kegagalan transfer informasi, struktur insentif yang buruk, dan ketidakcukupan corporate governance. Regulator selalu mencari alat penentu yang bisa meningkatkan kehati-hatian bank.17

Prudent secara harfiah berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan maknanya adalah asas kehati-hatian. Prudent merupakan konsep yang memiliki unsur sikap, prinsip, standar kebijakan dan teknik dalam manajemen risiko bank sedemikian rupa sehingga bank dapat terhindar dari akibat sekecil apapun yang membahayakan stakeholder terutama deposan dan kreditor.18

16 Manullang, M., Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 191. Lihat juga Muhammad, Manajemen Perbankan Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005), edisi revisi, hlm. 215. 17 Taswan, Manajemen Perbankan; Konsep, Teknik & Aplikasi, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010), edisi II, h. 97. 18 Taswan, Manajemen Perbankan; Konsep, Teknik & Aplikasi, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010), edisi II, h. 99.

150 - Analisis Tingkat Kesehatan BMT

Page 172: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision) Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk) pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system).19

Secara umum, risiko-risiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:20

1) Risiko pembiayaan Risiko pembiayaan adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan korporasi.

2) Risiko pasar (market risk) Risiko pasar adalah risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) berupa suku bunga dan nilai tukar. Risiko pasar ini mencakup empat hal, yaitu risiko tingkat suku bunga (interest rate risk), risiko pertukaran mata uang (foreign exchange risk), risiko harga (price risk), dan risiko likuiditas (liquidity risk).

3) Risiko operasional (operational risk) Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang memengaruhi operasional bank. Risiko ini mencakup lima hal, yaitu risiko reputasi (reputation risk), risiko kepatuhan (compliance risk), risiko transaksi (transactional risk), risiko strategis (strategic risk), dan risiko hukum (legal risk). Risiko-risiko ini timbul oleh karena tiga faktor yaitu: a) Infrastruktur, b) Proses, dan c) Sumber daya.

6. Antisipasi Risiko Ada tiga tujuan antisipasi risiko dalam bank Islam, yaitu:

19 Taswan, ---, h. 103. 20 Karim, Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), Edisi ketiga, hlm. 260.

Analisis Tingkat Kesehatan BMT - 151

Page 173: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

a. Preventive Dalam hal ini bank Islam memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Di samping itu, bank Islam juga memerlukan opini fatwa DSN bila Bank Indonesia memandang persetujuan DPS belum memadai atau berada di luar kewenangannya.

b. Detective Pengawasan dalam bank Islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh Bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS. Kadangkala timbul pemahaman yang berbeda atas suatu transaksi apakah melanggar syariah atau tidak.

c. Recovery Koreksi atas suatu kesalahan dapat melibatkan Bank Indonesia untuk aspek perbankan dan DSN untuk aspek syariah.21

7. Monitoring Risiko Aktivitas monitoring dalam Bank Islam tidak hanya meliputi manajemen bank Islam, tetapi juga melibatkan Dewan Pengawas Syariah.

C. Pengawasan BMT 1. Urgensi Pengawasan Syariah di BMT Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang terbentuk dalam payung hukum Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) mempunyai kewajiban untuk membentuk pengawas syariah. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/ 2004 tentang Koperasi Jasa Keuangan Syariah juga menyebutkan secara umum dalam pasal-pasalnya tentang kedudukan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam kelembagaan KJKS dan beberapa wewenang terkait operasional KJKS.

Dari beberapa pasal yang bisa dicermati adalah pasal mengenai Pembinaan pada Bab XI dan Laporan Keuangan pada Bab XII. Pada pasal 30 mengenai pembinaan, pemerintah melibatkan DPS untuk turut mengawasi perjalanan koperasi syariah. Pada pasal selanjutnya, yaitu pasal 31 dan pasal 32 dipaparkan tentang tugas dan kewenangan masing-masing. Pengawasan pemerintah lebih kepada teknis kinerja koperasi syariah di lapangan, sedangkan peran DPS

21 Karim, Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), edisi ketiga, hlm. 258.

152 - Analisis Tingkat Kesehatan BMT

Page 174: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

dititikberatkan pada aplikasi prinsip syariah yang dijalankan oleh pengelola. Acuan yang digunakan DPS hingga saat ini adalah fatwa-fatwa transaksi syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Pusat. Upaya standardisasi fatwa khusus untuk transaksi UKM telah mulai dilakukan oleh berbagai asosiasi dan juga kantor Kementrian Negara Koperasi dan UKM, tetapi masih bersifat sporadis dan belum dalam skala nasional.22

Dalam pasal yang lain menyebutkan wewenang Kementerian Koperasi bisa membubarkan sebuah BMT jika dinilai tidak menjalan-kan prinsip-prinsip syariah berdasarkan penilaian DPS. Wewenang ini secara jelas disebutkan dalam pasal 42 yang berbunyi: “Pejabat berwenang membubarkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau Koperasi yang mempunyai Unit Jasa Keuangan Syariah, jika Koperasi yang bersangkutan berdasarkan penilaian Dewan Pengawas Syariah telah terbukti melanggar prinsip-prinsip syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya.”

Berdasarkan aturan dan wewenang tersebut, semestinya Kementerian Koperasi juga berkepentingan untuk mewujudkan optimalisasi DPS di KJKS yang ada dalam koordinasinya. Namun kenyataan di lapangan menunjukan, Dinas Koperasi selama ini sudah cukup sibuk dengan urusan koperasi-koperasi yang tidak sehat secara modal dan keuangan, belum menyentuh koperasi yang tidak sehat secara kepatuhan syariah.23

Menurut Syamsuddin (2012), pengawasan syariah di BMT mempunyai beberapa nilai urgensi, antara lain:

a. BMT adalah LKMS yang bernaung di bawah Kementerian Koperasi, sehingga tidak mempunyai alur kontrol dan pengawasan yang ketat sebagaimana Bank Syariah atau BPRS, di mana ada Bank Indonesia yang secara rutin mengawasi, meminta laporan, dan mencari-cari celah penyimpangan yang dilakukan pihak Bank dan BPRS. Maka keberadaan DPS pada BMT secara tidak langsung menjadi sarana audit internal kelembagaan tersebut, selain kelembagaan yang dilakukan oleh pemerintah tentunya.

22 Amalia, Euis., Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 258. 23 Syamsuddin, Hatta., Optimalisasi Pengawasan Syariah di BMT; Tinjauan Regulasi dan Analisa (Artikel diakses dari http://www.indonesiaoptimis.com /2011/10/optimalisasi-pengawasansyariah- di-bmt_03.html, h. 3, tanggal 6 Januari 2012, lihat juga di http://beritapks.com/downloadebook- optimalisasi-pengawasan-syariah-di-bmt/).

Analisis Tingkat Kesehatan BMT - 153

Page 175: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

b. BMT tidak terikat dan tidak terkait dengan peraturan Bank Indonesia maka, dalam pengembangan dan inovasi produknya, BMT mempunyai ruang gerak yang lebih luas karena cukup dengan mendasarkan dalam perancangan produknya pada fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. Sampai saat ini DSN MUI telah mengeluarkan 82 fatwa tentang akad dan transaksi syariah, di mana masih sebagian kecil yang diaplikasikan di BMT. Untuk menerjemahkan dan memperinci fatwa DSN MUI dalam bentuk akad produk itulah mutlak keberadaan DPS BMT yang optimal diperlukan.

c.BMT lahir, hidup, dan tumbuh berkembang di tengah masyarakat. Anggota KJKS BMT biasanya adalah kalangan menengah ke bawah yang tinggal di pedesaan maupun pojok perkotaan. Mereka menitipkan dana pada BMT sebagian besar karena alasan kedekatan lokasi, kedekatan dengan pengurus, dan tentu saja kenyamanan dari sisi syariahnya. Masyarakat yang menyimpan uang di BMT lebih disebabkan oleh faktor loyalitas syariah, bukan faktor mencari keuntungan dari return on investment. Sebagai loyalitas syariah, masyarakat menuntut BMT benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai syariah, baik dari sisi akad, aplikasi maupun pengelolaannya. Kepercayaan dan kecintaan masyarakat akan terpelihara selama pihak BMT mampu membuktikan berjalannya pengawasan syariah dengan baik dan optimal.24

2. Tugas Pokok Dewan Pengawas Syariah BMT Tugas pokok DPS BMT telah disebutkan secara jelas dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) KJKS yang tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 35.2/Per/M.KUKM/X/ 2007. Ada empat tugas pokok yang harus dijalankan oleh DPS BMT, yaitu:

24 Syamsuddin, Hatta., Optimalisasi Pengawasan Syariah di BMT; Tinjauan Regulasi dan Analisa (Artikel diakses dari http://www.indonesiaoptimis.com/ 2011/10/optimalisasi-pengawasansyariah- di-bmt_03.html, h. 3, tanggal 6 Januari 2012, lihat juga di http://beritapks.com/downloadebook- optimalisasi-pengawasan-syariah-di-bmt/), hlm. 6.

154 - Analisis Tingkat Kesehatan BMT

Page 176: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

a. Memastikan produk dan jasa KJKS atau UJKS Koperasi sesuai dengan syariah;

- Menelaah dan mengesahkan setiap spesifikasi produk penghimpunan dana (funding) maupun produk penyaluran dana (financing).

- Mengkomunikasikan kepada DSN usul dan saran pengembangan produk jasa koperasi yang memerlukan kajian dan fatwa DSN.

- Memberikan penjelasan kepada pengurus dan manajemen KJKS dan UJKS Koperasi tentang berbagai fatwa DSN yang relevan dengan bisnis KJKS dan UJKS Koperasi.

b. Memastikan tata laksana manajemen dan pelayanan sesuai dengan syariah;

- Menelaah dan mengesahkan tata laksana manajemen dan pelayanan KJKS dan UJKS Koperasi ditinjau dari kesesuaiannya dengan prinsip muamalah dan akhlak Islam.

- Membantu manajemen dalam pembinaan akidah, syariah dan akhlak manajemen dan staf KJKS dan UJKS Koperasi.

- Mengidentifikasi berbagai bentuk pelanggaran syariah dalam interaksi (antara sesama manajemen dengan staf dan antara manajemen dan atau staf dengan anggota dan masyarakat luas) dalam transaksi bisnis serta melaporkan kepada Badan Pengurus KJKS atau UJKS Koperasi yang memiliki UJKS.

c. Memastikan terselenggaranya pembinaan anggota yang dapat mencerahkan dan membangun kesadaran bersama sehingga anggota siap dan konsisten bermuamalah secara Islam melalui wadah KJKS atau UJKS Koperasi, dengan;

- Membantu pengurus dengan memberikan penjelasan dan atau nasihat—diminta atau tidak diminta—tentang keadaan anggota pada khususnya dan KJKS atau UJKS Koperasi pada umumnya ditinjau dari aspek kesyariahan.

- Menelaah sistem pembinaan anggota—kurikulum, materi, dan penyelenggara—sehingga diyakini telah memenuhi unsur tarbiyah (pendidikan) yang sesuai dengan kaidah Islam.

d. Membantu terlaksananya pendidikan anggota yang dapat meningkat-kan kualitas akidah, syariah, dan akhlak anggota.

Analisis Tingkat Kesehatan BMT - 155

Page 177: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Dengan mencermati tugas pokok DPS-BMT sebagaimana disebutkan dalam SOP KJKS tersebut maka, Syamsuddin (2012) menyimpulkan ada tiga bidang tugas pengawasan syariah pada BMT, yaitu:

Pertama, pengesahan dan pengembangan produk melalui telaah kritis terhadap akad yang telah digunakan, memperbaikinya agar sesuai dengan prinsip syariah. Mengkaji dan mempelajari fatwa DSN-MUI untuk melihat kemungkinan penterjemahannya menjadi produk baru di BMT.

Kedua, pengawasan manajemen dan aplikasi akad, pengawasan operasional kerja, baik antar pengurus, pengelola, maupun pihak luar yang berhubungan dengan BMT.

Ketiga, pembinaan pengurus dan pengelola secara informal, misalnya melalui interaksi keseharian, rapat pengurus, maupun secara formal dan rutin, misalnya dalam kajian tausiyah yang memberikan bekal dan pemahaman keislaman secara menyeluruh. DPS juga bisa mengusulkan kepada pengurus untuk mengirimkan pengelola dan karyawan dalam pelatihan, training, maupun seminar yang berhubungan dengan peningkatan karakter pengelola dan karyawan.25

3. Ruang Lingkup dan Objek Pengawasan Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya yang disusun dan ditentukan oleh DSN.26 Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat

25 Syamsuddin, Hatta., Optimalisasi Pengawasan Syariah di BMT; Tinjauan Regulasi dan Analisa (Artikel diakses dari http://www.indonesiaoptimis.com/ 2011/10/optimalisasi-pengawasansyariah- di-bmt_03.html, h. 3, tanggal 6 Januari 2012, lihat juga di http://beritapks.com/downloadebook- optimalisasi-pengawasan-syariah-di-bmt/), hlm. 13. 26 AAOIFI, Accounting and Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institution (Bahrain: Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) Manama, 1999), chapter “Governance”, h. 1-9, dalam Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 234. 27 Antonio, Muhammad Syafi’i., Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm. 234. 28 Soemitra, Andri., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. ke-1, hlm. 341. 29 Syamsuddin, Hatta., Optimalisasi Pengawasan Syariah di BMT; Tinjauan Regulasi dan Analisa (Artikel diakses dari http://www.indonesiaoptimis.com/ 2011/10/optimalisasi-pengawasansyariah di-bmt_03.html, h. 3, tanggal 6 Januari 2012, lihat juga di http://beritapks.com/downloadebook-optimalisasi-pengawasan-syariah-di-bmt/), hlm. 14.

156 - Analisis Tingkat Kesehatan BMT

Page 178: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya27, dan sebagai mediator antara perusahaan/ lembaga dengan DSN-MUI.28

Ruang lingkup dan objek pengawasan DPS-BMT bisa lebih fokus pada pengawasan, pengarahan, dan pemberian penilaian kualitatif terhadap kepatuhan syariah, khususnya terkait laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik Rapat Anggota, Pejabat Pemerintahan, maupun DSN-MUI.29

4. Mekanisme dan Operasional Kerja DPS Prof. Rifaat Karim, Sekretaris Jenderal IFSB, menyebutkan ada tiga model pengawasan syariah oleh DPS yang diwujudkan dalam bentuk organisasi DPS, yaitu: a) model penasihat, b) model pengawasan, dan c) model departemen syariah.30

5. Elemen Dasar Laporan DPS Keseragaman bentuk dan isi laporan DPS sangat perlu agar dapat diperoleh pemahaman yang sama. Laporan DPS harus berisi elemen-elemen sebagai berikut:

a.Judul; b. Alamat; c. Alinea pendahuluan atau pengantar; d. Alinea paragraf menjelaskan sifat dan pekerjaan yang dilakukan; e. Alinea pendapat berisi pernyataan pendapat tentang kepatuhan lembaga ke-

uangan Islam itu pada aturan dan prinsip syariat Islam; f. Tanggal laporan; g. Tandatangan dari anggota DPS.[*]

30 Syamsuddin, Hatta., Optimalisasi Pengawasan Syariah di BMT; Tinjauan Regulasi dan Analisa (Artikel diakses dari http://www.indonesiaoptimis.com/ 2011/10/optimalisasi-pengawasansyariah di-bmt_03.html, h. 3, tanggal 6 Januari 2012, lihat juga di http://beritapks.com/downloadebook-optimalisasi-pengawasan-syariah-di-bmt/), hlm. 15.

Analisis Tingkat Kesehatan BMT - 157

Page 179: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

158

Page 180: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

BUKU, JURNAL, SKRIPSI

Al-Arif, M. Nur Rianto. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011.

Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009.

Antonio, Muhammad Syafi’I. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Ayyagari, M. Small and Medium Enterprises across the Globe, Policy Research Working Paper. Washington USA: The World Bank, 2003.

Azis, M. Amin, dan Ibnu Supanta. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pokusma & BMT. Jakarta: Pinbuk Press, 2004.

Badan Pusat Statistik, Tahun 2012.

Bahri, Saiful. Strategi Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan Dalam Pengembangan Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

Bank Indonesia. Linkage antara Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Bank Indonesia, 2004.

Bariadi, Lili, Muhamad Zen, dan M. Hudri. Zakat dan Wirausaha. Jakarta: CED, 2005, Cetakan I.

Bronder, C. and R. Pritzl. Developing Strategic Alliances: A Conceptual Framework for Successful Cooperation. European Management Journal, 10:4, 1992.

Buchori, Nur S. Koperasi Syariah. Jawa Timur: Mashun, 2009, Cetakan I.

Cahyono, Imam. Wajah Kemiskinan, Wajah Perempuan (Poverty has a Women Face). Jurnal Perempuan, No. 42 (Juli 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka - 159

Page 181: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Firdaus, Muhammad dan Agus Edhi Susanto. Perkoperasian Sejarah, Teori & Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, Cetakan I.

Ghemawat, P. Commitment. New York: Free Press, 1991.

Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. Manajemen Syariah dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2003.

Handayani, Ririn. Bangkit bersama Bank Gakin. Jurnal Gemari Edisi 114/Tahun XI/Juli 2010.

Hatta, Mohammad. Beberapa Fasal Ekonomi: Djalan ke Ekonomi dan Pembangunan. Djakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1960), Tjetakan Keenam.

Hikmat, Harry. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press, 2002, Cetakan Kedua.

Irawan, Andi. Mengapa Membangun Kewirausahaan UKM itu Penting dalam Kewirausahaan UKM: Pemikiran dan Pengalaman. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, Edisi Ketiga.

Ledgerwood, Joana. Microfinance Handbook:An Institutional and Financial Perspective. Washington DC: The World Bank, 1999.

Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.

Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada University, 2009, Cetakan ke-21.

Mouhiddin,A. S. M. Grameen Bank’s: Microcredit Outreach and Its Potential Extension in Indonesian Reaching MDGs. International Seminar On The Microfinance Institution, Jakarta, 1 Desember 2005.

Muhammad. Manajemen Perbankan Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005, Edisi Revisi.

Octaviana, Herva. Strategi BMT Al-Kautsar Dala Mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah di Bekasi. Skripsi Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009.

Parson, et.all. The Integration of Social Work Practice. California: Wardworth. Inc., 1994.

Rappaport, J. 1985. Studies in Empowerment: Introduction to the issue, Prevention in Human Issue, USA.

160 - Daftar Pustaka

Page 182: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Ratnasari, Ratih. Pola Grameen Syariah untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Rumah Tangga, Studi terhadap Program Pendampingan Kelompok Pembiayaan bagi Perempuan Miskin oleh Koperasi Baytul Ikhtiar Bogor. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.

Robinson, Marquiret S. Microfinance Revolution: Sustainable Finance for the Poor. Washington D.C.: The World Bank, New York: Open Society, 2002, Vol.1. Sakai, Minako dan Kacung Marijan. Mendayagunakan Pembiayaan Mikro Islami. Crawford School of Economics and Government, The Australian National University, 2008.

Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana, 2009, Cetakan ke-1.

Soleh, Muhammad. Peran BMT Center dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015.

Stonner, James A.F. dan Charles Wankel. Manajemen, Terjemahan. Jakarta: Intermedia, 1986, Jilid I.

Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonosia, 2007, Cetakan IV.

Supardan, Wilandari. Profesi dan Kekuasaan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1991.

Syukur, M. dkk. (Ed.) Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro. Bogor: IPB Press, 2003.

Taswan. Manajemen Perbankan; Konsep, Teknik & Aplikasi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010, Edisi II.

Widjajakusuma, M. Karebet dan M. Ismail Yusanto. Pengantar Manajemen Syariat. Jakarta: Khairul Bayan, 2005.

Wiroso. Produk Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti, 2009.

Yunus, Muhammad dan Jolis, Alan. Bank Kaum Miskin. Penerjemah Irfan Nasution. Depok: PT Cipta Lintas Wacana, 2008.

Yunus, Muhammad dan Jolis, Alan. Bank Kaum Miskin. Tangerang: Marjin Kiri, 2007.

Yunus, Muhammad. Menciptakan Dunia Tanpa Kemiskinan: Bagaimana Bisnis Sosial Mengubah Kehidupan Kita. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Yunus, Muhammad. Menciptakan Dunia tanpa Kemiskinan, Penerjemah Rani. R Moediarta. Jakarta: Gramedia, 2009.

Daftar Pustaka - 161

Page 183: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

ARTIKEL, BULETIN, MAKALAH

AAOIFI. Accounting and Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institution. Bahrain: Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) Manama, 1999, chapter “Governance”.

Akita, T.dan A. Alisjahbana. Regional Income Inequality in Indonesia and the Initial Impact of the Economic Crisis. Bulletin of Indonesian Economic Studies 38 (2), 2002.

Alam, M. Nurul dan Mike Getubig. Program Pendirian dan Pelaksanaan Program Kredit Mikro dengan Metode Grameen Berdasarkan Praktek Grameen Bank dan Pengalaman Grameen Trust dan Para Mitra Grameen Foundation(T.tp., t.th).

Anonymous. Kompas. Microcredit Summit. 15 Maret 2005.

Anonymous. Islamic Micofinance di Indonesia. Sharing, November 2010.

APEC. A Research on the Innovation Promoting Policy for SMEs in APEC: Survey and Case Studies. December, APEC SME Innovation Center, Korea Technology and Information Promotion Agency for SMEs, Seoul, 2006.

Aziz, Noor. Koperasi Syariah akan Diatur UU Koperasi. Republika, 28 February 2008.

Executive Summary. Grameen Bank di Bangladesh, lembaga keuangan formal yang berhasil mengentaskan kemiskinan melalui peng-embangan kewirausahaan, usaha mikro dan usaha kecil di Bangladesh.

Oakley dan Marsden. Approaches to Participations in Rural Development. Geneva, ILO, 1984.

PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura. Sinopsis: Kesempatan Usaha Produktif bagi Wanita dari Keluarga Kurang Mampu. Tangerang: PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura, 2011.

PT Permodalan Nasional Madani (Persero). Annual Report 2009. Jakarta: PT PNM, 2009.

PT Permodalan Nasional Madani (Persero). Manual Book Versi 01. Jakarta: PT PNM, 2009.

Syarif, Teuku. Grameen Bank Membuktikan Perempuan dan Orang Termiskin dari yang Miskin Punya Potensi untuk Diberdayakan. Infokop Nomor 29 Tahun XXII, 2006.

Tambunan, Tulus. Ukuran Daya Saing Koperasi dan UKM. Makalah Background Study RPJM Nasional Tahun 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UKM, Bappenas.

162 - Daftar Pustaka

Page 184: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

PERATURAN PERPERUNDANG-UNDANGAN

Departemen Sosial RI. Panduan Umum Program Pemberdayaan Fakir Miskin. Departemen Sosial RI, 2005.

Dokumen Rencana Strategis Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangerang Selatan 2011- 2016.

Kementerian Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Republik Indonesia. Informasi Skim Kredit Perbankan bagi UMKM Tahun 2010.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Petunjuk Teknis ProgramPerkuatan KSP/USP Koperasi Pola Syariah untuk Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil. Tahun 2004.

SK Menteri Koperasi dan UKM No. 351/KEP/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.

SK Menteri Koperasi dan UKM No. 91/Kep/MKUKM/IX/2004.

Peraturan Menteri Koperasi dan UKM,No. 10/Per/M.KUKM/VI/2006) tentang Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM). Jakarta, Juni 2006.

Persyaratan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27 Tahun 1999 (Revisi 1998).

PP No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

INTERNET

Anam, Choirul. Pembatalan Koperasi Justru Permudah Pembinaan. Ditulis pada tanggal 03 Juni 2014, 04:24 WIB (Editor: Wahyu Darmawan), diakses pada 19 Juli 2014, diunduh dari http://surabaya. bisnis.com/read/20140603/11/71886/pembatalan- undang-undang-koperasi-justru-permudah-pembinaan

Anonymous. Grameen Bank Kredit yang Manusiawi dan Demokratis. Wacana No.14 (November-Desember 1998). Artikel diakses pada 19 Agustus 2011 diunduh dari www.elsppat.or.id/download/file/w14_a4.pdf

Anonymous. Pengelola Jasa Manajamen Inkopsyah. Diunduh dari http:// www. inkopsyahbmt.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=101&Itemid=578

Anonymous. Targeting. Artikel diakses pada 18 April 2011, diunduh dari http:// mbkventura. com/id/en/our-systems/targeting/target

Daftar Pustaka - 163

Page 185: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Arifin, Zainal. Menilai Tingkat Kesehatan BMT Dari Aspek Manajemen. Artikel diakses pada tanggal 26 Mei, diunduh dari http://boutiquesoftware.wordpress. com/2010/06/21/ indikator-untukmenilai- tingkat-kesehatan-bmt/

Bunyamin. Jenis dan Bentuk Koperasi. Jurnal diakses pada 15 Maret 2011, diunduh dari http://www.cerita-bunyamin.blogspot. com/

Fikarno, Dave Akhbarshah. Memahami Kemiskinan. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2008, diunduh dari http://daveakbarshahfikarno.wordpress.com/ 2009/01/27/ memahami-kemiskinan/

GAPRI (Gerakan Anti Pemiskinan Rakyat Indonesia). Perempuan Sangat Rentan Terhadap Kemiskinan. Diakses pada l 2 Juni 2010, diunduh dari http://www.gapri.org/page. php?lang=id&menu=news_view&news_id=124

Haryanto, Rommy. Pemberdayaan Wanita untuk Perkembangan Ekonomi. Diakses pada 2 Juni 2010, diunduh dari http://www.wrp-diet.com/pemberdayaan-wanita-untuk- perkembangan-ekonomi/

http://accountant120790.wordpress.com/2009/06/21/kisah-grameen-bank- danmuhammad-yunus-sebagai-founder-nya/, Kisah Grameen Bank dan Muhammad Yunus sebagai Foundernya. Diunduh pada 10 Maret 2011.

http://grameeninfo.org/index.php?option=com_content&task=view&id=19&itemid=114. A Short History of Grameen Bank. Diakses tanggal 10 Maret 2011.

http://permodalanbmt.com/bmtCenter/?p=535. Diunduh pada 06 Maret 2011.

http://permodalanbmt.com/bmtCenter/?p=704. Diunduh pada 6 Maret 2011.

http://www.organisasi.org/ jurnal. Diakses pada tgl 15 Maret 2011.

http://www.scribd.com/doc/102335452/Usaha-Mikro-Kecil-dan-Menengah- UMKM-di- Indonesia

http://www.sindotrijaya.com/news/detail/3910/sektor-umkm-menyerap-973-dari-total- tenaga-kerja-indonesia#.Vu9XqdJ95dg (5 Juni 2013).

http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2029/grameen_bank.pdf. Grameen Bank Membuktikan Perempuan dan Orang Termiskin Dari yang Miskin Punya Potensi Untuk Diberdayakan. Diakses tanggal 10 Maret 2011.

Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Jurnal diakses pada 15 Maret 2011, diunduh dari http://edisi03.blogspot.com/

164 - Daftar Pustaka

Page 186: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Koperasi Syariah. Artikel diakses pada 18 Maret 2011, diunduh dari www. koperasisyariah.com.

Mahendrata, Gading. Strategi Tingkat Korporat. Jurnal diakses pada 18 Maret 2011, diunduh dari http://gadingmahendradata.wordpress.com/ 2010/03/ 31/strategi- tingkat-korporat/

Mustika, M. Shodiq. Koperasi Syariah: Apa dan Bagaimana? Artikel diakses pada 18 Maret 2011. Diunduh dari http://msodik.blogspot.com

Rahman, Ade. Tangsel Sangat Membutuhkan 10.000 UKM Tahun 2014. Kompasiana, 22 Desember 2013,diunduh 21 Juli 2014, dari http://sosbud.kompasiana. com/2013/12/22/tangsel-sangat-membutuhkan-10000-ukm-tahun-2014-621734. html.

Soeharto, Saat, Ir. Diunduh pada 06 Maret 2011dari http://www.tamzis.com/index2. php?option=com_content&do_pdf=1&id=164,.

Syamsuddin, Hatta. Optimalisasi Pengawasan Syariah di BMT; Tinjauan Regulasi dan Analisa. Artikel diakses tanggal 6 Januari 2012, diunduh dari http://www. indonesiaoptimis.com/2011/10/optimalisasipengawasansyariah-di-bmt_03.html, lihat juga di http://beritapks.com/downloadebook-optimalisasi-pengawasan-syariah-di-bmt/

Syehabudin, Erik. Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan. Artikel diakses pada 29 Oktober 2008 dari http://www.radar banten.com

Wijono, Wiloejo Wirjo. Lembaga Keuangan Mikro. Artikel diakses pada 14 November 2007. Diunduh dari www.fiskal.depkeu.go.id

SUMBER LAINNYA

Al-Qur’an, Surat al-Maa’idah ayat 2.

Hadits Nabi Muhammad SAW, riwayat Muslim.

Tim Konsultan Pengembangan Kredit Mikro, Program Pengembangan Kecamatan (Tim Konsultan Pengembangan Kredit Mikro). Kredit Mikro Sebagai Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin. (T.tp.,t.t.,: 2002).

Yayasan Mitra Usaha (YMU). Petunjuk Pelaksanaan Pendirian Lembaga Pelayanan Kredit bagi Masyarakat Miskin: Sistem Replikasi Bank Grameen di Indonesia.

WAWANCARA

Informasi dari Supporting ULaMM Syariah Cakung.

Daftar Pustaka - 165

Page 187: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Wawancara dengan Manajer Unit (Bapak Wijantono, SE) tanggal 13 Januari 2011.

Wawancara dengan Peti Herawati, (Staf Operasional) PT Mitra Bisnis Keluarga Ventura, Tangerang, 19 April 2011.

Wawancara dengan Titin Prasetyawati, Bendahara Koperasi Baytul Ikhtiar, Bogor, 19 Juli 2011.[*]

166 - Daftar Pustaka

Page 188: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

TENTANG PENULIS

Euis Amalia, lahir di Kuningan, 1 Juli 1971 adalah dosen bidang Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 1998. Gelar S1 hingga S3 diperoleh dari kampus dimana sekarang dia mengajar. Buku-bukunya yang telah terbit antara lain Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer (2009 (edisi revisi), Potret Pendidikan Ekonomi Islam di Indonesia (2012), Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam (2009), Pengantar Ekonomi Mikro Islam (2011).

Selain menulis buku, penulis juga sangat produktif dalam melakukan penelitian. Beberapa karya penelitian yang pernah dilakukan oleh Doktor yang lulus dengan predikat Cumlaude ini antara lain: The Model of Islamic Economics and Finance Education : Empirical Evidences from Indonesia, United Kingdom and Australia (International Collaborative Research Ministery of Religious Affairs: 2012), Perspektif Good Corporate Governance Dalam Implementasi Sistem Manajemen BMT Di Indonesia: Operasional, Kepatuhan Syariah dan Regulasi (Otoritas Jasa Keuangan: 2014), Perspektif Good Corporate Governance dalam Implementasi Sistem Manajemen BMT di Indonesia: Studi BMT di Pulau Sumatera (Otoritas Jasa Keuangan: 2015). Artikel yang telah dipublikasikan antara lain: Evaluating The Models of Sharia Microfinance in Indonesia Analytical Network Process Approach (Jurnal Al-Iqtishad: 2015), Microfinancing Products and Business Model of Islamic Finance Institution (Umfis) In Indonesia: Lessons from Baitul Maal Muamalat (BMM) (European Journal of Business and Management: 2014), Evaluation of The Model of Education in Islamic Economics and Finance: Empirical Evidences From Indonesia and United Kingdom (Jurnal Inferensi: 2014) dan lain-lain.

Saat ini Penulis menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, asesor BAN PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi), menjadi nara sumber Ekonomi Syariah di berbagai tempat dan aktif di berbagai organisasi profesi dan kemasyarakatan antara lain, Masyarakat Ekonomi

FOTO PENULIS

Tentang Penulis - 167

Page 189: “referensi untuk akademisi dan praktisi yang mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47328... · 2019-10-08 · PRAKATA Segala

Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Konsorsium Ekonomi Islam (KEI), Himpunan Sarjana Syariah Indoenesia (HISSI) dan lain-lain. Perjalanan luar negeri untuk mengikuti berbagai kegiatan akademik antara lain: presentasi paper di Malaysia, riset pendidikan ekonomi Islam di United Kingdom dan Australia, mengikuti kursus Islamic Capital Market di Iran, dan presentasi paper pada konferensi internasional di Turki.

Selain akademisi penulis juga adalah penggiat keuangan syariah dan mikro syariah yaitu menjadi pengawas syariah PT MBK Ventura yang mengembangkan keuangan mikro syariah model grameenbank, pengawas syariah Neo TV (Pay TV Syariah) PT. GCN, pengawas syariah di Patra Multifinance Syariah, pengawas syariah di BMT Mekar Dakwah, dan ia juga mendirikan Baitul Maal Wa at Tamwil (BMT) Syahida di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembaca dapat berdiskusi dengan penulis di [email protected] atau [email protected].

168 - Tentang Penulis