Top Banner

of 219

Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

Jun 04, 2018

Download

Documents

Ppi Hadhramaut
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    1/219

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    2/219

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    3/219

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    4/219

    i

    NTOLOGI S STR ISL MEDISI V

    Mewarnai unia engan Sastra Nusantara

    Penanggung Jawab :DPP PPI Yaman 2012Pimpinan Redaksi :M. Umar NawawiSekertaris Redaksi :Haris MuhammadEditor :Syaiful Arif, Ahmad Rifai Arif,Avrian Sukma Riyadi, Mohammad

    Bejo

    Design Cover :Izzuddin MunawwarLay outer :Hanif Su'udiPenerbit :Departeman Seni dan Budaya GrafisPPI Yaman 2012Sekretariat :Badiuz Zaman Room, Sharea andLaw Faculty, Al Ahgaff University,

    Tareem, Hadromaut, Yemen.

    Phone :+967714360225/+967737026118E mail :[email protected] II :September 2012Marketing :Departemen Dana dan Usaha PPIYaman 2012

    Hak CiptaDPP PPI Yaman 2011-2012

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    5/219

    ii

    Entah sejak kapan ada istilah sastra dalam kehidupan

    manusia dan siapa pula yang melahirkannya. Tapi sangat tak bisa

    dipungkiri bahwa tumbuhnya sastra begitu memicu tumbuh dan

    berkembangnya sebuah peradaban manusia bisa mejadi sebuah

    peradaban yang mencuat. Peradaban manusia bisa berkembang

    dan berarti jika memiliki sebuah sastra yang memukau. Sastra

    adalah sebuah hal yang elok yang bisa membuat manusia terpana

    dengan gaya bahasa yang memiliki tak hanya satu arti.

    Dalam peradaban islam sendiri terbukti bahwa

    pertumbuhan sastra ada sejak awal bahkan sejak sebelum hadir

    agama Ilahi ini. Syair-syair arab yang telah menguasai jagat siapa

    yang akan memungkiri akan kesusateraannya. Citra sastra tak

    pernah lepas dari lisan para penyair yang telah lebih dahulu

    menghidupkan intonasi pertumbuhan sastra dalam kehidupan

    manusia. Sastra telah dibawa oleh hati-hati yang jernih oleh

    sastrawan terdahulu. Seperti yang telah kita ketahui selama ini

    bahwa ilmu balaghah ibarat wadah dari semua sastra yang ada di

    dunia arab.

    Yaman tak lain adalah bagian dari sekian banyak dunia arabyang kental akan sastra. Sering dijumpai dimana-mana sebuah

    sastra terucap keluar seiring basahnya bibir oleh ludah. Mungkin

    tak banyak yang menyadari bahwa hampir setiap hari bahkan

    setiap waktu yang namannya sastra mengiang di telinga kita. Itu

    adalah sebuah hal yang harus disyukuri oleh orang-orang

    terutama seperti kita pelajar Indonesia yang ada di negeri saba ini

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    6/219

    iii

    karena hal itu tak bannyak kita dapatkan di Negara lain bahkan

    Negara kita sendiri, Indonesia.

    Sastra seakan hanya menjadi sebuah imajinasi yangmengaung dalam hayalan manusia. Butuh sebuah wadah yang

    bisa mengekspresikan sebuah tarian kata-kata yang masih

    bergoresan dalam pikir manusia. Adalah untuk mewujudkan

    sebuah nikmat akan sastra itu menjadi tujuan utama adanya

    wadah tersebut. Biar tak hanya diri sendiri yang menikmati, tapi

    juga orang lain juga akan menikmati eloknya rangkaian kalimat-

    kalimat goyangan sastra.Berangkat dari semua itu, Alhamdulillah dengan penerbitan

    Antologi Sastra Islam 2012 oleh PPI Yaman, semoga menjadikan

    wadah yang pas dan konkret yang bisa menampung sastra-sastra

    karya pelajar Yaman untuk menjadi lebih berkembang. Berada di

    Yaman adalah sebuah keberadaan yang patut disyukuri, karena

    akan terdapat berbagai keunikan dan daya tarik yang berbeda dari

    ungkapan sastra yang lahir dari tarian pena mereka. Beground

    yang berbeda akan membawa hasil yang berbeda pula. Bagaimana

    mereka mampu mengawinkan rasa, suasana dan nuansa yang

    mereka alami dalam sebuah pelaminan yang dinamakan sastra

    yang nanntinya akan menghasilkan sebuah karya sastra yang

    memukau.

    Tim Editor, Agustus 2012

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    7/219

    iv

    Bismillahirrahmanirrahim

    Assalamu'alaikum Wr. Wb.

    Sastra merupakan bagian dari seni, yang kata seni sendiriidentik dengan keindahan, kehalusan dan hal-hal lain,

    yang berkonotasi dengan kata bagus dan elok. Agaknya

    inilah salah satu hal yang melatar belakangi mengapa

    buku ini merupakan serial dari karya yang diberi judul

    besar "Antologi Sastra Islami".

    Diberi embel-embel "Islami" karena para pujangga

    Indonesia di Yaman ingin mengartikulasikan dan

    merepresentasikan Islam dalam bingkai yang indah; agar

    Islam menjadi sebuah nilai yang cair yang senantiasa

    menjadi denyut nadi kegiatan masyarakat, bukan menjadi

    aturan-aturan normatif yang identik dengan pemaksaan.

    Al-Qur'an sebagai mukjizat Nabi yang paling mulia

    menyimpan sebuah maha karya seni sepanjang masa,

    disusun dengan untaian-untaian kata yang indah sehingga

    kesan membosankan sama sekali tidak kita temukan di

    dalamnya. Mungkin hal ini pula yang membuat tim kami

    di PPI Yaman terinspirasi dan kemudian menjatuhkan

    pilihannya untuk mengadakan sebuah lomba, sebuah

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    8/219

    v

    kompetisi dalam menyampaikan Islam yang jauh dari

    unsur membosankan. Jika tidak terlalu besar, saya

    berharap upaya ini merupakan bagian dari implementasi"berkompetisi dalam kebaikan."

    Saya sangat gembira dan mengapresiasi setinggi-tingginya

    kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Yaman,

    Departemen Seni dan Budaya PPI Yaman, Koordinator

    beserta kru antologi sastra Islami dan semua pihak yang

    telah mensukseskan terselenggaranya lomba seni islami

    serta terbitnya buku ini. Lebih dari itu semua, saya sangat

    berterima kasih kepada semua seniman Indonesia di

    Yaman peserta lomba seni islami: Anda adalah panji Islam

    Indonesia yang akan membuktikan kepada bangsa Anda

    tentang Islam yang mebawa damai dan Rahmatan lil

    'alamin.

    Harapan saya, semoga buku ini dapat memberi inspirasi

    kepada kita semua akan hakikat Islam yang indah. Amin!

    Wassalamu'alaikum Wr. Wb.Mukalla, 02 Ramadlan 1433 H / 21 Juli 2012 M

    Muhammad Birrul AlimKetua Umum PPI Yaman

    email : [email protected]

    voice : 00967714565024 / 00967736673567 /

    006285648652587

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    9/219

    vi

    Prakata Editor ii

    Kata Pengantar iv

    Daftar Isi viCerpen 2

    Abdul Ghani 2

    Diary Hitam 15

    Cahaya Di Atas Cahaya 43

    Euforia Surgaloka Ghanna 68

    Terima Kasih Tuhan 85

    SAKA 106Elegi Hati 120

    Mimpi Di Fajar Biru 133

    In Memoriam 154

    La Tayasu 166

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    10/219

    vii

    Puisi 188

    Al Musthofa 188Mengapa 189

    Merpati Surga 190

    Syetan Tak Pernah Lelah Menggoda 192

    Bukan Malaikat 194

    Inginku 195

    Aku Genangan Air 196

    Sujudlah 198

    Di Sepertiga Malam yang Terbuang 200

    Ayahku Seorang Petani Berhati Suci 202

    Selendang Sang Nabi 204

    Kuasa Allah 206Sadarkah 207

    Islam Di Gendong Dunia 208

    Dahulu Dan Sekarang 210

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    11/219

    2Abdul Ghani

    BDUL GH NIOleh: Syaiful Arif*

    alam ini Ghani pasti tak akan bisa tidur. Suara

    rerintikan hujan yang berjatuhan memukul-mukul seng atap rumah kecilnya sangat bising

    dan mengganggu jadwal tidurnya. Sebenarnya

    sangat tak pantas dikatakan jadwal. Dia hanyalah seorang yang

    sangat sederhana dan tak butuh jadwal segala. Padahal malam ini

    ia seharusnya tidur karena merasakan penat yang luar biasa.

    Bayangkan saja. Seharian penuh dia keliling pinggiran kota ini

    mengumpulkan rongsokan-rongsokan untuk ia jual dan ia sulap

    menjadi tiga piring nasi. Sepiring untuknya, dua piring lagi untuk

    adik-adiknya si Sholeh dan Sholehah.

    Bukan hanya suara bising itu yang mengganggunya. Seng-

    seng atap rumahnya sudah banyak berlubang. Percikan air hujan

    juga ikut mengganggunya. Tapi untungnya kedua adiknya sudah

    tidur sebelum hujan turun dan air hujan tak mengenai mereka

    berdua. Jadi dia sedikit tenang dan baginya keadaan seperti ini

    bukanlah masalah. Dia sudah sangat terbiasa dengan keadaan

    semacam ini.

    Ghani merasa kurang nyaman dengan percikan-percikan air

    itu. Ia beranjak menuju sudut rumahnya yang hanya berukuran

    M

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    12/219

    3Abdul Ghani

    3x4 meter itu. Diambilnya kursi tua peninggalan bapaknya, dia

    duduk di sana dan dia mulai melamun mengingat ayah dan ibunya

    yang sudah tiga tahun lalu meninggalkannya.

    Awalnya Ghani tak terima dengan takdir yang ia hadapi.

    Ketika orang tuanya meninggal dunia, dia baru berusia sepuluh

    tahun. Saat itu dia masih terlalu polos untuk menghidupi adik-

    adiknya. Jangankan adik-adiknya. Mencari makan untuk dirinyasendiri sungguh sangat sulit untuk anak berusia sepuluh tahun

    sepertinya. Tapi mungkin semua ini karena kucingnya yang selalu

    memberi inspirasi padanya. Dia pernah berpikir bagaimana

    kucingnya dan anak-anaknya bertahan hidup tanpa kerja di kantor

    atau setidaknya mengumpulkan barang rongsokan sepertinya?

    Padalah dia jarang memberi makan kucing-kucingnya. Akhirnya dia

    tahu bahwa semuanya ada yang mengatur.

    Ghani mengingat mengapa ayahnya dulu memberinya nama

    Abdul Ghani. Kata ayahnya, dia memberinya nama itu supaya suatu

    saat nanti dia kaya raya. Ghani ayah berharap kamu menjadi

    orang kaya yang dermawan. Makanya ayah beri kamu nama Abdul

    Ghani, katanya dulu. Tapi Ghani hanya tertawa dengan

    keadaannya kini. Menjadi orang kaya? Makan saja sulit. Katanyadalam hati.

    Hujan masih belum reda. Sebenarnya Ghani merasa

    kesulitan untuk tidur. Tapi suara bising hujan itu tak sanggup

    melawan rasa letihnya. Iapun terlelap di kursi yang sedari tadi ia

    duduki. Suara dengkurannya cukup nyaring dan air kental mulai

    mengalir dari mulutnya. Sungguh hari yang melelahkan baginya.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    13/219

    4Abdul Ghani

    ***

    Hujan sudah reda. Tak ada lagi suara bising rintik yang

    menghujam seng-seng rumah mininya dan yang ada hanya suara

    jangkrik-jangkrik yang bersembunyi di belakang sampah yang

    bertumpukan di pinggir kali di samping rumahnya. Ghani terbangun

    dari tidurnya. Bau busuk sampah-sampah itu sangat menusuk. Tapi

    sebenarnya bukan bau busuk itu yang membuatnya bangun. Yang

    membangunkannya adalah suara adzan dari mesjid tua di kampung

    Ghani.

    Ia sudah terbiasa bangun ketika adzan berkumandang

    karena dulu ayah dan ibunya selalu membangunkannya dan adik-

    adiknya ketika adzan shubuh. Mereka juga selalu diajak sholat

    berjamaah di rumah kecil itu. Ghani dan adik-adiknya sampai

    sekarang masih takut ditusuk kemudian dipanggang di api besar.

    Begitulah ayahnya menakut-nakuti mereka supaya mereka selalu

    sholat.

    Sholeh, Sholehah Ayo bangun. Sudah shubuh. Kata

    Ghani dengan nada yang cukup nyaring.

    Kedua adiknya langsung bangun ketika mendengar suara

    Ghani. Upacara harian ketika fajar pun berlangsung. Mereka

    melakukan sholat jamaah dengan sang imam di rumah itu, ustadz

    Abdul Ghani kemudian belajar mengaji bersama ustadz muda itu.

    Ya. Tak berlebihan jika si Ghani dipanggil ustadz. Dialah yang

    mengajarkan kedua adiknya membaca Al-Qur'an. Dia sendiri

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    14/219

    5Abdul Ghani

    sudah lancar sekali memaca Al-Qur'an meski usianya baru sepuluh

    tahun. Itu semua berkat ayah dan ibunya. Meski keadaan ekonomi

    sangat menekan, mereka masih memperhatikan agama ketiga

    anaknya. Ghanipun tak akan sanggup mengajikan adik-adiknya di

    mesjid kampungnya. Guru ngajinya meminta bayaran bulanan dari

    setiap muridnya. Bagaimana dia bisa membayarnya?

    Ghani langsung saja memakai pakaian dinasnya. Kaos putihcompang-camping yang sudah kusut dan celana abu-abu yang juga

    sudah tua, lebih tua dari pada usianya. Dia ingat sekali bahwa

    celana itu memang benar-benar tua. Celana itu adalah celana

    bapaknya ketika kecil, diberikan oleh sang kakek tercinta yang

    berprofesi sebagai pemulung handal. Celana yang pantas

    dimasukkan ke museum kota setempat.

    Hari ini Ghani tak perlu lagi berkeliling mengelilingi kota

    untuk mencari rongsokan-rongsokan. Jam sepuluh pagi di kantor

    daerah ada rapat pejabat yang akan dihadiri ratusan orang dari

    berbagai daerah. Ya bukan dia yang mau mengikuti rapat. Tapi dia

    senang sekali meski sebenarnya bukan dia yang akan mengikuti

    pertemuan itu. Hampir bisa dipastikan kalau ada acara rapat

    besar seperti ini akan banyak sisa makanan yang dibuang ditempat sampah depan kantor.

    Makanan enak kok dibuang-buang di tempat sampah.Diberikan ke saya dan adik-adik saya kan lumayan. Gumamnyadalam hati. Ghani yang masih polos suatu hari pernah berdoa

    semoga di kantor itu ada rapat tiap hari supaya sisa-sisa makanan

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    15/219

    6Abdul Ghani

    juga banyak dan dia tak perlu memulung setiap hari yang hasilnya

    tak jelas. Ghani Ghani

    Ghani sudah standbydi depan kantor. Dia tak akan bosandi sana karena di sana sudah ada teman sebayanya yang juga

    berprofesi sebagai pemulung. Dia bisa bercanda dan tertawa

    bersama temannya itu. Awalnya cuma Ghani yang tahu bahwa

    banyak sisa makanan seusai rapat. Tapi dia kasihan melihat

    temannya kelelahan berkeliling seharian mencari barangrongsokan. Apalagi dia dan adik-adiknya tak akan sanggup

    menghabiskan makanan-makanan itu bertiga karena sisa makanan

    itu memang sangat banyak.

    Ghani Japra, teman dari kecil Ghani menyapanya.

    Mereka lagi rapat apa ya? Lanjutnya. Ghani mengenal Japra

    memang begitu. Jiwa ingin tahunya sangat tinggi. Sehari saja bisapuluhan pertanyaan yang ia ajukan.

    Memangnya penting kita tahu? Ketus Ghani.

    Ya. Nggak sih. Yang penting itu kan cuma makan

    kita.Tapi barangkali mereka membicarakan kita yang melarat ini.

    Kapan ya mereka rapat sama kita? Ujar si Japra sedikitberimajinasi tinggi.

    Rapat sama kita? Si Ghani benar-benar tidak percaya

    dengan apa yang dikatakan Japra. Ia hanya tertawa terbahak-

    bahak sembari memegang perutnya yang sakit karena tertawa.

    Sudahlah, Pra Jangan menghayal. Kita tunggu saja makanannya.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    16/219

    7Abdul Ghani

    Uang mereka kan banyak. Mereka belikan apa ya? Tanya

    si Japra.

    Japra Japra tanya saja sendiri kalau mereka sudah

    keluar! Ghani mulai angkat suara. Bukan karena dia marah, tapi

    dia memang sering begitu dengan si Japra.

    Tapi kok kata orang-orang mereka banyak yang korupsi

    ya? Apa uang mereka kurang banyak?! Pertanyaan si Japra mulai

    mendalam.

    Em. Iya ya. Uang puluhanjuta kan bisa kita belikan nasi

    untuk bertahun-tahun. Kok harus korupsi? Ghani mulai

    terjerumus ke dalam pembicaraan Japra.

    Perbincangan politik mereka berdua semakin seru saja.Topik pagi ini adalah korupsi. Padahal mereka tak tahu persis apa

    itu korupsi. Tapi Ghani dulu pernah bertanya kepada ayahnya apa

    itu korupsi. Sang ayah hanya memberitahunya kalau korupsi itu

    adalah mengambil uang rakyat. Berarti mengambil uang kita,

    Yah? Kata Ghani dulu kepada ayahnya.

    Setelah ayahnya dulu memberitahunya tentang korupsipejabat, Ghani langsung bercerita kepada teman sejolinya, Japra.

    Mereka berdua berjanji akan membenci pejabat. Mereka

    menyangka bahwa semua pejabat sama, memakan uang mereka

    meskipun mereka merasa tidak pernah uang mereka diambil

    pejabat karena semua hasil kerja mereka, mereka belikan nasi

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    17/219

    8Abdul Ghani

    dan kebutuhan sehari-hari mereka. Pola pikir yang sangat polos

    dan sederhana.

    Rapat pejabat sudah berakhir dan bincang-bincang politik

    antara Ghani dan Japra juga berakhir. Ghani dan Japra berlari ke

    samping kantor biar tak ada pejabat yang melihat mereka.

    Mereka sudah terlanjur membenci pejabat. Seakan-akan mereka

    takut di hadapan pejabat. Kini mereka hanya menunggu Pak Jamal,

    penjaga kantor membuang sisa-sisa makanan ke tempat sampah didepan kantor.

    Dan akhirnya Pak Jamal membuang sisa-sisa makanan itu.

    Wah Banyak sekali makanannya, Ghani, kata Japra senang.

    Bisa buat makan besok lagi, lanjutnya. Perkiraan Japra tak salah

    karena makanan itu memang sangat banyak.

    Pasti mereka sudah makan sebelum rapat, kata Ghani

    menebak.

    Apa mungkin mereka sengaja sisakan untuk kita?

    Pertanyaan Japra mulai keluar lagi.

    Kenal kita saja tidak. Bagaimana mau menyisakan

    makanan untuk kita? Tak mungkin lah Ghani masih menyimpan

    rasa benci kepada pejabat.

    Mereka segera menghampiri tempat sampah kuning di

    depan kantor itu. Si Japra mengeluarkan sisa-sisa makanannya

    dan si Ghani mengeluarkan sisa minuman botolnya. Senyum mereka

    melebar karena makanan dan minuman itu sungguh banyak sekali.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    18/219

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    19/219

    10Abdul Ghani

    begitu. Si Ghani tak separah itu. Dia hanya menyembunyikan

    minuman sisa yang ia pegang di belakang badannya.

    Adik kenapa? Sapa pejabat itu dengan nada yang sangat

    halus. Dia pasti bisa membaca raut wajah Japra dan Ghani yang

    sedang ketakutan. Makanya dia tak angkat volume suaranya.

    Ghani dan Japra hanya bisa diam. Mereka tak tahu harus

    berbicara apa. Tapi si Ghani benar-benar merasa bingung dengan

    pejabat itu. Masa ada pejabat yang baik?! Katanya dalam hati.

    Si Japra sudah tak kuat mengulurkan tangannya lebih

    lama lagi. Rasa pegal mulai menyerang otot-otot tangannya dan ia

    turunkan plastik berisi makanan itu.

    Pajabat itu mulai mendekati Japra dan Ghani. Kedua

    tangannya mendarat di kepala mereka berdua dan si Japrapun

    semakin gemetar. Senyum pejabat itu membuat Ghani sedikit

    berubah pikiran. Tapi dia tak langsung mengklaim bahwa pejabat

    itu baik. Yang ia pikirkan adalah bahwa lelaki itu bukan seorang

    pejabat. Makanya dia mau senyum untuk mereka berdua.

    Tanpa rasa takut lagi Ghani bertanya kepada lelaki itu,

    Om bukan pejabat ya?

    Kelihatannya bagaimana? Pejabat itu balik bertanya.

    Sejenak Ghani memandangi lelaki itu dari ujung kaki ke

    ujung kepala. Pakaian Om seperti pejabat. Tapi Om pasti bukan

    pejabat, tapipengusaha. Katanya setelah melakukan prediksi.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    20/219

    11Abdul Ghani

    Saya pejabat. Sahut pejabat itu. Dan sekarang Ghani

    mulai sadar bahwa selama ini dia berburuk sangka kepada pejabat.

    Kok Om baik? Si Ghani masih menyimpan sedikit rasa

    tidak percaya kepada pejabat itu. Gambar buruk pejabat yang

    sudah lama ia simpan masih belum hilang secara total. Pejabat itu

    hanya tersenyum. Namun senyum kali ini lebih lebar dan akhirnya

    diapun tertawa mendengar omongan Ghani. Sementara itu dia jugatertawa melihat Japra yang tak henti gemetaran.

    Memangnya kalau pejabat tidak boleh baik? tanya

    pejabat itu dengan nada sedikit menyindir.

    Japra mulai angkat suara. Dia sudah tak lagi gemetaran

    dan dia mulai berani berbicara di hadapan pejabat itu. Boleh,

    Om.

    Makanya jangan berburuk sangka kepada orang lain.

    Kata pejabat itu dengan senyum yang masih lebar.

    Tapi kata ayah Ghani banyak pejabat yang korupsi.

    Korupsi kan artinya mengambil uang rakyat. Japra lebih berani

    lagi berargumen di depan pejabat itu. Untuk kali ini dia tak lagigemetar karena dia sudah yakin bahwa pejabat itu memang

    benar-benar baik.

    Tapi banyak bukan berarti semuanya kan? Kata pejabat

    itu mengajarkan Ghani dan Japra. Sudahlah. Hilangkan pikiran

    buruk kalian itu. Om mau mengambil berkas Om yang ketinggalan

    di dalam. Oh ya. Nama adik-adik siapa? Lanjut pejabat itu.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    21/219

    12Abdul Ghani

    Saya Japra dan dia teman saya, Ghani. Si Japra

    ternyata kini lebih berani dari pada Ghani. Padahal tadi dia takutsekali melihat pejabat itu hingga gemetaran seakan-akan melihat

    malaikat maut saja.

    Nama Om Abdullah. Balas lelaki itu.

    Sama dengan nama ayah Ghani dong, kata Japra

    menyeletuk.

    Ghani spontan teringat kepada ayahnya. Dia menghayal

    kalau saja yang mengusap kepalanya tadi adalah ayahnya. Kali ini

    tak seperti tadi malam. Tadi malam dia memang mengingat

    almarhum ayahnya tapi tanpa air mata sedangkan sekarang

    butiran-butiran air mata Ghani mulai menetes. Japra pun merasa

    bersalah karena telah menyinggung perasaan Ghani.

    Tentu pak Abdullah merasa aneh dengan hal itu. Langsung

    saja dia tanyakan kepada Ghani, Kenapa, Ghani?

    Ghani hanya bisa menangis dan tak menjawab pertanyaan

    itu. Japra langsung menjawabnya dengan nada penyesalan, Ayah

    dan ibunya sudah meninggal tiga tahun lalu.

    Abdullah mendekati Ghani dan menghapus air matanya.

    Ghani merasa lebih tenang dan semua prasangka buruknya

    terhadap pejabat kini hilang total. Tapi ia lebih teringat kepada

    ayahnya. Air matanya semakin deras. Begitu juga si Japra.

    Penyesalannya semakin besar, padahal dia tidak berniat

    menyinggung Ghani sama sekali.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    22/219

    13Abdul Ghani

    Setelah Abdullah yakin bahwa Ghani sudah tak menangis

    lagi, dia langsung masuk ke dalam kantor mengambil berkasnya

    yang ketinggalan. Di tengah perjalannya ke dalam kantor ia

    sempat berpikir menjadikan mereka berdua sebagai anak angkat.

    Sudah lama anak satu-satunya meninggal dunia. Akhirnya dia

    memutuskan untuk menguji mereka berdua. Bukan ujian

    pertanyaan, tapi dia berniat menguji mereka kejujuran.

    Sebelum Abdullah mengendarai mobil mewahnya dia

    sengaja menjatuhkan dompet tebalnya di dekat Ghani dan Japra.

    Dia langsung naik ke dalam mobil dan menjauh dari mereka

    berdua. Tapi dia sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan

    matang. Dia melihat ke kaca spion mobilnya, dan benar. Mereka

    melambaikan tangan sambil berteriak kencang menandakan ingin

    mengembalikan dompet itu.

    Abdullah pun kembali ke arah mereka dengan senyuman

    bangga dan senang.

    Dompet Om Abdullah jatuh, celetuk Ghani sambil

    mengulurkannya ke tangan Abdullah.

    Om tadi sengaja menjatuhkan dompet Om untuk menguji

    kejujuran kalian. Ternyata kalian jauh lebih jujur dari pada anak-

    anak kota, sahut Abdullah dengan senyum yang sangat

    bersahabat. Kalian mau Om jadikan anak angkat? Lanjutnya

    menjelaskan kepada mereka niat baiknya.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    23/219

    14Abdul Ghani

    Si Ghani dan Japra saling menatap tak percaya dengan

    perkataan Abdullah. Tapi saya punya dua adik, Om, kata Ghani.Saya juga punya satu adik, Om. Tambah Japra.

    Bagus dong. Berarti saya punya lima anak. Kalian mau,

    kan? Rupanya Abdullah lebih senang dari pada hanya memiliki dua

    anak angkat. Ghani dan Japra hanya mengiyakan kata Abdullah.

    Kalian tinggal di mana? Lanjutnya.

    Di dekat kali, Om. Sahut Ghani.

    Kalau begitu biar Om antar kalian ke rumah kalian,

    kemudian kalian ikut Om ke rumah dan kalian menjadi anak Om,

    ajak Abdullah.

    Japra tak bisa percaya dengan nasibnya ini. Apalagi si

    Ghani. Padahal dulu dia sangat membenci pejabat karena salah

    sangka. Ternyata sekarang dia bahkan menjadi anak angkat

    seorang pejabat. Dia juga tak habis pikir dengan namanya sendiri,

    Abdul Ghani. Dia ingat harapan ayahnya dulu, katanya dia

    berharap Ghani menjadi orang kaya yang dermawan. Ternyata

    harapan itu tercapai dan hidupnya kini berputar seratus delapan

    puluh derajat.

    *Penulis Adalah Mahasiswa S1 Tingkat 4 univ. Al Ahgaff, fak.

    Syariah, Tareem, Hadromaut, Yaman.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    24/219

    15Diary Hitam

    Diary Hitam(Gelombang Pahit Prahara Cinta)

    By: Micdarul Chair El-Sharafy *

    Hidupku adalah cabikan lukaSerpihan tanpa makna

    Hari-hari yang meranggas lara

    Namun,,,

    Dalam naungan suci cinta

    Simfoni perjuanganku menggema

    14 Oktober 2008

    ekujur tubuhku gemetar menahan buncahan duka.Terus tanpa henti, aku mencakar-cakar tembok

    putih, tempat aku duduk termangu di pojok

    ruangan. Air mataku mengucur deras, badanku

    lemas. Sedikitpun, tak kuhiraukan raut kusut wajahku. Biarlah,

    memang seharusnya aku menangis. Ya, menangis menjerit, seiring

    dawai kepedihan sanubari sendiri.

    S

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    25/219

    16Diary Hitam

    "Mas Syafi', maafkan istrimu ini, hiks hiks.," suaraku

    risau mendesau, lesung pipiku lembab, bermandikan linang air

    mata.

    Malam kian mengelam. Giris gerimis turun menyapa sunyi.

    Lolongan serigala gurun malam bersahut-sahutan. Ringkikan

    jangkrik mengerik-ngerik kepongahanku. Mengusik kepul asap

    kepedihanku. Tubuhku berguncang, bergetar dan berputar.

    Semakin lama semakin kencang. Meliuk-liuk sembari menggenggam

    diary hitam, sebuah buku catatan perjuangannya mempertahankan

    sketsa cintaku.

    Mas Syafi' Haidar.

    Dimanakah engkau kini? Masih hidupkah? Atau sudah

    tiada?

    Tanpa kusadari, gigi menggigit bibir mungilku. Asin. Bau

    darah. Aahh, aku begitu menyesal telah terlalu membencimu, Mas.

    Namun, apakah sesal yang berjejalan di dadaku dapat

    mengembalikanmu kemari?

    "Mas Syafi' Mas Syafi'," panggilku dengan suara parau.Batinku tertancap beliung kepedihan.

    Aku pandangi foto Mas Syafi', yang ada tepat di lembaran

    pertama, suamiku tercinta. Teduh, mengayomi. Aku hanya bisa

    memendam rasa kecewa tiada tara. Bukan pada rembulan yang

    mengikutiku pada saat ini, atau pada gugus bintang yang mengintai

    pedih dalam liang-liang diri. Tetapi, karena aku telah

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    26/219

    17Diary Hitam

    menggoreskan luka pedih dalam hatimu. Pedih, dan sangat

    menyakitkan. Hatimu yang tersembilu mendengar permintaan

    talakku. Mas, sungguh aku menyesal!! Kuharap engkau kembali. Dan

    kini, selendang malam pun kian gelap.

    *****

    --- 14 Oktober 2008 ---

    Tepat di tanggal ini, engkau pergi. Dua tahun kemarin. Aku

    laksana diterjang badai. Jasadku terhempas kesana-kemari.

    Engkau pergi, di kala aku tengah terbaring lumpuh di rumah sakit.

    Saat itu aku mencercamu

    "Suami tak punya otak! Istri sakit malah pergi tanpa

    tujuan jelas! Dasar!"

    Hingga akhirnya masa menyadarkanku, bahwa kepergianmu

    ibarat taruhan jiwa demi menyelamatkan hayat istri tersayang.

    Tiap kali aku mengingat memori mesra bersamamu, kornea mataku

    terlihat seperti kepingan kaca pecah. Rasa bersalah berdebam-

    debam menohok dadaku.

    Fuih! Kutarik nafas panjang, tanda penyesalan tiada tara.

    Andai saja waktu dapat terulang, pekikku dalam hati.

    Ir. Syafi' Haidar, M.Tech, M.Eng

    Seorang cendikiawan muda keturunan Melayu yang

    sekaligus dosen terbang dari International Islamic University

    Islamabad (IIUI), Pakistan. Dia diminta oleh rektor Hadhramawt

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    27/219

    18Diary Hitam

    for Sains and Technology University, kota Mukalla-Yaman, untuk

    bersedia sumbangsih keilmuan di fakultas Fisika. Seusai melalui

    proses rumit, tepatnya pada tanggal 22 Mei 1999, dia memulai

    kiprah perdananya sebagai tenaga pengajar di kampusku.

    Baru pertama kali aku mendengarkan presentasinya,

    kalbuku langsung berdegub kencang. Terpikat erat, seakan

    terhipnotis kalam spektakulernya bersarat jutaan pengetahuan.

    Aku masih ingat betul, waktu itu dia tengah menjelaskan tentang

    bantahan Al- Qur'an terhadap teori Ptolemeus.

    Dengan mencuplik firman Allah surat An-Naml: 88, dia

    menjelaskan bahwasanya bumi tidak diam. Al-Qur'an yang secara

    simbolis mengambil term gunung untuk mewakili bumi menyatakan

    hal tersebut. Dan akhirnya, kemajuan astronomi modernmenunjukkan bahwa bumi memang tidak diam, alias bergerak.

    Momen paling berkesan saat itu adalah ketika aku dipaksa

    mengembalikan saputangannya oleh Helwa, teman sebangku.

    Saat itu, langkah kakiku terasa berat, seperti menyeret

    besi seribu karat. Aku malu, sungkan, tapi ingin berjumpa.

    Setapak demi selangkah menuju ruang pojok utara lantai tiga

    gedung fakultas. Dag.. dig.. dug.., jantungku rasanya ingin

    menjebol kerangka tulang rusukku.

    Tok.. tok.. tok.. perlahan aku ketok pintu kubus berwarna

    cokelat kopi.

    "Assalmu'alaikum", ucapku.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    28/219

    19Diary Hitam

    "Cari siapa?!."

    Deg!! Ada bunyi suara membelakangiku. Segera aku

    picingkan pandangan, dan, "Baa.. baap.. pp, ba.. pak Syafi'?!"

    Saking kaget dan groginya, tanganku sekonyong-konyong

    menyodorkan saputangan miliknya tanpa aku sadari sebelumnya.

    Sembari kepala merunduk malu, tak kuasa menatap keharibaan

    auranya.

    "Oohh, terima kasih! Sapu tangan ini penuh jutaan

    kenangan bersama ibunda tercintaku. Beruntung, kamu telah

    mengembalikannya. Syukur, Alhamdulillah. Oh ya, nama kamu

    siapa?" bertanya balik kepadaku.

    "Na.. naj.. wa salsabila, Pak!." Aku memberanikan diriuntuk menatap wajah tampan dosen berdarah Melayu. Setelah

    sebelumnya, korneaku menatap serius lantai putih.

    Subhnallah! Bola mataku syahdu mengagumikebinarannya. Menakjubkan!! Aku jadi salah tingkah, tanpa ada

    sebab pasti, aku berlari meninggalkan Bapak Syafi' yang masih

    dalam keadaan tercengang keheranan melihat respekperbuatanku.

    Hatiku bertanya, kenapa aku malah berlaku seperti orang

    bodoh? Ada apa dengan diriku sesungguhnya? Tak biasanya aku

    seperti ini? Aneh!! Ataukah benar, aku jatuh cinta padanya?! Agh,

    rasanya terlalu singkat untuk itu. Entahlah

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    29/219

    20Diary Hitam

    *****

    Isak parauku semakin membuncang.

    Malam hari Ied Fitri yang seharusnya aku gemakan takbir,

    justeru penuh luapan air mata. Apalagi saat aku membalik

    lembaran ketiga diary hitam Mas Syafi'. Di sana tertulis:

    --- 09 April 2001 ---"Badai musibah membawa berkah."

    Memoriku langsung berputar tajam, mengembalikan

    kenangan bersamanya. Ceritanya, selepas aku memperoleh nilai

    cumlaudeujian semester, aku shoppingbersama teman seobrolanke Mustahlek Mall, sekitar 500 meter arah kanan pantai Cornies,

    Mukalla. Maksud hati ingin mencari tambahan reverensi buku

    materi di Jael Jadid Bookstory. Tapi, temanku justru membelok

    ke Mustahlek. Katanya sekedar mampir, tapi hampir lima jam

    belum juga puas menjelajahi seluruh isi Mall terbesar di Provinsi

    Hadhramawt ini.

    Tatkala melihat jam menunjukkan 21.00 WY. Tanpa

    berpikir panjang lagi, aku nyelonongkeluar meninggalkan merekayang masih renyah menikmati gebyar Mall, aku tunggu mereka di

    halte taksi.

    Gila! Sudah hampir setengah jam aku menunggu, sialan!,

    gerutu hatiku.

    "Woy, Najwa!!."

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    30/219

    21Diary Hitam

    Daun telingaku menangkap suara dari seberang

    memanggil-manggil. Aku palingkan wajahku ke samping. Dan..,

    "dasar, tega banget kalian!! Aku sudah korban waktu begitu lama,

    eh, kalian malah enak-enak makan di situ," teriakku emosional.

    Tanpa berpikir panjang, saya langsung menyebrang jalan.

    Tapi.....

    Gguuubbbrrrraaakkkkk!!!!

    Mobil sedan Camry silver dengan kencangnya menabrak,

    diriku terpental jauh, kepalaku membentur keras jalan aspal.

    Sebelum aku pingsan, aku melihat sosok lelaki mendekat,

    kemudian menggendong ke tepi jalanan. Seusai itu, pandanganku

    kabur, dan aku pun tak sadarkan diri.

    *****

    Setelah tiga hari lamanya, akhirnya aku dapat melewati

    masa kritis. Abah dan umi' nampak sangat gembira ria mengetahui

    kepulihanku. Namun, kira-kira siapa lelaki yang membopong diriku

    ke tepi jalan? Sayang, panca pengelihatanku saat itu agak remang-

    remang, tak jelas pastinya.

    "Najwa, abah dan umi telah sepakat untuk

    mengkhitbahkanmu dengan seseorang. Dia telah berjasa besar

    demi keselamatan nyawamu," tutur abah santun sambil mengelus

    uraian rambut keriting pirangku.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    31/219

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    32/219

    23Diary Hitam

    Benar-benar aneh!! Mu'amalah abah sangat berbeda daribiasanya. Umi' juga. Aku curiga. Pasti ada hal yang disembunyikan

    tentang diriku.

    "Najwa, anakku sayang!" Abah memanggilku mesra.

    "Labbaik, Abah!" responku lembut.

    "Entah, bagaimana abah dan umi'mu membalas perjuangankeras Syafi'. Dialah yang telah menolong jiwamu untuk tetap

    dapat bernafas di dunia ini. Dia pula rela mendonorkan darah

    segarnya demi kemaslahatan nyawamu. Setelah bermusyawarah

    dengan umi', abah memutuskan untuk meminangkanmu sebagai

    calon pendamping hidupnya."

    HAHH!!

    Aku dan Bapak Syafi' terperanjat kaget mendengar apa

    yang barusan abah katakan. Setengah tidak percaya. Aku, antara

    kebahagiaan dan kekhawatiran. Benar! Kebahagiaan, karena jiwaku

    telah lama mendambakan esensinya. Tapi, masih terbesit

    kekhawatiran akan penolakannya. Situasi begitu tegang. Saking

    mencengkramnya, tanganku sampai menggigil gemetar.

    "Sekarang, bagaimana tanggapanmu, Syafi'?" ujar abah

    memecah kepongahan.

    Sedari tadi Syafi' hanya menundukkan kepala. Entah apa

    yang dia pikirkan, semoga hasilnya menyeka kegelisahan sukmaku.

    Dan kini, saatnya dia menjawab

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    33/219

    24Diary Hitam

    "Bismillah", ucapnya lirih, namun aku mampumendengarnya.

    "Abah, umi' dan Najwa yang saya hormati. Ibarat kata

    bagai memakan buah simalakama. Saya takut menyakiti diri kalian,

    wahai bangsa Arab. Sesungguhnya Saya tak pantas untuk

    menerima hal ini. Bukan karena Saya tak mencintainya, namun

    antara Saya dan Najwa ada kesenjangan strata."

    Deg!! Hatiku berdesir mendengarnya. Abah, umi'tercengang, sebelum kemudian bertanya.

    "Kesenjangan strata dalam perihal apa, Syafi'?"

    "Sesungguhnya kalian adalah insan istimewa, pilihan Allah

    SWT. Cukuplah, Nabi Muhammad, Al-Qur'an dan bahasa ahlisurga menjadi unsur kelebihan kalian dari pada kami, kaum Ajam

    (selain Arab, red). Arab ialah barang tambang yang mempunyai

    keutamaan dibandingkan kaum Ajam, sebagaimana yang dikatakan

    imam Zainal 'Abidin Ali, cucu Ali bin Abi Thalib. Maka, pantaslah

    imam Suyuthi berkata dalam karya monumentalnya yang berjudul

    al-khosois bahwasanya: tak ada satupun kaum Ajam yang se-kufuuntuk menikah dengan keluarga Rasulullah SAW secara khusus,

    dan bangsa Arab secara umumnya."

    "Lantas, bagaimana pendapat Bapak dengan pidato

    Rasulullah yang menyatakan bahwa orang Arab tak lebih utama

    dari orang Ajam, dan begitu pula sebaliknya?" cerutusku

    memotong.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    34/219

    25Diary Hitam

    "Najwa, imam At-Turmudzi berkata: hadits tersebut

    gharib, tak dikenal. Yahya bin Mu'in melemahkan hadits ini. AbuHatim berpendapat hadits tersebut mungkar. Ditambah An-Nasaimengatakan bahwa hadits tadi matruk," paparnya yakin.

    "Sebelumnya, maaf Syafi', bukankah imam Nawawi

    berkata bahwasanya jikalau seorang wali itu menikahkan wanita

    dengan seseorang yang tidak kufu' melalui ridhonya, maka

    pernikahan itu sah. Apalagi walinya itu sangat dekat, seperti

    bapaknya?" umi' yang sedari tadi diam, kini angkat bicara.

    "Memang seperti itu adanya. Namun, perbedaan strata

    sangatlah mempengaruhi terhadap keharmonisan bahtera rumah

    tangga kami kelak," jawabnya tenang.

    "Lalu apa manfaat cinta dalam kronologi manusia?", aku

    mendebatnya.

    "Cinta ibarat oase kesejukan di tengah kegersangan

    fatamorgana dunia. Cinta tak akan sirna seiring berlajunya waktu,

    namun dia akan memberikan warna lain. Warna kecacatan dan

    keburukan yang dahulu kalanya tak terlihat ketika mereka

    bermadu kasih. Maka dari itu, cinta membutuhkan pengalaman

    yang mampu membumikan benihnya ke dalam lubuk hati."

    "Berarti anda meragukan ketulusan hati Najwa, Pak? Tak

    cukupkah pengorbanan Najwa demi sebuah cinta dan kasih

    sayang? Bapak Syafi' tega menyembilu sukma Najwa. Hati Najwa

    sakit, Pak! Ternyata, Bapak Syafi' tak lebih dari para pecundang

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    35/219

    26Diary Hitam

    cinta yang hanya bisa memonopoli perasaan wanita. Sungguh

    kejam Anda, Pak!"

    Aku menangis parau, tak kuasa menahan gejolak jiwa yang

    membuncang. Sedangkan Bapak Syafi', dia hanya merunduk,

    merenungi apa yang aku ucapkan. Raut wajahnya berubah pucat

    pasi, muram, penuh kebimbangan.

    10 menit, suasana ruangan sunyi senyap. Terlarut dalam

    pencarian secerca cahaya, titik penyelesaian. Hingga akhirnya,

    Bapak Syafi' angkat bicara

    "Sejujurnya, aku menaruh simpati kepadamu, Najwa!

    Ketika Engkau mengantarkan sapu tanganku yang tertinggal,

    tatkala engkau memandangku kala mengajar, dan ujungnya saat

    Engkau mengutarakan polemik hatimu akan rasa cintamu terhadap

    diriku," ucapnya, sayup-sayup dia menatapku sebentar, kemudian

    menunduk kembali. Hatiku bergetir dahsyat, sebelum saatnya dia

    melanjutkan perkataannya.

    "Namun, Aku merasa minder. Meski orang telah

    menyebutku sebagai insinyur besar, Aku sangatlah sensitif jika

    berkaitan dengan calon istri. Keluargamu termasuk orang

    terpandang di kota Mukalla, Engkau juga tergolong primadona

    kampus yang didambakan oleh sejuta mahasiswa dari berbagai

    elemen, dan."

    "Dan ternyata Najwa Salsabila lebih mencintaimu, lantas

    apa respon Anda, Pak?" potongku mempersingkat waktu.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    36/219

    27Diary Hitam

    "A aku," ucapnya terbata-bata. "Aku, akan meminangmu

    dalam ayunan Allah, Najwa."

    Alhamdulillah Umi' merangkulku riang gembira. Hatiku

    seperti bertaburan kembang melati, semerbak harum mewangi.

    Abah tak henti-hentinya bertahmid, seraya memeluk tubuh Bapak

    Syafi'.

    *****

    --- Mukalla, 22 Mei 2001 ---

    "Aku rajut mahligai cintaku bersama Najwa Salsabila,bidadariku."

    Wahai para penikmat ceriteraku!

    Coba anda rasakan, betapa indahnya prosesi bulan madu di

    awal kronologi bahtera rumah tangga kita. Darah pujangga

    mengalir deras di seantero urat tubuhnya. Romantis! Simfoni

    cinta Romeo-nya menawarkan cawan anggur memabukkan siapa

    saja yang meneguknya. Kala itu, Syafi' sering kali memohon:

    "Tuhan, biarkanlah fajar subuh tertidur panjang, kamimasih ingin berselimut selendang kelabu malam, menatapikemerlip gugusan bintang, sunggingan senyum manis purnama,bermadu kasih bersama kekasih cintaku, Najwa Salsabila. Selaksa

    pesona, laksana eksotika putri Shinta di alam khayangan."

    Semenjak awal pernikahan kami, dia memintaku untuk

    memanggilnya dengan "MAS." Seperti panggilan akrab ibunda

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    37/219

    28Diary Hitam

    tercintanya kepada sang suami, yang setelah itu aku ketahui dia

    berasal dari Jawa, Indonesia.

    Tapi, ya Allah! Sekarang, aku lemah tak berdaya tanpa

    eksistensi Mas Syafi'. Rajutan mahligai cinta kita kian bercerai-

    berai. Aku mempolitisasi busuk perasaan tulusnya, menyumpah-

    serapahi di khalayak masyarakat, menginjak martabat "Ir"-nya di

    meja kampus. Dia sabar menerima buruknya syakwasangka, cerca-

    makiku. Walaupun akhirnya, dia memutuskan untuk pergi jauh

    demi menjaga perasaan istri tercintanya.

    Jujur! Dialah mihrab cinta sejatiku, ya Allah

    *****

    Episode gelombang pahit prahara cinta baru saja dimulai.Perkawinanku yang telah memasuki tahun ke-empat, belum juga

    membuahkan sang buah hati. Kecemasan, kegelisahan dan

    kegundahan mewarnai bahtera rumah tanggaku. Gosip tak sedap

    kanan-kiri semakin menggatalkan daun telingaku dan Mas Syafi',

    suamiku.

    "Kok belum punya anak juga, kira-kira siapa yangbermasalah, yah?!"

    Mulanya berbisik-bisik, tapi akhirnya menjadi berisik pula.

    Setiap aku mendengar gunjingan tetangga, aku pulang dengan

    menangis parau. Mas Syafi', tampil beserta kebijaksaannya,

    memelukku penuh curahan kasih sayang.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    38/219

    29Diary Hitam

    Atas tuntutan naluriku, tanpa sepengetahuan siapapun,

    aku mengajak Mas Syafi' berkonsultasi ke salah satu

    laboratorium termasyhur di kota Mukalla. Di sana aku

    memeriksakan gangguan kehamilan.

    "Tuan Syafi', silahkan Anda masuk ke ruang dokter!"

    panggil seorang suster bercadar hitam dengan memakai jas dinas

    putih.

    "Mas, aku ikut, yah!" pintaku memelas.

    "Tenang, sayang! Semuanya pasti baik-baik saja, kok!

    Percaya pada Mas, yah!" ucapnya sembari mengecup kening

    beningku.

    Lima menit berselang

    Mas Syafi' mulai nampak keluar dari ruangan dokter. Aura

    wajahnya masih tetap berseri seperti sedia kala.

    "Yuk, ikutan masuk, sayang!" ajaknya kepadaku.

    Hatiku gontai menapaki lantai menuju ruangan dokter.

    Kayak apa persisnya aku di saat itu, aku tak bisa

    menerjemahkannya dalam cerita ini.

    Ya Tuhan! Teguhkanlah hatiku menerima qadha dan qadar-

    Mu.

    Dokter perempuan tua renta di depanku terlihat canggung

    memberitahukan hasil laborat. Dia menatap suamiku cukup lama,

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    39/219

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    40/219

    31Diary Hitam

    Sebuah penjelasan yang seakan menamatkan episode

    hayatku. Impianku menjadi seorang bunda kandas ditengah jalan.

    Shockberat!

    *****

    Hidupku adalah cabikan luka, serpihan tanpa makna, hari-hari yangmeranggas lara. Namun, dalam naungan suci cinta, simfoni

    perjuanganku menggema (Mukalla, 141008)

    Setelah sekian lama, aku baru menyadari kamuflase

    skenariomu. Engkau sungguh tak ingin menodai perasaan hatiku.

    Sampai dirimu rela disumpah-serapahi para tetangga, dihina

    karena kemandulan yang Engkau rekayasa.

    Benar! Simfoni cintamu telah merubah hari-harimu yangmeranggas lara menjadi euforia seribu pesona. Engkau berani

    memanipulasi undang-undang kedokteran, hanya karena rasa kasih

    sayangmu terhadap diriku, Najwa Salsabila, istri tercintamu.

    Ketika itu, Engkau berani membujuk dokter untuk

    merekayasa hasil laborat yang ternyata memvonis bahwa aku

    terjangkit penyakit endrometriosis. Terjadi pertumbuhanabnormal jaringan impian di luar uterus.

    Dengan usaha jungkir balik, engkau berusaha membujuk

    dokter. Kontan saja, dokter menolak semerta-merta. Namun,

    akibat terus didesak, akhirnya dokter setuju merekayasa hasil

    vonis laborat untuk mengalihkan asal permasalahnnya ke pihak

    suami.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    41/219

    32Diary Hitam

    Dan dimulailah pagelaran dramatis yang mencompang-

    campingkan jubah kebijaksaanmu, menginjak hina mahkota

    kepemimpinanmu.

    *****

    Lima tahun berlalu

    Aku dan Mas Syafi' mampu mempertahankankeharmonisan mahligai keluarga kami menghadapi polemik

    kemandulan ini. Hingga tibalah rasa egoisme darah Arabku muncul,

    aku mulai sering mencaci maki dirinya, karena ketidaksuburannya.

    Sampai suatu saat, aku melontarkan permintaan cerai selamanya.

    "Mas Syafi', Saya telah bersabar menerima caci-maki

    selama tujuh tahun. Berdoa, bermunajat maupun pelbagai usahatelah kita usahakan. Kesabaranku juga mempunyai batas

    kewajaran. Rasanya, sangat pantas jikalau Saya mendambakan

    buah hati, Mas. Dan sepertinya, Mas Syafi' tak mampu

    mewujudkan impianku tersebut. Saya kecewa, Mas!"

    Emosiku mencapai titik puncaknya, alur pikiranku telah

    lepas kendali. Sehingga Aku tega mengucapkan dengan nada suaramelecit lengking:

    "Mas, talak Aku tiga kali!"

    Spontan, Mas Syafi' kaget bagai tersambar petir

    halilintar. Raut mukanya memurung, rasa putus asa kian

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    42/219

    33Diary Hitam

    menyelimuti urat nadinya. Terlihat, butiran embun air mata

    menetes dari muara kelopak matanya.

    Hati kecilku menyatakan penyesalan, tapi apa jadinya?!

    Nasi telah berubah menjadi bubur.

    "Istriku, berikan waktu tiga hari untuk Mas Syafi'

    memikirkan hal tersebut. Mas Syafi' tak ingin istana keluarga

    kita roboh di persimpangan jalan sebelum mencapai tujuan,"

    pintanya memohon.

    Bagaikan patung yang membisu, aku mulai tak menggubris

    segala ucapannya. Sejak saat itu, hilanglah rasa hormat patuhku

    sebagai seorang istri tersayangnya.

    *****

    "Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang Najwa alami,

    melainkan sesuatu yang Najwa kenang."

    Keesokan harinya

    Badanku lemas, tiada gairah mensuplay makanan, mual danmuntah. Wajahku pucat layu, mata membengkak. Pinggang terasa

    nyeri ngilu, disertai sesak nafas. Bahkan lebih parahnya,

    kencingku serasa perih tapi keluarnya cuma sedikit. Berwarna

    merah darah seperti mengancam jiwa.

    Aku malu untuk menelpon Mas Syafi' yang saat itu sedang

    mengisi seminar "Fisika Lingkungan" di Andalus University, kota

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    43/219

    34Diary Hitam

    Ma'rib-Yaman. Memang, apa pedulinya dia dengan kondisiku?,

    serapah batinku. Lantas, aku memutuskan berangkat sendiri ke

    rumah sakit tanpa ditemani seorangpun.

    Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, baik darah

    maupun urine, pengambilan gambar struktur anggota dalam

    dengan metode Ultrasound, seorang nephrologist atau ahli ginjal

    menghampiriku seraya berkata:

    "Maaf, ibu Najwa! Anda mengalami kegagalan fungsi ginjal

    secara serius. Saya menyarankan agar Anda menginap guna

    mendapatkan pengontrolan secara periodik."

    Astaghfirullah!!! Aku kaget setengah mati.

    "Bagaimana itu terjadi, dokter?" tanyaku penuhkebingungan.

    "Hasil penelitian kami menyatakan ada sebuah sumbatan

    pada saluran kemih anda, sepertinya terjadi penyempitan atau

    striktur."

    Allah, Tuhanku

    Alangkah banyaknya kekhilafan hamba terhadap-Mu. Baru

    saja kemarin Engkau mengujiku dengan musibah kemandulan Mas

    Syafi', Sekarang, Engkau malah ingin merengut nyawaku dengan

    penyakit gagal ginjal ini.

    Asa hayatku kian meredup. Kehancuran dan kehampaan

    menghantui otak sehatku. Aku menjadi setengah gila akibat

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    44/219

    35Diary Hitam

    permainan keji dunia. Tubuhku cukup berbaring membatu di ruang

    inap VIP. Entah mengapa, kebencianku kepada Mas Syafi' semakin

    membuncang. Apalagi selepas aku divonis positif mengidap

    penyakit gagal ginjal. Dokter menyatakan nyawaku tak akan dapat

    terselamat kecuali ada orang yang rela mendonorkan ginjalnya.

    Pikirku bernalar, sebentar lagi Najwa Salsabila, putri

    kesayangan walikota Mukalla, akan segera hangus dari permukaan

    bumi. Tinggal menunggu masa penantian

    *****

    Aku tak tahu dari arah mana turunnya mukjizat Tuhan.

    Ada seseorang yang rela mencangkok ginjalnya demi

    keselamatanku. Dokter segera mengoperasi total ginjalku.

    Alhamdulillah Proses transplantasi ginjal berjalan lancar, danaku semakin mendekati kesembuhan.

    Tapi, Mas Syafi' kemana? Istrinya mengalami masa kritis,

    dia justru pergi tanpa pamit. Suami macam apa dia?!, gerutuku

    saat memberesi perlengkapan untuk persiapan pulang ke rumah.

    Sebelum beranjak meninggalkan rumah sakit, seorangsuster memanggilku sambil memberiku sepucuk surat berwarna

    biru laut dan buku diary hitam.

    "Ini titipan dari si penyumbang ginjal, terimalah!" ucapnya

    menyungging senyum.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    45/219

    36Diary Hitam

    Perlahan aku buka secarik lembaran biru laut tersebut.

    Aroma wangi melati menyeruak masuk lubang hidungku. Dan,

    ternyata surat dari

    Untuk kekasih hatiku, Najwa Salsabila

    Gubahan pesona putri Balqies tahun millennia

    Mukalla, 14 Oktober 2008Aku,

    Adalah kubangan lumpur hitam yang mendebu, menempeldi sandal dan sepatu, hingga di atas aspal, terguyur hujan,terpelanting, masuk comberan. Siapa sudi memandangatau sekedar mengulurkan tangan?!

    Tanpa uluran tangan kasihmu, sayang! Aku, tetaplahlumpur hitam yang malang. Namun, terlalu banyak akumenodai gaun sucimu, sayang. Sehingga, aku menjauhidirimu sedini hari.

    Najwa Salsabila, sayangku!

    Jikalau eksistensiku dalam kehidupanmu adalahkebahagiaan, maka ingatlah. Namun, tatkala dirikuhanyalah kehancuran, maka lupakanlah. Dan sesungguhnya,"Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang Najwa alami,melainkan sesuatu yang Najwa kenang."

    Sang Pujangga Hatimu,

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    46/219

    37Diary Hitam

    Syafi' Haidar

    Astagfirullah!!! Betapa dzalimnya hamba kepada MasSyafi'. Dia tega berkorban mendonorkan ginjalnya demi

    kemaslahatanku. Tapi, mengapa hamba tega mengkhianatinya?!

    Secepat kilat, aku menelpon nomer handphone suamiku.

    "Maaf, nomer yang anda hubungi sedang tidak aktif."

    Nomer ponselnya sudah tak aktif lagi.

    Mas Syafi', dimanakah Engkau? Najwa ingin berlutut

    memohon restu ridhomu, suamiku.

    Sejak saat itu, aku menyadari kesalahan besarku

    terhadap Mas Syafi'. Romansa asmaranya sungguh tulus, murni

    atas nama cinta. Tak bergeming sedikitpun, walau badai topanmenghantam.

    *****

    Hari ini, 23 Juni 2011

    Merupakan lebaran Ied fitri kedua tanpa kehadirannya.

    Putri pertamaku, Farah Stivana Zahra, sering menanyakan dimana

    keberadaan ayahandanya.

    "Bunda, papa dimana? Kok gak pernah jenguk Farah? Apa

    papa sudah gak sayang sama Farah, yah?" dengan logat balitanya

    dia bertanya. Mimik polos Farah acapkali membuatku menangis

    tersedu. Andai kata dulu aku mau bersabar, mungkin tak akan

    seperti ini alur ceritanya.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    47/219

    38Diary Hitam

    "Papa bentar lagi datang, Farah. Papa lagi sibuk di luar

    kota. Papa sayang banget sama Farah. Farah tenang saja, yah

    sayang!" ucapku sembari mengecup lembut kening mungilnya.

    "Tapi, kenapa lama sekali, bunda? Farah kangen banget

    sama papa."

    Aku tak kuat lagi membendung air mata. Dari balik ruang

    tamu, abah dan umi' hanya sedih melihat malangnya nasibku. Aku

    memeluk erat putri pertamaku. Menangisi betapa fatalnya

    perbuatanku ini.

    Harus beralasan apalagi aku di depan Farah. Sebentar

    lagi, dia akan mengetahui kebloonan ibunda tercintanya.

    Farah Stivana Zahra, putri tunggalku ini lahir setahunsetelah terjadinya polemik dahsyat dalam bahtera rumah

    tanggaku. Penyakit Endometriosis yang aku derita semakin

    menunjukkan titik kesembuhan. Singkatnya, pada tanggal 12

    Agustus 2009, Farah Stivana Zahra menatap dunia untuk pertama

    kalinya.

    "Na Najwa.. cepat ke depaaann!!"

    Suara abah memanggilku keras. Ada apa, jarang sekali

    abah menyeruku setengah membentak. Aku menggendong Farah

    menuju ruang tamu. Dan

    Deegg!! Tubuhku bagai tersengat ribuan watt setruman

    listrik. Hatiku seperti meledak semburat. Mataku melotot serasa

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    48/219

    39Diary Hitam

    ingin keluar dari sarangnya. Mustahil!! Seorang lelaki separuh

    baya, tinggi semampai, berbadan tegap gagah yang sekarang

    berada di ruang tamu itu adalah

    "Mas Syafi' Haidar!!"

    Semerta-merta, aku turunkan Farah pelan, sebelum

    akhirnya aku berlutut merangkul betis kaki Mas Syafi'.

    "Mas, maafin Najwa!! Najwa khilaf atas semuanya. Najwa

    gak ingin lagi ditinggal Mas Syafi'. Najwa insyaf, Mas!!" kataku

    diringi isak air mata menyeruak seru.

    Sambil perlahan mengangkatku, dia merangkulku hangat.

    Aku pun membalasnya dengan dekapan erat. Kerinduanku telah

    menjulang tinggi tanpa batas.

    "Najwa, ini merupakan level permainan hidup yang harus

    kita hadapi. Kita masih dalam tahap proses. Maka wajar jikalau

    salah satu dari kita berbeda pendapat, atau bahkan bertengkar

    sengit." ujarnya penuh pendewasaan. Aura wajahnya sungguh

    teduh mengayomi.

    "Mas Syafi' masih marah dengan Najwa?," tanyaku

    mengiba.

    "Najwa, entah seberapa dalam rasa cintaku padamu,

    sehingga membutakan mata hatiku untuk menilik kealpaanmu.

    Engkau adalah belahan kalbuku, sekarang dan selamanya."

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    49/219

    40Diary Hitam

    Ya Allah!! Beruntung sekali aku bersuamikan Mas Syafi'.

    Seratus persen dia tidak mencintaiku karena aspek kekayaan,

    kecantikan bahkan kedudukan. Dia mencintai, menyayangiku

    setulus nuraninya.

    Aku raih tangan si kecil Farah, kemudian menggendongnya

    menghadap papa yang selama ini ia kangeni.

    "Farah, ini papa Syafi' yang selalu Farah tanyain?,"

    bisikku manja di dekat pipi halusnya.

    "Ini papa Syafi'?!" tanya Farah polos sambil mengacung-

    acungkan jari mungil telunjuknya.

    "Iya, sayang!!" jawabku sembari mencium pipinya.

    "Papa jahat, kenapa ninggalin Farah lama banget?!"

    cerocos Farah sekenanya.

    Mas Syafi' langsung memintaku agar dia menggendong

    Farah. Setelah berada di dekapannya, Mas Syafi' berkata:

    "Farah, anakku! Maafin papa yah, sayang! Papa gak akan

    tinggalin kamu sendirian lagi. Janji, deh!!" ujar Mas Syafi'

    menghibur.

    "Bener, yah pa!" pinta Farah memanja.

    "Papa janji nanti kalau pergi kemanapun, Farah dan bunda

    pasti papa ajak. Okey!," balas Mas Syafi' sambil gemas menciumi

    tangan imut Farah.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    50/219

    41Diary Hitam

    "Oh ya, papa ada sedikit kejutan buat Farah," lanjut Mas

    Syafi' sembari menggeledah tas ransel hitamnya. Tranaaa

    "Ouwh, bagus banget boneka pandanya, Pa!! Makasih

    papa!!." Farah tampak riang gembira. Dia merangkul hangat papa

    tercintanya. Mas Syafi' mengedipkan mata kanannya kala

    menatapku. Masya Allah!

    *****

    Dalam larutnya kelambu malam, ketika Mas Syafi' tengah

    mendongengi Farah dengan cerita anak sholeh, sambil duduk di

    tepi gorden hijau jendela, menatap sihir panorama kota, iseng-

    iseng aku menulis di lembaran terakhir diary Mas Syafi'.

    "Aku dan engkau bukanlah sebuah kisah. Kenangan danpengalaman, itulah kita. Sehingga, aku merasa bahwa aku taksanggup jika harus menjauh. Malah semakin dekat, lebih dekatdan sangat dekat. Sebab engkau adalah"

    Belum sempat goresan tanganku melanjutkan, Mas Syafi'

    merangkul mesra dari belakang seraya berbisik manis madu dekat

    daun telingaku: "Sebab engkau adalah kekasih hati dan kenanganterindahku, Najwa Salsabila."

    Subhnallah.Desiran angin malam pantai Cornies, Mukalla,serasa merasuki penjuru relung jiwaku. Kemerlip lampu apartemen

    memanjakan pemandangan merdunya. Apalagi, jika sang kekasih

    berlipur sayang dalam sorotan remang rembulan.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    51/219

    42Diary Hitam

    Mas Syafi Haidar, persembahan agung Tuhan untuk diriku!Rabban hablan min azwajin wa dzurriyyatin qurrata a'yun,

    waj'aln lil muttaqina imm

    * Penulis Adalah Mahasiswa S1 Tingkat 5univ. Al Ahgaff, fak.

    Syariah, Tareem, Hadromaut, Yaman.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    52/219

    43Cahaya Di Atas Cahaya

    By: Adly Al Fadly

    ata kecil itu masih meneteskan airmata. Dari

    jauh kulihat ia menelungkup sendirian di pojok

    asrama. Siluet cahaya rembulan membuat

    sosoknya terlihat lebih jelas, tergugu dikeremangan malam. Pelan-

    pelan aku mulai menghampirinya

    Iyas . . . kenapa menangis? Tanyaku sambil menepuk

    pundak kecil Iyas. Iyas berbalik dan kaget mendapati diriku yang

    muncul tiba-tiba. Dengan cepat tangan kecilnya menghapus sisa

    airmata yang masih mengalir mambasahi pipinya. Ia tak

    menghiraukan hadirku. Ia malah diam dan berbalik

    membelakangiku

    Iyas . . Kak Maula kan cuma bertanya? Kenapa Iyas

    menangis? Kalau Iyas punya masalah, Iyas bisa cerita sama Kak

    Maula. InsyaAllah jika Kak Maula mampu, Kak Maula pastimembantu Iyas.

    Aku mencoba berbicara pelan. Iyas masih tetap pada

    pendiriannya. Terdiam. Sesekali suara ingusnya terdengar

    membuat pundaknya bergetar.

    Iyas . . . aku memanggilnya lagi.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    53/219

    44Cahaya Di Atas Cahaya

    Iyas sedih, Kak. Iyas tidak bisa masuk surga. Suara

    kanak-kanaknya terdengar serak. Aku kaget dengan perkataan

    Iyas.

    Maksud Iyas? Semua orang bisa masuk surga termasuk

    Iyas.

    Tapi surga ada di telapak kaki ibu, Kak ! Aku semakin

    bingung dengan jawaban Iyas. Aku mencoba mencerna kata-kata

    Iyas. Belum sempat aku memahami, Iyas kembali menyahut,

    Sedangkan Iyas, Iyas tidak memiliki ibu, Kak. Dari kecil

    Iyas tak pernah tahu siapa ibu Iyas. Surga hanya ada buat

    mereka yang memiliki ibu, Kak. Iyas tak akan bisa masuk surge.

    Iyas kembali menangis. Tangisnya semakin deras. Ia masih

    membelakangiku. Pelan-pelan aku membalikkan badannya.

    Siapa bilang Iyas tidak memiliki ibu? Bunda Rahma kan

    ibunya Iyas, juga ibunya Kak Maula, jawabku sambil

    menggenggam kedua lengan Iyas.

    Tapi Bunda Rahma bukan ibu kandung Iyas, Kak. Kak

    Maula tahu itu, kan? Surga hanya ada di telapak kaki ibu yang

    melahirkan anaknya. Dari Iyas kecil hingga Iyas berusia sebelastahun, Iyas tak pernah tahu siapa ibu kandung Iyas. Iyas rindu,

    Kak! Iyas berteriak dan berontak dari genggamanku. Dadanya

    naik turun seiring dengan deru tangisnya. Aku memeluk tubuh

    kecil Iyas. Kusandarkan kepalanya di dadaku.

    Iyas! Aku mengelus kepala Iyas. Pundaknya masih

    bergetar menahan isak tangis yang sesekali masih ia tahan.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    54/219

    45Cahaya Di Atas Cahaya

    Iyas tahu tidak? Tuhan itu maharahman dan maharahim.

    Tuhan menciptakan surga tidak hanya dengan satu jalan. Banyak

    jalan untuk bisa mendapatkan surga. Kalau Iyas rajin sholat, rajin

    puasa dan rajin berbuat kebaikan, Iyas pasti bisa masuk surga.

    Aku menarik bahu Iyas dan menatap matanya dalam-dalam.

    Kuhapus sisa airmata yang masih mengalir di pipinya. Aku

    memangku Iyas dan merangkulnya erat.

    Surga memang ada di telapak kaki ibu, tapi bukan

    berarti itu jalan satu-satunya. Kak Maula dari kecil juga tidak

    pernah tahu siapa ibu kandung Kak Maula. Masa Kak Maula tidak

    bisa masuk surga gara-gara tidak memiliki ibu? Kalau begitu

    Tuhan tidak adil dong? Banyak juga kan yang memiliki ibu tapi

    durhaka? Masa orang durhaka bisa masuk surga? Pelan-pelan aku

    menenangkan hati Iyas. Jilbab putihku berkibar diterpa angin

    malam. Kupererat pelukanku ke tubuh mungil Iyas. Berharap iamerasa tentram berada di sisiku.

    Andai Ibu dan Ayah Iyas ada di sini pasti mereka

    sayang dan bangga memiliki anak seperti Iyas yang selalu ingin

    berbakti pada orang tuanya.

    Jika Ibu dan Ayah Iyas sayang pada Iyas, kenapa

    mereka tega meninggalkan Iyas sendirian di panti ini? Iyas

    mendongak ke arahku, memotong perkataanku. Aku terdiam

    bingung. Tak tahu harus menjawab apa.

    Kenapa Kak Maula diam? Kenapa, Kak? Kenapa Ibu dan

    Ayah Iyas meninggalkan Iyas? Padahal Iyas ingin bersama

    mereka?

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    55/219

    46Cahaya Di Atas Cahaya

    Mmm, mungkin . .mmm

    Maula...Iyas... ayo masuk ke dalam, Nak! Angin malamtidak baik untuk kesehatan. Bunda Rahma pemilik panti berteriak

    dari depan kamar.

    Iya bunda, sebentar! Jawabku sambil berteriak.

    Iyas, ayo masuk ke dalam! Kataku sambil berdiri tapi

    tanganku segera ditarik oleh Iyas.

    Tapi Kak, Kak Maula belum menjawab pertanyaan Iyas.

    Sebentar saja, Kak! Iyas menatap mukaku.

    InsyaAllah besok Kak Maula jawab. Sekarang masukdulu yuk, nanti dimarahi sama Bunda! Aku menarik tangan Iyas

    dan menggandengnya menuju kamar. Kulirik gurat-gurat

    kekecewaan tergambar di wajah Iyas. Ia tentu kecewa dengan

    sikapku. Tapi aku sendiri bingung harus menjawab apa. Padahal

    tanpa disadari seorangpun, hatiku juga merasakan perih yang

    sama seperti yang dirasakan Iyas. Aku juga merindukan kasih

    sayang seorang ibu yang selama ini selalu aku damba. Akupun tak

    tahu siapa Ayah dan Ibu kandungku. Tapi aku harus bisa melawan

    rasa itu. Aku harus bisa ikhlas menerima takdir Tuhan yang telahtergariskan atasku. Aku juga harus bisa menentramkan hati adik-

    adik kecilku di panti ini, yang juga merasakan pedih yang sama

    sepertiku. Kehilangan ayah dan ibu.

    # # # #

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    56/219

    47Cahaya Di Atas Cahaya

    Kulihat Iyas telah lelap di sampingku. Aku beranjak dari

    tidurku berganti duduk bersandar pada dinding kamar. Aku masih

    terngiang dengan dengan pertanyaan Iyas barusan. Rasa

    keingintahuan seorang anak kecil memang sangat besar, karena

    pada dasarnya masa kanak-kanak adalah masa ingin tahu tentang

    sesuatu. Jika ia tidak mendapat jawaban, ia pasti akan terus

    mencarinya hingga ia menemukan jawaban itu.

    Hhhh! Aku mendesah pelan. Kupandangi langit-langit

    kamar yang tak berplafon. Entah sejak kapan Bunda Rahma

    membangun panti ini. Hampir 18 tahun aku di sini. Dari kecil Bunda

    Rahma yang merawatku kala aku tak mempunyai orang tua yang

    seharusnya mengasuhku. Bunda Rahma orang yang sungguh mulia.

    Tak pernah beliau pilih-pilih kasih terhadap anak-anak panti yang

    berjumlah hampir lima puluhan, padahal Bunda Rahma sendiri

    mempunyai anak. Oleh Bunda, kami semua disekolahkan disekolahan desa. Bunda Rahma selalu menanamkan rasa kasih

    sayang pada diri kami. Bunda berharap jika kami sudah besar

    nanti, kami mampu manyayangi dan menolong sesama.

    # # # #

    Bunda Rahma sedang menata kitab seusai pengajian

    malam panti, ketika Iyas memeluknya dari belakang.

    Bunda...! Iyas menggelayut manja.

    Ada apa, Iyas? Bunda Rahma menoleh sambil

    menggenggam kedua tangan Iyas yang melingkar di leher bunda.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    57/219

    48Cahaya Di Atas Cahaya

    Iyas sayang Bunda karena Allah, Iyas membisiki

    telinga Bunda Rahma. Bunda Rahma terperanjat. Ia segera

    menoleh pada Iyas. Mata Bunda berkaca-kaca. Dengan penuh

    sayang Bunda Rahma mencium pipi Iyas dan menarik tubuh Iyas

    ke pangkuannya.

    Bunda juga sayang Iyas karena Allah, bisik Bunda

    sambil mencium ubun-ubun Iyas.

    Bunda...! Iyas kembali bersuara.

    Iya, Sayang?

    Bunda mau tidak menjadi cahaya bagi Iyas seperti

    cahaya rembulan itu? Kata Iyas sambil menunjuk ke arah

    rembulan yang bersinar terang.

    Maksud Iyas?

    Bunda... Bunda tahu kan kalau di atas sinar rembulan

    ada sinar matahari yang menyinarinya?

    Hmmm, Bunda mengerti. Cahaya rembulan kan berasal

    dari pantulan cahaya matahari, Bunda Rahma manggut-manggut.

    Iyas ingin bunda menjadi cahaya bagi Iyas yang bisa

    mengantarkan Iyas menuju cahaya di atas cahaya Bunda. Seperti

    cahaya matahari di atas cahaya rembulan.

    Bunda tidak mengerti maksud Iyas? Kening Bunda

    Rahma mengernyit.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    58/219

    49Cahaya Di Atas Cahaya

    Bunda..., Iyas pengen Bunda menjadi cahaya bagi Iyas

    yang mampu mengantarkan Iyas menuju cahaya di atas cahaya

    bunda, yaitu cahayanya Allah. Bukankah ridlonya Allah tergantung

    ridlonya orang tua. Itu berarti Allah adalah cahaya di atas

    cahaya. Dan Iyas tidak akan pernah bisa meraih cahaya Allah jika

    Iyas tidak memiliki cahaya orang tua. Iyas kan tidak punya orang

    tua, makanya bunda mau kan menjadi orang tua Iyas? Biar Iyas

    bisa meraih cahaya di atas cahaya itu.

    Airmata Bunda Rahma meleleh. Hatinya begitu tersentuh

    dengan penuturan Iyas. Ia tak pernah menyangka anak sekecil

    Iyas mampu berfikir sejauh itu. Bunda Rahma semakin

    mempererat pelukannya.

    Tentu saja Iyas, bunda pasti mau menjadi orang tua

    bagi Iyas. Menjadi cahaya sebagai pengantar Iyas menuju cahaya

    di atas cahaya yang diinginkan Iyas, suara Bunda Rahma serak.

    Bunda Rahma terisak. Ia tidak tega melihat anak-anak seperti

    Iyas yang sangat mendambakan kehadiran orang tua mereka. Ia

    tahu kalau sebenarnya Iyas sangat merindukan Bunda dan Ayah

    kandungnya.

    Bunda kenapa menangis? Iyas mendongak ke arah

    Bunda Rahma.

    Nggak kok, Iyas. Bunda hanya terharu dengan ucapan

    Iyas. Bunda janji akan menjadi cahaya terindah bagi Iyas.

    Iyas tersenyum. Matanya berbinar terang seterang

    cahaya rembulan yang menerangi malam kala itu.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    59/219

    50Cahaya Di Atas Cahaya

    # # # #

    Yazid, Amar, lihat Iyas tidak? Tanyaku pada Yazid danAmar yang lagi asyik bermain kelereng.

    Nggak tahu kak, coba Kak Maula cari di depan asrama

    dekat kolam. Biasanya Iyas di sana, jawab Yazid. Aku segera

    menyusuri koridor asrama menuju tempat yang dimaksud Yazid.

    Dan benar. Di sana Iyas sedang asyik memberi makan ikan-ikan di

    kolam.

    Iyas..!

    Eh, Kak Maula ngagetin Iyas aja! Ada apa, Kak? Iyas

    menoleh ke arahku.

    Iyas.. kok masih suka menyendiri sih? Padahal baru tadi

    malam Bunda Rahma mengadakan acara syukuran buat ulang tahun

    Iyas yang ke-18 dan juga Dek Fadhil. Bunda Rahma kan berpesan

    pada Iyas untuk bersikap dewasa dan tak boleh suka menyendiri

    lagi. Kalau Iyas punya masalah. Kapanpun Kak Maula selalu siap

    untuk membantu Iyas semampu Kak Maula. Iyas terseyum

    melihat kekhawatiranku.

    Iyas tidak apa-apa kok, Kak. Iyas Cuma kadang sering

    merasa aneh sendiri pada diri Iyas. Kenapa Iyas masih cengeng

    ya, Kak? Padahal Iyas laki-laki dan telah menginjak usia dewasa.

    Iyas mengajakku duduk di tepi kolam.

    Iyas, semua manusia pasti merasakan kesedihan. Dan

    menangis itu wajar. Itu fitrah seorang manusia. Tapi, manusia

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    60/219

    51Cahaya Di Atas Cahaya

    tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan. Allah tidak suka pada

    hamba-Nya yang berlarut-larut dalam kesedihan. Aku mencoba

    memberi pengertian pada Iyas.

    Memangnya Iyas mikirin apa? Kok kelihatannya sedih?

    Tanyaku.

    Iyas masih sering teringat Bunda dan Ayah kandung

    Iyas. Kenapa Iyas masih merasa kalau mereka itu ada, Kak? Iyas

    sering iri melihat teman-teman Iyas bermanja-manja pada orangtua mereka. Kenapa Iyas tak bisa merasakannya? Iyas rindu

    dengan Ayah dan Bunda kandung Iyas.

    Mata Iyas menitikkan airmata tapi dengan cepat dihapus

    oleh punggung tangannya. Aku kembali tersentak untuk kesekian

    kalinya. Aku selalu bingung jika dihadapkan pada posisi seperti ini.

    Akankah aku mengatakan yang sebenarnya? Sebenarnya aku tahukalau Iyas masih memiliki ibu kandung. Ingatanku kembali pada 17

    tahun silam. Kala usiaku menginjak 7 tahun. Seorang ibu seusia

    Bunda Rahma menitipkan bayinya yang tak lain adalah Iyas kepada

    Bunda Rahma. Kuingat Bunda Rahma sempat menolak Iyas karena

    Iyas masih membutuhkan perhatian ibu kandungnya. Tapi entahlah

    aku tak begitu mengerti waktu itu. Semuanya tiba-tiba telah

    terjadi seperti sekarang.

    Kak..! Aku tersentak dari bayang-bayang masa laluku

    dan masa lalu Iyas.

    I..iya, Iyas?

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    61/219

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    62/219

    53Cahaya Di Atas Cahaya

    Oh Ibu, apakah engkau tak merasakan getar kerinduan

    anakmu? Bisikku perih di dalam hati.

    # # # #

    Iyas telah sampai di depan rumah persis seperti alamat

    yang aku berikan. Tentunya tanpa sepengetahuan Bunda Rahma.

    Iyas terus menunggu di depan pagar menanti sang empu rumah

    keluar. Tak berapa lama dari balik pintu muncul seorang

    perempuan paruh baya seusia Bunda Rahma. Hati Iyas bergetar.Apakah sosok di depannya memang ibu kandungnya yang selama ini

    begitu ia rindu kehadirannya.

    Cari siapa, Mas? Perempuan itu bertanya pada Iyas.

    Bunnda..? Iyas mendesis lirih dan terbata. Perempuan

    itu terperanjat. Tubuhnya sedikit limbung seakan slide-slidememory menghampiri alam sadarnya. Matanya berkaca-kaca.

    Bunda..ini Iyas bunda. Bunda mengenali Iyas, kan? Iyas

    mendekati perempuan itu. Tubuh perempuan itu semakin

    bergetar. Entah, apa yang ia rasakan. Apakah benar ia ibu

    kandung Iyas? Iyas semakin mendekat ke arah perempuan itu.

    Tidaakkkamu bukan anakku. Aku tak mengenalmu.

    Kamu salah. Pergi! Pergi!! Perempuan itu terisak dan berlari ke

    dalam rumah.

    Bunda Iyas yakin kamu bunda kandung Iyas. Iyas

    sangat merindukan bunda. Bundaaa!!! Iyas menggedor pintu

    rumah. Airmatanya berderai.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    63/219

    54Cahaya Di Atas Cahaya

    Bundaa, Iyas sangat ingin bersama bunda. Apa salah

    Iyas hingga bunda meninggalkan Iyas? Bundaa, buka pintunya

    bunda! Iyas terisak di depan pintu.

    Bundaaaa!!

    # # # #

    Maafkan Maula, Bunda, Maula tidak tega melihat Iyas

    selalu menangis. Iyas rindu pada ibu kandungnya. Aku memelukBunda.

    Sudahlah Maula, nasi telah menjadi bubur. Bunda hanya

    takut Iyas semakin depresi dengan kejadian ini. Ibunya memang

    tak mengharapkan hadirnya. Mata Bunda Rahma berkaca-kaca.

    Aku menunduk. Aku semakin merasa bersalah.

    Kau hiburlah Iyas! Jangan sampai ia melakukan hal-hal

    yang bisa membahayakan jiwanya. Syetan selalu membisiki hati-

    hati yang kosong. Bunda Rahma berbalik dari hadapanku

    menghadap jendela. Tangis Bunda Rahma semakin deras.

    # # # #

    Semakin hari, Iyas semakin menjauh dari keramaian.Sering kulihat ia menangis sendirian seakan tak terima dengan

    kenyataan ini. Beberapa kali aku mencoba menghiburnya tapi tak

    menunjukkan respon positif hingga suatu hari kulihat Bunda

    Rahma berlari tergopoh-gopoh kebingungan dan menghampiriku.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    64/219

    55Cahaya Di Atas Cahaya

    Maula, cepat panggil Iyas! Kita ke rumah sakit

    sekarang! Aku kaget dengan ucapan Bunda. Pikiranku mulai

    menerka-nerka.

    Ada apa, Bunda? Tanyaku dengan kebingungan.

    Ibunya Iyas masuk rumah sakit. Cepat panggil Iyas!

    teriak Bunda Rahma cemas.

    # # # #

    Setelah kami diagnosa, Ibu Afifa mengalami depresi

    berat hingga membuat penyakit gagal ginjalnya kambuh. Keadaan

    beliau sekarang sangat kritis. Penyakit gagal ginjalnya telah

    memasuki stadium akhir. Dan itu sangat berbahaya. Kami tak bisa

    melakukan apa-apa kecuali menunggu donor ginjal yang bersedia

    mendonorkan ginjalnya untuk Ibu Afifa. Kami juga tidak bisamenentukan sampai kapan Ibu Afifa bisa bertahan. Bunda Rahma

    menjerit mendengar penjelasan dokter. Telapak tangannya

    menutupi mulutnya. Aku tertunduk. Kedua sudut mataku berair.

    Aku tahu ini semua salahku. Akulah yang mengakibatkan ini semua

    terjadi. Sejenak kami semua terdiam. Hening. Bingung dengan

    keadaan.

    Saya bersedia, Dok. Saya bersedia mendonorkan ginjal

    saya untuk bunda Afifa, tiba-tiba Iyas menyahut membuat kami

    semua terperanjat.

    Iyas Bunda Rahma menoleh kepada Iyas. Raut

    mukanya kaget dan cemas.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    65/219

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    66/219

    57Cahaya Di Atas Cahaya

    Sudahlah Maula, tidak baik terus menerus menyesal.

    Sekarang kita hanya bisa berdoa. Menyandarkan semuanya di sisi

    Allah. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk Iyas dan

    ibunya. Bunda Rahma menghiburku dengan suara serak. Tubuhku

    semakin dipeluknya erat. Setetes airmata menetes membasahi

    ubun-ubunku. Aku semakin tergugu dipelukan Bunda. Tiba-tiba

    dokter yang menangani Iyas keluar dari ruang bedah. Serentak

    aku dan Bunda berdiri.

    Bagaimana, Dok? Tanya Bunda Rahma cemas. Hatiku

    ketar-ketir.

    Sejauh ini pendonoran ginjal ke tubuh Ibu Afifa

    berjalan lancar. Kita hanya bisa menunggu sampai Ibu Afifa

    tersadar. Semoga tidak ada penolakan dari tubuhnya dengan

    ginjal yang didonorkan saudara Iyas.

    Lalu, kondisi Iyas bagaimana, Dok? Dia baik-baik saja,

    kan? Bunda Rahma semakin cemas.

    Itu yang kami sesalkan, Bu, jawaban Dokter membuat

    Bunda Rahma dan aku shock. Kurasakan tubuh Bunda Rahma

    bergetar hebat. Airmataku kembali mengucur.

    M..maksud Dokter? Bunda Rahma terbata-bata.

    Kami tak menyangka kemungkinan terburuk itu terjadi.

    Secara tes medis saudara Iyas memenuhi kriteria pendonor

    ginjal. Tapi di tengah-tengah operasi pembedahan, kondisi tubuh

    saudara Iyas drop. Daya tahannya tiba-tiba menurun hingga

    memicu pendarahan yang keluar semakin banyak. Kami telah

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    67/219

    58Cahaya Di Atas Cahaya

    menangani sekuat kami. Untuk saat ini kami tak bisa memastikan

    kondisi Iyas. Sekarang ia tak sadarkan diri. Ibu dan Adik teruslah

    berdoa, semoga ada mukjizat yng membuat kesehatan Iyas

    kembali pulih.

    Keterangan Dokter terdengar seakan halilintar yang

    menyambar aku dan Bunda Rahma. Bunda Rahma menjerit.

    Bibirnya bergetar menyebut nama Iyas. Aku semakin tergugu

    dalam tangisku bercampur rasa bersalahku.

    Iyaaaasss I..yaaasss!! Tubuh Bunda Rahma limbung.

    Tiba-tiba Bunda Rahma pingsan.

    # # # #

    Aku dan Bunda Rahma masih tetap menunggui Iyas. Iyas

    masih tak sadarkan diri. Kondisinya masih kritis, sedangkanibunya telah melewti masa-masa kritisnya. Sampai saat ini Ibu

    Afifa tidak pernah tahu siapa yang mendonorkan ginjal untuknya.

    Pun Ibu Afifa tidak tahu kalau Iyas dirawat di rumah sakit

    tempat ia juga dirawat.

    Bun...daaa....Bunda...!! Aku dan Bunda Rahma kaget dan

    serentak menoleh.

    Iyas... Bunda Rahma segera berlari menuju Iyas

    disusul aku.

    Bund..daa.....Bundaaa.. Iyas mengigau di bawah alam

    sadarnya,

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    68/219

    59Cahaya Di Atas Cahaya

    Iya sayang, ini Bunda. Bunda ada di samping Iyas.

    Bunda Rahma terisak. Ia membelai kepala Iyas. Aku menggenggam

    erat telapak tangan Iyas.

    Bunndaaa... Iyas rindu dengan Bundaaa... Tangis Bunda

    Rahma semakin deras. Bunda Rahma tahu siapa yang dimaksud

    Iyas di bawah alam sadarnya. Hatiku tersentak. Getir. Airmataku

    tak berhenti menetes. Iyas sangat merindukan ibunya. Aku

    berlari keluar dengan tersedu-sedu. Hatiku tak kuat melihat

    betapa tersiksanya Iyas dengan perasaan rindu yang bertahun-

    tahun dipendamnya. Iyas tentu sangat tersiksa dengan perasaan

    yang setiap hari selalu muncul membuat tangisnya terpancing

    keluar. Diam-diam tanpa sepengetahuan Bunda Rahma aku berlari

    menuju kamar tempat Bunda Afifa, ibu kandung Iyas dirawat. Aku

    tidak tega melihat Iyas tersiksa seperti ini. Kenapa ibunya begitu

    tega meyiksa Iyas dengan perasaan yang maha dahsyat sepertiini? Aku membuka pintu kamar.

    Siapa kamu? Bunda Afifa bertanya padaku. Suaranya

    masih lemah.

    Ibu mataku masih sembab. Sesekali aku menghapus

    airmataku yang kadang masih menetes. Bunda Afifa heran melihat

    tingkahku.

    Bu, kenapa Ibu tega menyiksa Iyas. Iyas sangat

    merindukan kehadiran Ibu. Bertahun-tahun Iyas menangisi Ibu.

    Airmataku tak mampu kutahan. Bayang-bayang Iyas yang

    tergeletak lemah di ranjang muncul dalam fikiranku. Kulihat bunda

    Afifa memalingkan mukanya.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    69/219

    60Cahaya Di Atas Cahaya

    Bu, tolong! Aku mohon kasihanilah Iyas! Ibu boleh

    membenci Iyas, tapi lihatlah Iyas sekarang! Iyas membutuhkan

    kehadiran Ibu.

    Aku tak pernah membencinya, airmata mulai

    membasahi pipi bunda Afifa.

    Lantas, kenapa Ibu tega menyiksa perasaan Iyas

    seperti itu? Dia sangat merindukan Ibu. Ia sering menyendiri

    hanya untuk menghayalkan ibu kandungnya. Lihat dia sekarang,Bu! Aku menarik tangan bunda Afifa.

    Aku tak ingin teringat dengan almarhum suamiku, ayah

    Iyas. Aku terlalu mencintainya. A..ku aku tak mau mengingat

    sosoknya. Hatiku selalu sedih jika mengingat suamiku. Ia

    meninggal saat aku mengandung Iyas. Kamu tak tahu perasaanku

    Bunda Afifa menatapku. Airmatanya terus mengalir.

    Tegakah Ibu mengorbankan Iyas, darah daging Ibu,

    hanya karena perasaan itu? Apakah Ibu tidak merasa bersalah?

    Apakah Ibu pernah membayangkan terpisah dengan orang tua

    kandung Ibu? Aku pernah merasakannya, Bu, bahkan sampai

    sekarang. Sakit rasanya. Itulah yang selalu mendera hati Iyas.

    Aku yang selalu bersamanya. Aku yang mengerti betapa iatersiksa dengan perasaannya. Ia sangat rindu dengan Ibu. Aku

    benci dengan alasan yang dilontarkan Bunda Afifa. Kenapa harus

    ada Ibu yang begitu egois dengan perasaannya?

    Jangan kau robek masa laluku. Kamu tak tahu

    perasaanku. Aku bisa gila jika teringat suamiku, Bunda Afifa

    menjawab sengit.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    70/219

    61Cahaya Di Atas Cahaya

    Tak tahu perasaan Ibu? Memangnya Ibu tahu perasaan

    Iyas? Seharusnya Ibu yang bisa memahami perasaan Iyas. Iyas

    yang bisa gila jika memikirkan Ibu terus menerus. Ia darah daging

    Ibu. Darah Ibu mengalir ditubuhnya. Tak pernah sedikit pun aku

    menyangka ada Ibu semacam anda. Dimana naluri kasih sayang

    Ibu? Tangisku semakin deras.

    Sudahcukup!! Jangan kau campuri urusanku! Kamu tak

    tahu apa-apa, Bunda Afifa berteriak. Ia menuding mukaku kasar.

    Aku menggeleng-geleng shock. Tak kusangka hati bunda Afifa

    sekeras batu.

    Kalau saja Ibu tahu, Ibu sangat beruntung memiliki

    malaikat sebaik Iyas. Andai saja tak ada Iyas, nasib Ibu belum

    tentu selamat. Sayang jika Iyas harus kehilangan hidupnya hanya

    demi perempuan yang begitu dirindukannya tapi tak pernah

    merasa, Aku memojokkan bunda Afifa. Aku menatapnya sinis.

    Bunda Afifa tersentak.

    Apa maksud kamu? Bunda Afifa kebingungan.

    Ibu tahu siapa yang mendonorkan ginjalnya demi

    keselamatan ibu? Aku bergetar. Tangis dan emosiku semakin

    memuncak.

    Tahukah, Bu? Siapa yang telah berkorban untuk Ibu?

    Siapa, Bu? Ibu tidak tahu, kan? Emosiku semakin tidak

    terkontrol. Mulut Bunda Afifa menganga tertutupi oleh oleh

    tangan kanannya. Nafasnya serasa berhenti. Bunda Afifa tak

    mampu berkata apa-apa.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    71/219

    62Cahaya Di Atas Cahaya

    Iyaslah orangnya. Iyas rela mengorbankan ginjalnya

    demi Ibu. Iyas rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan

    Ibu hingga kini tergeletak tak berdaya karena pendarahan yang

    tak kunjung berhenti. Hanya karena siapa, Bu? Hanya karena

    siapa? Iyaslah yang berkorban itu semua. Iyas yang selalu

    merindukan Ibu. Iyas yang selalu berdoa untuk ibu. Iyas yang

    selalu mengharapkan kehadiran Ibu. Iyaslah orangnya, Bu!! Aku

    semakin tergugu. Nafasku tak beraturan menuntaskan semua

    emosiku yang memuncak. Aku menyudutkan Bunda Afifa yang takberhati itu.

    Aa..pa? IyIyaas? Tangis bunda Afifa pecah.

    Hatinya bergetar. Sedikit pun ia tak menyangka, anak yang dulu

    dibuangnya kini justru menyelamatkan jiwanya. Bunda Afifa

    menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. Tangis

    penyesalannya terdengar pilu.

    Iyas anakku Bunda Afifa menjerit pedih.

    # # # #

    Bunda...Bunda! Iyas rindu BundaBunda!! kesadaran

    Iyas masih belum kembali. Matanya masih terpejam.

    Iyaass, buka matamu, Nak. Ini bunda. Bunda yang

    selama ini Iyas rindukan, Bunda Afifa menggigit bibirnya

    menahan tangis. Dengan penuh kasih sayang ia membelai kepala

    Iyas. Aku dan Bunda Rahma terisak di samping kiri Iyas. Kulihat

    dilayar monitor detak jantungnya berdetak lemah. Bibir Iyas

    pucat bagaikan mayat. Aku tak tega melihat Iyas.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    72/219

    63Cahaya Di Atas Cahaya

    Iyasbuka matamu, Nak! Bunda rindu dengan Iyas.

    Maafkan Bunda Iyas. Bunda janji akan selalu berada di sisi Iyas.

    Buka matamu, Nak! tangis bunda Afifa semakin menderas. Tetes

    airmatanya jatuh mengalir di kening Iyas. Tangan kanannya

    mengenggam erat tangan Iyas. Tiba-tiba jemari Iyas bergerak.

    Matanya mengerjap-ngerjap.

    Alhamdulillah ya Allah!! Aku dan Bunda Rahmaserempak menjerit.

    I Iyas me.. rasakan rinnddu itu begitu de..kaatt..!!

    Iyas bersuara lemah dan terbata.

    Ini bunda, Nakini Bunda kandung Iyas. Bunda yang

    selalu dirindukan Iyas. Lihat, Iyas! Bunda Afifa semakin erat

    menggenggam tangan Iyas. Matanya terus mengucurkan airmata.

    Bunn..daaI..iiyyaass rindu Bundaaa Iyas memandang

    bunda Afifa. Tangan kirinya menggapai wajah bunda Afifa seakan

    memastikan bahwa ini semua nyata.

    Iya, Iyas.. Bunda juga rindu dengan Iyas. Maafkan

    Bunda selama ini yang tak pernah mau mengasuh Iyas. Iyas janji

    cepat sembuh ya? Bunda ingin bisa hidup di sisi Iyas. Iyas jugamenginginkan hal itu kan? Iyas mengangguk lemah. Kedua sudut

    matanya mulai berair. Tangan kirinya menghapus airmata yang

    mengalir di pipi bunda Afifa. Aku tak kuat melihat Iyas dan bunda

    Afifa. Bunda Rahma masih terisak.

    Bunndaa, maukaah..Bun..da memel..luuk Iyas? I..yas ingin

    merasa..kan pelukan hangat Bunnda..aa yang tak pernah Iyas

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    73/219

    64Cahaya Di Atas Cahaya

    rasakan. Selagi Iyas sekarang memi..liki kesem..patan itu. Air

    muka Iyas pucat. Aku mulai berprasangka yang tidak-tidak. Bunda

    Afifa langsung mendekap putranya dengan erat. Iyas merasakan

    ketenangan yang amat sangat. Kerinduan yang bertahun-tahun ia

    pendam kini telah terobati. Kedua sudut matanya mengucurkan

    airmata.

    Iyas, Iyas harus bisa sembuh ya! Iyas akan bisa hidup

    bersama Bunda, Iyas. Bunda yang selama ini selalu Iyas rindukan,

    ucap Bunda Rahma sambil mencium kening Iyas. Iyas memanndang

    Bunda Rahma sambil tersenyum.

    Bunda Rahhmaa, terimaa ka..sih atas semua kebai..kan

    Bunnd..aa sela..maa ini. Iyas berjanji tak akaan per..nah

    meelupakan Bunndaa. Bunda Rahhma te..ttap mennnjadi caha..yaa

    Iyas. Cahaya dii..atas cahaya itu a..kan Iyyas raih dengan dua

    cahaya yaaang ki..ni dimili..ki Iyas. Cahayaa Bundaa Raahhma daan

    Bundda A..aafifa. Nafas Iyas terlihat lemah. Ia tak bisa

    berbicara lancar. Iyas berganti menoleh ke arahku.

    Kaak Maaulaa Kakaklah yaa.nng se..lama ini

    men..dampingiii Iyas. Yang sel..llalu memotiva..si Iyyas. Hhh, Iyyas

    takkaan bissa me..hhnemukan ca..haya Iyyas tanpaa kak Mauulaaa.

    Terima kasih, Kaak. Aku tersenyum dalam tangisku yang masih

    berderai. Aku menggenggam jemari Iyas sambil kuanggukkan

    kepalaku. Iyas berbalik menoleh pada bunda Afifa.

    Bunnd..daaahhhh.hhhhhhhhhh belum sempat Iyas

    menyelesaikan perkataannya tiba-tiba tubuh Iyas mengejang.

    Nafasnya makin tak karuan. Bulatan hitam di matanya hampir

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    74/219

    65Cahaya Di Atas Cahaya

    tertutup tergantikan warna putih pucat. Iyas terlihat sangat

    kesakitan. Bunda Afifa dan Bunda Rahma menjerit panik. Bunda

    Afifa menggoyang-goyang tubuh Iyas. Kulihat dilayar monitor

    gambar detak jantung Iyas telah lurus menandakan tak ada

    detaknya.

    DokterDokterIyas anfal, Dok.! Aku berlari keluar

    memanggil dokter. Bunda Afifa menggenggam erat tangan kanan

    Iyas. Bunda Rahma membisik ke telinga Iyas sambil menggenggam

    tangan kirinya. Keduanya tak dapat menahan isak tangisnya

    melihat keadaan Iyas.

    Buunn.dhhhaaa..hhhhhh.., tiba-tiba Iyas tersentak.

    Seolah telah terlepas dari berton-ton beban yang menindihnya. Ia

    seperti mendapatkan kekuatan untuk kembali sadar. Kekuatan

    seorang bunda mampu menjadi spirit batin bagi darah dagingnya.

    Nafasnya semakin lemah. Dadanya berdetak tak karuan. Sentakan

    dadanya membuat ia tak bisa menghirup nafas banyak. Bibirnya

    semakin pucat. Ia masih berusaha untuk berkata.

    Buunndaaa. Iiiyyyaas menncciuum w..angi ssurgaa.

    Ssurgaa yyang a..dda dii..telaapaak ka..ki bbunndaa. Bbboleehkah

    Iyyaass meenciium teelapak kkaaki Bunnddaa. IIyaas inngiiin

    mmennjadiii pppeengg..huuni ssurgaa ddeng..aan menggenggaam

    riidloo Bunddaa. Bunda Afifa semakin tergugu. Tangisnya

    semakin deras membasahi pipinya. Dadanya bergetar dengan

    ucapan Iyas. Ia mengangguk mengiyakan permintaan Iyas. Dengan

    dibantu Bunda Rahma Iyas menunduk mencium telapak kaki bunda

    Afifa. Tangis bunda Afifa dan Bunda Rahma semakin berderai.

  • 8/13/2019 Antologi Sastra Islam Edisi v Cetakan II

    75/219

    66Cahaya Di Atas Cahaya

    Bunda Afifa memeluk kepala Iyas dan membenamkan dalam

    dadanya. Airmatanya berjatuhan diwajah Iyas.

    Bunndaaa Iyas menoleh lemah ke arah bunda Afifa

    dan Bunda Rahma bergantian.

    Keerriindu..an Iyyass tel..aah teroobati. Iyyaass aakkan

    mmmenjemputt caahaaya di aataas cahhaya ittuu. Iyyaass jaanjji

    aakaan mennjadi caahhayya bbunnda kelaak. Rridlloi Iyyass

    bunndaa. Maafkaan seeggalaa keesaalaahn Iyyass suara Iyassemakin melemah. Matanya separuh tertutup. Nadinya hampir tak

    terasa denyutny