Top Banner
234

Antologi Esai i - Kemdikbud

Oct 30, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Antologi Esai i - Kemdikbud
Page 2: Antologi Esai i - Kemdikbud
Page 3: Antologi Esai i - Kemdikbud

iAntologi Esai

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANBALAI BAHASA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA2017

Page 4: Antologi Esai i - Kemdikbud

ii Menyelamatkan Bahasa Indonesia

MENYELAMATKAN BAHASA INDONESIAAntologi Esai Karya Pemenang dan Karya PilihanLomba Penulisan Esai bagi RemajaDaerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2017

Penyunting:Dwi Atmawati

Pracetak:NindwihapsariNuryantiniR. Setya Budi HaryonoSusam Tri Yuli HaryatiZuhdi Dwi NugrahaLatief S. Nugraha

Gambar Sampul:Koleksi Taman Budaya Yogyakarta

Penerbit:KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANBALAI BAHASA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAJalan I Dewa Nyoman Oka 34, Yogyakarta 55224Telepon (0274) 562070, Faksimile (0274) 580667

Katalog dalam Terbitan (KDT)Menyelamatkan Bahasa Indonesia: Antologi Esai Karya Pemenangdan Karya Pilihan Lomba Penulisan Esai bagi RemajaDaerah Istimewa Yogyakarta. Dwi Atmawati, Yogyakarta: BalaiBahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 2017.xii + 202 hlm., 14,5 x 21 cmCetakan Pertama, Juli 2017ISBN: 978-602-50573-3-5

Hak cipta dilindungi undang-undang. Sebagian atau seluruh isi bukuini dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulisdari penerbit.

Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis.

Page 5: Antologi Esai i - Kemdikbud

iiiAntologi Esai

Masih dalam kerangka mendukung program literasi yangsedang digalakkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebu-dayaan yang beberapa ketentuannya telah dituangkan dalamPermendikbud Nomor 23 Tahun 2015, pada tahun ini (2017) BalaiBahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, Badan Pengembangan danPembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,kembali menyusun, menerbitkan, dan menyebarluaskan buku-buku kebahasaan dan kesastraan. Sebagaimana dilakukan padatahun-tahun sebelumnya, buku-buku yang diterbitkan dandisebarluaskan itu tidak hanya berupa karya ilmiah hasil pene-litian dan/atau pengembangan, tetapi juga karya-karya kreatifyang berupa puisi, cerpen, cerita anak, dan esai baik itu berasaldari kegiatan penulisan oleh para sastrawan DIY maupun melaluikegiatan lomba kebahasaan dan kesastraan bagi remaja DaerahIstimewa Yogyakarta. Hal ini dilakukan tidak lain sebagai reali-sasi program pembinaan dan/atau pemasyarakatan kebahasaandan kesastraan kepada para pengguna bahasa dan apresiatorsastra, terutama kepada anak-anak, remaja, dan generasi muda.

Sebagaimana diketahui bahwa isu utama yang berkembangbelakangan adalah kemampuan baca (literasi) anak-anak kita(pelajar kita) tertinggal selama 4 tahun dibandingkan dengankemampuan baca anak-anak di negara maju. Hal itu terjadi selain

KATA PENGANTARKEPALA BALAI BAHASA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Page 6: Antologi Esai i - Kemdikbud

iv Menyelamatkan Bahasa Indonesia

disebabkan oleh berbagai faktor yang memang tidak terelakkan(sosial, ekonomi, geografi, jumlah penduduk, dan sebagainya),juga disebabkan oleh fakta bahwa di Indonesia memang tradisi(budaya) baca-tulis (literasi) dan berpikir kritis serta kreatif be-lum ter(di)bangun secara masif dan sistemik. Itulah sebabnya,sebagai lembaga pemerintah yang memang bertugas melaksana-kan pembangunan nasional di bidang kebahasaan dan kesastra-an, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta turut serta dansenantiasa menyumbangkan peranannya dalam upaya mengem-bangkan kemampuan literatif dan kecerdasan anak-anak bangsa.Salah satu dari sekian banyak upaya itu ialah menyediakan bahan(materi) literasi berupa buku-buku kebahasaan dan kesastraan.

Buku berjudul Menyelamatkan Bahasa Indonesia ini tidak laindimaksudkan sebagai upaya mendukung program pengem-bangan kemampuan literatif sebagaimana dimaksud. Buku inimemuat esai-esai hasil dari kegiatan Lomba Penulisan Esai bagiRemaja DIY Tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Balai BahasaDaerah Istimewa Yogyakarta pada hari Senin, 17 Juli 2017. Bukuantologi ini merupakan bukti bahwa remaja DIY mampu “mencipta”sesuatu (karangan) melalui proses kreatif (perenungan danpemikiran), dan di dalamnya mereka menunjukkan bahwa mere-ka memiliki ketajaman penglihatan dan kepekaan menangkapproblem-problem sosial dan kemanusiaan yang dihadapinya.Untuk itu, kegiatan kreatif kompetitif ini perlu terus dipertahan-kan dan dikembangkan untuk menghasilkan generasi yang aktifdan kreatif demi masa depan Indonesia. Diharapkan tulisan(karya-karya) yang dimuat dalam buku ini menjadi pemantikdan sekaligus penyulut api kreatif pembaca, terutama anak-anak,remaja, dan generasi muda.

Akhirnya, dengan terbitnya buku ini, Balai Bahasa DaerahIstimewa Yogyakarta menyampaikan penghargaan dan ucapanterima kasih yang tulus kepada para penulis, dewan juri, penyun-

Page 7: Antologi Esai i - Kemdikbud

vAntologi Esai

ting, panitia, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam meng-hantarkan buku ini ke hadapan pembaca. Selamat membaca dansalam kreatif.

Yogyakarta, Juli 2017

Dr. Tirto Suwondo, M.Hum.

Page 8: Antologi Esai i - Kemdikbud

vi Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Page 9: Antologi Esai i - Kemdikbud

viiAntologi Esai

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan atas karunia-Nya, antologi esai hasil dari kegiatan Mitra Komunitas Perlin-dungan dan Pembinaan Bahasa dan Sastra di Daerah, PembinaanKomunitas Baca di Daerah, Lomba Penulisan Esai dan CerpenDaerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2017, berupa 10 esai karyapemenang dan 10 esai karya pilihan dewan juri yang terhimpundalam buku berjudul Menyelamatkan Bahasa Indonesia ini dapatkami sajikan. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangkamerealisasikan/melaksanakan peraturan pemerintah: (1) UUNomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan LambangNegara, sertaLagu Kebangsaan; (2) Permendikbud Nomor 78Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bahasa;serta (3) Permendikbud Nomor 63 Tahun 2016 Tentang RincianTugas Balai Bahasa.

Dengan selesainya antologi esai ini, ucapan terima kasihkepada Kepala Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, Dr.Tirto Suwondo, M.Hum. yang telah memberi kepercayaan ke-pada kami untuk melaksanakan tugas kepanitiaan ini. Ucapanterima kasih kami sampaikan pula kepada dewan juri yang telahmemberikan penilaian terhadap esai karya remaja DaerahIstimewa Yogyakarta sehingga terpilih karya-karya yang ber-mutu. Terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Dwi Atmawatiselaku penyunting esai-esai yang terhimpun dalam buku ini.Tidak lupa terima kasih kepada segenap panitia yang telah mem-bantu jalannya kegiatan, sehingga pelaksanaan Lomba Penulisan

KATA PENGANTAR PANITIA

Page 10: Antologi Esai i - Kemdikbud

viii Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Esai bagi Remaja Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2017 dapatberjalan dengan baik dan lancar.

Mudah-mudahan antologi esai karya pemenang dan karyapilihan hasil Lomba Penulisan Esai bagi Remaja Daerah IstimewaYogyakarta tahun 2017 ini dapat memperkaya khazanah ke-bahasaan di Yogyakarta dan Indonesia.

Yogyakarta, Juli 2017

Page 11: Antologi Esai i - Kemdikbud

ixAntologi Esai

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASADAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ................................... iii

KATA PENGANTAR PANITIA ............................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................... ix

ESAI KARYA PEMENANG

Meremajakan Bahasa Indonesia .................................................. 3Muchlas Jaelani, Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta

Menemukan Kesucian di Balik Kesunyian ............................ 12Moh. Ali Tsabit, Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta

Ikhtiar Merawat Budaya Bahari ................................................. 22Al Farisi, Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta

Budayaku Lestari, Bangsaku Abadi ......................................... 33Anisa Ratih Pratiwi, Universitas Negeri Yogyakarta

Masih Adakah Siswa Berintegritas? ......................................... 48Abdalla Vebriano Adrian, SMA Negeri 6 Yogyakarta

Page 12: Antologi Esai i - Kemdikbud

x Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Sastra, Puisi, Piknik, dan Korupsi ........................................... 62Ach. Ainun Najib, Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta

Mal dan Destinasi Wisata Urban dalam TinjauanAntropologi Pariwisata ................................................................ 72

Mughnifia Putri Sabrina, Universitas Gadjah Mada

Kembali pada Teks dalam Diskusi Sastra ............................... 86Muhammad Syafiq Addarisiy, Pondok Pesantren Assalafiyyah

Teori Makro dan Rumah Kesastraan Kita Adalah MediaMassa ................................................................................................ 97

Ach. Khotibul Umam, Pondok Pesantren Mahasiswa HasyimAsy’ari Yogyakarta

Wayang Punya Caranya Sendiri untuk Lestari ................... 109Ilham Dary Athallah, Universitas Gadjah Mada

ESAI KARYA PILIHAN

Islam Nusantara: Strategi Penyebaran Agama Islam danKeterlekatan Aspek Lokalitas di Indonesia ......................... 124

Anggalih Bayu Muh Kamim, Universitas Gadjah Mada

Bahasa Ibu di Hulu, Bahasa Indonesia Mengalir, BahasaAsing di Hilir ............................................................................... 133

Anis Nurul Ngadziman, SMA Negeri 1 Sleman

Terperangkap dalam Dunia Telepon Genggam ................... 141Aurelia Vidya O.C., SMA Negeri 6 Yogyakarta

Nilai-nilai Kekeluargaan dalam Novel Sabtu BersamaBapak Karya Adhitya Mulya .................................................... 148

David Filbert Pradipta, SMA Kolese De Britto

Page 13: Antologi Esai i - Kemdikbud

xiAntologi Esai

Identitas Tunjukkan Kualitas ................................................. 157Desbri Arvita, SMA Negeri 1 Bantul

Mengembalikan Keberadaan Tembang Dolanan ................ 172Maria Lintang Restu Semesta, SMA Negeri 4 Yogyakarta

Mistisisme Karya Sastra ............................................................. 179Permadi Suntama, Universitas Negeri Yogyakarta

Membangun Garda Anti Hoax: Remaja Pengguna CerdasMedia Sosial, Agen Pemberantas Hoax ................................. 186

Rahmafari Fikra Maulida, SMA Negeri 6 Yogyakarta

Mempertahankan Eksistensi Bahasa Daerah ........................ 197Rosna Hermawan, Universitas Negeri Yogyakarta

CATATAN DEWAN JURI

Salah Terka atas Totalitas Wajah Esai ................................... 207

BIODATA PEMENANG ........................................................... 211

BIODATA PESERTA PILIHAN............................................... 214

BIODATA DEWAN JURI .......................................................... 216

BIODATA PANITIA ................................................................... 218

Page 14: Antologi Esai i - Kemdikbud

xii Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Page 15: Antologi Esai i - Kemdikbud

1Antologi Esai

ESAIKARYA PEMENANG

Page 16: Antologi Esai i - Kemdikbud

2 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Page 17: Antologi Esai i - Kemdikbud

3Antologi Esai

Berdasar kajian sosio-historis diputuskannya bahasa Indo-nesia-Melayu sebagai bahasa persatuan merupakan upaya pe-negaskan identitas bangsa Indonesia. Dalam Burung-BurungRantau (1992) YB Mangunwijaya mendedahkan istilah “pasca-Indonesia” untuk memotret kenyataan sosial masyarakat Indo-nesia di kancah dunia. Identitas “pasca-Indonesia” dalam novelitu telah memajang prestasi kultural melalui bahasa. Keter-hubungan antara bahasa dan bangsa ini juga galib disebutkanSutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah jauh-jauh hari.

Dengan begitu bahasa menempati urutan wahid untuk me-negukuhkan identitas bangsa. Dalam tilikan kritis Amartya Zen(2016) identitas akan melahirkan gelora heroisme dan semangatprotektif yang menyala-nyala pada diri dan akal mereka. Iden-titas akan selalu berkelindan dalam setiap pribadi meski kadangdengan desain yang paradoksal: diamini sekaligus dicerca, dipujitapi dihujat, ditolak tapi diam-diam disukai.

Pada titimangsa tertentu identitas merupakan kebanggaanyang tidak boleh sobek. Sejarah mencatat, identitas bahasa Indo-nesia menjadi marka pemisah antara yang terjajah dan si penjajah.Dari sinilah, genderang perlawanan terhadap Belanda berdentumbegitu nyaring. Kaum pribumi pada fase itu telah terkondisikandalam satu identitas yang sama, yakni bahasa Indonesia. Situasi

PEMENANG I PEMENANG I PEMENANG I PEMENANG I PEMENANG I

Meremajakan Bahasa Indonesia

Muchlas JaelaniUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Page 18: Antologi Esai i - Kemdikbud

4 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

tersebut sekaligus menjadi jawaban atas politik pecah belah (devideet impera) yang dijalankan Belanda dan kroninya.

Sketsa biografis dan perjalanan bangsa Indonesia yang penuhdengan kobaran semangat patriotis itu digerakkan oleh kaummuda. Itulah masa—yang dalam istilah Takaishi Siraishi di-sebut—”zaman bergerak”. Kaum muda yang “marah” meman-tapkan tekad melalui pledoi heroik: penjajah harus pulang, jikatidak mau, akan dipaksa hingga darah penghabisan. Pada saatyang sama bahasa Indonesia juga menjadi instrumen perlawananterhadap koloni.

Salah satu sebab digunakannya bahasa Melayu ialah etosrevolusioner dan antielitisme sebagai dimensi paling subtil yangterkandung di dalamnya. Atas dasar tersebut Sumpah Pemuda(28 Oktober 1928) menjadi momen patriotik pemuda Indonesiayang menahbiskan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.Meski pada saat itu bahasa Belanda secara ajeg digunakan olehkaum kolonial di mimbar-mimbar akademik, para pemudadengan tegas menolak menerimanya.

Fenomena AlaySetelah beberapa dekade berlalu, tentu bahasa Indonesia-

Melayu yang menyimpan etos revolusioner tersebut mengalamisuatu perubahan. Bahasa memiliki sifat yang dinamis, tidak ke-dap, tidak final. Tergelarnya era globalisasi bukan sekadar men-jadi indikator yang bisa memancing potensi perubahan dalambidang ekonomi, politik, atau budaya, melainkan juga pada termabahasa. Memang, globalisasi mensyaratkan sikap reseptif ter-hadap berbagai bahasa yang datang dari luar.

Seturut dengan itu, globalisasi bersanding dengan merebak-nya saluran budaya pop. Budaya pop hakikatnya merupakanimplikasi dari budaya industri. Produk budaya pop dilipatganda-kan dan didistribusikan secara masif agar bisa dinikmati oleh

Page 19: Antologi Esai i - Kemdikbud

5Antologi Esai

seluruh elemen masyarakat. Dalam budaya pop kuantitas men-jadi tolok ukur. Para pencipta budaya pop cenderung acuh padakualitas karena target mereka ialah pasar dan kuntungan ekono-mis yang melimpah. Akibatnya, budaya pop sering dianggapsebagai budaya rendahan, remeh, dan kampungan.

Fenomena yang tak bisa dilepaskan dari munculnya budayapop ialah perilaku alay. Kata alay sebenarnya singkatan dari anaklayangan. Istilah ini menunjuk pada gaya hidup yang kampungandan yang berlebihan. Istilah ini relevan, tidak hanya karena alaybegitu dekat dengan kalangan muda, melainkan juga sekaligusmenjadi identitas penutur anyar. Fenomena perilaku alay anakmuda di Indonesia ini setali tiga uang dengan Jajemon di Filipina,Redneck di Amerika Serikat, Bogan di Australia, Truzzi di Italia,Prool di Jerman, atau Zef di Amerika Latin.

Di Indonesia fenomena itu “meledak” di media sekira tahun2008 ketika seorang anak SMP berhasil menciptakan anak alaymenjadi topik dengan rating tertinggi di twitter. Dalam aspekbahasa, khususnya bahasa tulis alay mengacu pada kegandrung-an remaja menggabungkan huruf besar-huruf kecil, menggabung-kan huruf dengan angka dan simbol, atau menyingkat kata secaraberlebihan. Dalam gaya bicara mereka berbicara dengan intonasidan gaya yang berlebihan (Zulkaidah: 2015).

Setidaknya, dalam kajian lebih detail fenomena tersebutmuncul dari fitur SMS (short massage service) atau pesan pendekdi telpon genggam. Kenyataan ini masih terus berlangsung hing-ga saat ini. Bahasa alay ini dibuat bisa dengan cara menambahkanhuruf yang tidak semestinya atau justru menguranginya, sepertikata aku menjadi aquwh atau aq. Pada sisi yang berbeda bahasaalay juga dapat dilihat dari variasi angka, huruf kecil, denganhuruf kapital yang tidak jelas tujuannya misalnya kata sakitmenjadi atit dan cAkiDz atau seperti ungkapan 4ku ciNT4 K4moemaksudnya aku cinta kamu.

Page 20: Antologi Esai i - Kemdikbud

6 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Munculnya bahasa alay di kalangan remaja merupakan alarmlunturnya penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar,entah dalam bentuk tulis ataupun tutur. Ironisnya, bahasa sepertiini sangat sulit dibendung mengingat saat ini media sosial begitumemanja tumbuhnya kronik-kronik modern yang kadang nye-leneh, seperti bahasa alay. Di samping itu suburnya bahasa alayjuga menjadi penanda munculnya bahasa gaul. Keduanya se-benarnya nyaris berjalin seimbang, hanya model penulisan yangmenjadi titik pembeda. Bahasa gaul cenderung lebih tertata.Akan tetapi, dua entitas tersebut termasuk rumpun bahasa slang.

Penyedap Rasa

Bahasa ialah komunikasi sebagaimana kebudayaan jugahidup bersanding dengan kemunikasi. Dengan begitu, bahasajuga bagian penting dari kebudayaan—yang tentu bersifatdinamis dan kontinyu. Bahasa Indonesia berdasarkan kajianhistoris berkembang sesuai dengan konteks sosial dan politik.Bahkan terkadang, bahasa hadir sebagai instrumen politik pe-nguasa untuk mempertahankan singgasana. Potret bahasa Indo-nesia setelah 88 tahun melambari kehidupan berbangsa dan ber-negara menuai beragam perspektif.

Koheren, pemuda justru masih terkurung dalam krisis iden-titas. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pengakuan danruang aktualisasi untuk menemukan identitasnya. Munculnyafenomena bahasa gaul terutama dilakukan dari dan oleh kalanganmuda. Pada tataran tertentu fenomena tersebut menjadi dasardegradasi semantik kebahasaan. Jika dulu pemuda terlibat dalampembakuan bahasa Indonesia-Melayu sebagai bahasa persatuan,saat ini mereka berandil besar menyebarluaskan bahasa gaul,bahasa nonkhas yang keluar dari kaidah asal.

Dua fenomena tersebut memiliki konsekuensi logis. Namun,ada kalangan yang menganggap menyebarnya bahasa gaul se-

Page 21: Antologi Esai i - Kemdikbud

7Antologi Esai

bagai kemunduran dan merusak tatanan bahasa yang telah baku.Sebagian yang lain, menerimanya dengan berdasar pada asumsikreativitas dalam berbahasa.

Tren ragam bahasa gaul seperti jayus, baper, kepo, gajebo atauwoles akan sulit dipahami maksudnya. Pada akhir 1970-an, bahasaprokem atau bahasa gaul meledak popularitasnya seiring denganlahirnya novel Ali Topan Anak Jalanan karya Teguh Esha. Mun-culnya kalimat Nyokap-bokap lo mau kemokan ‘Ibu bapakmu mauke mana’ menjadi episentrum lahirnya bahasa gaul saat ini. Sekiraakhir 1980-an hingga 1990-an bahasa gaul mulai mengadopsiistilah-istilah yang digunakan waria, semisal ember (memang).

Belakangan ini bahasa gaul ditandai dengan meringkas danmemangkas kata-kata. Seperti gaje (tidak/gak jelas), atau baper(terbawa perasaan). Di samping itu, juga ada yang mencomotbahasa asing dan disingkat, semisal “OTW” singkatan dari onthe way ‘di jalan’; kepo singkatan dari kata knowing every particularobject ‘orang yang serba ingin tahu detail dari sesuatu’.

Setidaknya, ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasagaul bisa berkembang begitu spektakuler. Pertama, munculnyakelas menengah muda baru. Dalam analisisnya H.W. Dick (1985)kelas menengah muda baru di Indonesia cenderung bertindaksebagai suatu “kelas konsumen”. Jika barang konsumsi tidakterjangkau, penggunaan bahasa merupakan komoditas yanggratis dan bahasalah yang dipungut mereka untuk masuk dalamkelas tersebut. Sementara itu, gaya hidup mereka oleh Dick di-sebut bercorak borjuis.

Mayoritas bahasa gaul digunakan oleh mereka yang telahmampu berjalan sesuai dengan gaya hidup yang sedang berkem-bang. Sangat jarang ada seorang pemuda yang kolot, tradisional,dan kampungan menggunakan bahasa-bahasa gaul dalam ber-komunikasi.

Page 22: Antologi Esai i - Kemdikbud

8 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Kedua, pesatnya perkembangan budaya pop. Televisi sebagaisokoguru budaya pop menjadi wahana bersemainya bahasa gaul.Transformasi yang dilakukan televisi mampu menkonstruksi ke-sadaran dan menghipnotis anak muda untuk menggunakanbahasa-bahasa gaul.

Seperti istilah Idi Subandi Ibrahim, seorang pakar ilmukomunikasi, bahasa gaul memang hanya sebatas “penyedap” masaremaja. Akan tetapi, jika terus-menerus dipraktikkan hinggadewasa akan berdampak tidak baik karena bahasa meng-gambarkan paradigma berfikir. Bila tidak ada proteksi yang jelas,dikhawatirkan akan melahirkan generasi yang gampang menye-derhanakan persoalan. Tentu, kita tidak menginginkan mun-culnya ungkapan “berbahasa satu, bahasa bingung”.

Mengingat begitu masifnya perkembangan bahasa slang,yang penting dilakukan oleh kalangan anak muda ialah me-neguhkan kembali bahasa Indonesia-Melayu dan mengguna-kannya secara baik dan benar agar identitas keindonesiaan takterkoyak. Setidaknya rejuvenasi bahasa Indonesia bisa dilakukandengan menelaah beberapa hal. Pertama, RUU Kebudayaan yangbaru digadang mesti juga menerapkan kaidah-kaidah kebahasaansecara visioner. Draf akademik yang dicantumkan dalam RUUini tidak secara detail dan komprehensif menelaah problem dansolusi kebahasaan.

Kedua, superioritas budaya pop juga harus dibarengi denganproduksi buku sastra yang berterima. Selain itu, ada penambahanjam ajar bahasa Indonesia di institusi pendidikan. Tentu saja,prinsip melek literasi juga harus disuntikkan pada kalanganmuda hari ini. Selain menumbuhkan minat baca, kalangan mudajuga harus diinternalisasikan pengajaran kebahasaan yang mak-simal.

Ketiga, meminimalkan kecendrungan penggunaan bahasaasing, terutama dalam pelayanan publik. Masyarakat mesti

Page 23: Antologi Esai i - Kemdikbud

9Antologi Esai

diajarkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik tidak hanyadi lembaga formal, tetapi juga pada setiap aktivitasnya. Mengu-kuhkan dan menyemarakkan Taman Baca Masyarakat (TBM)dengan tidak hanya menyediakan bahan baca dan inventarisasibuku, tetapi juga menyelipkan kursus informal tentang kaidahbahasa Indonesia.

Tentu saja usaha ini tidak sekadar usaha sambil lalu yangdikerjakan satu pihak, tetapi juga kontinyu dan konsisten yangdisemangati oleh semua pihak, terutama pemerintah dan stake-holder lain. Bahasa Indonesia mesti kembali menjadi bahasapersatuan dan bahasa perlawanan. Tentu saja musuh masyarakatdigital tidak lagi gencatan senjata dan pedang, tetapi meneguh-kan prinsip santun dan egaliter yang juga tercantum lekat dalamstruktur dan nilai bahasa Indonesia.

Mendudukkan kembali bahasa Indonesia dalam segala lakusosial masyarakat merupakan ikhtiar penting. Dengan demikian,penting bagi kita untuk mengusung, mengaktualisasikan kembalispirit Sumpah Pemuda dengan melakukan sumpah yang kedua:menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan danperlawanan.

Daftar BacaanDick, H.W. 1985. “The Rise of a Middle Class and the Changing

Concep of Equity in Indonesia: An Interpretation” Indonesia39 April 1985.

Faiq, Mohammad Hilmi & Sarie Febriane. 2015. “Berbahasa Satu,Bahasa Bingung….,”. Kompas, 25 Oktober 2015.

Heryanto, Ariel. 2014. Identity and Pleasure: The Politics ofIndonesian Screen Culture. Singapura: NUS Press.

Storey, John. 2006. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop.Yogyakarta: Jalasutra.

Zen, Amartya. 2016. Identitas dan Kekerasan. Jakarta: Marjin Kiri.Zulkaidah. 2015. “Fenomena Bahasa Alay”. Riau Pos, 17 Mei 2015.

Page 24: Antologi Esai i - Kemdikbud

10 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Proses Kreatif Penulisan Esai“Meremajakan Bahasa Indonesia”

Oleh Muchlas Jaelani

Kecemasan dan pengharapan adalah dualitas yangsecara simultan menjadi ide derivative atas lahirnya esaiberjudul Meremajakan Bahasa Indonesia (Usaha ReaktualisasiBahasa Indonesia di Tengah Gempuran Bahasa Gaul). Kenyataanriil masyarakat—terutama kalangan muda—yang menem-patkan Bahasa Indonesia begitu “pojok” dengan justrumenghadirkan bahasa gaul sebagai “superioritas”, telahmenjadi kecemasan saya, sejak lama. Fenomena ini, padatahap selanjutnya, saya olah menggunakan berbagai ke-lengakapan literer dan lapangan, untuk menelaah lebihdetail. Melalu banyak pertimbangan ilmiah, frasa “mere-majakan” dipilih untuk mendengungkan kembali, reaktuali-sasi, dan rejuvenansi Bahasa Indonesia di tengah masyarakatmuda yang stylish.

Diskursus kebahasaan memang telah menjadi kajianyang usang, tapi tetap menarik. Kebahasaan selalu identikdengan variable yang lain: kebudayaan, kesastraan, ke-manusiaan. Maka dari itu, urgensitas inilah yang juga men-jadi alasan ilmiah penulis untuk mengungkap sisi-sisi ter-lupakan yang justru jarang dibahas banyak pemerhati. Esaiini juga menjadi lokomotif dan pengantar pembaca untukmerenungkan kembali khitah kebahasaan kita hari ini.

Nomenklatur sejarah menjadi poin utama. Sehingga,tentu, penyebutan tokoh dan kalaedoskop kerap ditemukandalam banyak pragraf esai ini. Saya meyakini, bahasa juga

Page 25: Antologi Esai i - Kemdikbud

11Antologi Esai

akan menjadi penanda identitas dan kebudayaan masya-rakat. Menyelamatkan Bahasa Indonesia di tengah masif-nya bahasa gaul adalah ikhtiar untuk kembali menempatkannilai dan filosofi Bahasa Indonesia kepada kalangan muda.Identitas penutur anyar semacam bahasa gaul, bila kitacermati, telah menjerumuskan substansi dan urgensitasbahasa nasional. Bagi saya, ini adalah fenomena destruktifkebahasaan yang akut.

Potret Bahasa Indonesia setelah 88 tahun melembarikehidupan sosial-budaya masyarakat, memang menuaiberbagai penafsiran dan perspektif. Satu sisi, kehadiranbahasa slang (gaul, alay, lebay) bisa dilihat sebagai bentukkreasi linguistik masayrakat muda Indonesia. Tetapi padasisi yang sama, bahasa gaul justru meruntuhkan candi ke-sejarahan yang terkandung likat-integral di dalamnya. Aspekkebahasaan sebagai bagian identitas akan luntur tersapuangina modernitas. Sebabnya, mempertahankan dan kembalimeremajakan adalah ikhtiar yang tentu perlu diapresiasi.

Padahal, dalam banyak catatan sejarah, Bahasa Indo-nesia menjadi satu-satunya bahasa perlawanan dan kebang-kitan. Tetapi, hari ini, Bahasa Indonesia mulai tergeser olehbahasa gaul yang bahkan tidak ada nilai historisitasnya.Atas pertimbangan inilah, saya menulis esai tentang kajiankebahasaan untuk—selain karena kajian kesastraan akanpasti banyak yang turut, tetapi juga untuk reinternalisasiBahasa Indonesia ke publik nasional bahkan ke manca-negara. Semoga ikhtiar ini juga memantik animo masya-rakat untuk bersama dan berpangku “meremajakan” BahasaIndonesia. Semoga.

Yogyakarta, 10 Juli 2017

Page 26: Antologi Esai i - Kemdikbud

12 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Dalam sajaknya “Sunyi itu Duka” Amir Hamzah memberikanpengertian tentang sunyi.

Sunyi itu dukaSunyi itu kudusSunyi itu lupaSunyi itu lampusLarik sajak tersebut merupakan manifestasi dari olah pikir

Amir Hamzah dalam mendefinisikan kesunyian. Salah satunyaialah sunyi yang identik dengan getir, gundah, dan luka. Olehkarena itu, pengertian sunyi di titik ini cenderung berkait-ke-lindan dengan segala hal ihwal yang sifatnya ironi. BangsaIndonesia setidaknya pernah mengalami babakan sejarah yanganti terhadap hiruk-pikuk. Kekuasaan disetel sedemikian rupauntuk menyensor segala aktivitas kehidupan masyarakat. Se-jarah berjalan secara monologis. Tidak ada keriuhan dan ke-bisingan karena semua dipaksa untuk diam.

Konsekuensinya ialah terciptanya rezim antikritik. Seluruhelemen masyarakat didikte untuk mengikuti apa yang telah di-titahkan. Titah itu diklaim sebagai “kebenaran” yang mau tidakmau harus dilaksanakan meskipun perih dan pedih mengiriskehidupan masyarakat. Inilah realitas yang terjadi dalam

PEMENANG II PEMENANG II PEMENANG II PEMENANG II PEMENANG II

Menemukan Kesucian

di Balik Kesunyian

Moh. Ali TsabitUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Page 27: Antologi Esai i - Kemdikbud

13Antologi Esai

kehidupan masyarakat yang berada di bawah bayang-bayangrezim Orde Baru.

Arus kebudayaan dibelokkan untuk melegitimasi segalakebijakan yang diambil oleh rezim, termasuk dengan mem-bungkam para penyair yang dianggap berisik. Namun, penyairmerupakan orang pilihan yang di dalam dirinya tertera sifatpemberani. Meski berkali-kali dibungkam, ia tetap menolakpatuh. Ia tidak sudi mendekam dalam kesunyian, ia harus ber-suara. Penyair tidak mau menjadi bagian dari apa yang olehseorang sosiolog Jean Boudrillard disebut mayoritas yang diam(silent majorities).

Para penyair menyadari bahwa Orde Baru akan memainkankuasanya hingga aspek kebahasaan. Aspek-aspek terkecil punselama bisa terjangkau oleh radar rezim akan terus dipaksa untukpatuh. Menyadari hal itu sejumlah penyair merepresentasikanpuisi sebagai bentuk kekhawatiran dan ketakutan.

Di ruang ini,Kunobatkan ketakutanku.Di menara ini,Ku ikat hidup-hidup kehadiranku:Begitu sunyi, terengguh oleh alam dan nasibku sendiriDemikianlah Goenawan Mohammad berkata dalam sajaknya

“Pariksit”. Di bawah kekuasaan tirani seperti itu yang harusdilakukan ialah membuat kritik sehalus mungkin. Karya sastrasetidaknya mampu menghaluskan yang kasar, menyembunyikanyang tampak atau memultitarsirkan yang monotafsir agar kritikyang dilesatkan masih bisa tetap menderu hingga menemanidetik-detik tumbangnya sang rezim.

Dengan sangat lugas sastrawan cum sejarawan, PramoedyaAnanta Toer menggambarkan betapa perihnya dibungkam olehrezim Orde Baru. Dalam bukunya Nyanyi Sunyi Seorang Bisu iamemotret kehidupan yang begitu nelangsa di daerah pem-

Page 28: Antologi Esai i - Kemdikbud

14 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

buangan, Pulau Buruh. Pram merupakan contoh kecil dari anasiryang perlu disingkirkan. Buku tersebut merupakan sejenismemoar yang menceritakan elegi kehidupan Pram di pengasing-an. Buku itu berisi surat-surat untuk anak-anaknya yang tidakpernah terkirim dan esai-esai yang digubahnya dari renunganterhadap realitas kehidupan yang mencekam.

Pada masa Orde Baru sunyi adalah duka. Kesunyian di siniialah kengerian yang tersembunyi atau sejenis tragedi yang terus-menerus datang melanda, tetapi berusaha untuk terus ditutup-tutupi. Orde Baru menjadi rezim pendamba kesunyian dan pe-nolak segala kebisingan yang datang melalui kebebasanberekspresi. Jalan sunyi yang ditempuh Orde Baru tidaklahbenar-benar sunyi karena di balik itu terendap sebuah gejolakdan gemuruh yang tak berkesudahan.

Riuhnya kehidupan

Tumbangnya Orde Baru membuat kebebasan berpendapattidak lagi disekat. Seturut dengan itu, wahana-wahana untukberpendapat dan berekspresi pun kian menjamur. Titik baliknyaialah ketika teknologi informasi semakin canggih. Peradabansunyi yang dulu digelar oleh Orde Baru dengan cepat tergantioleh hiruk-pikuk yang timbul pada era Refomasi.

Nubuat yang dulu sempat disuarakan oleh seorang ilmuwankomunikasi Marshall McLuhan tentang desa yang mengglobal(global village) terbukti benar. McLuhan melontarkan ide semacamitu pada tahun 60-an. Pada waktu itu ide tersebut dianggap anehdan terlampau radikal karena televisi dan radio jangkauannyamasih terbatas dan internet pun belum ada. Desa global adalahsebuah konsep terkait perkembangan teknologi komunikasi yangdiandaikan sebagai sebuah desa yang sangat luas dan besar.

Dalam tatanan kehidupan desa yang mengglobal (globalvillage) pola penyebaran informasi semakin masif karena bisa

Page 29: Antologi Esai i - Kemdikbud

15Antologi Esai

diakses oleh semua orang. Komunikasi yang terjalin bukansekadar interaksi individual, melainkan interaksi massa. Ke-jadian yang sedang terjadi di kota metropolitan Jakarta denganhitungan per sekian detik bisa diakses oleh mereka yang beradadi pelosok Pulau Madura.

Akan tetapi, ironisnya saat manusia tak mampu mengen-dalikan perkembangan teknologi informasi. Masih segar dalamingatan kita tentang seorang laki-laki di Jagaskara, Jakarta mem-buat siaran langsung bunuh diri di akun media sosialnya. Pihakfacebook mungkin tak akan sempat berpikir bahwa fitur siaranlangsung yang diciptakannya akan berdampak buruk seperti itu.

Namun, itulah dampak jika yang diciptakan melampaui ke-hendak penciptanya. Barangkali cerita dalam novelnya MaryShelley sangat tepat dijadikan tamsil. Viktor Frankeinstein tokohdalam novel itu mencoba menghidupkan kembali orang matidengan merakit ulang potongan-potongan organ manusia. Akantetapi, yang terjadi dari uji coba selama di laboratorium tersebutjustru monster meneror penciptanya.

Di samping itu, pesatnya perkembangan teknologi informasimembuat kita terkepung oleh kesegeraan. Seolah-olah kitadituntut untuk terus mengikuti perkembangan terkini, entah ituperkembangan ekonomi, politik, style atau mode. Tak ada ruangbagi kita untuk menepi sejenak dari riuhnya pasaraya informasi.

Afrizal Malna dalam sajaknya “Abad yang Berlari” me-mekarkan kesadaran bahwa kita sedang dikepung oleh ke-segeraan dan kecepatan.

dada yang bekerja di dalam waktudunia berlari. dunia berlariseribu manusia dipacu tak habis mengejarKecepatan dan kesegeraan membuat eksistensi manusia

gampang terombang-ambing. Padahal, terkadang kecepatan per-kembangan ekonomi, politik, mode atau style tidak sesuai

Page 30: Antologi Esai i - Kemdikbud

16 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dengan kemampuan manusia untuk menggunakan fungsinya.Kita dibawa untuk terus berlari oleh komoditas yang sedangberkembang atau oleh informasi yang sedang viral, bukan malahmengendalikan lajunya. Inilah “Abad yang Berlari” meskipunseribu manusia dipacu tak habis mengejar.

Belum lagi soal hoax atau berita bohong atau fitnah yanggampang diumbar di media sosial yang membuat garis antarakebenaran dan kepalsuan kian menipis. Dengan ujaran kebencian(hate spech), media sosial menjadi palagan untuk saling menghujatdan saling menyalahkan.

Kesunyian pada saat ini ialah sesuatu yang seolah-olah jauhkarena hidup sedang dililit oleh kegaduhan, keramaian, dankebisingan. Pesatnya teknologi informasi membuat sebagianmasyarakat hanyut dan lebur dalam persoalan yang justru tidakberkenaan sama sekali dengan dirinya sendiri. Mereka terlibatdebat kusir yang belum tentu memiliki signifikansi. Kehidupanpublik kita surplus kebisingan dan defisit kesunyian. Semua initerjadi saat batas dan jarak telah dilipat oleh kecanggihan tekno-logi informasi.

Kesunyian pun terasa lindap tertelan derasnya arus infor-masi yang hadir setiap detik. Naasnya, infomasi yang berjejalmasuk dalam pikiran kita ialah informasi buruk mulai soal pem-bunuhan, pemerkosaan hingga kasus korupsi. Secara tidaklangsung setiap hari kita memperbanyak jelaga dalam diri yangmengusik ketenangan dan kedamaian hidup.

Untuk itu, di saat suasana sedang genting, ramai dan gaduh,salah seorang investor Amerika, Warren Buffet menyarankanuntuk berhenti membaca koran atau lebih tepatnya berhentilahsebentar bermedia sosial dan sejenak memilih jalan sunyi untukmenajamkan nalar dan menerangi mata hati.

Page 31: Antologi Esai i - Kemdikbud

17Antologi Esai

Sunyi yang Kudus

Di tengah riuh-rendahnya kehidupan kita saat ini, meng-khidmati kesunyian merupakan jalan yang harus ditempuh agarbisa meluruhkan kegelisahan, kesumpekan dan kegaduhan yangmelilit. Karena sunyi bukan sekadar duka seperti yang tergoresdalam lembar sejarah Orde Baru, melainkan juga kudus yangdapat menyibakkan segala gundah yang sedang memasung diri.

Dalam banyak tradisi, kesunyian memiliki posisi yangagung. Setidaknya, di dalam kesunyian itu kita bisa melakukanrefleksi, menafakuri hidup dan menguatkan konsentrasi. Laku-laku meditatif yang tersimpan di balik kesunyian ialah jalankeluar bagi kita yang sedang terhimpit oleh kegelisahan dankrisis eksistensial.

Dalam tradisi Jawa sudah sejak dahulu mendekam dalamkesunyian dikenal dengan nama semedi atau bertapa. Ada banyakcara yang dilakukan dalam bertapa, entah dengan pergi ke gua-gua, tinggal di puncak-puncak perbukitan atau berdiam diri ditempat-tempat ziarah yang disucikan di seantero Pulau Jawa.Tujuan mereka jelas ialah menyinari jiwanya dengan kebenaranhakiki agar hidup yang dijalani penuh dengan keselamatan.

Momen-momen kesunyian memberikan getaran rohani yangsangat luar biasa. Inilah yang dilakukan oleh Nabi MuhammadSaw. saat khalwat di Gua Hiro. Dengan demikian, saat berkonsen-trasi penuh dan merenung secara kuat, pancaran kebenarangampang tertuang pada diri. Hanya dalam kesunyian, Tuhansebagai bahasa kebenaran menemukan tempat dan hadir dalamhati. Sebagaimana kata Bunda Theresa, “Tuhan adalah kawankesunyian. Pepohonan, bunga dan rerumputan tumbuh dalamkesunyian. Lihat juga bintang, bulan dan matahari semua ber-gerak dalam kesunyian.”

Pada dimensi yang lain menempuh jalan asketis dan medi-tatif seperti itu berguna untuk menguatkan eksistensi dan

Page 32: Antologi Esai i - Kemdikbud

18 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

mengintrospeksi diri. Syahdan, saat gelombang kepesatan tekno-logi informasi sedang menjadi-jadi, eksistensi kita tetap tegakdan tidak gampang terbawa arus bagaikan karang yang dihan-tam ombak. Pijakan kita jelas karena kita telah mampu membeda-kan antara yang artifisial dan yang substansial, atau anatara yangfaktual dan yang fiktif.

Sementara seseorang yang hanya berkubang dalam ge-merlap duniawi dan hiruk-pikuk kehidupan akan sangat ke-sulitan menemukan dirinya yang sejati. Melalui perilaku medi-tatif itulah kita mampu menekan keakuan yang cendrung egoitisdengan menemukan “aku” yang hakiki, yakni yang altruis, bijak,jujur, dan toleran.

Untuk itu, agar terbebas dari keriuhan yang terus-menerusdatang menerjang dan demi mencapai sunyi yang kudus itu,Acep Zamzam Noor dalam sajaknya “Tak Kujanjikan” berkata,

“Segala yang gemerlap kujauhi semenjak mengenal sunyiYang membenamkan cahayanya di balik mimpikuLalu bercerita tentang pengorbanan, tentang keikhlasanYang segala-galanya bagi pecinta.”Setelah merasakan sunyi yang kudus itu, seseorang akan

teguh merawat jiwanya meski berada dalam keriuhan. Ia menjadingeli nanging ora keli ‘menghanyutkan, tetapi tidak terhanyut’.Pada titik ini memilih jalan sunyi bukan berarti selamanya men-dekam di dalamnya, melainkan harus terjun kembali ke tengah-tengah kehidupan yang disesaki keriuhan sembari menjadi suluhyang dapat mengatasi aneka persoalan yang sedang membelitmasyarakat.

Mereka yang telah mencapai titik ini akan mengabdikanhidupnya semata untuk kepentingan umat manusia dan menjagaharmoni semesta. Kapasitas yang terkandung dalam dirinya bisaditransformasikan dalam kehidupan sosialnya. Pemahamanseperti itu yang menurut Ki Hadjar Dewantara tertuang dalam

Page 33: Antologi Esai i - Kemdikbud

19Antologi Esai

semboyan mengaju-aju salira, mengaju-aju bangsa, mengaju-ajumenungsa ‘membahagiakan diri, membahagiakan bangsa, mem-bahagiakan manusia’.

Mengakrabi kesunyian bukan berarti antisosial, tetapi sebagaititik pijak untuk berlaku luhur terhadap sesama. Soekarno misal-nya menemukan ide dasar Pancasila justru saat berada dalamkondisi sunyi di Pulau Ende Nusa Tenggara Timur. Ia terus me-renung di bawah pohon sukun memikirkan falsafah yang cocokuntuk bangsa Indonesia hingga pada akhirnya ditemukanlahkonsep dasar Pancasila. Demikian pula dengan sejumlah tokohbesar, seperti Mahatma Gandhi, Abdurahman Wahid alias GusDur, dan Mohammad Hatta yang teguh merawat ketenanganjiwanya dengan menempuh jalan sunyi yang kudus.

Dengan demikian, sunyi yang kudus dapat melahirkan kejer-nihan berpikir dan kearifan bertindak. Alhasil, merenung dalamkesunyian merupakan salah satu cara agar tidak gampang ter-provokasi dan tetap tenang di tengah deru kecepatan informasi.Persoalannya, masihkah kita bisa mengkhidmati dan menemu-kan kesucian di baliknya?***

Daftar PustakaBaudrillard, Jean. 1983. In the Shadow of the Silent Majorities. New

York: Semiotext(e).Hamzah, Amir 2008. Nyanyi Sunyi. Jakarta: Dian Rakyat.Latif, Yudi. “Jalan Sunyi Pengorbanan” dalam Kompas 20

Desember 2016.Malna, Afrizal. 2004. Abad yang Berlari. Jakarta: Omashore.McLuhan, Marshall 1964. Understanding Media: The Extension of

Man. The MIT Press.Setiadi, Tia. 2015. Petualangan yang Mustahil. Yogyakarta:

Interlude.

Page 34: Antologi Esai i - Kemdikbud

20 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Proses Kreatif Penulisan Esai“Menemukan Kesucian

di Balik Kesunyian”

Oleh Moh. Ali Tsabit

Pada mulanya esai ini merupakan usaha penulis me-maknai kesunyian. Ada banyak penyair yang menarasikankesunyian di dalam sajak-sajaknya. Sehingga, dari hal itulah,penulis mengambil beberapa sajak yang berbicara tentangkesunyian. Seperti Amir Hamzah, yang menulis bahwakesunyian adalah duka. Dari sanalah penulis melakukaninterpretasi ihwal sunyi yang identik dengan sesuatu yangdurja, nelangsa, dan tentu saja duka.

Interpretasi terhadap sajak tersebut disinkronkandengan kondisi di mana Indonesia mengalami sejarah pem-bungkaman yang terjadi dalam kurun waktu yang begitulama, 32 tahun. Pada masa Orde Baru, kesunyian adalahwujud dari duka. Bagaimana tidak, pada masa itu, segalaaspirasi yang datang begitu deras menjelma menjadi ke-sunyian yang nelangsa. Oleh sebab itu, kesunyian hanyamenjadi suatu kondisi yang dipaksakan, padahal sejatinya,di balik kuasa rezim terdapat gemuruh yang tak berke-sudahan, sebagai konsekuensi dari problem yang timbuldi tengah-tengah masyarakat.

Di samping itu, Amir Hamzah juga menyampaikanbahwa sunyi adalah sesuatu yang kudus. Dalam sajak ter-sebut terkesan ada sesuatu yang kontradiktif, dari larikyang pertama, ihwal sunyi yang duka. Ketika melihat

Page 35: Antologi Esai i - Kemdikbud

21Antologi Esai

kondisi sosial masyarakat Indonesia belakangan ini, haltersebut penting untuk direfleksikan lebih mendalam.

Di kehidupan masyarakat kontemporer, teknologi-informasi menjadi sesuatu entitas yang tidak bisa dipisahkandari umat manusia. Sebagai konsekuensi, masyarakat terusdigiring oleh segala yang bernama “kecepatan”. Informasidatang silih berganti, dari berbagai sudut dunia. Padahal,terkadang, informasi yang diterima hanya berupa serpihanyang tidak utuh. Sehingga, berita hoax datang menjejalipikirin masyarakat. Inilah yang membuat penulis merasagelisah untuk menulisakan kehiduapan masyarakat kontem-porer yang begitu riuh, sembari menacari jalan solutif untukmemecah persoalan tersebut.

Bahkan, teknologi-informasi, terkadang menggiringmanusia pada kegelisahan, semisal ketika terpampanginformasi-informasi yang mencekam tentang pembunuhan,bunuh diri, kerusuhan, perampokan dan lain-lain. Setidak-nya, di titik inilah, kesunyian merupakan jawaban untukmasyarakat yang sedang dilanda oleh kegelisahan akibatkeriuahan informasi yang sejatinya tidak berkenaan samasekali dengan kapasitas dirinya.

Page 36: Antologi Esai i - Kemdikbud

22 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

“Nenek moyangku orang pelautGemar mengarung luas samuderaMenerjang ombak tiada takutMenempuh badai sudah biasa”

Senandung lagu tersebut pada tahun 80-an begitu masyhurdidengarkan oleh anak-anak. Melalui lagu itu kesadaran ihwalbangsanya yakni laut terpatri secara kokoh dalam diri merekasejak dini. Namun, belakangan lagu “Nenek Moyangku SeorangPelaut” dianggap usang hingga sangat jarang anak-anak yangmendengarkannya. Tentu hal ini merupakan alarm bahwa lautyang menjadi asal-asul bangsa ini kian terlupakan.

Padahal, sejatinya lanskap geografis negara Indonesia yangmembentang dari Sabang hingga Merauke, tiga perempat wila-yahnya (5,8 juta kilometer persegi) merupakan lautan. Sebuahnomenklatur geografis yang telah membentuk narasi pola ke-hidupan bangsa Indonesia sejak zaman dahulu.

Bukti historis betapa pentingnya laut ialah dengan melacakbagaimana Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit mampumeneguhkan dirinya sebagai kerajaan terbesar di nusantaradengan pengaruh yang sangat luar biasa. Sriwijaya misalnya,dengan kekuatan laut yang mumpuni dan sokongan komoditas

PEMENANG III PEMENANG III PEMENANG III PEMENANG III PEMENANG III

Ikhtiar Merawat Budaya Bahari

Al FarisiUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Page 37: Antologi Esai i - Kemdikbud

23Antologi Esai

yang melimpah berhasil mengisi pasar-pasar barat Asia, Tiong-kok, dan India. Di samping itu dalam catatan I Tsing disebut-kan bahwa Foshi, ibu kota Kerajaan Sriwijaya merupakan pusatpembelajaran agama Budha yang sangat maju setelah Nalandadi India. I Tsing menyarankan kepada para biksu agar belajardi Foshi sebelum ke Nalanda.

Sementara Kerajaan Majapahit yang didapuk sebagai kerajaanterbesar di nusantara berhasil menggumuli laut dan meng-akrabinya. Laut bukan untuk dieksploitasi, melainkan dieksplo-rasi dan dipetik maknanya. Gelegar sumpah persatuan GadjahMada yang disebut sebagai Sumpah Palapa berhasil diwujudkankarena ketangguhannya bergumul dengan laut. SenopatiSarwajala Empu Nala yang didaulat sebagai komando angkatanlaut menuntaskan tugasnya dengan baik. Nusantara bersatu dibawah Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Hayam Wuruk.

Muhammad Yamin menafsirkan sejarah Indonesia denganmendudukkan Sriwijaya sebagai “republik pertama” dan Maja-pahit “republik kedua”. Adapun Negara Kesatuan RepublikIndonesia yang memproklamasikan dirinya pada tahun 1945merupakan “republik ketiga”. Akan tetapi, Indonesia bukanlahpenerus dari dua kerajaan tersebut. Indonesia lahir dengan kon-sep kebangsaan baru yang diciptakan oleh para pendiri bangsaini. Meskipun begitu, inspirasi dan nilai-nilai dari dua kerajaantersebut tetap berpengaruh hingga detik ini.

Indonesia yang diapit oleh dua benua, Australia dan Asia,serta terletak di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifikmenjadi lintasan strategis dari setiap pertukaran kebudayaandan perdagangan antarnegara. Oleh karena itu, mempertahankankomitmen kelautan merupakan dimensi yang paling substansialuntuk merawat imaji kebangsaan dan mempertahankan nasio-nalisme.

Page 38: Antologi Esai i - Kemdikbud

24 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Bahkan dua kerajaan besar yang tumbuh pada abad ke-7dan ke-14 Masehi itu tidak kalah dengan kebesaran peradabanSumeria, Babylonia, ataupun Mesir. Celoteh fiksional Plato ten-tang negeri Atlantis sering dikaitkan dengan Nusantara yangoleh sebagian orang dianggap kegenitan karena belum bisa di-temukan postulat kebenarannya (Radhar Panca Dahana, 2015).

Namun, sejak armada Portugis di bawah pimpinan Alfonsode Albuquerque pada abad ke-15 berlabuh di Nusantara wawas-an kelautan pelan-pelan ditekuk. Puncaknya ialah semasa VOCmenancapkan kuku-kuku kekuasaannya di atas Nusantara. Pem-bangunan tidak lagi berorientasi pada aspek kelautan, tetapibercorak eurosentrisme-kontinental.

Belanda memang membangun sejumlah pelabuhan dankapal-kapal untuk menghubungkan kepulauan nusantara.Namun, pada saat yang sama Belanda memadamkan pijar ke-budayaan bahari bangsa Indonesia melalui perjanjian denganpemerintahan lokal. Misalnya penjanjian Bongaya (1667) yangmelarang para nelayan pergi dan keluar dari Makassar tanpaada izin dari pihak kolonial.

Bahkan, kaum kolonial melakukan stigmatisasi bahwa parapelaut identik dengan bau amis dan kotor. Mardi Luhung dalamsajaknya “Penganten Pesisir” mengilustrasikan kondisi terebut:dan tahukah yang paling aku benci/ adalah ketika kita sama-sama kesekolah/ dan sama-sama disebut:/ Orang laut/ orang yang dianggapkosro/ kurang adat dan keringatnya pun seamis/ lendir yang sebenarnyamereka sukai. “Orang laut” dikonstruksi sedemikian rupa sebagaimereka yang terbelakang dan jorok. Kenyataan seperti ini me-lekat hingga kini.

Strategi kebudayaan seperti itu dilakukan untuk meneng-gelamkan rakyat pribumi dalam keadaan inferioritas. Tujuannyaialah agar mereka meninggalkan laut dan memilih ilusi elitisme

Page 39: Antologi Esai i - Kemdikbud

25Antologi Esai

(superioritas) budaya daratan yang ditawarkan para kolonialisyang sejatinya tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.

Dalam proyek pembangunan Jalan Raya Pos (the GrootePostweg) dari Anyer ke Panarukan oleh Gubernur JenderalDeandels secara implisit sejatinya membawa misi mencerabutkesadaran rakyat pribumi dari akar kebudayaannya. Tak ayalimajinasi kelautan terdistorsi dari kenyataan historis bangsa ini(Rudolf Mrazek, 2006).

Merawat Budaya Bahari

Dengan berlandas pada kondisi geografis negara Indonesiayang sebagian besar lautan sungguh tidak etis menjadikan lautsebagai halaman belakang. Padahal, laut merupakan garda depanbangsa Indonesia. Melupakan dan membelakangi laut samahalnya dengan melupakan identitas bahari bangsa Indonesia.Ini artinya kebudayaan bahari bangsa Indonesia nyaris hilang.Dengan demikian, perlu upaya untuk merawat dan merevi-talisasi budaya tersebut.

Pada dimensi ini kebudayaan menurut Koentjaraningrat(1976) adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasilkarya manusia yang menjadi milik manusia sendiri dengan caramempelajarinya. Kebudayaan bagi Koentjaraningrat ada yangberbentuk material (artefak-teknologi dan benda-benda) danada yang benbentuk immaterial (norma, tradisi, nilai, pandanganhidup, kebiasaan, dan aktivitas).

Dalam pandangan kaum yang menganut determinismegeografis, laut menjadi faktor pokok pembentuk kebudayaasedangkan bagi para penganjur pandangan ekologi kebudayaan,laut hanya entitas yang memengaruhi sebagian kehidupanmanusia, seperti pertumbuhan penduduk, sistem ekonomi, sistempengetahuan, teknologi, dan etos masyarakat. Artinya, padaaspek ini laut dan manusia memiliki keterjalinan antara satu

Page 40: Antologi Esai i - Kemdikbud

26 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dengan yang lain. Oleh sebab itu, kebudayaan bahari direpresen-tasikan dari sejauh mana laut mampu memengaruhi sistempengetahuan, pertumbuhan penduduk, etos kerja masyarakat,dan teknologi.

Pada titik inilah laut diterima bukan hanya sekadar kenyata-an geografis, melainkan kenyataan kultural. Umbu LanduParanggi dalam percakapannya dengan Candra Malik telahmengingatkan, “Kita ini bangsa besar dan tua. Kita bangsa pelautdan negara kita negara maritim. Agama kita agama air”.

Sekurang-kurangnya ada dua dimensi yang patut diperhati-kan untuk merawat budaya bahari agar tetap lestari dan taklekang oleh waktu. Pertama, mengubah cara pandang. Selamaini kita masih terjebak dalam cara pandang yang salah terhadaplaut. Laut masih diasumsi sebagai halaman belakang bangsaIndonensia. Padahal, laut adalah beranda depan bangsa Indo-nesia yang perlu dirawat, dijaga, dan digumuli sebab di lauttersimpan denyut penunjang peradaban bangsa Indonesia, baiksecara geopolitik, ekonomi, ekologis maupun sosio-kultural.

Perubahan cara pandang tersebut semestinya menjalar padaperubahan kesadaran dan setelah itu barulah mewujud dalamaksi-praktis. Budaya bahari yang salama ini terlupakan harusdibangkitkan kembali dengan menggali nilai, etos, spirit, danprinsip hidup orang-orang bahari. Semua itu bisa kita temukandari aspek historis yang terkandung pada berbagai daerah diIndonesia yang menjadikan laut sebagai basis utama kehidupanmereka.

Kedua, kebijakan pemerintah. Pada zaman pemerintahanPresiden Jokowi, platform yang diusung ialah menjadikanIndonesia sebagai poros maritim dunia. Inilah angin segar bagiupaya melestarikan budaya bahari meskipun hingga tahun ketigapemerintahannya belum menunjukkan dampak secara maksimal.Poros maritim dunia dalam asumsi penulis harus bertumpu pada

Page 41: Antologi Esai i - Kemdikbud

27Antologi Esai

mentalitas dan karakter. Dengan demikian, kebijakan peme-rintah terlebih dahulu harus mengarah pada pembangunansuprastruktur sebelum pembangunan infrastruktur.

Di berbagai daerah di Indonesia laut merupakan penopanghidup yang di dalamnya terkandung banyak filosofi. MasyarakatMadura menempatkan laut secara agung, yakni untuk mere-presentasikan karakter manusia pekerja keras, berani, dan me-miliki tekat yang bulat. Orang Madura misalnya, mendengung-kan semangat tersebut dalam semboyan “abhental ombhek, asalemutangen” ‘berbantal ombak, beselimut angin’. Bagi masyarakatSulawesi Selatan prinsip seperti itu tersimpul dalam ungkapan“sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai”.

Sebagai sebuah kebudayaan laut berimplikasi pada tercipta-nya karakter khas bangsa Indonesia. Setidaknya adagium-adagium tersebut mengandaikan suatu sikap yang penuh dengankegigihan, tekat yang kuat, dan kegotongroyongan melawangelombang persoalan yang datang silih berganti. Hempasangelombang di tengah lautan dan terpaan angin dingin akanmembuat seseorang yang mengarunginya ketar-ketir dan penuhkengerian. Hanya orang yang mempunyai keberanian dan se-mangat kebersamaan yang akan menantang kelamnya kehidupandi tengah lautan dan berhasil menambatkan bahteranya denganselamat di daratan.

Budaya purba bangsa ini telah menginspirasi tumbuh kem-bangnya paradaban yang berpangkal pada hal ihwal bagaimanamengarifi laut. Dalam sebuah kesempatan, Presiden Soekarnopernah bercerita dan mengingatkan bahwa Indonesia bukanlahNegeri Utara Kuru. Sebuah negeri di mana kehidupan berlang-sung damai dan tanpa persoalan. Dia menuturkan bahwa,

“Di Negeri Utara Kuru itu enggak ada panas yang terlalu,enggak ada dingin yang terlalu. Segalanya itu tenang… oraono panas, ora ono adem. Negeri yang begini tidak bisa menjadi

Page 42: Antologi Esai i - Kemdikbud

28 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

negeri yang besar. Sebab tidak ada up and down! Up and down!Perjuangan tidak ada. Apakah engkau ingin disebut bangsayang demikian Saudara-Saudara?! Tidak! Kita tidak inginmenjadi satu bangsa yang seperti tiap hari digembleng olehkeadaan. Digembleng, hampir hancur lebur, bangkit kem-bali”.

Karakter manusia laut berbeda dengan manusia yang hidupdi negeri antah berantah seperti negeri Utara Kuru. Manusialaut ialah manusia yang mampu bangkit di tengah terpaangelombang problematika, layaknya kapal khas Indonesia, Pinisi,yang melintasi ganasnya Samudera Pasifik hingga berlabuh diVancouver Kanada.

Di samping itu budaya bahari mengandaikan sebuah sikapyang akseptis, inklusif, dan kosmopolit. Indonesia yang secarageografis berada di titik silang kebudayaan berhasil menampil-kan wajah kosmopolitannya. Dalam tilikan historis hibridisasikebudayaan di Indonesia tidak lepas dari diplomasi politik danperdagangan yang memanfaatkan jalur laut. Tiongkok dan Arabmenjadi dua negara yang paling intens membangun hubunganpolitik dan ekonomi dengan Sriwijaya. Pergumulan di antaratiga wilayah tersebut berimplikasi pada terciptanya gugus kebu-dayaan yang bercorak hibrid (Azurmadi Azra, 2013).

Mengarifi laut bukan sekadar bagaimana cara membanguninfrastrukturnya, melainkan lebih pada proses terciptanya karak-ter kebangsaan yang berdiri di atas langgam budaya bahari. Padaaspek inilah butuh perubahan mentalitas dengan tujuan dapatmengubah perilaku. Perilaku yang diterapkan secara terus-me-nerus akan menjadi kebiasaan dan kebiasaan yang dipertahankanakan membentuk karakter (Yudi Latif, 2015).

Selama ini konstruksi mentalitas cenderung berhaluan padabudaya daratan. Konsekuensi logisnya ialah mengafirmasi watak

Page 43: Antologi Esai i - Kemdikbud

29Antologi Esai

yang ada di dalamnya yang oleh Radhar Panca Dahana ditengaraicenderung bersifat kapitalistis, materialistis, dan predatoris.

Mengubah mentalitas daratan menjadi mentalitas laut se-benarnya telah berlangsung sejak Deklarasi Juanda 13 Desember1957 ditetapkan. Deklarasi tersebut secara substansial menyata-kan bahwa Indonesia menganut prinsip negara kepulauan(archipelagic state). Setelah melalui perjuangan yang panjangakhirnya deklarasi tersebut diterima dan ditetapkan oleh PBBdalam konvensi hukum laut pada tahun 1982. Namun, yangterjadi kebudayaan bangsa ini masih dalam jeratan budayakolonial. Sebuah budaya yanng mempertontonkan ptaktik prag-matisme, hedonisme, dan oportunisme yang melenceng dariidealitas bangsa Indonesia.

Untuk itu, paradigma pembangunan pun juga semestinyaberpijak di atas matra budaya bahari agar sesuai dengan amanahyang diwariskan nenek moyang bangsa ini. Memunggungi lautdan melepaskan baju kebaharian merupakan gerak menuju keter-belakangan bahkan kehancuran. Sebagai contoh ialah perilakukoruptif yang dipertontonkan elite yang secara implisit merupa-kan konsekuensi logis dari pudarnya budaya bahari sebab buda-ya bahari mengandaikan kerja keras bukan bermalas-malasan.Jika ingin memperoleh ikan yang banyak, terjanglah ombak danbekerjalah secara gigih. Apabila tidak demikian, sungguh sangatnihil memperoleh hasil yang melimpah.

Seorang sastrawan, Pramoedya Ananta Toer dalam novelnyaArus Balik beberapa kali mengingatkan bahwa titik balik kehan-curan bangsa ini akan terjadi apabila kita memunggungi laut.Rawatlah budaya bahari yang telah menjadi kenyataan historisbangsa Indonesia sebab di lautlah kita menambatkan harapan.Di laut kita akan jaya ‘Jalasveva Jayamahe’.

Page 44: Antologi Esai i - Kemdikbud

30 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Daftar PustakaAzra, Azyurmadi. 2013. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulau-

an Nusantara Abad XVII dan XVIII (Edisi Parenial). Bandung:Kencana.

Baskara, Benny. 2016. Islam Bajo, Agama Orang Laut. Banten:Javanica.

Dahana, Radhar Panca. 2015. Ekonomi Cukup: Kritik Budaya padaKapitalisme. Jakarta: Penerbit Kompas.

Kamunosoyo, Bondan (ed). 2009. Kembara Bahari: Esai Kehormatan80 Tahun Adrian B. Lapian. Jakarta: Komunitas Bambu.

Koentjaraningrat. 1976. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Jakarta: Jambatan.

Latif, Yudi. 2015. Revolusi Pancasila. Bandung: Mizan.Mrázek, Rudolf. 2006. Engineers of Happy Land: Perkembangan

Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni. Jakarta: YayasanObor.

Pramono, Djoko. 2005. Budaya Bahari. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama.

Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Arus Balik. Jakarta: Hasta Mitra.Wolters, O. W. 2011. Kemaharajaan Maritim Sriwijaya dan Perniagaan

Dunia Abad III-Abad VII. Jakarta: Komunitas Bambu.

Page 45: Antologi Esai i - Kemdikbud

31Antologi Esai

Proses Kreatif Penulisan Esai“Ikhtiar Merawat Budaya Bahari”

Oleh Al Farisi

Menulis esai berjudul “Ikhtiar Merawat Budaya Bahari”,berarti menulis realitas kehidupan saya sendiri. Saya di-besarkan oleh keluarga yang turun-temurun adalah nelayan.Sejak kecil saya senantiasa bergumul dengan laut. Laut bagisaya adalah sumber kehidupan yang sangat berarti.

Namun, tak jarang orang sering mengasosiasikan kami,yang notabene sebagai pelaut adalah pekerjaan yang kurangprestisius. Atas dasar itulah, muncul riak-riak kegelisahandalam diri saya. Kegelisahan tentang kian ditinggalkannyaprofesi sebagai pelaut. Kegelisahan tentang masyarakatyang memilih enggan bergumul dengan laut.

Padahal, Indonesia adalah sebuah negara yang secarageografis memiliki wilayah laut yang sangat luas. Sejarahbangsa ini tidak bisa lepas dari aspek kebaharian. Kemaha-rajaan maritim Sriwijaya misalnya yang besar dan majukarena berhasil menguasai laut atau Majapahit yang berhasilmenyatukan wilayah yang sangat luas, melebihi Nusantara,karena mereka bisa mengakrabi laut. Kaki kekuasaan mere-ka dipijakkan di atas fondasi kebaharian.

Pada dasarnya, kenyataan historis tersebut mau tidakmau harus diakui bahwa nenek moyang kita sejatinya adalahseorang pelaut. Hanya saja sejarah tidak selamanya berjalansecara linear. Kesadaran kebaharian kita pelan-pelan ter-distorsi, terutama sejak era penjajahan. Laut kemudiandiasosiasikan sebagai halaman belakang bangsa ini.

Page 46: Antologi Esai i - Kemdikbud

32 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Bahkan, di lingkungan tempat di mana saya dibesar-kan, kesadaran anak muda tentang betapa pentingnya lautmulai luruh. Mereka memilih memunggungi laut. Ling-kungan bermain mereka tidak lagi di laut hingga matapan-caharian yang dulu dilakukan oleh nenek moyang mereka,yakni pelaut, semakin tertanggalkan. Sebagai konsekuensi-nya, budaya bahari mulai terlupakan. Ia dianggap sebagaibudaya yang terbelakang dan kolot.

Saya melihat realitas tersebut sebagai suatu problemyang perlu dicarikan jalan keluarnya. Apalagi di bawahpemerintahan Jokowi, yang mengusung semangat menjadi-kan Indonesia sebagai poros maritim dunia, yang bagi sayamenjadi suatu mementum yang sangat tepat untuk merawatimaji kebudyaan bahari kita. Berangkat dari kenyataan itu,esai ini saya tulis.

Page 47: Antologi Esai i - Kemdikbud

33Antologi Esai

Indonesia, negeri yang kaya akan keragaman budaya.Keragaman budaya tersebut bisa terlukiskan dari banyaknyasuku bangsa yang ada di Indonesia yang lebih kurang berjumlah1.340 (GarudaId, 2016). Satu suku saja bisa menghasilkan banyakkebudayaan apalagi 1.340 suku. Bisa dibayangkan betapa banyakbudaya yang melimpah ruah. Keragaman budaya itulah yangbisa membuat orang Indonesia bangga akan negerinya.

Ironisnya, saat ini banyak budaya Indonesia yang mulai sirnakarena tidak dilestarikan sehingga orang-orang tidak mengenallagi. Bahkan, tidak sedikit dari budaya Indonesia yang diklaimoleh bangsa lain, seperti lagu “Rasa Sayange”, reog, tari Pendet,gamelan, dan motif batik (Roby Darisandi, 2014). Setelah adanyakasus klaim budaya ini, barulah Indonesia berkicau memper-masalahkannya. Selama ini kita ke mana saja? Setelah ada masa-lah, kalian baru muncul untuk mengakui bahwa budaya itu milikIndonesia.

Hal lain yang perlu diberi perhatian khusus saat ini yaknimunculnya generasi muda yang lebih mencintai budaya asingdari luar negeri daripada budaya negeri sendiri. Saat ini banyakanak kecil sampai dengan remaja bergaya kebarat-baratan.Mereka lebih hafal lagu luar negeri daripada lagu daerah Indo-nesia. Keadaan ini muncul karena banyaknya anak kecil yangsudah diberi gadget sehingga dia bisa mengakses budaya dari

PEMENANG IV PEMENANG IV PEMENANG IV PEMENANG IV PEMENANG IV

Budayaku Lestari, Bangsaku Abadi

Anisa Ratih PratiwiUniversitas Negeri Yogyakarta

Page 48: Antologi Esai i - Kemdikbud

34 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

luar dan mencoba untuk menirukannya. Bahkan, orang tua masakini akan lebih bangga bila anaknya bisa menirukan tarianmodern daripada tari tradisional yang dianggap jadul dan tidakkeren.

Anak Muda Indonesia dengan style Korea

Pada gambar di atas dapat dilihat tampilan anak muda masakini justru terlihat tidak rapi dan tidak mencerminkan jati diribangsa Indonesia. Hal ini termasuk penjajahan bangsa secaratidak langsung. Lantas bagaimana kondisi budaya asli Indonesiadi masa depan apabila generasi mudanya saja sudah tidak mauuntuk melestarikan budayanya? Hilang dan tidak membekasmerupakan hal buruk yang akan terjadi pada budaya Indonesiabila hal itu terus-menerus dibiarkan. Oleh karena itu, diperlukansolusi, salah satunya dengan mengoptimalkan pendidikankarakter dan budaya kepada generasi penerus bangsa Indonesia.

Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk mengoptimal-kan pendidikan karakter dan budaya, khususnya dalam me-nanamkan nilai-nilai luhur dan melestarikan budaya Indonesia.Beberapa contoh cara mengoptimalkannya yakni sebagai berikut.

Page 49: Antologi Esai i - Kemdikbud

35Antologi Esai

1. Duta budaya.

Setiap sebelum memulai pelajaran, hendaknya ada seorangatau sekelompok siswa yang mempresentasikan/ menceritakankebudayaan yang ada di suatu daerah. Hal itu dapat meningkat-kan minat baca siswa karena siswa tersebut tentu harus mencariinformasi mengenai kebudayaan yang dipresentasikan. Diharap-kan siswa juga membawa foto cetak untuk ditunjukkan kepadateman-temannya. Siswa lain diharapkan memperhatikan danmencatat poin pentingnya pada buku khusus. Setelah selesai pre-sentasi, foto yang dibawa oleh siswa tadi akan ditempelkan kesebuah papan khusus pengenalan budaya bangsa Indonesia yangdisediakan pada masing-masing kelas.

Pada akhir pelajaran, dilakukan review atau mengulas kem-bali budaya yang telah dipresentasikannya pagi tadi. Dari sinidiharapkan siswa akan lebih kuat daya ingatnya. Kegiatan inibertujuan untuk memperkenalkan seluruh budaya nusantarakepada generasi muda Indonesia sedini mungkin.

Page 50: Antologi Esai i - Kemdikbud

36 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

2. Satu hari berbahasa daerah dan membuat slogan-sloganberbahasa daerah.

Satu hari berbahasa daerah yakni hari seluruh percakapandilakukan dengan menggunakan bahasa daerah. Hal ini bisadilakukan dengan kerja sama antara sekolah dan keluarga. Darisini generasi muda diharapkan bisa terbiasa menggunakan bahasadaerah. Jangan sampai generasi salah dalam memilih kata ketikaberbicara sehingga dianggap tidak memiliki sopan santun.

Selain itu, slogan-slogan dengan bahasa daerah juga perludibuat, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat, misal-nya membuat slogan dengan menggunakan aksara Jawa. Haltersebut akan melatih generasi muda dalam mengenali aksaraJawa. Membuat slogan dengan paribasan akan mengenalkan gene-rasi muda tentang peribahasa Jawa. Pengenalan ini akan lebihefektif dalam menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasimuda karena dimulai dari melihat, mendengar kemudian mem-praktikkannya.

Page 51: Antologi Esai i - Kemdikbud

37Antologi Esai

3. Membuat komunitas studi budaya.

Bila ada komunitas K-Pop (Korean Pop) atau pecinta musikpop Korea, kita jangan kalah. Kita harus memiliki komunitasstudi budaya yang akan mempelajari lebih lanjut tentang budayabangsa Indonesia. Orang mengatakan, “Rasa cinta pada suatuhal akan timbul apabila kita mengetahui dan memahami haltersebut.” Begitu pula dengan budaya bangsa Indonesia. Apabilagenerasi muda tidak tahu bagaimana jalan cerita wayang, bagai-mana mungkin mereka akan suka dan mencintai wayang. Apabilagenerasi muda tidak tahu arti gerakan pada tarian tradisional,bagaimana mungkin mereka akan menyukai dan mencintai tariantersebut. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa perlu pengenalanterlebih dahulu untuk menumbuhkan rasa cinta.

Untuk mengenalkan cerita wayang diperlukan campur ta-ngan guru bahasa Jawa dengan memaparkan cerita pada pe-wayangan. Dalam upaya pelestarian tarian tradisional perlu guruseni tari untuk mengenalkan makna dari setiap gerakannya.Begitu juga, dengan kebudayaan lainnya.

Siswa yang sudah tahu maknanya diminta untuk melihatpagelaran wayang, tarian atau budaya lainnya. Setelah melihat,mereka diminta untuk menceritakan maknanya. Agar lebih men-dalami maknanya, mereka harus maju mempraktikkannya. Inimerupakan tahapan yang panjang, tetapi dari tahapan ini pulaakan timbul daya ingat yang luar biasa pada generasi mudaterhadap budaya bangsa.

4. Sanggar kesenian.Perlu ada pelatihan (ekstrakurikuler) kesenian daerah. Misal-

nya karawitan, tari daerah, ukir, dan membatik. Di sanggar inilahtempat pembelajaran muatan lokal akan dilaksanakan. Setiap meng-ikuti pelatihan di sanggar kesenian, siswa diharapkan mampu meng-hasilkan produk yang akan dipamerkan pada pagelaran budaya.

Page 52: Antologi Esai i - Kemdikbud

38 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Pagelaran budaya ini diadakan tiap akhir semester. Tujuan didiri-kannya sanggar kesenian ini yakni mewadahi minat siswa dibidang seni dan sebagai tempat proses belajar mengajar pelajaranmuatan lokal.

5. Festival budaya.

Suatu kegiatan akan lebih bermakna pada orang yang me-lakukannya apabila ada suatu apresiasi yang diberikan kepadaorang tersebut. Hal itu juga berlaku pada generasi bangsa Indone-sia agar mereka mau melestarikan budaya Indonesia. Salah satubentuk apresiasi yang diberikan yakni meminta generasi muda

Page 53: Antologi Esai i - Kemdikbud

39Antologi Esai

untuk menampilkan budaya bangsa di dalam suatu acara festivalbudaya.

Festival ini diadakan oleh sekolah masing-masing setiap enambulan sekali. Pada acara festival budaya tersebut setiap siswaakan menampilkan kebolehannya di panggung. Mereka akandiberi hadiah atau penghargaan setelah tampil sebagai wujudapresiasi. Festival budaya ini terbuka untuk masyarakat luas.Hal itu dimaksudkan agar proses pengenalan budaya bangsatidak hanya tertuju pada generasi muda saja, tetapi juga padagenerasi tua yang sudah mulai melupakan budaya bangsanya.Adanya kegiatan ini dapat memberikan semangat lebih kepadagenerasi muda untuk melestarikan budaya bangsa Indonesia.

6. Rutin menyanyikan lagu wajib nasional dan lagu daerah.

Setelah pulang sekolah, siswa menyanyikan sebuah laguwajib nasional dan sebuah lagu daerah. Hal ini ditujukan agarsiswa akrab dan bisa menyanyikan lagu wajib nasional ataupunlagu daerah. Jangan sampai siswa tidak hafal lagu “IndonesiaRaya”, tapi justru hafal lagu negara lain misalnya lagu Korea.

Page 54: Antologi Esai i - Kemdikbud

40 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

7. Membuat pelajaran sejarah dan PKn. lebih menarik.

Guru pelajaran sejarah seharusnya bisa mengemas pelajaransejarah bangsa Indonesia dengan lebih menarik. Dengan demi-kian, siswa diharapkan tidak bosan dan bisa memahami sejarahbangsa ini serta tidak melupakan budaya yang ada di Indonesia.Pelajaran PKn. seharusnya bisa mentransfer nilai-nilai budi pe-kerti luhur dan meningkatkan rasa cinta pada tanah air sehinggadiharapkan siswa akan lebih mencintai budaya bangsa.

8. Budaya gotong royong.

Gotong royong ini dilakukan tiap seminggu sekali di sekolah.Wujud dari kegiatan ini yaitu membersihkan sekolahan, merawattanaman, dan menghias sekolahan agar lebih menarik dan men-ciptakan suasana nyaman untuk digunakan sebagai tempat kegiat-an belajar mengajar. Tujuannya yakni untuk menanamkan padasiswa bahwa gotong royong itu merupakan budaya bangsa Indo-nesia yang telah lama dilakukan dan harus dilestarikan. Haltersebut seperti dinyatakan oleh Ir. Soekarno. Dengan tegas

Page 55: Antologi Esai i - Kemdikbud

41Antologi Esai

beliau di depan peserta sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 menya-takan, “Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tigamenjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yangtulen, yaitu perkataan “gotong-royong”.” Alangkah hebatnya!Negara Gotong-Royong!”(Swara Mahardhika, 2014). Jadi, jelasjika budaya gotong royong ini harus terus dipertahankan untukmenjaga ciri khas bangsa Indonesia. Budaya gotong-royong inijuga diharapkan mampu menumbuhkan rasa toleransi, mening-katkan solidaritas dan jiwa sosial yang tinggi.

9. Budaya tegur sapa.

Tegur sapa merupakan kebiasaan masyarakat yang kini mulaiditinggalkan oleh generasi muda. Padahal, tegur sapa itu bisamenghilangkan segala prasangka buruk terhadap orang lain, me-nambah keakraban antarwarga masyarakat, dan menunjukkankearifan lokal masyarakat Indonesia. Saat ini budaya itu hilangsejak adanya gadget. “Mendekatkan yang jauh dan menjauhkanyang dekat,” kata orang tentang gadget. Dengan membudidaya-

Page 56: Antologi Esai i - Kemdikbud

42 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

kan budaya tegur sapa ini, diharapkan bisa menciptakan generasimenunduk bukan karena gadget, melainkan karena saling menyapa.

10. Diskusi budaya.

Seminggu sekali di setiap kelas diadakan diskusi budaya.Diskusi ini membicarakan budaya daerah Indonesia masa kini.Pada diskusi tersebut guru diharapkan dapat memantik diskusisehingga bisa berjalan dengan baik dan dapat menggugah siswauntuk bersikap kritis dan peduli terhadap budaya Indonesia.Misalnya berdiskusi tentang adanya klaim budaya Indonesia olehnegara lain.

11. Pemainan daerah.

Permainan daerah juga merupakan salah satu budaya bangsaIndonesia. Oleh karena itu, permainan daerah perlu untuk diper-kenalkan kepada anak-anak agar tetap lestari. Salah satu cara menge-nalkannya yakni sekolah menyediakan berbagai macam permainandaerah. Harapannya dengan adanya permainan daerah ini bisa

Page 57: Antologi Esai i - Kemdikbud

43Antologi Esai

mengalihkan perhatian siswa dari gadget saat istirahat berlang-sung. Dampak negatif gadget harus segera diatasi karena bisa men-jauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Jangan sampaigenerasi ini tidak memiliki rasa kebersamaan yang tinggi dengansesama temannya karena hal itu bisa merusak persatuan dankesatuan negara ini.

12. Kunjungan ke museum.Sekali dalam setahun hendaknya diadakan kunjungan ke

museum. Kunjungan ini diharapkan mampu menambah penge-tahuan siswa tentang peninggalan prasejarah bangsa Indonesia.Kata Ir. Soekarno, Jas merah, jangan sekali-kali meninggalkansejarah” (Ita Lismawati F. Malau dan Amal Nur Ngazis, 2013). Olehkarena itu, perlu mengenalkan hasil budaya terdahulu padagenerasi muda agar budaya tersebut tidak dilupakan dan ditinggal-kan. Dari masa lalu kita akan menjadi orang yang lebih bijakjika mampu belajar dari pengalaman.

Page 58: Antologi Esai i - Kemdikbud

44 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Kebudayaan merupakan aset terpenting dari suatu bangsakarena itu merupakan jati diri suatu bangsa dan bisa menjadikebanggaan bagi masyarakatnya. Begitu pula dengan budayaIndonesia. Mulai lunturnya budaya bangsa Indonesia merupakanancaman besar yang harus diselesaikan. Cara untuk menyelesai-kannya yakni dengan mengoptimalkan pendidikan karakter danbudaya. Upaya pengoptimalan ini bisa dilakukan dengan ber-bagai cara yaitu duta budaya; satu hari berbahasa daerah; mem-buat slogan-slogan berbahasa daerah; membuat komunitas studibudaya; sanggar kesenian; festival budaya; rutin menyanyikanlagu wajib nasional dan lagu daerah; membuat pelajaran sejarahdan PKn. lebih menarik; membudayakan gotong royong; tegursapa; diskusi budaya; permainan tradisional; dan melakukan kun-jungan ke museum. Ada atau tidaknya suatu bangsa bergantungpada ada tidaknya budayanya. Oleh karena itu, budaya Indo-nesia harus dilestarikan agar bangsa Indonesia abadi.

Page 59: Antologi Esai i - Kemdikbud

45Antologi Esai

Daftar PustakaMahardhika, Swara. 2014. Memahami Makna Gotong Royong.

Diakses dari kompasiana.com pada tanggal 20 Maret 2017pukul 19.34.

Malau, Ita Lismawati F. dan Amal Nur Ngazis. 2013. GuruhLuruskan Istilah “Jas Merah” dan “Sukarno-Hatta”. Diakses darinasional.news.viva.co.id tanggal 21 Maret 2017 pukul 7.22.

GarudaId. Berapa Sih Jumlah Suku Di Indonesia? Diakses darikitabangga.com tanggal 2 Mei 2017 pukul 18.34.

Darisandi, Roby. 2014. 33 Kebudayaan diklaim Negara Asing! SegeraPatenkan Aneka Ragam Kebudayaan Indonesia. Diakses darichange.org pada tanggal 1 Mei 2017 pukul 20.13

Page 60: Antologi Esai i - Kemdikbud

46 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Proses Kreatif Penulisan Esai“Budayaku Lestari, Bangsaku Abadi”

Oleh Anisa Ratih Pratiwi

Ide dalam esai ini saya peroleh ketika menjalani per-kuliahan Sosio Antropologi Budaya semester 4. Dalamperkuliahan tersebut banyak topik yang membahas menge-nai hubungan erat antara pendidikan dan kebudayaan.Namun saya merasa bahwa hubungan tersebut hanyalahsebuah status fiksi belaka. Hubungan mereka mungkinpernah dekat hanya dalam beberapa saat saja ketika baru-barunya diterapkan kurikulum 2013. Tapi hubungan itu takterasa telah hilang di tengah rimba. Ya begitulah, semangatitu terlihat membara hanya di awal saja.

Ide mengenai persoalan tersebut semakin kuat ketikasaya melihat keadaan sekeliling saya. Teman-teman sayasebagian besar penggemar drama korea. Huh... Saya se-makin merasa risih ketika mereka bergaya dan berbahasamanja ala-ala orang korea itu. Ya maklumlah, saya bukantipe orang yang menyukai drama korea ataupun orang-orang korea yang wajahnya sebagian besar tidak lagi asliitu. Selain itu saya perhatikan juga pergelaran budaya tidakbanyak dilirik orang. Misalnya saja Festival Dalang Cilikdi UNY yang minim penontonnya, bahkan malah banyakmahasiswa yang tidak mengetahuinya.

Oleh karena itu, saya berharap bisa menjadikan hu-bungan antara pendidikan dan kebudayaan terwujud nyata.Lewat pendidikan, budaya bisa dilestarikan. Budaya yanglestari itulah yang akan membuat bangsa Indonesia abadi.

Page 61: Antologi Esai i - Kemdikbud

47Antologi Esai

Abadi akan keragaman budayanya dan tetap bernilai lebihdi mata bangsa lain. Di sini, saya mungkin belum terlalubisa banyak bertindak. Sedikit tulisan saya ini pun hanyasatu langkah kecil menuju tujuan itu. Saya berharap kelakbisa membuat perubahan yang lebih besar ketika sayamenjadi seorang pendidik.

Esai saya ini secara garis besar membahas pelestarianbudaya lewat optimalisasi pendidikan karakter dan budaya.Upaya pengoptimalan ini bisa dilakukan dengan berbagaicara, misalnya: “duta budaya”, “satu hari berbahasa daerah”,“slogan-slogan berbahasa daerah”, “membuat komunitasstudi budaya”, “sanggar kesenian”, “festival budaya”, “rutinmenyanyikan lagu wajib nasional dan lagu daerah”, “mem-buat pelajaran sejarah dan PKn lebih menarik”, “membu-dayakan gotong royong”, “tegur sapa”, “diskusi budaya”,“permainan tradisional”, dan “melakukan kunjungan kemuseum”.

Page 62: Antologi Esai i - Kemdikbud

48 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Dunia pendidikan di Indonesia bagaikan api dalam sekam.Ada hal-hal yang tidak baik dan tidak tampak semakin mem-bahayakan. Seolah-olah kecurangan di kalangan remaja akanterus ada sepanjang masa.

Pemerintah Indonesia memberikan kebijakan terhadap pen-didikan bahwa setiap sekolah siswa-siswanya harus menempuhkurikulum yang telah diberikan dan melaksanakan ujian. Ujiantersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui seberapatinggi tingkat pemahaman siswa tentang materi yang telahdiberikan. Hal tersebut menyiratkan seakan-akan pendidikandi Indonesia memiliki kebijakan yang sangat kompleks, apakahbenar? Pemerintah selalu mengganti kurikulum dikarenakan“mereka” berpikir bahwa kurikulum yang terbaru memiliki mutuyang lebih baik daripada kurikulum terdahulu.

Seperti yang telah penulis sampaikan bahwa pelaksanaanujian berguna untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa me-ngenai materi yang telah diberikan. Akan tetapi, banyak siswaberanggapan sebaliknya. Sebagian siswa di Indonesia melakukanhal-hal yang bertentangan dengan tujuan awal dari pelaksanaanujian yang merupakan kebijakan pemerintah, salah satunyamenyontek.

PEMENANG V PEMENANG V PEMENANG V PEMENANG V PEMENANG V

Masih Adakah Siswa Berintegritas?

Abdalla Vebriano AdrianSMA Negeri 6 Yogyakarta

Page 63: Antologi Esai i - Kemdikbud

49Antologi Esai

Menyontek merupakan satu dari banyak kecurangan yangdilakukan oleh sebagian siswa untuk memperoleh hasil yangmemuaskan. Mereka beranggapan bahwa ujian hanya memen-tingkan hasil akhir daripada proses dalam mendapatkan hasilyang baik. Karakter diri yang jujur dapat rusak akibat perilakutersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata integritas me-miliki pengertian mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkankesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuanyang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Menurut HenryCloud ketika berbicara mengenai integritas, tidak akan terlepasdari upaya untuk menjadi orang yang utuh dan terpadu di setiapbagian diri yang berlainan, yang bekerja dengan baik dan men-jalankan fungsinya sesuai dengan apa yang telah dirancangsebelumnya. Integritas sangat terkait dengan keutuhan dan ke-efektifan seseorang sebagai insan manusia.

Penanaman Karakter Setiap Individu

Pendidikan memiliki peran yang strategis dalam meningkat-kan kualitas sumber daya manusia untuk berfikir, merasa, danberperilaku. Hal ini sesuai tujuan pendidikan seperti yang di-kemukakan oleh Langeveld (1979). Beliau mengemukakanbahwa pendidikan membawa manusia menuju taraf kedewasaanyang mencakup bersikap tanggung jawab, memiliki kecakapandalam mengambil keputusan, melakukan tindakan sesuai dengannorma dan nilai moral, membentuk diri, dan memiliki peranyang aktif dalam masyarakat.

Kapan penanaman karakter yang jujur dapat mulai di-tanamkan? Banyak individu memiliki pertanyaan tersebut dibenaknya. Bagi orang yang telah memiliki karakter jujur danmumpuni mereka beranggapan bahwa penanaman karakterdapat dimulai sejak di bangku taman kanak-kanak (TK) ataupun

Page 64: Antologi Esai i - Kemdikbud

50 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

sekolah dasar (SD). Terkait dengan hal tersebut banyak pihakberanggapan bahwa sekolah dasar merupakan wadah utamadalam menanamkan karakter yang jujur. Perlu konsisten danproses yang lama dalam untuk membentuk karakter yang jujur.Oleh karena itu, semakin dini penanaman karakter jujur makasemakin melekat karakter tersebut dalam diri seseorang untukmemiliki integritas yang baik.

Integritas akademik memiliki peran penting dalam kehidup-an siswa. Anies Baswedan menyatakan bahwa perilaku korupsidapat berawal dari tindakan sontek-menyontek saat masa seko-lah.

Ujian Nasional sebagai Pengukuran Tingkat PemahamanSiswa

Pemerintah telah banyak melakukan pengukuran integritas,salah satunya dengan mengambil sampel tingkat integritas saatujian nasional berlangsung. Penelitian ini telah dilakukan selamabeberapa tahun berturut-turut. Pada tahun 2015 dan 2016 Pro-vinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meraih peringkat pertamadalam hal kejujuran. Meskipun demikian, dalam praktik kese-hariannya masih sering terdapat kecurangan pada saat pe-laksanaan ulangan harian ataupun penilaian tengah semester danpenilaian akhir semester. Masih banyak kecurangan yang terjadisaat berlangsungnya ujian. Perlu diketahui bahwa terjadi pe-nurunan tingkat integritas di DIY. Kecurangan masih terjadidengan persentase 10%—20%. Hal tersebut menandakan bahwamasih ditemukannya kecurangan di DIY sekalipun di sebuahKota Pelajar.

Sebagai Kota Pelajar, Yogyakarta seharusnya mendudukikursi-kursi komplotan orang yang patut diteladani terutamadalam hal kejujuran. Akan tetapi, sepertinya sebutan Kota Pelajarhanyalah sebuah sebutan yang tidak memiliki arti sama sekali.

Page 65: Antologi Esai i - Kemdikbud

51Antologi Esai

SMA di Yogyakarta sendiri tidak sepenuhnya memiliki tingkatintegritas yang tinggi. Pada tahun 2015 jurusan IPA di Yogyakartamemiliki tingkat kejujuran 80,38%, sedangkan jurusan IPS me-miliki tingkat kejujuran 79,69%. Akan tetapi, pada tahun berikut-nya tingkat kejujuran tersebut mengalami penurunan menjadi78,36% untuk IPA dan 78,21% untuk IPS (Siswa YogyakartaPaling Jujur saat UN SMA, 2016). Dengan melihat data tersebutapakah Yogyakarta masih pantas disebut Kota Pelajar?

Integritas Siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta

Sebagai salah satu sekolah terdepan di Yogyakarta, SMA Negeri6 Yogyakarta memiliki masalah yang sama dengan sekolah-sekolah yang lain dalam hal tingkat integritas. Sama halnyadengan berbagai sekolah yang ada di Indonesia, SMA Negeri 6Yogyakarta menerapkan ujian penilaian tengah semester (PTS)dalam rangka mengevaluasi pemahaman siswa tentang materiyang telah diberikan. Alih-alih mengetahui seberapa tinggitingkat pemahaman siswa justru kecurangan yang diperoleh.Sebagai contoh ulangan harian diadakan setiap standar kompe-tensi telah diberikan. Di setiap tengah dan akhir semester diada-kan ujian bersama yang diikuti oleh seluruh siswa. Dalam pelak-sanaan penilaian tengah atau akhir semester siswa akan ditempat-kan dalam sebuah ruangan yang diisi empat puluh orang daridua hingga tiga kelas yang berbeda. Dengan begitu banyaknyasiswa dalam satu ruangan hanya terdapat dua guru pengawas.Kecurangan rasanya tidak dapat terelakkan.

Bagai buah simalakama, sebuah peribahasa yang sesuai bagisiswa-siswa saat ini. Apakah nilai lebih penting? Ataukah prosesyang jujur dan integritas yang lebih penting? Sebagian orangmerasa bahwa hal tersebut bukanlah hal yang susah jika merekasudah memiliki karakter jujur yang mumpuni. Beda halnya

Page 66: Antologi Esai i - Kemdikbud

52 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dengan seseorang yang tidak memiliki hal tersebut. Kedua per-tanyaan itu terasa sangat berat untuk dipilih.

Seberapa tinggi tingkat integritas siswa di SMA Negeri 6Yogyakarta? Faktor apa yang menyebabkan seseorang melaku-kan kecurangan demi nilai yang memuaskan? Kedua hal tersebutyang akan menjadi perbincangan lebih lanjut. Dengan menjawabkedua pertanyaan yang membuat kita penasaran, kita juga dapatmemetik sebuah hikmah dan menambah wawasan. Hal lainnyayaitu agar sekolah-sekolah di Indonesia terutama SMA Negeri6 Yogyakarta dapat bertindak dengan benar perihal tingkatintegritas siswa-siswanya.

Ketika mendengar kata SMA Negeri 6 Yogyakarta, apa katayang pertama kali muncul dalam pikiran kita selain tawuran?Sulit? Bagaimana dengan tingkat kejujurannya? Sebuah pan-dangan lain yang jarang terlintas di benak orang-orang. Setiapangkatan memiliki lebih kurang 250 siswa. Lebih kurang 750orang yang mengejar mimpinya dalam waktu setidaknya tigatahun untuk memperoleh sebuah ijazah dan rapor dengan nilai-nilai yang terus menanjak untuk mendukung masuk universitasyang diinginkan. Bagaikan peribahasa yang mengatakan “inginhati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.” Memilikicita-cita yang tinggi, tetapi kurang kemampuan. Apakah benar?Mungkin tidak sepenuhnya.

Untuk menjadi salah satu siswa didikan di SMA tersebut,seorang anak pasti memiliki kecerdasan yang tinggi. Akan tetapi,berbagai godaan yang sebagiannya bukanlah godaan yang positifselalu menghantui para siswa. Terkadang godaan tersebut ber-dampak terhadap integritas siswa-siswa.

Penggunaan Kuisioner dalam Menilai Integritas Siswa

Berbagai cara dilakukan untuk mengetahui apakah siswamemiliki tingkat integritas yang tinggi ataukah tidak. Salah satu

Page 67: Antologi Esai i - Kemdikbud

53Antologi Esai

metodenya yakni dengan kuisioner. Kuesioner diberikan kepadaresponden (sebagian siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta. Dengansepuluh pernyataan, responden dapat menentukan pilihan sesuaidengan jawaban yang paling sesuai menurutnya. Dalam pene-litian ini tidak dicantumkan nama responden dengan tujuan agarsetiap responden dapat mengisi kuisioner dengan nyaman.

“Saya selalu belajar sebelum menghadapi ulangan.” Sebuahkalimat yang menyatakan bahwa mayoritas responden selalubelajar sebelum ulangan. Akan tetapi, tetap ditemukan sebagianresponden yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah atau-pun pernah belajar sebelum ujian. Mayoritas siswa yang menjadiresponden mengaku bahwa terkadang mereka memperoleh soalulangan dari kelas lain yang telah melaksanakan ulangan. Denganbegitu, sebuah kecurangan telah ditemukan.

Walaupun masih terdapat siswa yang jujur dalam melakukanujian, tetapi masih terdapat siswa yang tidak sepenuhnya jujuratas pekerjaan yang telah mereka lakukan. Malas atas hal yangburuk sepertinya merupakan hal yang baik, akankah selaluseperti itu? Sepertinya tidak.

Kecurangan di Kalangan Siswa SMA

Sebagian siswa yang berbuat buruk dengan mengetahui ataumemperoleh soal ulangan sebelum ulangan dilaksanakan me-rupakan hal yang buruk. “Kecubung berulang ganja” sebuah peri-bahasa yang tepat bagi mereka. Saat malas menyelimuti merekahal buruk lainnya yang dilakukan ialah menyontek pekerjaanteman saat ujian sedang berlangsung. Alih-alih tidak memberikanjawaban, dengan senang hati temannya memberikan jawabankepadanya.

Kecurangan saat ujian bukanlah menjadi satu-satunya waktubagi sebagian siswa melakukan perbuatan tercela tersebut.Seakan-akan sebuah tugas atau pekerjaan rumah merupakan hal

Page 68: Antologi Esai i - Kemdikbud

54 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

yang sulit untuk dilakukan. Pekerjaan rumah memberikan ke-bebasan untuk mencari jawabannya sendiri. Akan tetapi, masihsaja terdapat siswa yang menjadi dalang sumber jawaban bagiteman-teman yang akan mengikuti jawaban dalang tersebut.

Aneh tapi nyata, menyontek jawaban teman rasanya kurangcetar membahana, sebagian siswa sepertinya mencoba cara untukmenaikkan level kecurangan. Menyuruh teman mengerjakantugasnya dengan memberinya upah. Serasa perkembangan akalmembawa sebagian orang mengembangkan cara-cara untukberbuat curang. Hal itu akan merusak integritas orang tersebut.Sebagian siswa mengaku bahwa kecurangan yang dilakukanbukan hal yang salah.

Bagaikan perisai yang dapat memantulkan kebenaran, siswaseakan kebal atas perbuatan salah yang mereka lakukan. Tidakcukup melakukan kecurangan saat ujian, tetapi kecurangan lainseperti menyotek tugas teman antara lain pekerjaan rumah, tugaspraktikum. Hal-hal tersebut dilakukan untuk memperoleh nilairapor yang memuaskan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa raporyang memuaskan tersebut tercampuri keringat teman sendiri.Seakan-akan mereka telah memiliki rencana matang untukmemperoleh nilai rapor yang memuaskan yang akan mengantar-kannya ke universitas dengan jurusan yang dicita-citakan. Akantetapi, ketika mereka telah mencapai tujuannya apakah ke-mampuan mereka dapat menuntunnya menuju jalan yang mulusdi jurusan tersebut?

Jika kita berbicara tentang integritas, seakan-akan tidak adayang namanya sempurna. Setiap orang pernah melakukan ke-curangan. Kecurangan terus mencurangi integritas seseorang.Integritas yang tercemari pasti akan mengganggu masa depan.Jika seseorang tidak memiliki karakter yang jujur, entah siapatahu dia akan menjadi seorang koruptor.

Page 69: Antologi Esai i - Kemdikbud

55Antologi Esai

Sebuah penelitian mengenai tingkat integritas siswa SMANegeri 6 Yogyakarta mengemukakan jika seseorang pernahmelakukan kecurangan, untuk melakukan kecurangan berikut-nya pasti tidak akan sesulit seperti saat melakukannya pertamakali.

Begitu juga, dengan kecurangan yang ketiga, keempat, danseterusnya. Semakin banyak seseorang melakukan kecuranganmaka semakin mudah orang tersebut untuk melakukannya.Seakan-akan mereka menjadi kebal atas perbuatan bersalahtersebut. Akan tetapi, di balik itu semua masih ada siswa yangdapat menahan diri untuk tidak melakukan kecurangan tersebut.Walaupun persentasenya tidak cukup tinggi, masih dapat di-jadikan sebagai cikal bakal menuju masa depan dengan penuhintegritas yang tinggi. Ada siswa sebanyak 24,4% mengaku selalujujur dalam mengerjakan ujian. Siswa yang mengaku terkadangmendapatkan soal ulangan sebelum pelaksanaan ulangan ada41,5%. Mereka memperoleh soal ulangan dari kelas lain yangtelah melaksanakannya. Siswa yang mengaku bekerja sama de-ngan siswa lain saat ujian berlangsung ada 9,8%. Yang mem-bahayakan yakni 14,6% siswa tidak merasa bersalah atas per-buatannya tersebut. Akan tetapi, dibalik itu semua 51,2% siswamengaku tidak pernah membuat sontekan sebelum ulangan. Haltersebut juga menunjukkan bahwa terdapat siswa di SMA Negeri6 Yogyakarta yang berintegritas.

Sekolah Sebagai Tempat Penanaman Karakter yang Jujur

Sebagai tempat siswa menuntut ilmu sekolah seharusnyamemperbaiki cara mengajar yang sesuai untuk menciptakan inte-gritas pada diri setiap individu. Di lain pihak seharusnya peme-rintah tidak hanya memfokuskan pada penggantian kurikulum,tetapi juga pada integritas siswa. Hal itu mengingat integritas samapentingnya dengan pengetahuan. Kita memiliki pengetahuan

Page 70: Antologi Esai i - Kemdikbud

56 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

yang tinggi, tetapi kita berlaku curang seakan-akan hidup didunia penuh dengan kebohongan.

Alasan Siswa Melakukan Kecurangan

Apakah masih ada siswa yang berintegritas? Menurut hasilpenelitian yang telah dilakukan, jawabannya masih. Akan tetapi,kemungkinan besar tidak ada yang benar-benar melakukansegala sesuatu secara jujur. Namun, bukan seberapa murni se-seorang dari berbuat tidak curang, melainkan bagaimana kitabertindak, berperilaku, dan bersikap atas perbuatan curang ter-sebut. Apakah kita dapat menghindar dan meninggalkan perbuat-an buruk itu ataukah kita akan tetap terjerumus ke dalam per-buatan curang tersebut? Seseorang yang melakukan kecurangandikarenakan kecemasan yang melanda.

Ketika tidak dapat mengerjakan sebuah soal, kecemasantersebut dapat dengan mudah muncul dalam diri seseorang. Haltersebut yang membuat seseorang dapat melakukan kecurangan.Alasan lain seseorang melakukan kecurangan yakni dia tidakdapat menyikapi perbuatan buruk tersebut. Bagai makan buahsimalakama, bagai seseorang di antara dua pilihan yang sulit,melakukan perbuatan yang jujur ataukah melakukan kecurangan.Pada akhirnya hanya diri setiap individu saja yang dapat menen-tukan pilihan mana yang terbaik, apakah melakukan kecuranganataukah melakukan kejujuran untuk menjadi diri yang berinte-gritas baik.

Pembudayaan Karakter Jujur

Berdasarkan pembahasan di atas disimpulkan bahwa pena-naman karakter jujur harus dilakukan sejak dini karena penanam-an karakter jujur tidak dapat dilakukan secara instan atau spon-tan. Di Indonesia masih banyak siswa yang melakukan kecurang-an dalam materi-materi pembelajaran yang merupakan kebijakan

Page 71: Antologi Esai i - Kemdikbud

57Antologi Esai

pemerintah. Hal tersebut dikarenakan sebagian siswa tidakdapat memercayai kekuatan mereka sendiri dan tidak dapatmenyikapi perbuatan buruk tersebut. Alhasil, orang-orang yangtidak dapat menyikapi dua hal tersebut akan terjerumus ke dalamkecurangan yang merusak integritas masing-masing. Akan tetapi,di antara siswa-siswa yang berbuat curang tersebut masih adasiswa yang memiliki integritas yang baik. Merekalah yang me-rupakan cikal bakal menuju masa depan yang cerah.

Bersikap jujur merupakan cikal bakal untuk membentukpribadi yang jujur dengan integritas yang baik. Jika seseorangtelah memiliki integritas yang mumpuni, kelak individu tersebutakan menjadi pribadi yang sukses sesuai dengan cita-cita yangdiharapkan. Seseorang dapat memercayai kekuatannya danmembuang jauh-jauh pikiran yang tidak menjunjung integritasyang baik dapat berujung pada kesuksesan.

Page 72: Antologi Esai i - Kemdikbud

58 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Proses Kreatif Penulisan Esai“Masih Adakah Pelajar Berintegritas?”

Oleh Abdalla Vebriano Adrian

Ketika berbicara mengenai sebuah ide yang unik, ideyang jarang atau mungkin belum pernah diutarakan se-belumnya, ide yang bisa dibilang cetar membahana, mungkinsusah untuk mendapatkannya. Ketika guru saya, IbuVeronika memberi saya tantangan tersebut, pada awalnyatidak ada yang terlintas dalam benak saya. Hingga suatuketika ilham datang. Saya melihat sekeliling kelas saya. Halapa yang benar-benar melekat dalam lingkup ruang ke-hidupan saya selain tempat tinggal atau orang biasa me-nyebutnya home sweet home. Saat itu muncullah kata “ke-jujuran.”

Pikiran yang mengganggu itu ibarat peribahasa “bagaibuah simalakama” dalam pikiran saya. Sebuah ide yangbagus, pikir saya. Jarang sekali orang berani untuk meng-ungkapkan atau mendalami tentang kejujuran, terutamadalam ruang lingkup sekolah. Namun, tangan yang lainmenanggapinya dengan pernyataan yang bertolak belakang.Berbicara bahwa ide ini terlalu berbahaya karena dapat me-nimbulkan beberapa pihak tersinggung. Dengan kata lainsebagian pihak dapat merasa tidak setuju atas apa yangakan saya tulis nantinya. Sebuah ungkapan melintas di se-buah angkasa tempat semua saraf berpusat, tempat di manasaya berpikir, “siapa pun yang belum pernah melakukantidak pernah mencoba sesuatu yang baru.” Albert Einsteinmengatakan hal itu. Dengan dorongan percaya diri saya

Page 73: Antologi Esai i - Kemdikbud

59Antologi Esai

memberanikan diri saya sendiri untuk membuat sebuah esaiyang mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi dengankejujuran tentang dunia pendidikan yang saya alami saatini.

Sebagai seorang siswa SMA di Daerah IstimewaYogyakarta yang terletak di sebuah wilayah dengan sebut-an kota pelajar, apakah kejujuran masih menjadi salah satupermasalahan yang akan terus-menerus diperbincangkan?Dengan melihat dan mempelajari hal ini dari sudut pandangseorang siswa yang kesehariannya berada dalam hirukpikuk SMA, dengan kepastian saya menjawab iya. Integri-tas yang tercemari oleh kecurangan-kecurangan terus me-rajalela dalam tubuh sebagian siswa. Dengan begitu, sayamerasa bahwa menulis sebuah esai mengenai tingkat inte-gritas ini perlu dilakukan. Akan tetapi dalam membuat esaisaya harus memiliki dasar atau fakta yang jelas. Oleh karenaitu, sebuah penelitian dilakukan.

Dengan bantuan beberapa teman kami mulai melaku-kan sebuah penelitian mengenai tingkat integritas siswa diSMA Negeri 6 Yogyakarta. Dengan metode kuisioner kamimenggapai dari ujung ke ujung mengajak sebanyak mungkinsiswa untuk mengisi kuisioner kami. Tanpa menyertakannama responden kami beranggapan bahwa hal tersebutdapat membuat mereka merasa nyaman untuk mencurah-kan apa yang ada di benak mereka secara bebas dalam se-lembar kertas berisi beberapa pertanyaan.

Didapatkan hasil bahwa masih terdapat siswa yangmemiliki integritas yang baik dengan presentase 75,6%.Dengan sisanya terdapat siswa yang kadang-kadang hinggasering melakukan kecurangan. Saya mulai mengotak-atikotak saya apakah ini sepenuhnya kesalahan siswa? Dengan

Page 74: Antologi Esai i - Kemdikbud

60 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

membaca berbagai macam literatur akhirnya kami mene-mukan jawabannya. Tidak, kesalahan ini bukan sepenuhnyakesalahan siswa. Sebuah sistem yang ditetapkan pemerintahsepertinya terdapat kecacatan produksi. Apakah benarkurikulum yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktuselalu menekankan kejujuran?

Ketika saya menyebutkan bahwa pemerintah terus-menerus mengganti kurikulumnya pasti hal tersebut karenamereka berpikir bahwa kurikulum yang baru memiliki mutuyang lebih baik daripada kurikulum terdahulu. Akan tetapimereka sepertinya meninggalkan salah satu inti dari apaitu pembelajaran, yaitu kejujuran. Sebagai seorang yangmengabdi terhadap kurikulum yang telah diberikan, sayaseperti dibodohi oleh sistem.

Tentu saja bukan berarti saya menyalahkan sistem yangtelah diterapkan. Itulah sebuah kalimat yang melintas dalampikiran saya, apakah kita pantas menyalahkannya begitusaja? Sebelum kita menunjuk jari dan menyalahkan oranglain, tidak ada seorangpun di dunia yang sempurna, apalagisebuah sistem. Dengan begitu, saya mulai melihat dari sudutpandang yang berbeda. Mulai membatasi pandangan, mulaimelihat hal yang dekat, mulai melihat hal yang sebenarnyaada di bayangan cermin, yaitu kita. Dengan begitu sayamulai beranggapan bahwa sebaiknya kita bercermin terlebihdahulu. Kalimat demi kalimat saya tambahkan demi me-nyempurnakan esai tersebut. Apa yang membuat seseorangmelakukan kecurangan hingga merusak integritasnya sen-diri? Merusak integritas hanya untuk mendapatkan sebuahijazah dan rapor tanpa nilai merah.

Dengan penelitian yang saya dan teman-teman laku-kan dan ide-ide yang saya dapatkan dengan melihat dari

Page 75: Antologi Esai i - Kemdikbud

61Antologi Esai

berbagai macam sudut pandang, tanpa berpikir panjang mulaisaya catat. Sebagai seorang siswa yang mengerti secaralangsung apa yang terjadi hal tersebut yang membuat sayaberani untuk menulis sebuah esai. Esai ini berdasar sudutpandang saya, hasil penelitian, dan juga beberapa literaturyang saya baca. Dengan judul “Masih Adakah PelajarBerintegritas?” Muara esai ini adalah solusi supaya generasipemuda mampu perbuatan jujur dengan tidak membohongidirinya sendiri.

Page 76: Antologi Esai i - Kemdikbud

62 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Walter J. Ong dalam Orality and Literacy (1982), menegaskanbahwa tanpa tulisan, kata sebagai kata tidak punya makna visual.Hipotesis Walter memang tepat. Tulisan memiliki efek hipnosisuntuk menstimulasi gerak setiap pembaca, semacam inspirasiuntuk bangun dan bertindak.

Bagaimana tidak? Tulisan—terutama karya susastra—selalusarat bunyi dan berhimpun imajinasi yang begitu mudah me-nusuk dimensi psikologis pembaca, seperti ungkapan Tagoreyang populer itu, “Metre controls poetry, but it gives it “joy ofmotion”’. Tanpa menilik kemungkinan lain, kita sepakat bahwasastra ditulis atas dasar visi kemanusiaan, yakni untuk memolespikiran masyarakat menjadi tercerahkan. Oleh karena itu, untukmemenuhi obligasi morel, sastra memang harus ditulis sebagai-mana juga sastra harus dibaca.

Dulu perkembangan sastra dipengaruhi oleh industri pers.Waktu itu kesadaran banyak kalangan untuk memublikasikansastra sebagai teks baca menggunakan dua leksikon jurnalismesastra yakni koran dan majalah yang terlihat memuncak padadekade 50-an. Seperti dikutip Afrizal Malna, bahwa pada akhirabad ke-16 jurnalisme sastra di Indonesia mulai “mesra” denganmedia massa yang diasuh oleh pengarang pribumi. Sepintas,

PEMENANG VI PEMENANG VI PEMENANG VI PEMENANG VI PEMENANG VI

Sastra, Puisi, Piknik, dan Korupsi

Ach. Ainun NajibUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Page 77: Antologi Esai i - Kemdikbud

63Antologi Esai

kenyataan ini menjadi manifesto atas vitalitas peran media massauntuk mempertahankan dan menyiarkan kekuatan budaya (powerof culture).

Hingga sekarang, sastra koran tetap menjadi topik spesialkajian sastra mutakhir yang debateble. Tidak sedikit sastrawanpopuler yang menggauli koran sebagai wadah untuk meluapkangagasan, kritik, dan lanskap kreativitasnya, seperti –untuk me-nyebut beberapa- Abdul Hadi W.M., Seno Gumira Ajidarma,Danarto. Bagaimanapun, sastra sebagai entitas terpenting ke-budayaan mesti berperan sinergis dengan media massa untukmemublikasi beragam hal yang terkandung di dalamnya. Dengandemikian, sastra tidak selalu diaku sebagai karya yang elitisdan tidak harmonis dengan masyarakat.

Pada kadar tertentu ada ihwal unik yang tidak habis digalidalam khazanah sastra kekinian, yakni sastra terlihat parsial danspesifik karena melulu terbit pada hari-hari tertentu: Jumat,Sabtu, Minggu. Seolah ada konsensi nasional dari industri korandi Indonesia untuk menerbitkan rubrik budaya dan sastra padahari itu saja. Penyempitan porsi sastra dalam jurnalisme koranini tentu saja sarat kesan dan banyak kemungkinan. Apakahketiga hari itu begitu spesial dan sakral untuk menampung kajiankebudayaan dan literer kesusastraan? Bukankah peran mediasastra yang seyogyanya survive dan familiar tiap hari itu akanterkikis keberadaannya?

Memperkaya Khazanah

Kiprah sastra yang diposisikan sedemikian sempit dalamjurnalisme koran memang menuai banyak singgungan. Disparitasruang publikasi sastra ketimbang isu ekonomi-politik misalnya,kerap menimbulkan klaim klise bahwa sastra “kurang penting”,“jarang diminati”, dan “begitu personal”. Tentu saja klaim des-truktif ini akan menambah persoalan baru dalam perkembangan

Page 78: Antologi Esai i - Kemdikbud

64 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

sastra kini meskipun sebenarnya polemik soal polarisasi pe-nayangan karya sastra dalam jurnalisme koran memang isu yangsudah lampau.

Bagaimanapun hari-hari penayangan karya sastra (Jumat,Sabtu, Minggu) dalam jurnalisme koran bila dirunut berdasarkanlanskap historis berarti “senggang” yakni hari libur kerja danwaktu untuk menanggalkan segala kesibukan. Sejak dulu halitu merupakan kenyataan aktivitas dalam sepekan. Di negara-negara Barat dan sebagian negara Timur ketiga hari itu memangsarat akan keriangan, time to fun, piknik, dan santai. Inilah waktuuntuk beristirahat.

Makna istilah di atas justru sangat berkaitan dengan realitassastra koran yang hanya terbit pada hari-hari tertentu itu. Secaraleksikal sastra dalam konteks ini berarti media teks yang dibacauntuk mengisi waktu senggang. Sastra yang terpisah dari hari-hari resmi ini, mengutip Afrizal Malna, seolah memang sangateksklusif dan begitu pribadi.

Polarisasi semacam ini dikhawatirkan berdampak burukbagi perkembangan sastra sendiri. Padahal, filsuf skolastikThomas Aquians pernah berujar, “Pulchrum dicitur id apprensio”bahwa keindahan jika ditangkap akan selalu menyenangkan.Atas prinsip ini pula sastra yang banyak mengusung tema ke-indahan perlu dipublikasikan, tidak hanya melulu pada hari liburdan santai. Sastra pada hari libur hanya menjadi media ringankeluarga yang dibaca waktu piknik. Ia bukan lagi universal, me-lainkan lebih terlihat personal. Bila demikian, sastra sebagaibagian dari narasi kebudayaan yang juga berfungsi sebagai kritiksosial dan kemanusiaan hanya dapat dibaca pada hari-haritertentu. Di luar hari itu sastra seperti beristirahat.

Inisiasi yang harus—bila tidak mau menyebut wajib—dilaku-kan setiap elemen yang memiliki perhatian terhadap prospeksastra ialah memperkaya khazanah. Teks sastra tidak harus

Page 79: Antologi Esai i - Kemdikbud

65Antologi Esai

mengambil jarak dengan aspek sosial masyarakat, yakni denganterus-menerus menampilkan karya sastra melalui media lain,seperti internet. Karena bagaimanapun, mengubah porsi rubrikbudaya dan sastra dalam jurnalisme koran mungkin akan menjadisatu hal yang mustahil.

Ikhtiar untuk mengembangkan publikasi sastra melaluimedia yang berbeda terutama media online yang bisa dijangkauoleh pembaca setiap hari merupakan usaha yang luhur budi.Selain itu, diskusi-diskusi dan forum sastra mesti digalakkanmelalui media sosial yang melibatkan jaringan publik.

Bagaimanapun pengembangan sastra perlu ditingkatkantidak hanya melalui media koran yang memudahkan publikmembaca perkembangan dan kreasi sastra sekadar di hari ter-tentu. Ketersediaan media internet sebenarnya menjadi momen-tum untuk membangkitkan khazanah sastra yang universal danhumanis. Publik tidak harus menunggu sepekan untuk bisamembaca puisi, cerpen, esai, dan kritik sastra. Seperti disebutkanoleh Muhammad Ali Fakih, spirit sastra bukan sekadar naungankeindahan yang hanya dimiliki satu pribadi.

Puisi Adiluhung

Sastra merupakan kawah candradimuka. Ia selalu memilikidimensi historis yang pada setiap detail karangannya tidak lepasdari prinsip kemanusiaan. Mendiang W.R. Supratman misalnya,dengan gubahan lagu-lagu revolusionernya berhasil menjadikan-nya spirit bagi perubahan bangsa. Tokoh seperti Haji Mukti,Tirto Adhi Soerjo, dan Marco Kartodikromo merupakan peloporsastra modern Indonesia yang memadukan kerangka revolusidengan susastra yang dikenal dengan “Sastra untuk Rakyat”(D.N. Aidit, 1964:12). Pada konteks ini “Puisi untuk Rakyat” ialahspirit yang sama dengan “Sastra untuk Rakyat” yang digelorakanoleh pembesar sastra zaman dulu.

Page 80: Antologi Esai i - Kemdikbud

66 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Pada paruh 2013 terbit kumpulan puisi bertajuk Puisi MenolakKorupsi (FSS, 2013). Sebuah ikhtiar yang luar biasa untuk me-madukan kerangka imajiner karang fiktif “puisi”, untuk me-merangi bahaya laten “korupsi”. Bahkan, Bambang Widiatmokomenyebut dalam satu esainya, antologi itu untuk mengintegral-kan peranan penyair dengan KPK.

Bagaimana pun, korupsi merupakan penyakit “kanker biro-krasi” yang menggerus banyak kerugian bagi individu, kelom-pok, dan bangsa. Puisi melalui ini mengkristalkan peranansebagai wahana memberangus korupsi pada ranah ideologi,yakni prinsip kesadaran setiap pribadi. Atas ini pula BambangWidiatmoko juga banyak menjustifikasi bahwa sastra dan negaraberkait kelindan meski pada variabel berbeda, keduanya me-miliki wilayah singgungan yang sama, yakni soal nilai moraldan “humanitet”.

Dalam banyak perkembangannya puisi terlihat gandrungmewarnai konstelasi kenegaraan. Pada tahun 1932 misalnya, VanVollenhoven dalam satu karangannya yang bertajuk “Poezie inhet Indisch Recht” ‘Puisi dalam Hukum Indonesia’ mencobamenyeragamkan prinsip sastra (dalam hal ini puisi—pen.) denganbangunan supremasi hukum kenegaraan. Chairil Anwar melaluisatu karya masterpiece-nya “Aku” telah mengusung satu proyekpembangunan kebudayaan Indonesia. Begitu juga, Sutan TakdirAlisyahbana, seorang pembaharu sastra melalui satu misiprofetiknya: modernisasi kebudayaan Indonesia.

Lain dari itu, keterkaitan hubungan antara sastra puisi dannegara memunculkan fenomena periodesasi angkatan sastra.Oleh karena itu, sejarah kesusastraan nusantara selalu menjaditafsir sejarah kebangsaan. Sejarah juga mencatat transisi politikdari Orla ke Orba 1966 direfleksikan tidak hanya melaluidemonstrasi kaum pelajar, tetapi juga praktik kebudayaan parapenulis, terutama sastra. Kenyataan ini menjadi bukti bahwa

Page 81: Antologi Esai i - Kemdikbud

67Antologi Esai

pengaruh sastra terhadap spektrum kebangsaan, terutama politikdan kebudayaan terjalin komplementer.

Puisi merupakan bentuk sastra yang memiliki makna padatsecara literer. Sementara itu, korupsi sebagai jenis kejahatanendemik luar biasa (extra ordinery crime) nyata telah menggerogotisetiap dimensi kehidupan kebangsaan. Dengan demikian, gerak-an puisi sebagai satu literatur sastra yang mengusung prinsipantikorupsi ialah wawasan pencerahan kreatif bagi publik. Be-tapapun hakikat pencerahan kreatif ini menjadi fardlu meng-ingat—selain puisi harus ditulis atas dasar tanggung jawab mo-ralitas penyair—korupsi menjadi semacam musuh bersama (cammonsense) yang wajib diperangi, terutama bagi sastra sebagai wahanaideologis yang mudah diterima publik.

Dengan konsep sederhana Rene Wellek (1955) secara jelasmendeskripsikan karya adiluhung. Baginya, karya adiluhungadalah sentuhan karangan yang tidak lapuk oleh zaman dandikenang sepanjang masa. Karya adiluhung kata Wellek selalumemiliki unsur dulce et utile, yakni bersifat menyenangkan danbermanfaat. Wellek berusaha membeber status sastrawan dalamruang publik untuk secara terus-menerus memberikan suntikanpengetahuan, moral, dan karakter yang baik.

Mafhum dipahami, puisi adiluhung yang sering juga disebutpuisi magi adalah puisi yang sarat kritik, antikemapanan, danmenolak status quo. Puisi macam ini termasuk wilayah sastraprotes. Kaliber penyair yang concern menyuarakan kritik dalamsajaknya ialah F. Rahardi dalam satu kumpulan puisinya CatatanHarian Sang Koruptor (1985). Seperti ditulis Munawir Aziz,antologi 48 puisi F. Rahardi secara gamblang merupakan bentukkritik terhadap wajah birokrasi, ketamakan, paradoks keadilan,dan perilaku kesewenangan lainnya. Sedikitnya, hal ini terlihatdari dua judul puisinya “Tentang Tikus” dan “Pledoi di MejaHijau”.

Page 82: Antologi Esai i - Kemdikbud

68 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Selain F. Rahardi, W.S. Rendra juga menaruh perhatian lebihtentang korupsi dalam puisinya. Misalnya, puisi “PantunKorupsi”. Dalam puisi ini Rendra secara jelas mengklaim bahwabatas antara kekuasaan dan kesewenangan hanya setipis kulitari. Dalam satu bait nyentrik Rendra bahkan menyebut korupsisebagai penyakit paling menular, “Kalau ada sumur di ladang/jangan diintip orang mandi/ kalau sudah memakan uang orang/ janganlibatkan anak-istri/”. Terlihat makin ekstrem dalam bait ini,“...jangan mau jadi pejabat/ sanak keluarga diajak korupsi/”.

Puisi Rendra dengan struktur penulisan yang menyerupaipantun satire itu sengaja ditujukan kepada koruptor. Puisi-puisipamflet Rendra memang sarat kritik sosial. Oleh karena itu,marwah puisi Rendra dikagumi di mata publik. Sampai sekarangbanyak puisi Rendra yang menjadi slogan lokomotif dalammenggerakkan massa, seperti demonstrasi mahasiswa. Karenapuisi-puisi Renda terus dikenang, puisi-puisi tersebut pantasdisebut puisi adiluhung.

Pergulatan politik kebangsaan yang menuai banyak seng-karut kasus korupsi, mestinya memang menjadi “senjata” bagipara penyair untuk merobohkan bangunan itu. Ghirah penulisuntuk memberantas korupsi melalui teste sastra harus jugadigalakkan.

Bahasa puisi tidak harus ditulis dengan kering dan kaku.Puisi merupakan reaksi kreatif penyair terhadap realitas yangmelingkupinya. Mesti disadari bahwa episentrum korupsisebenarnya terletak pada moralitas tiap-tiap elite. Puisi dianggaptepat-guna untuk mengubah prinsip moral mereka sebab sanksihukum tidak pernah memberi efek jera.

Puisi Kahlil Gibran yang berjudul “Justice” mengungkapkanbahwa ketidakadilan dan krisis kejujuran merupakan awal mulakorupsi. “Justice on earth would couse the Jinn/ to cry of mesuse of theword/ and were yhe dead to witness it/ they’d mock at fairness in the

Page 83: Antologi Esai i - Kemdikbud

69Antologi Esai

world//”. Tanggung jawab penyair didesak untuk melakukan per-baikan moral publik melalui teste sastra pencerahan. Penyair jugamemiliki posisi strategis untuk mengubah karakter “bandit”masyarakat dengan sentuhan ideologis-etis melalui puisi-puisi-nya. Bagaimanapun puisi memang untuk rakyat.

Page 84: Antologi Esai i - Kemdikbud

70 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Proses Kreatif Penulisan Esai“Sastra, Puisi, Piknik, dan Korupsi”

Oleh Ach. Ainun Najib

Diskursus kesastraan akan terus menggeliat seiringdengan masifnya episentrum keunikannya. Pada titimangsainilah, saya—meski bukan sebagai pakar dan ahli—berusahauntuk juga turut “memberi harga” pada kajian yang subtilini. Sastra, bagi saya, tidak hanya menawarkan keindahanestetik, tetapi juga menjadi ladang subur nilai-nilai. Alasaninilah kira-kira yang memantik saya untuk menulis esaitentang sastra.

Memang, menulis esai menjadi “hobi ilmiah” sayauntuk mengikat ide, bahkan di setiap detailnya. Meskipunsaya bukan esais kawakan yang bisa mengupas beragamhal melalui pendekatan dan referensi yang jitu. Tapi, bagai-manapun, menulis esai telah menjadi semacam “pemantikapi” untuk menggelorakan nyala intelektuilitas saya. Bahkan,dalam beberapa hal, esai justru menjadi genre paling ajiabuntuk menelaah segala perkara dengan ringan tapi menukik.

Latar belakang akademik juga turut menjadi pemra-karsa minat saya untuk—meski tidak konsisten—terus ber-kampanye mengenai setiap hal ihwal melalui esai. Esai telahmenjalin hubungan harmonis dengan pribadi saya. Begitu-lah cara kerja esai pada setiap gerak pikiran saya. Pada kadartertentu, esai justru mampu menyederhanakan pirantibahasan yang ruwet dengan sentuhan sastrawi. Sentuhanmacam inilah yang kemudian saya sebut sebagai sentuhan

Page 85: Antologi Esai i - Kemdikbud

71Antologi Esai

magis: sebuah perspektif luwes yang menihilkan kejumud-an.

Esai berjudul Sastra, Puisi, Piknik, dan Korupsi ditulisdengan beragam nomenklatur. Usaha out of the box untuktidak sekadar menempatkan sastra pada hal cinta-roman-tika, tetapi juga pada nilai sosial, budaya, dan politik, adalahbagian dari spirit penulisan esai ini. Setidaknya, melaluiinilah, ide bahasan ini muncul dengan bermula pada per-tanyaan trivial: apakah sastra akan terus tampak jumud,elitis, dan eksklusif dengan hanya tampil pada waktu seng-gang, waktu piknik? Bagaimana sastra merespons persoalanpelik kebangsaan, seperti korupsi?

Pertanyaan inilah yang pada gilirannya memantik sayauntuk terus menelaah duduk persoalannya. Penulisan esaiini juga banyak didukung melalui referensi literer danlapangan—meski tentu tidak terlalu komprehensif. Setidak-nya ada beberapa hal yang menjadi central point esai ini, diantaranya, diskursus sastra koran, memperkaya khazanahkesusastraan, korelasi sastra dan bangsa, hingga nomenkla-tur sastra dan korupsi. Semua perangkat itu ditulis denganperenungan dan harapan, semoga karya esai ini menjadibagian kontribusi saya untuk terus “meremajakan” kajiansastra di Tanah Air. Semoga.

Page 86: Antologi Esai i - Kemdikbud

72 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Pusat perbelanjaan modern atau lebih membumi dengansebutan mal telah menjadi ikon modernitas bagi suatu wilayah.Pada kota-kota besar di Indonesia jumlah mal juga menjadi salahsatu tolok ukur pembangunan kawasan. Hal tersebut disebabkanoleh pembangunan mal yang melibatkan investor-investor, baikdalam maupun luar negeri. Selain itu, keberadaan mal juga akandisangkut-pautkan dengan pendayagunaan lahan yang harusdikelola sedemikian rupa agar kawasan tersebut tetap seimbang,baik secara ekologis maupun budaya.

Di atas lahan yang berhektar-hektar di Kota Yogyakarta danSolo misalnya, di sana berdiri dengan congkak mal-mal dengansegala tenant yang disediakannya mulai dari toko sandang, arenabermain anak, kafe dan arena kuliner, bioskop, bahkan sampaidengan kios-kios penjaja jasa pijat refleksi, pusat kebugaran, sertasalon kecantikan. Pantaslah jika kemudian mal dengan segalakelengkapan tenant yang tersedia menjadi jujugan wisata kaumurban. Bukan hal yang berlebihan rasanya untuk menyebut malsebagai destinasi wisata alternatif kalangan urban lantaran semualapisan masyarakat di kota besar sudah menjalin kedekatandengan mal dalam kehidupan sehari-harinya. Banyaknya tenaga

PEMENANG VII PEMENANG VII PEMENANG VII PEMENANG VII PEMENANG VII

Mal dan Destinasi Wisata Urban

dalam Tinjauan Antropologi

Pariwisata

Mughnifia Putri SabrinaUniversitas Gadjah Mada

Page 87: Antologi Esai i - Kemdikbud

73Antologi Esai

kerja yang terserap dengan adanya keberadaan mal merupakansalah satu penyebab kedekatan tersebut. Selain itu, bayangkansaja cukup dengan berkunjung ke satu tempat ayah, ibu, dan anakdapat sama-sama berlibur menikmati wahana mereka masing-masing.

Sporadis dan Menjamur: Mal sebagai “Gapura SelamatDatang” di Kota Yogyakarta

Aksesibilitas kota Yogyakarta sebagai kota tujuan wisataterpopuler ke dua setelah Bali memang tak diragukan lagi.Wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung ke KotaYogyakarta pada kuartal III tahun 2014 sudah menyentuh angka327.856 orang.1 Yogyakarta dapat dijangkau melalui jalur daratdari segala arah baik utara, timur, selatan, dan barat. Hal tersebutmenjadi menarik ketika dikaitkan dengan fenomena menjamur-nya mal di kota itu. Ternyata keberadaannya justru menjadi tenger2

semacam gapura selamat datang ketika memasuki Kota Yogya-karta. Jika akses yang dipilih untuk masuk ke kota ini dari sisiutara—Klaten, Solo, Boyolali— netra seketika dibuat terkagumdengan kemegahan Plaza Ambarukmo (Amplaz)3 mal bintanglima yang berdiri kokoh. Menjadi suatu kewajaran—di tengahtata ruang kota yang masih semrawut—jika arus keluar-masuk

1 BPS2 Istilah dalam bahasa Jawa untuk menyebut penanda.3 Plaza Ambarrukmo menyediakan area retail seluas 45.000 m2, terdiri atas tujuh

lantai dengan lebih dari 230 brand internasional dan lokal yang eksklusif, sertamenawarkan pengalaman berbelanja, kuliner dan hiburan yang tidak terlupakan.The Ambarrukmo adalah tujuan warisan terpadu yang diresmikan pada 28 Mei2013 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur serta Raja Kraton Yogyakarta.Mengusung tagline “Eat, Pray, & Love di Jogja” perpaduan indah gaya hidup,budaya dan modern melalui tiga elemen: Plaza Ambarrukmo sebagai belanja dantujuan kuliner, Museum Ambarrukmo sebagai representasi keagungan budayadan Royal Ambarrukmo Yogyakarta Hotel sebagai simbol kehangatan dankenyamanan dengan layanan kelas satu dan fasilitas. (http://www.plaza-ambarrukmo.co.id/about.php, diakses pada 28 Desember 2015).

Page 88: Antologi Esai i - Kemdikbud

74 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

mal menjadi salah satu penyebab kemacetan yang rasanya sudahmenjadi trademark kawasan ini.

Di sisi barat tepatnya memasuki kota Yogya dari arah Mage-lang dan Purworejo, seonggok bangunan bergaya eropa klasikyang tersemat nama padanya Jogja City Mall (JCM) menjadisuguhan eksotis dan ciamik lantaran arsitektur bangunan yangtampak mencolok dan berbeda dari bangunan-bangunan disekitarnya. Pilar-pilar berukuran besar dan jauh menjulang tinggiberhiaskan ukiran-ukiran khas Eropa klasik yang tersemir warnasilver memancarkan keangkuhan, tetapi juga kemewahan daritenant-tenant yang ada di dalamnya. Sekalipun tampak lebihmegah dari segi desain arsitekturnya, ternyata JCM masih kalahpamor dari Amplaz.

Pada tapal batas Selatan saat memasuki kota tersebut, Jogja-tronik Mall yang merupakan pusat perbelanjaan gawai terbesardi Yogyakarta sudah berdiri gagah menyambut kedatanganwisatawan dari arah Bantul. Bagi yang belum bertemu denganAmplaz di sisi timur, masih ada sederetan mal yang bisa dijumpaisepanjang lima kilometer dari Amplaz di Jalan Solo, yaitu LippoPlaza—menggantikan Saphire Square—dan Galeria Mall. Tidakcukup menjadi gerbang masuk kota saja, wisatawan akan dibuatsangat takzim dengan Hartono Lifstyle Mall di ring road utarayang baru saja diresmikan pada akhir November kemarin. Dijantung kota Yogyakarta geliat gaya hidup dan perekonomiandari Maliobro Mall dan Ramai Mall juga masih berdegup kencang.Mal tersebut terus berdegup atas nama pemenuhan kebutuhanmanusia, baik secara materiel maupun morel—gaya hidup, ke-senangan, dan eksistensi—yang kata Jogja Hip Hop Foundation4

seharusnya jogja ora didol.4 Komunitas Musisi Hip Hop yang berdiri pada tahun 2003 dengan tujuan utama

memopulerkan rap berbahasa Jawa. Karya-karya JHP berperan aktif dalammembangkitkan semangat kejogjaan seperti kemunculan lagu “Jogja Istimewa”yang menggambarkan potret kehidupan masyarakat Yogyakarta (http://www.jogjahiphopfoundation.com/2012/01/about-foundation.html)

Page 89: Antologi Esai i - Kemdikbud

75Antologi Esai

Gambar 1. Persebaran mal (lingkaran biru) di Yogyakarta saat dipantaumelalui Google Maps.

Urban Tourism: Mal sebagai Destinasi Wisata

Urban tourism is a phenomenon that can be exploited successfullyto benefit local economies and communities. To do so requires carefulthought, palnning and design, combining vision with reality(Karski, 1990)

Kutipan Karski di atas menjadi pembuka artikel RobMacdonald yang berjudul “Urban Tourism: An Inventory ofIdeas and Issue”. Rob kemudian mengambil sari pati dari segalatelaahnya. Selanjutnya, Rob mengatakan bahwa urban tourism

Page 90: Antologi Esai i - Kemdikbud

76 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

memiliki kaitan yang erat dengan tata ruang dan desain lanskapkota. Wajah kota bisa jadi mengalami perubahan lantaran ekspek-tasi dari para wisatawan yang ingin menikmati nilai estetis darisebuah bangunan.

Pada dasawarsa ini pembangunan mal-mal baru tampak sangatmengedepankan nilai estetis arsitektur bangunannya bukansekadar jendela kaca kotak-kotak kaku seperti desain perkantoranatau bahkan rumah susun, melainkan ada sentuhan-sentuhan“chic” baik dengan gaya minimalis modern maupun klasik elegan.Sebut saja JCM yang banyak menarik pengunjung lantarankeelokan arsitekturnya yang lebih eksotis daripada MalioboroMall yang berdiri dengan arsitektur yang jauh lebih mainstreamdan “polosan”.

Pemilihan gaya arsitektur tersebut tentu tak dapat dipisah-kan dari segmentasi pasar keduanya. JCM lebih menuju ke arahlifestyle mall yang cenderung banyak digunakan untuk aktivitasnongkrong dan window shopping. Sementara Malioboro Mall danRamai Mall lebih berfokus pada aktivitas belanja. Jenis tenantyang tersedia di dalam mal juga terpengaruh oleh segmentasimal tersebut. Segmentasi mal sendiri bukanlah hal yang dapatdinafikkan, justru segmentasi merupakan hal yang penting dansangat diperlukan agar tidak terjadi oversupply dan benturanpromosi antarmal. Hal tersebut sebagaimana disampaikan olehSurya Ananta, Wakil Ketua Asosiasi Pengelola Pusat BelanjaIndonesia (APPBI) DIY kepada surat kabar Pikiran Rakyat dalammenanggapi pertumbuhan mal yang sangat pesat di Yogyakarta.5

5 h t t p : / / w w w . p i k i r a n - r a k y a t . c o m / n a s i o n a l / 2 0 1 5 / 0 6 / 1 6 / 3 3 1 3 6 8 /pertumbuhan-mal-di-diy-tak-terkendali-akibatkan-oversupplay

Page 91: Antologi Esai i - Kemdikbud

77Antologi Esai

Gambar 3. JCM Tampak agung dengan arsitekturnyaSumber : niyudz-wordpress.com

Gambar 4. Arsitektur Hartono Mall terlihat lebih segar

Page 92: Antologi Esai i - Kemdikbud

78 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Gambar 5. Keberadaan pohon dan bunga memberikan kesan asri

Tidak cukup sampai di JCM saja kemolekan arstitektur diton-jolkan untuk menjadikan mal sebagai jujugan wisata yang menarik.Hartono Lifestyle Mall yang terletak di ring road utara hadirdengan wajah yang segar dalam pola bangunan berbentuk ovaldengan berkonsepkan green mall. Lokasinya yang berada padaarea di luar pusat kota memungkinkan adanya lahan yang lebihluas. Hal itu ternyata dibaca sebagai kelebihan tersendiri dengandiciptakannya ruang hijau yang lebih luas dan penanaman pepo-honan di sepanjang depan mal. Hal tersebut semakin menguatkankonsep green mall. Jika boleh dikatakan, pembangunan HartonoMall di Yogyakarta tampak sebelas-dua belas dengan konsepThe Park Mall yang letaknya berdampingan dengan HartonoLifstyle Mall, Solobaru yang lebih dahulu berdiri.

Page 93: Antologi Esai i - Kemdikbud

79Antologi Esai

Kaum urban dengan gaya hidup dan segala kemudahan aksesterhadap usaha pemenuhan kesenangan (pleasure) menjadi sasaranempuk bagi pengembangan mal-mal yang menawarkan konsepbaru seperti green mall dan lifestyle mall. Ketika atap-atap gedungmal yang biasanya hanya difungsikan sebagai lahan parkir sekun-der, jarang sekali ada pengunjung yang rela kendaraannya diparkirdi di sana. Lantai mal teratas yang tak beratap kini telah disulapdengan kreativitas dan inovasi menjadi rooftop café atau rooftopgarden seperti di Lippo Plaza yang berada di Jalan Solo. Keindahanalam Yogyakarta, baik siang maupun malam dapat langsungdinikmati dari atap pusat perbelanjaan modern tersebut. Kaumurban yang kesehariannya disibukkan dengan kukungan atmosferkerja dalam ruang kantor yang pengap tentu akan sangat senangdan merasa mendapatkan keotentikan eksotisme alam dari sepe-tak atap mal. Inovasi arsitektur semacam itulah yang dapat menjadidaya tarik tersendiri bagi urban tourism.

Gambar 6. Rooftop Lippo Plaza saat Event Sky Food TruckSumber: www.online-instagram.com

Page 94: Antologi Esai i - Kemdikbud

80 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Fenomena tersebut menjadi sebuah bukti yang membenar-kan pemaparan Rob Macdonald mengenai physical elements ofurban tourist destination. Hal itu seperti yang tertera pada tabelyang diambil dari Jansen-Verbeke (1998; Law, 1992).

The physical elements and facilities needed to support urban touristdestinations in any city are listed below (table 2). They range large-scale urban and architectural features to small-scale product design…. (Macdonald, 2000:95)

Tabel 1. Physical Elements of Urban Tourism

Mari cocokkan satu saja mal yang ada di Yogyakarta dengandaftar fasilitas yang tertera pada tabel tersebut. Ajaib dan spekta-kuler! Hampir semua mal memiliki fasilitas-fasilitas tersebut darikategori cultural facilities hingga additional elements. Pada culturalfacilities misalnya, mal mana yang tidak memiliki exhibition halls?Nyaris tidak ada karena exhibition halls atau yang lebih akrabdikenal dengan atrium merupakan salah satu ruang yang meng-

Page 95: Antologi Esai i - Kemdikbud

81Antologi Esai

hidupkan mal itu sendiri. Banyak atraksi atau event yang digelardi atrium mal dengan tujuan untuk menarik wisatawan lebihbanyak karena sejatinya atraksi atau event-lah yang menjadi nyawabagi pariwisata.

The late nineteenth and early twentieth century was also a popularperiod for great urban exhibitions and expositions and the revivalof the Olympic Games. At this time many cities became aware oftheir attraction to tourist, and turned urban tourism into aflourishing business. (Macdonald, 2000:92)

I Gde Pitana dalam bukunya Sosiologi Pariwisata mengutippendapat Gunn (1972:24) untuk memperkuat legitimasi atraksibagi sebuah destinasi wisata.

“The attractions represent the most important reason for travel dodestinations.” (Gunn dalam Pitana, 2005: 102)

Berlanjut ke leisure settings dapat ditemukan parks and greenareas pada Hartono Mall seperti yang sudah dijelaskan sebelum-nya. Selain itu, rooftop mall ada pula yang dipoles menjadi tamanterbuka hijau. Gymnastic corner pada aspek sport facilities dapatpula ditemukan di dalam mal. Beberapa mal sarana kebugaranlain yang banyak tersedia yakni pijat refleksi, baik dengan tenagamanusia maupun dengan bantuan teknologi inframerah dari kursigetar.

Keberadaan pusat permainan anak sebagai bagian dariamusement facilities pada mal menjadi suatu hal yang wajib tam-paknya. Pada mal-mal yang sudah tergolong cukup lama berdiriseperti Malioboro Mall, Galleria Mall, dan Plaza Ambarukmowahana permainan anak dapat dengan mudah dijumpai. Bahkan,pada awal tahun 2000-an wahana permainan anak seperti timezone,

Page 96: Antologi Esai i - Kemdikbud

82 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

kidsfun, funworld dan sejenisnya menjadi sangat populer dandiidam-idamkan oleh anak-anak. Pada tahun yang sama malmulai ramah dengan masyarakat Indonesia. Masyarakat yangsebelumnya hanya terbiasa ke mal sekadar untuk berbelanja saatitu telah beralih untuk mencari hiburan bagi keluarga.

Selanjutnya, secondary elements dengan mengambil contohketersediaan café atau restoran. Fasilitas tersebut dapat ditemuidi setiap mal karena tidak sedikit urban tourist yang berkunjungke mal sekadar untuk menikmati kudapan-kudapan yang di-tawarkan di foodcourt ataupun kios-kios mandiri. Aktivitas kum-pul bersama kolega mulai dari para pekerja, sosialita, sampaidengan anak-anak berseragam sekolah juga banyak dilakukandi café atau restoran yang ada di mal.

Bagian terakhir yakni additional elements yang salah satunyameliputi ketersediaan lahan parkir. Ada mal yang memanfaatkanbasement sebagai lahan parkir, ada pula mal yang ternyata me-nyisihkan sepersekian bagian dari setiap lantai untuk lahan parkir.Model terakhir dapat dicermati apabila jalan yang dilalui menujuarea parkir berlika-liku seolah kendaraan sedang menaiki tanggademi tangga dari satu lantai ke lantai berikutnya. Terkait denganarea parkir dapat dilihat pula sisi multiplier effect dari tumbuhnyasuatu destinasi wisata yakni penyediaan lapangan pekerjaan seba-gai juru parkir yang memiliki lahan di luar mal. Jika parkir didalam kawasan mal merupakan kuasa pengelola mal, lahan parkirdi luar mal merupakan hak bagi regional administrative tempat maltersebut didirikan. Hal tersebut dapat dijumpai salah satunya diGaleria Mall yang memberikan hak kepada warga RW 10 danRW 11 di Sagan untuk mengelola parkir di sisi timur mal. Kebijak-an tersebut terhitung sebagai sebuah tanggung jawab materielsekaligus morel yang wajib diberikan oleh pengelola mal kepadamasyarakat sekitar.

Page 97: Antologi Esai i - Kemdikbud

83Antologi Esai

Cukup dengan Sepetak Ruang Bernama Mal

Tabel physical elements of urban tourism sejatinya disasarkankepada sebuah kota destinasi wisata, baik kota dalam lingkuppusat kota maupun daerah satelit. Namun, hari ini hampir semuaelemen tersebut dapat ditemui hanya dalam satu ruang, satubangunan bernama mal. Segala kenyamanan fasilitas dapatdinikmati dalam skala kecil dari sebuah kota.

Terlepas dari gejolak sosio-kultural dan ekologis yangditimbulkan dari pesatnya pertumbuhan mal di Yogyakarta, kitatersadarkan bahwa mal hadir sebagai ruang yang sempurna bagisebuah kesesuaian destinasi wisata urban. Ketika banyak yangmenghujat keberadaan mal-mal tersebut, sejatinya hujatan ituharus terpantulkan pada sebuah cermin yang kemudian terbacasebuah refleksivitas bagi pengelola Kota Yogyakarta. Sudahkahmampu kota ini menyuguhkan fasilitas terbaik dan holistik bagiwisatawan? Physical elements of urban tourism yang dicantumkanoleh Macdonald dalam jurnalnya memang bukan satu-satunyaparameter bagi urban tourism. Namun, setidaknya melalui tabelitu kita menjadi tersadarkan akan sebuah fenomena yang unikdan nyata di depan mata bahwa cukup dengan menyambangisatu gedung saja pengalaman berwisata yang nyaman danlengkap dapat dinikmati.

However, city cores and inner areas did not always benefit becausethe twentieth century also saw the growth of out-of-town themedattractions and leisure shopping malls…. (Macdonald, 2000: 92)

Page 98: Antologi Esai i - Kemdikbud

84 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Proses Kreatif Penulisan Esai“Mal dan Destinasi Wisata Urban:

Sebuah Kajian Antropologi Pariwisata”

Oleh Mughnifia Putri Sabrina

Esai dengan judul “Mal dan Destinasi Wisata Urban:Sebuah Kajian Antropologi Pariwisata” dituliskan denganberbekal kegemaran penulis untuk menikmati waktu luangdengan sekadar berjalan-jalan ke mal atau pusat per-belanjaan. Di dalam aktivitas tersebut tidak jarang penulisyang berlatar belakang pendidikan antropologi melakukanobservasi terhadap aktivitas para pengunjung mal. Mulaidari yang berbelanja bersama keluarga, bercengkerama direstaurant atau cafe dengan rekan dan kolega, menonton film,dan ada juga yang sekadar menghabiskan waktu luang.Penulisan esai ini pada awalnya adalah untuk pemenuhantugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Antropologi Pari-wisata yang penulis ikuti pada semester 3 lalu. Kemudiansaat Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakanperlombaan Esai Remaja DIY penulis memutuskan untukmengirimkan naskah ini.

Mal hari ini memiliki daya tarik tersendiri yang ditang-kap oleh penulis sebagai jujugan wisata perkotaan. Malmenawarkan kawasan terintegrasi untuk memenuhi ke-butuhan belanja baik itu sandang, pangan bahkan papan—dengan adanya toko ritel perkakas rumah tangga—sertakebutuhan hiburan. Semakin tingginya daya beli masyarakatserta kebutuhan akan hiburan di tengah kehidupan perkota-an menjadikan mal sebagai salah satu destinasi yang tak

Page 99: Antologi Esai i - Kemdikbud

85Antologi Esai

terlewatkan. Selama proses penciptaan esai ini, penulis jugamengunjungi langsung mal-mal di yogykarta seperti Galeria,Ambarukmo, dan juga Jogja City Mall (JCM).

Selain itu, penulis juga terinspirasi dari adanya lagu“Jogja Ora Didol” oleh Jogja Hip Hop Foundation yang sem-pat viral di media sosial. Lagu yang menggambarkan betapasudah penuh sesaknya Yogya dengan komersialisasi lahandan juga sumber daya alam ini bagi penulis adalah sebuah‘teriakan pembangunan kota’ yang disuarakan oleh masya-rakat. Namun melalui esai ini, penulis mengajak masyarakatuntuk jua turut melakukan refleksi bahwa teriakan, penen-tangan, dan penolakan terhadap pembangunan nyatanyatetap dinikmati juga oleh masyarakat sendiri di kemudianhari. Mal tetap ramai dikunjungi dan semakin ramai sekali-pun jumlahnya tidak hanya satu. Bukankah pembangunanseharusnya bermanfaat untuk masyarakat?

Mungkin pertanyaan itu harus dikembalikan ke masya-rakat dan diteruskan ke pemerintah, apakah ruang wisatadi perkotaan hanya mal? Sanggupkah ada ruang terintegrasiseperti mal yang mampu mengakomodasikan kebutuhansemua lapisan masyarakat hanya dengan mengunjungi satutempat?

Page 100: Antologi Esai i - Kemdikbud

86 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Di lingkungan pesantren, pesantren salaf khususnya, pastilahdikenal istilah bahtsul masail. Istilah tersebut secara bahasa terdiriatas kata bahtsu yang berarti membahas dan al-masaaila yangberarti beberapa masalah. Adapun praktiknya di pesantren sen-diri bahtsul masaail adalah semacam forum yang membahas per-masalahan-permasalahan agama dengan merujuk pada teks, baikteks pada kitab-kitab karangan para ulama, teks hadis, maupunteks Al-Quran yang dijadikan sebagai sandaran berpendapat.Selain peserta bahtsul masaail, dalam kegiatan tersebut juga hadirperumus dan terlebih pentashih.

Tugas pentashih adalah memutuskan mana di antara argu-men-argumen yang terkumpul yang paling dapat dijadikansandaran. Pentashih pada kegiatan bahtsul masaail lebih dari satuorang. Dua atau tiga orang biasanya, yang masing-masing me-miliki spesifikasi keilmuan. Karena pentashih memiliki tugas yangberat dan penting, tentunya ia merupakan seseorang yang dise-pakati dan diakui memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni.

Peserta bahtsul masaail dalam menanggapi masalah yangdiangkat akan merujuk pada teks-teks yang dijadikannya san-daran berargumen. Dalam jalannya pembahasan tersebut, pesertaakan saling mengkritisi dan mempertahankan argumen yang

PEMENANG VIII PEMENANG VIII PEMENANG VIII PEMENANG VIII PEMENANG VIII

Kembali pada Teks

dalam Diskusi Sastra

Muhammad Syafiq AddarisiyPondok Pesantren Assalafiyyah

Page 101: Antologi Esai i - Kemdikbud

87Antologi Esai

telah dikemukakan. Ketika mengkritisi atau mempertahankanargumen, para peserta bahtsul masaail berpedoman pada kaidah-kaidah kebahasaan, kaidah-kaidah penetapan hukum, dan logikapikir—nahwu-sharaf, ushul fiqh, dan manthiq. Jadi, ketika sedangterjadi pembahasan argumen-argumen yang telah mengemuka,tidak hanya argumen-argumen yang telah mengemuka saja yangdibahas, tapi juga sejak bagaimana peserta memahami teks-tekssandaran argumennya, keterkaitan apa yang teks itu sendiri sam-paikan dengan apa yang peserta sampaikan hingga hubunganantara pemahaman keduanya dan masalah yang menjadi temapembicaraan.

Hal tersebut dilakukan sebagai wujud kehati-hatian dan ke-seriusan dalam membahas permasalahan yang ditemakan. Dengandemikian, hasil akhir dari bahtsul masaail itu dapat dipertang-gungjawabkan secara keilmuan dan dapat dipakai sebagai san-daran dalam mengamalkan ajaran agama.

Sekadar contoh, lihat Pondok Pesantren Lirboyo, Kediriyang setiap kali mengadakan bahtsul masaail, pondok tersebutmelakukan pembukuan. Hasilnya akan disaring lagi untuk di-jadikan pedoman mengenai suatu masalah. Hasil pembukuandari bahtsul masaail Pondok Pesantren Lirboyo itu dapat dilihatpada Kang Santri, Sang Penakluk, dan sebagainya bergantungpada tahun berapa bahtsul masaail diadakan. Perlu diketahuibahwa apa yang termaktub dalam Kang Santri atau Sang Penaklukdapat dijadikan sandaran dalam menjalankan ajaran agama.

Dapatlah dilihat bahwa ketidaklepasan bahtsul masaail dariteks-teks yang menjadi sumber acuan sejak bagaimana mema-hami teks tersebut hingga mencari keterkaitan antara apa yangteks sampaikan dan apa yang peserta sampaikan serta dengantema permasalahan apa yang diangkat merupakan penyebabhasil dari bahtsul masaail tersebut terbilang valid.

Page 102: Antologi Esai i - Kemdikbud

88 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Apa yang dikemukakan di atas agaknya berbeda dari apayang terjadi dalam diskusi sastra. Dalam diskusi sastra ketikamembicarakan tema yang dibahas, peserta diskusi memang me-nyampaikan argumennya masing-masing dari apa yang dipa-haminya melalui teks-teks yang pernah dibacanya. Akan tetapi,dalam diskusi sastra sumber-sumber argumen tersebut justruterabaikan. Teks-teks yang dijadikan sandaran berargumen tidakmenjadi pembahasan tersendiri yang mana ketika teks-tekssumber argumen tersebut tidak dibahas, cara peserta memahamiteks-teks itu pun otomatis terlupakan.

Hal tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat pembahas-an mengenai teks sumber argumen sangat mendasar karena dariteks-teks tersebut, gagasan pemahaman disampaikan oleh pe-serta. Jadi, mengabaikannya sama dengan membuka peluangadanya perbedaan yang semakin besar atas apa yang disampai-kan oleh teks itu dengan apa disampaikan oleh peserta. Padahal,ketika hal tersebut memang terjadi, kesalahpahaman pun pastiterjadi. Ketika kesalahpahaman terjadi, usaha untuk mendekatipemahaman yang tepat semakin kecil. Dapatkah dibayangkanketika dalam sebuah diskusi terjadi hal seperti itu? Sia-sia saja,bukan?

Dalam sebuah diskusi memang tak ada yang dapat dibilangsia-sia. Karena diskusi itu sendiri merupakan kegiatan yangpositif. Dengan demikian, pasti akan ada hal yang dapat diambildan dijadikan sebagai simpulan. Akan tetapi, ketika apa yangdibahas yakni melulu argumen-argumen yang mengemuka tanpamenelusuri teks-teks sumber argumen tersebut, hasil diskusiakan kurang dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Haltersebut juga akan membuat daya kritis peserta diskusi itu sendirimenurun. Kenapa? Jelas, karena tanpa adanya pembahasan khu-sus pada teks-teks sumber argumen, para peserta cenderung

Page 103: Antologi Esai i - Kemdikbud

89Antologi Esai

menerima saja apa yang disampaikan oleh siapa pun yang me-nyampaikan argumen dan gagasannya.

Memang, ketika teks-teks sumber argumen dijadikan pem-bahasan tersendiri akan menimbulkan persoalan lain. Di antara-nya ialah keharusan bagi setiap peserta diskusi untuk mencaridengan sebenar-benarnya teks-teks yang terkait dengan temayang diangkat; keharusan membawa bentuk fisik teks-teks ter-sebut ke forum dan keharusan menyebutkannya ketika menyam-paikan argumen yang dikemukakan. Di satu sisi hal itu mem-berikan kesan terlalu formal, bertele-tele, dan menyita waktudiskusi. Jika ditinjau kembali persoalan tersebut, sebenarnyatidak tepat hal itu disebut masalah.

Mari kita cermati. Ketika kita akan berangkat untuk mem-bahas suatu masalah, bukankah kewajiban kita mencari teks-teks yang membahas masalah yang akan dibicarakan dalam dis-kusi? Lalu, sebagai bukti bahwa kita memang telah mencari danmenemukan teks yang akan kita jadikan pijakan berargumen,bukankah kita perlu membawanya ke forum? Pun, seberapa beratdan sulit membawanya (apalagi di zaman teknologi ini)? Begitujuga ketika masing-masing telah siap dengan argumen tentangtema yang akan dibahas, bukankah perlu sekali untuk salingmengkaji teks-teks yang dijadikan pijakan berargumen oleh pe-serta. Hal itu perlu dilakukan agar terhindar dari kesalahan me-mahami teks. Siapa yang dapat menjamin bahwa seseorangtersebut sudah terbebas dari kesalahan dalam memahami teksyang dipakainya sebagai pijakan berargumen?

Lalu, sebenarnya apa yang menyebabkan hal seperti yangterpapar di atas terjadi? Tidak lain karena tidak ada budayamembiasakan, bahkan memaksa untuk melakukan hal tersebut.Memang sepele, tapi itulah yang terjadi. Tidak ada pihak yangmendorong untuk melakukannya. Tidak ada pihak yang me-wajibkan untuk membawa bentuk fisik teks-teks sumber argu-

Page 104: Antologi Esai i - Kemdikbud

90 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

men. Akan tetapi, perlu disadari karena ketidakadaan tersebut,para peserta diskusi cenderung merasa cukup dengan membacateks-teks yang akan dijadikan sumber argumen saat akan meng-ikuti diskusi.

Setidaknya, dari hal tersebut akan terdapat tiga kerugian.Pertama, kemungkinan kesalahan memahami teks tersebut besar.Kedua, tidak dibahasnya teks sumber argumen tersebut danlangsung saja menerimanya seperti apa yang diucapkan si pe-nutur argumen pastilah mengurangi daya kritis. Ketiga, ketikakesalahan memahami kandungan teks sumber, simpulan yangdiperoleh tidak akan mendekati kebenaran.

Bahtsul Masaail Sastra

Pada tanggal 5 Oktober 2013 dalam artikel yang diunggahdi IndoProgress yang berjudul “Empat Pertanyaan bagi Sastra”,Martin Suryajaya menerjemahkan puisi Goenawan Mohamad,“Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi”, ke dalam bahasakalkulus predikat. Dari hasil terjemahannya itu, Martin Suryajaya,seperti dalam judul artikelnya mengajukan empat pertanyaanyang bermuara pada satu pertanyaan: “Apakah yang sebenarnyadimaksud dengan ‘karya sastra’?” dengan mengajukan delapankemungkinan jawaban.

Artikel Martin Suryajaya tersebut ditanggapi oleh AhmadYulden Erwin dalam “Bias “Overconfidence” Martin Suryajayatentang Penerjemahan Puisi dalam Bahasa Kalkulus Predikat”(teraslampung.com, 11 Sepetember, 2016). Dalam artikelnya ini,Ahmad Yulden Erwin menyampaikan kritik atas apa yang Martinsampaikan. Yulden menyampaikan simpulannya setelah mem-baca artikel Martin bahwa Martin tidak paham mengenai hakikatsebenarnya kalkulus predikat. Ia pun mengajukan sangkalannyapada apa yang diajukan Martin dengan menyebutkan perbedaanfungsi sintaksis dalam kalkulus predikat dan dalam sastra (puisi).

Page 105: Antologi Esai i - Kemdikbud

91Antologi Esai

Polemik antara Martin dan Yulden di atas menarik dijadikancontoh untuk apa yang disebut sebagai “bahtsul masaail sastra”.Dari paparan polemik di atas dapat diambil salah satu temapembicaraan. Misalkan “Mungkinkah dilakukan penerjemahanpuisi ke dalam bahasa kalkulus predikat?”. Kemudian kita andai-kan bahwa Martin Suryajaya dan Ahmad Yulden Erwin merupa-kan peserta bahtsul masaail sastra. Dapat dilihat bahwa Martindan Yulden telah memiliki argumen masing-masing yang ter-nyata sama, yaitu mungkin. Akan tetapi, menanggapi jawabanyang ternyata sama tersebut wajib, baik Martin maupun Yulden,untuk menunjukkan dari mana pendapatnya. Setelah keduanyamenunjukkan sumber teks yang dijadikan sandaran berargumen,selanjutnya keduanya mengkritisi teks-teks sumber dari tersebutuntuk mengetahui adakah ketidakcocokan antara apa yangdisampaikan sebagai argumen dan apa yang disampaikan olehteks tersebut. Setelah diketahui bahwa tidak ada ketidakcocokan,tugas seorang pentashih-lah untuk memutuskan argumen manayang lebih dapat diterima melalui analisis sumber-sumber teksyang telah ditunjukkan setelah dirumuskan oleh perumus.

Begitulah jalannya apa yang saya sebut sebagai “bahtsulmasaail sastra” secara sederhana. Memang tidak jauh beda dengandiskusi biasa. Akan tetapi, perbedaan yang tidak jauh itu ter-nyata sangat penting dan mendasar sehingga memengaruhi ke-sahihan jawaban atau simpulan dari permasalahan yang dibahas.

Pesantren dan Kampus

Pada dasarnya tidak ada yang baru dari apa yang saya sampai-kan. Apa yang di-bahtsul masaail-kan oleh para santri di pesantrensesungguhnya seperti apa yang didiskusikan oleh para mahasiswadi kampus. Yang membedakan antara apa yang para dilakukanoleh para santri dan apa yang dilakukan para mahasiswa yakniperlakuan terhadap teks. Jika para santri selalu merujuk pada

Page 106: Antologi Esai i - Kemdikbud

92 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

teks-teks sumber yang dijadikan sandaran berargumen, kiranyatidaklah demikian yang terjadi dengan para mahasiswa.

Memang terdapat perbedaan antara sifat-sifat teks yang di-rujuk dalam pesantren dan kampus. Di pesantren, teks-tekssumber sudahlah pasti. Dalam artian batasan-batasan yang adasudah jelas, yaitu Al-Quran, hadits, dan teks-teks kitab karanganpara ulama.

Akan tetapi, tidak demikian dengan dunia kampus, dalamhal ini sastra. Dalam kesusatraan tidak dapat dikatakan bahwabatasan-batasan sudah pasti. Dalam dunia sastra semua pem-bahasan mengalami perubahan. Apa yang kemarin disepakatibelum tentu demikian hari ini dan apalagi besok. Karena per-bedaan tersebut, tidak dapat diskusi sastra disamakan denganbahtsul masaail di pesantren. Tidak bisa dalam diskusi sastra selalumerujuk pada teks-teks yang sama. Tidak mungkin dalam ke-susastraan ada satu buku yang mencakup semua permasalahansastra. Tidak mungkin membuat batasan-batasan yang pasti danbersifat mengikat dalam sastra untuk sepanjang masa. Olehkarena itu, menyamakan antara diskusi sastra dan bahtsul masaailtidaklah tepat. Ada dimensi-dimensi dalam keduanya yang ber-beda dan tidak dapat dicarikan titik temunya. Sekali lagi, sastradan agama merupakan dua hal yang berbeda.

Memang sulit jika tak boleh dikatakan mustahil untuk mem-buat diskusi sastra menjadi seperti bahtsul masaail. Itu dikarena-kan hal-hal yang disebutkan di atas tadi. Akan tetapi, yang perludilakukan yakni menumbuhkan kesadaran untuk mengkaji teks.Dalam suatu diskusi sangatlah penting untuk membahas sumber-sumber yang dijadikan pijakan berargumen. Oleh karena itu,apa yang disebut bahtsul masaail sastra di atas bukanlah melaku-kan pembahasan sastra dengan metode yang sama seperti bahtsulmasaail, tapi mengambil prinsip dasar di dalamnya: kembali padateks.

Page 107: Antologi Esai i - Kemdikbud

93Antologi Esai

Sudah waktunya kita semua mulai membentuk budaya barudalam berdiskusi agar sesering kita berangkat diskusi membawapersoalan, tidak sesering itu kita pulang tanpa membawa sim-pulan.

Page 108: Antologi Esai i - Kemdikbud

94 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Proses Kreatif Penulisan Esai“Kembali pada Teks dalam Diskusi

Sastra”

Oleh Muhammad Syafiq Addarisiy

/i./Saya dibesarkan di tengah keluarga yang agamis dan

lurus-lurus saja hidupnya. Semua serba baik, serba cukup.Tapi entah kenapa saya tumbuh menjadi anak yang maumenang sendiri—yang sebenarnya, tak lain, adalah kedokyang saya pakai untuk menutupi kecengengan dan rasa ren-dah diri. Masa SD saya lewati dengan begitu-begitu saja.Tak punya dan tak ada cerita menarik selama itu kecualiseringnya saya menangis gara-gara diejek kawan-kawan.Begitulah, hingga setamat SD, saya diantarkan orang tuasaya untuk nyantri di pondok pesantren. Itulah shock culturesaya yang pertama. Bayangkan saja, seorang bocah yangsebelumnya kurang dolan, tiba-tiba masuk ke dunia pesantrenyang luas—sungguh, pesantren adalah dunia yang luas.

Saya masih ingat sekali waktu pertama kali saya masukke kamar saya di pondok yang serba apa adanya dan dihunioleh orang-orang yang tua-tua dengan omongan yang takterbayangkan oleh pikiran saya waktu itu. Saya kira se-orang santri adalah orang yang halus seperti yang saya lihatdi televisi, tapi sungguh hal itu, sekali lagi, shock culturesaya yang pertama: banyak santri yang omongannya jorok,kasar, dan misuhan. Itulah yang menyebabkan saya merasatidak betah tinggal di pondok pesantren.

Page 109: Antologi Esai i - Kemdikbud

95Antologi Esai

/ii./Saya memiliki keresahan sejak hari pertama masuk

kuliah: kegiatan pondok saya akan terganggu. Tidak fokus.Bayangkan saja jika siang saya kuliah; malam ngaji. Tapi lagi-lagi ‘mantra’ dari ibu saya terbukti manjur, “Wes, teko di-lakoni sakkuatmu wae, Le.”

Karena sejak dari kecil saya adalah seorang yang me-rasa inferior, di kampus tentu saya tidak mengikuti kegiatanyang bersifat ekstrover: teater, musik, atau semacamnya.Saya memillih untuk mengikuti kegiatan yang bagi sayalebih introver, yaitu diskusi. Tentu tujuannya adalah meng-hindari ketidakcocokan karakter saya dengan kegiatan itu.

Tapi mungkin saya memang manusia kagetan. Se-waktu mengikuti diskusi, yang saya kira akan cocok dengankarakter saya, ternyata saya kaget lagi. Ada hal-hal yangtak saya mengerti. Ketidakmengertian itu tumbuh menjadisemacam ketercengangan berkepanjangan yang terus adadi pikiran saya selama satu tahun kuliah. Dan selama itupula saya terus mengamati dan menimbang-nimbang halyang mencengangkan saya itu. Tapi tetap saja seperti ituterus, bahkan saya merasa makin yakin.

Keresahan itu tak lain adalah model diskusi di kampusyang berbeda dari model yang biasa saya temui dan laku-kan di pondok. Terkait satu hal: perlakuan terhadap teks.Di pondok, apa yang saya sampaikan ketika diskusi selaludiikuti dengan tanya dari kawan diskusi saya, “Mana dalil-nya? Pemahamannya bagaimana?” dan semacamnya. Setelahsaya sampaikan dalil beserta pemahaman saya, masih jugadiikuti tanya seperti, “Kok pemahamannya bisa seperti itu?Atas dasar apa kamu menyimpulkannya?”

Page 110: Antologi Esai i - Kemdikbud

96 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Tentu awalnya saya menggerutu. “Kejam!” teriakansaya dalam hati. “Membosankan. Terlalu bertele-tele.” Tapikarena tuntutan, bahkan paksaan, dari sistem yang memangsudah menjadi budaya di pondok, saya mengikutinya.Dengan pelan-pelan, sedikit terpaksa, dan berat hati tentu-nya. Hingga akhirnya, serba sedikit, mulai terbiasa.

/iii./Kegelisahan itu mendorong saya untuk menulis esai

ini. Sekadar usaha kecil untuk mewadahi kegelisahan sem-bari mengkhayalkan bahwa apa yang saya sampaikan akanditerima orang dan akan membawa perubahan—meskipunkecil.

Page 111: Antologi Esai i - Kemdikbud

97Antologi Esai

Kesastraan di Indonesia telah melewati berbagai lini masayang mendebarkan. Mulai dari era Balai Pustaka yang notabenemenghasilkan karya-karya pemberontakan pada tataran kultural-etnis, Pujangga Baru dengan karya-karya semangat pencarianidentitas untuk membangun kultur masyarakat Indonesia dimasa mendatang, Angkatan 45 yang membawa semangat revo-lusioner untuk membentuk oposisi biner antara kultur Indonesiadan kultur dunia, Angkatan 66 dapat dilacak pada semangatprotes sastrawan atas tirani/otoriter kekuasaan, atau Angkatan70-an yang membawa jargon profetis melalui berbagai wacanaeksperimental, dan pada era reformasi hingga kini yang mem-punyai mazhab sendiri yakni tentang demokrasi karya dan kele-luasaan sastrawan yang ditandai dengan tema-tema pembebasanyang objek bahasannya menyentuh setiap inci kehidupan manusiadan lingkungannya.

Pada setiap perlintasan zaman yang terus berubah tersebut,kesastraan kita juga merengsek masuk pada ruang baru, yangjamak kita kenal sebagai era globalisasi, modernitas, atau post-modernitas. Tidak hanya pada tahapan ide, tema, dan publikasiyang berubah, gerak dan habitus sastrawan pun juga mengalamipembelotan dari yang dahulu introver hingga ekstover. Sastra-

PEMENANG IX PEMENANG IX PEMENANG IX PEMENANG IX PEMENANG IX

Teori Makro dan Rumah

Kesastraan Kita Adalah Media

Massa

Ach. Khotibul UmamPondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari Yogyakarta

Page 112: Antologi Esai i - Kemdikbud

98 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

wan atau para penulis nonfiksi sekalipun yang dahulu mencaritempat sunyi untuk menulis, menyepi di gua dan di gunung-gunung kini banyak kita temukan para sastrawan menulis dikafe, warung kopi, mall, atau ruang publik yang sama sekalijauh dari kata sepi. Media partner pun berubah; dari yang dahulumenulis di batu, kertas, mesin tik, komputer hingga gadget-punbanyak dilakoni para sastrawan. Inilah yang disebut kritikusAnindita S. Thayf sebagai “sastrawan sosialita” dalam esainya.

Dalam esai tersebut Anindita mengatakan bahwa jika semulaajang sosialita hanya menjadi rutinitas pergaulan perempuan eliteperkotaan untuk berbagi cerita sambil memamerkan barangterbaru masing-masing dan mengudap makanan ala kafe ataurestoran mahal, kini sebagian sastrawan pun melakukannya.Dalam era budaya populer, sastrawan bukan lagi makhluk pe-nyendiri yang gemar bersunyi-sunyi dalam ruang sempit serupa“Manusia Kamar” dalam cerpen Seno Gumira Ajidarma, melain-kan sudah menjadi bagian dari apa yang oleh Jean Baudrillarddalam The Consumer Society: Myth and Structures diistilahkansebagai drugstore atau pusat perdagangan baru (Anindita S. Thayf,Republika 08/05/2016).

Di era modern ini pula angkatan sastrawan kita diuntungkandengan membiaknya ruang publikasi, baik dari penerbit yangsaban waktu menjadi pengawal literasi maupun majalah ataumedia massa (koran) yang setiap minggu dan per bulannya me-nyediakan rubrik sastra (ada kolom puisi, cerpen, dan esai/kritiksastra) serta yang mutakhir menjamurnya publikasi di ruangmaya semisal facebook, twitter, instagram, blog, dan media onlinelainnya. Dengan demikian, hibrida penyair dan keberaksaraanbangsa kita mulai terbangun dengan baik. Hal terlihat dari ung-gahan-unggahan puisi, cerpen, esai pada akun pribadi mereka.

Melalui teknologi dan internet pula sastrawan dapat meng-ubah cakrawala imajinasi dalam berkarya, menemukan gaya

Page 113: Antologi Esai i - Kemdikbud

99Antologi Esai

baru, pengucapan, dan tema-tema baru yang bisa menjadi bahangarapan sastrawan kita. Kondisi itu tentu saja ikut memengaruhiperkembangan kesastraan kita.

Teori Sastra Makro

Untuk sekadar mengatakan “masa depan kesastraan kitabergantung pada media massa dan publikasi” sebenarnya bukan-lah peristiwa sambil lalu yang hanya hidup dalam tataran idedan konsep semata. Kita cermati bagaimana gerak kesastraankita saat ini yang lebih terbuka dan publikatif. Tahapan berikut-nya ketika karya sastra dimuat di berbagai majalah, koran, danmedia online niscaya hanya akan menjadi semacam apriori danprasangka tak berdasar. Oleh karena itu, perlu bahasan esai inidiangkat dalam konteks teori sastra makro. Teori ini berang-gapan bahwa karya sastra sebagai hasil produksi tidak bisaterlepas dari sistem lain yang melingkupinya. Karya sastra hadirbukan dari ruang hampa karena di dalamnya ada pengarang,lembaga produksi, penerbit, media massa dan pembaca yangmenjadi semacam trilogi kebinnekaan. Berbeda tetapi memilikikemanunggalan misi dan cita-cita sama.

Dalam teori sastra makro, dunia sastra diperlukan sebagaisebuah sistem yang mencakup karya sastra sebagai hasil pro-duksi, pengarang sebagai individu profesional yang menghasil-kan karya sastra, dan penerbit sebagai lembaga yang memung-kinkan karya sastra dapat diproduksi dan didistribusi. Selainitu, ada pula pembaca yang terdiri atas pembaca pasif (penikmat)dan pembaca akif (pemberi makna) terhadap karya bersangkut-an. Pembaca sebagai konsumen dan pengawal jalannya produksisastra mempunyai peran untuk mengkritisi karya sastra, men-jadikannya sebagai inspirasi untuk ikut andil dan terpantikmenulis laiknya pendahulu mereka.

Page 114: Antologi Esai i - Kemdikbud

100 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Sebagai sebuah sistem makro kedudukan pengarang samapentingnya dengan pembaca atau penerbit. Memang benar bah-wa pengarang sebagai penghasil karya sastra, tanpa pengarangmustahil karya sastra ada. Akan tetapi, bermaknakah karya itujika ia tidak dibaca sama sekali, dibiarkan menumpuk di lacilemari, dibiarkan berserak di computer? Jadi, karya sastra, barumempunyai makna jika ada yang membaca di luar diri penga-rangnya (Mahayana, 2005:439).

Kehadiran pengarang dalam bayang-bayang karyanya be-gitu kentara di zaman elektronik ini. Kita bisa lihat betapasastrawan bisa berperan ganda: banyak sastrawan menerbitkansecara Indie; sastrawan sebagai pengarang ia juga nyambi sebagaidistributor dan penjual karyanya, baik dijual secara manualdengan menjajakan kepada kawan dan koleganya maupun men-jajakannya secara online dengan sistem cash on delivery (COD).Ujaran pesohor Roland Barthes dalam The Death of the Authoryang berbunyi “penulis mati setelah karya tercipta” seolah tidakberlaku lagi. Pengarang dalam hal ini sastrawan ternyata me-nolak mati. Dengan keras kepala ia memilih tetap hidup untukmenyiarkan karyanya yang telah tercipta sembari berusaha mem-buat dirinya terus-menerus muncul di depan umum, bahkan me-lebihi kemunculan pembahasan tentang karya itu. Inilah masaketika lampu sorot lebih tertuju kepada sastrawan daripadakaryanya.

Tidak hanya itu, kehadiran penerbit begitu penting di-cermati. Penerbit sebagai lembaga distribusi karya sastra akanbegitu terlihat peranannya jika karya sastra yang direproduksidan didistribusikannya menjangkau jumlah pembaca yang banyakhingga ke sudut pedesaan yang terpencil. Penerbit menjadibarometer dan penyambung lidah sastrawan untuk mengangkatharkat dan popularitasnya. Penerbit pula yang menjadi lokomotifuntuk kehausan pembaca terhadap karya-karya sastra.

Page 115: Antologi Esai i - Kemdikbud

101Antologi Esai

Dalam sastra keraton fungsi penerbit itu diperankan olehpihak kerajaan yang bertindak sebagai pengayom (patron).Dalam hal ini sering kali karya sastra digunakan sebagai usahapelegitimasian kekuasaan raja. Akibatnya, karya sastra itu selaludisesuaikan dengan kepentingan kerajaan. Dalam sastra modern,penerbit juga dapat bertindak sebagai pengayom, tapi berperanuntuk kepentingan ideologi penguasa atau semata-mata ataspertimbangan pasar. Karya sastra yang mengedepankan ideo-logi berarti itu serupa dengan sastra keraton. Dengan demikian,apa yang terjadi pada propagandis zaman Jepang, karya-karyaseniman Lekra dan Balai Pustaka termasuk peran patronismeyang telah dimainkan oleh penerbit.

Selain penerbit, peran media massa (majalah/koran) jugabegitu penting untuk sebuah keabadian karya sastra. Karenamedia massa merupakan media publikasi yang cenderung gam-pang disentuh pembaca dan tidak terlalu menguras biaya. Denganhadirnya teknologi dan internet pembaca dengan mudah meng-akses dan mencari apa saja tentang penulis dan karya masterpiece-nya. Internet pun tidak begitu menguras biaya ketimbang mem-beli buku yang begitu mahal.

Di Indonesia bagitu banyak media massa yang responsifterhadap kehampaan ruang untuk berkarya, sebut saja majalahHorison, Panji Pustaka, Pujangga Baru, Kebudayaan Masyarakat, danKebudayaan Timur. Adapun untuk koran kita tidak bisa menampikkesohoran sastrawan yang menulis di koran Kompas, KoranTempo, Jawa Post, Republika, Media Indonesia, dan koran lokal yangbegitu banyak. Ketika seorang sastrawan pernah menulis dimedia massa tersebut, seolah ada legitimasi khusus dan secaratidak langsung menjadi ajang pembabtisan menjadi “sastrawankeren.” Inilah yang terjadi dalam kesastraan kita saat ini.

Kalau kita ambil sampel di Yogyakarta, ada salah satu komu-nitas sastra yang mewajibkan semua anggotanya untuk menulis

Page 116: Antologi Esai i - Kemdikbud

102 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

pada media massa, misalnya komunitas Lesehan Sastra KutubYogyakarta (LSKY) yang berlokasi di Kecamatan Sewon, DesaPanggungharjo, Dusun Cabean. Para anggota komunitas menulistersebut diwajibkan menulis dan mengirimkan ke media massa.Setiap minggu hampir bisa dipastikan ada nama dari salah satuanggota komunitas ini menghiasi media massa. Beberapa namasastrawan yang lahir dari komunitas tersebut yakni Mahwi AirTawar, Ahmad Muchlis Amrin, Salman Rusdi Anwar,Muhammad Ali Fakih, Bernando J. Sujipto, dan lain-lain. Dalamdunia akademik pun seperti di UGM, UNY, UAD, UMY, danUII, banyak komunitas-komunitas sastra yang mewajibkananggotanya untuk menulis dan mengirimkannya ke media massa.Ada komunitas Sastra Bonbin di UGM, Jejak Imaji di UAD,Forum Mahasiswa Pecinta Pena di UMY, dan masih banyak lagi.

Melalui pemuatan karya pada media massa, masyarakatperlahan-lahan dapat melebeli seorang—yang sering menulissecara konsisten—sebagai penyair, cerpenis, atau kritikus. Prosespelabelan itu tak jatuh pada seseorang yang kualitas karyanyabelum teruji oleh waktu. Jangan harap seseorang yang angin-anginan dan karyanya timbul-tengelam dalam waktu lama akanmendapat label itu. Di sini proses seleksi sebagai penyair,cerpenis, atau kritikus dimulai dari redaktur lalu berkarya secarakonsisten. Kita lihat bagaimana sastrawan kaliber Afrizal Malna,Gus tf Sakai, Pamusuk Eneste, Acep Zamzam Noor, Tjahjono,Isbedy Stiawan, Warih Wisatsana, dan lain-lainnya begitu sabarmenunggu kabar tentang pemuatan karyanya sampai berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-berbulan bahkan bertahun-tahun. Belum lagi alokasi waktu yang dihabiskan untuk menulisdan honorariumnya pun begitu lama diproses untuk sampai ke-pada mereka.

Page 117: Antologi Esai i - Kemdikbud

103Antologi Esai

Sastra Berumah di Media Massa

Kampanye sastra di media massa pertama kali digaungkanoleh Ernest Miller Hemingway. Di dalam sejarah kesusastraanAmerika, ia tercatat sebagai seorang wartawan kawakan yangkemudian menulis novel dan cerpen, memelopori cara penulisanbaru dalam kesusastraan, menerapkan teknik penulisan jurnalis-tik dalam novel dan cerpen yang ditulisnya.

Pengaruh Hemingway meluas ke seluruh dunia, tidakterkecuali Indonesia. Di Indonesia jejaknya diikuti oleh Idrus,Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis, dan lain-lain. Sastrajurnalistik (istilah yang dipakai Hemingway) itu berbeda denganjurnalistik atau jurnalisme sastra. Sastra jurnalistik lebih tua usia-nya daripada jurnalistik atau jumalisme sastra. Jurnalistik sastraadalah gaya penulis berita atau opini yang menggunakan gayasastra. Dengan kata lain, jurnalistik sastra adalah tulisan jurnalis-tik yang bernuansa atau berparas kesastraan. Sastra jurnalistiksebenarnya sama maknanya dengan sastra koran atau surat kabar,sastra majalah, atau sastra media massa. Sastra koran diistilahkanoleh H.B. Jassin, sastra majalah oleh Nugroho Notosusanto,sastra jurnalistik oleh Atar Semi dan Seno Gumira Ajidarma.

Kita tidak dapat memalingkan wajah bahwa pada satu frag-mentasi alamat kesastraan berlokasi di kecamatan “media massa”dan desa “majalah” atau dusun “koran.” Ada keterikatan spesialdan hubungan darah antara sastra dan media massa. Setelahdiproklamasikan oleh Hemingway, lahirlah generasi berikutnyaseperti Svetlna Alexievich seorang jurnalis berkebangsaanBelarusia yang mendapat hadiah prestisius Nobel Sastra padatahun 2015. Alexievich menyajikan gaya berbeda dalam karya-nya. Karya Alexievich mirip sastra tradisi lama dengan kedalam-an laporan narasi nonfiksi yang ditulis dengan gaya khas novel.Dia mencari genre sastra paling memadai bagi visinya pada duniauntuk menyampaikan apa yang didengar oleh telinganya dan

Page 118: Antologi Esai i - Kemdikbud

104 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dilihat oleh matanya dalam kehidupan. Prosa polifonik telahmenjadi titian Alixievich, sebuah fitur narasi yang mencakupkeragaman sudut pandang dan suara. Konsep tersebut telahdikenalkan pertama kali dalam hidangan mentah oleh MikhailBakhtin, ia menggambarkan laksana konsep musik polifoni.Bakhtin menyatakan bahwa polifoni dan heteroglossia adalah fituryang mendefinisikan novel polifonik sebagai genre sastra.

Hemingway dan Alexievich mengajarkan pluralisme danteori makro dalam kesastraan. Hubungan kesastraan denganmedia massa tentu juga berkait-kelindan dengan publikasi dimedia online. Ketika awal era reformasi sampai dengan tahun2017 banyak masyarakat yang membicarakan cyber sastra (sastraonline/facebook). Alangkah eloknya kita menyikapinya sebagailangkah maju untuk sakralisasi karya sastra. Meski tidak seketatdan segawat sastra koran, kehadiran cyber sastra sejatinya menjadiajang silaturahmi kreatif dengan kawan-kawan di media sosial.Biarkan bukan kritikus yang mengkritisi, tetapi beberapa orangyang memberikan like atau komentar dengan cara dan gaya parasahabat maya kita. Keuntungan ungguhan-unggahan karya sastrapada media sosial yakni kadang membantu untuk mengenalkanmedia tersebut ke khalayak apalagi bila itu merupakan mediabaru yang menyediakan rubrik sastra. Memang telah 16 tahunberlalu polemik cyber sastra di Indonesia, tetapi para penentangnyaseolah tidak ada habisnya dan sampai kapan pun.

Pada era teknologi ini pula, banyak kita temukan berbagaikelompok penyuka puisi, penyuka cerpen, penyuka esai, penyukaresensi buku, penyuka opini, dan kelompok-kelompok penulislainnya di dunia maya. Yang perlu dicatat ketika era globalisasidan teknologi, kita sebagai homo sapiens yang mampu menciptafiksi, mengkaji sejarah, dan memikirkan masa depan harusmenjaga diri dari pengaruh revolusi komunikasi dan teknologiitu sendiri (Giddens,1999:33—38).

Page 119: Antologi Esai i - Kemdikbud

105Antologi Esai

Dampak nyata dari globalisasi dan teknologi ialah semakinsamarnya batas negara. Dunia menciut. Melalui internet kita bisamelakukan interaksi dengan seorang rekan di belahan dunialain dalam kejapan mata. Melalui televisi kita bisa menyaksikanperang teluk sambil tiduran, menyaksikan siaran langsung LigaChampions dari dalam rumah. Globaliasi sungguh telah mengubahdunia menjadi semacam pedesaan.

Bersamaan dengan itu, keberadaan negara pun melemahmeskipun tidak serta-merta menghilang. Giddens menyebutnyasedang ada perubahan fungsi pada negara dan pemerintah keposisi yang semakin lemah. Namun begitu, menurutnya di sisilain globalisasi juga “menekan” ke bawah yang menimbulkantuntutan-tuntutan dan kesempatan baru untuk meregenerasikanidentitas lokal. Dengan perkataan lain, melemahnya negaramemberikan peluang untuk bangkitnya kekuatan lokal.

Daftar PustakaAcep, Iwan Saidi. 2006. Matinya Dunia Sastra; Biografi Pemikiran

& Tatapan Terberai Karya Sastra Indonesia. Yogyakarta: PilarMedia.

Giddens, Anthony. 1999. The Third Way.http://cdn.assets.print.kompas.com/baca/akhir-pekan/esai/

2 0 1 7 / 0 4 / 2 2 / S a s t r a ( w a n ) - G e n e r a s i -facebook?utm_source=bacajuga. Diakses pada 10 April 2017.

http://sastra-indonesia.com/2017/05/sastrawan-generasi-facebook/. Diakses pada 10 April 2017.

http://www.kompasiana.com/pringadiasurya/tak-ada-s a l a h n y a - m e n j a d i - s a s t r a w a n -sosialita_574bdb716d7e61cf06412f14. Diakses pada 21 April2017.

https://boemipoetra.wordpress.com/2017/04/23/sastra-internet-vs-sastra-koran-majalah-lagi-maman-s-mahayana.Diakses pada 05 April 2017.

Page 120: Antologi Esai i - Kemdikbud

106 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

ht tps ://www.facebook .com/anindi ta . thayf/posts/10201906812430161. Diakses pada 07 Mei 2017.

Maman, S. Mahayana. 2005. 9 Jawaban Sastra Indonesia; SebuahOrientasi Kritik. Jakarta: Bening Publishing.

Noor, Agus. “Kritik Sastra Minus Legitimasi” dalam Kompas.Edisi 17 Maret 1996.

Pradopo, Rahmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Jogjakarta:Gadjah Mada University Press.

Wellek, Renne dan Austin, Warren. 1989. Teori Kesusastraan.Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Page 121: Antologi Esai i - Kemdikbud

107Antologi Esai

Proses Kreatif Penulisan Esai“Teori Makro dan Rumah Kesastraan Kita

Adalah Media Massa”

Oleh Ach. Khotibul Umam

Seiring dengan perlintasan zaman yang terus berubahini, kita tentu banyak tahu bahwa kesastraan kita juga me-rengsek masuk pada ruang baru yang jamak kita kenalsebagai era globalisasi, modernitas, atau postmodernitas.Tidak hanya pada tahapan ide, tema dan publikasi yangberubah, gerak dan habitus sastrawan pun juga mengalamipembelotan dari yang dahulu introver hingga over (lebihterbuka). Sastrawan (atau para penulis non fiksi sekalipun)yang dahulu mencari tempat sunyi untuk menulis, menyepidi gua dan di gunung-gunung, kini banyak kita temukanpara sastrawan menulis di kafe, warung kopi, mal, atauruang publik yang sama sekali jauh dari kata sepi. Mediapartner pun berubah; dari yang dahulu menulis di batu,kertas, mesin ketik, komputer, hingga menulis di gadget-pun banyak dilakoni para sastrawan. Maka inilah yang dibutkritikus Anindita S. Thayf sebagai “Sastrawan Sosialita”dalam esainya.

Nah, di era modern ini pula, angkatan sastrawan kitadiuntungkan dengan membiaknya ruang publikasi; baik daripenerbit yang saban waktu menjadi pengawal literasi, ataumajalah dan media massa (koran) yang setiap minggu danperbulannya menyediakan rubrik sastra (ada kolom puisi,cerpen, dan esai/kritik sastra). Atau yang paling mutakhir,

Page 122: Antologi Esai i - Kemdikbud

108 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

tentang menjamurnya publikasi di ruang maya semisal Facebook,Twitter, Instagram, blog dan media online lainnya. Sehinggahibrida penyair dan keberaksaraan bangsa kita mulai ter-bangun dengan baik, ketika melihat unggahan-unggahanpuisi, cerpen, esai di akun pribadi mereka.

Maka dengan adanya data-data tersebut saya meng-ambil gagasan mengenai problematika kesastraan yang adadi Indonesia ini khususnya. Dengan mengaitkan hal ter-sebut dengan sistem teori Makro yang menjelaskan bahwakarya sastra sebagai hasil produksi tidak bisa terlepas darisistem lain yang melingkupinya.

Jadi sejatinya karya sastra hadir bukan dari ruang ham-pa, di sana tentu ada nama ada pengarang, ada lembagaproduksi, ada penerbit, ada media massa dan ada pembacayang menjadi semacam trilogi kebinnekaan.

Dari sana lah saya timbul gejolak untuk menuliskansebuah esai yang berjudul “Teori Makro dan Rumah Ke-sastraan Kita Adalah Media Massa” sejalan dengan terusberkembangnya zaman, tentu tidak elok kita jika harus me-lewati peran dari media massa. Sering kita tahu bahwa karya-karya sastra banyak kita jumpai di sana baik dalam cetakataupun dalam bentuk virtual (online).

Itulah beberapa hal mengenai terciptanya esai sayayang berjudul “Teori Makro dan Rumah Kesastraan KitaAdalah Media Massa” segalanya bermula dari kegelisahan-kegelisahan sesaat yang menurut saya perlu dikaji secaraserius demi terciptanya suatu kajian yang dapat memberikandampak positif pada kehidupan karya sastra serta terhadappemikiran suatu bangsa. (Indonesia khususnya).

Yogyakarta, 2017

Page 123: Antologi Esai i - Kemdikbud

109Antologi Esai

Tangannya seakan menari ketika melemparkan Petruk,Gareng, dan Bagong di balik kelir. Membuat para lakon terbangtinggi menghayati perannya dalam Pandhawa Darmasraya. De-ngan suara menggelegar Petruk yang baru saja lolos dari peris-tiwa Bale Sigala-gala kemudian menantang bertarung PrabuBaka, raksasa penguasa negeri Era Cakra yang gemar membunuhdan memangsa rakyatnya.

“Opo kowe isih pingin iso mangan gudege Yu Djum? Minggato!”‘Apa kamu masih ingin bisa makan Gudeg Yu Djum? Pergilah!’tantangnya yang kemudian diakhiri dengan duel seru antar-lakon. Lengkap dengan gelak tawa hadirin yang mengiringi aksidalam pewayangan tersebut yang digelar dalam rangka DiesNatalis UNY ke-53, bertempat di Halaman Rektorat UNY padaSabtu (13/05/2017) malam.

Sekilas tak ada yang berbeda dari Dimas Hazel Abi RamaArrafi, sang Dalang yang sedang beraksi dalam pewayangantersebut dibandingkan dengan dalang lain pada umumnya. Abimenyampaikan pesan penuh makna bahwa kebaikan akan selalumenang melawan kejahatan dan iri dengki. Dalang juga berhasilmenampilkannya dengan ciamik penuh canda sehingga menga-burkan persepsi penonton tentang dalang yang bersuara dalam

PEMENANG X PEMENANG X PEMENANG X PEMENANG X PEMENANG X

Wayang Punya Caranya Sendiri

untuk Lestari

Ilham Dary AthallahUniversitas Gadjah Mada

Page 124: Antologi Esai i - Kemdikbud

110 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dan serak menggelegar tersebut sebenarnya sosok bocah yangbaru berusia 13 tahun. Dalang seakan berusaha meyakinkandunia bahwa budaya wayang kita takkan punah layaknya pe-simisme banyak pihak dan membuat pemangku kebijakan yangsejak awal memaksakan bahasa Jawa sebagai muatan lokaldengan alasan cemas bahwa generasi muda tidak akan mengenallagi wayang selayaknya merefleksikan kembali esensi sejatinguri-uri kebudayaan.

Yang Dibutuhkan Bukan Mewajibkan Mulok Bahasa Jawa

Tak bisa dipaksa memang dan selayaknya berasal daripanggilan hati. Layaknya ketika Prof. Sutrisna Wibawa, RektorUNY yang berstatus sebagai guru besar filsafat Jawa, pertamakali menggemari nilai tradisi dan budaya Jawa termasuk wayang.Panggilan itu memang datang dari sosok guru bahasa Jawanyasemasa SMA, Sukardi, bukan datang hanya dari pelajaran bahasaJawa yang ia peroleh di kelas di tengah tugas bahasa Jawa yangmenurutnya cukup sulit dan nilai yang diperolehnya juga takbegitu menonjol. Namun, inspirasi tersebut datang lebih karenasosok Sukardi sebagai individu dalam kehidupan sebagai figurkebapakan dan penuh kasih.

“Karena dari filosofi Jawa yang beliau terapkan dalamkehidupan sehari-hari yang sangat menginspirasi itu, darinyasaya mendapatkan bekal untuk menggali budaya Jawa,” ungkapSutrisna kepada penulis, yang sebagian hasil wawancaranya jugadimuat pada Koran Merapi, Jum’at (28/04/2017).

Hal yang sama juga terjadi pada Abi, sang Dalang Cilik.Ditemui penulis pascapentas dan dikisahkan kembali dalamMajalah Pewara Dinamika edisi Mei 2015. Ia berkisah bahwadirinya tidak lahir dari keluarga pedalang ataupun budayawan,tidak pula pernah dipaksa oleh orang tuanya, ataupun menyukaipelajaran bahasa Jawa di sekolah. Akan tetapi, dari ekstra-

Page 125: Antologi Esai i - Kemdikbud

111Antologi Esai

kurikuler karawitan ia kejar sampai harus berpindah sekolahkarena sekolah sebelumnya hanya menyediakan pelajaran bahasaJawa yang diampu oleh guru berusia lanjut dan berlangsungcukup membosankan. Sembari aktif dalam komunitas dalang disekitar Tulungagung hatinya mulai tergerak.

Dua kisah ini kemudian bisa direfleksikan dalam pertanyaantentang pembelajaran wayang yang menjadi bagian dari ke-wajiban mulok bahasa Jawa di sekolah yang pada dasarnya tim-bul dari persepsi banyak pihak karena semakin lunturnya nilai-nilai kebudayaan Jawa pada generasi muda. Selain itu, juga me-munculkan pertanyaan yang substantif dan fundamental pula.Haruskah semua siswa dipaksa untuk belajar muatan lokal jikahatinya memang tak terpanggil? Ia berada di tengah merekayang tak menggemari pelajaran tersebut di sekolah bahkan yangtidak bersekolah justru lebih paham dan aktif melestarikanwayang dan budaya Jawa dibanding mereka yang dipaksa be-lajar dalam kerangka kurikulum pendidikan. Dalang masyhuryang akrab di tengah telinga masyarakat layaknya Ki Nartosabdo,Ki Manteb Soedharsono, dan Ki Anom Suroto justru tak me-nuntaskan kewajibannya bersekolah formal. Dengan demikian,anggapan kekhawatiran yang kemudian membuat hampir setiappemerintah daerah beramai-ramai mengaplikasikan kewajibanmata pelajaran muatan lokal untuk mentransfer ilmu penge-tahuan menjadi dipertanyakan ketika realita di lapangan justrumenyatakan sebaliknya.

Ada beberapa argumen yang perlu ditelaah dalam mema-hami mengapa mata pelajaran bahasa Jawa pada dasarnya tidakperlu dipaksakan. Aspek psikologi dalam kebebasan memilih(free-choice learning) menjadi salah satu hal yang palingfundamental dan utama karena anak yang dipaksa tidak akanmencapai hasil belajar yang maksimal. Lebih jauh lagi tekananpsikologis yang timbul dari pergolakan hati atas keterpaksaan

Page 126: Antologi Esai i - Kemdikbud

112 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

belajar menurut French dapat mengakibatkan stres, depresi,keputusasaan, dan mengganggu equibrilium fisiologi normalhingga mengganggu perkembangan kognitif dan mental anak.

French dan Raven telah mengenalkan lima sumber kekuasa-an yang memengaruhi perilaku individu: koersif, insentif, legit-masi, ekspertis, dan referensi. Kurikulum saat ini diterapkanoleh pemerintah dengan sumber kekuasaan legitimasi sertakoersif. Kemampuan tersebut mampu memengaruhi dan me-maksa siswa karena posisi negara lewat otoritas sekolah mampumemberikan hukuman bagi individu yang tidak mau mematuhikewajiban untuk belajar, baik melalui hukuman di sekolahmaupun nilai buruk dalam rapor. Dari kondisi pemaksaan belajartersebut Weiten mengidentifikasi dua respons yang dapatmuncul dari peserta didik: menghadapi (fight), dan menghindar(flight). Dalam kedua proses tersebut Hurlock menjelaskanbahwa minat pribadi dan ketertarikan akan sulit dimunculkan.Apabila ketertarikan itu muncul, hal tersebut dapat memberikandampak secara psikologis, baik positif maupun negatif. Haltersebut bergantung pada bagaimana individu terkait menyikapitekanan psikologis itu. Hasil studi membuktikan bahwa anakyang dipaksa mengikuti suatu pelajaran lebih cenderung meng-hindar dibanding harus menghadapi.

Hal tersebut juga diperkuat hasil jajak pendapat yang di-lakukan oleh Falk, psikolog dari Oregon State University. Diaberpendapat bahwa mereka yang menekuni suatu bidang semasaberanjak dewasa lebih cenderung mendapatkan inspirasinya darikegiatan ataupun bacaan di luar kelas (73,2%) dan pengalamanhidup (69%) dibanding kewajiban di dalam kelas (62,3%).Rendahnya persentase menurut studi tersebut menunjukkanbahwa dalam tekanan dan keterpaksaan belajar, jumlah anakyang mengalami kegagalan dalam menghadapi tantangan (failureto fight) dan memilih untuk menghindar (flight) lebih signifikan

Page 127: Antologi Esai i - Kemdikbud

113Antologi Esai

dibanding mereka yang belajar sesuatu secara alami ataskemauan sendiri.

Argumentasi psikologi kebebasan memilih tersebut jugaterkait dengan transformasi jikalau bahasa Jawa ataupun pen-dalaman wayang secara spesifik lebih disorongkan dalam bentukekstrakurikuler, mata pelajaran pilihan, ataupun atas kemauansendiri belajar di luar lingkungan sekolah alih-alih dipaksakandalam kurikulum. Tanpa adanya kewajiban itu, subjek tersebutakan tetap diminati oleh sebagian siswa sehingga lebih mampumenjadikan pembelajaran secara dinamis dan student-centeredsecara lebih komprehensif. Hal itu terjadi karena adanyaketerikatan batin (engagement). Keterikatan batin tersebut tidakhanya mendorong anak untuk rajin mengikuti pembelajaran diruang kelas dan meningkatkan nilai, tetapi juga mendoronguntuk gemar mendiskusikannya dan belajar secara mandiri lewatmedia pembelajaran yang tersedia tanpa diperintahkan sembariberpikir kritis. Studi dari Posner dan Candell menunjukkanbahwa para siswa yang diberikan kesempatan untuk memilihmata pelajaran yang diambilnya memiliki pencapaian akademisyang lebih superior dibanding temannya dari sekolah lain yangtidak diberi kebebasan untuk memilih. Hal tersebut termasukmencegah kecenderungan siswa untuk melupakan subjek yangtelah dipelajarinya karena telah melewati ulangan atau ujianakhir (fenomena summerlearningloss).

Selanjutnya, penempatan ulang bahasa Jawa dari muatanlokal yang diwajibkan dalam kurikulum juga dapat ditilik darisegi pengajar. Guru secara pedagogis akan dimudahkan karenalebih mudah mengintegrasikan para siswa dalam pembelajaran.Hal itu dikarenakan mereka benar-benar berminat. Dengandemikian, waktu yang biasa dihabiskan untuk memaksa inklu-sivitas pada mereka yang tidak berminat bisa dimanfaatkan.Jika sebelumnya para guru harus menarik perhatian dan meng-

Page 128: Antologi Esai i - Kemdikbud

114 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

ajar seluruh siswa tanpa terkecuali, siswa yang tidak berminatakan cenderung gaduh, tidak memperhatikan, dan sulit untukdiajar. Dengan hanya mengajar siswa yang berminat tugas gurumenjadi lebih mudah dan dapat lebih fokus kepada materi sertakonten pembelajaran. Siswa kemudian dapat diuntungkan daripembelajaran yang terfokus karena antara siswa dan guru me-rasa sama-sama saling membutuhkan pengetahuan tersebut.Argumentasi ini diperkuat oleh studi Heimlich dan Stroksdieckyang menyebutkan bahwa keunggulan dari kebebasan memilihpelajaran juga mampu mendorong pembelajaran bersifat kontinusebagai life-long education alih-alih sekadar terpaksa belajar danmengejar nilai ujian. Negara-negara dengan peringkat sistempendidikan tertinggi di dunia, layaknya Scandinavia, Eropa,ataupun Australia, telah lama memberikan kemerdekaan padapara siswanya untuk memilih pelajaran apa pun yang diingin-kannya. Indonesia selayaknya dapat mencontoh atau merefleksi-kan sistem pendidikan berbasis free-choice learning tersebut.

Selanjutnya, jika menilik kapabilitas sekolah dalam me-nyediakan pengajaran bahasa Jawa, kurikulum muatan lokaltersebut juga berimplikasi pada rendahnya kualitas pembelajarankarena masih kekurangan guru bahasa Jawa di berbagai daerahdan keterbatasan literatur rujukan. Kekurangan tersebut tecer-min dari rilis statistik guru di Jawa Timur. Ironisnya provinsiyang mewajibkan bahasa Jawa diajarkan selama dua jam pelajaranper minggu idealnya memiliki 6.000 guru (dengan mengalkulasisatu orang guru memiliki kewajiban mengajar selama 24 jam)hanya memiliki 2.817 guru. Hal ini diperparah dengan ketiadaanbuku bacaan ataupun LKS yang dapat dijadikan rujukan bagipara siswa. Keputusan itu dapat dicermati sebagai keputusanyang tergesa-gesa tanpa perhitungan matang. Sebaliknya, di luarsekolah ada banyak praktisi budayawan yang membuka peng-ajaran secara informal yang bisa dirangkul dalam penyeleng-

Page 129: Antologi Esai i - Kemdikbud

115Antologi Esai

garaan pembelajaran dan ekstrakurikuler di sekolah. Namun,hal itu acap dipandang sebelah mata oleh pemerintah, selainkurang pendanaan. Di Tulungagung tempat Abi, sang DalangCilik tinggal misalnya, ia telah melalang buana dari berbagaikomunitas pendalangan di luar sekolahnya mulai dari PersatuanPedalangan Indonesia (Pepadi) Tulungagung hingga sanggar-sanggar komunitas.

Dari argumentasi menilik kembali kewajiban bahasa Jawadi sekolah tersebut, pertanyaan refleksi kemudian dapat dimun-culkan. Apa esensi negara memaksa murid yang tidak berminatbelajar bahasa Jawa dengan sanksi yang dapat membuat per-kembangan kognitif ataupun mentalnya terhambat, dengan guruataupun fasilitas yang relatif kurang kompete jika di luar adakomunitas epistemik yang siap membantu pemerintah untukmenggalakkan semangat nguri-uri wayang sebagai kebudayaanluhur Jawa.

Kembali pada Filsafah Hamot, Hamong, Hamemangkat

Menilik kembali apa sebenarnya esensi yang ingin dibawa-kan oleh pemerintah ketika mengharapkan para putra-putribangsa memahami wayang sampai membuat pelajaran bahasaJawa dipaksakan, selayaknya kembali berangkat dari kekuatanhamot, hamong, dan hamemangkat yang ditekankan dalam nilaipewayangan. Mempelajari wayang adalah mempelajari kemam-puan untuk terbuka menerima pengaruh luar (hamot), menya-ring unsur baru sesuai dengan nilai wayang yang ada (hamong),dan mengangkat sesuatu menjadi nilai baru (hamemangkat). Lebihjauh lagi, semangat akulturasi dan keterbukaan tersebut jugadapat diinterpretasikan sebagai semangat silaturahmi. Negaraharus menyadari bahwa ia tidak bisa bergerak sendiri sebagaientitas adikuasa, tapi dalam perjalanan mencerdaskan kehidup-an bangsa selayaknya juga mampu menerima dan merangkul

Page 130: Antologi Esai i - Kemdikbud

116 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

para budayawan untuk turut serta dalam misi tersebut. Sejauhini praktisi budaya kerap dimarginalkan, dipandang sebelahmata, dan kurang dukungan dana dari pemerintah.

Pemangku kebijakan dalam bidang pendidikan juga dapatberkaca dari tembang “Ngidamsari”. Dalam tembang tersebutdikisahkan nahkoda tidak bisa berlayar jika tidak memiliki prau(perahu lengkap dengan krunya), sasaddarat (bulan-bintang)denpepetri (sebagai acuan). Perahu dan kru tersebut diinterpre-tasikan sebagai negara yang tidak hanya seorang diri, tetapilengkap dengan komunitas masyarakat di dalamnya sebagaisebuah kesatuan bangsa. Adapun sasaddarat dapat dimaknaisebagai target terukur atas pencapaian pemerintah di bidangpengembangan karakter yang tetap harus dikembangkan melaluikritik dan saran dari budayawan.

Dalam tataran praktis esai ini percaya bahwa menjadi pentinguntuk memahami pemerintah selayaknya tidak mengintervensilewat kewajiban menekuni bahasa Jawa dalam kurikulum.Seyogyanya pemerintah memberikan ruang lebih bagi merekayang terpanggil hatinya melalui penyediaan studi wayang secaralebih komprehensif dalam kegiatan ekstrakurikuler ataupun diluar sekolah. Hal itu dimaksudkan agar pembelajaran tersebutdapat berjalan beriringan dan saling berkolaborasi membentukanak bangsa. Jika diagendakan dalam intrakurikuler, bahasaJawa dapat dipertimbangkan untuk dijadikan mata pelajaranpilihan dan dibuat lebih beragam, mendalam, dengan opsi meng-ambil jam pelajaran yang lebih panjang termasuk menyediakanmata pelajaran pilihan khusus pewayangan ataupun mata pe-lajaran lain seperti gamelan dan seni tari. Adapun untuk me-menuhi kebutuhan pengajar, para budayawan dapat diundangke sekolah untuk berbagi pengetahuannya sembari menyokongkekurangan pengajar yang dimiliki sekolah. Sebaliknya, pengi-riman para siswa ke sanggar budaya tempat para budayawan

Page 131: Antologi Esai i - Kemdikbud

117Antologi Esai

berkarya juga dapat dilakukan, baik dengan dana dari peme-rintah, siswa secara mandiri maupun kemampuan finansialkomite sekolah secara gotong royong dan sukarela.

Kerja sama antarsekolah layaknya yang dilakukan dalamfenomena saling pinjam komputer ketika Ujian Nasional CBT,juga dapat diterapkan dalam pengajaran wayang. Ketika meng-gelar kelas dalang misalnya, suatu sekolah dapat membuat kelastersebut terbuka. Jadi, kelas tersebut dapat diikuti oleh siswadari sekolah lain dengan mengeluarkan nilai yang diakui antar-sekolah dan dapat dicantumkan di rapor. Selain meringankanbeban finansial dan memaksimalkan inklusivitas keilmuan bagimereka yang berminat, kooperasi antarsekolah tersebut akanmampu menjadikan antar siswa saling mengenal sehingga me-ngurangi tawuran. Peran aktif dan terobosan Disdik Kabupaten/Kota untuk SD dan SMP ataupun Disdik Provinsi untuk SMAsederajat menjadi penting untuk mewujudkan integrasi tersebut.

Selain itu, penting pula bagi sekolah untuk memberikanapresiasi bagi mereka yang menekuni minat belajar wayang diluar kerangka pembelajaran sekolah layaknya di sanggar budaya.Apresiasi tersebut dapat dilakukan, baik melalui pengakuankredit nilai luar sekolah, pemberian insentif beasiswa bagi yangberprestasi, mengurangi atau memampatkan pelajaran wajiblainnya, dan memastikan bahwa pelajaran itu berlangsung me-narik dan interaktif. Hal ini sudah dilakukan SMA 3 Semarangdengan mewajibkan pembelajaran hanya berlangsung lima harikerja sejak tahun 2011 dengan sistem SKS discontinue dan apre-siasi kredit bagi mereka yang bersedia mendalami keilmuanyang diinginkannya pada hari Sabtu, baik mendalami ekstra-kurikuler sekolah, belajar seni bela diri ataupun beragam senikebudayaan di luar sekolah, atau bahkan menjadi volunteer, danmencari pengalaman bekerja. Semua hal tersebut kemudiandicantumkan dalam rapor peserta didik atau dengan pemberian

Page 132: Antologi Esai i - Kemdikbud

118 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

surat keterangan. Dengan demikian, hal itu dapat bermanfaat,baik sebagai acuan para siswa untuk belajar lebih giat maupunsebagai pertimbangan administratif atas pengakuan keahlianyang dimiliki untuk mendaftar ke jenjang yang lebih tinggi.

Program Belajar Bersama Maestro di tingkat nasional padatahun 2016 telah menghadirkan dalang I Made Sidia. Hal itudapat menjadi salah satu refleksi bagaimana negara bisa ikutserta berperan menghadirkan budayawan di tengah-tengahmasyarakat untuk mempelajari wayang. Terbukti pendaftaranBelajar Bersama Maestro berlangsung cukup sukses dengantingginya jumlah peserta dan antusiasme yang hadir di rumahataupun tempat sang Maestro berkaya untuk mengasah penge-tahuannya. Di tingkat daerah Dinas Kebudayaan Surabaya telahsecara rutin menghadirkan festival dan pembelajaran ludruksecara bergiliran di sekolah-sekolah. Hal tersebut dapat direflek-sikan bahwa kerja sama antara budayawan dan negara dalammendidik masyarakat tanpa melalui paksaan telah terbukti ber-hasil dan selayaknya dikembangkan dengan melibatkan masya-rakat secara lebih luas.

Tentu solusi yang diusulkan esai ini tidak akan lepas darikritik ataupun pengembangannya. Pihak yang mendukung ke-wajiban mata pelajaran dalam kurikulum akan menekankan pen-tingnya bahasa Jawa dikenalkan sebagai mata pelajaran di kelas,di tengah masyarakat yang terekspos budaya modern secaramasif dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang hidup diperkotaan akan relatif sulit mencari rujukan untuk belajar bahasaJawa. Namun, yang perlu digarisbawahi dalam memahami manu-sia sebagai makhluk sosial yakni manusia secara genetik akanselalu memiliki rasa penasaran yang secara genetik atas hal apapun yang belum diketahuinya. Pandangan pertama terhadapsuatu keilmuan menjadi penting untuk melakukan transformasipemikiran pribadi ataupun lingkungan guna mengaplikasikan

Page 133: Antologi Esai i - Kemdikbud

119Antologi Esai

pemahaman dan minat atas suatu ilmu yang secara psikologistidak bisa dipaksakan.

Dengan demikian, rasa penasaran, pertanyaan, dan eksplo-rasi dari entitas atas suatu fenomena dapat memunculkan keter-tarikan pribadi serta motivasi mendalami lebih lanjut jika kitamemberikan kesan yang baik kepada kebudayaan Jawa alih-alih paksaan untuk mempelajarinya. Kesan-kesan indah tersebutdapat terpatri lewat ajakan persuasif dan kebebasan memilihjalannya sendiri. Kemampuan studi tersebut dipelajari di luarkelas dengan berguru kepada siapa saja yang dirasa kompetendan menarik, serta mampu memberikan insentif kredit ataupunpenghargaan atas free-will yang dipilihnya. Jika menekuni pe-lajaran tersebut, cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa akanlebih mudah dicapai. Layaknya yang telah digambarkan wayang,ia menjelma sebagai wewayanganing ngaurip ‘gambaran ke-hidupan’ dan akan selalu menemukan jalannya sendiri untuksenantiasa lestari. Jalan kebebasan yang sama, layaknya Pan-dhawa yang dibiarkan menentukan nasibnya sendiri tanpa ter-ikat oleh Kerajaan Hastinapura, tetapi akhirnya tetap meneruskannilai luhur kerajaan tersebut dan senantiasa hamemayu hayuningbawana ‘menyebarkan kebaikan dan memperindah dunia’ alih-alih terjerumus kejahatan. Hanya dengan jalan kebebasan nandamai pelestarian wayang bisa dicapai dengan menjadikan se-mua orang di dalam perjuangan nguri-uri tersebut merasa ikhlasdan terpanggil hatinya.

Page 134: Antologi Esai i - Kemdikbud

120 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Proses Kreatif Penulisan Esai“Wayang Punya Caranya Sendiri untuk

Lestari”

Oleh Ilham Dary Athallah

Malam Minggu itu sebenarnya saya sudah bersiapdengan baju wangi dan rambut tersisir penuh gaya. Bersiapmenjelalahi kota Yogyakarta yang menyimpan sejuta kisahkasih bagi para muda-mudi di dalamnya. Tapi tiba-tibatelepon genggam saya berbunyi selepas salat magrib. Se-jenak menggugah pertanyaan di tengah duduk antara duasujudku.

Kulanjutkan salat magrib dan mencoba kembali khu-syuk, tapi nyaring telepon genggam itu tiada berhenti.Hingga kemudian salam akhir salat terucap, dan aku punberdiri menjawab telepon. Bapak Sismono Laode, SekretarisEksekutif UNY, ternyata meneleponku untuk suatu halpenting. Meminta saya untuk sesegera mungkin ke halamanRektorat UNY untuk menerima Hazel Abi, juara dalangcilik Dies Natalis UNY asal Temanggung, dan menuliskanprofil lengkapnya untuk dokumentasi humas. Sekaligus,hadir dalam pergelaran wayang semalam suntuk yang akandigelar malam itu.

Ketika saya mengeluh kenapa tugas ini begitu men-dadak, ia berkata tegas. “Pak Rektor inginnya Ilham yangnulis.” Dan membuat saya tak punya pilihan selain datangdan ikut menyaksikan.

Page 135: Antologi Esai i - Kemdikbud

121Antologi Esai

Wawancara kepada Hazel kemudian bergulir. Di da-lam percakapan, ia mengungkapkan bahwa dirinya sesung-guhnya tak begitu menggandrungi pelajaran bahasa Jawa.Hazel bahkan takut dengan gurunya di kelas yang ia anggapgalak dan kurang menarik. Argumen tersebut diperkuatdengan hasil penelitian yang diungkapkan dalam HarianJogja, bahwa pelajaran bahasa jawa dianggap mayoritassiswa Gunungkidul sebagai mata pelajaran yang mem-bosankan. Melawan ungkapan yang acap didengungkankepada publik oleh otoritas dan pemangku kepentingan,bahwa kewajiban mempelajari bahasa Jawa yang kemudiandikemas dalam muatan lokal tersebut penting di tengahderasnya arus globalisasi. Ungkapan yang kemudianmenimbulkan keresahan dalam benak saya untuk menulisesai ini, berkenaan tentang apa sebenarnya esensi pemaksa-an suatu mata pelajaran, jika anak-anak justru tanpa sadardibesarkan untuk semakin membencinya, bukan melestari-kannya? Mereka akan melupakannya ketika ujian usai danliburan datang dalam fenomena summer learning loss.

Dari situlah, petualangan saya mendalami filsafatwayang serta bagaimana solusi bottom up dan inklusif dalammelestarikan budaya wayang dimulai.

Page 136: Antologi Esai i - Kemdikbud

122 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Page 137: Antologi Esai i - Kemdikbud

123Antologi Esai

ESAIKARYA PILIHAN

Page 138: Antologi Esai i - Kemdikbud

124 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Beberapa tahun terakhir ini, sejumlah negara di TimurTengah dan Eropa sering mengundang cendekiawan muslimIndonesia untuk mengetahui lebih dalam tentang Islam yangberkembang di Indonesia atau Islam Nusantara yang wajahnyasama dengan Islam wasathiyah, yaitu Islam yang ada di tengah,tidak berada dalam kutub ekstrem dalam pemahaman danpengalamannya. Timur Tengah dan Eropa kagum dengan Islamdi Indonesia karena dapat hidup rukun dengan agama lain, ber-akulturasi dengan budaya lokal dan bisa berdampingan dengandemokrasi.1

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamiin yang bersifat uni-versal. Artinya, misi dan ajaran Islam tidak hanya ditujukan ke-pada satu kelompok atau negara, melainkan seluruh umat manu-sia, bahkan jagat raya. Namun demikian, pemaknaan universali-tas Islam di kalangan umat muslim sendiri tidak seragam. Adakelompok yang mendefinisikan bahwa ajaran Islam yang dibawaNabi Muhammad, yang nota-bene berbudaya Arab, adalah final,sehingga harus diikuti sebagaimana adanya. Ada pula kelompok

Islam Nusantara: Strategi

Penyebaran Agama Islam dan

Keterlekatan Aspek Lokalitas

di Indonesia

Anggalih Bayu Muh KamimUniversitas Gadjah Mada

1 M.Khoiril Anwar dan Muhammad Afdillah, “Peran Ulama di Nusantara dalamMewujudkan Harmonisasi Umat Beragama,” Jurnal Ilmu Aqidah dan StudiKeagamaan, Volume 4 Nomor 1, 2016. Hlm 82.

Page 139: Antologi Esai i - Kemdikbud

125Antologi Esai

yang memaknai universalitas ajaran Islam sebagai yang tidakterbatas pada waktu dan tempat, sehingga bisa masuk ke budayaapapun. Ada satu lagi kelompok yang menengahi keduanya,yang menyatakan bahwa ada dari sisi Islam yang bersifat sub-stantif, dan ada pula yang literal.2 Kehadiran wacana Islam Nu-santara (IN) tidak terlepas dari pertarungan tiga kelompok diatas. IN ingin memosisikan diri pada kelompok ketiga. Ia mun-cul akibat “kegagalan” kelompok pertama yang menghadirkanwajah Islam tidak ramah dan cenderung memaksakan kepadabudaya lain, bahkan menggunakan kekerasan dalam mendak-wahkan Islam. Begitu juga kelompok kedua yang dianggap men-distorsi ajaran Islam.

Islam Nusantara ada, namun minim data thabaqat (biografi)yang komprehensif para tokoh muslim Nusantara setidaknya sejakabad ke-16. Hal ini berbeda dari fakta yang ada di Arab danPersia, yang mengakibatkan bangunan sejarah keduanya sangatkokoh lantaran kekayaan sumber literasi tentang itu. Sementaraitu, Kiai Afif yang menyoroti Islam Nusantara dari sudut pan-dang fiqih mengatakan, istilah “Islam Nusantara” memang agakganjil didengar lantaran Islam bersifat ilahiyah. Akan tetapi,harus diperhatikan bahwa Islam juga teralitasi dalam praktikkeseharian. Artinya, selain ilahiyah, Islam juga bersifat insaniyah(manusiawi). Karena itu, Kiai Afif menilai jika ada Islam Nusan-tara juga ada fiqih Nusantara. Fiqih Nusantara adalah pahamdan prespektif keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialek-tika teks-teks syariat dan budaya, juga realitas di (daerah) setem-pat.3 Islam Nusantara muncul sebagai alternatif penyebaranagama Islam yang menyatukan aspek lokal dengan syiar yang,tentu saja, menarik untuk dikaji lebih dalam.2 Khabibi Muhammad Luthfi,” Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal,”

Jurnal Shahih, Vol. 1, Nomor 1, Januari-Juni 2016. Hlm 2.3 Anonim,” Apa Itu Islam Nusantara ?”(http://www.muslimedianews.com/

2015/04/apa-itu-islam-nusantara.html, diakses pada 8 Mei 2017).

Page 140: Antologi Esai i - Kemdikbud

126 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Latar Belakang Kemunculan Pendekatan Islam Nusantara

Bermula dari tema muktamar Nahdlatul Ulama (selanjutnyadisebut NU) ke-33 Agustus 2015 di Jombang, Islam Nusantaramenjadi sangat populer. Wacana tentang Islam Nusantara menuaibanyak perdebatan di kalangan para intelektual muslim. WacanaIslam Nusantara bisa saja diperselisihkan. Islam sebagai substansiajaran yang turun di Makkah lalu tersebar ke Madinah dan kedaerah-daerah lain seperti negara Yaman, Mesir, Irak, India,Pakistan hingga ke Indonesia dan seluruh dunia. Islam yangmenyebar kemudian bertemu dengan budaya setempat. Padamulanya, Islam di Makkah bertemu dengan budaya Makkah.Akulturasi antara budaya dan agama kemudian oleh Islam dibagimenjadi tiga. Pertama, adakalanya Islam menolak budaya setem-pat. Kedua, Islam merevisi budaya yang telah ada. Ketiga, Islamhadir untuk menyetujui budaya yang telah ada tanpa menolakdan tanpa merevisinya.4

Dari segi terminologi, istilah “Islam Nusantara” sebenarnyakurang tepat. Karena bisa membawa pada pengertian bahwaIslam Nusantara merupakan bagian dari jenis-jenis Islam yangbanyak. Kita harus menyatakan bahwa Islam itu satu dan tidakplural (banyak). Adapun yang tampak banyak, sebenarnya adalah‘madzhab’, aliran pemikiran, pemeluk dan lain-lain, bukan Islamitu sendiri. Menyematkan sifat pada kata Islam perlu hati-hati.Pengggunaan kata sifat yang ditempelkan kepada Islam, misal-nya “Islam Jawa”, Islam Bali”, “Islam Arab”, “Islam China”, “IslamToleran”, “Islam Pluralis” “Islam Sekular”, dan lain-lain akan mem-buat kesan bahwa Islam itu plural, dan menyempitkan maknaIslam.5 Karena itu, term ‘Islam’ tidak memerlukan predikat atau

4 Queen Fannis Listia. Islam Nusantara: Upaya Pribumisasi Islam Menurut Nu(Surabaya : UIN Sunan Ampel, 2016): 69.

5 Pizaro N. Tauhidi, dkk. Islam Nusantara Islamisasi Nusantara atau MenusantarakanIslam (Surabaya : Institut Pemikiran dan Peradaban Islam, 2015): 14.

Page 141: Antologi Esai i - Kemdikbud

127Antologi Esai

sifat lain. Jika Islam diberi sifat yang lain, justru akan memper-sempit Islam itu sendiri. Maka, dalam hal ini seharusnya yanglebih tepat ialah menggunakan frasa “Muslim Nusantara”, karenahakikatnya pemeluk Islam itu terdiri dari banyak bangsa dansuku, termasuk di dalamnya muslim yang ada di Nusantara ini.Atau, istilah lain yang lebih tepat ialah “Islam di Nusantara” karenaagama Islam telah menyebar luas ke seluruh dunia, termasuk diNusantara.

Islam Nusantara sesungguhnya hanya penyerdehanaan daritipologi Islam Indonesia hasil perpaduan antara Islam dengankebudayaan nusantara. Nusantara dalam perspektif ini bukanlahhanya pada konsep geografis, lebih jauh dari itu nusantara me-rupakan encounter culture (pusat pertemuan budaya) dari seluruhdunia. Mulai dari budaya Arab, India, Turki, Persia termasukdari budaya Barat yang melahirkan budaya dan tata nilai yangsangat khas. Oleh karena itu, Nusantara bukan sebuah konsepgeografis melainkan sebuah konsep filosofis dan menjadi per-spektif atau wawasan sebuah pola pikir, tata nilai dan cara pan-dang dalam melihat dan menghadapi budaya yang datang.6

Islam Nusantara merujuk pada fakta sejarah penyebaran Islamdi Nusantara dengan cara pendekatan budaya, tidak dengandoktrin yang kaku dan keras. Islam di Nusantara didakwahkandengan cara merangkul budaya, meyelaraskan budaya, meng-hormati budaya, dan tidak memberangus budaya. Berdasarkanpijakan itulah, NU akan bertekad mempertahankan karakterIslam Nusantara, yaitu Islam yang ramah, damai, terbuka, dantoleran. Memaknai Islam Nusantara adalah Islam yang khas alaIndonesia yang merupakan gabungan nilai Islam teologis dengannilai-nilai tradisi lokal, budaya dan adat istiadat di Nusantara.

Ada beberapa definisi tentang Islam Nusantara yang di-kemukakan oleh pemikir-pemikir Islam, antara lain “Islam6 Listia, op.cit., Hlm 72.

Page 142: Antologi Esai i - Kemdikbud

128 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Nusantara ialah paham dan praktik keislaman di bumi Nusantarasebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realitas danbudaya setempat.” Pemaknaan senada, “Islam Nusantara ialahIslam yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologisdengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, adat istiadat di tanahair”. Definisi pertama menunjukkan bahwa secara substantif,Islam Nusantara merupakan paham Islam dan implementasinyayang berlangsung di kawasan nusantara sebagai akibat sintesisantara wahyu dan budaya lokal, sehingga memiliki kandungannuansa kearifan lokal (local wisdom). Sedangkan definisi keduamerupakan Islam yang berkarakter Indonesia, tetapi juga sebagaihasil dari sintesis antara nilai-nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi lokal. Hanya saja, wilayah geraknya dibatasi padawilayah Indonesia, sehingga lebih sempit daripada wilayah ge-rak dalam pengertian pertama yang menyebut bumi nusantara.Sayangnya, dalam sumber-sumber tersebut bumi nusantara tidakdijelaskan wilayah jangkauannya. Selanjutnya, terdapat pemak-naan Islam Nusantara yang ditekankan sebagai metodologidakwah yang berbeda dengan pemaknaan yang pertama mau-pun kedua. Definisi tersebut, dari segi skala berlakunya, memilikikesamaan seperti definisi kedua. Namun, definisi ini mengan-dung penekanan, di samping pada metodologi dakwah, jugapada universalitas ajaran Islam, prinsip ahlussunnah waljama’ah,dan proses dakwah amputasi, asimilasi, atau minimalisasi untukmensterilkan metodologi dakwah itu dari tradisi-tradisi lokalyang menyesatkan. Alur berpikir yang tercermin dalam definisiketiga itu juga kurang jelas, untuk tidak dikatakan kacau, se-hingga tidak mudah dipahami kecuali dilakukan telaah secaracermat dan teliti, karena alur berpikirnya yang berkelok-kelok.7

7 Mujamil Qomar,” Islam Nusantara: Sebuah Alternatif Model Pemikiran, Pemaham-an, Dan Pengamalan Islam,” Jurnal el Harakah, Vol.17 No.2 Tahun 2015. Hlm 199-202.

Page 143: Antologi Esai i - Kemdikbud

129Antologi Esai

Islam Nusantara sebagai Cerminan Upaya Pribumisasi Agama

Islam Nusantara merupakan upaya pribumisasi agama agarmudah dicerna. Pribumisasi Islam telah menjadikan agama danbudaya tidak saling mengalahkan, melainkan berwujud dalampola nalar keagamaan yang tidak lagi mengambil bentuk autentikdari agama, serta berusaha mempertemukan jembatan yang se-lama ini melintas antara agama dan budaya. Islam pribumi justrumemberi keanekaragaman interpretasi dalam praktik kehidupanberagama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-beda. Dengandemikian, Islam tidak lagi dipandang secara tunggal, melainkanberaneka ragam. Tidak lagi ada anggapan Islam yang di TimurTengah sebagai Islam yang murni dan yang paling benar, karenaIslam sebagai agama mengalami historisitas yang terus berlanjut.8

Kajian budaya Islam Nusantara diharapkan menjadi dasarIlmu pengetahuan dan warisan budaya yang bersumber dari ke-arifan lokal masyarakat Indonesia yang menggabungkan antarasumber transenden dengan local wisdom humanity. Dalam meng-hadapi dunia global, semestinya, jangan sampai kehilangan akarkebudayaan bangsa. Yang terpenting ialah mengembangkan penge-tahuan tetap bercorak humanisme yang digali dari nilai-nilai ma-syarakat Indonesia. Islam Nusantara bukan sekadar Islam yanglahir dari tradisi, akan tetapi juga dapat menjadikan tradisi sebagaisebuah kekuatan baru yang bertumpu pada kekuatan rakyat sipildengan berbekal konstruksi pengetahuan dan ilmu pengetahuanserta menjadikan kekuatan moral sebagai tonggak utama. SayyidHossen Nasr, berpendapat dalam bukunya Traditional Islam InThe Modern World, gerakan kaum tradisionalis mereka sangatbertumpu pada semangat dan gerakan rohani yang dibawa olehtasawuf, masyarakat diarahkan kepada revolusi rohani disan-dingkan dengan aspek syariat. Pemikiran Sayyid Hossein Nasr

8 Listia, op.cit., Hlm 47.

Page 144: Antologi Esai i - Kemdikbud

130 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

ini, formulasinya telah dicetuskan terlebih dahulu oleh Imamal-Ghazali, Imam al-Qushairi dan para pendahulunya.9

Islam Nusantara juga merupakan bentuk pelaksanaan Islamkultural yang dianggap sebagai upaya mendekatkan masyarakatsetempat dengan agama. Abdurrahman Wahid yang memper-kenalkan gerakan Islam kultural yang disebutnya sebagai pri-bumisasi Islam. Suatu pemahaman Islam yang diracik berdasar-kan dialog antara Islam dan realitas budaya, dan Islam yangrespek terhadap kultur lokal bukan Islam absolitistik model Arabyang memaksakan hukum-hukum dan tidak toleran terhadapkebudayaan lokal. Sejauh menyangkut pengalaman-pengalamandan praktik-praktik keberislaman, Islam Arab tidak bisa diuni-versalkan untuk kemudian diterapkan di tempat lain tanpa ter-lebih dahulu dilakukan proses penyaringan dan kontekstualisasi.Islam Arab, demikian menurut para pendukung gagasan Islampribumi, ialah salah satu jenis dari sekian banyak jenis Islamyang lain. Semua jenis keislaman itu berkedudukan setara, yangsatu tidak lebih unggul dari yang lain hanya karena ia munculdi Arab. Demikian pula yang satu tidak bisa dianggap rendahkarena ia hidup dan berkembang di Indonesia.10

K.H. Ahmad Mustofa Bisri mengatakan bahwa Islam Nusan-tara merupakan solusi untuk peradaban. Islam Nusantara telahmemiliki wajah yang mencolok, sekaligus meneguhkan nilai-nilaiharmoni sosial toleransi dalam kehidupan masyarakatnya. Kon-sep Islam Nusantara kembali datang dengan maraknya ideologiradikal sebuah agama yang terjadi di Indonesia menjadi sebuahopini publik miring tentang Islam. Hal ini dikarenakan agamasudah dimaknai sebagai salah satu pemicu konflik sosial dan

9 Abdul Basid,”Islam Nusantara: Sebuah Kajian Post Tradisionalisme dan NeoModernisme,” Jurnal Tafaqquh, Volume 5, Nomor 1, Juni 2017. Hlm 1-4.

10 M. Mukhsin Jamil,” Revitalisasi Islam Kultural,” Jurnal Walisongo, Volume 21,Nomor 2, November 2013. Hlm 294-295.

Page 145: Antologi Esai i - Kemdikbud

131Antologi Esai

politik. Contoh nyata ialah hadirnya pengikut agama yang fana-tik dan cenderung radikal. Agama radikal merupakan cerminandari egoisme kelompok yang menerapkan dirinya yang palingbenar.11

Islam Pribumi sebagai jawaban dari Islam Autentik meng-andaikan tiga hal. Pertama, Islam Pribumi memiliki sifat kontek-stual, yakni Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait dengankonteks zaman dan tepat. Perubahan waktu dan perbedaan wila-yah menjadi kunci untuk menginterpretasikan ajaran. Dengandemikian, Islam akan mengalami perubahan dan dinamika dalammerespons perubahan zaman. Kedua, Islam Pribumi bersifatprogresif, yakni kemajuan zaman bukan dipahami sebagaiancaman terhadap penyimpangan terhadap ajaran dasar agama(Islam), tetapi dilihat sebagai pemicu untuk melakukan responskreatif secara intens. Ketiga, Islam Pribumi memiliki karakterliberatif, yaitu Islam menjadi ajaran yang dapat menjawabproblem-problem kemanusiaan secara universal tanpa melihatperbedaan agama dan etnik.12

Semenjak awal, Islam Indonesia memiliki corak dan tipologitersendiri, yaitu Islam yang ramah dan moderat dan merupakanIslam garis tengah yang menganut landasan ideologi dan filosofismoderat. Islam moderat itu memiliki misi untuk menjaga keseim-bangan antara dua macam ekstrimitas, khususnya antara pemikir-an, pemahaman, dan gerakan Islam fundamental dengan liberal,sebagai dua kutub ekstrimitas yang sulit dipadukan. Oleh karenaitu, Islam moderat memelihara dan mengembangkan kedamaianholistik, yakni kedamaian sesama umat Islam maupun denganumat-umat lainnya, sehingga Islam moderat membebaskanmasyarakat dari ketakutan. Islam moderat menawarkan wacana

11 Emir Rasyid Fajrian. Islam Nusantara Sebagai Pondasi Pendidikan Revolusi Mental(Dalam Perspektif K.H. A. Mustofa Bisri) (Purwokerto : IAIN Purwokerto, 2016):4.

12 Listia, op.cit., Hlm 49.

Page 146: Antologi Esai i - Kemdikbud

132 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

pembebasan yang mencerahkan, sebab tidak berpijak padapendekatan kekerasan dan ketergesa-gesaan.13

Islam Nusantara sebenarnya bukan istilah yang harus diper-debatkan. Hal tersebut bukanlah mengada-ada dengan termi-nologi itu seolah baru. Ini adalah upaya untuk mengingatkan,Islam yang saat sekarang, yang menjunjung tinggi toleransi,saling menghormati, beradab, dan berbudaya, ialah Islam kitadi nusantara ini. Islam Nusantara itu artinya Islam yang tidakmenghapus budaya, Islam yang tidak memusuhi tradisi, Islamyang tidak menafikan atau menghilangkan kultur. Islam Nusan-tara ialah Islam yang menyinergikan nilai-nilai universal ber-sifat teologis dari Tuhan yang ilahiah dengan kultur budayatradisi yang bersifat kreativitas manusia atau insaniah.14

13 Qomar, op.cit., Hlm 5.14 Anonim,” Said Aqil Siradj: Islam Indonesia Bukan Islam Arab,”( https://

news.detik.com/wawancara/2978479/said-aqil-siradj-islam-indonesia-bukan-islam-arab, diakses pada 8 Mei 2017).

Page 147: Antologi Esai i - Kemdikbud

133Antologi Esai

Ethnologue (2015) menghitung bahwa terdapat 7.102 bahasayang dipakai di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia tercatatada 707 bahasa atau sekitar 10% dari jumlah bahasa di dunia(Budiwiyanto). Hal tersebut menjadi suatu kebanggaan karenamenunjukkan kekayaan Indonesia dalam bidang bahasa dankeragaman budayanya. Namun, hal tersebut juga menjadi tan-tangan atau bahkan beban tersendiri bagi Indonesia untuk men-jaga keberagaman bahasa-bahasa yang ada. Melalui bahasa,segala kegiatan bermasyarakat dan tujuan manusia dalam hidupdapat tersampaikan secara baik. Akan tetapi, bagaimana jikabahasa tidak lagi menjadi pemersatu? Bagaimana jika bahasadisalahartikan atau disalahgunakan, atau bahkan justru dialih-fungsikan oleh sebagian besar orang sebagai alat komunikasiyang tidak tepat? Dalam hal ini bahasa membawa teknologi dansegala kebaikannya untuk masyarakat lokal. Meskipun demikian,tidak dapat dipungkiri bahasa dalam ruang publik juga dapatmembentuk pola pikir dan pemahaman yang cenderung negatif.

Kini, dapat dilihat di universitas, sekolah, bahkan sampaibimbingan belajar di luar sekolah sudah melaksanakan matapelajaran maupun jurusan sastra/bahasa daerah, nasional, mau-pun asing. Namun, apakah hal tersebut diimbangi dengan pene-rapan maupun minat dari siswa/mahasiswa dalam mempelajari-

Bahasa Ibu di Hulu, Bahasa

Indonesia Mengalir, Bahasa Asing

di Hilir

Anis Nurul NgadzimanSMA Negeri 1 Sleman

Page 148: Antologi Esai i - Kemdikbud

134 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

nya dengan baik? Ternyata tidak seindah itu. Bahasa, khususnyasastra Indonesia dan Jawa kurang mendapatkan tempat di hatimasyarakat. Masyarakat cenderung memilih untuk belajar danmemahami lebih jauh tentang ilmu yang akan mereka capaisetelah pendidikan formal. Masyarakat tidak lagi memilih jurusankarena harga diri bangsa, ataupun upaya melestarikan budaya.Mereka cenderung berpikir pada realita dan logika pendek untuklebih mementingkan jurusan yang lebih menjanjikan di eraglobalisasi ini, yang tidak lain ialah bahasa asing.

Faktanya, jika kita lihat passing grade pada jurusan sastraInggris/asing jauh lebih besar dari pada sastra Indonesia maupunsastra nusantara. Hal ini dapat dilihat hampir di seluruh uni-versitas-universitas besar di Indonesia. Sebagai contoh UGM,passing grade jurusan Sastra Inggris dan Jepang mencapai angkalebih dari 41%. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkandengan Sastra Indonesia yang mencapai 40.90% dan SastraNusantara yang hanya mencapai 39.62% (Sutisna, 2017).

Hal tersebut jelas mengartikan bahwa minat masyarakatuntuk mempelajari dan menguasai bahasa asing jauh lebih besardari pada mahasiswa yang mempelajari bahasa daerah atau nasio-nal. Jika ditanya, tentu mereka akan menjawab dengan alasanjurusan tersebut lebih menjanjikan dalam dunia kerja dan globali-sasi saat ini. Kebanyakan, lulusan sastra daerah maupun nasionalmemiliki kesempatan kerja lebih sempit daripada jurusan bahasaasing. Pertanyaan yang muncul ialah, apakah bahasa Indonesiabisa mendapatkan posisi yang baik dan benar dalam pengguna-annya? Faktanya tidak, penggunaan bahasa Indonesia yang adatidak lagi memperhatikan ketentuan yang baik dan benar.

Kini, bahasa Indonesia sudah tidak lagi berwibawa, lihatsaja remaja-remaja maupun masyarakat pada umumnya. Merekalebih berbangga diri dan merasa terpelajar ketika menggunakanbahasa asing (Inggris) dalam kehidupan sehari-hari daripada

Page 149: Antologi Esai i - Kemdikbud

135Antologi Esai

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Misal-nya, remaja lebih suka menggunakan istilah upload, babysitter,snack, production house, dan airport, daripada menggunakan istilahmengunggah, pramusiwi, kudapan, rumah produksi, dan bandarudara. Oleh karena itu, anjuran untuk menggunakan bahasaIndonesia dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifatsloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya (Sawali, 2007).

Tidak dapat dipungkiri, bahasa asing (bahasa Inggris misal-nya) telah menjadi bahasa internasional yang menjadi salah satubahasa yang diutamakan dalam perputaran arus globalisasi.Penguasaan bahasa asing memang diperlukan sebagai jembatandalam proses pemahaman ilmu teknologi, pengetahuan yangtentunya sebagian besar berasal dari Barat. Tuntutan penguasaanbahasa asing juga sangat diutamakan dalam dunia kerja. Hal inidikarenakan semakin luas unsur dalam bisnis atau suatu usaha,semakin luas pula komunikasi yang tentunya menjadi upayapenguasaan bahasa, khususnya bahasa asing.

Namun, yang memprihatinkan bukan tentang banyaknyaorang yang belajar bahasa Inggris, bukan tentang seberapaterkenalnya bahasa asing tersebut, tetapi tentang penggunaanbahasa asing yang semakin mendesak bahasa nasional/daerahdalam fungsi sebenarnya. Bahkan, banyak ditemui penggunaanbahasa yang salah kaprah. Semakin lama, penggunaan bahasadaerah maupun nasional terhambat, bahkan terhenti oleh penga-ruh-pengaruh bahasa asing yang cenderung negatif. Posisi bahasaIndonesia sebagai bahasa nasional sudah mulai tergeser olehbahasa asing khususnya bahasa Inggris.

Penggunaan bahasa daerah, nasional, dan asing akan jauhlebih baik apabila digunakan sesuai kondisi, waktu, maupun tem-pat. Sebagai masyarakat Indonesia, sudah seharusnya meng-utamakan bahasa daerah yang diharapkan menjadi bahasa ibu,kemudian bahasa nasional sebagai penunjang kegiatan ber-

Page 150: Antologi Esai i - Kemdikbud

136 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

masyarakat secara lebih luas. Setelah menguasai kedua bahasatersebut, barulah kita dapat mempelajari lebih dalam tentangbahasa asing, sehingga keseimbangan antara 3 bahasa dalam suatunegara tersebut dapat tercapai. Namun, terkadang saat ini yangmenjadi urutan pertama sebagai bahasa ibu justru bahasa asing.

Hakikatnya, bahasa daerah digunakan dalam komunikasikeluarga/masyarakat lokal sebagai wujud kebersamaan dalammelestarikan unsur budaya yang ada. Bahasa Indonesia sebagaibahasa nasional harus memegang posisi tertinggi dalam suatunegara sebagai alat komunikasi nasional, di mana setiap daerahtidak dapat mengikuti bahasa daerah masing-masing. Hal kong-kretnya dalam kehidupan kerja atau suatu perusahaan yang me-miliki karyawan dari berbagai daerah, budaya, dan bahasa, peranbahasa Indonesialah yang dapat menjaga komunikasi dalamkehidupan mereka. Posisi bahasa asing, memang, tidak kalah pen-ting, yaitu sebagai salah satu alat dalam penguasaan ilmu penge-tahuan dari Barat demi kemajuan teknologi maupun pengetahu-an suatu bangsa.

Namun, justru kondisi yang terjadi tidak sesuai denganharapan. Terdapat kondisi antara dua bahasa yang dalam peng-gunaan dan situasinya berbeda. Sering kita temui, di lingkungankeluarga Jawa khususnya, perkembangan anak justru diimbangidengan ajaran bahasa Indonesia. Akibatnya, banyak anak-anakyang tidak mengerti tentang bahasa Jawa yang menjadi bahasadaerah asal mereka. Sebaliknya, dalam lingkungan kantor mau-pun sekolah, banyak ditemukan penggunaan bahasa Jawa. Pada-hal, dalam kondisi tersebut seharusnya bahasa Indonesia dapatmenjalankan fungsinya sebagai bahasa persatuan atau bahasanasional. Situasi tersebut dapat dikatakan dengan diglosia1 yangsekarang juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

1 Situasi kebahasaan dengan pembagian fungsional atas variasi bahasa atau bahasayang ada dalam masyarakat.

Page 151: Antologi Esai i - Kemdikbud

137Antologi Esai

Sekiranya pada 2007, Badan PBB dalam bidang kebudayaan,UNESCO memperkirakan bahwa separuh dari 6 ribu bahasa yangada di dunia saat ini keberadaannya terancam punah. Diketahui700 lebih berada dan dipakai di Indonesia. UNESCO juga mem-perkirakan hanya sekitar 10% penduduk Indonesia yang memakaibahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Realita yang ada saat ini,berdasarkan jumlah tersebut telah ada 10 bahasa yang punah.Sembilan di antaranya ada di Papua, yaitu bahasa Bapu, bahasaDarde, dan bahasa Wares di Kabupaten Sarmi. Sedangkan diKabupaten Jayapura terdapat bahasa Taworta dan bahasa Waritai.Bahasa Murkim dan bahasa Walak di Kabupaten Jayawijaya,bahasa Meoswar di Kabupaten Manukwari, bahasa Loegenyemdi Kabupaten Rajaampat dan bahasa ibu di Provinsi Maluku Utarapun saat ini sudah tidak lagi digunakan (Tempo, 2007).

Berdasarkan hal tersebut, jelas fenomena kepunahan bahasaini bukanlah hal yang mustahil. Kepunahan bahasa tidak hanyaterjadi di Indonesia, tetapi di negara-negara maju atau berkem-bang yang ada di dunia. Beberapa sumber menyatakan bahwakepunahan bahasa yang diawali dengan pergeseran bahasadaerah ini tidak hanya terjadi pada bahasa daerah dengan jumlahpemakai yang minim. Pergeseran bahasa juga terjadi pada bahasadengan jumlah pemakai yang besar, misalnya bahasa Jawa denganjumlah pemakainya sekitar 80 juta orang di dunia. Sudah seharus-nya pelestarian bahasa daerah maupun nasional ini dilakukan.Bahasa sebagai salah satu identitas suatu budaya dalam daerahtentunya memiliki pengaruh penting dalan budaya itu sendiri.

Hilangnya fungsi bahasa dalam hakikatnya juga diikuti de-ngan punahnya budaya yang diikat oleh bahasa tersebut. Kare-na selain menjadi alat komunikasi suatu kelompok atau etnis,bahasa daerah juga sebagai pengikat adanya budaya dalam suatudaerah. Dengan begitu, jika kita berupaya untuk mengembalikanfungsi bahasa sesungguhnya, kita juga harus turut serta memper-

Page 152: Antologi Esai i - Kemdikbud

138 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

tahankan budaya yang ada dalam suatu daerah maupun negaratersebut. Jika tidak, identitas bahkan wibawa suatu negara dapatbergantung dengan bahasa dan budaya negara itu sendiri.

Lunturnya penggunaan bahasa daerah dan nasional jugadapat kita lihat dari munculnya sekolah-sekolah bertaraf inter-nasioanl yang hakikatnya mereka menerapkan penggunaaanbahasa asing yang lebih dominan. Bahkan, banyak dijumpai se-kolah-sekolah baik formal maupun nonformal yang mewajib-kan penggunaan bahasa asing selama dalam lingkungan sekolah.Selain itu, penggunaan bahasa asing semakin marak sebagainama-nama popular suatu perusahaan, rumah makan, hotel,nama usaha, dan sebagainya. Hampir semua papan iklan yangada, terutama di perkotaan, menggunakan bahasa asing. Tidak-lah heran jika bahasa asing semakin merajai nusantara. Hal inidikarenakan mudahnya komunikasi dan informasi yang keluarmasuk suatu negara sehingga membuat bahasa dan budaya se-makin mengakar pada kebiasaan masyarakat.

Pemerintah dapat melakukan berbagai upaya peningkatanpenggunaan bahasa nasional maupun daerah dengan baik danbenar secara luas. Adanya berbagai kampanye politik, seharus-nya, pemerintah dapat melakukan hal yang sama dalam upayapeningkatan penggunaan bahasa tersebut. Dengan begitu, masya-rakat dapat memperbaiki kesadaran berkomunikasi menggunakanbahasa nasional atau daerah. Upaya dalam meminimalisir kepu-nahan bahasa tersebut juga dapat dilakukan dengan berbagaicara dan media. Semakin berkembangnya teknologi baik mediacetak maupun elektronik juga sangat berpengaruh pada upayapelestarian bahasa dan budaya. Media massa dan elektroniktersebut ikut andil dalam menyebarluaskan informasi berupabahasa dan budaya. Revitalisasi2 dalam bidang pendidikan,

2 Proses, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali: berbagai kegiatankesenian tradisional diadakan dalam rangka – kebudayaan lama (KBBI)

Page 153: Antologi Esai i - Kemdikbud

139Antologi Esai

bahasa, dan budaya sangat perlu dalam upaya tersebut. Melaluipembelajaran bahasa daerah maupun bahasa Indonesia, minimal,sekolah sudah ikut andil dalam memperbaiki penggunaan bahasanasional atau bahasa daerah dengan baik dan sesuai.

Berdasarkan polemik bahasa yang ada tersebut, dapat kitasimpulkan bahwa tergesernya bahasa suatu negara berpengaruhbesar pada budaya dan adat suatu negara. Peristiwa alih fungsibahasa nasional yang perlahan mulai tergeser oleh bahasa asingtersebut tidak dapat dikatakan sepele. Bukanlah sebuah kesalah-an jika seseorang menggunakan bahasa asing dengan baik, karenadengan bahasa asing pintu pengetahuan dapat digenggam olehsuatu negara. Namun, alangkah lebih baik jika bahasa daerah,nasional, dan asing diterapkan sesuai fungsi dan situasi secaraseimbang dan selaras. Pemahaman terhadap pentingnya peng-gunaan bahasa daerah dan nasional dengan baik dan benar sangatperlu dilakukan oleh masyarakat suatu bangsa. Dengan adanyakesadaran dalam penggunaan bahasa, Indonesia bisa dan mampumengembalikan bahasa sebagai salah satu indentitas dan ke-wibawaan bangsa.

Daftar PustakaBudiwiyanto, A. (t.thn.). Pendokumentasian Bahasa dalam Upaya

Revitalisasi Bahasa Daerah yang Terancam Punah di Indonesia.Dipetik Mei 10, 2017, dari Badan Pengembangan danPembinaan Bahasa: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1823

Sawali. (2007, Juli 14). Revitalisasi Pembalajaran Bahasa. DipetikMei 8, 2017, dari Pelangi Pendidikan: http://pelangi-pendidikan.blogspot .co. id/2007/07/revital isasi -pembalajaran-bahasa.html

Sutisna, A. (2017). Passing Grade SBMPTN UGM Terbaru 2016 /2017. Dipetik Mei 8, 2017, dari Masuk Universitas: https://

Page 154: Antologi Esai i - Kemdikbud

140 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

www.masukuniversitas.com/passing-grade-sbmptn-ugm-terbaru/

Tempo. (2007, Februari 21). Unesco: Separuh Bahasa Dunia NyarisPunah. Dipetik Mei 8, 2017, dari Tempo.co: https://m.tempo.co/read/news/2007/02/21/05593824/unesco-separuh-bahasa-dunia-nyaris-punah

Page 155: Antologi Esai i - Kemdikbud

141Antologi Esai

Dewasa ini, kehidupan manusia seakan-akan tidak dapatlepas dari teknologi. Dunia teknologi semakin berkembang pesatseiring berjalannya waktu. Hal ini dibuktikan dengan munculnyateknologi berupa telepon genggam. Saat ini, di Indonesia, telepongenggam tidak hanya dimiliki oleh masyarakat kalangan atas,tetapi juga telah menyentuh berbagai lapisan masyarakat, terma-suk masyarakat kalangan menengah ke bawah. Melalui webugm.ac.id, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo),Tifatul Sembiring, menyatakan jumlah pengguna ponsel diIndonesia adalah sebanyak 270.000.000 orang, sedangkan rasiokepemilikan ponsel paling banyak berada di DKI Jakarta dengantotal 1,8% per orang.

Dunia, semula, berawal dari kesederhanaan. Kesederhanaantersebut kemudian berkembang menjadi kemajuan yang me-lahirkan beragam kemudahan. Ada banyak manfaat yang dapatkita peroleh ketika teknologi mulai muncul lalu berkembangdengan pesat, baik kemudahan dalam komunikasi, mencari infor-masi, maupun sebagai hiburan. Semakin banyak produk telepongenggam muncul di pasaran dan menawarkan berbagai fiturmenarik. Para produsen telepon genggam berlomba-lomba me-nguasai pasar. Mereka berusaha menyempurnakan produknyaagar orang tertarik. Bahkan, tidak sedikit orang yang rela mero-

Terperangkap dalam Dunia

Telepon Genggam

Aurelia Vidya O.C.SMA Negeri 6 Yogyakarta

Page 156: Antologi Esai i - Kemdikbud

142 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

goh kantong mereka dalam-dalam demi membeli sebuah telepongenggam. Anak remaja dan anak kecil pun tak kalah. Banyakdari mereka yang mengumpulkan uang jajan demi mendapatkantelepon genggam yang mereka inginkan.

Tidak jarang, di berbagai tempat, kita menemui banyak orangyang menggunakan telepon genggam. Tidak hanya orang de-wasa, anak remaja dan anak kecil pun tidak luput dari pengaruhtelepon genggam. Hal ini membuktikan, bahwa telepon geng-gam, saat ini, bukan hanya sebagai gaya hidup, namun telah men-jadi kebutuhan hidup setiap orang. Bahkan, seakan-akan manusiatelah masuk ke dalam perangkap dunia teknologi. Sering kitamelihat orang-orang yang hidupnya seperti tidak dapat lepasdari teknologi, terutama telepon genggam. Baik untuk urusanpekerjaan, tugas sekolah, maupun sekadar untuk hiburan. Na-mun begitu, penggunaan telepon genggam akan memberikandampak baik positif maupun negatif.

Sering kita melihat di tempat-tempat umum, orang mem-bawa telepon genggam. Mereka menatap layar telepon genggamseakan-akan tidak ingin mengalihkan perhatian pada yang lain.Bahkan, terkadang orang menjadi egois dan tidak memedulikanlingkungan sekitar. Misalnya, saat terjadi kecelakaan. Ada be-berapa orang yang hanya merasa kasihan, tetapi tidak mem-bantu. Ada juga orang yang justru mengeluarkan telepon geng-gamnya sekadar untuk mengambil foto kecelakaan tersebut lalumemgunggahnya ke media sosial. Sedikit sekali orang yang ter-gerak hati nuraninya untuk menolong korban kecelakaan tersebut.Hal ini merupakan salah satu fenomena yang tidak asing lagikita temui pada kehidupan modern seperti saat ini. Manusiaseakan terperangkap dalam dunia telpon genggam.

Hampir seluruh siswa di lingkungan SMA Negeri 6 Yogya-karta memiliki telepon genggam. Saat ada waktu luang, banyakditemui siswa yang sibuk dengan telepon genggam mereka. Hal

Page 157: Antologi Esai i - Kemdikbud

143Antologi Esai

ini tidak mengherankan karena telepon genggam memang telahmenjadi kebutuhan, bukan sekadar gaya hidup. Bahkan, pernahada beberapa siswa yang tertangkap basah sedang melakukankecurangan saat ujian dengan menggunakan telepon genggam.Selain itu, saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, siswa ka-dang-kadang kurang fokus. Beberapa siswa justru asyik dengantelepon genggam mereka ketika guru sedang mengajar. Namun,di samping dampak negatif, penggunaan telepon genggam jugamenimbulkan dampak positif. Tidak sedikit manfaat yang diberi-kan oleh telepon genggam. Memudahkan manusia dalam ber-komunikasi. Inilah salah satu manfaat telepon genggam yangpaling menonjol yang dapat dirasakan manusia.

Sejarah Telepon Genggam

Telepon genggam merupakan salah satu produk teknologiyang berasal dari luar negeri yang kemudian masuk ke Indo-nesia. Berdasarkan sejarahnya, telepon genggam ditemukan per-tama kali oleh Martin Cooper, seorang karyawan Motorola, padatanggal 3 April 1973. Telepon genggam telah melalui beberapagenerasi. Hal ini menandakan bahwa telepon genggam berkem-bang begitu pesat.

Sistem telepon genggam pertama diberikan lisensi di Ame-rika Serikat tahun 1983. Terdapat sekitar sejuta pengguna teleponseluler di Amerika pada tahun 1989. Ledakan besar telepongenggam datang kemudian. Walaupun penerimaan yang burukdan kurangnya privasi (beberapa pengguna tidak memperduli-kan hal ini atau secara terbuka mempertontonkan diri dalammenggunakan telepon), jumlah pengguna terus meroket di Eropadan Asia sebagaimana di Amerika Serikat. Pada tahun 1996 ter-dapat lebih dari 6 juta pengguna telepon genggam di Inggris.Empat tahun kemudian, tepatnya antara April dan Juni 2000,tidak kurang dari 3,5 juta telepon genggam dijual ‘satu setiap

Page 158: Antologi Esai i - Kemdikbud

144 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dua detik’. Hal ini merupakan fenomena distribusi penting yangmenginspirasi tajuk utama di The Times, ‘Half the country is mobilemad’ (Separuh negeri tergila-gila dengan telepon genggam)(Buku Sejarah Sosial Media, Asa Briggs, hal. 373, 2006).

Permasalahan dan Faktor Penyebab

Pertanyaan yang kemudian muncul seiring dengan perkem-bangan telepon genggam yang begitu pesat dan menimbulkanbanyak dampak positif dan negatif ialah bagaimana dampak-dampak itu berpengaruh terhadap gaya hidup dan bagaimanacara untuk menyikapi hal tersebut?

Pada zaman modern seperti sekarang ini, hampir tidak adaorang yang tidak memiliki telepon genggam. Telepon genggamyang juga disebut sebagai smart phone kini telah merajalela danberpengaruh hingga ke pelosok dunia.

Adanya telepon genggam dapat menimbulkan banyak dam-pak postif, antara lain sebagai media pembelajaran elektronikatau e-learning. Selain itu, telepon genggam juga memudahkanmanusia untuk berkomunikasi jarak jauh. Dengan adanya telepongenggan memudahkan orang dalam mencari informasi, baikinformasi dari dalam negeri maupun luar negeri.

Akan tetapi, di samping banyaknya manfaat yang diberikanoleh adanya telepon genggam, telepon genggam juga menim-bulkan dampak negatif bagi kesehatan. Dalam web ejournal.unsrat.ac.id, disebutkan bahwa gelombang elektromagnetikponsel dapat mengurangi potensi kesuburan laki-laki denganjenis dan derajat gangguan yang berbeda-beda. Di samping itu,kajian invivo menunjukkan kerusakan sel Leydig, penurunandiameter tubulus seminiferus, penurunan berat organ testis yangberakibat terjadinya infertilitas, memodulasi sistem imun, me-nyebabkan sukar tidur, menurunkan fungsi testis dan kadar hor-mon testoteron, menurunnya kualitas sperma berupa motilitas

Page 159: Antologi Esai i - Kemdikbud

145Antologi Esai

sperma, viabilitas, dan morfologi, serta demodulasi DNA. Efekbiologis akibat pajanan gelombang elektromagnetik frekuensirendah antara lain kanker, depresi, tumor otak, leukemia, abor-tus, kelelahan kronik pusing, katarak, gangguan jantung, stres,nausea, dan nyeri dada, perubahan kualitas dan kuantitas lekositmanusia, menghambat perkembangan folikel ovarium pada tahapfolikel de Graaf dan penurunan jumlah total folikel mencit, penu-runan aktivitas enzim membran seperti alkaline phosphatase,acetylecholinesterase, dan phosphoglycerate kinase, serta memengaruhimemori jangka panjang.

Tidak hanya gangguan kesehatan, telepon genggam jugadapat membuat orang menjadi lupa akan waktu. Dampak negatiftersebut kadang-kadang disebabkan karena kelalaian dari peng-guna. Saat seseorang terlalu asyik bermain telepon genggam,orang tersebut menjadi lupa akan tugas-tugas dan tidak efektifdalam menggunakan waktu. Bahkan, kadang-kadang merekalupa akan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan. Ter-utama bagi pelajar, telepon genggam bak surga dunia yangsepertinya sulit untuk ditinggalkan. Tidak sedikit pelajar yangmenghabiskan banyak waktu untuk menatap layar telepon geng-gam. Baik itu untuk mencari referensi, sumber belajar, maupunsekadar untuk hiburan. Hal inilah yang membuat pelajar kadang-kadang menjadi lupa akan kewajibannya untuk belajar.

Telepon genggam juga dapat menjadi sarana kecurangan dikalangan pelajar. Misalnya, menyontek saat ulangan. Selain itu,telepon genggam juga dapat mengganggu konsentrasi siswa.Siswa menjadi kurang fokus pada saat kegiatan pembelajarandi kelas. Hal ini dapat dilihat ketika kegiatan belajar mengajarsedang berlangsung, tidak jarang siswa justru bermain handphonesementara guru sedang menerangkan pelajaran.

Page 160: Antologi Esai i - Kemdikbud

146 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Sikap dan Upaya

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak nega-tif yang ditimbulkan oleh telepon genggam ada bermacam-macam. Ada cara untuk mencegah, namun ada juga cara untukmenyikapi. Generasi muda saat ini harus benar-benar dapatmenyaring dampak penggunaan telepon genggam. Terlebih lagikarena kemajuan bangsa Indonesia ada di tangan para generasimuda. Apalagi dengan adanya telepon genggam memudahkanorang mencari informasi yang bersumber dari seluruh dunia.

Pengguna telepon genggam harus bijaksana dalam menya-ring informasi yang mudah didapatkan melalui telepon geng-gam. Kadang-kadang pelajar sangat mudah digoyahkan hatinyadengan telepon genggam, misalnya menjadi malas belajar. Olehsebab itu, mereka harus benar-benar menjaga motivasi merekadalam belajar. Mereka harus tetap fokus pada tujuan supayatidak mudah tergoyahkan oleh apa pun, termasuk telepon geng-gam. Yang terpenting ialah menumbuhkan niat dari hati nurani,bagaimanapun caranya harus tetap belajar. Dengan begitu,mereka tidak mudah tergoda bermain telepon genggam saatsedang belajar maupun saat mengerjakan tugas.

Tidak jarang ditemukan siswa bermain telepon genggamsaat guru sedang mengajar. Upaya yang dapat dilakukan supayasiswa tidak bermain telepon genggam saat pelajaran, salahsatunya, dengan pengumpulan telepon genggam. Saat kegiatanbelajar mengajar berlangsung, telepon genggam siswa dikum-pulkan kepada guru. Kemudian saat jam pulang sekolah, siswadapat mengambilnya. Dapat juga telepon genggam diambil saatdibutuhkan, misalnya untuk mencari referensi pelajaran selaindari buku. Hal ini dilakukan supaya siswa dapat memusatkanperhatian pada guru yang sedang mengajar. Apabila seluruhsiswa fokus memerhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru,tentunya kegitaan permbelajaran akan menjadi lebih efektif dan

Page 161: Antologi Esai i - Kemdikbud

147Antologi Esai

efisien. Cara ini dirasa lebih efektif daripada diberlakukanlarangan membawa telepon genggam ke sekolah.

Selain upaya pengendalian penggunaan telepon genggamdalam dunia pendidikan, perlu juga dilakukan pengendalianpenggunaan telepon genggam dalam kaitannya dengan kesehat-an. Hal ini dilakukan untuk mencegah gangguan kesehatan yangditimbulkan oleh telepon genggam. Jangan terlalu sering menataplayar telepon genggam untuk mencegah gangguan kesehatanmata. Mata juga perlu diistirahatkan. Kira-kira setelah satu jambermain handphone, mata diistirahatkan. Selain itu, jangan terlalusering meletakkan telepon genggam di dekat kepala saat sedangtidur, karena dapat merusak jaringan otak. Hal ini dikarenakanradiasi yang ditimbulkan oleh telepon genggam sangat ber-bahaya bagi kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit kanker.

Bagi kita semua, terutama generasi muda, sebaiknya mengisiwaktu luang dengan hal-hal yang positif. Sibukkan diri denganmengikuti organisasi-organisasi supaya dapat berinteraksidengan oramg lain, tidak sekadar bermain handphone. Hal inijuga dapat membuat kita lebih peka dan peduli terhadap keadaandi lingkungan sekitar sehingga kita tidak menjadi orang yangacuh tak acuh, bahkan terkesan apatis.

Page 162: Antologi Esai i - Kemdikbud

148 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Sastra atau kesusatraan merupakan sarana pengungkapanfakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manu-sia melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positifterhadap kehidupan manusia (Mursal Esten, 1978:9). Pada umum-nya, karya sastra dibuat berdasarkan fenomena yang ada disekitar sang pengarang. Fenomena tersebut dapat berupa ke-nangan dan pengalaman pribadi pengarang maupun berbagaiide-ide lain. Dalam membuat karya sastra, pengarang dituntutmenuangkan kreativitasnya untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang ada berdasarkan hasil perenungan.

Novel merupakan salah satu karya sastra yang sangat me-narik untuk dibaca. Dengan membaca novel, sang pembaca dapatikut terjun ke dalam dunia yang ada di dalam novel tersebut.Karena keunikannya, novel dapat membuat para pembaca ber-imajinasi lebih jauh. Saat ini novel juga telah hadir dalam berbagaigenre sehingga dapat dibaca oleh berbagai kalangan dan bersifatlebih universal. Dengan berbagai keunikannya, penulis meng-anggap bahwa novel merupakan hal yang menarik untuk dibahasdan diteliti secara lebih lanjut.

Adhitya Mulya sebagai penulis novel Sabtu Bersama Bapakingin menyampaikan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat ber-

Nilai-nilai Kekeluargaan dalam

Novel Sabtu Bersama Bapak Karya

Adhitya Mulya

David Filbert PradiptaSMA Kolese De Britto

Page 163: Antologi Esai i - Kemdikbud

149Antologi Esai

manfaat bagi para pembaca. Nilai-nilai kekeluargaan tersebutdisampaikan oleh sang pengarang novel melalui serangkaianjalan cerita yang tersusun dari berbagai unsur intrinsik novelyang dipadukan. Paparan ini ingin menjawab “apa nilai-nilaiyang dapat diterapkan dalam kehidupan berkeluarga yang ter-dapat dalam novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya?”

Novel dan Keluarga

Panuti Sudjiman menyebut novel adalah prosa rekaan yangmenyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwaserta latar secara tersusun. Novel, sebagai karya imajinatif, meng-ungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam dan me-nyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat hiburan,tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan menelitisegi-segi kehidupan serta nilai-nilai moral dalam kehidupan inidan mengarahkan pembaca tentang budi pekerti yang luhur.

Ketika menyoroti nilai kekeluargaan dalam novel, di dalam-nya menyangkut suatu konsep mengenai baik buruknya segalahal yang berhubungan dengan kehidupan suatu keluarga.Keluarga merupakan suatu bagian yang sangat penting di dalamkehidupan seseorang. Ketika seorang anak terlahir ke dunia, iaakan lahir dalam suatu keluarga dan menjalani kehidupan ber-sama di dalamnya. Dari dalam keluarga itu pula nilai-nilai ke-keluargaan yang ada akan diterima oleh setiap anggota keluarga.Nilai-nilai kekeluargaan yang ada dalam suatu keluarga sangat-lah beragam. Mulai dari nilai-nilai yang diterapkan dalam ke-hidupan sehari-hari seperti tidak berkata kasar kepada orangtua, tidak bicara saat makan, bertindak dan bersikap jujur kepadasesama, hingga nilai-nilai yang dapat berguna bagi masa depan,seperti cara bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat, caramenjadi kepala keluarga, dan sebagainya.

Page 164: Antologi Esai i - Kemdikbud

150 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya mencerita-kan tentang perjuangan Ibu Itje yang harus membesarkan keduaanaknya, yaitu Satya dan Cakra atau yang biasa dipanggil Saka.Pak Gunawan, Ayah mereka sudah lama meninggal karenamengidap penyakit kanker. Setiap hari Sabtu, mereka meng-habiskan waktu untuk menonton video yang berisi pesan-pesankehidupan yang telah dipersiapkan oleh sang Ayah sebelumbeliau meninggal.

Waktu pun berlalu. Satya dan Saka sudah tumbuh menjadisosok pria dewasa. Satya telah menikah dan dikaruniai 3 oranganak dan tinggal di luar negeri. Satya menjalani hubungan jarakjauh dengan keluarganya karena ia bekerja di kilang minyakdan hanya pulang setiap akhir pekan. Sementara itu Saka, sangadik yang sudah berumur 30 tahun masih tak kunjung menemu-kan jodohnya meskipun ia tergolong lelaki yang sudah mapan.

Pada suatu hari Cakra yang sudah cukup lama melajangakhirnya jatuh cinta pada salah satu staf di kantornya yang sangatcantik yang bernama Ayu. Di sisi lain, Salman yang merupakansalah satu rekan kerja Cakra juga jatuh cinta pada Ayu. Dalammendekati Ayu, Salman telah selangkah lebih maju dibandingSaka. Salman merupakan seseorang yang memiliki penampilanyang menarik dan mudah bergaul dengan orang lain terutamadengan wanita. Cakra pun pasrah karena merasa cintanya ber-tepuk sebelah tangan.

Ibu Itje yang tidak tega melihat sang anak yang tidak kun-jung menemukan jodohnya memberikan saran pada Saka untukbertemu dengan anak dari temannya yang bernama Retna. IbuItje pun menceritakan segala hal tentang Retna kepada Saka.Ibu Itje menggambarkan Retna sebagai sosok wanita cantik yangtaat beragama. Saka merasa tertarik dan memutuskan untuk me-nerima saran dari sang Ibu. Saka pun membuat janji untuk ber-temu dengan Retna di depan museum Fatahillah.

Page 165: Antologi Esai i - Kemdikbud

151Antologi Esai

Sesampainya di depan museum Cakra pun terkejut karenayang dia temui adalah Ayu. Cakra baru mengetahui bahwa Ayumemiliki nama lengkap Ayu Retnaningtyas sehingga dipanggilRetna di lingkungan keluarganya. Ayu pun merasa terkejutsetelah mengetahui Cakra memiliki nama kecil Saka. Pertemuanini lah yang akhirnya membuat Ayu menyadari sifat dan kepri-badian Cakra yang sebenarnya. Cakra yang biasanya bersifatkaku dan tidak humoris di hadapan Ayu berubah total menjadiseorang lelaki yang ramah, bijaksana, dan menyenangkan.Melalui pertemuan itu lah perjalanan cinta mereka dimulai.

Nilai-Nilai Kekeluargaan dalam Novel Sabtu Bersama BapakPertama, nilai komitmen. Dalam menjalani kehidupan ber-

keluarga, setiap anggota keluarga harus memiliki komitmendalam menjalankan perannya masing-masing. Komitmen diben-tuk sebagai perwujudan tanggung jawab setiap anggota keluarga.Dalam novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya, jalancerita diawali dengan ‘adegan’ saat Pak Gunawan merekam se-rangkaian video yang berisi tentang berbagai nasihat-nasihatuntuk menuntun kedua anaknya dalam menjalani hidup.

“Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di sampingkalian. Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak disamping kalian. Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingintetap dapat mengajari kalian.” (SBB, 5)

Pak Gunawan menunjukkan komitmen dan tanggungjawabnya sebagai seorang bapak dalam membimbing dan mem-berikan pengetahuan kepada sang anak. Pak Gunawan menya-dari bahwa umurnya sudah tidak lagi panjang setelah divonismemiliki kanker. Untuk mewujudkan rasa tanggung jawabnya,Pak Gunawan membuat video tersebut sehingga ia tetap dapat

Page 166: Antologi Esai i - Kemdikbud

152 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

mendampingi Satya dan Cakra dalam proses mereka bertumbuhmenjadi dewasa.

Selain itu dalam menjalani kehidupan berkeluarga, seorangpria harus memiliki komitmen bahkan sejak ia memilih untukhidup bersama dengan seorang wanita yang dicintainya. Ikatanperkawinan tanpa adanya komitmen tentu saja akan berujungpada permasalahan.

“Ka, istri yang baik gak akan keberatan diajak melarat.”“Iya, sih. Tapi Mah, suami yang baik tidak akan tega mengajakistrinya untuk melarat. Mamah tahu itu. Bapak juga gitu, dulu.”(SBB, 17)

Cakra sebagai anak bungsu Pak Gunawan yang masih me-lajang sedang bercengkrama dengan Ibu Itje. Sebagai seorangibu tentu saja Ibu Itje merasa sedih melihat sang anak tidak kun-jung mencari jodoh. Karena keprihatinannya itu, Ibu Itje punmencari cara agar Cakra mau untuk mulai mencari jodoh. Untukmeyakinkan Cakra, Ibu Itje berkata bahwa istri yang baik tidakakan keberatan untuk hidup melarat bersama suaminya. Meskibegitu Cakra adalah seorang pria dewasa yang tumbuh bersamanilai-nilai yang diberikan oleh sang bapak. Cakra pun dapat mem-balas pernyataan ibunya dengan berkata bahwa suami yang baikpasti tidak akan mengajak istrinya hidup melarat.

Kalimat yang dilontarkan oleh Cakra menunjukkan betapapentingnya komitmen dalam mejalani kehidupan berkeluarga.Sebelum memutuskan untuk menikah, seorang pria harus siapsecara mental maupun materi untuk memimpin keluarganya.Kesiapan diri secara materi finansial tentunya sangat diperlukankarena ketika seorang pria memutuskan untuk berkeluarga, iatidak dapat hanya memikirkan kebutuhan hidupnya seorang.Saat memulai kehidupan berkeluarga, seorang pria juga harus

Page 167: Antologi Esai i - Kemdikbud

153Antologi Esai

memikirkan kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya.Akan tetapi, kesiapan tersebut juga tidak serta merta hanya hadirdari satu pihak. Dalam mengawali kehidupan berkeluarga ke-siapan dan komitmen tentunya harus hadir dari kedua pihakbaik sang pria maupun wanita. Maka dari itu, mempersiapkandiri untuk menabung demi kehidupan yang layak setelah per-nikahan sangatlah penting.

Kedua, nilai saling-memahami. Dalam menjalani kehidupanberkeluarga, sudah sepantasnya setiap anggota keluarga salingmemahami satu sama lain, bukan hanya menuntut atas dasaregoisme semata. Betapa pentingnya prinsip saling memahamidi dalam keluarga.

“Kami berempat selalu menyambut orang yang sering marah-marah. Kami kangen sama Kakang, tapi setiap Kakang pulang,selalu ada yang salah.

Masakan saya salah.Rumah kurang rapi.Kenapa Dani belum bisa berenang.Kenapa Miku masih ngompol.Kenapa Ryan jelek terus Matematikanya.”

(SBB, 26)

Satya sedang bersitegang dengan Rissa, sang istri. Satyamerasa bahwa selama ini ia sudah bekerja keras untuk meng-hidupi keluarganya. Ia merasa bahwa segala masalah yang adadi dalam keluarganya merupakan masalah remeh. Oleh karenaitu, ia terus menuntut setiap anggota keluarganya untuk dapatmenyelesaikan masalah-masalah tersebut. Satya menjadi sosokbapak yang terlalu fokus pada pekerjaannya. Ia merasa bahwadengan memberikan kecukupan materi kepada keluarganya,keluarganya akan baik-baik saja. Padahal sebenarnya hal-hal

Page 168: Antologi Esai i - Kemdikbud

154 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

yang berhubungan dengan materi saja tidaklah cukup. Rissa danketiga anaknya membutuhkan sesosok suami dan bapak yangdapat memahami mereka, bukan hanya menuntut. Rissa jugamengharapkan perhatian dan waktu yang cukup untuk berbin-cang dengan Satya. Adegan tersebut menjelaskan bahwa dalamsuatu keluarga harus ada hubungan timbal balik dalam memberidan menerima. Jangan sampai ada pihak yang terlalu banyakmenuntut dan meminta daripada memahami dan memberi.

Ketiga, penghargaan pada nilai akademis. Saat ini banyakorang yang berpendapat bahwa prestasi akademik tidaklah pen-ting dalam hidup. Banyak orang yang beranggapan bahwa softskill dan attitude merupakan hal yang terpenting. Bahkan, saatini semakin banyak orang yang mulai menjadikan tokoh-tokohbesar yang putus sekolah. seperti Abraham Lincoln, Bill Gates,dan Steve Jobs sebagai contoh untuk mempertegas bahwaprestasi akademik tidaklah penting. Namun, pada kenyataannyaprestasi akademis sangatlah penting. Kutipan ‘adegan’ berikutini akan menjelaskan pentingnya nilai akademis sebagai bekalhidup.

“Mereka benar bahwa semua ini tidak ada sekolahnya.Tapi, yang mereka salah adalah bilang bahwa prestasi akademisitu gak penting.Attitude baik kalian tidak akan terlihat oleh perusahaan karenamereka sudah akan membuang lamaran kerja kalian jika prestasiburuk.Prestasi akademik yang baik bukan segalanya. Tapi, memangmembukakan lebih banyak pintu untuk memperlihatkan kualitaskita yang lain.” (SBB, 51)

Dalam kutipan tersebut Pak Gunawan menyampaikan pesankepada kedua anaknya bahwa prestasi akademik merupakan

Page 169: Antologi Esai i - Kemdikbud

155Antologi Esai

hal yang sangat menentukan jalan hidup seseorang terutamadalam dunia kerja. Meskipun soft skill dan attitude tidak kalahpentingnya, akan tetapi prestasi akademik merupakan salah satubukti fisik yang dapat menggambarkan pribadi seseorang danmembentuk kesan pertama terhadap pribadi tersebut saat iamulai terjun ke dunia kerja. Oleh karena itu, prestasi akademikbukanlah aspek yang dapat dikesampingkan.

Keempat, tetap menjadi diri sendiri. Meskipun setiap orangpasti ingin menjadi yang terbaik bagi pasangannya, banyak pulaorang yang berusaha untuk menjadi apa yang diinginkan pa-sangannya sehingga meninggalkan jati dirinya sendiri. NovelSabtu Bersama Bapak juga membahas mengenai hal ini. Berikutkutipan yang menyinggung tentang menjadi diri sendiri.

“Saran teteh… Jangan lupa untuk memasukkan diri kamujuga dalam setiap masakan.It is you, that he loves.” (SBB, 267)

Rissa sedang memberikan nasihat kepada Ayu tentangmasakannya. Meskipun Ayu memang pandai dalam memasakmakanan, Rissa menyadari bahwa masakan yang dimasak olehAyu belum mencerminkan dirinya. Ayu membuat makanan itusemirip mungkin dengan masakan Ibu Itje. Ayu tahu bahwaCakra sangat menyukai masakan ibunya. Karena ingin memberi-kan yang terbaik pada Cakra, maka Ayu berusaha sebisa mungkinuntuk menirukan masakan Ibu Itje. Namun, yang terjadi ialahAyu melupakan ciri khas masakannya sendiri. Rissa pun menya-dari bahwa meskipun lezat, namun masakan itu tidak mewakilikepribadian Ayu. Rissa pun memberikan saran agar Ayu tidakmelupakan bahan-bahan yang dapat mewakili dirinya dalamsetiap masakan.

Page 170: Antologi Esai i - Kemdikbud

156 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Belajar Lewat Novel

Nilai-nilai kekeluargaan yang terdapat dalam novel SabtuBersama Bapak karya Adhitya Mulya layak menjadi inspirasi bagipembacanya. Beberapa nilai-nilai tersebut adalah nilai mengenaikomitmen dalam hidup berkeluarga, bukan hanya menuntut tapimemahami satu sama lain, pentingnya prestasi akademik, danpentingnya menjadi diri sendiri.

Membangun budaya positif dalam keluarga pun dapat di-tempuh dengan membaca dan memperhatikan tentang nilai-nilaipositif yang terdapat di dalam suatu novel. Hal ini meyakinkankita bahwa kegiatan membaca novel menjadi suatu kegiatan yangberguna bagi para pembacanya. Dengan mengetahui nilai-nilaipositif yang terdapat dalam suatu novel, para pembaca karyasastra juga dapat menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidup-an bermasyarakat.

Daftar PustakaEsten, Mursal. 1978. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah.

Bandung: Angkasa.Mulya, Adhitya. 2016. Sabtu Bersama Bapak. Jakarta: Gagas Media.

Page 171: Antologi Esai i - Kemdikbud

157Antologi Esai

“Bahasa identitas bangsa”. Pernyataan tersebut tentu sangatrelevan dengan kenyataan yang kita hadapi saat ini. Bahasa me-rupakan hal sederhana, namun sangat berpengaruh dalam ke-hidupan berbangsa. Bagaimana tidak? Bahasa dijadikan pem-beda bagi suatu bangsa dengan bangsa yang lain, karena bahasamerupakan jati diri bangsa.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mengandung nilaisejarah, perjuangan, dan persatuan. Sejak tanggal 28 Oktober1928 pemuda Indonesia telah bersepakat dan bersumpah untukmenjunjung bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Denganmeneladani nilai-nilai sejarah perjuangan para pemuda untukmenjadikan bahasa sebagai pemersatu bangsa, sudah sewajarnyakita meneruskan cita-cita luhur tersebut di tengah peradabandunia.

Menengok kenyataan pada masa sekarang, esensi kebahasaandi Indonesia kian menurun. Pemuda, khusunya pelajar, lebihbangga menggunakan bahasa asing seperti bahasa Inggris,bahasa Korea, bahasa Jepang, dan lain-lain. Hal tersebut tentubertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 36UUD 1945 yang menegaskan bahwasanya bahasa negara ialahbahasa indonesia.

Identitas Tunjukkan Kualitas

Desbri ArvitaSMA Negeri 1 Bantul

Page 172: Antologi Esai i - Kemdikbud

158 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Sebagai pelajar yang bertekad mengembangkan kepribadianIndonesia melalui bahasa, penulis merasa prihatin dengankeadaan ini. Dalam benak penulis selalu timbul berbagai per-tanyaan. Masih adakah kecintaan pelajar terhadap bahasa Indo-nesia? Seberapa banggakah pelajar terhadap bahasa nasional ini?Ketika penulis sendiri melihat berbagai fakta yang menunjukkanlunturnya bahasa Indonesia dalam kehidupan.

Grup Serba Bahasa Asing

Penulis melakukan survai terhadap penamaan grup miliksiswa-siswi di wilayah Kabupaten Bantul. Survai membuktikanbahwa siswa-siswi di Kabupaten Bantul memiliki kecenderunganmenggunakan bahasa asing dalam penamaan grup percakapanmereka.

Berdasarkan pengamatan penulis, penamaan grup miliksiswa-siswi di sekolah ini sangatlah beragam sesuai dengan ke-gemaran siswa masing-masing. Bagi yang menggandrungi bahasakorea, mereka menggunakan bahasa korea untuk menamai grupmereka. Contohnya ialah “Isteri-isteri Oppa”, yang dalam halini “Oppa” dapat disamaartikan dengan kakak yang identikdengan ketampanannya. Berbeda dengan mereka yang inginmenunjukkan kesan “wah” dalam penamaan grup mereka, seperti“Pramuka Save Mode” yang sama artinya dengan pramuka modetersembunyi.

Fakta-fakta tersebut telah menunjukkan bahwa kecintaansiswa terhadap bahasa nasional Indonesia semakin menurun.Apakah hal ini selaras dengan cita-cita luhur sumpah pemuda?Memang benar, kemajuan teknologi membawa banyak sekalidampak positif bagi kehidupan. Akan tetapi, dengan kurangnyamekanisme kontrol pada setiap individu, kemajuan teknologitelah berhasil mengikis jati diri bangsa kita.

Page 173: Antologi Esai i - Kemdikbud

159Antologi Esai

Pernyataan bahwa sebagai pelajar harus menguasai ilmupengetahuan dan teknologi secara global agar dapat bersaingpada tingkat dunia, tentu tidak dapat kita salahkan. Namun,meninggalkan jati diri bangsa bukanlah pilihan yang bijaksana.Jika kita ingin menjadikan bangsa ini maju, seharusnya kita tidakselamanya mengelu-elukan bangsa lain dengan meniru ataupunmengikuti mereka dalam aspek apapun, termasuk dalam aspekbahasa.

Realita berbicara, banyak sekali turis yang belajar berbahasaIndonesia hingga mereka mampu berkomunikasi menggunakanbahasa ini dengan baik. Orang bangsa lain saja rela bersusah-susah belajar, tapi kenapa kita masyarakat Indonesia justru hen-dak berpaling dari bahasa ini? Apakah kita mau, lima puluh tahunke depan, tujuh puluh tahun kedepan, bahasa Indonesia berpin-dah tangan dan tidak terwariskan ke anak cucu kita?

Tren Lagu Berbahasa Asing

Penulis melakukan wawancara terhadap sepuluh temansebaya mengenai koleksi lagu milik mereka. Delapan dari sepuluhnarasumber tersebut, mengatakan bahwa mereka lebih menyu-kai lagu berbahasa asing dibanding dengan lagu berbahasaIndonesia. Dua lainnya mengatakan bahwa lagu berbahasa Indo-nesia lebih bagus, karena lebih mudah dipahami maknanya.

Realita membuktikan bahwa gaya bahasa yang dimilikibahasa Indonesia tentu sangat mengagumkan. Walaupun begitu,tetap saja lagu berbahasa asing lebih digandrungi oleh kawulamuda. Padahal, dengan mendengarkan lagu berbahasa Indo-nesia, secara tidak langsung kita sudah melakukan inventarisasikata yang nantinya akan memperkaya perbendaharaan kata yangkita miliki. Berbeda dengan lagu berbahasa asing yang belumtentu menggunakan kaidah kebahasaan yang benar. Penggunaangrammar pada lagu berbahasa Inggris sering sekali tidak sesuai

Page 174: Antologi Esai i - Kemdikbud

160 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dengan aturan. Salah satu contoh ialah lirik “I will waiting foryou” yang seharusnya ditulis “I will wait for you”. Rangkaian katadalam lagu bahasa asing, sering kali hanya digunakan untukmenyemprunakan ketepatan nada dan keserasian rima saja, se-hingga saat kita mendengar lagu berbahasa Inggris sebaiknyatidak langsung memutlakkan bahwa kaidah kebahasaannyabenar.

Pada masa modern seperti sekarang, seharusnya kita mampuberkaca pada lagu-lagu nasional Indonesia yang tentu meng-gunakan kaidah kebahasaan yang benar. Seperti halnya laguciptaan Gesang yang berjudul “Bengawan Solo”. Dalam lagutersebut kita dapat menemukan keindahan kata, keserasian rima,dan kedalaman makna yang sungguh nyata.

Intervensi Bahasa Asing

Penulis adalah seorang siswa yang berteman dengan ber-macam-macam karakter dan kegemaran. Mulai dari teman yangmenyukai drama korea, anime jepang, hingga film holywood.Kegemaran menyaksikan beragam tontonan ini terbukti telahmemengaruhi keseharian mereka yang cenderung mengikiskebiasaan berbahasa Indonesia.

Bukti konkrit ialah seringnya penulis mendengar teman-teman yang gemar menonton drama Korea menggunakan kata“Aigoo.. Jinja?” yang sama artinya dengan ‘Ya ampun... Benar-kah?’ atau “aniyo” yang artinya ‘tidak’. Bagi teman yang me-nyukai anime Jepang, seringkali menggunakan kata “Arigatou”yang artinya ‘terima kasih’. Intervensi bahasa asing juga dapatkita temui di sekitar kita, yaitu pada penamaan toko, perumahan,dan layanan jasa selama ini. Sebagai contohnya adalah “Parang-tritis Home Stay”, “Laundry Clean and Fresh”, “Laras Cake andCookie”, dan masih banyak lagi.

Page 175: Antologi Esai i - Kemdikbud

161Antologi Esai

Memperlajari bahasa asing memang tidak ada salahnya. Haltersebut sangatlah penting untuk menjadikan bangsa ini sejajardengan bangsa lain. Akan tetapi, hal tersebut jangan sampaimembuat kita lupa akan jati diri kita. Karena bahasa Indonesia-lah yang menyatukan kita dari berbagai perbedaan dan keragam-an yang kita miliki. Indonesia memang berbeda SARA, tapiIndonesia tetaplah satu RASA.

Lunturnya Rasa Nasionalisme

Kecintaan terhadap bangsa Indonesia, berarti mencintai apa-apa yang sudah ada di Indonesia sejak dulu, mencintai kenyataanIndonesia yang ber-bhinneka, menghargai simbol-simbol negara,menghormati semboyan negara, termasuk mencintai bahasaIndonesia. Kenyataan yang kita hadapi saat ini, generasi mudalebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa per-satuan kita. Hal ini mengindikasikan bahwa rasa nasionalismegenerasi muda kian menurun. Nilai-nilai sumpah pemuda untukmenjunjung bahasa persatuan seakan-akan hanya bualan saja.Semua hanya omong kosong, ketika generasi muda tidak lagimau dan mampu untuk menjaga bahasa Indonesia sebagai bahasayang luhur, selaras dengan semangat perjuangan dan pem-bangunan negeri ini.

Rendahnya rasa nasionalisme generasi muda, tentu akan ber-pengaruh kepada kemauan untuk membangun negeri ini. Peri-laku hedonisme dan pola hidup westernisasi menyebabkan gene-rasi muda berperilaku acuh tak acuh terhadap pembangunanbangsa, sehingga konflik-konflik baru yang dipicu oleh provo-kasi dan penyebaran paham-paham baru akan mudah terjadi.Lalu, siapa yang akan melanjutkan semangat revolusi 1945, jikatidak lagi ada cinta bagi Indonesia dari para generasi muda?

Page 176: Antologi Esai i - Kemdikbud

162 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Disintegrasi Bangsa

Bangsa Indonesia yang luas membentang, dari Sabang hing-ga Merauke, menyuguhkan berjuta keragaman. Nyaris setiap dae-rah memiliki bahasa daerah masing-masing. Mereka lahir, tum-buh, dan berkembang di tengah globalisasi yang kian meraja.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa. Sifatkedaerahan yang dimiliki seakan-akan melebur menjadi satu.Seperti semangat sumpah pemuda, bahasa merupakan salah satuaspek pemersatu bangsa. Seluruh pemuda Indonesia, telah meng-ikrarkan sumpahnya untuk bersatu dan mencintai bangsa ini.

Pada pasal 18 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa Indonesiadibagi atas daerah-daerah provinsi, kabupaten, dan kota di manapada tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota tersebut memilikipemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.Kenyataannya, setiap daerah memiliki potensi dan keragaman,baik antarprovinsi, kabupaten, maupun kota. Hal tersebut tentu-nya akan menyebabkan perkembangan dari setiap daerah tidaksama. Kesenjangan yang terjadi bisa saja menyebabkan konfliksosial yang berkepanjangan. Apabila Indonesia terus berpakupada perbedaan, integrasi bangsa akan terancam. Begitu pulapada bahasa Indonesia, sebagai kesamaan yang menyatukan kita,sudah seharusnya bahasa ini selalu kita junjung. Akan tetapi,pada kenyataannya bahasa Indonesia semakin ditinggalkan.Lalu, bagaimana dengan integrasi bangsa kita?

Yang Sudah Dilakukan

Pemerintah menyadari pentingnya bahasa Indonesia sebagaiidentitas bangsa. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan untukmeningkatkan kecintaan dan kemampuan generasi muda ter-hadap bahasa Indonesia yang dimulai dari melibatkan sekolahhingga membentuk lembaga tersendiri. Salah satu cara nyata

Page 177: Antologi Esai i - Kemdikbud

163Antologi Esai

yang dilakukan ialah menjadikan bahasa Indonesia sebagai salahsatu mata ajar pokok yang diujikan dalam ujian nasional. Denganadanya upaya tersebut diharapkan siswa menjadi terbiasa meng-gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sehinggaakan muncul rasa cinta dan keinginan untuk selalu menjaganya.

Hal lain yang telah dilakukan ialah dengan membentuklembaga kebahasaan, salah satunya ialah balai bahasa yang adadi setiap provinsi di Indonesia. Kegiatan bertema sastra danbahasa, sering sekali diselenggarakan oleh instansi ini, sepertibengkel bahasa dan sastra, lomba menulis puisi, cerpen, essai,dan pemilihan duta bahasa. Semua itu, dilakukan untuk membuatgenerasi muda lebih memahami dan mencintai bahasa Indonesia.

Pada kenyataannya, usaha-usaha yang demikian belum me-nunjukkan hasil yang maksimal. Membudayakan masyarakatuntuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar perlu melibatkanberbagai elemen. Elemen-elemen tersebut diantaranya, sekolah,masyarakat, dan pemerintah.

Penegakan Undang-Undang

Berkaitan dengan bahasa nasional, pemerintah telah mener-bitkan undang-undang, yaitu UU RI nomor 24 tahun 2009 tentangbendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan.Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat berkewajibanuntuk selalu membudayakan berbahasa Indonesia. Namun, padakenyataannya, banyak masyarakat yang belum mengetahui ten-tang adanya aturan dalam undang-undang tersebut. Oleh karenaitu, perlu adanya sosialisai terhadap aturan penggunaan bahasaIndonesia tersebut. Sosialisasi diperlukan untuk menambahwawasan masyarakat mengenai keberadaan suatu hukum, sehing-ga nantinya masyarakat mampu memberikan kontribusi yang aktifdalam pemenuhan substansi ketentuan tersebut.

Page 178: Antologi Esai i - Kemdikbud

164 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Selama ini, faktor rendahnya pengetahuan masyarakat ten-tang hukum telah menyebabkan berbagai penyimpangan dantumpang tindih dalam masyarakat. Hal tersebut membuat ma-syarakat merasa tidak terikat dengan hukum. Padahal, segalatindakan kita selalu berkaitan erat dengan hukum. Demikianpula dengan implementasi bahasa Indonesia dalam keseharianmasyarakat yang kurang mengakar.

Untuk menegakkan undang-undang sebagaimana mestinya,diperlukan kerja sama yang sinergis mulai dari pemerintah pusatsampai pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilakukan denganmenetapkan aturan-aturan penggunaan bahasa Indonesia se-bagai penunjuk jalan, nama toko, lirik lagu, dan lain-lain. Denganmenerapkan aturan yang demikian, mungkin muncul spekulasibahwa dengan membatasi penggunaan bahasa asing, sama sajamembatasi kemajuan bangsa Indonesia. Akan tetapi, perlu di-ketahui bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia kita telahmenjaga nilai-nilai sejarah, menghargai jasa para pahlawan, danmenjaga persatuan bangsa. Selain itu, kita perlu berkaca padanegara Jepang yang dapat maju walaupun pengetahuan bahasaasing mereka relatif rendah. Masyarakat Jepang justru banggamenggunakan bahasa nasional mereka. Seharusnya Indonesiajuga mampu melakukan hal yang sama, dan menunjukkan pres-tasi yang tidak kalah dengan bangsa lain.

Giatkan Budaya Berbahasa Indonesia

Peran sekolah tentu sangat diperlukan untuk mewujudkanbudaya berbahasa Indonesia. Setidaknya satu hari selama satuminggu, siswa diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia yangbaik di lingkungan sekolah. Hal ini sangat efektif untuk mening-katkan perbendaharaan kata generasi muda, karena selama inisering kita jumpai fakta “tahu bahasa daerahnya, tapi bahasa

Page 179: Antologi Esai i - Kemdikbud

165Antologi Esai

Indonesianya apa ya?”, sehingga sangat diperlukan gerakan-gerakan bertem kebahasaan di tengah masyarakat.

Pendidikan di Indonesia yang mengedepankan IPTEK, tentutidak memberikan batasan bagi masyarakat untuk menyerapbahasa asing. Akan tetapi, penguasaan terhadap bahasa sendiriseharusnya lebih diutamakan. Dengan menguasai IPTEK, matadunia akan tertuju pada Indonesia. Saat seperti itulah, waktuemas untuk mempromosikan bahasa Indonesia, karena saat kitamenguasai ilmu pengetahuan, banyak orang yang akan lebihmenghargai dan menyadari keberadaan kita. Berperadapandunia, tidak harus meninggalkan jiwa Indonesia, kan?

Dengan melakukan usaha yang tidak kenal lelah, pastinyaIndonesia akan mampu mewujudkan budaya berbahasa Indo-nesia di kalangan masyarakat. Bahasa Indonesia sebagai identitasnasioal akan terjaga dan tetap lestari. Indonesia mampu ber-sanding setara dengan negara maju lainnya, karena memegangIPTEK dengan tidak meninggalkan identitas bangsanya. Srmogadengan identitas, Indonesia mampu menunjukkan kualitas.

Teknologi adalah manifestasi dari imajinasi manusia tentangsebuah dunia yang lebih baik. Melalui teknologi, manusiamembangun masa depan kebudayaan dan kehidupan mereka.(Yasraf Amir Piliang)

Pada abad 21 ini, wajah kebudayaan bangsa kita tengahmengalami perubahan yang sangat pesat, apalagi dengan di-bukanya pasar bebas atau yang sering kita sebut sebagai MEA(Masyarakat Ekonomi Asean). Dengan dibukanya MEA bukanhanya persoalan gaya hidup yang menjadi ancaman manusiamodern, namun agama dan kepercayaan pun menjadi ancamanyang cukup serius. Jika agama dan kepercayaan manusia sudahhancur, cara pandang manusia modern juga akan rusak. Apabila

Page 180: Antologi Esai i - Kemdikbud

166 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

cara pandang sudah rusak, apa saja yang berkenaan dengan pe-mikiran juga akan rusak.

Hal ini sama dengan apa yang dikhawatirkan Ritzer bahwa,McDonaldisasi tidak saja memengaruhi bisnis restoran, akantetapi juga pendidikan, kerja, perawatan kesehatan, trevel, waktusenggang, makanan, politik, keluarga, bahkan nyaris setiap aspekkehidupan sosial. Mcdonalidisasi memang menjadi ancamanmanusia dari segala bentuk, bahkan kebudayaan juga tak luputdari virus manusia modern ini1.

Semua itu bisa kita buktikan dengan maraknya orang-orangyang menjadikan mal sebagai tempat suci, altar atau ka’bah.Orang-orang mencari Tuhan-tuhan artifisial, roh-roh digital dannabi-nabi virtual di tempat ini. Sebab pada abad ke-21 ini, malmenjadi sebuah agen defusi, menjadi sebuah ruang kelas tempatmanusia mempelajari seni dan keterampilan untuk menghadapiperan baru mereka yang sentral sebagai konsumer masa depan.Mal tidak lagi sekadar tempat untuk transaksi barang dan jasa,melainkan berperan sentral sebagai citra cermin (mirror image)sebuah masyarakat. Bukan hanya itu, mal juga menjadi tempatsetiap orang membangun gaya hidupnya (life style) dan tempatorang mencari identitasnya. Inilah budaya manusia moderndengan kemajuan teknologi yang tak ada batasnya.

Di tengah-tengah masyarakat global atau yang disebut olehKarl Poper sebagai open society atau masyarakat terbuka, kitadipaksa untuk memasuki dunia baru yang di dalamnya kegiatanapapun dapat dilakukan dengan tingkat pengalaman yang sama,yaitu di dalam jagat raya maya. Alam jagad raya maya tersebutdianggap lebih menyenangkan daripada dunia maya itu sendiri.Bahkan, segala sesuatu yang telah terjadi pada masa lalu, yangdianggap sebagai fantasi dan halusinasi pada saat ini, dapat

1 George Ritzer, Teori Sosiologi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 993-995.

Page 181: Antologi Esai i - Kemdikbud

167Antologi Esai

dialami sebagai sebuah realitas yang nyata. Semua itu tidak lainkarena bantuan dari teknologi yang telah menstimulasi manusia,sehingga antara dunia realitas dan nonrealitas tidak dapat di-bedakan lagi2.

Baudrillard melihat hiperealitas sebagai kondisi membaur-nya dunia realitas dengan fiksi, fantasi, ilusi, dan halusinasi,sebagai peristiwa besar; Paul Ricoeur justru melihatnya sebagaihal yang biasa-biasa saja. Ricoeur melihat peleburan itu sebagaihal yang wajar karena ia tidak melihat konsep fiksi dan realitassebagai dua konsep dalam relasi oposisi biner atau polaritas.Fiksi, menurut Ricoeur, mempunyai hubungan yang kompleksdengan realitas. Ia tidak hanya merujuk pada realitas, tetapijuga membentuk ulang realitas (remakes). Fiksi, yang di dalamnyaberoperasi imajinasi dan fantasi-fantasi, yang dapat mengkons-truksi berbagai dunia yang belum ada, dapat membentuk ulangdunia realitas dengan menawarkan sebuah dunia kemungkinan(a possible world). Dengan kata lain, sebuah fiksi merupakan se-buah calon realitas atau bibit dunia, yang suatu ketika dapat men-jadi kenyataan, lewat peran sains dan teknologi dalam mereali-sasikannya.

Alvin Tofler, salah seorang futuris terkemuka mencoba mem-berikan suatu penjelasan tentang konsep manusia masa depan.Konsep pemikiran Alvin Tofler diawali dari karya monumental-nya yang dirumuskan dengan istilah future shock (kejutan masadepan). Dalam tulisan tersebut, Alvin Tofler melukiskan tentangtekanan dan disorientasi hebat yang dialami oleh manusia jikaterlampau banyak dibebani perubahan dalam waktu yang sangatsingkat. Jelasnya, kejutan masa depan bukan lagi merupakan

2 James Brook & Iain Boal Resisting, Virtual Life: The culture and Politics of Information,(City Light, New york, 1995), hlm.68.

Page 182: Antologi Esai i - Kemdikbud

168 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

bahaya potensial yang masih jauh, tetapi merupakan penyakitnyata yang diderita oleh manusia modern3.

Masa depan manusia merupakan sesuatu yang sangat sulituntuk didefinisikan. Oleh karena itu, Alvin Tofler menyebutbahwa masa depan adalah gelombang perubahan. Setiap kaligelombang perubahan menguasai suatu masyarakat tertentu,pola perkembangan masa depan menjadi relatif untuk diamati.Sebaliknya, bila suatu masyarakat dilanda gelombang perubahanbesar dan belum jelas yang mana yang paling dominan, citramanusia masa depan itu menjadi retak. Namun, mau tidak maumanusia itu tidak bisa mengelak dari apa yang disebut Toflersebagai perubahan. Kemungkinan-kemungkinan yang ada padamanusia sekarang merupakan kemungkinan semu dan halusinasibelaka. Jadi, apa yang pernah dikerjakan manusia pada masalampau mempunyai korelasi pada masa depan manusia.

Generasi Manusia Konsumsi

Letak permasalahannya bukan pada masa depan manusiaitu sendiri, namun lebih pada manusia sekarang atau lebih tepat-nya pada generasi muda, di mana kemajuan teknologi daninformasi telah mengubah sebagian besar masyarakat dunia, ter-utama masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sebagaimana dike-tahui, adanya kemajuan informasi, di satu sisi, remaja merasadiuntungkan oleh adanya media yang membahas seputar masalahdan kebutuhan mereka, sedangkan di sisi lain, media merasakaum remajalah yang tepat menjadi konsumen dari berbagaiproduk yang ditawarkan. Media berperan besar dalam pem-bentukan budaya masyarakat dan proses peniruan gaya hidup.Tidak mengherankan, perubahan cepat dalam teknologi infor-

3 Toffler, Alvin. Future Shock, Terj. Sri Koesdiyantinah, (Jakarta: Pantja Simpati,1989), hlm. 70-79

Page 183: Antologi Esai i - Kemdikbud

169Antologi Esai

masi juga dapat menimbulkan pengaruh negatif, meskipunpengaruh positifnya masih terasa.

Tidak jarang anak-anak muda sekarang seringkali menirugaya hidup orang-orang barat. Semua itu terlihat dengan marak-nya para remaja yang selalu mengikuti mode dunia, mulai darigaya rambut, ponsel yang gonta ganti dan menyesuaikan denganperkembangan teknologi, pakaian, dan sebagainya. Melaluipengaruh ini, generasi muda diajarkan untuk hidup boros dankonsumtif, sehingga membuat mereka tidak lagi kritis terhadappersoalan sosial yang terjadi di masyarakat. Mereka terbuai olehperkembangan zaman.

Berdasarkan hal tersebut, apa yang dihawatirkan Baudrillardterhadap budaya konsumerisme telah menimpa kalangan anakmuda. Bagi Baudrillard konsumsi bukan sekadar nafsu untukmembeli begitu banyak komoditas, satu fungsi kenikmatan, satufungsi individual, pembebasan kebutuhan, pemuasan diri,kekayaan atau konsumsi objek. Namun lebih jauh lagi, konsumsimerupakan suatu struktur atau fakta sosial yang bersifat ekster-nal dan bersifat memaksa individu. Jadi, manusia dipaksa untukmengonsumsi tanpa henti, secara rakus dan serakah. Konsumsiyang dilakukan tidak memberikan kepuasan, dan justru yangterjadi adalah mahasiswa senantiasa merasa haus untuk membeliproduk-produk baru yang disuguhkan oleh para produsen4.

Kemudian, aktivitas konsumsi merupakan aktivitas yang“wajib” dilakukan. Hal itu bisa dilihat dari semakin banyaknyajumlah permintaan akan suatu barang konsumsi dibandingkandengan jumlah penawaran yang ada. Semakin hari sikap kon-sumtif mahasiswa semakin memprihatinkan dan semakin takterkendali. Apapun yang bisa dibeli, akan dibeli, tak peduli me-reka butuh atau tidak pada barang tersebut.

4 Jean Baudrillard, Masyarakat Konsumsi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009), hlm.76.

Page 184: Antologi Esai i - Kemdikbud

170 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Lebih jauh lagi, aktivitas konsumsi ini telah menjadi salahsatu medium menuju ekspresi eksistensial; aku belanja maka akuada. Ya, itulah mungkin ungkapan yang tepat dalam melihatrealitas budaya konsumerisme di kalangan anak muda danmahasiswa. Hal ini bisa kita lihat di pusat-pusat perbelanjaan.Mal, misalnya, selalu dipenuhi dengan anak-anak muda. Hal initerutama terjadi pada anak-anak muda perkotaan dengan gayahidup metropolis. mereka senantiasa mempertontonkan seputarkehidupan mereka yang mewah dengan baju bermerek, tasbermerek, makanan mahal, gadget terbaru, dan sebagainya.

Jika demikian, praktik konsumerisme telah merasuki kebu-dayaan kita, di mana budi dan jiwa telah lenyap. Kini tubuh manu-sia telah menjadi sebuah titik sentral dari mesin produksi, promosi,dan konsumsi kapitalisme. Tubuh diproduksi sebagai komoditidengan mengeksplorasi segala potensi hasrat dan libidonya untukdipertukarkan sebagai komoditi (video girl), tubuh juga dijadikansebagai metakomoditi, yaitu komoditi untuk menjual komoditilain5.

Pengaruh dari munculnya budaya konsumsi di kalangan anakmuda ini tak lepas dari peran industri dan bisnis yang mencipta-kan rasa bosan yang teratur. Konsumen diusahakan agar tidakterlampau lama terikat terhadap suatu hasil pabrik. Pada saat-nya, konsumen diusahakan agar merasa bosan dan siap menerimahasil produksi baru. Hal ini berlaku pada barang-barang seperti,sepatu, baju, televisi, mobil, dan yang paling parah adalah ponselatau gadged. Misalnya ponsel Samsung yang sekarang inimerupakan salah satu merk yang menguasai pasar Indonesia,secara reguler selalu melahirkan tipe dan model-model baru. Olehkarena itu, perlahan-lahan masyarakat Indonesia dihisap ke dalamjaringan perdagangan dan konsumsi modern.

5 Mark Slouka, Ruang yang Hilang Pandangan Humanis Tentang Budaya Cyberspaceyang Merisaukan, (Bandung: Mizan, 1999), hlm.55.

Page 185: Antologi Esai i - Kemdikbud

171Antologi Esai

Dunia yang kita hadapi sekarang ialah dunia sebagaimanadinyatakan oleh Baudrillard, yaitu matinya realitas, matinyatanda, berakhirnya representasi, akhir dari makna, matinya sosial,matinya utopia, selamat tinggal media, atau matinya seksualitas.Realitas telah mati, tanda telah mati, representasi telah berakhir,sehingga tidak ada lagi landasan berpijak. Dunia berlari di atassebuah kehampaan. Kita lebih mengenal kehidupan ranjangseorang artis, tetapi kita tidak mengenal tetangga sebelah. Kitatidak lagi melakukan ritual keagamaan tetapi menggantinyadengan ritual gymnastic di hotel-hotel. Maka dengan kemajuanteknologi yang tak bisa kita bendung, tuhan-tuhan virtual danagama-agama virtual akan bergentayangan menghantui hidupmanusia modern.

Daftar PustakaBaudrillard, Jean. 2009. Masyarakat Konsumsi. Yogyakarta: Kreasi

Wacana.Ritzer, George. 2013. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.James Brook & Iain Boal Resisting. 1995. Virtual Life: The culture

and Politics of Information. New york: City Light.Toffler, Alvin. 1989. Future Shock, Terj. Sri Koesdiyantinah.

Jakarta: Pantja Simpati.Slouka, Mark. 1999. Ruang yang Hilang Pandangan Humanis

tentang Budaya Cyberspace yang Merisaukan, Bandung: Mizan.

Page 186: Antologi Esai i - Kemdikbud

172 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Ya prakanca dolanan ing njabaPadhang bulan padhange kaya rinaRembulane sing ngawe-aweNgelingake aja pada turu sore

Lirik di atas merupakan lirik salah satu tembang dolananyang tentunya tidak asing lagi di telinga. Tembang tersebutberjudul Prakanca. Selain Prakanca, tembang dolanan yang tidakkalah menarik seperti Ilir-ilir, Cublak-cublak Suweng, Jamuran, kerapdinyanyikan anak-anak pada zaman dahulu. Namun, bagaimanakeberadaan tembang dolanan saat ini?

Bicara soal kesenian Jawa, tidak lepas dari yang namanyatembang. Zaman dahulu masyarakat menggunakan tembang se-bagai sarana hiburan dan edukasi. Bahkan, anak-anak pun sudahdikenalkan dengan tembang.

Tembang ialah ciptaan sastra yang terikat oleh aturan ter-tentu yang dibacakan dengan cara dilagukan. Tembang dibangundengan rangkuman kata-kata yang disebut cakepan. Saat melagu-kan tembang, perlu diperhatikan pedothan, andhegan, dan cengkok.Pedhotan dan andhegan merupakan perhentian nafas ketika sedangmelagukan tembang. Perbedaannya, perhentian andhegan lebihlama daripada pedothan. Sementara itu, cengkok adalah cara me-

Mengembalikan Keberadaan

Tembang Dolanan

Maria Lintang Restu SemestaSMA Negeri 4 Yogyakarta

Page 187: Antologi Esai i - Kemdikbud

173Antologi Esai

lagukan suatu tembang berdasarkan titilaras tertentu (GlosariumIstilah Sastra Jawa)

Berdasarkan macamnya, tembang dibagi menjadi:1) tem-bang gedhe (besar), yaitu tembang yang menggunakan bahasaJawa Kuna, 2) tembang tengahan, yaitu tembang yang munculpada zaman Majapahit dan menggunakan bahasa Jawa Tengahan,dan 3) tembang cilik (macapat)

Setiap tembang memiliki watak. Tembang macapat yang ber-jumlah tiga belas memiliki watak di setiap tembangnya. Misal-nya, tembang Kinanthi berwatak senang dan penuh cinta kasih,tembang Maskumambang yang berwatak sedih, tembang Durmayang berwatak emosional tinggi, dan lain-lain.

Seiring berjalannya waktu, muncul tembang yang tidakterikat oleh aturan tertentu yang disebut tembang dolanan. Ber-beda dengan tembang tengahan dan tembang macapat, tembangdolanan tidak terikat oleh aturan guru gatra (jumlah baris), guruwilangan (jumlah suku kata dalam satu baris), dan guru lagu (hurufvokal terakhir dalam satu baris). Tembang dolanan bisa disajikandengan iringan musik gamelan. Ciri tembang dolanan antaralain: 1) bahasanya sederhana, 2) mengandung nilai-nilai estetis,3) jumlah barusnya terbatas, 4) berisi hal-hal yang selaras dengankeadaan anak, dan 5) mudah dipahami.

Tembang dolanan memiliki fungsi, antara lain: pertama,sebagai sarana hiburan. Tembang dolanan digunakan oleh anak-anak sebagai lagu pengiring dalam permainan. Di antara namapermainan tersebut, ada yang menggunakan judul dari tembangyang digunakan, misalnya Cublak-Cublak Suweng dan Jamuran.Anak-anak menyanyikan tembang sambil memainkan permainandiikuti gerakan dalam suasana riang. Walaupun kelihatannyahanya untuk bermain dan bersenang-senang, tembang dolananmengandung unsur pembentukan karakter anak.

Page 188: Antologi Esai i - Kemdikbud

174 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Kedua, sebagai ajakan dan nasihat, misalnya tembangPrakanca. Pada kutipan lirik “rembulane sing ngawe-awe, ngelingakeaja pada turu sore” (bulan sendiri yang mengajak, mengingatkanagar jangan tidur di sore hari) mengajak anak-anak untuk tidakbermalas-malasan dan bersuka ria bersama pada saat bulanpurnama. Contoh yang lain, ialah tembang dolanan yangmenyambut bulan suci Ramadhan berjudul E, Dhayohe Teka (Eh,Tamunya Datang). Tembang ini digunakan oleh Sunan Kalijagauntuk mengajak masyarakat menyambut bulan Ramadhandengan hati yang bersih.

Ketiga, sebagai sarana untuk bercerita. Tembang dolananjuga digunakan anak-anak untuk menceritakan tentang sesuatuyang dimilikinya. Misalnya, tembang Aku Duwe Pitik tentangseorang anak yang bercerita memiliki seekor ayam.

Keempat, tembang dolanan digunakan untuk menyampaikannilai sosial kepada anak-anak. Contohnya, tembang dolananyang berjudul Sluku-Sluku Bathok. Pesan yang dapat dipetik daritembang ini ialah hidup tidak boleh dihabiskan hanya untukmencari uang. Contoh yang lain ialah tembang Gundul-GundulPacul yang menyiratkan pesan bahwa menjadi pemimpin tidakboleh sewenang-wenang pada rakyatnya.

Selain itu, dengan mengenal tembang dolanan, anak-anakdapat srawung (bergaul) dengan orang lain. Anak-anak menjaditidak individual, melainkan juga memiliki sikap sosial dengansesamanya. Hal itu dapat terjadi karena, secara tidak langsung,tembang dolanan mengajak anak-anak untuk bermain dan ber-gembira bersama.

Dilihat dari berbagai manfaat positifnya, lirik-lirik dalamtembang dolanan mengajarkan tentang nilai-nilai karakter padaanak seperti: cinta alam, mengasihi sesama, kepedulian, dan lain-lain. Namun, bagaimana keberadaan tembang dolanan dewasaini?

Page 189: Antologi Esai i - Kemdikbud

175Antologi Esai

Zaman dahulu tembang dolanan kerap kali dipertunjukkankepada masyarakat. Bentuk pertunjukan tembang dolanan antaralain drama. Anak-anak memainkan drama yang menceritakanisi tembang, misalnya tembang Prakanca. Dalam drama tersebut,anak-anak bermain dan berkumpul bersama di bawah bulanpurnama. Contoh yang lain ialah tembang Gajah. Pertunjukantersebut menceritakan tentang salah satu hewan, yaitu gajah.Dalam pertunjukan tersebut anak-anak bertingkah seperti gajah.

Dibandingkan dengan saat ini, dahulu lirik tembang dolanansudah di luar kepala. Sekarang, pada zaman globalisasi, men-dengar anak dapat menyanyikan tembang dolanan dapat dikata-kan sesuatu hal yang langka. Ironinya, anak-anak sekarang, be-berapa di antaranya lebih mengenal lagu-lagu asing daripadalagu dalam negeri.

Anak-anak yang bisa menyanyikan lagu berbahasa asingseringkali dianggap pandai. Oleh karena itu, ada orangtua yangmengajarkan anaknya lagu berbahasa asing. Tidak hanya itu,dewasa ini anak-anak sudah mengenal lagu-lagu tentang jatuhcinta, patah hati, curahan hati ditinggal kekasih, dan sebagainya.Anak-anak dapat mengenal, bahkan, hafal liriknya karena seringmendengar dari televisi, radio, dan youtube.

Lagu-lagu modern tidak semuanya memiliki nilai moraluntuk anak. Beberapa di antaranya masih dipertanyakan, apakahlagu tersebut boleh didengarkan anak-anak atau tidak.

Hilangnya “keberadaan” tembang dolanan menyebabkanhilangnya karakter anak pula. Anak-anak menjadi lebih bersikapindividual dan tidak mengenal budayanya sendiri. Padahal,budaya merupakan cermin kepribadian bangsa. Lunturnya tem-bang dolanan pada era globalisasi dapat disebabkan beberapahal, seperti lingkungan anak-anak dan pelajar, serta adanya ke-majuan teknologi.

Page 190: Antologi Esai i - Kemdikbud

176 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, bahasa Jawamerupakan salah satu pelajaran yang harus didapatkan oleh pe-serta didik dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah.Dalam pelajaran bahasa Jawa tersebut, tidak lepas dari tembang,baik tembang macapat maupun tembang dolanan. Namun, mam-pukah pelajaran tembang meningkatkan minat pelajar terhadaptembang dolanan?

Beberapa pelajar rata-rata mempelajari suatu materi untukmengejar nilai. Setelah nilai didapat, materi bagaikan masa laluyang tidak perlu diingat. Hal yang sama terjadi juga pada materitembang yang diberikan oleh guru. Guru sering kali mengguna-kan materi tembang sebagai materi untuk ujian praktik. Pelajaramat antusias saat menjelang ujian, tetapi setelahnya, materitembang dengan mudah dilupakan.

Sebenarnya, tembang dolanan memiliki nada yang enak dannyaman didengarkan. Namun, pada saat ini, nada-nada tembangdolanan yang lembut, bersemangat, dan enak didengar tersebutkalah di telinga remaja bila dibandingkan dengan lagu-lagu modernyang berirama beat, jazz, mellow, dan sebagainya. Beberapa remajamengaku lebih senang mendengar lagu-lagu dengan iramatersebut dengan alasan sesuai dengan kehidupan remaja.

Tembang dolanan mulai luntur di kalangan anak-anak jugabisa disebabkan karena permainan anak-anak pun sudah ber-ubah bentuk. Permainan anak-anak memang tetap ada sampaisekarang. Hanya, bentuknya sudah berubah. Kini, anak-anaklebih sering bermain lewat gadget, sehingga permainan tradisio-nal sudah jarang dimainkan.

Tembang dolanan juga sudah jarang diajarkan di sekolah,khususnya sekolah untuk anak-anak usia dini. Mereka lebihsering mengajarkan lagu-lagu berbahasa asing. Sadar atau tidak,hal tersebut dapat menyebabkan anak usia dini tidak mengenalbudaya daerahnya.

Page 191: Antologi Esai i - Kemdikbud

177Antologi Esai

Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya upaya untuk me-ngembalikan “keberadaan” tembang dolanan. Sejak dahulu, telahbanyak upaya untuk melestarikan tembang dolanan. Salah satu-nya, pada tahun 1938, H. Overbeck mendokumentasikan 690 tem-bang dolanan dalam bukunya yang berjudul JavaanscheMeisjesspelen en Kinderliedjes (kompas.com)

Pada zaman ini, mengembalikan “keberadaan” tembang do-lanan dapat dimulai dari diri sendiri. Pertama, mengenal tem-bang dolanan itu sendiri. Ada pepatah, tak kenal maka tak sa-yang. Jika sudah mengenal tembang dolanan (mengetahui maknadan nilai yang ingin disampaikan), orang akan lebih mudah untukmelestarikan tembang dolanan.

Kedua, orangtua dapat mengajarkan tembang dolanan untukanak-anaknya. Orangtua dapat membiasakan anak-anaknyauntuk bermain permainan tradisional sambil diiringi tembangdolanan. Orangtua pun dapat mengajarkan lirik tembang dolan-an dan maknanya.

Ketiga, menyadarkan pada diri sendiri bahwa materi tem-bang tidak hanya seperti angin lewat. Materi tembang yang di-berikan oleh guru, dapat menjadi sarana untuk mengembalikan“keberadaan” tembang dolanan. Setelah mendapat materi tem-bang dari guru, kita dapat mengembangkan materi tersebut.

Keempat, menggunakan tembang dolanan dalam kehidupansehari-hari, khususnya pelajar. Contohnya: saat kegiatan di seko-lah, misalnya kemah bakti, diadakan lomba-lomba untuk tiapkelompok. Lomba tersebut salah satunya dapat diadakan dalambentuk lomba menyanyikan tembang dolanan. Dengan halsederhana ini, diharapkan kehidupan pelajar tidak melulu diisidengan lagu-lagu modern.

Kelima, mempertunjukkan tembang dolanan di khalayakumum. Mencontoh dari masa lalu, mempertunjukkan tembangdolanan dapat dilakukan di masa kini. Kita dapat mengadakan

Page 192: Antologi Esai i - Kemdikbud

178 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dramatisasi tembang dolanan seperti zaman dahulu. Harapannyaialah supaya anak-anak muda tertarik dan mencintai tembangdolanan.

Keenam, melestarikan permainan tradisional. Tembangdolanan merupakan bagian tak terpisahkan dari permainan tradi-sional. Oleh karena itu, dengan melestarikan permainan tradisio-nal, dapat melestarikan tembang dolanan pula. Selain itu, per-mainan tradisional dapat menyehatkan fisik dibandingkan denganpermainan pada gadget. Permainan tradisional juga memiliki nilaisosial untuk anak-anak. Salah satu upaya pemerintah melestari-kan permainan tradisional, antara lain pada tahun 2016, peme-rintah Kabupaten Sleman mengadakan Festival Dolanan AnakSleman di Sindu Kusuma Edupark, Sinduadi, Mlati, Sleman(HarianJogja.com 23/5/16)

Melestarikan tembang dolanan tidak terlalu sulit untuk di-lakukan asalkan ada kemauan. Dengan upaya pelestarian tersebut,diharapkan tembang dolanan mampu bersaing di dunia yangsenantiasa mengalami perkembangan. Sudah saatnya kita, gene-rasi muda, mengembalikan “keberadaan” tembang dolanan seba-gai cermin kepribadian anak bangsa. Zaman boleh berubah,generasi boleh berganti, tetapi menjaga kelestarian budaya me-rupakan tanggung jawab bersama.

Page 193: Antologi Esai i - Kemdikbud

179Antologi Esai

Mistik, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar BahasaIndonesia (KBBI), merupakan subsistem yang ada dalam hampirsemua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusiamengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan. Mistikjuga sama dengan tasawuf, yaitu ajaran untuk mengenal danmendekatan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubunganlangsung secara sadar dengan-Nya.

Koentjaraningrat (1980) mendefinisikan mistik sebagai sistemreligi berdasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan yang diang-gap meliputi segala hal dalam alam dan sistem keagamaan inisendiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuandengan Tuhan.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikataan bahwamistik merupakan upaya manusia untuk menghadirkan Tuhandalam dirinya. Tuhan sebagai satu zat yang senantiasa dirindu-kan manusia seringkali dihadirkan ke dalam ritual-ritual atausesuatu yang dipercaya dapat menghubungkan manusia dengansang Pencipta.

Pada tulisan kali ini, penulis akan membahas tentang karyasastra dan hubungannya dengan mistik. Sebagai bahan kajian,karya sastra dijadikan sebagai objek yang menjembatani per-

Mistisisme Karya Sastra

Permadi SuntamaUniversitas Negeri Yogyakarta

Page 194: Antologi Esai i - Kemdikbud

180 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

temuan antara manusia dengan zat yang dirindukan (sang Pen-cipta).

Karya sastra, sebagai salah satu perwujudan gagasan seorangpengarang, memiliki perjalanan yang kompleks untuk sampaimenjadi sebuah karya. Perjalanan yang dilakukan pengarang itudapat berupa perjalanan fisik, seperti melihat dan mendengarperistiwa dengan pancaindera, dapat pula perjalanan yang ber-sifat batiniah, misalnya sebuah perenungan (kontemplasi) ter-hadap segala yang dirasakannya.

Dalam kesusastraan Indonesia, beberapa karya yang lahirmemiliki perjalanan panjang dan kompleks. Misalnya, sajak-sajakChairil Anwar yang religius, atau roman-roman karangan PramodyaAnanta Toer yang seolah begitu nyata. Bahkan, lebih nyata darikehidupan pengarangnya sendiri. Chairil dan Pramodya hanyamerupakan contoh dan apabila dikaji lebih jauh, tentu semuapengarang dan karyanya memiliki dunia mistiknya masing-masing.

Sajak-sajak Chairil Anwar, misalnya, memiliki proses pen-ciptaan yang sangat unik. Unik, karena orang-orang mengenalChairil sebagai pribadi yang urakan. Main perempuan, minumminuman keras, yang secara sosiologis masyarakat akan me-mandang Chairil sebagai pribadi yang buruk. Akan tetapi, pan-dangan yang demikian buruk itu tidak muncul pada benak orang-orang yang membaca karyanya. Bahkan, banyak yang menga-takan karya-karya Chairil begitu religius.

Sayapun bingung, bagaimana seorang yang hidup dengancara seperti Chairil dapat menulis sajak yang dikatakan orangbegitu religius. Saya kemudian membayangkan seorang Chairilmenulis puisi dalam keadaan dirinya sedang mabuk berat. Atauketika dia berduaan di kamar bersama seorang wanita cantik,dan Tuhan datang dalam jiwanya. Kemudian Chairil menulispuisi, absurd.

Page 195: Antologi Esai i - Kemdikbud

181Antologi Esai

Pun demikian, kenyataannya, Chairil telah menulis puisiyang banyak dibicarakan orang, begitu religius. Pikiran menge-nai proses Chairil menulis ialah hal yang tidak mungkin terjadi,sekarang telah terjadi.

Pada akhirnya, pikiran-pikiran mengenai cara Chairil me-nulis puisi, membawa pikiran saya pada peristiwa besar umatKristiani, Perjamuan Terakhir. Isa Al-masih datang menyampaikankabar gembira pada umat manusia, kemudian meninggalkan pararasulnya dengan cara membuat mereka tidak sadar (atau dalamkeadaan tidak sadar/tidur karena kelelahan), seperti itu pulareligiusitas hadir dalam diri Chairil yang kemudian ditulismenjadi sajak-sajak. Dalam hal ini, seolah-olah Chairil menjadiIsa sekaligus rasul. Pada kasus ini pula, ia menjadi manusia biasa,sekaligus tidak biasa. Maksud saya begini, sebagai penulis(anggap ini mukjizat), Chairil menyampaikan pesan-pesan, yangsecara akal manusia, tidak mungkin disampaikan olehnya. Akantetapi, Chairil dapat melakukan hal itu.

Manusia dan Hasrat Bertemu dengan Sang Pencipta

Pemahaman mengenai Chairil dan karyanya menjadi terangbagi saya karena satu hal, manusia ingin bertemu dengan sangPencipta, zat yang selalu dirinduinya. Hal ini merupakan sebuahjawaban dari garis putus-putus yang menghubungkan Chairilyang urakan dengan karyanya yang religius. Manusia, sepertiapapun bentuknya, akan selalu rindu pada sang Pencipta. Dariorang-orang yang menjadi panutan umat suatu agama, sampaiyang tidak memiliki kepercayaan sekalipun, semuanya inginbertemu dengan sang Penciptanya.

Orang-orang mulia yang ingin bertemu dengan sang Pen-cipta, dalam agama Islam ada dua puluh lima Nabi dan Rasul,Budha Gautama pada agama Budha, dan sebagainya. Dalam Islam,misalnya, hasrat bertemu dengan sang Pencipta dapat kita temui

Page 196: Antologi Esai i - Kemdikbud

182 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

dalam diri Ibrahim A.S, dan Musa A.S, yang dikisahkan padariwayat-riwayat dan kitab sucinya (Al-Qur’an). Begitu juga dengannabi dan rasul yang lain, tetapi dua nama tersebut merupakanyang paling jelas, bila kita membicarakan hasrat ingin bertemusang Pencipta.

Atau kita lihat pada ajaran Budha (walaupun saya tidak be-gitu memahami ajaran Budha), bagaimana seorang BudhaGautama menuliskan ajaran hidup manusia kepada umatnya.Dalam ajaran Budha, hasrat (keinginan) bertemu sang Penciptaditanamkan kepada setiap penganutnya. Misalnya, untuk men-capai nirwana seorang penganut ajaran Budha diharuskan me-lakukan kebaikan terus-menerus.

Dalam buku Hikayat Pohon Ganja (belum saya baca, hanyasaya dapat melalui diskusi) dikatakan bahwa pada masa lalu,ganja digunakan untuk ritual-ritual keagamaan dan pemujaanterhadap dewa-dewa. Fungsinya pun sama, menciptakan halu-sinasi. Membawa pikiran setiap yang menghirupnya ke alambawah sadar. Dalam ajaran Sinto (Jepang), misalnya, ganja di-gunakan sebagai alat mencapai suatu hal yang tidak dapat dicapaidengan akal manusia. Penganut ajaran Sinto percaya ada ke-kuatan (zat) yang tidak dapat ditemui oleh akal dan pancainderamanusia, sehingga mereka harus menempuh jalan yang ada diluar peta akal dan pikiran manusia.

Berdasarkan hal itu, ada suatu konteks yang berbeda antaraganja yang digunakan untuk ritual keagamaan dan pencandunarkoba dewasa ini. Orang-orang zaman dahulu, juga penganutajaran Sinto, sampai hari ini menggunakan efek halusinasi asapganja yang dibakar bersama dengan sesaji untuk pergi ke alambawah sadar mereka agar dapat bertemu dengan sang Pencipta.

“Karena manusia tidak dapat bertemu sang Pencipta di alamsadarnya, manusia mensugesti diri untuk bertemu sang Pencipta

Page 197: Antologi Esai i - Kemdikbud

183Antologi Esai

kemudian menggunakan perantara untuk menghantar segenap jiwaraganya ke bawah sadarnya.”

Pada sajak-sajak Chairil Anwar, begitulah kiranya prosessajak-sajaknya yang religius itu diciptakan. Chairil mengupaya-kan jiwanya untuk pergi ke bawah sadar, dengan jalan yangdisebut orang sebagai urakan. Ia bacai segala macam buku untuktahu keadaan dan pemikiran orang-orang dari penjuru dunia.Ia lihat orang-orang di sekitarnya untuk menyaksikan penderita-an masyarakat pada zamannya, kemudian ia tuliskan segala yangia dapati dari pengembaraan menunggangi buku-buku, dan iatulis diamnya pada penderitaan yang ia lihat dan kemudian ikutmerasakannya.

Dalam pengertian mistisisme, yang dilakukan Chairil jugamerupakan satu upaya untuk bertemu dengan yang dirinduinya.Ia melakukan banyak perenungan (kontemplasi) yang bersifatuniversal. Bagaimana yang ingin ia temui coba dihadirkan me-lalui puisinya, baik secara langsung membicarakan agama mau-pun pengamatan dan pemikiran terhadap masyarakat.

Karya Sastra sebagai Kenyataan

Berbeda dengan Chairil Anwar yang melahirkan mistisismelewat penciptaan karya yang religius, Pramodya Ananta Toermenghadirkan sesuatu yang lebih nyata di dalam karyanya, me-lebihi kenyataan pada dirinya sendiri untuk melahirkan karyasastra yang mengandung mistisime. Pramodya menjadikankaryanya sebagai tempat untuk hidup peristiwa masa lalu tetapada selamanya, dalam bentuk tulisan.

Hasrat yang ada dalam dirinya untuk terus bertemu orang-orang yang pernah ia temui dalam kenyataan maupun sekadarbacaan membuat ia menuliskan tokoh-tokoh dan peristiwa yangselalu dirinduinya. Dalam hal itu, Pramodya menumpahkan

Page 198: Antologi Esai i - Kemdikbud

184 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

segenap keinginan untuk bertemu pada zat yang ia rindukan kedalam karyanya. Hal ini dikarenakan manusia tidak dapat ber-temu dengan masa lalu dalam keadannya yang ada pada saatini, apalagi dengan keadaan Pram yang tidak memiliki kebebas-an hampir sepanjang hidupnya, ia menulis sesuatu yang amat iarindukan (secara umum, sebut saja kebebasannya).

Pada titik ini, Pramodya telah mencapai zat yang dirinduinyadengan cara yang luar biasa. Ia tidak memakai perantara sebagai-mana masyarakat tradisional melakukan ritual keagamaan. Iatelah mencapai sesuatu yang ada di luar jangkauan akal danpancaindera manusia. Hal itu ia peroleh melalui imajinasi danpengetahuannya akan masa lalu. Mistisisme yang dicapai olehPramodya Ananta Toer ialah mistisisme yang luar biasa. Ia telahmencapai zat yang tidak terjangkau oleh akal dan pikiran manusiadengan cara yang juga di luar akal dan pikiran manusia.

Pramodya adalah pengarang yang memperlakukan karyanyasebagai makhluk hidup, “Karya yang saya tulis adalah anakrohani saya, dan mereka akan hidup dengan jalannya masing-masing,” katanya pada sebuah wawancara dengan Joshua, tahun1999 (lihat dari Youtube). Dan, ia menempatkan dirinya sebagaipencipta. Barangkali, analoginya seperti ini, karya Pramodyaadalah bumi dan seisinya, sedangkan Pramodya adalah pen-ciptanya. Ia menciptakan kehidupan dan peristiwa yang ada didalam karyanya. Karena sebagai pencipta, Pramodya tidak dapatmengalami semua itu secara langsung.

Dalam sebuah wawancara dengan harian Sinar Harapan padatahun 1999, Pramodya juga menyebut dirinya telah melakukankehidupan yang mistis. “Mistis dalam pengertian yang sebenar-nya, bukan mistis yang dihubungkan dengan magic,” katanya.Telah ia serahkan segenap jiwa raganya pada zat yang memilikidua hal yang dititipkan padanya. “Dan bila suatu saat, yang

Page 199: Antologi Esai i - Kemdikbud

185Antologi Esai

punya mengambilnya dari saya, saya kan mengembalikannyadengan tenang,” tambahnya.

Pada akhirnya, semua karya sastra mengandung nilai mistik(pengertian yang sebenarnya). Akan tetapi, pada prosesnyamistisisme dalam karya sastra memiliki jalannya masing-masing.Ia memiliki hubungan sebab akibat (kausalitas) dengan peng-arangnya. Baik hubungan itu berupa trauma, atau sesuatu yangbelum pernah dialami sama sekali. Pun demikian, apapun itu,mistisisme diciptakan untuk menyatukan suatu hal yang tidakdapat disatukan oleh pancaindra manusia. Ia hadir dengan hal-hal di luar kebiasaan.

Page 200: Antologi Esai i - Kemdikbud

186 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Seberapa yakin Anda terhadap apa yang Anda baca di mediasosial kini? Bila Anda mendapat berita aneh yang sedikit di luarnalar, ataupun tidak tercantum dalam koran dan situs web beritatepercaya, waspadalah. Bisa jadi berita yang Anda dapatkanadalah hoax. Di bawah ini merupakan salah satu contoh beritahoax yang beredar di media sosial Whats’app (WA). Beritatersebut berisi tentang larangan memakan coklat dan mi secarabersamaan karena dapat menyebabkan seseorang keracunan.Kenyataannya mi instan tidak mengandung arsenic, sehinggatidak bereaksi dengan coklat.

Nyatanya, suatu kebohongan dapat dipercaya dan diterimadengan begitu mudah hingga memunculkan kepanikan massal.Berita hoax merupakan salah satu pembodohan massal yangbegitu mudah diterima oleh masyarakat. Hoax merupakan istilahinternasional untuk menyebut berita palsu atau berita bohong.Dikutip dari laman liputan 6, Lynda Walsh dalam buku berjudulSins Against Science menyatakan bahwa istilah hoax atau kabarbohong merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang masuksejak era industri. Istilah ini, diperkirakan, pertama kali munculpada 1808. Seperti dilansir dari Antara, Jumat 6 Januari 2016,asal kata ‘hoax’ diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya,

Membangun Garda Anti Hoax:

Remaja Pengguna Cerdas Media

Sosial, Agen Pemberantas Hoax

Rahmafari Fikra MaulidaSMA Negeri 6 Yogyakarta

Page 201: Antologi Esai i - Kemdikbud

187Antologi Esai

yakni ‘hocus’ dari mantra ‘hocus pocus’. Frasa yang kerap disebutoleh pesulap, serupa ‘sim salabim’.

Gambar 1.Contoh berita hoax yang telah beredar lewat media sosialWhatsapp

Salah satu berita hoax yang pemberitaannya paling meng-gemparkan dunia ialah berita kiamat suku maya pada tahun 2012.Saking hebat dan dipercaya sebagai kebenaran, berita hoax inidiangkat ke dalam film layar lebar berjudul “2012”. Banyak orangbunuh diri karena takut mengahdapi kiamat. Nyatanya? Pagi itu,21 Desember 2012, yang diberitakan sebagai hari datangnya kia-mat, saya bangun dan semua baik-baik saja. Sangat disayangkan,isu semacam itu sangat mudah menyulut kepercayaan pembaca.Padahal, tidak ada bukti ilmiah mengenai kedatangan kiamat.

Tak hanya menggemparkan dunia, berita hoax pun dapatmengancam perdamaian dunia dengan mengadu domba duanegara. Sebagaimana berita hoax yang beredar di antara Israeldan Pakistan.

Page 202: Antologi Esai i - Kemdikbud

188 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

“Mengutip laporan CNN, Selasa (27/12/2016), dalam sebuahartikel yang diterbitkan AWDNews, Selasa 20 Desember 2016,mantan Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon diberitakan telahmengancam akan menghancurkan Pakistan jika negara tersebutmengirimkan pasukan ke Suriah. “Kami akan menghancurkanmereka dengan serangan nuklir,” demikian ucapan Yaalon dalamartikel itu. Padahal, tak ada bukti bahwa Yaalon pernah mengucap-kan kata-kata demikian.” (liputan 6)

Apa yang terjadi bila kedua negara benar-benar percayapada berita hoax tersebut? Perang akan pecah begitu saja.

Saat ini jurnalistik telah memasuki fase jurnalistik digital.Artinya, berita dapat disebarkan melalui internet, baik melauiweb, blog, maupun media sosial. Jika dulu berita hoax menyebardari mulut ke mulut, selebaran, pamflet, poster dan media cetakseperti koran, kini berita hoax menyebar melalui “copy-paste”.Semudah itu, dan berita hoax menyebar luas ke segala arah.

Namun, di antara web, blog, dan media sosial, memangyang paling dekat dengan hidup seseorang ialah media sosial.Media sosial merupakan tempat orang-orang berinteraksi didunia maya. hampir seperti “berbincang” lewat kata. Mulai dariFacebook, media sosial dengan pengguna terbanyak di dunia,Instagram, Twitter, dan Path. Orang-orang kini begitu percayadengan media sosial. Media sosial dengan pengguna terbanyakdi dunia, Facebook, juga menjadi salah satu agen penyebarluasanberita hoax. Di Indonesia kebanyakan berita hoax disebarluaskanmelalui media sosial seperti Facebook, Twitter dan sosial chatseperti Whatsapp. Dari grup ke grup, hoax menyebar lewat pesanWhatsapp.

Mengapa banyak orang dengan mudah memercayai beritahoax yang beredar di media sosial? Karena mayoritas berita hoaxyang diedarkan melalui media sosial disusun dengan bahasa yang

Page 203: Antologi Esai i - Kemdikbud

189Antologi Esai

“rapi”. Di Indonesia contohnya, berita hoax yang beredar di mediasosial kebanyakan ditulis dengan ejaan dan pilihan kata yangpadu, membuatnya benar-benar meyakinkan untuk disebut berita.Tak main-main, kadang-kadang berita hoax turut menyeret nama-nama besar agar dapat dipercaya oleh para pembaca.

Gambar 2. Berita hoax Menggunakan Nama Orang Penting dan Instansi

Pada umumnya berita hoax juga mengangkat topik-topik yangsedang hangat dan menyertakan embel-embel bahwa beritatersebut merupakan fakta dengan sumber informasi tepercaya,seperti pada contoh Gambar 2 di atas yang menggunakan namamantan menteri sebuah instansi kementerian. Melihat hal tersebut,pembaca tanpa ragu-ragu mengedarkan berita hoax ke teman-temannya.

Untuk mencapai kekayaan secara cepat dan instan tak jarangorang membuat berita hoax. Diduga pula, hal yang menyebabkanberita hoax tak ada habisnya di ranah peberitaan internasional

Page 204: Antologi Esai i - Kemdikbud

190 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

ialah keberadaan pihak yang rela membayar mahal untuk me-nugasi seorang “jurnalis palsu” agar membuat berita hoax dengantujuan kepentingan pribadi, menjatuhkan suatu pihak, memorak-porandakan keadaan, memicu permusuhan, atau sekadar inginmenyebarkan keresahan di masyarakat.

Penyebab lain mengapa berita hoax terus berkembang ditanah air ialah kurangnya publikasi jurnal-jurnal ilmiah, sehinggakekosongan pengetahuan dari benak-benak haus informasi justrudiisi dengan berita bohong, bukan hasil pemikiran ilmiah yangdituangkan oleh para ahli.

“Budaya menulis masyarakatdi tanah air masih rendah. Hal ituterbukti dari jumlah jurnal internasional para akademisi di luarnegeri yang masih tertinggal dari negara lain. Di Asia saja,Indonesia kalah dengan Malaysia dan Singapura.” (liputan 6)

Inilah hal yang sangat disayangkan. Mungkin, kini jumlahberita hoax yang beredar di masyarakat lebih banyak daripadajurnal ilmiah yang dipublikasikan di internet. Apakah Anda tidakheran melihat begitu banyaknya berita hoax yang menyebar,namun begitu sedikit berita dan jurnal ilmiah yang beredar dimedia sosial? Hal tersebut menandakan bahwa jurnal ilmiahyang telah ditulis oleh para ilmuwan belum berhasil mengedukasimasyarakat. Pasalnya, salah satu sebab mengapa berita hoax mudahdipercaya oleh masyarakat ialah tidak adanya informasi ilmiahyang tersedia mengenai suatu pokok bahasan, sehingga ruangtanya di dalam pikiran pengguna yang haus akan informasi justrudiisi oleh jawaban-jawaban palsu dari berita hoax.

Lantas, bagaimana cara memerangi berita hoax di media sosialyang keberadaannya semakin meresahkan?

Cara pertama yang dapat dilakukan ialah dengan membuatundang-undang yang mengatur hukuman untuk pembuat dan

Page 205: Antologi Esai i - Kemdikbud

191Antologi Esai

pengedar berita hoax. Pemerintah Indonesia, sebenarnya, telahmengeluarkan peraturan yang mengatur tentang berita hoax me-lalui undang-undang ITE pasal 28 ayat 1. Dalam pasal itu di-sebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpahak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannyabisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimalRp 1 miliar”. Namun, apakah itu saja sudah cukup? Tidak! Fakta-nya, hukum yang telah diberlakukan ini belum berhasil mengikattangan-tangan para pencipta dan pencinta berita hoax.

Cara kedua ialah membangun garda anti-hoax. Apa itu gardaanti-hoax? Indonesia yang tengah diterpa badai berita bohongmembutuhkan sosok “pahlawan” yang mampu menyelamatkanpengguna internet atau yang kita kenal sebagai netizen dari beritahoax. Pahlawan yang cerdas dalam memanfaatkan internet. Merekayang akan membebaskan otak-otak manusia dari kebohongan.

Remaja, adalah mereka yang dibesarkan oleh asuhan tekno-logi, pengguna terbesar media sosial, sasaran empuk pembodoh-an oleh berita hoax, selain pengguna dewasa. Merekalah wajah-wajah calon penulis yang akan mengisi konten media sosial kedepannya, menjadi calon jurnalis yang akan terjun ke era jurnalis-tik digital, menjadi wajah-wajah yang mengedukasi Indonesia,bukan menyesatkannya. Oleh karena itu, sejak awal mereka harusdibekali dengan kemampuan untuk memerangi berita hoax agarke depannya masyarakat tidak lagi dibodohi oleh berita palsu.Sejak dini, remaja haruslah kritis dalam menghadapi kondisi disekitarnya. Pengguna media sosial yang cerdas tidak asal menelanmentah-mentah setiap informasi tanpa mempertanyakan kebenar-an dari suatu berita. Budaya menulis yang terintegrasi dengan tek-nologi merupakan hal yang benar-benar dibutuhkan oleh remajamasa kini untuk membangun era jurnalistik yang lebih baik kedepan, yang bebas dari hoax-hoax.

Page 206: Antologi Esai i - Kemdikbud

192 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Membangun Garda Antiberita HoaxSaya tegaskan kembali, bahwa perlu dibentuk garda pem-

berantas berita hoax yang terdiri atas para remaja. Mengapa harusremaja? Bukan orang dewasa? Berdasarkan hasil survei AsosisasiPenyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama de-ngan Pusat Kajian dan Komunikasi Universitas Indonesia, peng-guna terbanyak internet berasal dari kelompok usia 18-25 tahun,yaitu sekitar 49% dari seluruh pengguna internet di Indonesia.Jumlah yang sangat banyak. Berdasarkan jumlah yang banyakinilah, wajah jurnalisme digital Indonesia ke depannya dikenaloleh dunia. Berikut ini kiat-kiat yang dapat dilakukan untuk mem-bangun garda antiberita hoax, yang tak lain adalah remaja Indone-sia yang cerdas dalam menggunakan teknologi. Kelak, merekalahyang akan menyelamatkan dunia pemberitaan digital dari keke-jaman berita palsu. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menjadiseorang garda pemberantas hoax ialah sebagai berikut.

1. Mengenalkan Remaja tentang Bahaya Berita HoaxKebanyakan orang menganggap sepele berita hoax. Mereka

hanya menganggapnya sebagai berita bohong yang mungkinlucu, menarik. Namun, sebenarnya, berita hoax begitu berbahaya.Bagi pembaca, berita hoax dapat benar-benar mengubah hidup-nya. Mari kita ambil sebuah berita hoax tentang kesehatan yangberbahaya bila dipercaya: “Oleskan vaselin untuk mencegahmers”. Apa yang terjadi bila seseorang memercayai berita bohongitu dan hanya menggunakan vaselin di hidung untuk mencegahdirinya tertular virus mers? Nyawanya bisa terancam.

Bagi penulis berita hoax, bila terbukti menulis, mereka harussiap mendekam di bui. Begitu pula mereka yang menyebarkan,akan turut terseret dalam urusan hukum. Oleh karena itu, remajaharus waspada agar jangan sampai terseret dalam bahaya beritahoax.

Page 207: Antologi Esai i - Kemdikbud

193Antologi Esai

2. Mampu Membedakan Berita Hoax dan Berita yangSebenarnya

Sebenarnya, mudah untuk mengenali sebuah berita merupa-kan hoax atau bukan. Ciri-ciri umum berita yang tidak bisadipungkiri ialah dalam penulisan berita haruslah berupa faktayang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Layaknyatulisan ilmiah, sebuah berita harus mencantumkan sumber datayang jelas. Nama wartawan atau penulis berita pun harus ditulisjelas di akhir berita, bukan dengan nama alias ataupun namapalsu. Apabila dalam berita terdapat data, sumber data tersebutharus jelas. Untuk berita yang beredar melaui media sosial, se-harausnya disertai dengan tautan sumber berita. Laman yangmenjadi acuan pengutipan juga harus merupakan laman asli ataubenar-benar dikelola oleh jurnalis-jurnalis professional denganberita yang dapat dipercaya, bukan laman palsu yang merupakanplesetan dari laman asli. Untuk mengetahui kredibilitas sebuahberita, cobalah menelusur di internet tentang penulis berita.Apakah penulis bisa dipercaya ataukah tidak. Atau bila ada taut-an yang disertakan, apakah benar tautan tersebut bukan berasaldari laman palsu. Dengan begitu kita dapat mengetahui benaratau tidaknya berita yang kita dapatkan di media sosial. Sayang-nya, tidak banyak pengguna internet yang jeli tentang ciri-ciriberita hoax ini, sehingga menganggap berita yang beredar dimedia sosial sebagai berita yang benar.

3. Mengajari Remaja Cara Menyikapi Berita HoaxBila mendapat berita dengan bahasan menarik, kebanyakan

pengguna media sosial akan “refleks” mengedarkan berita hoaxtersebut. Stop mengedarkan berita hoax. Bila menemukan beritayang dicurigai sebagai berita hoax, segera tandai berita tersebut,catat judul berita. Dengan cara seperti ini secara tidak langsungkita telah menjadi agen “pemungut” berita hoax.

Page 208: Antologi Esai i - Kemdikbud

194 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Yang dimaksud “pemungut” ialah remaja yang telah diberipengertian tentang berita hoax serta sudah dapat membedakanmana yang hoax dan mana yang tidak. Setelah memiliki kemam-puan membedakan berita ini, sudah selayaknya remaja menya-ring berita yang ia dapatkan dari media sosial, menandai beritayang dianggap hoax dan memberitahukan pada orang tua mereka,ataupun sesama pengguna media sosial.

4. Membangun Minat Menulis Jurnal Ilmiah Digital

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, salah satupenyebab berkembangnya berita hoax adalah kurangnya jumlahdan publikasi jurnal-jurnal ilmiah di Indonesia. Indonesia me-miliki banyak dosen-dosen cerdas dengan karya-karya yang luarbiasa. Namun, perihal publikasi, Indonesia masih kalah dengannegara lain. Sebagai bukti, coba Anda mencari jurnal ilmiah diInternet tentang suatu topik khusus, tentu akan sangat sulit me-nemukan jurnal ilmiah dengan topik yang anda cari. Padahal,mungkin sebenarnya jurnal ilmiah yang Anda cari sudah ada disuatu perpustakaan, namun tidak dipublikasikan di internet.

Oleh karena itu, ke depannya, remaja yang akan menjadicalon-calon penulis jurnal imiah masa depan perlu mengubah ani-mo masyarakat bahwa jurnal ilmiah hanya bersarang di perpus-takaan. Sejak di sekolah menengah atas, sebaiknya, siswa dibekalidengan kemampuan menulis jurnal ilmiah yang diajarkan dalammata pelajaran Bahasa di sekolah, sekaligus dikenalkan denganpublikasi lewat media sosial. Dengan begitu, setelah lulus dari se-kolah menengah atas, generasi penerus inilah yang akan memubli-kasikan jurnal-jurnal ilmiah mereka kepada publik lewat internet.

5. Membangun Pola Pikir Ilmiah

Pola pikir ilmiah perlu dimiliki oleh remaja agar mereka dapatdiandalkan dalam memerangi berita hoax. Suatu berita, sebagai-

Page 209: Antologi Esai i - Kemdikbud

195Antologi Esai

mana karya ilmiah harus ditulis berdasarkan fakta dan kebenar-an, bukan berdasarkan praduga. Dengan memiliki pola pikir ilmiah,remaja akan kritis menangapi informasi yang ia dapatkan darimedia sosial, bukan menelan mentah-mentah setiap informasiyang didapat. Remaja yang kritis dan berpola pikir ilmiah tentuakan menelaah kebenaran dari suatu berita dengan menelitinya.Sesuatu baru bisa disebut fakta apabila memenuhi kriteria.

Budaya Jurnalistik dan Garda Anti-hoaxBudaya jurnalistik merupakan hal yang perlu ditanamkan

pada anak-anak usia remaja agar, ke depannya, dapat memerangiberita hoax dengan jurnal-jurnal ilmiah. Bila budaya menulis hoaxyang berkembang beberapa tahun ke depan, media sosial akandipenuhi oleh kebohongan, sehingga kebenaran sulit ditemukan.Beerita hoax yang merajalela akan mencoreng nama jurnalistikdi Indonesia.

Semua pengguna internet wajib sadar akan bahaya beritahoax dan semua perlu mengetahui cara menyelamatkan negeridari infeksi berita hoax. Berita hoax bukan sekadar berita bohongyang diciptakan untuk bahan bercanda. Ia adalah senjata yangdiciptakan untuk memecah belah bangsa, mengadu domba, danmemorakporandakan. Namun, karena remaja lebih “melek IT”daripada orang dewasa dan memiliki pemikiran yang lebih kritis,remajalah yang paling cocok untuk memerangi maraknya penulis-an hoax. Remaja inilah yang nantinya akan terjun ke dunia tek-nologi. Remaja-remaja ini pulalah yang akan mengedukasi masya-rakat.

Daftar Pustakahttp://health.detik.com/healthypedia/40-broadcast-pesan-

kesehatan-yang-ternyata-hoax/5476/lemon-lebih-hebat-dari-kemoterapi

Page 210: Antologi Esai i - Kemdikbud

196 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

https://m.tempo.co/read/news/2016/11/20/063821644/mabes-polri-penyebar-hoax-diancam-hukuman-6-tahun-penjara?epi=7%2CPAGEID10%2C2409669855

http://www.jawapos.com/read/2017/04/20/124856/baca-nih-alasan-kenapa-budaya-menulis-hoax-tumbuh-subur-di-indonesia

https://m.tempo.co/read/news/2016/11/20/063821644/mabes-polri-penyebar-hoax-diancam-hukuman-6-tahun-penjara?epi=7%2CPAGEID10%2C2441016920

http://m.liputan6.com/news/read/2820443/darimana-asal-usul-hoax

Page 211: Antologi Esai i - Kemdikbud

197Antologi Esai

Arus informasi mengalir begitu masif dan cepat di era glo-balisasi ini. Dengan didukung teknologi mutakhir, arus informasitersebut pasti berdampak pada berbagai bidang kehidupan. Salahsatu yang terkena dampak dari arus informasi tersebut ialahbahasa. Tidak dapat dipungkiri, bahasa daerah semakin lamasemakin ditinggalkan. Jika hal ini dibiarkan, bahasa daerah bisasaja punah.

Badan Bahasa telah memetakan sejumlah 646 bahasa daerah.Dari jumlah tersebut, baru 52 bahasa yang telah dipetakan vitali-tasnya. Badan Bahasa menyatakan 13 bahasa berstatus punah, 9kritis, dan 15 lainnya terancam punah.1 Hal ini sejalan denganpenelitian yang dilakukan oleh lembaga di luar badan bahasa.Penelitian yang dilakukan Fakulktas Sastra dan Budaya Unkhairmenyatakan sedikitnya 32 bahasa daerah di Maluku Utara danbanyak di antaranya terancam punah.2 Bahkan Balai BahasaPapua menyatakan lima bahasa daerah di Papua sudah punah.Kelima bahasa tersebut adalah bahasa Tandia (Teluk Wondama),

Mempertahankan Eksistensi

Bahasa Daerah

Rosna HermawanUniversitas Negeri Yogyakarta

1 http://lifestyle.liputan6.com/read/2855842/badan-bahasa-13-bahasa-punah-9-kritis-15-terancam-punah

2 h t t p : / / w w w . n e t r a l n e w s . c o m / n e w s / t o b a / r e a d / 7 1 7 1 5 /32.bahasa.daerah.di.malut..banyak.yang.hampir.punah

Page 212: Antologi Esai i - Kemdikbud

198 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Mapia (Kabupaten Supiori), Safoni (Waropen), Bonerif (Mam-beramo Raya), dan Wario (Waropen).3

Hal ini sangat disayangkan. Bahasa merupakan identitassuatu bangsa. Bangsa di sini dapat diartikan suku atau golonganyang menempati suatu daerah tertentu. Kehilangan sebuah ba-hasa dapat berarti pula kehilangan suku asli yang memakai baha-sa tersebut. Catatan bahasa telah menunjukkan beberapa baha-sa daerah yang punah. Hal ini harus menjadi perhatian khususbagi setiap warga negara untuk berpartisipasi aktif memperta-hankan bahasa daerah. Bagaimanapun juga, bahasa daerah me-rupakan identitas utama mengenai daerah tersebut.

Jika diteliti lebih jauh, tentu ada faktor-faktor yang membuatpenggunaan bahasa daerah semakin berkurang bahkan sampaidikatakan terancam punah. Faktor-faktor tersebut memang tidakdapat secara langsung mengakibatkan kepunahan pada bahasadaerah. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut memiliki peran yangbesar dalam punahnya sebuah bahasa.

Pergeseran Kebiasaan Berbahasa

Modernisasi tidak hanya berdampak pada kehidupan dikota, melainkan telah sampai ke pelosok-pelosok negeri. Orang-orang desa sudah dapat mengakses informasi melalui teknologicanggih yang mudah didapat. Mau tidak mau, hal ini akan me-mengaruhi pola pikir orang-orang desa, khususnya anak muda.

Anak muda sebagai generasi yang mewarisi bahasa daerahdari para tetua daerah akan merasa bahwa bahasa asli merekaadalah bahasa yang kuno. Mereka lebih suka menggunakan bahasaseperti yang ada di gawai mereka, bahasa anak muda yang cende-rung alay. Mereka merasa telah menggunakan bahasa yang kerenketika menggunakan bahasa alay. Padahal, bahasa yang dianggap

3 http://tabloidjubi.com/artikel-5967-lima-bahasa-daerah-di-tanah-papua-telah-punah.html

Page 213: Antologi Esai i - Kemdikbud

199Antologi Esai

keren itu hanya akan menolong mereka ketika berada pada ling-kungan tertentu. Lingkungan di desa tidak mungkin memakaibahasa kota, terlebih ketika mengadakan acara formal. Masya-rakat di daerah cenderung akan menggunakan bahasa daerahkarena memiliki nilai kesopanan. Selain itu, identitas daerah akanterlihat dari penggunaan bahasa tersebut.

Keputusan untuk menggeser penggunaan bahasa daerah kebahasa ala kota ini sangat disayangkan. Bahkan, tidak jarangorang dewasa malah ikut-ikutan memamerkan bahasa gaul yangdigandrungi anak muda. Padahal seharusnya, mereka punyaperan untuk mengayomi anak muda untuk terus melestarikanbahasa daerah setempat.

Memang, pergeseran pemakaian bahasa dari bahasa daerahke bahasa gaul menjadi sebuah keniscayaan. Teknologi informasiyang sudah menyebar ke pelosok negeri mampu mengenalkankebudayaan lain yang cenderung mudah diterima masyarakat,dan bahasa menjadi salah satu dari kebudayaan yang masukmenembus batas-batas geografis. Bahasa yang dibawa teknologiinformasi benar-benar memiliki peran untuk mengenalkan dunialain yang, dapat dikatakan, sangat keren. Oleh karena itu, orang-orang desa mulai menggeser kebiasaan berbahasa mereka kebahasa yang keren itu.

Urbanisasi

Salah satu hal yang pasti terjadi karena dampak globalisasiialah membawa gemerlap kehidupan kota ke desa. Kehidupandi kota dianggap sebagai suatu hal yang prestisius. Siapa punakan bangga jika dapat tinggal di kota, atau setidaknya bekerjadi sana. Selain itu, orang-orang di kota dianggap sebagai orang-orang terpelajar sehingga status mereka seakan lebih tinggi. Halini semakin diperparah oleh anggapan, atau bahkan kenyataan,bahwa lapangan kerja di desa begitu sedikit sehingga mendorong

Page 214: Antologi Esai i - Kemdikbud

200 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

orang-orang desa berbondong-bondong pergi ke kota. Adabanyak alasan mengapa mereka pergi ke kota, seperti pekerjaan,tuntutan pendidikan, atau karena hal yang lain.

Hal yang selanjutnya menjadi masalah ialah berkurangnyajumlah penutur asli bahasa daerah. Mereka telah berpindah tem-pat dari desa ke kota. Hal ini dinamakan urbanisasi. Urbanisasidianggap menjadi salah satu faktor yang menyebabkan punah-nya suatu bahasa.4 Penutur bahasa daerah semakin lama semakinberkurang. Banyak generasi muda yang meninggalkan tempattinggal di desa untuk mencari kehidupan baru di kota. Berawaldari sinilah bahasa daerah mulai hilang.

Penutur bahasa daerah yang pindah ke kota mungkin masihmemiliki kosakata bahasa daerah yang sangat banyak. Akan teta-pi, mereka tidak mungkin menggunakan bahasa itu di kota.Mereka harus menyesuaikan penggunaan bahasa dengan orang-orang di kota. Mau tidak mau, bahasa daerah akan semakin di-lupakan. Hal ini dapat berakibat pada hilangnya kosakata bahasadaerah yang dimiliki orang tersebut. Lama kelamaan, kosakatabahasa daerah tersebut tinggal sedikit atau bahkan hilang samasekali. Dalam kurun waktu yang lama, bahasa daerah akan ke-hilangan generasi yang seharusnya menjadi pewarisnya.

Faktor Lain

Selain faktor bahasa alay dan urbanisasi, terdapat sejumlahfaktor lain yang dapat menyebabkan punahnya bahasa daerah.Misalnya, perkawinan antar etnis. Tidak dapat dipungkiri bahwaperkawinan seperti ini sudah sering terjadi, meski tidak begitubanyak. Akan tetapi, ketika perkawinan ini terjadi, akan terdapatkesepakatan mengenai penggunaan bahasa di antara keduanya.

4 http://wawancara.news.viva.co.id/news/read/708092-semua-bahasa-daerah-terancam-punah

Page 215: Antologi Esai i - Kemdikbud

201Antologi Esai

Salah satu pasangan mungkin saja akan mengorbankan bahasaibunya. Hal ini dapat mematikan salah satu bahasa daerah.

Selain itu, faktor yang paling banyak ditemukan ialah sulit-nya mempelajari bahasa daerah. Setiap bahasa daerah memilikiaturan yang tidak mudah untuk dipahami. Misalnya, bahasa Jawayang mempunyai tingkatan tertentu terkait dengan kesopanan.Bahasa yang digunakan untuk orang sebaya berbeda denganorang yang lebih tua. Oleh karena itu, tidak mengherankanapabila seorang penutur asli bahasa daerah, dalam hal ini bahasaJawa, tidak begitu menguasai bahasa asalnya terebut. Hal inisudah menjadi sangat lumrah dalam masyarakat.

Kasus serupa dapat terjadi pada bahasa daerah lain yangtersebar di Indonesia. Mungkin akan ditemukan bahasa yangjauh lebih sulit dari bahasa Jawa, baik dari segi tulisan maupunpenuturannya. Hal demikian sudah seharusnya menjadi catatanbagi siapa pun bahwa bahasa daerah begitu memiliki nilai yangtinggi. Oleh karena itu, tidak salah apabila bahasa dikatakansebagai identitas suatu bangsa. Sayangnya, banyak orang justruberpikiran sebaliknya, yakni bahasa daerah tidak terlalu bernilaisehingga kemudian mulai ditinggalkan.

Pada akhirnya, bahasa daerah tersebut mulai teralihkan de-ngan hadirnya bahasa baru seperti yang sudah dijelaskan sebelum-nya. Bahasa daerah akan tergeser kedudukannya. Bahkan, bebe-rapa orang menganggap sebagai bahasa asing di daerahnya sendiri.Hal inilah yang kemudian membuat bahasa daerah dianggapmenjadi bahasa yang membosankan bahkan tidak layak dipelajari.Jika hal demikian dibiarkan, bukan tidak mungkin keberadaanbahasa daerah akan terancam atau bahkan menjadi punah.

Mempertahankan Eksistensi

Mempertahankan eksistensi bahasa daerah merupakan tan-tangan tersendiri, terutama di era modern ini. Terlebih lagi, tidak

Page 216: Antologi Esai i - Kemdikbud

202 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

mungkin untuk melarang faktor-faktor yang berpengaruh terha-dap punahnya bahasa daerah seperti urbanisasi dan perkawinanantar etnis. Semua itu sudah menjadi hak setiap manusia. Selainitu, tuntutan perubahan zaman memang seperti mengharuskansetiap elemen masyarakat untuk melakukan hal tersebut.

Akan tetapi, mengingat pentingnya bahasa daerah yang me-nunjukkan suatu identitas, sudah seharusnya eksistensi bahasaini dipertahankan. Jangan sampai bahasa daerah punah bersama-an dengan kepunahan etnis yang menggunakan bahasa tersebut.

Orang tua harus mulai sadar akan pentingnya bahasa sebagaiidentitas. Mereka harus memberikan perhatian khusus kepadaanaknya terkait dengan bahasa daerah. Pendidikan mengenaipentingnya bahasa daerah seharusnya sudah diberikan kepadaanak sejak kecil oleh orang tua. Bagaimanapun juga, orang tuamerupakan tempat anak belajar untuk pertama kali. Selanjutnya,orang tua harus melatih anak untuk terbiasa menggunakan baha-sa daerah, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.Dengan demikian, rasa cinta terhadap bahasa daerah akan tum-buh seiring dengan pembiasaan berbahasa itu.

Mempertahankan eksistensi bahasa daerah juga dapat dilaku-kan dengan hal lain. Bahasa daerah dapat dicatat, diteliti, kemu-dian dibukukan. Ketika bahasa daerah sudah dipublikasikan dalambentuk buku, bahasa itu dapat dinikmati dan dipelajari olehmasyarakat. Pembukuan tidak harus melalui penelitian. Bahasadaerah juga dapat dimasukkan ke dalam karya sastra sepertinovel yang menggunakan latar daerah tertentu. Sudah bukanrahasia lagi jika bacaan berupa karya fiksi lebih digemari dari-pada nonfiksi. Maka, tugas penulis apapun genrenya, baik pemulamaupun sudah mahir dapat berpartisipasi dalam memperta-hankan bahasa daerah.

Selain itu, anak-anak muda mungkin harus diberikan wadahuntuk terus mempertahankan bahasa daerah. Pemerintah dapat

Page 217: Antologi Esai i - Kemdikbud

203Antologi Esai

mengadakan festival bahasa atau acara serupa dengan menggan-deng Dinas Kebudayaan atau Balai Bahasa setempat. Anak-anakmuda dapat dilibatkan dalam kegiatan seperti itu. Selanjutnya,yang paling penting ialah tindak lanjut setelah diadakannyakegiatan tersebut. Mereka, para anak muda, harus terus dibinarasa cintanya kepada bahasa daerah.

Memang akan sangat sulit bagi generasi muda untuk ikutberpartisipasi mempertahankan eksistensi bahasa daerah, baikmelalui penelitian maupun menulis karya sastra dengan bahasadaerah. Setidaknya, generasi muda dapat terus menumbuhkanrasa cinta kepada bahasa daerah dan keinginan kuat untuk mem-pelajarinya. Selain itu, generasi muda mempunyai peran pentinguntuk menyebarkan rasa cinta itu kepada khalayak. Dengandemikian, eksistensi bahasa daerah akan terjaga dari kepunahan.

Sampai hari ini, banyak bahasa daerah yang sudah punah.Tidak sedikit pula bahasa daerah yang masuk ke dalam kategoriterancam punah. Jika tidak ada usaha untuk mempertahankaneksistensi bahasa daerah, negeri ini akan kehilangan identitasberupa bahasa. Padahal, bahasa merupakan cermin paling nyatauntuk menunjukkan identitas kepada orang lain. Oleh karenaitu, perlu adanya upaya untuk melestarikan penggunaan bahasadaerah, minimal mempertahankan yang masih ada.

Mempertahankan eksistensi bahasa daerah bukan hanyamenyoal bahasa itu sendiri. Lebih dari itu, mempertahankaneksistensi bahasa daerah berarti menyelamatkan pula identitaskelompok yang menggunakan bahasa tersebut.

Page 218: Antologi Esai i - Kemdikbud

204 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Page 219: Antologi Esai i - Kemdikbud

205Antologi Esai

CATATAN DEWAN JURI

Page 220: Antologi Esai i - Kemdikbud

206 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Page 221: Antologi Esai i - Kemdikbud

207Antologi Esai

Ada begitu banyak unsur yang bisa menjadi indikator bahwasuatu karya tulis tergolong esai. Karya tulis “berbentuk” esai.Sebagai karya tulis esai sejatinya tidak cukup terwadahi sebatasbentuk. Meski demikian, pemahaman atas esai sebagai “bentuk”tulisan menjadi prasyarat penting penulis untuk memulai me-nyusun karya esai. Pemahaman sepotong-sepenggal atau sesisi-sesudut atas esai sebagai suatu “bentuk tulisan” akan menye-babkan kegagalan dalam menelurkan karya tulis esai, esai yangsesungguhnya, seutuhnya. Pernyataan ini bukan untuk menyata-kan bahwa menulis esai harus berangkat dari pemahaman penuhdan utuh atas karya tulis “berbentuk” esai. Takaran pemahamanbukan modal tunggal untuk melakukan tindakan. Jadi, menulisesai dapat dimulai dari tingkat pemahaman seberapa pun dengansuatu catatan bahwa secara “bentuk” atau “jenis”, esai menam-pakkan sosok wajah yang masih suam-suam, samar, belum dikenalisecara penuh. Kesadaran atas kebelumpahaman harus menjadisemangat pencarian dalam proses kreatif menulis. Tidaklah meng-herankan apabila banyak yang menyarankan bahwa resep terbaikmenulis adalah menulis.

Ketika karya tulis berbentuk esai tidak sekadar dibaca, di-sandingkan, dibandingkan, tetapi jauh lebih dari itu, yakni di-pertarungkan, disayembarakan, dilombakan untuk ditemukanpemenangnya, berperingkat dan berhadiah pula, karya tulis akanmenemukan sejumlah wacana kompleks wajib debat. Salah satu

Salah Terka atas Totalitas

Wajah Esai

Page 222: Antologi Esai i - Kemdikbud

208 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

wajib debat ialah esai bukan sebatas bentuk atau jenis karyatulis, melainkan esai juga menyangkut isi pesan berikut larikurut penyampaian selaras dengan subjektivitas personal penulis.Menilai bobot isi dan teknik saji suatu esai, mempertimbangkanpula kecerdasan gagasan otentik penulis. Sesuatu yang sangatpersonal.

Karya-karya tulis esai yang dipertarungkan dalam Sayem-bara Penulisan Esai, Balai Bahasa Yogyakarta, tahun 2017 menyu-ratkan tengara penting, yakni pemahaman atas “bentuk” karyatulis esai belum dikenali dan dipahami secara penuh-utuh olehsebagian besar—untuk tidak mengatakan seluruhnya—pesertasayembara. Sebagian besar belum mengenali beda antara karyatulis esai dan (1) laporan penelitian ilmiah atau riset, semacamlaporan tugas atau laporan proyek riset, (2) tulisan ilmiah argu-mentatif akademis, semacam tulisan untuk jurnal ilmiah, (3)tulisan opini interes pribadi, bukan mengangkat interes publik.

Harus diakui bahwa antara karya tulis esai dan ketiga ma-salah tersebut hanya mengandung perbedaan tipis, tetapi ke-tipisan perbedaan itu yang menyebabkan suatu karya tulis dapatdikenali sebagai karya tulis esai. Terkait dengan masalah inisekurangnya ada tiga pertanda karya tulis esai yang dilupakan.(1) Pilihan topik aktual dan laras kepentingan bersama. Itulahsebabnya esai sering disebut sebagai tulisan yang bertetanggadekat dengan karya jurnalistik. Menulis esai, menyampaikanpendapat pribadi atas masalah aktual dan kontekstual dengankepentingan bersama. (2) Kecerdasan otentik—untuk tidak me-ngatakan orisinalitas—pribadi penulis dalam memandang suatutopik yang dibahasnya. Itulah sebabnya karya tulis esai seringdisebut sebagai tulisan miskin kutipan pendapat. Esai bukan tulisankompilasi kutipan pendapat orang lain sampai-sampai tidakdiketahui pada bagian mana pendapat otentik penulisnya. Me-nulis esai, memperlihatkan kecerdasan otentik dan gaya pribadi

Page 223: Antologi Esai i - Kemdikbud

209Antologi Esai

penulisnya. Banyak penulis esai yang berhasil menemukan “gayapribadi” sehingga banyak pembaca yang mampu mengenaliseseorang penulis dari susunan kalimat yang tersaji meski tidakdicantumkan nama penulisnya. (3) Unsur penting dalam menyu-sun karya tulis esai ialah cara dalam memaknai parameter sub-jektif. Sebagai tulisan ilmiah esai wajib menyajikan pendekatanobjektif, tetapi uraian analisis dan cara mengambil konklusi di-gerakkan oleh sisi pandang, sudut pandang, jarak pandang yangbersifat personal penulisnya. Itulah sebabnya karya tulis esaisering disebut tulisan ilmiah subjektif. Keilmiahan karya tulis esaibukan pada metodologi risetnya, bukan objektivitas metodologis,melainkan pengembaraan kecerdasan penulis untuk mengatasimetodologi sehingga objektivitas keilmiahannya terkuliti daripencapaian subjetivitas personal yang melampui batas-batas me-todologis. Harus tetap diingat bahwa karya tulis esai acap kalidisebut sebagai rekonstruksi pemikiran sebagai sodoran alterna-tif dalam cara memandang permasalahan kehidupan dan menyum-bang inspirasi menuju pencerahan. Itulah sebabnya karya tulisesai sering disebut tulisan sehat, mendidik, dan menghibur. Biasa-nya ada humor, parodi dalam karya tulis esai. Tidak jarang karyatulis esai disetarakan dengan tulisan yang menyindir, mengan-dung kritik.

Satu catatan penting lainnya, awam pun tahu bahwa karyatulis esai itu padat, singkat, tetapi mencakup, dan mengena. Esaibukan tulisan yang bertele-tele. Esai tidak bisa dinilai dari se-berapa halaman ditulis, justru semakin panjang semakin tidakketahuan juntrung keesaiannya. Simpulannya, ternyata penger-tian dan pemahaman tentang sosok karya tulis esai belum ter-sampaikan secara utuh, masih sepotong-sepotong tanpa kejelasanbangun totalitasnya. Mungkin masih banyak yang mengira bah-wa karya tulis esai sebagai uraian kalimat prosais untuk menjawabpertanyaan soal ujian nonpilihan berganda (multiple choise).

Page 224: Antologi Esai i - Kemdikbud

210 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Bukankah essay adalah bentuk jawaban tertulis yang sangat ber-beda dibanding jawaban soal pilihan berganda? Begitulah ataubegitukah?

Dewan JuriP. Ari Subagyo

Edi SetiyantoPurwadmadi

Page 225: Antologi Esai i - Kemdikbud

211Antologi Esai

BIODATA PEMENANG

Muchlas Jaelani, lahir di Sumenep, 17 Mei 1996.Kuliah di Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam,Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.Alamat rumah di Sapen, Demangan, Yogyakarta.Jika ingin berkorespondensi dengan Muchlas Jaelanidapat menghubungi nomor ponsel 087839390323.Esai karyanya berjudul “Meremajakan BahasaIndonesia”.

Moh. Ali Tsabit, lahir di Sumenep, 1 November 1996.Kuliah di Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta. Alamat rumah di PPM Hasyim Asy’ariYogyakarta, Jalan Parangtritis Km 7,5 Cabean,Panggungharjo, Sewon, Bantul. Jika ingin berkores-pondensi dengan Moh. Ali Tsabit dapat meng-hubungi nomor ponsel 0895390542248. Esaikaryanya berjudul “Menemukan Kesucian di BalikKesunyian”.

Al Farisi, lahir di Sumenep, 14 Juli 1996. Bergabungdengan Komunitas KUTUB. Alamat rumah di GangCuwiri, Krapyak, Panggungharjo, sewon, Bantul.Jika ingin berkorespondensi dengan Al Farisi dapatmenghubungi nomor ponsel 082336480392. Esaikaryanya berjudul “Ikhtiar Merawat BudayaBahari”.

Page 226: Antologi Esai i - Kemdikbud

212 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Anisa Ratih Pratiwi, lahir di Klaten, 9 Agustus 1997.Kuliah di Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogya-karta. Alamat rumah di Griya Piyungan Asri B29,Wanujoyo Lor RT 5, Srimartani, Piyungan, Bantul.Jika ingin berkorespondensi dengan Anisa RatihPratiwi dapat menghubungi nomor ponsel082324752575. Esai karyanya berjudul “BudayakuLestari, Bangsaku Abadi”.

Abdalla Vebriano Adrian, bersekolah di SMA N 6Yogyakarta. Alamat rumah di Jalan Deresan I No 3,CT, Sleman. Jika ingin berkorespondensi denganAbdalla Vebriano Adrian dapat menghubungi no-mor ponsel 082133526352. Esai karyanya berjudul“Masih Adakah Siswa Berintegritas?”.

Ach. Ainun Najib, lahir di Sumenep, 29 Mei 1996.Kuliah di Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam,UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Alamat rumah diPapringan, Yogyakarta. Jika ingin berkorespondensidengan Ach. Ainun Najib dapat menghubunginomor ponsel 085325055351. Esai karyanya ber-judul “Sastra, Puisi, Piknik, dan Korupsi”.

Mughnifia Putri Sabrina, lahir di Purbalingga, 29September 1996. Kuliah di Universitas Gadjah MadaYogyakarta. Alamat rumah di Tegalsari RT01/IX,Pabelan, Kartasura, Sukoharjo. Jika ingin berkores-pondensi dengan Mughnifia Putri Sabrina dapatmenghubunginomor ponsel 085729884434. Esaikaryanya berjudul “Mal dan Destinasi WisataUrban dalam Tinjauan Antropologi Pariwisata”.

Page 227: Antologi Esai i - Kemdikbud

213Antologi Esai

Muhammad Syafiq Addarisiy, lahir di Sleman, 10Maret 1996. Alamat rumah di Kaliwanglu, Harjo-binangun, Pakem, Sleman. Jika ingin berkorespon-densi dengan Muhammad Syafiq Addarisiy dapatmenghubungi nomor ponsel 085640780396. Esaikaryanya berjudul “Kembali pada Teks dalamDiskusi Sastra”.

Ach Khotibul Umam, lahir di Sumenep, 22 April1999. Alamat rumah di PPM Hasyim Asy’ari Yog-yakarta, Jalan Parangtritis Km 7,5 Cabean, Pang-gungharjo, Sewon, Bantul. Jika ingin berkorespon-densi dengan Ach Khotibul Umam dapatmenghubungi nomor ponsel 085231091477. Esaikaryanya berjudul “Teori Makro dan RumahKesastraan Kita Adalah Media Massa”.

Ilham Dary Athallah, lahir di Grobogan, 2 Mei 1998.Kuliah di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.Alamat rumah di Randukuning RT 010/003, PatiLor, Pati, Pati 59111. Jika ingin berkorespondensidengan Ilham Dary Athallah dapat menghubunginomor ponsel 085641405360. Esai karyanya ber-judul “Wayang Punya Caranya Sendiri untukLestari”.

Page 228: Antologi Esai i - Kemdikbud

214 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

Anggalih Bayu Muh Kamim, lahir di Sleman, 14 Juni 1997. Alamatrumah di Tapanrejo, Tajem, RT010/033, Maguwaharjo, Depok, Sleman.Jika ingin berkorespondensi dengan Anggalih Bayu Muh Kamim dapatmenghubungi nomor ponsel 082339796078. Esai karyanya berjudul“Islam Nusantara: Strategi Penyebaran Agama Islam dan KeterlekatanAspek Lokalitas di Indonesia”.

Anis Nurul Ngadziman, lahir di Magelang, 16 September 2000.Sekolah di SMA N 1 Sleman. Alamat rumah di Jareyan, Salam,Magelang. Jika ingin berkorespondensi dengan Anis NurulNgadziman dapat menghubungi nomor ponsel 087839155544. Esaikaryanya berjudul “Bahasa Ibu di Hulu, Bahasa Indonesia Mengalir,Bahasa Asing di Hilir”.

Aurelia Vidya O.C., lahir di Yogyakarta, 28 Oktober 1999. Sekolahdi SMA N 6 Yogyakarta. Alamat rumah di Sambisari, Purwomartani,Kalasan, seman. Jika ingin berkorespondensi dengan Aurelia VidyaO.C. dapat menghubungi nomor ponsel 083840135335. Esai karyanyaberjudul “Terperangkap dalam Dunia Telepon Genggam”.

Davi Filbert Pradipta, lahir di Jakarta, 16 Mei 1999. Sekolah diSMA Kolese De Britto. Alamat rumah di Jalan Wulung 8A, Papringan,Catur Tunggal, Depok, Sleman. Jika ingin berkorespondensi denganDavi Filbert Pradipta dapat menghubungi nomor ponsel081290826627. Esai karyanya berjudul “Nilai-nilai Kekeluargaandalam Novel Sabtu Bersama Bapak Karya Adhitya Mulya”.

Desbri Arvita, lahir di Bantul, 3 Desember 1999. Sekolah di SMAN 1 Bantul. Alamat rumah di Genting, Tirtomulyo, Kretek, Bantul. Jikaingin berkorespondensi dengan Desbri Arvita dapat menghubungi

BIODATA PESERTA PILIHAN

Page 229: Antologi Esai i - Kemdikbud

215Antologi Esai

nomor ponsel 089672172734/081802715811. Esai karyanya berjudul“Identitas Tunjukkan Kualitas”.

Khairul Mufid, lahir di Sumenep, 16 Februari 1996. Alamat rumahdi Jalan Cuwiri Krapyak, Yogyakarta. Jika ingin berkorespondensidengan Khairul Mufid dapat menghubungi nomor ponsel087850193300. Esai karyanya berjudul “Masa Depan Kebudayaan”

Maria Lintang Restu Semesta, lahir di Sleman, 19 Januari 2002.Sekolah di SMA N 4 Yogyakarta. Alamat rumah di Bejen 01/41,Caturharjo, Sleman. Esai karyanya berjudul “MengembalikanKeberadaan Tembang Dolanan”.

Permadi Suntama, lahir di Bumijaya, 2 September 1996. Kuliahdi Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Yogyakarta. Alamatrumah di Kunungan G2, Depok, Sleman. Jika ingin berkorespondensidengan Permadi Suntama dapat menghubungi nomor ponsel082280252806. Esai karyanya berjudul “Mistisisme Karya Sastra”.

Rahmafari Fikra Maulida, lahir di Jakarta, 31 Agustus 2000.Sekolah di SMA N 6 Yogyakarta. Alamat rumah di Jalan KaliurangKm 9, Perum Citra Alam Sejahtera Kav 1B. Jika ingin berkorespondensidengan Rahmafari Fikra Maulida dapat menghubungi nomor ponsel08112635067. Esai karyanya berjudul “Membangun Garda Anti Hoax:Remaja Pengguna Cerdas Media Sosial, Agen Pemberantas Hoax”.

Rosna Hermawan, lahir di Bantul, 2 Februari 1996. Kuliah diFakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Yogyakarta. Alamatrumah di Glodogan, Sidomulyo, Bambanglipura, Bantul. Jika inginberkorespondensi dengan Rosna Hermawan dapat menghubunginomor ponsel 089672439645. Esai karyanya berjudul “Memper-tahankan Eksistensi Bahasa Daerah”.

Page 230: Antologi Esai i - Kemdikbud

216 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

BIODATA DEWAN JURI

Dr. P. Ari Subagyo, M.Hum., merupakan dosen diFakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta. Pak Ari Subagyo banyak menulis esaiyang dipublikasikan di berbagai media massa baiklokal maupun pusat. Alamat rumah di Jalan Kakap2/02-03 Minomartani, Sleman, Yogyakarta. Jikaingin berkorespondensi dengan Pak Ari Subagyodapat berkirim surat elektronik ke alamat pos-el:[email protected] atau menghubungi nomorponsel 081328216350.

Drs. Purwadmadi, lahir di Gunungkidul 26 Maret1960. Pernah menjadi wartawan dan staf redaksiSKH Kedaulatan Rakyat (1984-1990), wartawan danredaktur Harian Yogya Post (1990-1992), Himas/pengajar Padepokan Seni Bagong Kussudiardja(1992-2004), Pengajar Luar, Program Studi IlmuKomunikasi FISIP UMY (2006-20012), PengajarLuar, Program Studi Jurnalistik FISIP UPN VeteranYogyakarta (20017-2013), pengajar Luar, AkademiMSD Yogyakarta (2009-2012), Professional FacilitatorPT NSI Jakarta, Program ICT-EQEF KementerianKominfo dan Dinas Pendidikan, Pemuda, danOlahraga DIY (2010-2014). Untuk berkorespondensidapat menghubungi nomor ponsel 0818267725.

Page 231: Antologi Esai i - Kemdikbud

217Antologi Esai

Drs. Edi Setiyanto, M.Hum, lahir di Kebumen, 12Agustus 1962. Beragama Islam. Saat ini Pak Edisebagai Tenaga Fungsional (Peneliti Madya) di BalaiBahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamat rumahdi Brontokusuman MG 3/438, Yogyakarta. Jikaakan berkorespondensi dengan Pak Edi dapatberkirim surat elektronik ke alamat pos-el:[email protected] atau menghubungi nomorponsel 081578613403.

Page 232: Antologi Esai i - Kemdikbud

218 Menyelamatkan Bahasa Indonesia

BIODATA PANITIA

Nindwihapsari, lahir di Surakarta, 28 November1977. Bekerja sebagai tenaga teknis di Balai BahasaDIY. Alamat rumah di Jalan Margorukun III Nomor69 Krapyak, Sidoarum, Godean, Sleman. Alamat pos-el [email protected] Jika ingin berkores-pondensi dengan Mbak Nindwi dapat meng-hubungi nomor ponsel 08988088438.

Nuryantini, lahir di Klaten, 13 Januari 1973.Beragama Islam. Saat ini Bu Nuryantini bekerjasebagai tenaga teknis di Balai Bahasa DIY. Alamatrumah di RT 13/ RW 04, Kalikebo, Trucuk, Klaten.Alamat pos-el [email protected] Jika inginberkorespondensi dengan Ibu Nuryantini dapatmenghubungi ponsel 081328537092/(0274) 866121.

R. Setya Budi Haryono, lahir di Gunungkidul 29Mei 1968. Saat ini Pak Setya bekerja di sebagaiBendahara Pengeluaran Balai Bahasa DaerahIstimewa Yogyakarta. Jika ingin berkorespondensidengan Pak Setya dapat menghubungi nomorponsel 08122757740.

Page 233: Antologi Esai i - Kemdikbud

219Antologi Esai

Susam Tri Yuli Haryati, lahir di Yogyakarta 21 Juli1960. Saat ini Ibu Susam di Bagian Perpustakaan diBalai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta. Alamatrumah di Manggung, RT 05 Sumberagung, Jetis,Bantul. Jika ingin berkorespondensi dengan BuSusam dapat menghubungi ponsel 087838816671.

Zuhdi Dwi Nugraha, lahir Sleman, 6 Mei 1995. Saatini Mas Zuhdi bekerja di Balai Bahasa DaerahIstimewa Yogyakarta. Alamat rumah Semingin RT05 RW 10, Sumbersari, Moyudan, Sleman, DaerahIstimewa Yogyakarta. Jika ingin berkorespondensidengan Mas Zuhdi dapat menghubungi ponsel085728278303.

Latief S. Nugraha, lahir Rabu Pahing, 6 September1989 di Gebang, Sidoharjo, Samigaluh, Kulon Progo,DIY. Alumnus Pendidikan Bahasa dan SastraIndonesia, UAD dan Program Pascasarjana IlmuSastra, UGM. Menyusun dan menyunting sejumlahbuku sastra di Yogyakarta. Bergiat di StudioPertunjukan Sastra dan Balai Bahasa DIY. Antologipuisinya Menoreh Rumah Terpendam. Dapatdihubungi melalui nomor ponsel 085292588555 danPos-el: [email protected] [email protected].

Page 234: Antologi Esai i - Kemdikbud