Top Banner
POCONG ABU-ABU Ajang Dodi Welcome to my zone! Zona alam gaib yang dipenuhi sama berbagai setan. Mulai dari yang kacangan. Yang suka dipakai sutradara-sutradara film Indonesia kayak pocong, kuntilanak, sundel bolong, hingga suster keramas sama nenek gayung. Sampai setan- setan Hollywood macem vampir dan drakula. Gue sendiri adalah sejenis pocong. Eits, tapi tunggu dulu! Gue bukan pocong biasa yang kacangan. Pas gue hidup gue pernah ditawarin jadi Bukan Bintang Biasa sama Mhelly Goeslaw. Tapi gue nolak, dan gue lebih milih jadi seorang aktivis. Hingga akhirnya gue mati karena diracun orang-orang yang nggak suka gue kritik.
140

Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

Aug 12, 2015

Download

Documents

Grace Roseliny

Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

POCONG ABU-ABU

Ajang Dodi

Welcome to my zone!

Zona alam gaib yang dipenuhi sama berbagai setan. Mulai

dari yang kacangan. Yang suka dipakai sutradara-sutradara

film Indonesia kayak pocong, kuntilanak, sundel bolong,

hingga suster keramas sama nenek gayung. Sampai setan-

setan Hollywood macem vampir dan drakula. Gue sendiri

adalah sejenis pocong.

Eits, tapi tunggu dulu! Gue bukan pocong biasa yang

kacangan. Pas gue hidup gue pernah ditawarin jadi Bukan

Bintang Biasa sama Mhelly Goeslaw. Tapi gue nolak, dan gue

lebih milih jadi seorang aktivis. Hingga akhirnya gue mati

karena diracun orang-orang yang nggak suka gue kritik.

Page 2: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

2

Gue mati pas umur 24 tahun. Saat itu gue baru dua

tahun lulus jadi mahasiswa. Saat itu gue ngediriin sebuah

LSM. Lembaga Swadaya Masyarakat yang ditujukan untuk

mengkritik pemerintahan yang korup. Juga partai-partai

yang kebanyakan cuma ngeludruk di Senayan. Dan satu hal

yang harus elo catet LSM gue nggak punya afiliasi apa-apa

sama partai politik manapun.

Afiliasi? Keren banget kan bahasa gue? Secara gitu

gue aktivis idealis yang independen. Gue pengen ngeberangus

korupsi di bumi pertiwi. Jadi LSM yang gue diriin haram

hukumnya kalau punya afiliasi atau hubungan khusus sama

partai politik apapun. Nggak si merah. Bukan si hijau.

Apalagi si biru!

Gue bukan pocong anti parpol. Tapi elo tahu semua

kan gimana kelakuannya parpol-parpol yang ada di negara

kita? Parpol-parpol di negeri kita itu. . . Bla bla bla.

Stop, don't description about it now! Kalau gue terus-

terusan ngebahas kebusukan parpol, buku ini bakal jadi

semakin syerem. Buku ini bakal jadi buku politik. Terus buku

ini bakal dijadiin dapus buat paper sama skripsi orang-orang

FISIP! Bisa-bisa nama gue ada di ucapan terima kasih. Kan

syerem kalau pocong nongol pas wisuda!

Tapi bukan itu aja yang gue takutin kok. Sebenernya

gue cuma takut kalau gue terus-terusan ngomongin masalah

Page 3: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

3

perpolitikan bangsa ini, bisa-bisa buku gue di boikot. Udah

gitu gue dilenyapin dari dunia persetanan secara halus-halus.

Makanya, daripada ngepusingin Capresetan (Calon

Presiden Setan) yang bakal mimpin dunia persetanan,

mending kita ulik dulu aja dunia persetanan yang penuh

dengan manusia-manusia korup!

Hihihi. . .

Yes man, this is my zone! Dunia setan yang bakal elo

temuin pas elo mati nanti. Yang bakal ngebuat elo ketemu

dua malaikat alam kubur, yang bakal nanya soal kelakuan elo

di dunia. Kata Qur'an yang pernah gue baca sih kalau

kelakuan elo pas di dunia baik elo bakal dapet ketenangan

dan kelapangan disini. Tapi kalau elo jahat, siap-siap deh elo

bakal disiksa malaikat Mungkar dan Nangkir. Berhubung pas

hidup gue ngebelain kepentingan rakyat, jadi aja gue gak

disiksa. Serta gue bisa jalan-jalan kesana kemari dengan

tenang dan lapang di zona ini.

Pemandangan yang ada di zona ini, selain elo bakal

nemuin alumni wakil rakyat yang disiksa karena banyak

maen ludruk di senayan, elo juga bakal nemuin pemandangan

yang sebetulnya. . . Nggak lebih indah dengan pesona tempat

wisata yang ada di alam manusia. Tapi, enaknya gue bisa

ngeliat manusia. Ngintip sesukanya orang yang lagi pacaran

di tengah keterangan. Atau ngintip orang yang sembunyi-

Page 4: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

4

sembunyi nguntit uang APBN buat pembangunan karena

takut terendus matanya Abraham Samad.

Gue bisa lihat mereka. Enak banget berada disini.

Bebas dari genangan air setinggi lutut. Juga nggak telat

karena jalannya bias loncat-loncat. Alias jump-jumpan

terhindar dari padat merayap berjam-jam lamanya kayak di

ibu kota.

*ups. . . Stop dilarang promosi! Karena gue nggak

dibayar buat promosi keindahan sang etalase negeri.

Jadi pocong yang jalannya jump-jumpan tuh enak

banget. Selain bebas dari dua pesona diatas, gue juga bisa

jump up comedy.

*garing banget plesetan stand up nya!

Gue juga nggak usah pusing-pusing mikirin baju

lebaran kaya manusia. Secara baju kebangsaan pocong dari

jaman fir'aun nyampe jaman pak Beye nernak kerbau, baju

kebangsaan pocong adalah putih-putih. Dan itu berlaku

untuk semua pocong. . . Kecuali, GUE! "Karena ini adalah

buku gue. . . Hahaha. . . Eh, hihihi".

*mirip kan sama juara jump up comedy season 2?

Ini zona gue. Gue juga orang idealis dan independen.

Gue gak mau ngikutin siapa-siapa. Makanya gue pake

pakaian putih abu kayak anak SMA! Karena gue adalah Grey

Pamungkas.

Page 5: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

5

*mirip kan?

"Grey, elo dipanggil bos besar tuh!" kata Johar

ngagetin gue banget. Saat itu gue lagi duduk selonjoran di

bawah pohon beringin, tempat jin buang anak.

Johar sendiri adalah pocong asal Medan. Bekas ketua umum

PSPI. Persatuan Sepakbola Pocong Indonesia! Kini, PSPI

dipegang sama Asep Piter, Presiden PSP Internasional. Asep

Piter yang pocong peranakan Sunda-Eropa turun tangan

karena jenuh liat PSPI ricuh terus, nggak ada prestasinya.

*mirip sepakbola negara mana ya sob?

"Ngapain si bos besar manggil gue?" tanya gue sama

Johar.

Johar nggak langsung jawab. Doski lagi asyik ngemut

handphone buat update status di pocongbukan. Pocongbukan

bukan pocong. Tapi pocongbukan adalah situs jejaring sosial

yang dibuat vampir Mark Zaber pas doski mati karena

kebanyakan duit dari situs facebook yang dibuatnya pas

masih ada di alam manusia. Kini pocongbukan jadi trend di

tengah-tengah dunia setan

selain alay, galau, juga kesetanan harta sama jabatan.

*jlebb. .

Page 6: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

6

"Katanya sih bos besar punya tugas khusus buat elo"

kata Johar, setelah dirinya susah nyimpen handphone di

pundaknya. Juga belingsatan ngehimpit handphone di

pundaknya sambil memiringkan kepalanya ke pundaknya.

"Tugas khusus?" tanya gue memicingkan mata karena

kaget.

Johar refleks nganggukin kepalanya yang lagi dipake

ngeganjel handphonenya. Otomatis handphonenya jatuh.

Handphoneya langsung berantakan acak-acakan. Jelas aja

gue langsung cekikikan cemumudh cekikik eaaa. . .

Lama-lama gue nggak tega juga. Gue diem terus

ngeliat penuh rasa kasihan sama Johar. Tapi dipikir pikir

kejadiannya lucu juga. Jadi aja gue cekakan lagi sambil

loncat-loncat tapi nggak alay.

Setelah puas barulah gue berbelas kasihan sama

Johar. Gue diem. Gue ngeliatin doski menjongkokan

badannya buat mungutin bagian handphonenya satu persatu.

Dipikir-pikir ironi banget. Udah mah digulingin jadi Ketum

PSPI. Sekarang handphone yang biasa dipakai pocongbukan

pun hancur berantakan.

"Gara-gara elo nih," gerutu Johar setelah ngemasukin

spare part-spare part handphone ke dalam saku pocongnya.

Page 7: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

7

Gue ketawa lagi. Setengah lucu setengah gak tega.

"Ya udah, ntar gue beliin handphone mouthscreen yang baru

deh" kata gue akhirnya.

"Terserah elo deh! Yang penting gue bias

pocongbukan lagi" ekspresi wajah Johar masih keliat kesel.

"Udah sana! Elo cepet temuin bos besar sekarang!

Ntar gue lagi yang kena semprot big boss".

Gue makin ketawa ngebayangin penderitaan yang

bakal Johar alamin, kalau gue nggak buru-buru nemuin bos

besar.

Akhirnya gue mutusin jump-jump buat nemuin bos

besar. Tapi sebelum kesana, gue mau ke Malang dulu buat

beli apel Washington!

*jlebbb. . .

Di ruang pertemuan para setan udah ngumpul tiga setan dari

berbagai golongan. Ada gue dari kaum pocong. Dewi dari

bangsa kunti yang pakai kerudung. Juga Nico si drakula yang

takut banget sama bawang white, tapi doyan banget kopi

white. Kita bertiga dikumpulkan disini buat menghadap bos

besar.

Page 8: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

8

Ruangan ini ada di pusat kota setan. Hanya setan-

setan yang dulunya orang baik yang bisa masuk kesini.

Tempat ini suka dijadiin tempat rapat wakil setan buat

ngerumusin program kerja setan-setan buat

ngeksisin eksistensi pocong di luar negeri. Alias di dunia

manusia.

Nama ruangan ini adalah Setan Haus. Bos besar

sendiri adalah istilah yang dipakai buat presiden

persetanan. Persetan kalau istilah ini dipakai sama tersangka

kasus korupsi wisma setan. Yang pasti bos besar gue ini

nggak ada hubungannya sama proyek wisma setan pas ada

Pesta Olahraga Setan se ASEAN. Cuma kemiripannya

mereka berdua sama-sama suka sama apel Malang sama apel

Washington!

*jlebb_bangett_eaa. . .

Kalian tahu kenapa saya panggil kemari?" tanya bos

besar sambil ngegigit apel Washington yang gue bawa.

"Nggak bos," sahut gue.

Dewi dan Nico menjawab serempak barengan. "Tahu

bos," kata mereka nggak sama dengan gue.

Bos besar mendelik ke arah gue. "Grey kenapa kamu

nggak tahu? Kamu gak liat postingan saya di grup

pocongbukan?".

Page 9: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

9

Gue menggeleng. Gue emang punya pocongbukan,

tapi gue nggak maniak pocongbukan.

"Terus kamu tahu darimana kumpul disini?" bos

besar nanya lagi sama gue.

"Saya dikasih tahu Johar bos".

Bos besar menggeleng-gelengkan kepalanya. Doski

juga tampak mengadu-ngadukan giginya. Tampak kekesalan

ada di wajah bos besar.

"Dewi coba kamu jelaskan apa maksud saya manggil

kalian bertiga kesini!".

"Bentar bos, saya mau ngetag foto-foto unyu di

pocongbukan" kata Dewi tanpa mengalihkan pandangannya

dari layar handphonenya. Tentu cara Dewi ngemainin

handphonenya sama kayak manusia. Pake tangan dan leluasa

pencet tombol ini tombol itu. Nggak kayak Johar yang

belingsatan karena tangannya diikat.

Bos besar tampak makin geram. Ngadepin gue yang

nggak suka pocongbukanan aja udah bikin kesel. Apalagi

ngadepin Dewi yang maniak maen pocongbukan, butuh

kesabaran ekstra tentunya.

"Eh bos ada yang minta gabung nih di grup kita"

kata Dewi cuek "Dia baru mati tadi siang. Approve jangan

bos?" Dewi nyerocos terus gak kenal sikon. . . toleransi.

Page 10: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

10

Bos besar gak ngejawab. Doski berjalan mendekati

Dewi. Pas Dewi mau ngeapprove permintaan itu bos besar

langsung ngerampas handphonenya. Dewi kaget. Dia

mengangkat pandangannya. Lalu Dewi hanya bisa melongo

pas bos besar dengan kekuatannya yang besar meremas-

remas handphonenya nyampe hancur.

"Saya nggak ngelarang kalian maen pocongbukan.

Cuma kalian harus inget waktunya. Jangan sampai pas

pertemuan penting kayak gini kalian pocongbukan! Apa

kalian mau disamain sama wakil-wakil rakyatnya manusia?"

bos besar nyerocos panjang kali lebar sama dengan luas.

Dewi menggeleng. "Tapi kan saya nggak liat video

begituan bos. Saya juga nggak maen di video yang diliat

mereka bos" lanjut Dewi ngebuat gue inget sama mantan

wakil rakyat dari partai yang katanya islam itu.

"Saya gak peduli!" nada suara bos besar meninggi

"Saya ingin kalian bisa fokus dalam setiap pertemuan. Saya

ingin kita serius memikirkan kemajuan setan-setan di dunia

setan maupun dengan rencana invasi total di dunia manusia".

"Saya ingin kalian masuk dunia manusia. Saya ingin

kalian nyusup ke grup facebook yang punya nama Gerakan

Anti Setan. Kalian mata-matai mereka. Telusuri orang-orang

yang ada di belakang grup tersebut. Lalu kalian hacking grup

tersebut. Obrak abrik dan hancurkan! Kalian jangan tanya

Page 11: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

11

kenapa! Yang pasti grup itu sudah meresahkan kaum kita.

Status yang mereka pasang mendeskreditkan sekali setan.

Mereka ngajak manusia buat nggak takut lagi sama setan.

Kalau manusia udah nggak takut sama kita lagi, apa kata

akhirat? Bisa-bisa kita diusir dari bumi Allah ini. Mau tinggal

dimana kita?" cerocos bos besar bener juga. Kalau diusir

sama sang pencipta setan-setan mau tinggal dimana lagi?

Kenapa manusia gak pernah sadar kalau semuanya adalah

milik sang khaliq.

"Mending kalau diusir. Kalau kita dimatiin gimana?

Setan mati dua kali? APA KATA DUNIA?".

Hihihi...

Kami bertiga keluar dari ruang pertemuan setan

dengan ekspresi wajah yang beda-beda. Nico cekakak cekikik

terus ngeliat Dewi yang ngedumel terus lantaran

handphonenya dihancurin bos besar. Gue sendiri bingung

harus gimana? Mau ketawa, kasihan juga ngeliat kuntilanak

manis berkerudung ketiban sial. Mau nangis juga aneh. Ntar

disangka ngambil jatah temen-temennya Dewi.

Page 12: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

12

Gue cuma heran dengan tugas yang dikasih bos besar

kali ini. Biasanya bos besar ngasih perintah yang

berhubungan sama kesejahteraan juga pertahanan dan

keamanan para setan. Gue inget tugas terakhir Dewi yang

dapet perintah ngasih santunan buat tuyul-tuyul agar nggak

boleh nyolong lagi. Juga ke kaum babi yang suka ngepet biar

gak digebukin warga lagi. Tugas gue yang terakhir adalah

ngejaga kuburan perawan yang mati pas malem minggu

kliwon. Bos besar takut ada manusia jomblo yang ngapelin

mayat perawannya, buat diambil tali pocongnya. Yang

katanya sih bias dipake jimat buat dapet cewek. Dan karena

gue berhasil ngebikin kabur cowok gendut culun yang mau

ngambil tali pocong perawannya, gue dapet ciuman yang hot

dari. . . Pemeran film tali pocong perawan.

*ngarepp B-)

Last, silahkan sebelum elo ngelanjutin bacanya,

bayangin dulu deh adegan gue ciuman. Kalau guem jelasin

deskripsinya secara utuh, gue bakalan ditangkep sama

Lembaga Sensor Pocong!

Page 13: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

13

Nico masih ngetawain Dewi, pas gue tersadar dari

ingatan adegan ciuman yang bakal bikin buah jakun elo naik

turun.

"Diam!!" bentakan keras Dewi lah yang

membuyarkan ingatan gue. "Nggak lucu tahu. . ." kata Dewi

lagi "udah handphone aku hancur, kita dapet tugas masuk

dunia manusia lagi". Wajah Dewi masih cemberut.

"Iya terus masalahnya apa?" tanya Nico tembem,

mencoba menahan tawa, tapi gigi drakulanya tetep nongol.

"Masalahnya apa masalahnya apa!" nada suara Dewi

meninggi "Nyadar gak sih tugas kita sekarang aneh banget?".

Nico menggeleng. "Biasa aja ah! Malah seru kita bisa

balik lagi jadi manusia. Bisa nyoba wahana permainan ini itu.

Apalagi tornado sama kicir-kicir!".

Nico semangat bener ceritanya. Doski kayak lupa

kalau dia mati pas nyoba roller coaster.

Dewi cuma geleng-geleng ngeliat kelakuan Nico. Dia

berbalik menatap gue. Dewi ngeliat gue dari ujung kepala

nyampe kaki. Digituin sama cewek manis kayak Dewi

ngebuat gue sedikit salah tingkah. Cara jalan gue

bukan loncat-loncatan lagi. Gue jalan dengan kepala

dibawah!

"Grey menurut kamu. . .".

Page 14: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

14

Wits, ucapan Dewi yang bilang kamu ke gue bikin

gue berdesir. Rasanya tuh kayak melayang-layang di tanah.

*Bukannya setan emang pada ngelayang yah? Gak

ada yang naplok di tanah.

"Grey menurut kamu gerakan itu aneh nggak? Kok

ada yah orang yang mau bikin grup kayak gitu?".

"Iya aku juga. . . ".

Wits, jangan kaget kalau gue bakal ngomong aku

kamu pas ngadepin cewek yang gue suka. "Aku juga heran

Wi, kok ada sih manusia yang mau bikin grup kayak gitu?

Mending bikin gerakan anti pemerintah korupsi aja".

"Nah itu dia!" Dewi mengepalkan tangannya.

Terlihat Dewi keasinan karena geram banget dengan orang

yang bikin grup Gerakan Anti Setan di facebook. "Setan-

setan aja peduli sama keadaan manusia. Kenapa manusia gak

mau peduli sama nasib manusia lagi?"[].

Page 15: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

15

Part 1: Novel “Pelangi in Royal Blue”

Irwanti Fia Hadnus*

Hidup di antara rumus-rumus turunan tujuh seperti berada

di kutub selatan bersama para beruang-beruang kutub. Sama

seperti integral-integral lipat delapan, rasanya seperti ingin

selalu membawa es di atas kepala, agar tidak meledak tiba-

tiba dan mengeluarkan magma saking kepanasannya.

Tapi seberapa pun beratnya para calon-calon statistisi

di sini selalu punya cara ngehe penuh warna untuk

mengatasinya ataupun sekedar selingan diantara kejenuhan.

***

Page 16: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

16

“Minggu depan kalian kumpulkan proposal topik penelitian

yang sudah saya tugaskan ya!” suara dosen metode penelitian

mengalun, tidak keras tapi mengundang tanggapan yang

riuh.

“Yaah, Pak!” keluh semua mahasiswa di kelas itu.

“Harus dikumpulkan dong, nanti saya mau koreksi

dulu, layak atau tidaknya. Seperti yang sudah saya katakan

sebelumnya „jadikan tugas kalian ini sebagai embrio untuk

skripsi kalian nantinya’, jadi harus dikumpul minggu depan.

Yang mau konsultasi silahkan hubungi saya ketika jadwal

saya kosong” jelas sang dosen sambil membereskan beberapa

kertas di mejanya.

“Iya, Pak” jawab mahasiswa dengan nada suara lesu.

“Baiklah sampai ketemu minggu depan” kata dosen

itu sambil melangkah menuju pintu.

Tanpa dikomando, seketika dosen metode penelian

keluar, gemuruh suara keluhan terdengar memenuhi ruang

kelas berfasilitas memadai itu. Aku juga termasuk dari

mereka. Aku sudah membuat tugasku, tapi tidak yakin

apakah masalah yang kuangkat dalam topik tersebut

fesiable1) atau tidak.

______________________

1)fesiable: dalam penelitian ilmiah berarti memungkinkan untuk diteliti,

dilihat dari berbagai aspek misal ketersediaan data, kemampuan peneliti,

ketersediaan bahan dan waktu penelitian itu sendiri.

Page 17: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

17

Jika memungkinkan, pertanyaan selanjutnya adalah

apakah data yang dibutuhkan bisa dikumpulkan dalam

periode waktu penelitian dan bla..bla..bla.

Hem, memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang tak

berujung tentang penelitian ilmiah berhasil membuat rambut

di kepalaku merontok seketika. Bagi yang suka style kepala

botak sebaiknya banyak-banyak mikirin penelitian ilmiah

aja, itu jurus jitu setidaknya menurutku.

“Fi, mau konsul nggak?” kata Dessy.

Suara Dessy itu sedikit menghancurkan imajinasiku

tentang kepala botak, sebelum berhasil meliar kemana-mana.

“Mau, ajak yang lain yuk!” jawabku semangat.

“Iya, yang lain juga pada mau kok” Dessy

menambahkan.

Dessy cewek asli Riau. Femmy dari Bekasi. Ica,

Ciamis. Martina, Cimahi. Amy asal Palembang. Hevi dari

pulau Dewata Bali. Serta aku “Fia” Sulawesi 100%. Kami

bertujuh tidak menunda waktu lagi setelah mengemasi semua

kerepotan dan barang masing-masing. Kami langsung

meluncur ke ruang dosen. Kami bertujuh teman sekelas, suka

jalan-jalan bersama, dan melakukan kegilaan-kegilaan ala

mahasiswa bersama. Kegilaan ala mahasiswa?

Eit, Jangan berpikir kegilaan ala mahasiswa seperti

demonstrasi anarkis. Panjat-panjat tembok (seperti prajurit

Page 18: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

18

yang lagi latihan perang). Lempar-lempar batu (sepertinya

ini ajang latihan melontar jumroh ketika melakukan haji

nanti). Bakar-bakaran di jalan (maklum mau bakar-bakar di

dalam rumah takut di marahi mama), layaknya yang sering

ditampilkan di televisi. Kutegaskan “Tidak!”. Kami tidak

seperti itu, kami bahkan melakukan hal yang lebih.

O‟oooo…, maaf. Berhentilah berpikir negatif. Kami

tidak pernah melakukan hal-hal tidak berguna seperti itu,

kami tidak suka merusak.

Kami hanya sering melakukan hal tidak berguna

dalam bentuk lain misal ketika dosen tengah asyik dengan

kuliahnya sementara kami mengantuk, maka sms-an lewat

kertas akan mengalir deras, melukis di tangan atau

mengedarkan selebaran yang bertuliskan “Pantun” atau

“puisi” di baris paling atas kertas itu, saat kuliah berakhir

akan lahir pantun-pantun dan puisi-puisi karya sekelas yang

mengalahkan karya pujangga Khalil Gibran sekalipun.

Ketika membacanya aku selalu bisa menemukan luapan-

luapan emosi dan semangat pemuda di sana.

Nih, kita intip hasil sms-an ngehe yang kami lakukan

saat kuliah mulai membosankan:

####

Page 19: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

19

*Lalat tse-tse dan cacing dangdutan

(Seperti biasa, aku orang yang selalu paling duluan melayang

dan hampir mati kebosanan dengan semua teori-teori yang

dipaparkan oleh dosen. Jadilah aku selalu menjadi pionir

memulai masalah. Ambil kertas tulis SMS, maka yang lain

akan menanggapi dengan kegilaan yang lebih parah. Namun,

sayangnya kami bertujuh jarang duduk bersebelahan, jadi

paling hanya beberapa yang terlibat dalam percakapan lewat

sms.)

Fia : belum apa-apa udah ngantuk nih...

Dessy : Always, tiba-tiba dihinggapi lalat tse-tse.

Ica : Aku sakit perut nih...

Martina :

@D: lalat tse-tse itu yang bikin awet

tidur bukan Dess??, lalat tse-tsenya nempel di

mata.. (plus gambar mata dihinggapi lalat)

Aku enak nih liat pemandangan keluar.

(kampus kami gedung bertingkat enam

dengan dinding kaca, jadi yang duduk pojok,

lebih senang melihat pemandangan Jakarta

dengan segala carut-marutnya yang rill

daripada memperhatikan teori-teori yang

Page 20: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

20

belum tentu dapat direalisasikan secara rill

ketika kami berada di dunia sebenarnya,

ketika kami sudah terjun langsung ke

masyarakat dan siap menjadi pionir

penggerak pembangunan. Oh, sepertinya

semangat nasionalisme pembangunanku

sedang mengubun-ubun).

@C: kenapa Ca? Ntar sorat Id-nya nggak

ikutan dong.

Ica : @D: lalat tse-tse itu kayak apa???

@M: Sorat Id-nya?? Masudnya??

Fia :

@C: lalat yang membuat penyakit tidur, banyak

terdapat di Australia kalau nggak salah. Tapi

biasanya hanya pada binatang.

@D: Dessy, dipertanyakan dirimu??? *manusia

atau apa?

@M: itu sholat Id (Idhul Adha) bukan?

Dessy :

lalat tse-tse itu penyebar penyakit tidur di

Afrika. Jadi kalo dihinggapi, bawaannya

ngantuk mulu, lemes, dll.

Page 21: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

21

@F: hahaha, no coment dah.

@C: Ca, ba*aknya rembingungkan ya...

Ica :@D,F: yupz**...

@D: apa lagi nih tulisan “ba*aknya

rembingungkan?”

Perasaan tulisannya pada error deh... He....

Martina :

Oh, lalat tse-tse tuh gitu, di binatang emang ya

biasanya? Hahaha, dess????

Kalian dah pada error? Panas uyyyyy..

Dessy :

hahaha,,, aku udah reinkarnasi, Mar, Fi.

Dulunya ular putih! Wkwkwkwk...

Eh, dari tadi jempol kakiku joget-joget nih, biar

nggak ngantuk,, aseek...

Fia :

@D: oh, iya di Afrika yak,,, aku dah lupa cz itu

aku dapat dikelas 4 SD dulu, 10 tahun yang

lalu,,

Hadoh, dah error gara-gara ngantuk nih,,

imajinasi kembali liar melayang-layang ke

dunia lain...

Page 22: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

22

Dessy :

pikiranku udah kebayang idul Adha.. Kangen

gulai daging+rendang di rumah. Huhu… Yang

pulang pas Id, bawain ya... (Mar+Ica)

Ica :

@D: Bawain?? Ya ntar InsyaAllah dibawain

air gulai+kuah rendangnya aza ya, mau???

Mau??

Duh.. mulai ngantuk nih..

Martina :

@F: Fi, berarti dirimu perlu dijinakkan biar

nggak ke dunia lain.

Gimana, kalau udah nggak kuat melambai ke

kameu ya tangannya

@D, C: jadi laper uy, udah krucuk-krucuk, usus

melambai dangdut..hoho

Ica :

@F: untung aza imajinasinya yang liar...

kalau Fianya yang liar gimana ya???

@M: usus melambai dangdut? Berarti

cacingnya berdisko-disko ria dan lambungnya

kembang-kempis berjoget ria dong...

Dessy :

@C: hahaa, sadiss...

Page 23: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

23

@M: Tarik maaang...

Fia :

wah, jadi dangdutan gini... tapi aku setuju

dengan “LAPERNYA”...

@M,C: hehehe tenang, emosi masih terkontrol,

paling entar kalau udah liar angkat gedung

kampus siap-siap dilemparkan (dalam rangka

cari masalah..hehehe)

Ica :

Guys,,kertasnya dah mau abis nih.. buka lembar

baru atau tutup saja???

Dessy :

Ayo ambil kertas di meja bapak! Whehe...

Fia :

@D: Dessy aja..

Tutup aja dulu, lain kali lagi, udah mau keluar

juga...

#####

Page 24: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

24

Gambar hasil kerjaan saat bosan kuliah (picture by

Fia):

Gambar ini dibuat saat kebosanan tingkat dewa yang

kualami. Kebiasaanku membawa peralatan tulis lengkap

(baca: pulpen warna-warni, pensil seri ukuran dan kertas

putih ukuran A4), tapi berhubung kertasku sedang habis

jadilah jemariku korban pelampiasan. Kegilaan ini justru

diikuti dengan uluran jemari sahabat-sahabatku, maka

jadilah seperti pada gambar di atas. (Sumbangan jari Dessy,

Martina dan Ica)

#####

Page 25: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

25

Tapi, setelah kupikir lagi aku meralat kata „tidak berguna‟

untuk tingkah laku kami itu. Karena dari kegilaan itu justru

muncul bakat-bakat baru: membangun networking yang baik

antar sesama teman. Mengembangkan bakat menulis dan jadi

pujangga. Serta bakat melukis tentunya.

Kami bertujuh memang akrab. Tapi kami tetap

menyadari masih sangat banyak jarak diantara kami.

Masing-masing dari kami memiliki sahabat-sahabat lain yang

jauh lebih dekat dan saling terbuka. Kami tak

mempermasalahkan ini, karena kami bertemu atau tepatnya

dipertemukan oleh takdir saat semua telah membangun

kehidupan yang lengkap dimasa sebelumnya. Selain

kehidupan yang lengkap, juga karena ini Jakarta.

Jakarta: kota sibuk dengan tingkat individualisme yang

sangat tinggi. Setiap orang disini berjalan di jalannya masing-

masing. Kalaupun tak sengaja bersinggungan itu hanya

persoalan takdir. Tidak semua jalan yang ditempuh satu

orang akan sama persis dengan yang lainnya.

Page 26: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

26

Seperti dalam sebuah garis regresi2), nilai sampel3)-

sampelnya akan menyebar disekitar garisnya dan hanya

beberapa yang tepat pada garisnya, karena selalu ada error4).

Tapi, seberapapun besar perbedaan diantara kami yang

berasal dari 7 daerah dari 4 pulau yang berbeda di Indonesia,

masih memiliki titik origin5) yang menyatukan kami.

***

Tiga orang temanku sudah selesai mengonsultasikan topik

yang akan mereka ajukan, sekarang giliranku.

“Jadi apa tema dan masalah yang kamu angkat?”

tanya dosenku langsung pada latar belakang penelitian.

________________________

2) Istilah regresi (ramalan/taksiran) pertama kali diperkenalkan oleh Sir

Francis Galton pada tahun 1877 sehubungan dengan penelitiannya

terhadap tinggi manusia, yaitu antara tinggi anak dan tinggi orang

tuanya. Pada penelitiannya Galton mendapatkan bahwa tinggi anak

dari orang tua yang tinggi cenderung meningkat atau menurun dari

berat rata-rata populasi. Garis yang menunjukkan hubungan tersebut

disebut garis regresi.

3) Sampel: bagian dari populasi penelitian yang dipilih sebagai wakil

representatif dari keseluruhan untuk diteliti

4) Error (Galat): sumber variasi data yang tidak dapat dimasukkan ke

dalam model.

5) Titik origin: merupakan titik dasar atau titik (0,0) pada sistem

koordinat

Page 27: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

27

“Saya mengangkat tentang „kerugian (cost) yang

harus ditanggung akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta’ Pak.

Kemacetan lalu lintas di Jakarta bias mengakibatkan

berbagai masalah misal: keterlambatan distribusi barang

yang dapat berakibat pada penambahan cost, selain itu masih

banyak cost atau biaya tambahan lain yang diakibatkan

keterlambatan” jelasku tentang latar belakang masalah

penelitianku.

“Baiklah masalah yang kamu angkat menarik, tapi

coba perhatikan pada konsep kerugian. Kerugian itu sangat

banyak dan luas definisinya. Bisa saja kerugian waktu juga

termasuk di dalamnya. Bagaimana kamu bisa mengukur itu

dalam penelitianmu? Kamu harus pikirkan yang menjadi

target populasinya seperti apa? Karakteristik sampelnya

seperti apa jika meggunakan data primer, tetapi jika

menggunakan data sekunder apakah data yang kamu

butuhkan tersedia? Selain itu, harus diperhatikan juga bahwa

kemacetan tidak selalu menbawa kerugian pada setiap orang,

misal para pedagang asongan. Pedagang asongan justru

mendapat penghasilan lebih saat macet karena dagangannya

jadi lebih banyak yang membeli, orang yang kehausan tidak

punya pilihan lain ketika terjebak dalam kemacetan selain

membeli air dari mereka.”

Page 28: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

28

“Oh, iya ya, Pak” jawabku singkat, tersadar bahwa

begitu banyak yang harus dipikirkan dalam sebuah

penelitian.

“Sebaiknya pikirkan lebih detil lagi dan sesuaikan

dengan kemampuan”

“Baik, Pak. Terima kasih atas pencerahannya”

ucapku sambil nyengir lebar plus acung jempol seperti

kebiasaanku.

Selanjutnya 3 orang temanku mendapat gilirannya

masing-masing. Sementara itu kami juga saling memberi

masukan satu sama lain.

***

Aku sudah memutuskan untuk mencari topik penelitian baru

yag lebih fisiabel untukku. Karena topik yang sebelumnya

sangat berat dilakukan untuk ukuran S1 yang baru belajar

mengaplikasikan ilmu. Hanya saja, ide itu tidak muncul

semudah memutuskan untuk mencari ide baru. Ketika dalam

tekanan seperti ini, semua ide akan menguap, meleleh seperti

es yang terjilat panas.

“Ah, ngapain dipikirkan. Inikan masih tugas” pikiran

picik ala mahasiswa malasku muncul dan merajai logika serta

obsesiku untuk cepat-cepat mencari topik persiapan skripsiku

tahun depan.

Page 29: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

29

“Aaaarrgghh. Tapi, kalau tidak serius sekarang, nanti

saat sudah dituntut menyerahkan topik untuk skripsi yang

sebenarnya bakal kesulitan” terang sisi jiwaku yang masih

dikuasai oleh kesadaran dan keinsyafan mahasiswa baik.

Baiklah daripada kedua jiwaku berperang dan bisa

menimbulkan kegilaan serta ketidakwarasan yang lebih

mengerikan lebih baik menghirup udara segar, mencari

sejumput kedamaian diantara udara sesak nan berpolusinya

Jakarta. Mencari motivasi dan inspirasi di antara wajah-

wajah lelah yang mencoba bertahan hidup dengan mengais-

ngais harapan dari rincingan koin yang jatuh.

Oh, betapa kerasnya ibu kota yang membiarkan bayi-

bayi mungilnya tidur hanya beralaskan karton lusuh yang

ujungnya sudah dipenuhi sobekan dan mengelupas hendak

berpisah antara satu lapisan dengan lapisan lainnya. Betapa

kejamnya sang ibu membiarkan anak-anak kecilnya berlarian

dijalan beraspal tanpa alas kaki disiang terik, sambil

memainkan botol air mineral di tangannya yang diisi pasir

sampai seperempat bagiannya menciptakan irama pengiring

lagu dari bibir-bibir mungil mereka. Adik-adik yang malang.

Seperti itulah mereka selalu berhasil menamparku dengan

telak ketika sedang bermalas-malasan dan terbuai seperti saat

ini.

Page 30: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

30

Baru setahun belakangan ini aku suka memperhatikan

sekitarku untuk mencari inspirasi dan motivasi. Tahun

pertamaku disini lebih banyak kuhabiskan dengan buaian-

buaian masa indah saat masih dipelukan keluarga dan

sahabat-sahabatku. Juga tenggelam dalam motivasi maya

yang selalu kuciptakan karena memikirkannya. Membuat

hidupku seperti zombi, raga yang berjalan disini hanya

memiliki sedikit jiwa dengan logika sehat yang masih ingin

menambang harta karung berinisial ilmu. Sedangkan jiwa

yang lebih banyak masih terpasung di rumah. Rumah tempat

paling nyaman dan hangat untuk menghabiskan seluruh

waktu. Di tahun kedua barulah aku bisa berjalan dengan jiwa

dan ragaku berada di tempat yang sama, namun tidak lagi

dengan kepercayaan yang sama.[]

Page 31: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

31

JAM

Tomy M . Saragih

05.00

Terdengar di telingaku suara ayam tetangga sebelah.

Perlu diketahui bahwa ayam milik tetanggaku itu memiliki

warna putih pada sayap kirinya dan hitam di sayap

kanannya. Konon ayam tersebut pernah bertarung dengan

kucing dan dia pun menjadi pemenang.

Hari ini tidak seperti biasanya karena aku libur kuliah,

setidaknya aku bisa bermain dengan burhanku (burung hantu

ku).

Sebelum keluar dari kamar, aku wajib merapikan

kamar ini. Karena sebelum menginjak bangku kuliah, aku

sempat merasakan beratnya tinggal di asrama. Di asrama

Page 32: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

32

semuanya serba terjadwal dan menjaga kebersihan ibarat

kewajiban kedua setelah berdoa. Kewajiban yang ketiga

adalah belajar.

Seperti biasa juga, ibuku yang bernama Monica

memasak untuk sarapan. Adikku yang bernama Paul, sudah

satu minggu ini tidak di rumah karena ada acara berkemah

dari sekolahnya.

Hari sabtu yang kujalani terasa nikmat karena jarang-

jarang aku bisa di rumah. Biasanya aku kuliah berangkat jam

tujuh pagi. Dosen kesenianku yang bergelar profesor sering

mengganti jadwal kuliah yang seharusnya jatuh hari Selasa

diganti menjadi Sabtu. Karena hari Sabtu, tidak ada jadwal

mengajar, maka waktu kuliah menjadi molor seperti karet.

Mulai jam delapan pagi hingga jam dua belas siang.

Memang sih, kegiatan dalam kuliah hanya

menggambar sketsa. Tetapi jika menggambarnya di atas

triplek berukuran empat meter kali enam meter. Siapa juga

yang betah.

Melukis di atas triplek yang tergeletak di lantai. Jadi

kurang lebih selama tiga jam, kita jongkok untuk

menghasilkan sketsa yang sempurna.

Bukan karena tidak tersedianya meja atau papan

untuk menggambar, semata-mata hal ini dilakukan untuk

melatih imajinasi. Entah apa hubungan melukis jongkok

dengan imajinasi yang sempurna. Setelah melukis biasa

betisku terasa berat.

“Ti...”, teriak ibu dari dapur. Aku dipanggil Ti karena

nama lengkapku Ivan Pavarotti. Tentu saja namaku ini

berasal dari penyanyi opera kelas dunia Luciano Pavarotti.

Wah...jangan dibayangkan, aku tidak sebengkak atau

segemuk Luciano, tubuhku dapat dikategorikan sedang.

Dalam arti tidak terlalu kurus atau tidak terlalu gemuk.

Page 33: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

33

“Ibu masak apa...”, tanyaku sambil membawa tiga

piring kosong untuk makan bersama.

“Soto ayam dan ayam kecap”, jawab ibu sambil

mengaduk-ngaduk kaldu ayamnya. Dalam hati aku berkata

“Kok soto dipadukan dengan ayam kecap”. Ibarat makan es

kacang hijau dicampur dengan daun kemangi.

Tapi gak apalah, toh nanti siang aku makan ayamnya

dan pagi ini aku sarapan soto.

Mumpung sotonya belum matang, aku bergegas ke atas

untuk mengambil handuk. Rumahku yang terdiri dari dua

lantai dan menghadap langsung ke kaki gunung, menjadikan

tempat favorit teman-teman untuk menghabiskan waktu

sambil mempraktikkan kemampuan melukisnya. Pernah

kami mulai jam sepuluh pagi sampai jam sepuluh malam di

lantai jemuran ini. Semakin malam semakin dingin udaranya,

dan temanku tetap saja menggambar. Wah...kuat betul dia.

Kamar mandi yang lantainya dihiasi gambar Donald

Bebek memakai baju Popeye ini menjadikan mandi terasa

berseri-seri. Memang kamar mandi harus menarik, karena

berawal dari ruangan inilah ide atau gagasan-gagasan

terbesar muncul.

Contohnya seorang Archimedes, ketika dia disulitkan

dengan masalah mahkota raja. Dia pun berendam di bak

mandi, lantas beberapa saat kemudian, dia berteriak

“Eureka...eureka...”. Dan dari situlah tercipta hukum

Archimedes. Ini gambarnya :

Page 34: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

34

06.10

Aku masih mandi, ibu sudah menyiapkan makanan di atas

meja, ayah masih sibuk membersihkan sarang burhan ku.

Jadi, harap sabar...

06.30

Aku selesai mandi, lalu memakai kaos yang bertuliskan “Saya

tidak norak tapi tidak juga katrok”. Kaos pemberian dari

temanku yang mana kaos ini aku beli dari dia seharga tiga

puluh lima ribu rupiah. Dia menjual kaos kepada teman-

teman dengan sedikit memaksa demi memperoleh nilai A

pada mata kuliah desain.

Aku, ayah dan ibu berkumpul di meja makan. Setelah

berdoa kami menikmati makanan soto ayam ini. Ayah hanya

memakan nasi dengan kuah soto plus krupuk udang.

Dia tidak tega memakan ayam atau tepatnya bisa

disebut vegetarian. Tetapi anehnya, jika ketemu apa yang

disebut dengan daging kambing. Sudah pasti dimakannya,

entah itu sate kambing, soto kambing tetangga sebelah

bahkan sop kaki kambing semuanya dilahap.

Ayahku tidak takut terkena asam urat, karena dengan

mencuci sangkar, memberi makan dan memandikan

Page 35: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

35

burhanku yang mencapai 10 ekor, beliau setara berlari

sepanjang 10 kilometer.

Jadi malam hari tiba di rumahku, burhan-burhanku

pada mennayi merdu. Sempat juga ayah protes mendengar

suaranya pada malam hari, namun akhirnya terbiasa juga.

Burhan-burhan itu kubeli dari pasar burung di Malang.

Harganya murah Cuma lima puluh ribu seekor. Saat ini usia

mereka rata-rata memasuki dua tahun.

Makan pun berlanjut, hingga sampailah aku pada

suapan terakhir. Perlu diketahui, soto buatan ibu dagingnya

besar-besar. Jadi tersedia piring khusus yang di dalamnya

ada dua potong paha, satu dada, dua sayap. Jadi sebelum

makan kita harus mengiris-ngiris daging itu kemudian

dicampu dengan kuah soto.

“Ti...habis ini kamu mau kemana...”, tanya ayahku.

“Di rumah aja Yah...aku banyak tugas”, jawabku

sambil mengelap mulut.

“Ya sudah, kaena ayah sama ibu mau pergi acara pesta

di gedung Taerit.

“Lho gedung yang jelek itu ya Yah...kan ak ada AC-

nya...acara apa Yah...”, ujarku heran.

Gedung Taeri ini bekas peninggalan Belanda. Gedung

ini jelek dari luarnya karena sebagian catnya sudah mulai

tereklupas namun di dalamnya tidak ada AC, jadi udara

pengap.

“Ya itu, tetangga kita bu Ida kambing, ada acara

persiapan kawin anaknya”, kata ayah sambil mengocok-

ngocok segelas kopi hangat.

“Biasa Ti...ayahmu kan suka kambing, apalagi

kambingnya bu Ida kan terkenal enak... siapa tau aja ada

menu kambing baru...”, kata ibu sambil mengelap kompor.

Page 36: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

36

Mendengar ucapan Ibu, Ayah hanya tersenyum-

senyum sambil mengambil daging-daging sisa yang tertinggal

di celah-celah giginya.

“Pepito...pepito...”, hp ku bunyi.

“Silahkan ketik FCHAB dan kirim ke 0017281 untuk

mendapatkan hadiah sebuah laptop”, isi SMS yang kuterima.

SMS kok itu terus, gak kreatif pikirku.

Dapur yang berantakan membuat keringatku menetes

dari dahi. Sementara ibu mencuci piring-piring, gelas, panci

sama wajan kotor. Aku mengepel lantai bawah meja. Dengan

berat badan hampi 80 kilogram. Mengepel di bawa meja

tanpa merupakan tugas berat.

Ada alasan unik kenapa kami tidak menerima

pembantu. Yang pertama, menyewa pembantu berarti

membuat satu kamar lagi. Di rumahku kamar ada tiga, satu

buat orang tua, satu buat adikku dan satunya buat aku

sendiri. Alasan kedua, menyewa pembantu khawatir ada

kejahatan, karena tiga kali tetangga pojok gang mengganti

pembantunya, tiga kali juga keluarga itu kehilangan sepeda

motornya.

Lagipula menyewa pembantu banyak ruginya. Karena

di rumah tidak ada anak kecil lagipula ibu sangat giat

mencuci dan memasak. Urusan menyapu rumah dan teras

adalah tugasku, sedangkan adikku hanya membersihkan

kamar. Tugas ayah yang paling ringan yaitu hanya merawat

keluarga burhan.

Tapi biarpun tugas merawat burhan keliatan mudah,

namun sebenarnya burung hantu itu rentan stres. Terkena

panas matahari saja, malamnya mereka tidak mau

bernyanyi.

Page 37: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

37

08.00

“Ti...”, teriak ayah dari teras.

“Cepat sini...”, lanjutnya lagi.

Ayahku ini tipe orang yang tidak sabaran. Sifat

jeleknya menurun pada diriku. Jika aku melihat seseorang

menyeberangi jalan tanpa melihat kiri kanan apalagi sambil

ber SMSan ria, rasanya ingin kutabrak orang itu. Tepatnya

kusenggol sedikit saja.

“Cuci mobilnya dulu ya...biar dipakai pergi”, kata ayah

sambil menyerahkan kuncinya padaku.

Waduh...mending sekarang ada kuliah. Dicuci sekarang

nanti juga pulangnya pasti disuruh cuci lagi karena ini musim

hujan apalagi jalan masuk di ujung perumahan selalu banyak

lumpurnya jika hujan melanda.

Ini mobil atau kandang kuda ya. Mobil ini lebih jorok

daripada sangkar burhanku.

Kusiram semua sisi mobil lalu kusiram dengan sabun

cair khusus mobil.

Badan mobil sudah mulai mengkilap, tetapi harus

masih digosok lagi karena masih ada sisa kotoran burung.

Kotoran burung itu berasal dari burung-burung

merpati yang kerapkali berteduh di atap rumah. Biasanya

berjumlah lima atau enam ekor.

Berjuang selama empat puluh lima menit dengan busa,

akhirnya mobil pun menjadi bersih.

Tetapi, ban yang warnanya hitam berubah warna

menjadi cokelat karena lumpur. Inilah bagian terberat.

“Ya ampun...”, teriakku. Aku belum melepas kaos

yang baru aku beli dua hari lalu dan baru ini kupakai.

Kaos putihku tadi sudah menjadi bintik-bintik

kecoklatan karena percikan lumpur dari ban yang kusiram.

Page 38: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

38

Biarlah, masuk ganti ke kamar juga repot, karena aku

juga nanti yang membersihkannya.

Setidaknya masih tersisa dua ban lagi yang belum

dibersihkan.

09.20

Akhirnya selesai juga tugas cuci mobil. Mudah-mudahan saja

satu hari ini tidak turun hujan.

Tadi sudah mandi, sekarang harus mandi. Tubuhku

bau keringat. Ayah dan ibu sudah mulai bersiap-siap pergi.

Waduh...dandanan ibu kok menyeramkan. Masak

memakai kebaya dengan sarung warna merah muda. Terasa

seperti permen. Palagi baju kebayanya menyilaukan, warna

biru muda.

Aku maklum saja, memang ibu suka sekali

menggunakan baju yang aneh-aneh.

Mungkin saja terobsesi Victoria Beckham.

Aku masih ingat ketika kelas 5 SD. Saat itu hari

pengumuman naik kelas atau tidak. Ibu datang ke sekolah

dengan rok polos berwarna kuning kemudian bajunya

berwarna ungu yang ditutupi dengan rompi kulit.

Dandanan ini dibilang mirip koboi juga tidak cocok,

dibilang meniru artis terkenal juga tidak ada artis yang

berdandan seperti itu kecuali pelawak, dibilang mengikuti

mode juga gak ada model baju warna aneh seperti itu. Aku

sempat menjadi bahwa tertawaan.

Tetapi bagaimanapun juga, ia tetap ibuku. Barulah

aku sadar bahwa waktu muda dulu, ibu pernah menjadi

model majalah remaja. Jadi terbiasa tampil di panggung

dengan dandanan trendi.

Ayah juga keluar dari kamar sambil menyisir

rambutnya. Dengan wangi parfum bunga melati yang

Page 39: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

39

semprotkan di baju batiknya. Rumahku ibarat tempat

pengambilan gambar film-film horor. Bau melati sungguh

membuat aku ketakutan.

“Ti...panasin mobilnya...terus SMS adikmu bilang

janga lupa minum obat alerginya...”, teriak ayah berjalan

maju mundur di depan kaca.

Entah apa yang dilihatnya. Mungkin saja ayah melihat

apakah hasil sisirnya sudah sempurna atau belum.

Adikku benar-benar menjadi alergi ketika udara

malam. Di punggungnya langsung muncul bintik-bintik

merah namun tidak gatal.

“Iya...sudah kok...”, balasan SMS adikku.

“Yah...sudah aku SMS si Bram nya”, kataku berlalu

sambil masuk ke dalam mobil.

Sambil menunggu mobil panas, aku menyalakan radio

tetapi semuanya hanya menceritakan berbagai kasus KKN di

pelosok Indonesia.

Aku turun dari mobil mau membuka pintu pagar dan

kembali masuk mobil untuk mengeluarkan mobil dari garasi.

“Pepito...pepito...”, hp ku bunyi.

Ku turun dari mobil.

“Yah...kuncinya di dalam ya...”, kataku sambil

membuka SMS.

Ti...tugas lukis gelas gmn? sdh y krn tugas itu pengganti

dosen hari ini g masuk. dikumpulkan hari Senin q lukis laptop

ja. Pokoknya tema teknologi. Ente jgn lupa. Cap cuz

“OMG...”, kataku sambil masuk ke kamar.

Aku baru ingat kalau hari ini rupanya ada tugas

melukis gelas. Bagaimana ya?

Aku langsung menuju dapur sementara itu, ibu dan

ayah terdengar menutup pagar. Rodanya yang tidak diberi

Page 40: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

40

oli, terdengar bergesekan keras. Aku masih bingung, gambar

apa yang tepat untuk tema teknologi.

Untungnya saja aku sudah menyiapkan bahan-bahan.

Sudah ada sejak minggu lalu. Lantaran masih bingung, aku

memilih tidur-tiduran sebentar siapa tau aja nanti ada ide.

10.00

Aku masih tidur, aku memimpikan lagi digendong

sama Angelina Jolie. Dia artis favoritku.

11.00

“O...o...”, sudah jam sebelas siang. tugasku belum aku

kerjakan.

Aku masih bingung gambar apa yang kulukis pada

gelas nantinya.

Aku bergegas ke kamar mandi membasuh wajah,

padahal aku masih ngantuk dan ingin kembali tidur lagi.

Pada saat mengambil gelas ke dapur, aku memilih gelas

yang ukurannya cukup besar. Di rumah hanya ada empat

gelas yang ukurannya sebesar itu. Biasanya gelas-gelas itu

dipakai untuk minuman SOGEM (Soda Gembira).

Tidak perlu pamit ibu, dilarang atau tidak dilarang

tetap saja aku pakai gelas ini. Aku pun mempersiapkan alat-

alat melukis.

Sepertinya lebih nyaman mengerjakannya di teras.

Karena pasti lantai jadi kotor. Aku segera mengambil koran

bekas untuk alas melukis.

Aku masih bingung. Aku masih bingung. Aku masih

bingung.

Mau tanya teman malahan aku semakin bingung

karena bisa saja semakin sulit menemukan ide tentang apa

yang akan dilukis.

Page 41: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

41

“Pos...Mas...pos...”, teriak pak pos sambil menarik gas

motor bututnya. Berisik.

Tetapi aku langsung meletakkan saja surat tagihan

kartu kredit ayahku. Dan aku dapat ide. Aku akan

menggambar kartu pos dengan sampul berwarna putih.

Kemudian aku tujukan kepada Tuan Kuno kepada Tuan

Teknologi dengan alamat www.jangan_musnahkandiriku.

Terima kasih banyak pak pos. Sekali lagi terima kasih

banyak.

Dengan alasan apa aku mengambil gambar kartu pos

dengan sampul putih dan alamat yang aneh. Aku

beranggapan bahwa kantor pos ibarat kehilangan pelanggan.

Sudah jarang orang yang mau menggunakan jasanya.

Padahal sangat bagus menulis surat itu karena kita dituntut

untuk berimajinasi dalam berkata-kata.

Aku mulai mengencerkan cairan cat putih itu, aku

aduk-aduk hingga mencapai tingkat kekentalan yang kumau.

11.30

Di gelasku sudah terpampang lukisan sebuah kartu pos.

Dengan latar belakang kuning. Jujur saja aku penggemar

warna kuning. Karena warna kuning dipadukan dengan

warna apapun pasti cocok dan terlihat mata dengan jelas.

Aku tiup sekeliling gelas agar catnya cepat kering

sehingga mudah menggambarkan alamat yang dituju.

Aku masih bingung dengan apakah aku melukis sebuah

huruf. Karena menggambar huruf pada bidang melengkung

membutuhkan kesabaran.

Salah sedikit saja, huruf tidak akan dapat dibaca.

Dengan sangat pelan-pelan aku berusaha membuat hurufnya.

Jujur saja melukis di atas kaca merupakan sesuatu

yang sulit.

Page 42: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

42

Pernah ketika ujian akhir semester. Kami disuruh

melukis jam di atas potongan kaca berbentuk lingkaran. Dan

lukisan siapa yang paling bagus akan dijadikan pajangan jam

kampus.

Bangga juga kalau hasil karya kita dipamerkan.

Temanku ada yang menggambar seekor buaya lagi berdiri

ditemanin sebuah lilin. entah apa maksudnya, aku tidak

paham. Ada juga yang menggambar sebuah gedung pencakar

langit, yang diatasnya keluar sepasang kaki manusia.

Rupanya ini menunjukkan keserakahan manusia dalam

mencapai kekayaan.

Sedangkan aku hanya menggambar angka terbalik.

Maksudnya pada posisi normal kita mengetahui letak angka-

angkanya kan? Nah angka sebelah aku ganti menjadi angka

satu, angka satu aku ganti menjadi sebelas, angka tujuh aku

ganti menjadi angka lima.

Tujuannya jarum jam nantinya akan berjalan

berlawanan arah dengan jam pada umumnya. Tentu saja,

kita harus membiasakan membaca dengan jam mundur ini.

Betul saja, karyakulah yang dipajang.

Tetapi semua orang yang pertama kali melihat jamku

pasti mengernyitkan dahinya. Mereka kerap kesulitan.

Untungnya saja setelah satu minggu terpasang di dinding

kampus, semua mahasiswa sudah dapat membaca jam

dinding buatanku.

Gelasku sudah mulai kering. Aku mulai melukis huruf

T lengkapnya Tuan.

Setiap huruf aku beri warna yang berbeda. Pembedaan

warna agar orang melihatnya dapat membaca dari jauh

dengan jelas.

Page 43: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

43

Ada yang berwarna kuning, hijau, merah muda, biru

muda. Pokoknya semua warna aku kombinasikan menjadi

rangkain tulisan yang sedap dipandang.

Repotnya aku harus ingat campuran-campuran

dasarnya agar menghasilkan kombinasi warna yang berbeda.

Seharusnya aku ditemanin pacar tetapi berhubung

pacar belum ada, aku tetap semangat melukis ditemani

keluarga burhan.

12.19

Suhu udara di teras semakin panas, ini karena atap terasku

dari seng. Tetapi semakin cepat juga kering gelasku ini.

Perutku sudah mulai lapar. Tetapi sebentar lagi sepertinya

selesai. Aku masih melanjutkan mengecat gelas SOGEM ini.

Badanku mulai berkeringat. Aku melihat keluarga

burhan pada diam semua. Mereka hanya melihat aku heran.

Kenapa gelas bagus-bagus kok dijadikan jelek.

Aku yakin pasti adikku lagi bermain ketangkasan. Wah

enak betul anak itu. Sebentar lagi tugas ku ini selesai. Aku

sudah tidak sabar melompat di tempat tidur.

Tetapi aku melihat lantai yang ditutupi kertas koran

tadi. Tetesan-tetesan cat tadi rupanya mengenai lantai teras

yang berwarna putih. Rupanya kertas koran tadi tidak aku

lipat jadi dua biar tebal.

Selesai kerjaan satu, ada lagi kerjaan satu lagi.

Membersihkan lantai agak susah, karena catnya sudah pada

kering smua. Di rumah tidak ada minyak gas. Aku bersandar

sebentar di atas kursi. Capek sekali punggungku dari tadi

melukis. Rasanya susah untuk ditegakkan lagi.

“Pepito...pepito...”, ada SMS. Lagi-lagi undian bohong

tapi berhadiah atau undian berhadiah tapi bohong. “Selamat

Page 44: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

44

Anda mendapatkan sebuah sepeda listrik segera hubungi

customer service kami”.

Aku tidak menghiraukan SMS membosankan itu.

Sudah sepuluh menit aku bersandar di kursi empuk ini.

Nyamannya bukan main.

Aku mulai melanjutkan lagi kerjaan melukis ini. Hanya

tinggal menulis www.jangan_musnahkandiriku.

Sepuluh menit berlalu, lima menit berlalu, sembilan

menit berlalu, tujuh menit berlalu. Sudah hampir tiga puluh

menit aku berpusing-pusing ria dengan huruf-huruf tadi.

Akhirnya tugasku selesai.

Tetapi tugas membersihkan lantai masih menunggu.

Aku menaruh gelasku di atas meja teras kemudian bergegas

ke dapur mengambil sebuah pisau untuk mengupas cat-cat

kering yang bertebaran di atas lantai.

Aku hitung jumlah tetesan itu jumlahnya mencapai

dua puluh tujuh tetasan, mungki saja diameter tiap tetesan

adalah satu sentimeter.

Kadang aku membayangkan, bagaimana kalau tugu

Monas di Jakarta aku beri cat warna merah kekuning-

kuningan mirip dengan jilatan api. Wah pasti tugu Monas

akan terlihat lebih gagah. Tugu Monas seolah-olah seperti

terbakar. Tetapi rasanya sangat tidak mungkin dan tidak

akan pernah terjadi tugu Monas berubah warna.

Aku berjongkok lagi untuk membersihkan lantai ini.

Bisa dibayangkan sebuah pisau digesekkan dengan lantai.

Bunyinya itu mengganggu pendengaranku.

Seperti yang aku baca di koran, orang yang banyak

berjongkok dapat terserang penyakit konstipasi (sembelit).

Tetapi kan tidak mungkin aku membersihkan lantai dengan

pisau yang kujepitkan di antara jari-jari kaki. Bisa-bisa esok

harinya kerjaanku baru selesai.

Page 45: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

45

13.20

Melukis gelas sudah, membersihkan lantai teras juga sudah,

kasih makan burhan tadi pagi juga sudah. Mau tidur tapi lagi

malas karena lampu baru aja pada.

Aku heran kok bisa lampu padam seenaknya tanpa

pemberitahuan dahulu. Cuaca panas, lampu padam,

lengkaplah penderitaan ku.

Aku duduk-duduk di teras sambil melihat orang-orang

berjalan kaki. Kebetulan juga rumhaku tidak jauh dari pasar

jadi banyak para pedagang sayur yang lewat depan rumah.

Warna dinding terasku berbeda dengan rumah lainnya.

Warnanya biru muda, ibu yang mengusulkan warna ini.

Karena hampir setiap rumah berwarna putih. Tetapi enak

juga memandang dinding yang berwawna biru muda.

Kucoba menyalakan kipas tapi lampu masih padam

juga. Siang-siang gini biasanya ada penjual bakso WanSO

yang lewat. WanSO singkatan dari bakWAN bakSO.

Toh beda bakwan dan bakso hampir tidak kelihatan

bedanya karena dua-duanya sama-sama bulat.

ku senang dengan penjual bakwan ini, selain

orangnya bersih, bakso ini cocok dimakan dengan nasi.

“Wan...so...wan...”, terdengar teriakan pak Tejo si

penjual bakso dengan gerobak yang benar terawat. Mungkin

inilah satu-satunya penjual bakso yang sekaligus menjual es

dawet. Sudah hukumnya kalau penjual bakso selaly

membawa kelapa untuk dijadikan es degan atau membawa

buah jeruk.

Aku menuju dapur mengambil mangkok dan

mengambil uang di atas kulkas.

“Pak...bakso...”, teriakku sebelum orangnya kelewatan.

Page 46: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

46

“Beli baksonya lima ribu, sambal campu, gak pakai

bawang goreng...”, ujarku kepada pak Tejo.

“Tumben Mas sendiri, mana adiknya...”, timpal pak

Tejo sambil memasukkan sambal ke dalam mangkokku.

“Lagi ada acara pak”, balasku singkat.

Lanjutku lagi “Lampu dari tadi mati pak”.

Aku sebetulnya bukan orang senang berbasa-basi,

akibatnya pun kurang begitu banyak punya teman. Entah

kenapa aku merasa nyaman dengan kehidupan yang tidak

begitu ramai. Untung saja ayah ku berkaraoke hanya pada

hari minggu.

“Ya mas, itu di gang sebelah ada perbaikan gardu

listrik, sepertinya lama karena semuanya dibongkar”, kata

pak Tejo lagi.

“Oalah...bisa sampai malam ya...Makasih ya pak...”,

kataku sambil menutup pagar.

“Ya mas sama-sama...” ,balas pak Tejo.

Kalau tahu begini lampu mati lama, lebih baik tadi

pergi ke plasa, lihat buku.

Ku taruh mangkok tadi di atas meja ruang makan.

Ooop...aku lupa, tadi pagi ibu masak ayam kecap.

Kenapa aku tadi kok beli bakso. Jika lampu padam, waktu

berjalan sangat pelan sekali karena tidak ada yang kita

kerjakan.

“Gak apalah...”, pikirku. Makan bakso dicampur ayam

kecap rasanya aneh. Tadi juga soto ayam dengan ayam

kecap.

Aku menikmati bakso pak Tejo, bakso miliknya ini

bukanlah bakso biasa tetapi ada rasa ikannya. Kadang-

kadang baksonya dicampur dengan daun kemangi di

dalamnya. Jadi rasanya harum dan nikmat.

Page 47: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

47

Tapi es dawet yang dijualnya kurang begitu enak

karena tidak memakai es batu. Kata pak Tejo, es malah

membuat dawetnya mengembang, tetapi aku pernah beli es

dawet tanpa es itu.

Rasanya ingin muntah. Terpaksa saja kalau ingin

membeli es dawet pak Tejo, malamnya aku masukkan air ke

dala cetakan es agar besoknya bisa minum es dawet dingin.

Es dawet pak Tejo ini diberi madu sehingga rasanya

manisnya agak aneh tapi benar-benar nikmat.

Pak Tejo menjual bakso rasa ikan setiap hari senin

sampai kamis, rasa kepiting pada hari jumat dan rasa

kemangi di hari sabtu minggu.

Waktu ku tanya sama pak Tejo kenapa kok berbeda

rasa bakso yang dijualnya, bukannya nanti pelanggan akan

berkurang. Tetapi pak Tejo menjawab kalau rasa baksonya

dibuat berbeda biar pembeli tidak bosan pak Tejo sengaja

tidak menjual tiga rasa tersebut dalam satu hari karena

pembeli pasti cepat bosan.

Jadi kalau ada pembeli yang ingin membeli bakso rasa

kepiting maka dia harus sabar menunggu hari jumat.

Memang betul terasa nikmat sekali jika kita menyantap

makanan yang benar jarang ditemui.

Contohnya saja tidak tiap hari ada penjual durian.

Hanya musim-musim tertentu saja. Dan ketika jatuh musim

durian, wah rasanya sungguh nikmat.

Lampu juga masih padam. Entah berapa lagi aku harus

menunggu. Aku kembali ke teras melihat gelas lukisanku

tadi. Rupanya hampir seluruh sisinya kering. Gelas ku

menjadi mirip warna pelangi karena paduan dari beberapa

warna.[]

Page 48: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

48

Page 49: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

49

Chapter 1 – Dua Hari Berturut-Turut

Ade Wikytama

Matahari sudah merayap meninggi dari ufuk timur.

Rombongan embun mulai buyar dan menghilang perlahan.

Greeekk... Suara pintu gerbang SMA Harapan,

Jakarta juga hampir ditutup. Melihat itu, aku segera

mempercepat lariku dan berteriak sekerasnya.

“Pak Umar! Tunggu bentar!” teriakku dengan nafas

tersengal-sengal seperti usai lari marathon.

Aku langsung saja memiringkan badanku agar lebih

ramping dan menerobos masuk lewat celah gerbang yang

hampir tertutup tadi.

“Okey, terimakasih Pak! Selamat pagi!” sapaku

dengan ramah, setelah aku berhasil menerobos gerbang yang

dijaga oleh Pak Umar, Si Satpam Sangar tapi kadang juga

bikin kelakar.

Page 50: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

50

“Pagi!” sahut Pak Umar yang terlihat agak menahan

kesal. Bukannya membuat aku takut, tapi aku malah merasa

geli melihat wajahnya yang unyu-unyu dihiasi kumis tebal

kayak Pak Raden itu. Seperti ingin aku mencubit kedua

pipinya yang chubby. Hahaha... Akupun melanjutkan

perjalananku menuju kelas.

Sesampainya di depan pintu kelasku tercinta yang

terlihat terbuka, aku mengintip ruang kelas dengan hati-hati.

Srett... Mataku langsung tertuju pada meja guru yang masih

kosong. Fiiyuhh... dengan hati lega dan santai, akupun

memasuki kelas yang sedang hening itu. Aku menuju

bangkuku dengan terheran-heran. Kutengok kanan-kiri, ada

yang lain. Kenapa pada diam dan terlihat serius semua ya,

batinku. Namun tak perlu waktu lama untuk menemukan

jawabannya. Sekejap saja kesantaianku berubah menjadi

ketakutan. Wajahku yang tadinya berseri, secepat kilat

menjadi pucat ketika mataku terhenti di suatu tempat.

Yah, berhenti di bangkuku sendiri. Di sana, Pak Soni,

Guru Kimia yang katanya paling killer itu ternyata sedang

duduk di tempat dudukku. Waduuhhh... mampus deh aku,

pasti dapat omelan-omelan nggak penting lagi dari tuh orang

lebay, batinku.

“Nah, Joda, sekarang kamu mau pakai alasan apa

lagi? Ban bocor? Jalan macet? Bantu nenek-nenek

menyebrang? Atau nolongin anak kucing yang abis

ketabrak?” tegur Pak Soni seraya menghampiriku.

“Kagak Pak, yang ini tadi bukan anak kucing tapi

kambing,” jawabku lirih dengan menundukkan kepalaku,

berpura-pura untuk menghormatinya. Padahal sebenarnya

selain pada Ayahku, aku tak pernah hormat pada siapapun di

dunia ini.

Page 51: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

51

“Masih bisa ngeles?” tandasnya dengan sedikit emosi.

“Kamu itu sudah langganan terlambat pada pelajaran

Bapak. Nggak bisa ya, sekali saja berusaha tertib waktu?

Jadi anak baik gitu!”

“Hei, Pak! Aku tuch juga udah UNREG berkali-kali!

Tapi tetap nggak bisa!” balasku tanpa basa-basi karena aku

sudah muak.

Pak Soni hanya menggeleng-gelengkan kepala

melihat sikapku yang mungkin keterlaluan itu. Seolah dia

sudah lelah untuk menegur aku yang tak pernah mau

mendengarkan ucapannya, namun justru menentangnya.

Aku justru tersenyum simpul karena sebenarnya itulah yang

aku tunggu-tunggu dari dulu.

“Sekarang kamu sebaiknya keluar! Jangan ikuti

pelajaran Bapak sampai nanti bel pergantian pelajaran

berbunyi!”

“Wahh, sadiiisnyeee...” ledekku.

“Suruh keluar, ya keluar.”.

Akupun mulai berjalan keluar. Aku sengaja

memperlambat jalanku agar orang sok berwibawa itu sebal

dan emosi.

“Hey bocah, jalannya yang cepat! Jangan bikin saya

tambah emosi!” teriak Pak Soni sambil melemparkan sepatu

sebelah kirinya ke arah ku.

Brengsek, ujarku dalam hati. Untung sepatu

murahan itu tidak mengenaiku. Kalau sampai menyentuh

atau menggores sedikit saja dari kulitku, kupastikan tangan

pelempar itu akan patah.

“Hei, Pak! Dijaga tangannya, sudah nggak sayang

sama tangan sendiri ya?” teriakku kesal.

“Kalau kamu berani macam-macam, akan aku

adukan ke ayahmu!”

Page 52: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

52

Haasshhh... selalu saja ayahku yang jadi tebeng.

Yah, mungkin karena ayahku adalah ketua komite di sekolah

ini. Dan mungkin karena ia juga, aku bisa bertahan di

sekolah ini sampai kelas 3. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi

jika ayahku sudah tampil. Aku sangat menghormati dan

patuh terhadap dia.

“Oke, oke, aku keluar!”

Aku segera keluar kelas sambil diam-diam mengambil

sepatu yang dilempar Pak Soni tadi. Hanya beberapa detik

aku keluar dari ruang kelas, aku nongol lagi dan membawa

sepatu Pak Soni.

“Pak, sepatunya minta makan nich! Hahaha...”

teriakku sambil menunjukkan sepatu Pak Soni yang bagian

depannya sudah megap-megap.

“Iya, ini satunya juga mau makan kepalamu!”

dilemparnya lagi oleh pak Soni pasangan sepatu yang sebelah

kanan ke arahku.

“Waaa..”

Akupun langsung bergegas menghindar dan menutup

pintu kelas dari luar.

* * *

Semilir angin berhembus menelusuri lorong gedung

sekolah. Suara kegiatan belajar mengajar antara guru dan

murid yang berisik, membuatku merasa terganggu saat

mendengarkan musik dengan headset besarku. Beberapa

menit aku berusaha bertahan dan duduk sendirian di depan

ruang kelas. Aku mulai jenuh dengan keadaan yang sangat

tidak nyaman itu.

“Huft.. membosankan sekali lama-lama duduk di sini.

Sepi gak ada apa-apa, cuma ngelihatin angin mondar-mandir

Page 53: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

53

doang. Suaranya berisik lagi. Mending ke kantin aja, bisa

nyuci mata sambil lihat cewek-cewek bening. Hehehe...”

ujarku dalam hati sambil senyum-senyum sendiri.

Aku beranjak dari tempat dudukku dan melangkah

dengan pasti menuju kantin. Sesampainya di kantin, aku

memesan semangkok bakso dan segelas teh pada Bu Jenni, Si

Penjaga Kantin yang masih seksi walau sudah janda 2 kali.

Kemudian akupun duduk di salah satu bangku kantin. Aku

kembali memasang headset di kupingku dan memutar musik-

musik kesukaanku.

Ketika aku masih sedang duduk manis menunggu

pesananku, datang Sofie, Si Primadona Sekolah. Mataku

seakan langsung terjerat ketika Sofie lewat di depanku.

Layaknya seekor kucing yang siap menerkam pepes ikan

yang begitu lezat. Mata tajamku tak bergerak sedikitpun,

mengikuti setiap inchi gerakan dari Si Primadona.

Akhirnya Sofie berhenti dan duduk di salah satu

bangku yang tidak begitu jauh dari tempat aku duduk.

Tanpa berpikir panjang, aku segera mendatangi Sofie dan

duduk di sampingya dengan penuh percaya diri. Aku

tersenyum dengan kagum saat menatap lekat-lekat wajah

jelita dari Sofie.

Parasnya bak bidadari tercantik di seluruh dunia.

Putih mulus kulitnya selalu membuat para kaum adam ingin

menyentuhnya walau sejenak. Segala yang melekat di

jasadnya seolah mampu menghipnotis setiap mereka yang

memandangnya.

“Hai Sofie!” sapaku tiba-tiba.

Dengan sedikit terkejut, Sofie segera menengok ke

arah suaraku.

Sreett... Duhh... ini cewek manis banget ya, batinku.

“Hai juga!” sahutnya singkat dengan sedikit cuek.

Page 54: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

54

“Jam segini kok Sofie udah ke kantin? Lagi jam

kosong ya?”

“Iya, Pak Ronald lagi nggak masuk.”

“Ouhh.. Jamnya kosong? Kalo hatinya Sofie kosong

juga gak? Boleh ya Akang Joda yang ngisi? Hehehe..” ujarku

dengan lembut, berusaha untuk merayu.

Tanpa aku sadari saat sedang asyik merayu Sofie,

tiba-tiba Dodo datang dari belakangku seperti petir. Dia

langsung saja menyambar percakapanku dengan wanita

idamanku itu, dan malah duduk di antara aku dan Sofie.

“Dasar buaya darat nggak taubat-taubat! Udah Sof,

nggak usah dianggep! Dia tuch abis dihukum nggak boleh

ikut pelajarannya Pak Soni gara-gara telat mulu”.

Tanpa melihat aku ataupun Sofie, Dodo dengan

santainya mengambil dan memakan jajanan yang sudah

tersedia di atas meja kantin, seolah ia tak bersalah.

“Hahaha.. makanya Jo, jangan bandel-bandel!” ujar

Sofie. “Yaudah ya Dodo, Joda, aku mau masuk kelas duluan,

ini ada SMS dari temanku, kalau nanti ada ulangan harian”.

Sofiepun pergi kembali ke kelasnya. Namun mataku

rasanya masih enggan untuk kehilangan sosoknya. Mata ini

tetap saja tertuju pada sosok Sofie yang mulai berjalan

menjauh. Hanya terlihat punggung dan pinggulnya yang

proporsional. Yah, mungkin aku sudah tergila-gila padanya.

“Woooiii!!”

Tangan Dodo tiba-tiba mengusap wajahku dengan air

kobokan yang ada di mangkok di atas meja kantin, sehingga

membuyarkan lamunanku.

“Aaahh.. apaan sich kamu, Do! Gagal deh usahaku,”

gerutuku karena kesal. “Pakai ngomongin kalau aku

dihukum, lagi! Kan aku jadi malu? Bisa ancur nih image-ku

di mata dia!”

Page 55: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

55

“Hahaha...” Dodo justru tertawa terbahak. “Eh,

kamu nggak sadar ya? Tanpa aku kasih tahu, semua warga di

sekolah ini juga udah tahu kelakuan-kelakuan nakalmu!

Image-mu tuch udah ancur semenjak kamu masuk sekolah

ini, dan semenjak kamu memiliki hobi suka berbuat onar!

Mungkin kamu perlu ke Panti Rehabilitas, biar bisa jadi nak

yang baik.”

“Hasshh... persetan dengan itu semua! Aku kan cuma

mau merayu Sofie, ngapain kamu sampai ngomongin Panti

Rehab segala? Jangan ikut-ikutan bawel kayak orang-orang

tua itu dong!”

“Joda, Joda, kamu harusnya berterimakasih, karena

aku udah mau nyadarin kamu”.

“Emang aku pingsan? Pakai disadarin segala!”

“Yach terserah deh!”

“Terserahnya telat! Sofienya udah pergi!” kataku

dengan nada ketus. “Eh, tapi by the way, kamu ngapain Do

keluar juga? Ohhhh.. aku tau pasti kamu nggak tega ya,

biarin aku sendirian di luar? Duuhhh.. sobatku, nggak usah

berlebihan kali! Hehehe..”

“Jangan mikir aneh-aneh! Aku bukan nggak tega

sama kamu, tapi nggak tega sama perutku nich. Udah

dangdutan dari tadi”.

“Kroncongan kali, Do!”

“Iya, itu juga bisa!”

Disela obrolanku dengan satu-satunya sahabat

dekatku itu, tibalah pesanan yang aku tunggu-tunggu dari

tadi dengan diantar Bu Jenni paling seksi.

“Siiipp... kamu tau banget, Jo, kalau aku lagi laper!”

seru Dodo tiba-tiba. “Makasih, Bu Jenni!”

Dodo langsung menyergap tanpa ampun bakso dan

teh yang baru saja dihidangkan di atas meja. Sedangkan aku

Page 56: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

56

hanya bisa diam melotot dan tersenyum memperhatikan

Dodo memakan bakso seperti orang kesurupan. Dodo begitu

lahap tanpa menoleh kanan kiri.

“Dasar Chocobear! Badan udah kayak kulkas 2 pintu

hamil gitu, masih aja kurang isinya!” ledekku yang tak

berpengaruh sedikitpun pada nafsu makan Dodo yang sedang

membara itu. Ia cuek dan terus menyantap makanan yang

harusnya untuk aku.

* * *

Tetth.. teeeeeethh... bel tanda pulang SMA Harapan

berbunyi. Seluruh siswa maupun siswi segera membereskan

barang-barangnya dan melangkah ke pintu gerbang sekolah.

Yah, mungkin mereka semua sudah merasa rindu pada

suasana rumah. Tak terkecuali aku.

Hari ini aku pulang sekolah dengan naik angkot.

Setelah turun dari angkot, aku harus berjalan sekitar satu

kilometer untuk sampai ke rumah. Dan saat itu, saat aku

melewati sebuah gang kecil, tak sengaja aku melihat seorang

anak berpakaian seragam merah putih atau seragam SD

berhadapan dengan beberapa preman berbadan kekar. Aku

rasa anak kecil itu sedang dimintai uang secara paksa oleh

preman-preman. Terlihat sekali mimik ketakutan dari anak

itu. Tanpa pikir panjang, aku segera mengalihkan perhatian

mereka untuk menolong anak malang tersebut.

“Hey mas-mas bro, ngapain ganggu anak kecil?

Kalau berani sini dong!” teriakku sambil melambaikan

tangan.

Sebenarnya aku sedikit ragu karena jumlah mereka

yang banyak. Ada 4 orang. Badannyapun besar dan kekar,

lagi. Tapi masak iya aku biarin mereka memeras anak kecil di

Page 57: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

57

depan mataku? Pecundang banget aku kalau sampai pura-

pura tidak tahu.

“Kamu nggak usah ikut campur! Jangan sok jadi

pahlawan!” sahut salah seorang preman.

“Dasar banci! Bilang aja kalian-kalian itu takut!”

ledekku sambil berkacak pinggang, seolah menantang.

“Kurang ajar! Ternyata bocah ingusan ini mau cari

mati!

Pertempuran antara aku dan merekapun tak dapat

terhindar. Dengan PD-nya aku bertarung dengan 4 orang

preman.

Dashh... Pooww... Duugg... Jrrettt....

Aku terpental dari medan tempur, dan mereka

tertawa puas. Ternyata aku kurang tangguh untuk melawan

mereka. Wajahku rasanya sakit terkena bogeman mereka

yang sebesar kelapa. Bahkan mulutku mulai berdarah.

“Sekarang kapok kan? Hahahaha... “ ujarnya dengan

tawa kemenangan.

“Brengsek! Jangan kalian kira aku nyerah ya! Kalian

cuma seperti pecundang yang beraninya sama anak kecil dan

main keroyokan! Sebenarnya nyali kalian itu sebesar biji

sawi! Cuuiihhh...” aku meludah di depan mereka. “Ayo, maju

lagi!” tantangku sok jagoan.

“Anjing! Hajar dia sampai mati!” Keempat preman

itu mulai geram stadium 4.

Saat mereka hendak menghampiri aku, akupun segera

berlari. Mungkin aku salah, karena cuma berani di mulut

saja. Tapi aku rasa, aku akan lebih salah lagi, kalau sampai

aku berdiam diri di tempat, dan ngorbanin nyawaku sendiri

di tangan keempat preman jelek itu, dengan melawan mereka

sendirian. Bisa-bisa mati konyol aku nanti.

Page 58: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

58

“Kejar dia!” teriak salah seorang preman untuk

mengerahkan semua temannya untuk memburuku sampai

dapat.

Preman itu terlihat sangat emosi. Adegan kejar-

kejaran antara aku dan beberapa premanpun berlangsung

seru seperti di film-film action barat, lebih amazing dari Leito

dalam film District 13. Pasar-pasar dilewati, lorong-lorong

dimasuki, hingga tak sengaja ketika melewati lampu rambu-

rambu lalu lintas, aku bertemu sejumlah polisi lalu lintas

yang tengah bertugas. Bruntung, pikirku. Tanpa basa basi

dan dengan nafas yang masih ngos-ngosan, aku segera

melaporkan secara singkat, padat, dan jelas kejahatan yang

dilakukan preman-preman yang sedang mengejarku tersebut.

Hingga akhirnya preman-preman tadi malah dikejar balik

oleh polisi-polisi.

Beberapa saat kemudian, preman-preman tersebut

dapat dilumpuhkan dan ditangkap. Aku yakin untuk

selanjutnya mereka akan mendapatkan hukuman oleh pihak

yang berwajib. Mungkin mereka akan mendekam penjara

sampai merasa jera.

Setelah urusan benar-benar selesai, aku kembali

melanjutkan perjalanan pulang. Aku cukup senang bisa

bertarung hari ini. Yah, walaupun wajahku rasanya memar

semua.

* * *

Hari ini, aku berangkat sekolah bersama Dodo. Ia

baru saja membeli sebuah motor dengan uangnya sendiri. Ia

ingin mengajakku.

Ketika kami dalam perjalanan, ceeessstt.. tiba-tiba

terasa ada yang aneh dengan jalan motor Dodo. Setelah

Page 59: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

59

berhenti, aku turun untuk memeriksa dan kudapati ban

belakang motor Dodo telah kempes total.

“Waah.. Do, ban kamu kempes!”

“Aahh.. baru ngajak kamu bareng sehari aja aku

udah kena apes”.

“Yee.. bukan salahku kali, kamu tuch nyetirnya

kurang ahli! Atau gara-gara motormu nggak kuat memuat

Chocobear kayak kamu!”

“Kagak lah, ini motor tahan banting!”

“Yaudah, sekarang coba kamu banting! Aku pengen

lihat!”

“Enak aja kalau ngomong!”

Sambil tetap saling berargumen sendiri-sendiri dan

tak ada yang mau mengalah, kami membawa motor ke

tempat tambal ban terdekat.

Waktu terus berjalan, tapi motornya belum bisa

jalan. Dodo mulai gelisah karena sudah hampir pukul 07.00.

Wajahnya terlihat sangat ketakutan. Apalagi jam pertama

adalah milik Pak Soni, orang yang sok berwibawa itu.

Akhirnya setelah beberapa saat kemudian, tukang

tambal ban itu telah menyelesaikan tugasnya. Dan kami

kembali melanjutkan perjalanan menuju sekolah.

***

“Aduch Do, kali ini aku terlambatnya kelewatan,

sampai pintu gerbang aja udah ditutup rapat,” ujarku setelah

sampai di depan pintu gerbang sekolah.

“Lebih parahnya lagi, kamu juga ajak-ajak aku!

Terus gimana nich sekarang?”

“Ya ini aku juga lagi mikir, bego!” balasku.

Page 60: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

60

“Okey dech, mending sekarang jangan berdebat dulu.

Kamu coba rayu aja Pak Umar! Kali aja kita diijinin masuk”.

“Susah, Do, kalau udah terlanjur ditutup gini”.

“Coba dulu dong! Berusaha! Semangka! Semangat

Kakak!”

“Ya udah”.

Akupun turun dari motor dan mendekat ke gerbang

sekolah. Aku memanggil-manggil Pak Umar dan mengetuk-

ngetuk gerbang dengan gembok yang menggantung di pinggir

gerbang itu.

Pak Umarpun datang.

“Ada apa? Jangan bikin keributan di sini!” tegur Pak

Umar dengan tegas.

“Bukain gerbangnya dong, Pak? Bentar saja kok,”

bujukku.

“Tidak bisa! Kamu sudah terlalu lama dan sering

telat!”

“Ayo dong, Pak! Kali ini saja deh! Nanti aku belikan

rokok buat bapak”.

Pak Umar berpikir sejenak.

“Mau kamu belikan berapa kotak?”

“Tenang aja, pokonya sebanyak-banyaknya deh buat

Bapak!”

“Apa? Sebanyak-banyaknya? Kamu pasti ingin aku

cepet mati ya?”

Waduhh... salah ngomong nih aku. Pak Umarpun

hendak meninggalkan kami. Tapi aku coba kembali

memanggil dan merayunya.

“Eh, Pak Umar! Nggak jadi! Aku tadi bercanda kok.

Nanti aku sampaikan salam Bapak ke Bu Jenni deh!”

teriakku.

Page 61: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

61

Mendengar kalimatku barusan, Pak Umar segera

balik badan dan menghampiriku lagi dengan antusias.

Kumisnya terlihat sedikit naik ke hidung. Sepertinya, aku

berhasil.

“Yang benar?” tanya Pak Umar memastikan.

“Pastilah, Pak! Tenang aja, asal Bapak bukain dulu

nich gerbang!”

“Okey lah kalau begitu!”

Akhirnya rayuanku itu benar-benar bisa membuat

Pak Umar luluh dan mengijinkan aku dan Dodo masuk.

“Joda...” teriak Pak Umar dengan lantang. “Jangan

lupa ya salam buat Bu Jenni tercinta!”

Akupun hanya mengacungkan jempol dan tersenyum

renyah pada Pak Umar.

***

Kami merasa lega karena telah berhasil melewati si

penjaga gerbang. Aku segera memarkir motor, dan berjalan

cepat menuju kelas bersama Dodo.

“Eh, Jo, emang tadi Pak Umar kamu bujuk pakai

apa? Uang?” tanya Dodo penasaran.

“Hahaha... nggak perlu keluar biaya. Cuma aku

bujuk nanti akan aku comblangin sama Bu Jenni”.

“Apa?”

“Iya. Dia nggak sadar kali kalau kumisnya itu saja

sudah bikin geli Bu Jenni, apalagi salam cintanya. Nggak

mungkin lah Bu Jenni mau!”

“Betul tuch, mending Bu Jenni sama aku saja!”

“Kalau sama kamu, ntar malah kayak gitar sama

drum! Bu Jenni seksi, kamunya bulet! Hahaha... Jadi

ngeband dah ntar!”

Page 62: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

62

“Huft... mesti deh, cari masalah lagi”.

Tak terasa, kami telah sampai di depan pintu kelas.

Saat hendak masuk, aku menahan lengan Dodo agar

berhenti.

“Stop, Do! Coba kamu lihat dulu, ada Pak Soni apa

nggak?” pintaku.

“Ah kamu itu, merepotkan saja! Kenapa nggak

langsung masuk?”

“Kamu gila ya? Bisa-bisa ntar kita dijadiin rujak

cingur ama tuch orang! Kamu mau gitu?”

“Kagak ah kagak!”

“Nah, maka dari itu, kamu yang intip. Aku tadi kan

sudah ngebujuk Pak Umar, sekarang ganti kamu yang kerja!”

“Okey dech, biar aku intip dulu!” jawab Dodo dengan

percaya diri.

Dodopun perlahan mengintip dari pintu kelas yang

terbuka. Dia menjongkokkan badannya dan mengedarkan

pandangannya ke dalam kelas.

“Jo, siapa tuch cewek? Kok aku baru lihat?” bisik

Dodo pelan dengan mata yang tetap tertuju pada cewek

tersebut.

“Woy, Chocobear! Aku nyuruh kamu ngintip Pak

Soni bukan cewek!”, seruku sembari mendorong dari belakang

punggung Dodo yang masih dalam keadaan berjongkok.

Tak sengaja, dorongankupun itu ternyata membuat

Dodo terjatuh ke depan karena tidak bisa menahan

keseimbangan. Gubrak!!!

“Hahaha..ada paus nyungsep tuch!!” serentak

terdengar anak-anak sekelas tertawa melihat Dodo

tersungkur.

“Sudah, diam semua! Dodo, kamu cepat duduk sana!”

kata Pak Soni yang kudengar dari luar.

Page 63: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

63

“Iya Pak, terimakasih”.

Mendengar perintah Pak Soni pada Dodo, aku

tersenyum lega dan ikut masuk kelas sambil bergumam,

“Tumben Pak Soni baik...”

“Permisi Pak, maaf terlambat lagi,” sapaku dengan

ramah.

“Joda! Berhenti dulu! Coba kemari!” tegur Pak Soni.

“Iya, Pak”.

Akupun berhenti dan melangkah ke depan kelas

menghampiri Pak Soni. Aku berdiri di samping cewek yang

mungkin dilihat Dodo tadi. Aku menatap lekat-lekat cewek

itu. Siapa dia, batinku. Aku rasa aku baru melihatnya hari

ini.

“Pak, nich cewek siapa? Anak Bapak? Beda amat

sama Bapak?” tanyaku sambil tetap memperhatikan cewek

yang ada di depan kelas itu.

“Sudah, jangan ngurusin orang! Ngurus diri sendiri

saja nggak pecah!”

“Nggak pecus Pak, bukan nggak pecah!”

“Hush, malah ngajarin orang tua!” sahutnya tak mau

kalah. “Kamu tadi mau ke mana nyelonong gitu aja?”

“Ya mau duduk lah, Bapak Soni!” jawabku dengan

pelan tapi jelas.

“Apa? Seenaknya aja langsung masuk dan mau

duduk! Emang siapa yang nyuruh kamu duduk?”

“Kan belajar improvisasi, Pak? Tadi Dodo dibolehin,

jadi pasti aku juga boleh!”

“Nggak! Dodo nggak apa-apa telat, dia baru kali ini

telat. Sedangkan kamu? Bapak sampai capek sendiri

menghitungnya”.

“Ya kagak usah dihitung, Pak. Cuekin saja!”

Page 64: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

64

”Ya jadi makin liar kamu ntar! Dari mana aja kamu?

Jam segini baru datang!”

“Dari rumah pergi ke sekolah lah, Pak”.

Terdengar Pak Soni menghembuskan nafas berat.

Mungkin dia sebal dengan ulah-ulahku.

“Terus terang, Bapak lelah, Jo!” keluh Pak Soni.

“Kamu itu sudah berkali-kali terlambat untuk pelajaran

fisika? Sebentar lagi sudah Ujian Nasional. Kamu tahu

nggak, nilai-nilaimu di fisika itu juga sangat lemah!”

“Iya Pak, saya tahu kok. Nanti saya akan coba kasih

obat kuat pada buku-buku fisika saya”.

“Joda!!” teriak Pak Soni dengan nada kesal.

“Iya, ya Pak, nanti saya akan les privat deh,”

jawabku enteng.

“Les? Ide bagus itu!” Pak Soni langsung tersenyum.

Namun sekejap saja wajahnya jadi redup lagi. “Tapi Bapak

nggak percaya kalau kamu mau les di luar sana! Mending

kamu belajar saja dengan Aya, siswi baru dari SMA Bandung

ini! Bapak mendapat rekomendasi dari sekolahnya dulu

bahwa dia pintar dalam pelajaran fisika. Aya juga pernah

menang dalam beberapa olimpiade,” ujar Pak Soni sambil

menepuk-nepuk lembut pundak cewek yang ada di depan

kelas itu.

“Hah?? Saya kan belum kenal dia Pak”.

“Ya kenalan sekarang aja! Namanya Nur

Hidayawati, kamu boleh panggil dia „Aya‟,” tukasnya. “Aya

juga nggak keberatan kan, untuk membantu Joda?”

“Ohh..iya Pak, nggak apa-apa kok,” sahut cewek

asing itu sambil tersenyum. Senyumnya menyebalkan sekali

bagiku. Aku yakin itu hanya senyum munafik.

Page 65: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

65

“Nah, sekarang kamu nggak ada alasan lagi untuk

menolak belajar bersama Aya! Mulai nanti siang, kamu

belajar ke rumah Aya!”

“Nanti?? Aduuhh paakk...”

Belum selesai bicara, Pak Soni sudah memotong

kalimatku.

“Sudah, titik!” serunya. “Aya, Joda, sekarang kalian

boleh duduk! Aya, kamu duduk di sebelah Rani!”

* * *

Page 66: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

66

Page 67: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

67

DJADHAM

{Awal Antologiku}

Selly Meigandini*

What's up,...? Kenal sama komunitas yang namanya

Djadham nggak? Gak kenal? Yah kasian banget deh kamu

kalau nggak kenal sama mereka. Padahal Djadham itu

adalah komunitas paling besar, paling keren, paling gaul,

paling jail, paling berani dan paling lucu di SMA 050510.

Mereka itu juga, anak-anak paling gila, paling nekat, paling

gokil, paling cuek, dan paling nggak tau malu yang pernah

diciptain sama Tuhan ke dunia. Jumlah komunitas Djadham

sebetulnya nggak keitung. Jumlah teman mereka di

Facebook, ataupun pengikut mereka di blog pribadinya

Page 68: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

68

mencapai ribuan orang. Tapi, kalau anak Djadham sendiri sih

cuma enam orang.

Eits,... Tapi, kamu jangan salah dulu. Meskipun anak

Djadham cuma ada enam orang, kegiatan dan acara-acara

mereka tuh banyak banget. Seru-seru dan berwarna. Nggak

hitam putih, kayak televisi jaman dulu. Ada rasa manis, rasa

asem, dan rasa asin, mirip permen nona-nona. Ada yang

ketawa-ketawa. Ada juga yang nangis-nangisan. Beragam.

Mulai dari maen voli di lumpur, maen futsal di lapang basket,

nyampe hiking dan camping ke gunung. Kalau mereka punya

duit, mereka juga suka beli ikan. Mereka suka bakar-bakaran

ikan di rumahnya Dwi. Kalau nggak punya duit, atau kalau

nggak ada ikan, mereka bakal maen bakar-bakaran

rumahnya Dwi.

Saking banyaknya cerita yang unik-unik dan lucu-

lucu, memori di kepalanya anak-anak Djadham abis buat

ngesave ceritanya mereka. Dan karena nggak mampu beli

flash disk yang bisa dicolokkin ke telinga, anak-anak

Djadham pun akhirnya mindahin cerita mereka ke facebook

dan ke blog. Selain lebih hemat, anak-anak Djadham juga

pengen ngebagi ceritanya sama orang-orang yang ada di luar

sana. Kali-kali aja mereka, dicantol sama cewek yang ngajak

ketemuan. Kan lumayan tuh, sambil nyelem mati tenggelem.

Page 69: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

69

Ah, udah ah ketawanya, jayus ini humornya juga!

Mending sekarang kita kenalan dulu sama anak-anak

Djadham. Yang istirahat kedua ini mereka lagi asyik maen

kartu di pojok kelas.

Daripada nanti kamu malah digebukin sama mereka.

Selain kamu ngintipin mereka terus, kamu juga bakal

digebukin karena kamu belum kenalan sama mereka.

Soalnya, di Djadham tuh ada pepatah yang berbunyi, “Tak

kenal maka ta' gebukin rame-rame”.

Gak mau kan babak belur digebukin sama mereka?

Ya udah, mending sekarang kamu cepet kenalan sama

mereka!

Ada Ara. Ara tuh ustadnya anak-anak Djadham. Dia

tuh sekarang lagi duduk bersila di atas potongan kursi yang

rusak. Ara yang suaranya bagus banget tuh lagi deg-degan

berat, soalnya kartu yang dia pegang tuh nggak ada yang

nyambung sama sekali. Semua kartunya jelek-jelek, mirip

muka semua anak-anak Djadham. Nggak ada yang

nyambung. Satu di Sabang, yang satu lagi di Merauke. Ada

tiga kartu yang berurutan J, Q, K, tapi gambarnya beda!

Sialnya, Ara yang kulitnya hitam, dan rambutnya agak

botak itu nggak bisa sulap. Dia udah nyoba ribuan kali, tapi

kartu yang dipegangnya tetep gak berubah sama sekali!

Masih tetep jelek dan acak-acakan. Yakin deh, giliran

Page 70: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

70

berikutnya, Ara yang bakal kebagian ngocok sama ngebagiin

kartu.

Tapi tidak saudara-saudara, analisa tadi tidak tepat

sama sekali. Ada yang masih jauh lebih hancur dibandingin

kartu yang punyanya Ara. Ari Toge yang duduk di samping

Ara, malah kartunya di simpen di bawah sepatunya. Bagian

kali ini kartunya Ari Toge jauh lebih jelek dan lebih acak-

acakan dibandingin mukanya sendiri yang jelek dan acak-

acakan.

Ari Toge sendiri punya badan yang tinggi dan kurus

seperti pohon toge. Rambutnya tipis dan agak keriting. Cuek

dan juga pelit. Satu hal lagi, cowok yang lumayan jago

ngerayu cewek ini sering ngeluh sakit pinggang. Dan gara-

gara sering sakit itulah, anak-anak Djadham curiga kalau

umurnya Ari Toge tuh bukannya 17 tahun, tapi 71 tahun!

Mereka tahu kalau yang suka sakit pinggang kayak Ari itu

kakek-kakek bukannya anak SMA kayak Ari Toge!

Di depannya Ari, duduk seorang anak Djadham yang

nggak kalah gosong dari Ara. Dia soulmatenya Ara.

Namanya Imam. Wajahnya tampak sumringah. Pantas saja

kartu yang Imam pegang bagus semua. Imam tinggal butuh

satu kartu lagi buat menang. Setelah ngebuang salah satu

kartunya yang warnanya sama kayak kulitnya, Imam pun

ngeraih gitar yang ada di belakangnya. Imam langsung

Page 71: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

71

ngenyanyiin lagunya Jagostu, Mau Tak Mau, yang mirip

sama perasaan hatinya saat ini yang lagi patah hati!

Di samping Imam ada Otang. Kartunya nggak jelek juga

nggak bagus. Otang sendiri adalah satu-satunya orang batak

di Djadham. Tapi, meskipun begitu, anak-anak Djadham

nggak pernah ngeributin hal kesukuan kayak gitu. Mereka

malah lebih seneng ngetawain orang-orang yang pulpen nya

ilang, karena kelakuannya Otang. Karena Otang suka cuma

bawa buku satu doang, yang dia selepin di pinggangnya tiap

ke sekolah, Otang suka minjem pulpen orang lain. Tapi dasar

cuek, Otang suka nggak inget buat ngebalikin pulpen yang

dia pinjem. Makanya, jangan salah, banyak anak-anak di

kelasnya Djadham benci banget sama anak yang namanya

mirip sama kepala sekolah SMA 050510 ini!

Terus, disebelahnya Otang ada,... Kok nggak ada

siapa-siapa sih? Kok cuma ada tembok doang? Bukannya

anak Djadham ada enam orang? Kemana dua lagi?

Olala,... Ternyata Dwi dan Opick lagi ayam kate,

ups,... Lagi pedekate sama incerannya Opick, yaitu Early.

Opick tuh anak Djadham yang punya semanget tinggi.

Mukanya juga tebel, setebel buku teks Fisika SMA. Opick ini

udah ditolak berkali-kali sama Early, tapi dia masih tetep

nekat ngedeketin Early.

Page 72: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

72

Dwi sendiri adalah anak Djadham yang paling sering

diledekin. Badannya paling tinggi di antara anak Djadham

yang lain. Kelakuannya juga paling konyol. Satu hal lagi,

Dwi juga phobia ketemuan sama mantannya yang ada di

kelas sebelah. Putusnya udah seminggu, tapi Dwi masih suka

takut sendiri. Makanya, sekarang biar Dwi nggak dikenalin

sama mantannya yang suka lewat di depan kelasnya, Dwi

nutupin kepalanya pake kupluk jaket punya kakaknya.

Bagian belakang jaket tertulis Akademi Kebidanan 09-10!

Dwi memang konyol, dan jaket itulah salah satu buktinya!

SEKARANG, anak-anak Djadham lagi duduk manis. Mereka

lagi ngedengerin ocehannya bu Eneng soal reaksi fotosintesis,

saat empat buah kertas mendarat tepat di mejanya Ara,

Imam dan Otang, Opick, serta mejanya Dwi!

Kelima anak Djadham itu pun serempak memungut

kertas warna pink itu. Mereka membukanya. Dan tak lama,

matanya mereka serasa lepas saat membaca isi kertasnya.

Istirahat kedua nanti, gue bakal nraktir kalian semua,.

-Ari Toge-

Page 73: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

73

What's? Ari Toge mau nraktir semua anak-anak Djadham?

Ah,... Gak mungkin banget kali! Wong, di luar juga langit

masih baik-baik aja. Gak ada ujan gak ada petir. Atau, tadi

anak-anak Djadham salah ngebaca tulisannya drumernya itu

yang mirip ceker ayam itu.

Nggak, anak-anak Djadham nggak salah dengdr. Ari Toge

bener-bener mau nraktir mereka semua. Emang sih, di

Djadham sendiri Ari Toge terkenal paling pelit buat ngeluarin

uang. Anak-anak sendiri malah bakal numpeng kalau Ari

Toge jadi nraktir mereka.

Emang sih, di Djadham sendiri ada aturan yang

nyebutin kalau salah seorang dari mereka ada yang lagi

banyak duit, orang itu wajib nraktir yang lainnya. Kalau

nggak? "Jangan ngarep deh lo bakal aman di

kelas!" ujar Otang yang juga sesepuhnya Djadham.

Tet... Tet... Tet...

Akhirnya bel kemenangan anak-anak Djadham

berbunyi juga. Mereka akhirnya terbebas dari kutukan

rumus-rumus yang ada di reaksi terang dan reaksi gelap.

Yang sama pusingnya dengan rumus-rumus kimia, fisika, dan

matematika. Selain itu, saat ini pula Ari Toge bakal

ngewujudin janjinya buat nraktir anak-anak Djadham yang

lain.

Sekarang, anak Djadham udah ada di kantin. Mereka

Page 74: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

74

sebenarnya agak takut juga kalau-kalau akhirnya mereka

sendiri yang disuruh bayar. Mana tanggal tua, dompet udah

tipis!

“Cepetan keburu masuk lagi, ntar si Buldog ngamuk

lagi” perintah Ari Toge agar anak-anak Djadham segera

memesan makanannya.

“Beneran, gue boleh ngambil apa aja?” tanya Opick

masih kurang yakin dengan apa yang diucapin sama Ari.

“Sok, up to you... Gue yang bayar ini,” Ari Toge

kembali ngeyakinin mereka.

Setelah berapa lama menatap wajahnya Ari Toge,

anak-anak Djadham akhirnya memesan makaan dan

minuman. Banyk sekali yang mereka pesan. Imam yang

terkenal paling rakus juga, memesan 2 porsi nasi goreng dan

sepiring baso tahu.

Giliran bayar, Ari Toge ternyata emang nggak kabur.

Dia ngeluarin 2 lembar uang 50.000 an, dari dompetnya.

Ngeliat hal tersebut, anak-anak Djadham pada heran. Kok,

akhir bulan begini, Ari Toge masih banyak duit.

”No what-what, cuma segini ini” kata Ari Toge dengan

englishnya yang amburadul.

Page 75: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

75

SEPULANG sekolah, anak-anak Djadham udah ngumpul di

tempat majalah langganan mereka ngutang. Mereka terlihat

tegang, tetapi sesaat kemudian mereka bersorak. Demo lagu

mereka yang mereka kirimin ke radio masuk chart, dan

mereka bakal ngedapet komisi.

”Ge, sore ini kita mesti ke radio dulu...” ujar Ara.

”Mau ngapain?” tanya Ari Toge cuek.

”Ngambil honor kita lah...” jawab Imam enteng.

”Gak perlu, wong honornya udah ada di kalian...”.

Anak-anak Djadham terdiam ngedenger kata kalian.

“Maksud lo? Ada di kita?”.

Ari Toge mengangguk. “Udah ada di perut kalian,

malahan mungkin bentar lagi bakal jadi penghuni wc

umum...”;.

Jangan-jangan...

Bener banget, ternyata duit yang dipake Ari Toge

nraktir adalah uang honor atas lagu mereka sendiri. Saat itu,

rasanya semua anak Djadham pengen teriak dan mencekik

Ari Toge.[]

Page 76: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

76

Page 77: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

77

JIKA AKU MATI

(Tommy Alexander Tambunan)

“Anton! Bangun! Kamu nggak kuliah apa? Jangan cuma bisa

molor aja di sini!” bentak seorang wanita tua dari balik pintu

sambil menggedor-gedorkan pintu dengan kerasnya.

“Maaf tante, Anton ketiduran. Soal nya semalaman

Anton lagi buat makalah.” ujarku sambil membukakan pintu

dan mengusap-usap mataku yang masih memerah dan berair.

“Eh, Anton! Tante juga pernah kuliah, buat makalah

itu gak sampe semalaman tau nggak! Emang dasar kamu nya

aja yang malas bangun! Ayo cepat cuci semua piring kotor,

lalu mandi dan kuliah sana!” cercah tante kepadaku.

Page 78: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

78

Aku pun hanya menunduk seolah-olah aku yang

bersalah. Aku tahu semakin aku menjawab, maka semakin

dia akan menyemburku dengan kata-kata panasnya.

Antonius Firmansyah, itulah nama lengkap ku. Aku

biasa di panggil Anton. Ibuku meninggal pada saat

melahirkan ku. Karena aku dianggap anak pembawa sial,

ayah ku telah beberapa kali mencoba membunuh ku ketika

aku bayi. Dan karna frustasi kehilangan istrinya, ayah ku

pun mendekati jurang narkoba, hingga akhirnya meninggal

tepat pada saat umurku mengainjak 10 bulan akibat Over

Dosis.

Umur ku sekarang telah menginjak 20 tahun. Aku

kuliah di fakultas hukum sebuah perguruan tinggi negeri di

Jakarta. Aku tinggal bersama tante ku yang telah lama

menjanda karena suaminya yang meninggal akibat

kecelakaan pesawat terbang, dan sampai saat ini tante belum

di karuniai seorang anak.

Perlakuan tante ku sangat lah kasar. Ia menjadikan

ku seperti pembantu dirumahnya. Itu dilakukannya karena

ia juga menganggap ku sebgai anak pembawa sial. Karena

kematian adik semata wayang nya, yaitu ibuku.

Dulu, aku bahkan tidak di izinkan untuk kuliah,

tetapi aku mencari cara agar aku bisa kuliah. Hingga

Page 79: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

79

akhirnya aku memenangkan sebuah lomba essai tingkat

nasional dan mendapatkan beasiswa SI dari pemerintah.

☺☺☺

Semua piring telah tersusun rapi dan bersih di rak piring.

Akupun sudah rapi dan bersiap-siap untuk kuliah. Seperti

biasa, aku menunggu bus di halte dekat rumah.

Oh iya, bisa dikatakan aku hanya menumpang tidur,

makan dan mandi di rumah tente. Sebab semua biaya

hidupku, aku yang menanggung nya.

Aku bekerja sebagai penjaga counter handphone di

dekat rumah.

Tak terasa bus yang akan ku tumpangi pun dating.

Aku segera masuk dan mengambil tempat untuk duduk.

☺☺☺

Jam menunjukan pukul 13.50 WIB. Dan bel kampus

berbunyi pertanda bahwa kuliah telah berakhir. Aku pun

bergegas pulang. Sesampai nya dirumah, aku berganti

pakaian, lalu kedapur untuk mencari makanan.

Page 80: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

80

Aku begitu terkejut ketika ku lihat tidak ada satu

pun makanan di tudung saji. Lalu karna rasa lapar yang

menggerogoti, aku pun menanyakan kepada tante ku.

“Maaf tante, Anton lapar. Apa tante gak masak ya?

Anton makan apa tante? ” kata ku sambil menundukan

kepala dan memegangi perut ku.

“Apa??? Kamu itu sudah besar Anton! Cari makan

sendiri dong! Jangan gratisan mulu! Emang kamu siapa?”

bentak tante.

“Tapi Anton kan keponakan tante” kataku menahan

tangis.

“Hey Anton, jujur ya. Sampai sekarang tante belum

ikhlas, dan sampai kapan pun tidak kan ikhlas kehilangan ibu

kamu. Emang apa istimewa nya kamu sehingga ibumu yang

harus pergi??? Kenapa tidak kamu yang mati??? Kamu tuh

pembawa sial!”/

Aku tersentak mendengar penuturan tante yang

begitu menusuk hati. Aku langsung berlari ke kamar. Tak

terasa air mata menetes dengan deras dan bebas dari sepasang

bola mata yang memerah.

Aku pun mengambil foto ayah dan ibu. Lalu

memeluk nya dalam-dalam.

“Ibu, walau aku tak begitu lama mengenal mu, tapi

hangat rahim mu masih ku rasakan sampai detik ini.

Page 81: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

81

Mengapa orang-orang mengira aku yang membunuh mu???

Apa kah engkau juga berfikir begitu ibu? Ayah, meski

berkali-kali kau ingin membunuh ku, tapi aku masih

mengingat senyum bahagia mu kala ibu mengandung ku.”

Aku menangis, merintih, meronta hingga aku

tertidur. Pulas. Nyenyak dan aku melihat sosok bayangan.

Itu ayah dan ibu ku.

Aku berteriak. “Ayah, ibu lihat aku anak mu ini!”

“Jika aku mati, akan kah orang-orang menangisi ku”.

“Jika aku mati ,aku yakin tangis akan sirna

melahirkan bahagia”.

“Jika aku mati, pasti masih ada keluarga ini.”

“Cabut nyawa ku ibu, ayah! Tuhan, gantikan aku

dengan meraka!!!”

Ayah dan ibu mendekat, ku dengar ibu berbisik “Pergi lah ke

kampung nenek mu di Kalimantan. Mereka semua

menunggumu Nak.”

Semakin lama ibu menjauh dan tersenyum dan

hilang. Aku terbangun,sejenak aku berfikir tentang

perkataan ibu. Lalu aku pun memutuskan pergi ke

Samarinda.

Sesampai di Samarinda, aku langsung menuju rumah

nenek. Benar lah, mereka menyambut ku dengan hangat.

Page 82: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

82

Sebuah rasa kekeluargaan yang tak pernah ku dapat kan.

Aku lalu menceritakan semua tentang tante. Tampak nenek

sangat geram, tapi aku menekankan agar itu menjadi masa

lalu yang tak perlu di ingat-ingat lagi.

Tak terasa dua tahun ku menginjak Samarinda. Aku

pun telah bekerja dan berkeluarga. Aku menikahi seorang

gadis Samarinda. Nenek dan kakek pun telah tenang disana.

Aku mengajak istri ku ke Jakarta untuk berlibur sekalian

mengunjungi tante. Sesampai di rumah tante, aku terkejut,

rumah tante hilang. Semua nya rata dengan tanah. Hanya

ada puing-puing bara api di sana-sini. Aku bertanya ke

penduduk sekitar, ternyata rumah tante baru saja mengalami

kebakaran tunggal. Dan tante menjadi korban di sana. Aku

menarik nafas, dan aku berduka. Barulah aku sadar,

bahwa “Hidup mati di tangan tuhan. Dan tak boleh ada

yang menghakimi dan di hakim.

Page 83: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

83

Menyusun Sesal

Muhammad Ardiansyah

Kehidupan seiring berjalan saling silang menyiku waktu

Orang-orang seolah sibuk membisikkan luka-luka yang sengaja

dibuat

Sesal itu dijalan ini; jalan pertama melangkah rumah menuju

alur sesak

Sesal itu dijalan ini; ketika uang tak lagi menyimpan nilainya

Dan kau bilang aku hilang bentuk, hilang prinsip yang jelas-

jelas terkutip dikening-kening pagi didepan kaca reyot

Kemana aku larikan nurani ini, sedang kau asyik menikmati

tawa deritamu tertuju padaku

Gladys Yamarisa

Page 84: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

84

Jakarta,25 Januari 2001

Aku buka diary-diary lamaku yang berdebu beralas

beberapa kain diatasnya dan dilapisi kardus-kardus mie,

tanpa terasa tumpukkan diary itu sebanyak 4 kardus, dan

terang saja aku langsung menangis mengingat diary pada

tahun 2001 yang kutulis mengenai kisah hidup kelamku

dimasa gemilang namun tak seterang bulan purnama.

Jakarta, pertengahan Juni 2002

Aku masih bekerja sebagai sekretaris di PT. Galileo

International Ltd. Tidak mudah bagiku mencapai titik

nyaman seperti sekarang, dimulai dari operator yang setiap

harinya mengangkat telp dari klien-klien yang sibuk mencari

atasan. Sampai ke administrasi yang setiap harinya

mengurusi uang-uang perusahaan yang jumlahnya membuat

mata keluar, wajar saja aku belum pernah melihat

tumpukkan uang yang tersusun di brankas-brankas besi

dengan pin tersembunyi yang hanya Direktur

mengetahuinya.

Sebagai seorang sekretaris diperusahaan ini, seringkali aku

terpikir untuk menikmati hasil gajiku untuk membeli apapun

yang aku butuhkan, ya gajiku memang tidak sebesar direktur

atau manager, tapi setidaknya cukup dengan nilai Rp.

4.500.000 per bulan, aku bisa menyisihkan sisanya untuk

orang tuaku belanja.

Bulan pertama dan gaji pertama.

Mendekati akhir bulan, orang-orang sibuk mengurusi

administrasi kantor mengenai keuangan internal dan

eksternal termasuk gaji karyawan. Tinggal 2 hari lagi aku

akan menikmati hasil kerja kerasku. Kira-kira apa ya yang

akan kubeli, sepatu, tas, baju blouse atau setelan jas baru.

Ah… liat besok aja setelah kuterima gaji itu. Yang penting

Page 85: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

85

menikmati gaji itu adalah hal wajar setelah kerja keras

selama sebulan.

Para karyawan antri disepanjang ATM BNI didepan

perusahaan tempatku bekerja, maklum saja jumlah

karyawannya lebih dari 500 orang, sehingga jatuh tempo gajian

pada hari ini mereka sibuk mengambil gaji di mesin uang

terdekat. Aku dideretan tengah, mudah-mudahan saja uang

dimesin tidak habis, kalau habis terpaksa aku harus menarik

uang dimall anggrek.

Tiba-tiba aku melihat Andi, sahabat SMA ku berdiri

2 baris didepanku. Lekas aku sapa dirinya.

Aku : hei, dy… Andy kan?

Andy : hei, Dis. Kemana aja kamu? Lama ya kita

gak ketemu. Mau ambil uang juga ya?

Aku : iya di, antri nih. Aku kerja diperusahaan

depan tuh. Kamu antri disini juga, memang kerja

dimana di?

Andy : loh, kamu kerja di Galileo juga dis? Aku juga

disana. Dibagian teknisi lantai bawah. Kamu bagian

apa dis?

Aku : walah-walah, kok bisa ya kita gak pernah

ketemu padahal 1 perusahaan. Aku sekretaris

direktur pemasaran di. Dilantai 7.

Andy : wow, hebat kamu dis, bisa jadi sekretaris.

Uangnya banyak tu. Hehee… jadi kamu sekarang

tinggal dimana dis?

Aku : aku masih dengan orang tuaku dis. Eh,

ngomong-ngomong udah tu antriannya, ambil dulu

uangnya di.

Andy : o, iya, aku ambil dulu ya dis.

Aku : oke deh, jangan lupa sisain uangnya dimesin

itu, nanti habis lagi. Hehee…

Page 86: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

86

Andy : oke deh dis.

Tak disangka-sangka bertemu teman lama dimesin ATM. Dan

lebih tak disangka lagi kami satu perusahaan.

Aku : udah belum di? Lama bener, nanti habis

uangnya. Haha…

Andy : iya udah ni dis, silahkan giliran sekretaris.

Aku : tunggu ya pak technisi.

Andy : oke deh, aku tunggu disamping dis.

Langsung saja aku masukkan ATM dan pin, total

gajiku Rp.5.000.000 bulan ini, wah ada kenaikkan

Rp.500.000, kok bisa ya. Memang baik bosku. Langsung

kutarik semuanya, kusisakan Rp. 50.000, karena memang

tidak bisa ditarik semuanya di mesin ini.

Aku : oke, di. Aku sudah selesai juga nih. Kalau

gitu besok aja kita ngobrol lagi ya di.

Andi : oke deh dis, kalau boleh nih dis, boleh kutau

nomormu dis?

Aku : nomor apa di? Nomor baju, nomor celana

atau nomor sepatu? Mau beliin ya. Hehee…

Andi : bukanlah, nomor hp… haha…

Aku : Hp..kukira no apaan. Untungnya td mau

kuberi nomor rekening di. Hahaaa…

Andi : ah kau bisa aja dis.

Aku : catat, 08127898766, itu nomorku di. Oke

kalau begitu aku duluan ya di. Udah hampir gelap ni.

Andi : oke dis, hati-hati dijalan.

Aku : oke di.

Akupun melangkah menuju trotoar, tampak hilir

mudik orang-orang sepulang kerja melepaskan lelah dengan

wajah muram. Diseberang trotoar tampak seorang ibu tua

yang kakinya hanya sebelah, astafirugllah.. baru kali ini

Page 87: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

87

kulihat pengemis diseberang jalan ini, biasanya tidak pernah

kutemui. Siapa dia, kecamuk hatiku ingin mengetahui asal

usul ibu itu.

Kudekati perlahan, bu… maaf. Ibu kok duduk disini?

Ibu tua : ibu baru sampai dari kampong nak. Mau

bersitirahat sebentar disini.

Aku : ibu dari mana?

Ibu tua : dari Nganjuk nak. Mau berkunjung

kerumah anak ibu disini.

Aku : dimana alamatnya bu kalau saya boleh tau?

Ibu tua : alamatnya di Depok nak, tapi ibu lupa

nama jalannya.

Aku : waduh, Depok luas bu. Lalu tanpa pikir

panjang, aku langsung memberikan beberapa uangku

untuk ibu ini, sebesar Rp. 100.000. ini ibu, ada rezeki

tolong diterima ya bu.

Ibu tua : terima kasih nak. Alhamdulillah, terima

kasih nak.

Aku : sama-sama bu.

Lalu aku lanjutkan perjalananku menuju Swalayan Griya

yang berjarak 50 km dari sini. Alangkah malangnya ibu tua

itu, semoga Allah melindunginya dan bertemu dengan

anaknya kelak.

Aku ambil beberapa barang keperluan rumah, mulai

dari makanan instan dan kebutuhanku yang telah hamper

habis. Aha, baju ya baju. Jangan sampai aku lupakan untuk

membeli beberapa baju.

Setelah asyik berbelanja makanan, aku ke Matahari

Department Store, disini surge baju bagiku. Kali ini aku akan

membeli baju sebanyak 5 buah, termasuk baju lebaran nanti.

Aku : mbak, lagi diskon ya?

Page 88: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

88

Penjaga Toko : ya mbak, semuanya diskon 50 %.

Asyik, kebetulan, kalau begitu aku ambil baju long

dress merah, putih dan biru. Kesempatan diskon jangan

sampai aku sia-siakan.

Setelah selesai memilah baju-baju, aku segera

membayar semua barang belanjaanku. Kasir toko seakan

sibuk menghitung barang-barangku.

Kasir : Totalnya Rp.1.360.000 mbak. mau pakai

kartu kredit atau tunai mbak?

Aku : Tunai saja mbak. untung uangku masih

cukup. Aku berikan 1.400.000 ribu ke kasir itu.

Kasir : kembaliannya Rp.40.000, terima kasih.

Aku : sama-sama mbak.

Astaga, uangku tinggal Rp.240.000, mana cukup

untuk sebulan kedepan. Belum lagi memberikannya ke

mama. Siap-siap aku diocehin lagi oleh mama.

Perjalanan menuju rumah kutempuh selama 20

menit. Aku masih teringat pertemuanku dengan Andy, apa

dia akan menelponku ya nanti. Ah, mudah-mudahan saja.

Tampaknya dia kaya sekarang. Semoga saja dia menelponku

nanti.

Sampai dirumah pukul 20.05, Assalamualaikum…

Mama dan adikku : walaikumsalam…

Aku : ini ma, belanjaan hari ini.

Adis baru gajian tadi langsung ke supermarket

belanja.

Mama : itu apa dis?

Aku : biasa ma, baju baru. Hehehe…

Mama : kamu ini, kebiasaan menghamburkan uang ke

baju. Tiap kali gajian pasti beli baju. Liat lemarimu

itu, sudah tidak muat lagi dengan baju-bajumu.

Page 89: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

89

Aku : tenang aja ma, nanti Adis beli lemari yang lebih

besar untuk menyimpan baju-baju ini.

Kemudian aku menuju kamar untuk meletakkan

barang belanjaanku, tak berapa lama aku mendengar suara

handphone bordering, hah, nomor siapa ini?

Aku : Assalamualaikum…

Orang tak dikenal : waalaikumsalam… dis, ini

aku Andy.

Aku : oh, Andy. Aku baru saja sampai dirumah dy.

Andy : o iya? Wah kemana aja neng. Kok baru

sampai sih?

Aku : kan shopping tadi. Hehehe… kamu lagi apa

dy? Sudah lama ya kita gak ketemu dan tadi ketemu-

ketemu di depan ATM. Hahaha…

Andy : iya dis, makanya dari sanalah aku berpikir

untuk mengajakmu besok keluar. Kebetulan besok

hari minggu. Ada kegiatan gak dis?

Aku : Besok aku santai kok dy. Mau ketemu

dimana?

Andy : Di JCO taman anggrek jam 10.00 wib aja

dis. Bagaimana?

Aku : Oke deh, tapi kamu jemput ya?

Andy : Oke dis, rumahmu masih yang dulu kan?

Aku : Masih dong, belum pindah kok.

Andy : Oke deh, kalau begitu sampai ketemu besok

ya dis.

Aku : Oke bos.

Tut..tut.. selesai andy menelpon aku lanjutkan mandi, sambil

bernyanyi lagu Sherinna Munaf, Cinta Pertama dan Terakhir

didalam kamar mandi. Senangnya hatiku mendapat

Page 90: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

90

undangan kencan besok bersama Andy. Sudah sebulan aku

putus dengan Harry. Rindu juga rasanya jalan-jalan.

Ah, selesai mandi, aku mengambil buku diaryku. Dimana

kuletakkan kemarin, ah, disini kamu rupanya. Kok dibawah

bantal sih… kupeluk erat sambil tersenyum manja dengan

ajakan kencan oleh Andy.

Dear Diary…

Hari ini aku bahagia sekali, gajiku naik dan berbelanja

beberapa baju kesukaanku. Besok hari pertama kencanku

dengan Andy. Ah, senangnya hati ini. Kira-kira apa ya obrolan

besok, ehm sepertinya Andy mulai menyukaiku, eh, Gladys

jangan sok PD dulu. Mungkin aja dia mau cerita-cerita aja.

Ah, aku tak sabar menunggu hari esok.

Gladys

Jakarta, 26 Januari 2001

Hari minggu pagi…

Pagi ini aku mulai bangun lebih awal, entah kenapa

aku bangun lebih cepat. Mama sedang sibuk memasak ikan

lele dan kerupuk ubi didapur.

Aku : pagi ma. Aku mencium pipi kanan mama.

Mama : tumben kamu cepat bangun dis, biasanya jam

8 baru bangun. Ada apa nih? wajahmu juga riang

sekali.

Aku : biasa ma, hehe… mau kencan nanti.

Mama : dasar anak genit, pacar gonta-ganti terus,

seperti memakai baju aja. Tiap bulan ada aja pacar

Page 91: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

91

barumu. Ingat ya dis, jaga diri baik-baik. Jangan

sampai kamu menyesal nanti.

Aku : siap bos. Sambil kusisikan hormat kearah

mama.

Pukul 10.00 wib

Tin..tinnnn….

Suara klakson siapa itu diluar. Krrringggg… handphoneku

berbunyi kembali. Oh, andy yang menelpon.

Aku : Haloo Dy.

Andy : Halo Dis, aku diluar ni. Sudah siap kan?

Aku : Sudah dong, tunggu bentar ya.

Lalu aku langsung memakai highheel untuk segera menemui

Andy. Baju biru long dress dan tas Giorgado kesukaanku.

Wah ternyata Andy membawa mobil Suzuki Swift, hebat

juga dia sekarang. tidak kusangka, Andy sudah sukses

sekarang.

Aku : Hi, Dy.

Andy : Hi, Dis. Sudah siap Dis? Ada yang

tertinggal?

Aku : Siap dong, yang tertinggal apa ya.

Kayaknya gak ada deh.

Andy : oke, kalau begitu kita meluncur sekarang.

Aku : Jangan kebut-kebut Dy. Santai aja

nyetirnya.

Andy : Siap tuan putri. Kamu tambah lama tambah

cantik aja Dis. Sekarang siapa pacar kamu Dis?

Aku : Ah, masa sih? Aku jomblo sekarang Dy.

Baru putus bulan kemarin. Kamu gimana? Siapa

pacarmu Dy?

Page 92: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

92

Andy : Aku sudah ditinggal sama pacarku tahun

kemarin Dis. Sekarang aku sendiri.

Aku : Ditinggal gimana Dy? Emang dia kemana?

Ke Jepang ya. Hehehe…

Andy : Bukan, dia dijodohkan sama orang tuanya

Dis.

Aku : Upss.. maaf Dy.

Andy : Ah, gak apa-apa kok. Lalu kamu kenapa

bisa putus Dis?

Aku : Ah, biasalah mereka tidak bisa menerima

keadaanku yang sibuk. Katanya aku terlalu sibuk

bekerja sehingga perhatian yang kuberikan selalu

kurang. Sehingga ending dari segalanya adalah putus.

Sesampainya di Mall Taman Angrek, kami langsung

menuju JCO, disini kami kembali berbicara mengenai masa-

masa SMA sampai perihal pekerjaan. Kami sama-sama heran

kenapa bisa sama-sama bekerja di PT. Galileo International

Ltd. Padahal kami tidak pernah ketemu sebelumnya

dikantor. Mungkin ini yang dinamakan jodoh, pikirku.

Andy : Dis, kamu mau pesan apa?

Aku : Apa aja Di, disini kan toko kue. Ya pastinya

kue dong. Masa bakso. Hahaha…

Andy : Hahaha… iya kan banyak jenis kuenya.

Mau kue apa Dis?

Aku : Kue brownies aja Dy.

Andy : Oke deh. Mbak pesan kue brownies 2,

cappucinno 1 dan Milk Shake 1.

Pelayan : Baik pak, Kue Brownies 2, Cappucinno 1

dan Milkshake 1. Ada lagi pak?

Page 93: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

93

Andy : Itu saja mbak. terima kasih.

Aku : Dy, aku ke toilet dulu ya.

Andy : oke deh, eh tunggu Dis. Itu merk bajumu

kok belum dicopot?

Aku : aduh, aku lupa. Lalu aku segera berlari

menuju toilet, malunya diriku dengan merk sialan ini. Kenapa

bisa-bisanya aku lupa melepas merknya.

Sekembalinya dari toilet. Aku melanjutkan obrolanku

dengannya. Andy menatapku seakan penuh nafsu, apa yang

dilihatnya. Apa kemolekkan tubuhku. Beberapa obrolan

yang umum sampai khusus, rasanya Andy memang seorang

laki-laki idaman bagiku. Ia tampan, berkulit putih dan

mapan pula.

Satu jam kami mengobrol di JCO, Andy mengajakku pulang.

Didalam mobil Andy menyatakan perasaannya kepadaku. Ia

ingin menjadi pacarku, aku tidak kuasa menolaknya.

Kebetulan aku lagi sendiri, sehingga aku menerimanya

dengan hati yang terbuka dan tulus.

Sampai dirumah aku berbaring, dengan senyuman-senyuman

yang tidak masuk akal. Aku senang hari ini, hari pertama

kencanku dan aku jadian kembali dengan lelaki yang dulunya

teman satu sekolahku.

Sebulan setelahnya…

Hampir sebulan hubunganku dengan Andy, tetapi

kenapa Andy jarang menelponku sekarang. ada apa ini.

Kenapa perasaanku tiba-tiba lenyap kepadanya. Sebulan

membina kasih dengan Andy, rasanya hambar sekali setelah

sebulan ini. Apa karena kesibukanku sehingga Andy merasa

bosan denganku. Atau kesanku yang terlalu cuek dengannya.

Begitu juga dengan mantan-mantanku dahulu yang

meninggalkanku begitu saja dengan alasan, “wanita sibuk”.

Page 94: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

94

Krringgg… nada sms handphoneku berbunyi, sms

dari Andy toh. Assalamualaikum… Dis kamu terlalu sibuk

dengan dirimu sendiri. kamu tidak bisa membedakan mana hal

pribadi dan pekerjaan Dis. Maaf jika aku harus jujur, aku

ingin kita usai Dis. Lebih baik kamu tetap konsentrasi

dibidangmu, sebagai sekretaris pribadi big bosmu. Mungkin itu

lebih baik, terima kasih buat waktu-waktumu yang kamu

berikan Dis.

Lalu aku membalas sms tersebut dengan kata-kata

seadanya, aku memang sibuk, jika kamu tidak bisa menerima

keadaanku. Aku terima Di. Inilah aku, inilah gaya hidupku.

Terima kasih telah menemani hari-hariku. Walaupun singkat

tapi aku senang bisa mengenalmu sampai detik ini.

Lagi-lagi cintaku terputus karena kesalahanku

sendiri. aku terlalu bodoh mencintai seseorang, aku terlalu

gegabah dalam membina hubungan yang seharusnya

seimbang. Kini aku hanya bisa meratapinya dan

menyesalkan apa yang telah kugariskan sampai detik ini[]

Page 95: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

95

MALAIKAT KECIL DARI ADIK

Tiana Putri

Dahulu tempat ini adalah tempat yang paling indah. Banyak

dikunjungi wisatawan dalam maupun luar negeri.

Tumbuhannya yang hijau dan tempat yang begitu sejuk

membuat pesona kawasan ini dilirik sebagai tempat wisata

keluarga. Namun sekarang tiada lagi yang dapat diharapkan

dari tempat ini.

“Sudah Nak,kita ikhlaskan saja musibah ini !”

“Iya Bu, suatu saat tempat ini pasti indah kembali.”

Puing-puing reruntuhan dan batu besar itu begitu

terlihat mengitari daerah yang dulunya indah oleh

pemandangan yang menyejukan hati para pengunjungnya.

Page 96: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

96

Berkali-kali aku memandang jalan yang telah halus

oleh lumpur, berdebu dan begitu menyengat pernafasan.

Atap rumah yang sudah tak terlihat lagi membuatku semakin

miris. Semuanya musnah seketika saat Merapi mengeluarkan

bola api yang dengan ganasnya menghancurkan rumah dan

isinya. Ini musibah yang tak pernah aku inginkan, musibah

yang membuatku sangat terpukul karena aku telah

kehilangan adik yang begitu aku cintai. Penyesalan yang

selalu menghantui fikiranku dan tak pernah lekang oleh

waktu. Aku tak bisa menyelamatkanya saat api sudah

menerpa dinding rumahku dan akhirnya Tuhan mengambil

Adikku dalam musibah itu. Semua orang berhamburan

mencari bantuan, sedangkan aku dan keluargaku sibuk

menyelamatkan diri kami masing-masing. Aku terpisah oleh

Ayah dan Ibuku saat semuanya panik ingin menyelamatkan

diri, Sedangkan Adikku sudah kaku di dalam rumahku yang

telah hangus.

Namun tuhan masih berbaik hati untuk

mempertemukan aku dengan orang tuaku di barak

pengungsian stadion Maguwoharjo, semua menangis

mengalami duka yang begitu dalam karena kehilangan

keluarga dan rumah yang selama ini mereka tempati.

Begitulah duka yang kualami 2 bulan paska meletusnya

gunung berapi November lalu.

Kembali kuingat kata-kata Adikku sehari sebelum dia

pergi, dia berceloteh ingin sekali melihatku lomba lari tingkat

provinsi di Jakarta. Dan aku menyanggupinya karna

memang Ayah dan Ibuku akan mengantarkanku bertolak ke

Negara Ibu Kota itu. Aku bahagia karena memang akhirnya

Aku terpilih menjadi duta daerah untuk menjadi peserta

lomba lari tingkat provinsi. Keluargaku sangat mensupport

kegiatan yang selalu aku ikuti, sehingga aku termotivasi

Page 97: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

97

menang dalam lomba itu. Walaupun memang duka yang

kualami belum begitu sembuh terlebih aku telah kehilangan

Adik yang begitu aku cintai. Dia yang selalu mengingatkan

aku untuk tidak bermalas-malasan latihan lari, karena

memang pertandingan sudah tidak lama lagi akan

merlangsung.

“Nana walaupun kita sudah tidak punya tempat

tinggal tapi kamu harus tetap berlatih, ingat pertandingan

kurang sebulan lagi, Ibu dan Ayah akan mengantarkanmu

sampai jakarta.” Ibu juga selalu mengingatkan aku untuk

selalu berlatih.

“Iya Bu, ditempat ini kan Nana dapat berlatih,

disamping stadion ini dijadikan barak pngungsian, Nana

dapat berlatih disini.” Sembari pemerintaah membuatkan

salter yang belum juga dilaksanakan pembangunannya, aku

bersama korban lainya masih tetap tinggal di barak

pengungsian yang berada di stadion Maguwoharjo

“Sampai kapan kita akan tinggal disini bu?”

“Entahlah nak, yang pasti kita akan ke jakarta

seminggu sebelum pertandingan digelar.”

“Lalu kita akan tinggal dimana bu selama kita ada di

Jakarta?”

“Kita akan tinggal di rumah bulekmu nak?, Dia

sendiri yang menawarkan untuk kita tinggal di Jakarta,

bahkan dia menawarkan kita untuk menetap saja di

Jakarta.”

“Apa....? Kita disuruh menetap di Jakarta? Lalu

bagaimana dengan makan adik? Aku tak mau meninggalkan

makan adik sendirian disini. Kalau kita tinggal di Jakarta

bagaimana kita bisa ke makan Adik Bu?”.

Bulekku yang memang tinggal di Jakarta telah

menyuruh kami sekeluarga untuk tinggal bersamanya,

Page 98: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

98

disamping seorang janda bulekku belum mempunyai anak,

suaminya meninggal setahun yang lalu. Dan dia berniat

untuk mengajak kami sekeluarga tinggal bersamanya.

“Dengar dulu nak, Ayahmu juga belum begitu setuju

tentang rencana ini,dia juga masih memikirkan makan

Adikmu yang akan tinggal disini sendirian, kalau kita pindah

pasti kita tidak akan mengunjungi makan adikmu setiap saat.

****

Jakarta memang indah. Menyimpan berbagai sejarah tentang

perjalanan Indonesia. Tak heran apabila Jakarta dijadikan

ibu kota negara. Disamping tempat yang begitu luas Jakarta

memang kota kejam, memang benar apa yang dikatakan

Bulekku sebelum kami berangkat ke jakarta.

“Kalau kalian sudah sampai terminal pasar minggu

jangan lupa telepon Bulek, nanti Bulek jemput.” Namun kita

lupa untuk menghubungi Bulek. Karena memang kita sudah

terpesona oleh keunikan Jakarta. Sebagai seorang yang tidak

paham tentang seluk beluk Jakarta kita akhirnya salah jalan.

Hanya dengan bermodalkan secarik alamat rumah

Bulek kita belum sampai juga di rumah Bulek, yang ternyata

sangat dekat dengan terminal pasar minggu. Saat itu setelah

kita turun dari bus kita langsung mencari taxi. Ayah

menunjukan alamat yang ingin kita tuju. Namun ternyata

kita hanya memutari jalan saja, agar argo taksi mahal. Dan

sesampainya dirumah Bulek ternyata bulek sangat khawatir

denganku.

“Owalah kalian dari tadi ternyata hanya memutari

daerah ini saja,kalau kalian tadi menelepon kan bisa bulek

Page 99: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

99

jemput.” Setelah Ibu menjelaskan kalau kita ternyata hanya

di kerjain sama tukang taksi.

Bulek sekarang sudah sukses. Disamping dia seorang

yang hanya tinggal sendiri, dia juga membuka usaha laundry.

Tadinya sehari setelah aku ada di Jakarta aku ingin

membantu Bulek ikut menjaga laundry, namun Bulek

melarangku. Justru ia menyuruhku untuk latihan di

lapangan dekat rumah bulek.

“Kamu tak usah membantu bulek, kamu justru harus

sering berlatih, ingat nduk pertandinganmu itu kurang dari

seminggu lagi!”

“Bulek tidak usah khawatir aku pasti bisa menang.”

Dengan bangganya aku menyombongkan diriku kalau aku

pasti bisa menang dalam pertandingan itu.

“Ehh kamu jangan sombong Nana, kemarin memang

kamu bisa mengalahkan tingkat daerah,tapi sekarang kamu

akan mengalahkan dari tingkat provinsi, jadi jangan

sombong dulu.” Bulek menasehatiku agar aku tidak sombong

dahulu sebelum aku melawan musuhku di pertandingan.”

Mendengar kata-kata bulek, aku latihan lomba lari di

lapangan dekat rumah bulek seperti yang dikatakan bulek

saat aku ingin membantu Bulek menjaga laundrynya. Sore itu

terik matahari begitu menyengat ubun-ubun kepala.

Lapangan yang ditunjukan bulek sangat kecil untuk latihan

lari tak bisa menjangkau latihanku.

Kuputar otakku untuk berlatih di jalan dekat daerah

desa, sudah lari 5 kali putaran tiba-tiba dari arah yang

berlainan ada mobil yang langsung menabrakku, dan

brraaakkk......... Sekejap aku pingsan dan tak sadarkan diri.

Aku dibawa ke rumah sakit terdekat untuk langsung di

periksa oleh dokter, parahnya aku dibawa di rumah sakit

Page 100: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

100

yang bisa dibilang biayanya mahal, karena memang rumah

sakit yang terdekat hanya rumah sakit itu.

“Hiks, kenapa bisa jadi begini Nak?” saat itu yang

berada di sampingku adalah Ibuku, dan saat itu pula aku

siuman dari kecelakaan yang telah menimpaku.

“Ibu,aku dimana? Aku ingin pulang.” Saat aku

mengangkat tubuhku tiba-tiba ada yang lain. Kakiku tak

bisa bergerak. Aku melihat dari selimutku dan ternyata kaki

kananku hilang, Aku syok melihat kaki sebelahku tak ada.

“Tidak, tidak… Tidak mungkin bu, ini tidak mungkin

terjadi bu. Lalu bagaimana dengan pertandinganku, aku

sudah gagal sebelum bertanding Bu.”

“Sudah Nak, iklaskan saja semua ini.” Sambil

berpeluh tetes air mata ibuku memberikan ketabahan agar

aku kuat menghadapi cobaan ini.

“Tidak bu, aku tidak bisa menerima ini semua Bu,

lalu pertandinganku Bu, di atas sana pasti adek kecewa

karena aku tak bisa mewujudkan keinginanya untuk

memenangkan perlombaan ini.”

“Tidak Nak, Adek bersedih kalau kamu justru tidak

bisa menerima keadaanmu, adek pasti bisa memahami itu

semua di atas sana, percaya atau tidak adikmu pasti bahagia

melihat kakaknya dapat menerima cobaan demi cobaan yang

dihadapinya.”

Dari balik pintu aku mendengar percakapan antara

ayah dan ibuku yang sedang bingung mengenai biaya rumah

sakit yang begitu mahal, uang dari mana sebanyak itu, untuk

berangkat ke jakarta saja dari uang pesangon dari kabupaten,

dan uang itupun telah habis untuk perjalanan dari Jogja

sampai Jakarta. Ayah dan ibu juga tidak bisa meminjam

uang kepada bulek karna bulek bulan ini akan menggaji

karyawanya yang bekerja di laundry. Walaupun bulek juga

Page 101: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

101

sudah menawarkan uang pinjaman namun orang tuaku tetap

saja tidak bisa untuk menerima begitu saja, karena memang

kita sudah diijinkan untuk tinggal serumah dengan bulekpun

sudah alhamdullilah. Bulek sudah berjasa menolong kami,

kami tak ingin merepotkan bulek lebih lagi.

Dan dengan inisiatif ayah, ayah akhirnya mencari

kerja supaya dapat membayar uang rumah sakitku, agar

biaya yang ditanggung tidak banyak, ayah memutuskan

untuk membawaku pulang kerumah bulek, walaupun

kondisiku yang belum begitu pulih.

Namun ini semua karena orang tuaku sudah tidak

punya uang untuk membayar biaya rumah sakit.

Ayah berjanji untuk melunasi uang rumah sakit

dengan jaminan KTP ayah.

***

Semenjak kejadian itu aku mengubur dalam-dalam impianku

sebagai seorang atlet, aku mengundurkan diri dalam

pertandingan yang digelar kemarin. Bagaimana mungkin aku

bisa ikut dalam pertandingan itu dengan satu kaki, itu tak

mungkin terjadi. Aku hanya mengurung diri dikamar tanpa

semangat lagi, aku juga sudah tak mempunyai harapan

untuk sekolah lagi. Aku malu untuk sekolah dengan satu

kaki, andai aku bersekolah pasti banyak yang akan

menertawakan aku. Suatu hari ibu mengajakku untuk pergi

ke taman, ibu ingin aku menghirup uang udara segar diluar.

Di taman itu aku bertemu dengan seorang anak kecil mirip

seperti adikku, seorang anak kecil mungil dan cantik, dia

memakai bandana pink dengan ramput panjang yang terurai.

Dia mendekatiku yang seolah ingin berkenalan

denganku, dan memang benar adik kecil itu mendekatiku dan

Page 102: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

102

menjuntaikan tanganya disampingku, aku membalasnya

dengan senyuman dan kita berkenalan.

“Kakak siapa?”

“Nana, kamu siapa adik cantik?”

“Aku Cika, kakak disini sama siapa?

“Sama Ibu kakak, tapi sudah kakak suruh pulang,

jadi kakak sendirian deh disini.” tanpa canggung aku ngobrol

bersama Cika.

Anak kecil yang baru saja aku kenal. Dia seperti

adikku yang telah tiada, cantik, mungil dan cerewet. Semua

yang ia tak tau selalu ditanyakan. Aku seolah-olah sedang

bersama adik kecilku, adik yang selalu mensupportku agar

aku memenangkan pertandingan yang telah pupus itu.

Karena Cika aku menjadi semangat untuk menjalani hari-

hariku, kita selalu bertemu di taman setiap sore, kita

bercanda dan bermain bersama. Dia memberikan kupu-kupu

yang ada dalam botol untukku.

“Kakak kalau kupu-kupu ini terbang artinya aku

juga ikut terbang keatas awan.”

“Loh..??? Kok Cika bilang kayak gitu, kenapa ?” Aku

penasaran mengapa Cika mengatakan kata-kata seolah dia

akan pergi jauh, aku tak mengerti mengapa dia mengatakan

itu.

“Ihhh kakak serius banget sih. Hehehe bercanda kak,

Hehehe…”

“Ihh adek ngerjain kakak, kupu-kupu ini akan kakak

jaga supaya gak mati, kakak merawat kupu-kupu ini sama

saja kakak bisa meliahat kamu setiap hari.”.

“Dijaga ya kak, kalau sampai kupu-kupu ini terbang

artinya kakak melepaskan aku pergi. Dan kakak gak akan

ketemu Cika lagi.” Begitulah pertemuanku saat bertemu

dengan Cika sore itu.

Page 103: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

103

Semangat hidupku tumbuh kembali setelah aku

bertemu Cika, aku mulai menatap hari-hariku dengan

senyuman, hingga suatu hari ibuku mendengar bahwa akan

diadakan lomba lari khusus penyandang cacat kaki. Ibu

memberitahukan berita itu padaku, namun justru aku yang

merasa mener untuk mengikuti pertandingan itu.

Apa mungkin aku bisa menang sedangkan keadaanku

seperti ini, walaupun yang akan mengikuti lomba ini juga

bernasib sama seperti aku.” Dalam hati aku membatin

keraguan yang terbesit di benakku. Ternyata tak kusangka

ibu telah mendaftarkan aku untuk mengikuti pertandingan

itu. Ibu memberiku motivasi agar aku bisa menang dalam

kejuaraan itu, dan Cika pun juga menginginkan hal yang

sama seperti ibuku, kata-katanya seperti mengingatkan aku

akan almarhum adikku.

“Kakak harus menang ya? Kalau kakak menang Cika

pasti seneng banget.” Senyum manisnya itu yang membuat

lebur hatiku.

“Iya dek, tapi kakak ragu, apa kakak bisa menang!”

“Kakak jangan pernah ragu, kalau kita berusaha

pasti Allah akan menolong kita.” Lagi-lagi senyuman itu

membuat lumer hatiku, senyuman yang sudah lama ingin aku

lihat, keceriaan itu kini ada di depan mataku,dan itu adalah

Cika. Malaikat kecil yang menolong hidupku.

“Sudah lima bulan memakai kursi roda, kursi dimana

aku duduk setap akan pergi, walaupun dirumahpun aku

memakainya. Tak bisa melakukan sesuatu yang bemanfaat

hanya menyusahkan orang yang ada di sekitarku. Ibu, ayah

dan bulekku mereka adalah keluarga yang selalu membuatku

tersenyum walaupun kadang aku justru marah karna

menyesali kejadian yang sudah-sudah.

Page 104: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

104

***

Hari itu aku mulai latihan keras untuk belajar berlatih,

walaupun harus menggunakan kursi roda, namun aku optimis

aku dapat menjuarai itu, aku tak ingin sombong lagi seperti

waktu itu, aku masih ingat sekali saat aku menyombongkan

diriku di depan bulekku, dan hasilnya aku kalah sebelum

bersaing karena kecelakaan itu.

Mulai hari itu aku belajar untuk tidak menjadi orang

yang sombong dan berusaha untuk berlatih agar hasil yang

aku dapat maksimal. Pertandingan yang kurang dua bulan

itu aku gunakan semaksimal mungkin, hingga jarang sekali

aku ke taman untuk bertemu Cika.

Aku tak tahu sebenarnya Cika itu tinggal dimana.

Yang aku dia tinggal di dekat taman, karena setiap aku

menanyakan rumahnya dia selalu membahas hal yang lain.

Pertemuanku dengan Cika memang sangat jarang. Tapi aku

dapat membayangkanya lewat kupu-kupu yang diberikanya,

dari situ aku dapat menepis kerinduanku dengan Cika.

Hingga aku mendengar bahwa ternyata Cika adalah

penghuni rumah sakit khusus penderita kanker darah.

Aku syok mengetahui kalau ternyata Cika adalah

seorang penderita kanker darah. Dia sudah tidak mempunyai

siapa-siapa dan selama ini yang merawatnya adalah seorang

dermawan yang mau membantu biaya rumah sakit Cika.

Aku menemuinya di rumah sakit disela-sela latihanku

mempersiapkan lomba itu.

“Kak,… Kakak kenapa kesini, kakak kan harus

latihan?”

“Kamu bohong dek, kenapa kamu tidak pernah

memberi tahu tentang kondisimu?” sambil perpeluh air mata,

Page 105: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

105

aku mencoba untuk kuat supaya Cika juga tidak kecewa

melihatku menangis.

“Maaf kak, kakak marah ya sama Cika?”

“Kakak tidak marah sama kamu, tapi hanya kecewa

kenapa kamu tidak pernah memberi tahu kalau kamu tinggal

disini.” Aku sangat kecewa mengapa Cika dari awal tidak

pernah memberi tahu kalau dia adalah pasien rumah sakit

samping taman, aku tahu informasi tentang Cika dari seorang

suster yang sedang berada ditaman saat aku menunggu Cika.

Suster itu menyebut nama Cika berkali-kali dengan teman

sesama suster, suster itu mengatakan kalau Cika sudah parah,

hingga dia sudah tidak bisa bangun dari ranjangnya. Aku

mendekati suster itu dan bertanya apa yang di sebut suster

itu adalah Cikaku. Cika yang cantik, rambutnya terurai

panjang dan baik itu. Suster itu membenarkan bahwa

memang yang di maksud adalah Cika yang selala ini kutemui

di taman.

“Kakak masih simpan kupu-kupu dari Cika?” Cika

menanyakan kupu-kupu yamg pernah diberikan kepadaku

yang selama ini masih aku rawat.

“Masih dek, sekarang dia sudah tumbuh besar,

warnanya semakin indah dan selalu mengepakan sayapnya

walaupun hanya di dalam akuarium kecil.”

“Kakak jaga kupu-kupu kecil itu ya? Kalau kupu-

kupu itu terbang berarti saat itu pula Cika juga ikut

terbang.”

“Kamu tidak akan pernah terbang kemana-mana dek,

kalau kamu sembuh kakak janji akan mengajak kamu

bermain di taman seperti dulu lagi.” Aku memberikan

harapan agar Cika bisa sembuh dari sakitnya, walaupu

harapan penderita kanker darah itu sangat kecil. Umumnya

si penderita tidak bisa hidup kurang dari lima tahun.

Page 106: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

106

“Kakak doakan Cika ya, supaya Cika sembuh. Biar

bisa main di taman sepeti dulu lagi, Kakak juga harus giat

berlatih supaya kakak bisa jadi juara dalam pertandiangan

itu.” Selalu yang membuat aku salut yaitu semangat Cika

yang selalu membuat aku berjuang agar dapat memenangkan

pertandingan itu.

Walaupun ditengah keadaan yang membuatkan

menderita sekalipun Cika masih tetap memberikan motivasi

agar aku selalu bersemangat menyongsong hari yang lebih

indah. Pertandingan yang kurang dua minggu lagi itu

membuat aku untuk semakin berusaha bekerja keras, agar

hasil yang aku raih. Aku sudah tidak pernah merasa pesimis

justru semua ini karna semangat dari Cika yang mirip seperti

almarhum adikku. Keluargaku semakin senang melihat

perkembanganku yang drastis untuk lebih semangat, semua

itu juga karena keluargaku yang membuatku agar aku dapat

menjadi seseorang yang ceria ditengah keadaan yang tidak

sempurna.

Hari yang aku nantikan datang, kelak kalau aku

menjadi juara aku akan memberikan boneka Teddy bear

untuk Cika, dan pada waktu aku akan bertanding tiba-tiba

telepon dari rumah sakit memberitahukan kalau Cika dalam

keadaan kritis. Aku begitu panik mendengar keadaan Cika

menurun. Namun aku juga tidak bisa meninggalkan

pertandingan ini begitu saja. Terfikirkan aku untuk pergi ke

rumah sakit dan meninggalkan pertandingan yang sudah aku

tunggu sejak lama namun pertandingan itu juga

mengingatkan aku dengan Cika untuk memenangkan lomba

ini, akhirnya aku tetap melangsungkan perandingan itu, toh

kalau aku kerumah sakit justru Cika akan kecewa karena aku

meninggalkan pertandingan itu. Mungkin setelah

pertandingan ini aku akan segera ke rumah sakit.

Page 107: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

107

Pertandingan itu begitu riuh, di ikuti oleh penyandang cacat

kaki dari berbagai daerah, walaupun aku harus

mengalahakan banyak pesaing namun aku mencoba optimis

bahwa aku bisa mengalahkan pesaing-pesaing itu. Saat

panitia memulai start aku kembali teringat oleh Cika. Walau

bagaimanapun pertandingan ini aku persembahkan untuk

Cika.

“1 2 3 oke” panitia memulai start dan aku mulai

berlari menggunakan kursi rodaku, awalnya aku tertinggal 3

angka dari pesaingku namun kembali lagi aku teringat Cika,

saat dia memberikan aku motivasi agar aku dapat

memenangkan juara itu, aku berusaha lebih keras dan saat

sebelum finish aku sudah bisa mengejar tiga pesaingku, dan

akhirnya aku samapi start dengan sempurna.” Aku bisa, aku

juara!!!”

Begitulah kebahagianku saat aku dapat mengalahkan

pesaingku, dan dari jauh terlihat keluargaku bertepuk tangan

dan para penonton sepertinya ikut senang melihat

kemenanganku. Mereka bertepuk tangan seolah-olah aku

adalah seorang artis yang sedang berada di atas panggung.

Panitia mempersilahkan aku naik ke atas podium. Dengan

dibantu oleh panitia lain aku naik ke podium itu disusul oleh

dua teman lainya.

Aku mendapatkan hadiah sejumlah uang tunai

sebesar lima juta rupiah dan medali yang di kalungkan di

leherku. Betapa bahagianya aku saat itu. Harapan yang

selama ini telah aku kubur dalam-dalam akhirnya menjadi

nyata. Walaupun dengan keadaan yang berbeda.

Setelah hadiah itu diberikan kepadaku, aku langsung

pulang untuk mengambil kupu-kupu yang dulu pernah

diberikan Cika untukku. Aku ingin menunjukan pada Cika

bahwa kupu-kupu itu masih aku simpandengan baik.

Page 108: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

108

Sesampainya dirumah aku sangat shock. Aku tak

tahu dimana kupu-kupu itu. Dia sudah tidak ada di dalam

aquarium.

“Mungkinkah kupu-kupu itu terbang?” aku langsung

teringat akan kata-kata Cika, jika kupu-kupu ini terbang

maka Cika juga ikut terbang, itu artinya Cika..... aku

langsung menuju rumah sakit dimana Cika dirawat dan

sampai di ruangan Cika telah terkujur kaku tak bernyawa.

Kupu-kupu itu isyarat bahwa Cika telah pergi untuk

selama-lamanya. Aku hanya bisa menangis. Mengapa aku tak

bisa menjaga kupu-kupu itu? Mengapa harus terlepas dari

terbangnya. Aku tak rela untuk melepaskan Cika begitu saja.

Namun harus bagaimana lagi itu semua sudah suratan takdir

dari Allah, bahwa semua pasti akan berpulang ke

rahmatullah.

Cika dikuburkan di makam belakang rumah sakit,

yang memang makam itu di khususkan untuk pasien yang

tidak mempunyai sanak saudara dan pasien yang tidak jelas

asal usulnya.

Di samping nisan Cika aku menangis sejadi-jadinya

karena aku belum sempat memberikan boneka teddy bear

sesuai janjiku saat aku akan bersaing.

“Cika, medali ini aku persembahkan untuk kamu,

terimakasih ya selama ini kamu yang selau membuat kakak

bangkit dari keterpurukan, dan maaf karena kakak tidak bisa

menepati janji untuk memberikan kamu boneka kesukaanmu.

Kakak janji akan tetap mmberikan boneka itu walupun

boneka itu akan kakak simpan sebagai kenang-kenangan

kalau kakak pernah mempunyai adik secantik dan sebaik

Cika.”

Begitulah saat aku berbicara sendiri dismping makam

Cika. Perlahan aku meninggalkan makam Cika dan mencoba

Page 109: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

109

untuk bangkit kembali. Walaupun rasa kesedihan itu masih

selalu ada di hatiku.

Setelah semua urusan selesai, kita sekelurga berniat

untuk pulang ke Jogja. Tak terasa sudah berbulan-bulan aku

tinggal di Jakarta membuatku rindu akan kampung halaman

yang entah sekarang seperti apa setelah paska erupsi Merapi,

November lalu.

Kami berpamitan kepada Bulek dan meninggalkanya

sendiri di Jakarta.

Jakarta memang tempat yang cocok untuk Bulek,

walaupun kami berkali-kali sudah mengajaknya untuk ikut

pulang bersama kami.

Kini kawasan yang pernah dilanda erupsi sudah

mulai membaik. Pemerintah juga sudah membuatkan salter

tempat tinggal untuk para korban. Walaupun jarang

penghuni yang menempati salter itu, karena mereka

kebanyakan kini bertransmigrasi ke Kalimantan untuk

mencari kehidupan yang lebih baik.

Tak lupa kami mengunjungi makam adikku yang

telah lama kami tinggalkan. Kami membersihkan rumput-

rumput yang sudah mengitari makam adik, karena memang

tak ada yang merawat makam itu.

Cika memang mirip seperti adikku dan adikku mirip

seperti Cika. Cika memang malaikat yang di utus untuk

memberikan kebahagiaan untukku[]

Page 110: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

110

Secercah [Filsafat] Untuk Negara Dan Agama

Tomy M Saragih*

Melihat semut hitam bertegur sapa dengan semut-semut

hitam lainnya merupakan suatu kesenangan tersendiri.

Seharusnya sebagai manusia yang mampu membedakan

antara subjek yang satu dengan lainnya, maka kita pun wajib

menjadikan perbedaan itu sebagai suatu anugerah terhadap

diri sendiri. Di dalam hal ini, adakalanya bahkan seringkali

negara kalah bukan karena pemberontak ataupun

sekelompok teroris. Negara kalah terhadap agama dimana

Page 111: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

111

negara itu sendiri menjadi patung membisu tatkala melihat

dirinya dijajah kebrutalan suatu agama. Kebrutalan yang

dimaksud bukanlah suatu ancaman seperti kerusuhan dan

tindakan menyakiti manusia lainnya atas nama agama

melainkan kebrutalan agama terhadap non agama.

Tidak terdapat suatu definisi baku tentang apakah

non agama itu. Kita tidak dapat mengatakan non agama

adalah subjek yang menjadi agnostik, ateis atau penganut

kepercayaan tertentu. Identitas Tuhan bagi masing-masing

manusia terbagi menjadi banyak ruang. Ada orang yang

menganggap tuhan sebagai kumpulan suatu benda, ada juga

yang berpikiran bahwa tuhan adalah cerminan tingkah laku

kita sendiri dan tuhan adalah seorang penguasa yang

bertindak melindungi bagi pengikutnya. Tidak menjadi

masalah ketika tuhan berbeda dengan Tuhan yang diakui

oleh orang beragama dan tidak perlu diperdebatkan juga

eksistensi Tuhan yang diakui oleh kaum non agama.

Apabila kita melihat penjelasan Pasal 2 huruf a

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009

tentang Kesejahteraan Sosial bahwa asas kesetiakawanan

diartikan kepedulian sosial untuk membantu orang yang

membutuhkan pertolongan dengan empati dan kasih sayang

(Tat Twam Asi). Di dalam buku “Pemikiran Kritis Guru

Besar Universitas Udayana Bidang Sastra & Budaya”

Page 112: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

112

terbitan Udayana University Press dijelaskan bahwa Tat

Twam Asi adalah filsafat Hindu yang mengajarkan suatu

keharusan bagi manusia untuk membangun persaudaraan

universal karena setiap ia adalah kamu. Saya adalah sama

dengan kamu dan segala makhluk adalah sama sehingga

menolong orang lain berarti sama dengan menolong diri

sendiri.

Sungguh menarik ajaran ini yang mana seharusnya

negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi bagi

penduduknya wajib mengerti isi pemikiran subjek-subjek di

dalamnya. Negara kerapkali mendaga Tuhan untuk

memenuhi eksistensinya sehingga kaum non agama menjadi

tidak berdaya dan kembali menjadi manusia-manusia

penakut untuk mengekspresikan wujud hormatnya kepada

Sang Pencipta yang dianggap benar baginya. Saya tidak

menggunakan penulisan sang pencipta (dengan awalan huruf

kecil) karena sama halnya dengan orang yang beragama

bahwa mereka pun memiliki Sang Pencipta.

Perlu disadari bahwa negara dalam merespons kaum

non agama selalu menimbulkan posisi yang tidak seimbang.

Salah satu contohnya yaitu keterbukaan negara dalam

merespons agama dan kepercayaan diluar enam agama yang

diakui resmi olehnya. Argumen negara untuk

memperbolehkan suatu subjek bertindak memeluk agama

Page 113: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

113

atau menjadi penganut kepercayaan lainnya yaitu sebagai

warisan budaya nasional sehingga perlu mendapat perhatian

khusus. Lantas dimanakah keberpihakan negara terhadap

subjek-subjek yang baru memperoleh penglihatan khusus

bahwa enam agama yang diakui resmi itu ternyata melenceng

menurut jalan pikirannya. Contoh ilustrasinya ketika seorang

Indonesia yang beragama resmi melanjutkan perkuliahan

arsitekturnya ke negeri Spanyol dan menemukan inspirasi

untuk menjadi bagian dari kaum non agama sehingga pada

saat kembali ke Indonesia, orang ini menjadi non agama

secara resmi oleh hatinya namun secara hukum tidak diakui

oleh negara. Jika hal-hal demikian selalu terjadi maka akan

timbul gejolak dalam batin negara, apakah sebetulnya

fungsinya jika di sisi satu hanya berupaya menyenangkan

orang beragama namun lain sisi mematikan kaum non

agama?.

Sebagai jalan keluarnya, negara wajib dilingkupi oleh

orang-orang yang selalu haus akan ilmu. Bukan ilmu akan

bagaimana menciptakan aspal berwarna merah muda atau

memindahkan dolly ke luar angkasa. Ilmu disini adalah

kesadaran dari diri sendiri untuk selalu belajar dan belajar.

Belajar yang dimaksud adalah belajar ala Tuan Rene

Descartes dimana manusia sebagai subjek merupakan

manusia yang rasional, bebas dari diskriminasi dan bebas dari

Page 114: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

114

mitos-mitos. Pada akibatnya manusia perlu meragukan dan

mempertanyakan segala sesuatu. Muncul pemikiran filosofis

bahwa kaum non agama sejatinya adalah saudara kita

dimana mereka merupakan teman seperjalanan dalam

menjalani hidup keseharian. Kaum non agama seharusnya

mendidik kita untuk membuka topeng ego sehingga diri ini

menjadi lebih peka terhadap apa yang menjadi gejolak batin

seseorang.

Seperti dalam buku “Aku & Liyan-Kata Filsafat dan

Sayap” karya Prof. Dr. Armada Riyanto, CM, dijelaskan juga

bahwa Levinas memberi pemahaman bahwa melalui wajah,

kita dapat mendengar suara Tuhan itu sendiri. Hal ini juga

wajib menjadi perhatian karena di dalam konstitusi sendiri

khususnya Pasal 28 huruf E, khususnya Ayat (2) bahwa

setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya. Pada

intinya melegalkan kaum non agama di Indonesia merupakan

jalan sangat berliku. Jadi sebelum memasuki sikap

melegalkan, negara beserta orang beragama resmi wajib

menghargai sehingga timbul keserasian antara “keinginan

melakukan” (karsa) dan “apa yang dilakukan” (karya). Jadi

apabila sebetulnya kaum non agama adalah Tuhan itu sendiri

maka sudah sepantasnya negara memperlakukan mereka

sama dengan orang yang beragama resmi.

Page 115: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

115

Tentu saja wacana yang dirasa sangat tidak irasional

ini pasti memunculkan argumen-argumen yang rasional

sekaligus irasional, argumen-argumen yang menunjukkan

kedangkalan dalam berpikir ataupun berpikir akibat

kontemplasi dan argumen-argumen yang terpengaruh unsur

politik atau murni argumen bebas nilai. Sebetulnya disinilah

kekuatan negara menjadi batu loncatan bagia setiap manusia

di dalamnya. Dari hal ini juga akan terlihat eksistensi negara

dalam melindungi kaum non agama. Masyarakat saja yang

mampu mengambil konstatir terhadap dirinya sendiri.

Saya sendiri lebih senang dengan penyebutan

penyediaan ruang publik bagi kaum non agama. Sejatinya

ruang publik memiliki aneka pengertian antara lain: (1) Suatu

wilayah hidup sosial kita dimana suatu pendapat dapat

dibentuk di antara warga negara, berhadapan dengan

berbagai hal mengenai kepentingan umum tanpa tunduk

kepada paksaan dalam menyatakan dan mempublikasikan

pandangan mereka. (2) Istilah yang berkenaan dengan

metafora digunakan untuk menguraikan ruang virtual

dimana orang dapat saling berhubungan. (3) Ruang dimana

percakapan, gagasan dan pikiran masyarakat bertemu. (4)

Ruang virtual dimana warga negara dari suatu negeri

menukar gagasan dan mendiskusikan isu, dalam rangka

menjangkau persetujuan tentang berbagai hal yang

Page 116: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

116

menyangkut kepentingan umum. (5) Tempat dimana

informasi, gagasan dan perdebatan dapat berlangsung dalam

masyarakat serta pendapat politis dapat dibentuk.

Seperti ruang publik yang dikonsepkan oleh Jurgen

Habermas bahwa ruang publik merujuk pada ruang nasional

yang menyediakan sedikit banyak kebebasan dan karena

keterbukaan atau juga forum untuk debat publik. Mudah-

mudahan saja sedikit banyak dari kita segera membuka tali

kekang dari tubuh agar mampu merefleksikan segala

sesuatunya dengan baik. Saya tidak menyalahkan orang yang

banyak pengetahuan pastilah pintar, saya juga tidak

menyalahkan orang yang berilmu pastilah cerdas namun saya

menyalahkan seseorang yang enggan untuk mendekati

filsafat dalam hidupnya. Bukankah terdapat susunan baku

diantara ilmuwan bahwa pengetahuan berubah menjadi ilmu,

ilmu berubah menjadi filsafat, filsafat berubah menjadi

agama dan agama tidak pantas untuk diubah kecuali Sang

Pencipta sendiri yang membisikkannya di telinga ini[]

---Tulisan sederhana ini merupakan intisari dari buku

saya yang akan terbit berjudul “PEMBINGUNGAN LIYAN

(Kajian Filsafat Hukum)”. Terima kasih ---

Page 117: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

117

Bonus Chapter :

Kumpulan Puisi

copyright by Melliany Krisnawanti

Doa untuk Indonesia

Bumi ini bumi Allah

Mengapa kau berdusta demi nikmat duniamu

Mengapa khianat kau tampak demi predikat sebagai

pemenang

Mulutmu kau ucap janjimu tak kau jalan

Apa kau tak malu pada jelatamu

Apa kau tak malu pada pemilik bumi ini

Apa kau tak malu hidup di dunia dengan beribu kantong

rupiahmu

Page 118: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

118

Hidup yang penuh hiruk pikuk permasalahan

Makin hari bertambah detik menit jam

Makin hari pula negeriku bertambah berbagai problematika

Satu belum teratasi timbullah lagi jamur-jamur racun di

berbagai pelosok

Apa kau tak melihat itu

Apa kau tak mendengar itu

Apa kau hanya mampu merogok telinga dengan jarimu

Kami ingin bahagia

Tak ingin kami menjadi barang bermanfaat tanpa manfaat

Tak ingin kami terpungut tanpa kami dapat

Sadarlah itu

Dengarkan jeritan kami

Bangkitlah pertiwi

Bangkitlah Indonesiaku

Jadikanlah hidup menjadi lebih bermakna tanpa kau kotori

dengan nafsu duniamu

Page 119: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

119

Mahkota ini Punya Siapa

Lima tahun sekali

Pergantian tahta kekuasaan

Demi ketenaran ke negeri orang

Menunjukkan wibawa tanpa wibawa

Menunjukkan bijasana tanpa bijaksana

Menunjukkan agun tanpa keagungan

Menggerayangi pemikiran kaum jelata

Menggerayangi aparat tanpa kehormatan

Sikaya yang mungkar sikaya yang ingkar

Janji adalah kewajiban

Janji adalah ucap bernurani

Mahkota itu…

Bertahta pada bapak yang terhormat

Selalu menyuapi rakyat dengan gubahan lagu

Tanpa memikirkan penderitan rakyat yang merajalela..

Membabi buta

Sikaya itu makin kaya

Memakan riba tanpa batas

Page 120: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

120

Ingin sekali ku berontak

Apa daya…

Yang benar disalahkan

Dan yang salah selalu dibenarkan

Lantas mahkota itu sebenarnya punya siapa?

Mahkota kekuasaan hanya milik orang arif

Memiliki moral bukan memakan moral

Memiliki akhlak bukan meruntuhkan akhlak

Memiliki pikir bukan mensyair lagu

Page 121: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

121

Potret Indonesiaku

Bumiku…

Disinilah tempatku berserikat dengan air, tanah, udara

Kala ku mendengar cerita nenek

Enam puluh tujuh tahun negeriku bebas akan sekutu

Pekikan „Merdeka‟ mencengkram bumi pertiwi kala itu

Negeriku menggebu…

Kibaran merah putih di langit bimasakti

Roda kehidupan terus berputar bagai mesin paling canggih

Semakin miris ku mendengar

Masalah dimana-mana… Musibah menghujat negeriku

Tahun seribu sembilan ratus empat puluh enam

Seribu sembilan ratus lima puluh delapan

Seribu embilan ratus enam puluh lima

Hah..tak terhitung sepuluh jariku

Tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan

Yaa.. Tahun itu penghujatan dahsyat di negeri ini

Kami tak akan berontak bila tak kalian pancing untuk

berontak

Page 122: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

122

Kami kehilangan empat pendekar saat tragedi itu

Kini ku telah mengerti

Dua ribu dua belas…

Semakin miris ku menangis… Semakin gerah aku marah

Semua biang keladi saling menunjukkan jari ke arah lawan

Mereka berlomba meraih sebuah mahkota

Mereka berlomba menyusupkan keping demi keping rupiah

bahkan valuta asing kedalam koper pribadi mereka

Rakyat diperas… Rakyat ditindas

Pungutan pajak yang menjadi bambu runcing pada jelata

Pajak semakin disikat. Sikat raksasa melebihi sikat gigi, lebih

kotor dari sikat MCK

Karena barang tak seberapa kalian mengadili mereka…

Kalian dorong mereka dalam jeruji pengap…

Kalian hukum mereka seberat-beratnya…

Lebih ringan dari kalian yang Allah murkai

Berbagai penyakit mewabah keseluruh pelosok

Tak mampu berkunjung ke rumah sakit luar negeri…

Penderitaan mereka, penderitaanku jua tuan..

Lantas apa yang kalian hargai dari kami tuanku?

Page 123: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

123

Kami menderita disini

Namun kami hanya jelata yang tak pantas menamppakkan

didepan kalian

Kami yang hanya pantas dalam kurungan gubuk anyam

yang tak pantas untuk menumpang mandi di kamar mandi

mewahmu

Dengan fasilitas elegan dan berbintang

Negeriku sakit…meraung dan menangis

Akhlak terus menerus roboh…layak tak bermoral…tak

berhati…

Bahkan jauh tak berakal dari hewan ternak

Semakin menyeruak si putih abu ataupun jas almamater

yang saling melempar batu, mengayunkan tongkat, bahkan

menaburkan api di negeri ini

Apa yang kalian lakukan tuanku?

Ini bukan ajang perlombaan…

Bukan Thomas cup ataupun uber cup yang beradu meraih

penghargaan

Kalian saling berlomba meraih mahkota..

Page 124: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

124

Mahkota itu tak pantas bertahta pada kalian yang menutup-

nutupi kenistaan

Tak mau menerima apa adanya tetapi karena ada apanya

Si kaya semakin kaya..si miskin semakin miskin

Menggali lubang ditutupi dengan lubang kembali

Tubuh kekar perut buncit kenyang menyantap janji-janji

manis

Sering kami kau tipu dengan mulut dowermu

Saling menjual fisik dengan menyerukan „coblos‟ dengan visi

dan misi saling membanggakan diri yang belum tentu

dibanggakan oleh Sang Khaliq

Dan kami hanya sebagai kambing hitam, budak titahan asas

manfaat

Dengarlah jeritan kami tuanku… Dengarlah kami menangis

sendiri

Beraneka macam musibah melanda negeri kami apakah

kalian tak menyadarinya?

Mungkin itu adalah teguran Tuhan

Semakin mendidih otakku ini melihat kelakuan itu

Kami mohon tuan, jangan kau curangi timbanganmu

Jangan kau kurangi kilo dalam timbangan itu

Page 125: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

125

Kami gerah tuan, tolong kipasi kami dengan ketentraman

yang layak

Kaitkan tangan kita melangkah kedepan

Kami ingin hidup yang sebenarnya tuan

Kembalikan kebahagiaan Indonesiaku dulu yang pernah

diraih

Jangan biarkan damai itu di kuras

Ya Allah..ampunilah kami semua…ampunilah para

pemimpin kami dalam memimpin negeri ini dalam bumi-Mu

Sadarkanlah para pemimpin kami

Bukakanlah hati nurani mereka

Jangan biarkan kami terus tersiksa dalam lubang kenistaan

Dan jangan sampai negeri ini menjadi negeri azab kekal-Mu

Ya Allah..

Page 126: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

126

Tidak Mungkin Tanpa Perjuangan

Berapa lama Indonesiaku kini merdeka?

Apakah benar sudah merdeka?

Dulu....betul kita memekik kata “Merdeka”

Namun sekarang hanyalah semboyan belaka tanpa bukti

Apa kalian ingat perjuangan pejuang bumi pertiwi

Beribu liter keringat terkuras lewat peluh perjuangan

membela tanah air

Langkah tegap mengguncang tanah khatulistiwa

Mengayun tombak bak militer handal

Terbidik peluru ke pangkal jantungnya

Tersungkur dalam tanah tandus

Mengingat semboyan mengingat pepatah

Mati satu tumbuh seribu

Terganti pejuang lain dengan semangat membara

Mengalahkan api yang melahap hutan kami

Empat puluh lima

Tahun dimana kita merdeka

Atas perjuangannya mengibarkan sangsaka merah putih

Page 127: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

127

Perjuangan besar demi kemerdekaan

Tidak mungkin kita merdeka bila tanpa perjuangan

Page 128: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

128

Tikus Negeri

Seribu...sepuluh ribu...seratus ribu...satu juta...sepuluh

juta...seratus juta...satu milyar

Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit

Pantaslah itu terjadi pada mereka

Mulai coba-coba beralih pada suatu adat istiadat negeriku

Berawal masuk saku jas

Semakin besar masuk pada koper dinas bahkan pada istana

mereka

Pajak dipungut...rakyat disiksa

Tak dapat kulakukan apapun

Aku...

Aku bukanlah bangsawan negeri ini

Bukan pula seorang pejabat

Dan bukanlah artis yang menduduki kursi jabatan

Aku...

Aku hanyalah rakyat jelata

Namun tak sejelata sikapmu

Page 129: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

129

Dan tak sejelata otakmu

Aku...

Aku hanya ingin berbicara

Hanya ingin didengar

Hanya ingin dituruti

Aku hanyalah manusia

Tak ingin ku terbius perangkap tikus

Apalagi tikus negeri

Berapa rupiah yang telah tersalur pada negeri

Tak dapat ku rasa timbal balik

Ribuan pamflet... baliho besar-besaran berlomba

memancing...

Aku tak ingin terbius

Terbius tipu muslihat

Kulihat kekanan.... MCK umum berpenyakit

Kulihat kekiri... tembok bilik hampir runtuh

Kulihat kebelakang... ribuan orang pengangguran

Kulihat kebawah... berjuta pengemis mengais nasi

Kulihat televisi... MCK mewah bak pemandian malaikat

Bangunan mewah bak kue balok tersusun rapi

Page 130: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

130

Berkendara mercedes benz

Berjas rapi bersisir kelimis

Sementara aku hanya dapat mengayuh sepeda bututku ini…

Kembalikan kebahagiaanku

Jangan kau beri masa suram

Berikan aku masa depan gemilang

Page 131: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

131

Fact’s of Author

In This Book’s

Page 132: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

132

1. Ajang Dodi

Cowok yang (ngakunya) idealis ini

lagi nulis genre tulisan yang baru

buat dia : Bukan Genre Apa-apa!

Hehehe… doski juga bingung

nentuin genrenya apa. Yang pasti ada comedy, bumbu-

bumbu agama, moral, cinta, juga bumbu masak. Ada kritik

social sama kritik pedas level 3 nya juga lho!

Doski lahir di Majalengka, 19 Agustus setelah 45

tahun Negara kiat merdeka. Bookologi cowok penyuka all

about Tahu ini adalah :

1. Cappucino – Novel,

o Cetakan 1 Februari 2012, nulisbuku.com

o Cetakan 2, September 2012, kaifa publishing

2. Un To Loe Gie 1st Chapter – Buku, Juli 2012

@nulisbuku.com

3. Arigatou – Novel, Agustus 2012, Kaifa Publishing

4. Dan beberapa tulisan berupa cerpen, artikel, dan lain-

lain yang pernah dimuat di surat kabar, blog, dan

media lainnya

Doski bisa ditemui di account fb : Ajang Dodi, twitter

@tikusmerah, e-mail : [email protected] /

[email protected]/ kunjungi juga blognya di

berbaktiuntukindonesia.blogspot.com

Page 133: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

133

2. Irwanti Hadnus

Biasa dipanggil Fia.

Ngakunya sih ubur-

ubur yang unyu. Asli

dari Sulawesi Selatan

dari keluarga Hadnus.

Tinggal dan Kuliah di

Jakarta, di kampus

STISI Jakarta.

Punya banyak banget

proyek. Tapi belum

semuanya kesampaian, masalah skripsi masih jadi

focus dari cewek satu ini.

Kalau kamu pengen kenal sama cewek ini, kunjungi

aja facebooknya di irwanti fia hadnus, atau account

twitternya di : @fiahadnus

3. Tommy M Saragih

Tomy M Saragih lulusan FH UNTAG 1945 Surabaya

dan saat ini melanjutkan di strata tiga FH

UNIBRAW Malang. Berkutat sebagai editor buku

ilmiah pada penerbit Titah Surga dan mengelolah

Jurnal Ilmiah Indonesia Cogito Ergo Sum (www.jii-

ces.biz). Selain aktif menulis artikel di harian Duta

Masyarakat, Surabaya Pagi serta Surya, juga aktif

menulis buku ilmiah tentang hukum dan jurnal

ilmiah. Puisi dan cerita pendeknya telah dimuat

Page 134: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

134

dalam beberapa antologi buku antara lain Melukis

Mimpi dan 101 Lirik Lagu Yang Menghebohkan

Dunia. Dapat dihubungi di 0819671079, surat

elektronik [email protected] dan Jl.

Ikan Mungsing 8 Nomor 82, Surabaya 60177.

Ps : Foto mas Tommy, ayo tebak lagi ngapain ? tar

dapet hadiah filsafat berharga dari doski

4. Ade Wikytama

Ade Wikytama, nama pena

dari Dwiki Ade Mulyantama.

Pertama kali menghirup

udara bumi di kota Jombang,

pada tanggal 3 Oktober 1992.

Page 135: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

135

Kini tinggal di sebuah rumah sederhana di Desa

Nglawak, Kecamatan Kertosono 64351, Kabupaten

Nganjuk, Jawa Timur. Lelaki pecinta damai ini,

pernah menjadi juara ke-3 dalam Lomba Surat Cinta

yang diadakan online oleh Last Moment. Sedangkan

buku yang telah terbit, antara lain Teen‟s Life

(LeutikaPrio), Sebening Hati Dewi (NulisBuku.com),

Ketika Dewi Takut Hantu (NulisBuku.com), dan

Kunti, I Love You & Komedi Putar – 2 in 1 book (AG

Publishing). Lelaki yang memiliki nama facebook Ade

Wikytama ini sedang menyelesaikan kuliah S1

jurusan Bahasa Inggris di Universitas Nusantara

PGRI Kediri, Jawa Timur. Bila ada yang ingin

mengenal lebih dekat, hubungi saja email:

[email protected], atau kontak

083851123234. Atau juga bisa mengunjungi From-

Denta.blogspot.com.

Page 136: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

136

5. Selly Megandini

Aktif sebagai admin 2 di

grup facebook #just

Sharing. Juga bentar lagi

lulus dari jurusan

teknologi pangan

Universitas Al-Ghifari.

Suka banget sama lupus,

jadi sering manggil cowoknya lupus. Padahal

cowoknya bukan maniak permen karet, dan nggak

punya jambul duran-duran kayak duren punyanya

om Hilman Hariwijaya.

Doski lahir di Bandung pada 15 Mei 1990.

Punnya account twitter @chibi_alone dan

@selly_chibi. Blog pribadinya lupnes90.blogspot.com.

Mangga mampir, dan artikan sendri singkatan lupnes

nya. Tapi kalau kamu juga suka Lupus, kamu bakal

tahu kok!

Page 137: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

137

6. Melliany Krisnawanti

Nama lengkapnya adalah

Melliany Krisnawanti. Lebih

akrab dipanggil Melly atau

Memel. Doski lahir di

Bandung pada tanggal 18

Januari 1995. Penyuka kodok

ini merupakan mahasiswi

jurusan kebidanan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Dharma Husada Bandung.Prestasi yang pernah di

raih dalam kepenulisan adalah juara 2 lomba karya

cipta puisi.

7. Septiana

Punya nama pena Tiana Putri.

Anak pertama dari dua

bersaudara, dilahirkan di kota

yogyakarta 21 tahun yang lalu.

Tepatnya pada tanggal 8

september 1991.

Saat ini doski tercatat sebagai

mahasiswa semester 3 di salah satu perguruan tinggi

swasta di Yogyakarta. Impian terbesarnya adalah

Page 138: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

138

membahagiakan keluarga dan menjadi orang sukses.

Buat yang pengen tahu sama cewek yang hobi

membaca dan menulis. bisa menghubunginya di

facebook : [email protected] dan No

hp:089672198953. Ayo selalu semangat.

8. Tommy Alexander Tambunan

Tommy Alexander

Tambunan, lahir di

Medan 25 november 1996.

Bersekolah di SMA PLUS

NEGERI 07 KOTA

BENGKULU. Anggota

dari Writing revolution,

dan sudah tergabung

dalam puluhan antologi. Tulisan dan prestasi nya

sudah sering dimuat di surat kabar lokal Bengkulu.

9. Muhammad Ardiyansah

Muhammad Ardiansyah atau

Ian lahir di Jambi pada 22

Agustus 1986. Sudah mengeluti

dunia sastra dan seni lukis sejak

duduk dibangku SMP. Tulisan-

tulisannya pernah dimuat di

Page 139: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

139

website nulisbuku.com, jejakkubikel.com dan

kompasiana.com dan antologi puisi berjudul Bersama

Gerimis adalah antologi puisi penyair komunitas Majelis

Sastra Bandung yang terbit (2009). Pernah mengikuti

sayembara pembacaaan puisi mahasiswa/mahasiswi

universitas pasundan bandung, pernah ikut serta dalam

pembacaan sajak alm. W.S. Rendra, mengadakan teater

musikalisasi serta aktif dalam berbagai komunitas sastra

yaitu, komunitas Konstruksi Puing Bandung 2005-2006,

Komunitas Sabda Sastra Bandung (SSB) 2006-2009,

Komunitas Majelis Sastra Bandung (MSB) 2009-

sekarang. Pernah mengadakan pameran tunggal lukisan

“Mata” 2010 dikampus Universitas Pasundan dengan

total lukisan 105 buah.

Sekarang bekerja sebagai Dosen sastra di Akademi

Bahasa Asing Nurdin Hamzah Jambi dan aktif menulis di

group taman sastra, blog serdadukataku.wordpress.com

dan pimpinan sekaligus pelatih Teater Mata Langit

Jambi. penulis dapat dihubungi di nomor telp : 0741-

7056173 / 0896-24431591. Email.

[email protected], fb : sahadewa prasastra, twitter

: @serdadukata

Page 140: Antologi 1st Chapter #Just Sharing 1#_2

140

Buku Lain Terbitan Kaifa Publishing

Arigato

Novel by : Ajang Dodi

Rp. 34.000,-

For Order :

Via E-mail [email protected]

Or send a message to 089655771290

Format : Nama#Arg#Jumlah Pesanan#Alamat Pengiriman