BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Saat ini, telah banyak penyakit yang diderita oleh masyarakat yang berkaitan dengan radikal bebas seperti seperti peradangan, penuaan, dan penyebab kanker (Bhaigyabati dkk., 2011). Tanpa disadari, dalam tubuh manusia terbentuk radikal bebas secara terus-menerus, baik berupa proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet (UV), asap rokok dan lain-lain (Winarsi, 2007). Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh ini bisa dihambat oleh antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh. Apabila hal tersebut tidak ditanggulangi sejak dini, maka akan berakibat fatal seiring dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu, diperlukan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas seperti teh, kopi, dan kakao. Polifenol merupakan senyawa yang tersusun dari banyak senyawa fenol. Fenol merupakan senyawa non gizi yang mempunyai minimal satu cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil, sedangkan senyawa polifenol mempunyai lebih dari satu cincin aromatik. Zat ini mampu bereksi dengan radikal bebas dengan menyumbangkan atom hidrogen (H) pada radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi stabil. Berbagai produk pangan seperti teh, kopi, kakao gingseng dan jahe memiliki komponen bioaktif yang berperan sebagai antioksidan berupa polifenol. Namun produk-produk olahan dari bahan pangan yang terdapat di pasaran tersebut diketahui apakah kandungan polifenol yang masih terkandung dapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini, telah banyak penyakit yang diderita oleh masyarakat yang berkaitan dengan
radikal bebas seperti seperti peradangan, penuaan, dan penyebab kanker (Bhaigyabati
dkk., 2011). Tanpa disadari, dalam tubuh manusia terbentuk radikal bebas secara terus-
menerus, baik berupa proses metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi, dan
akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh, seperti polusi lingkungan, ultraviolet
(UV), asap rokok dan lain-lain (Winarsi, 2007). Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh
ini bisa dihambat oleh antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh. Apabila hal
tersebut tidak ditanggulangi sejak dini, maka akan berakibat fatal seiring dengan
bertambahnya usia. Oleh karena itu, diperlukan mengkonsumsi bahan pangan yang
mengandung antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas seperti teh, kopi, dan
kakao.
Polifenol merupakan senyawa yang tersusun dari banyak senyawa fenol. Fenol
merupakan senyawa non gizi yang mempunyai minimal satu cincin aromatik dengan satu
atau lebih gugus hidroksil, sedangkan senyawa polifenol mempunyai lebih dari satu cincin
aromatik. Zat ini mampu bereksi dengan radikal bebas dengan menyumbangkan atom
hidrogen (H) pada radikal bebas sehingga radikal bebas menjadi stabil. Berbagai produk
pangan seperti teh, kopi, kakao gingseng dan jahe memiliki komponen bioaktif yang
berperan sebagai antioksidan berupa polifenol. Namun produk-produk olahan dari bahan
pangan yang terdapat di pasaran tersebut diketahui apakah kandungan polifenol yang
masih terkandung dapat memiliki aktivitas antioksdan atau tidak. Oleh karena itu, pada
praktikum kali ini akan diadakan pengujian aktivitas antioksidan pada berbagai produk
pangan dengan menggunakan medote DPPH.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui adanya aktivitas antioksidan dalam berbagai produk pangan.
2. Untuk mengetahui cara analisis aktivitas antioksidan metode DPPH pada berbagai
produk pangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Antioksidan dan Jenis-Jenis Senyawa Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa atau molekul yang dapat mencegah terjadinya
proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Tubuh manusia sebenarnya dapat
menghasilkan antioksidan tapi jumlahnya tidak mencukupi untuk menetralkan radikal
bebas yang jumlahnya semakin menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena itu, tubuh
memerlukan antioksidan dari luar berupa makanan atau suplemen (Rahardjo & Hernani,
2005).
Antioksidan adalah suatu senyawa yang pada konsentrasi rendah secara signifikan
dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat dalam reaksi rantai (Halliwell dan
Whitemann, 2004). Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan
oleh molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat
mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan
radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai. Contoh antioksidan antara lain β karoten,
likopen, vitamin C, vitamin E (Sies, 1997).
Jenis-jenis antioksidan alami meliputi:
1. Vitamin C
Asam askorbat atau vitamin C (Gambar 1) adalah antioksidan monosakarida yang
ditemukan pada tumbuhan. Asam askorbat adalah komponen yang dapat mengurangi dan
menetralkan oksigen reaktif, seperti hidrogen peroksida (Antioksidan dan Pencegahan
Kanker, 2007; Ortega, 2006 dalam Inggrid & Santoso, 2014).
Gambar 1. Struktur kimia vitamin C
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok antioksidan penting dan dibagi menjadi 13 kelas,
dengan lebih dari 4000 senyawa ditemukan sampai tahun 1990 (Harborne, 1993).
Flavonoid merupakan senyawaan fenol yang dimiliki oleh sebagian besar tumbuhan hijau
dan biasanya terkonsentrasi pada biji, buah, kulit buah, kulit kayu, daun, dan bunga.
Flavonoid memiliki kontribusi yang penting dalam kesehatan manusia. Menurut Hertog
(1992) disarankan agar setiap hari manusia mengkonsumsi beberapa gram flavonoid.
Flavonoid diketahui berfungsi sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik, selain itu
memiliki sifat sebagai antioksidan, anti peradangan, anti alergi, dan dapat menghambat
oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein) (Rahmat, 2009 dalam Inggrid dan Santoso, 2014).
Gambar 2. adalah struktur flavonoid.
Gambar 2. Struktur flavonoid
Senyawa flavonoid yang paling banyak terdapat di alam adalah flavonol, flavon,
flavon-3 ol, isoflavon, flavanon, antosianidin dan proantosianidin. Kombinasi yang
beragam dari gugus hidroksil, gula, oksigen, dan metil pada struktur ini menjadi dasar
pembagian golongan flavonoid menjadi flavonol, flavanon, flavon, flavon-3-ol (katekin),
antosianidin, biflavonoid, dan isoflavon (Markham 1988 dalam Inggrid & Santoso, 2014).
Menurut USDA Database for the Flavonoid Content of Selected Foods, buah kiwi
mengandung senyawa bioaktif flavonoid yang dibagi ke dalam kelas: antosianidin,
flavanon, flavon, flavonol dan flavon-3-ol. Penentuan kadar flavonoid pada buah kiwi
dinyatakan dengan kadar katekin dimana katekin termasuk kedalam kelas flavon-3-ol.
Senyawa katekin, memiliki gugus fungsi dari senyawa flavon-3-ol dengan posisi R1 dan R2
diganti dengan gugus H, sedangkan pada posisi R3 diganti dengan gugus OH.
Gambar 3. Struktur flavon-3-ol
3. Polifenol
Karakteristik antioksidan yang berasal dari bahan pangan dilihat dari kandungan
polifenol. Sampai saat ini, minat penelitian terhadap senyawa fenolik meningkat karena
kemampuan ‘scavenging’ terhadap radikal bebas. Polifenol merupakan salah satu
kelompok yang paling banyak dalam tanaman pangan, dengan lebih dari 8000 struktur
fenolik dikenal saat ini (Harborne, 1993). Polifenol adalah produk sekunder dari
metabolisme tanaman.
Senyawa antioksidan alami polifenol adalah multifungsional, dapat berfungsi
sebagai (Aulia, 2009 dalam Inggrid dan Santoso, 2014):
1) Pereduksi atau donor elektron
2) Penangkap radikal bebas,
3) Pengkelat logam, dan
4) Peredam terbentuknya singlet oksigen.
Gambar 4. Struktur Kimia Polifenol
4. Vitamin EVitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan memiliki sifat
antioksidan, diantara vitamin E, yang paling banyak dipelajariadalah β tokoferol (Gambar
5) karena memiliki ketersediaan hayati yang tinggi (Herrera dan Barbas, 2001 dalam
Inggrid dan Santoso, 2014).
Tokoferol dapat melindungi membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas pada
reaksi rantai peroksidasi lipid. Tokoferol dapat menghambat radikal bebas dan mencegah
tahap reaksi propagasi. Reaksi ini menghasilkan radikal tokoferosil yang dapat diubah
kembali ke bentuk kurang aktif melalui pemberian elektron dari antioksidan lainnya, seperti
askorbat dan retinol. Berikut ini pada gambar 2.9 adalah struktur kimia dari vitamin E :
Gambar 5. Struktur kimia β tokoferol
2.2. Metode Pengujian Aktivitas Antioksidan
Metode yang umum untuk mengukur aktivitas antioksidan adalah dengan DPPH,
DPPH adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Pada metode ini antioksidan (AH) bereaksi
dengan radikal bebas DPPH dengan cara mendonorkan atom hidrogen, menyebabkan
terjadinya perubahan warna DPPH dari warna ungu menjadi kuning, intensitas warna
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Pada metode ini yang
diukur adalah aktivitas penghambatan radikal bebas.
Gambar 6. Reaksi Penghambatan Radikal DPPH (Moektiwardoyo, 2012)
Metode ini tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi untuk semua
senyawa antioksidan dalam sampel. DPPH digunakan secara luas untuk menguji aktivitas
antioksidan makanan. Warna berubah menjadi kuning saat radikal DPPH menjadi
berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan membentuk DPPH-H. Aktivitas
antioksidan dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
% aktivitas antioksidan = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
absorbansi kontrol x 100%
Berdasarkan rumus tersebut, makin kecil nilai absorbansi maka semakin tinggi nilai
aktivitas penangkapan radikal. Aktivitas antioksidan dinyatakan secara kuantitaif dengan
IC50. IC50 adalah konsentrasi larutan uji yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50%.
2.3. Senyawa Antioksidan yang terdapat dalam Kopi, Kakao, teh, dan Apel
1. Kopi
Kopi mengandung beberapa komponen fenolik selain tokoferol yang menunjukkan
kapasitas antioksidan seperti asam klorogenat yang merupakan ester dari beberapa asam
sinamat dengan asam quinat, dan asam kafeat, asam ferulat serta asam p-kaumarat yang
terdapat yang terdapat dalam bentuk bebas. Senyawa polifenol yang utama dalam kopi
adalam asam klorogenat dan asam kafeat. Asam klorogenat mencapai 90% dari total yang
terdapat pada kopi (Mursu, et al., 2005 dalam Yusmarini, 2011).
Gambar 1. Strtuktur Kimia Polifenol asam klorogenat dan asam kafeat
senyawa polifenol yang terdapat pada kopi mempunyai beberapa aktivitas biologis
seperti kemampuan untuk memerangkap radikal bebas, meng-kelat logam, memodulasi
aktivitas enzim, mempengaruhi signal transduksi, aktivasi faktor transkripsi dan ekspresi
gen (Ursini et al, 1994 dalam Yusmarini, 2011).
2. Kakao
Kakao merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung senyawa polifenol,
yang dapat bertindak sebagai antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Kandungan total polifenol pada kakao lebih tinggi dibandingkan dari anggur, teh hitam, teh
hijau. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid
golongan flavanol. Flavanol umumnya terdapat dalam bentuk senyawa tunggal seperti
katekin dan epikatekin dan juga berbentuk senyawa oligomer seperti prosianidin
(Paembong, 2012).
Gambar 2. Strtuktur Kimia Polifenol yang Penting Pada Kakao
Polifenol dalam produk cokelat bertanggung jawab atas pembentukan rasa sepat melalui
mekanisme pengendapan protein-protein yang kaya prolin dalam air ludah dan
menyumbang rasa pahit khas cokelat bersama alkaloid, beberapa amino, peptida dan
pirazin (Misnawi, 2003a dalam Probowaseso, 2015).
3. Teh
Teh telah dilaporkan memiliki lebih dari 4000 campuran bioaktif dimana
sepertiganya merupakan senyawa-senyawa polifenol. Polifenol merupakan cincin
benzene yang terikat pada gugus-gugus hidroksil. Polifenol dapat berupa senyawa
flavonoid ataupun non-flavonoid. Namun, polifenol yang ditemukan dalam teh hampir
semuanya merupakan senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid tersebut merupakan hasil
metabolisme sekunder dari tanaman yang berasal dari reaksi kondensasi cinnamic acid
bersama tiga gugus malonyl-CoA. Banyak jenis-jenis flavonoid yang ada di dalam teh,
tetapi yang memiliki nilai gizi biasanya dibagi menjadi enam kelompok besar (Mahmood
et al., 2010).
Tabel 1. Kandungan Polifenol pada Teh
Flavonoid Examples Flavanols EGCG, EG, and catechinFlavanols Kaempferol and QuercetinAnthocyanidins Malvidin, Cyanidin and DelphonidinFlavones Apigenin and RutinFlavonones MyricetinIsoflavonoids Genistein and Biachanin A
Gambar 3. Struktur Kimia Flavonoid pada Teh
Dari senyawa-senyawa polifenol tersebut, flavanol atau yang dikenal dengan
catechin, merupakan senyawa yang memyumbangkan berat 20-30% dari daun teh yang
kering. Senyawa catechin tidak berwarna, larut dalam air, dan berfungsi untuk
memberikan rasa pahit pada teh. Modifikasi pada catechin dapat mengubah warna,
aroma, dan rasa pada teh. Sebagai contoh, pengurangan kadar catechin dalam teh dapat
menambah kualitas aroma dari suatu teh (Mahmood et al., 2010).
4. Apel
Distribusi kandungan kimia pada kulit dan daging buah apel berbeda. Kulit apel
mengandung total senyawa phenol yang lebih kaya daripada daging buahnya. Kelompok
senyawa phenol yang paling penting adalah flavonoid (Shills, 2006).
Daging buah apel mengandung senyawa-senyawa flavonoid seperti : Catechin,
procyanidin, phloridzin, phloretin glycoside, caffeic acid, dan chlorogenic acid. Sedangkan
kulit apel selain mengandung senyawa – senyawa di atas, juga mengandung flavonoid
tambahan yang tidak terdapat pada daging buah seperti quercetin glycosides dan cyanidin
glycoside (Wolfe dan Liu, 2003).
Kulit apel yang diekstrak mengandung vitamin C dengan total aktivitas antioksidan
1251±56 μmol/gram (Wolfe dan Liu, 2003). Vitamin C merupakan mikronutrien esensial
yang larut air yang berguna untuk kesehatan tubuh. Manusia dan primata lainnya tidak
dapat mensintesis vitamin C karena tidak adanya enzim L-gulonolakton oksidase, suatu
enzim terminal dalam biosintesis vitamin C dari glukosa (Shills, 2006).
5. Gingseng
Akar ginseng jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) dikenal berkhasiat sebagai
tonikum dan aprodisiaka–sama seperti sebagian khasiat akar ginseng korea (Pramono et
al., 1993; Adimoelja, 1996). Ginseng jawa mudah dibiakkan dan harganya jauh lebih
murah dibanding ginseng korea. Namun, dibanding dengan akar ginseng korea,
popularitas ginseng jawa yang hanya dikenal lokal, jauh di bawah ginseng korea.
Ginseng korea juga dikenal mempunyai efek androgenik (Harkey et al., 2001).
Androgen merupakan hormon yang bersifat anabolik (meningkatkan sintesis protein dan
menurunkan pemecahan protein). Aksi androgen pada jaringan target mengakibatkan efek
maskulinisasi, ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan spermatogenesis di
testis, peningkatan sifat agresif, pertumbuhan tulang dan otot, serta perilaku seksual.
Testosteron yang dihasilkan testis merupakan androgen paling aktif (Ganong, 2003).
Faridah dan Isfaryanti (1996) menyebutkan bahwa akar ginseng jawa mengandung
steroid/sterol (stigmasterol dan b-sitosterol) dan saponin (b sitosterol-b-D-glukosida),
senyawa pereduksi dan senyawa yang diduga kumarin. Sedangkan Sukardiman (1996)
menyebutkan bahwa dari hasil analisis KLT (kromatografi lapis tipis) densitometri,
diketahui ada sedikitnya dua senyawa (golongan terpenoid dan steroid ) yang terkandung
dalam ginseng jawa sama dengan yang terkandung dalam ginseng korea.
6. Jahe
Komponen utama dari jahe segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang
dikenal sebagai gingerol. Gingerol sangat tidak stabil dengan adanya panas dan pada
suhu tinggi akan berubah menjadi shogaol. Shogaol lebih pedas dibandingkan gingerol,
merupakan komponen utama jahe kering (Mishra, 2009).
Gingerol sebagai komponen utama jahe dapat terkonversi menjadi shogaol atau
zingeron Senyawa paradol sangat serupa dengan gingerol yang merupakan hasil
hidrogenasi dari shogaol. Shogaol terbentuk dari gingerol selama proses pemanasan
(Wohlmuth et al. 2005). Kecepatan degradasi dari [6]-gingerol menjadi [6]-shogaol
tergantung pada pH, stabilitas terbaik pada pH 4, sedangkan pada suhu 100°C dan pH 1,
degradasi perubahan relatif cukup cepat (Bhattarai et al. 2001).
Komponen utama minyak atsiri jahe adalah seskuiterpen hidrokarbon, dan paling
dominan adalah zingiberen (35%), kurkumen (18%), farnesen (10%), dan sejumlah kecil
bisabolen dan β- seskuifellandren. Sejumlah kecil termasuk 40 hidrokarbon monoterpen
seperti 1,8-cineole, linalool, borneol, neral, dan geraniol (Govindarajan 1982). Komposisi
seskuiterpen hidrokarbon (92,17%), antara lain β- seskuifellandren (25,16%), cis-kariofilen
(15,29%), zingiberene (13,97%), α-farnesen (10,52%), α- (7,84%) dan β- bisabolene
(3,34%) dan lainnya. Selain itu, terkandung juga sejumlah kecil limonen (1,48 – 5,08%),
dimana zingiberene dan β-seskuiterpen sebagai komponen utama dengan jumlah 10
sampai 60% (Wohlmuth et al. 2006; Felipe et al. 2008). Dari penelitian El-Baroty et al.
(2010), ternyata minyak atsiri jahe yang berasal dari Mesir mengandung komponen
seskuiterpen hidrokarbon yang cukup tinggi, termasuk di dalamnya β-seskuifellandren
(27,16%), kariofilen (15,29%), zingiberen (13,97%), α-farnesene (10,52%) dan ar-
kurkumin (6,62%). Sekitar 50 komponen telah dikarakterisasi dari jahe, antara lain