Top Banner
NAMA : ANGGA RUDIANTO (20130001) ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN SENSORY PENGLIHATAN A. Anatomi Fisiologi Mata Bola mata berbentuk lonjong, mempunyai garis tengah kurang lebih 2,5 cm, bagian depannya bening, dan terdiri dari tiga lapisan (Tamsuri. A, 2011), yaitu : a. Lapisan luar, fibrus, yang merupakan lapisan penyangga b. Lapisan tengah, vasikuler c. Lapisan dalam, lapisan saraf Ada enam otot penggerak mata, empat diantaranya lurus, sementara dua lainnya serong. Otot-otot lurus terdiri dari rectus superior, inferior, medial dan lateral, otot ini menggerakan mata keatas, ke bawah, ke dalam dan ke sisi luar bergantian. Otot-otot oblig adalah otot inferior dan anterior. Otot Oblig superior menggerakan mata ke atas dan juga ke sisi luar, sementara otot oblig inferior mata ke atas dan ke sisi luar. Serabut saraf yang melayani otot-otot ini adalah nervimotores okuli, yaitu saraf kranial ketiga, keempat, dan keenam (Tamsuri. A, 2011). Menurut Tamsuri. A, 2011 bagian-bagian mata dari depan kebelakang yaitu sebagai berikut : a. Kornea merupakan bagian mata depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan tidak tembus cahaya.
36

angga 2.docx

Nov 08, 2015

Download

Documents

Angga Sentun
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

NAMA : ANGGA RUDIANTO (20130001)ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN SENSORY PENGLIHATAN

A. Anatomi Fisiologi MataBola mata berbentuk lonjong, mempunyai garis tengah kurang lebih 2,5 cm, bagian depannya bening, dan terdiri dari tiga lapisan (Tamsuri. A, 2011), yaitu :a. Lapisan luar, fibrus, yang merupakan lapisan penyanggab. Lapisan tengah, vasikulerc. Lapisan dalam, lapisan sarafAda enam otot penggerak mata, empat diantaranya lurus, sementara dua lainnya serong. Otot-otot lurus terdiri dari rectus superior, inferior, medial dan lateral, otot ini menggerakan mata keatas, ke bawah, ke dalam dan ke sisi luar bergantian. Otot-otot oblig adalah otot inferior dan anterior. Otot Oblig superior menggerakan mata ke atas dan juga ke sisi luar, sementara otot oblig inferior mata ke atas dan ke sisi luar. Serabut saraf yang melayani otot-otot ini adalah nervimotores okuli, yaitu saraf kranial ketiga, keempat, dan keenam (Tamsuri. A, 2011).Menurut Tamsuri. A, 2011 bagian-bagian mata dari depan kebelakang yaitu sebagai berikut :a. Kornea merupakan bagian mata depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih dan tidak tembus cahaya.b. Bilik anterior (kamera okuli anterior) yang terletak antara kornea dan iris.c. Iris adalah tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput koroid.d. Pupil, bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, tempat cahaya masuk mencapai retina.e. Kamera okuli posterior terletak diantara iris dan lensa, berisi oqueus humor.f. Oqueus humor, caiaran yang berasal dari badan siliaris diserap kembali kedalam aliran darah pada sudut antara iris dan konea melalui saluran schlemm.g. Lensa adalah benda transparan yang bentuknya biconvex (cembung depan belakang), yang terdiri dari beberapa lapisan. h. Vitreus humor cairan penuh albumin berwarna keputihan yang mengisi penuh bagian belakang lensa hingga retina.

Gambar : 2.1 Anatomi MataFungsi mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini kepusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan (Evelyn, 2009).

B. Perubahan Yang Terjadi Pada Mata Lansia1. Perubahan Struktur Kelopak MataDengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Perubahan ini yang disebut dengan perubahan involusional terjadi pada:a. M. OrbicularisPerubahan pada M.orbicularis bisa menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut entropion / ektropion senilis / involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan M.orbicularis preseptual dimana pada entropion musculus tersebut berpindah posisi ke tepi bawah tarsus, sedangkan pada ektropion musculus tersebut relative stabil.Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjunctiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tarsus akan menebal sehingga secara mekanik akan memperberat ektropionnya.b. Retractor Palpebra inferiorKekendoran Retractor Palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi / berputar kea rah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.c. TarsusBilamana tarsus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung kedalam sehingga entropion lebih nyata.d. Tendo Kantus Medial/lateralPerubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kantus medial /lateral sehingga secara horizontal kekencangan palpebra berkurang.Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karebna proses atropi lemak orbita. Akhirnya, kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inversi atau eversi tergantung pada perubahan m.orbicularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.e. Aponeurosis Muskulus Levator PalpebraAponeurosis Muskulus Levator Palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis muskulus levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabilsepanjang usia. Bila blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan bisa diatasi dengan tindakan operasi.f. KulitPada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan atau lipatan lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke anterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superiormaupun inferior dan disebut sebagai dermatokalasis.Gejala dan tanda :1) Kesulitan mengangkat palpebra superior 2) Rasa tidak enak di daerah periorbita akibat pengguanaan otot ocipitofrontalis dan otot orbicularis oculi dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra.3) Terbatasnya lapangan pandang superior4) Keluhan kosmetikPenanganan : Dilakukan blefaroplasti untuk mengatasi gejala dan memperbaiki penampilan.Dengan terjadinya perubahan struktur pada kelopak mata tersebut akibat proses penuaan, maka secara klinis manifestasi yang sering kali dijumpai adalah :1) Entropion involusional2) Ektropion involusional3) Blefaroptosis4) DermatokalasisAspek klinis entropion dan ektropion pada usia lanjut1) Entropion senile;is / involusionalYaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami inverse yang terjadi pada lanjut usiab.Gejala dan tanda :a) Mata merahb) Berairc) Rasa gatalHal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi kornea. Bila berlanjut bisa menyebabkan ulcus cornea.Penaganan: Koreksi entropion yaitu dengan cara :a) Jahitan eversib) Prosedur weis ( splitting palpebra transversa + jahitan eversi) dengan / tanpa pemendekan horizontal.c) Plikasi retractor palpebra inferior.2) Ektropion senilis / involusionalYaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami eversi yang terjadi pada usia lanjut.Gejala dan tanda :a) Epiforab) Konjunctiva palpebra hiperemi dan hipertrofic) Konjunctiva bulbi hiperemiPenanganan: Koreksi ektropion dengan cara :a) Lazy-Tb) Eksisi diamond tarsokonjunctivac) Pemendekan palpebra horizontal2. Perubahan sistim lakrimalPada usia lanjut sering dijumpai nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada sistim kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan mernimbulkan keluhan epifora.Namun sumbatan sistim kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering juga dijumpai pada usia lanjut, dimana dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibandingkan pria. Adapun pathogenesis yang pasti terjadinya sumbatan duktus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.Setelah usia 40 tahun khusunya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringlkali pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimalis tidak menunjukkkan gejala epifora oleh karena volume matanya sedikit.Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tidak nyatab akan member keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata terasa lelah dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala objektif yang didaptkan diantaranya konjunctiva bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filament. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah schirmer, rose Bengal, tear film break up time.3. Proses penuaan pada korneaArcus senilis (gerontoxon, Arcus Cornea)Merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan arcus senilis ini tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik sering menjadi masalah. Kelainan ini berupa infiltrasi bahan lemak yang berwarna keputihan, berbentuk cincin dibagian tepi kornea. Mula-mula timbunya dibagian inferior kemudian diikuti bagian superior berlangsung meluas dan akhirnya membentuk cincin.Etiologi arcus senilis diduga ada hubungannya dengan peningkatan kolesterol dan low density lipoprotein (LDL). Bahan-bahan yang membentuk cincin tersebut terdiri dari ester kolesterol, kolesterol dan gliserid.Arcus senilis mulai dijumpai pada 60% individu usia 40-60 tahun dan terjadi pada hamper semua orang yang berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki lebih awal timbulnya dibandingkan wanita.4. Perubahan sensitivitas dan fragilitas kornea lansiaDengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan sensitivitas kornea yang ditimbulkan oleh rangsangan mekanis. Bagian sentral kornea lebih lama menurunnya disbandingdengan bagian lainnya. Pengukuran CTT (Cornea Touch Treshold) pada orang sehat yang berbeda usianya yaitu dengan merangsang kornea mengguanakan benang nylon microfilament dengan berbagai ukuran panjang, menunjukkan bahwa CTT masih tetap sama antara usia 7-40 tahun. Mulai awal decade kelima CTT menjadi lebih tinggi, secara nermakna dan makin bertambah dengan semakin bertambahnya usia. Pada usia 80 tahun, hamper 2 kalinya CTT usia 10 tahun. Penyebab dari penurunan sensitivitas kornea kemungkinan disebabkan penebalan jaringan fibrous kornea, penurunan kandungan air atau atro[I serabut-serabut saraf.Fragilitas kornea diukur dengan menentukan seberapa besar tekanan yang diperlukan untuk mencapai ambang kerusakan secara mekanis. Sampai usia 40 tahun fragilitas kornea masih tetap sama. Namun setelah itu akan meningkat. Berdasarkan pengalaman klinis hal ini sejalan dengan peningkatan fragilitas kulit pada usia yang makin lanjut.5. Perubahan muskulus siliarisDengan bertambahnya usia, bentuk daripada muskulus siliaris akan mengalami perubahan. Pada masa kanak-kanak muskulus tersebut cenderung flat, namun semakin bertambah usia seseorang maka serabut otot dan jaringan ikatnyan bertambah sehingga muskulus tersebut menjadi lebih tebal, terutama bagian interior. Proses tersebut berlanjut dan mencapai tebal maksimal pada usia kurang lebih 45 tahun. Setelah itu terjadi proses degenerasi dimana muskulus tersebut mengalami atropi sehingga menimbulkan pengerutan dan ini di duga untuk mempertahankan bentuk. Dengan usia makin lanjut selain muskulus siliaris mengalami proses atropi, juga terjadi hialinisasi. Tampak peningkatan jaringan ikat di antara serabut-serabut muskulus siliaris dan nukleusnya menipis. Tampak pula butiran lemak dan deposit kalsium diantara serabut muskulus tersebut.Mengenai manifestasi klimik yang dikaitkan dengan perubahan muskulus siliaris paeda lanjut usia, dikatakan bahwa generasi muskulus siliaris merupakan factor utama yang mendasari terjadinya presbiopia. Dengan beertambanya usia terjadi penurunan amplitudo akomodasi ini dikaitkan dengan manifestasi klinis yaitu presbiopia. Penurunan amplitude ini dikaitkan dengan perubahan serabut-serabut lensa yang menjadi padat da kapsul kurang elastic, sehingga lensa kurang dapat menyesuaikan bentuknya. Untuk mengatasi ghal tersebut meskulus siliaris mengadakan kompensasi sehingga mengalami hipertrofi. Proses ini terus berlanjut dengan bertambahnya usia sehingga terjadi manifestasi presbiopia.6. Produksi humor aqueousPada mata sehat dengan pemeriksaan fluorofotometer diperkirakan produksi H. Aqueous 2.4 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H. Aqueous . dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H. Aqueous 2 % (0,06 micro liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H. Aqueous lebih stabil disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.7. Perubahan refraksiPada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus siliaris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sklerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cembung.Perubahan astigmant mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmant with the rule 75,5 % dan astigmant the rule 6,8 %. Pada umur 70-80 tahun di dapatkan keadaan astigmant with the rule 37,2 % dan against the rule 35 %. Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmant antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuan pada kornea.Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan pada muskulus siliaris oleh karena proses penuaan. 8. Perubahan struktur jaringan dalam bola mataa. Lensa CyrstalinaBentuk cakram biconvex, berukuran diameter 9 mm dan tebal bagian sentral 4 mm.Susunan anatominya:1) Kapsul2) Korteks3) NucleusPada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20 tahun nucleus mulai terbentuk. Semakin bertambah umur nucleus makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian korteks makin menipis, elastisitas lensa menjadi berkurang, indeks bias berubah (membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-,mula bening transparan, menjadi keruh (sklerosis).b. IrisMengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlangdan mengalami depigmentasi tampak ada bercak berwarna muda sampai putih.c. PupilKonstriksi, mula-mula berdiameter 3mm, pada usia tua terjadi 1mm, reflek direk lemah.d. Badan kaca (vitreous)Terjadi degenerasi, konsistensi lebih encer (synchisis), dapat menimbulkan keluhan photopsia (melihat6 kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola mata).e. RetinaTerjadi degenerasi (senile degeneration). Gambaran fundus mata mula-mula merah jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur berpigment (tygroid appearance) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan terjadi penyempitan lapangan pandang.9. Perubahan fungsionalProses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan didalam bola mata, media refrakta menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus kurang tajam dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau (foto-fobi) timbul akibat proses penuaan pada kornea dan lensa (Darmojo, Boedhi, dan Hadi Martono, 2006)

C. Penyakit Mata Yang Sering Terjadi Pada Lansia1. Cataracta senilis (kekeruhan lensa pada usia tua )Perjalanan prosesnya lewat 4 stadia:a. Stadia insipiensBelum ada keluhan penurunan visus, kekeruhan pada korteks daerah equator, yang dapat di tegakkan di9agnosis bila pupil dilebarkanb. Stadia immatureKekeruhan lensa lebih merata, sudah menimbulkan keluhan visus saat ini terjadi inbibisi cairan ke dalam lensa, sehingga bentuk lensa cembung menyebabkan reflaksi ke arah myope, di samping itu dapat terjadi komlikasi glaukoma sekunder, oleh karena kamar dapat lebih dangkal dan sudut Iridio-cornealis lebih sempit.c. Stand. MaturaKekeruhan lebih padat dan merata, pemeriksaan refleks fundus tidak tamapak. Pada stadium ini indikasi paling baik untuk melakukan operasi Cataract Ekstraksd. Stand. Hipermaturae. Korteks lenca mencair, sehingga nukles tidak lagi pada posisi sentral, bergeser ke bawah dan dapat bergoyang bila bola mata bergerak. Kapsul lentis mengalami exsfoliasi dapat menimbulkan Lends Induced Uveitis dan glukoma sekunder.2. GlaukomaGlaukoma adalah penyakit mata dengan tanda : tekanan intra-okuler meninggi penyempitan lapang pandang dan atrofim papil syaraf optikus umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun.Ada 2 macam glukoma :a. Glaukoma primerAda 2 macam :1) Glaukoma sudut sempit/ tertutup2) Galaukoma sudut lebar/ terbuka

Perjalanan proses glaukoma lewat 4 stadium :1) Stadium prodromalStadium ini mempunyai ciri khas antara lain : terjadi serangan (attack), tekana intra okuler mendadak meningkat, denga keluhan kemeng, visus menurun, nrocos. Gambaran objektif adanya tanda kongestif (ciliary injection, edema kornea dan iris, kamar depan dangka, pupil melebar).2) Stadium akutBila sdtadium prodromal tida dikelola dengan baik, akan timbul stadium akut, keluhan subyektif dan gambaran kongestif menetap, kadang-kadang disertai cephlagia dan mual. Funduscopy terdapat Exchapatio Glaukomatosa stadium ini termasuk kedaruratan medis3) Stadium kronisMasih ada gambaran kongesif dengan tambahan kel;ainan yang disebabkan oleh proses yang menetap lama, ialah Keratophatia Bullosa dan Staphiloma Scelerae. Tekanan intra-okuler sanggat tinggi dan sukit diturunkan dengan obat.4) Stadium absolutTerjadi kebutaan (Ophthalmological Blind) dengan visus nol, tidak dapat melihat/ menerima rangsangan cahaya. Visus tidak dapat direhabilitasi dengan upaya apapun.Upaya pencegahan kebutaan dan glaukoma harus dilakukan sedini mungkin ialah pada stadium prodromal, dilakukan operasi idectomy. Bila terjadi perubahan (atrofi) pada pupil syaraf optik, visus tidak lagi dapat normal.Glaukoma sudut lebar/terbuka Dapat proses perjalanan penyakit ini tidak pernah menimbulkan keluhan sakit yang mencolok., visus turun pelan-pelan dan lapang pandang menyempit. Oleh karena tidak sakit, umumnya penderita datang berobat terlambat, pada pemeriksaan fundus copy sudah tampak terjadi Excavasio Glaukomatosa dan Atrofi Papil Syaraf Opticus. Pengelolaan penyakit ini lebih ditekankan pada pemakaian obat anti glaukoma; operasi baru dilakukan bila tekanan intra-okuler tinggi menetap tidak dapat turun dengan pemberian obat. Obat dapat dihentikan sementara dan diganti dengan tindakan Laser Trabeculopasty, obat digunakan lagi setelah kira-kira 2 bulan.3. Age Related Mascular Degeneration (ARMD)Ada 2 tipe :a. Atrophyc ARMDb. Evcudative ARMDBeberapa faktor resiko terjadinya ARMD :a. Atherosclerosisb. Diet lipid tinggic. Kadar kolesteroln serum tinggi d. Merokok dan adanya refraksi anomali hypermetropeTeori yang mengemukakan bahwa ARMD disebabkan oleh kerusakan retinal pigment epithelium (RPE) akibat dari tekanan paparan sinar yang kuat (excessive exposure to light) atau karena deficiency vitamin anti-oxidant dan mineral dalam diet, semua itu tidak pasti (not consistent).Patogenesis ARMD berpangkal pada peningkatan resistensi sirkulasi choroid (tekanan chorio-capilar), menyebabkan gangguan perfusi dan terjadi gangguan metabolisme dalam RPE, terjadi degenerasi dan atropht RPE, ini merupakan gambaran ARMD type atrophy.Peningkatan tensi chorio capillaris menyebabkan gangguan transport metabolit didalam RPE terjadi akumulasi drusendan deposit pada membran baslais juga deposit lipoid dan membran bruch, mudah terjadi RPE detachment dan membran neo vaskuler choroidal; ini gambaran klasik dari bentuk ARMD exudative dan proliferative.Prognosis qua ad visam pada dua type ARMD, jelek; lebih-lebih pada type proliferative sangat mudah terjadi perdarahan sub-retina, akibatnya visus mendadak hilang.4. Degenerasi retina senilis (senile retinal degeneration)Perubahan retina karena usia merupakan hal yang fisiologis, degenerasi retina senilis.Pada pemeriksaan objektif didapatkan suatu gambaran fundus senilis, fundus trygoid.Faktor-faktor yang mendukung dari gambaran fundus normal, adalah :a. Darah didalam pembuluh darah besar dan chorio-capillaris choroid, merupakan komponen merah.b. Kepadatan pigment dalam sel RPE dan sel melanosit di lapisan choroid merupakan komponen coklat.c. Jenis dan intensitas cahaya yang berasal dari alat yang untuk melakukan pemeriksaan merupakan sinar gelombang panjang (merah-kuning)Perpaduan komponen merah dan coklat, yang mendapat pacuan sinar merah-kuning mendapatkan hasil merah-jingga yang cemerlang, sebagai gambaran fundus mata normal.Perubahan elemen-elemen di retina dan choroid yang menyebabkan terjadi gambaran objektif fundus tygroid :a. Sklerosis involusional/sklerosis senilis, terjadi pada arteriole retina dan choroid, menyebabkan berkurangnya komponen merah.b. Kerusakan RPE dapat menimbulkan bercak hyper-pigmentasi disamping kepadatan pigment dalam sel melanosit choroid.Beberapa perubahan/ penurunan fungsi pada degenerasi retina senilis :a. Sebagaii akibat dari hilangnya sel reseptor dalam sel saraf, kira-kira 2,5 % per dekade, maka visus kurang tajam, kemunduran sensitivitas lapangan pandang, penurunan sensitivitas kontras warna dan kenaikan ambang adaptasi gelap.b. Perubahan kualitas saraf optikJumlah akson saraf optik berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna papil saraf optik lebih pucat. Atropi peripapiler, depigmentasi sekeliling papil menimbulkan warna pucat sekeliling papil.5. Degenerasi retina perifer Pada usia tua, retina dibagian perifer (antara ora serrata dan equator) mengalami proses degenerasi lebih awal bila dibandingkan dengan bagian sentral.Beberapa macam yang dapat / sering ditemukan :a. Paving stone degenerationTerjadi pada 40% populasi usia diatas 45 tahun, lesi mulai disebelah bawah. Degenerasi macam ini berhubungan dengan penipisan retina, hilangnya sejumlah sel reseptor, membran limitans luar serta sejumlah sel RPE, retina kurang melekat pada membran bruch dan adanya perubahan chorio-capillaris. Lesi permulaan berbentuk bulat, diameter kira-kira 1,5mm, dapat melebar dan bergabung (confluency) menjadi lebih besar. Tidak ada therapi.b. Cystoid degenerationTampak ada rongga-rongga pada lapisan pleksiformis luar umumnya area tempo-inferior. Lesi dapat menyebabkan gangguan lapangan pandang dan dapat berkembang menjadi retinoschisis.c. RetinoschisisPemisahan lapisan retina, biasanya pada lapisan pleksiformis luar sebagai perluasan dari degenerasi cystoid yang progresif. Dinding retinoschisis dapat robek dan terjadi retinal detachment. Retinoschisis yang meluas ke belakang equator menimbulkan gangguan lapangan pandang. Setiap ada lesi retinoschisis perlu tindakan untuk mencegah retinal detachment, dengan laser foto-koagulasi (Darmojo, Boedhi, dan Hadi Martono, 2006)D. Penatalaksanaan Gangguan Tersebut1. Glaukoma sudut terbukaUntuk glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk mengurangi tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan tersebut meliputi penyekat beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada pasien yang menderita asma dan menderita bradikardia) serta betaksolol; epineprin untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan pada glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor aqueosa.Pasien yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan trabekuloplasti laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar laser argon pada jalinan trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini menghasilkan pembakaran termal yang mengubah permukaan meshwork tersebut dan mudah aliran balik humor aqueosa.Untuk melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk membuka jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil dan melakukan iridektomi perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik humor aqueosa dibawah konjungtiva dan menghasilkan filtering bleb. Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtivafluororasil dapat diberikan untuk mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan cara mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa. Beberapa hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata lainnya (yang normal) untuk mencegah episode glaukoma akut pada mata tersebut.2. Glukoma sudut tertutupGlaukoma sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang membutuhkan terapi segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi obat-obatan praoperatif awal menurunkan tekanan intraokuler dengan asetazolamid, pilokarpin (yang mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh dari trabekula dan memungkinkan cairan terbebas) dan manitol lewat I.V. atau gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan menjadikan hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi laser atau iridektomiperifer dengan pembedahan harus dilakukan dengan cepat untuk menyelamatkan penglihatan pasien.Analgetik narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah iridektomi perifer, tetes mata sikloplegik dapat diberikan untuk merilekskan otot-otot siliaris dan mengurangi inflamasi, sehingga mencegah perlekatan.https://muhammadananggadipa.wordpress.com/2012/01/12/lansia-dengan-gangguan-sistem-penglihatan/ diakses pada tanggal 18 Mei 2015E. Modifikasi Lingkungan Yang Perlu Dilakukan Faktor resiko pada gangguan penglihatan adalah terpaparnya pada asinar UV. Untuk itu, dapat dicegah dengan menggunakan pelindung kepala (topi) dan kaca mata pelindung. Perawat perlu mengajari lansia/ kerabat tentang pentingnya mendeteksi glaukoma dan katarak.bila katarak telah menyebabkan gangguan penglihatan yang berat, perlu dipertimbangkan tindakan menyebabkan gangguan penglihatan berat, perlu dipertimbangkan tindakan bedah. Pembedahan katark dewasa ini semakin berhasil dilakukan, lansia dinasehati untuk melakukan pemerikasaan mata selaku tindaka kolaboratif.Bila kluhan lain sepeperti kekeringan mata menonjol, maka dapat digunakan obat tetes mata sesuai resep dokter. Lansia dentgan keluhan tersebut dengan keluhan terakhir ini, perlu menghibndari asap rokok dan yang sejenis (sprai) maupun terhadap angin kencang. Obat-obatan tertentu dapat dapat menyebabkan kekeringan mata seperti diurewtik, antihistamin, antikolinergik, dan adrenergik. Lansia dengan visus dapat memanfaatkan alat bantu (kaca mata). Selain itu, termasuk alat bantu seperti Loupe, kontras, serta iluminasi. Suatu cara yang sederhana adalah dengan bantu fotokopi dapat membesar bahan bacaan yang diperlukan lansia.Seperti halnya pada gangguan pendengaran, maka dengan melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan penglihatan secara tidak langsung dapat memperbaiki kualitas hidup lansia. Contoh sederhana adalah dengan memakai ukuran kaca mata yang cocok memungkinkan lansia dapat membaca buku, koran, majalah, serta sekaligus dapat meningkatkan kepuasan dan interaksi sosial serta stimulasi sosial. (Kusriadi, 2010)

F. Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Visus Mata.LangkahNormal/Variasi individu/penyimpangan

1. Kaji ketajaman penglihatan (SK II)a. Ukur jarak penglihatanTehnik : tempat kan kartu snelen 20 kaki dari klien pada cahaya terang tes setiap mata secara individual minta klien untuk menutup 1 mata dengan kartu buram. Minta klien untuk membaca huruf pada lanjut yang dapat dibaca klien paling baik. Tuntutsn lsnjut paling kecil dimana klien mengidentifikasi huruf dan catat ketajaman pada lanjur tersebut. Ulangi dengan dan tanpa kaca mata, atau tanpa kacamata sebelumnya. b. Ukur penglihatan dekatTeknik : Minta klien untuk memegang kartu rosen bau 14 inci dari wajah setinggi mata. Tes dan catat penglihatan seperti dengan kartu snelen. Klien prosbiop harus membaca melalui sekmen bifocal dari kaca mata. 20/20 sampai 20/30 OU dengan lensa korektif Penyimpangan : adanya lanjur diatas lanjur 20/30 pada kartu

2. Kaji lapang pandang dengan konfrontasi (SK II) Teknik : duduk atau berdiri berlawanan dengan klien pada setinggi mata, 1 sampai 2 kaki terpisah. Minta klien untuk menutup mata kanan buram sambil pemeriksa menutup mata kiri. Saling menatap lurus. Pemeriksa merentangkan tangan dengan penuh ke samping diantara klien dan dirinya sendiri, secara bertahap maju ke arah garis tengan dengan jari bergerak. Instruksikan klien untuk menandai bila gerakan jari pertama kali terlihat. Bandingkan respon klien dengan respon anda sendiri. Ulangi untuk mengetes lapang pandang superor, inferior, dan temporal. Ulangi seluruh prosedur dengan mata yang lain tertutup. (CATATAN: ini pengukuran besar yamng mengasumsikan pemeriksa mempunyai lapang pandang normal)Klien dan pemeriksa melihat jari bergerak pada waktu yang bersamaan : Secara nasal : 60 oSecara posterior : 50 o Secara inferior : 70 oSecara temporal : 90 oPenyimpangan : klien tidak melihat jari bergerak pada saat bersamaan dengan pemeriksa.

3. Kaji fungsi otot ekstra ocular: a. 6 lapang pandang utama ( SK III, IV, VI) Tekhnik: minta klien untuk menahan kepala pada posisi terviksasi dan hanya 1 mata mengikuti jari pemeriksa saat bergerak melalui 6 lapang pandang utama. Minta klien untuk melihat pada posisi temporal ekstrim sementara pemeriksa memegang jari pada posisi ini secara sementara.b. Reflek cahaya korneaTekhnik: minta klien menatap lurus kedepan saat pemeriksa menyalakan pena senter pada nasal dari jarak 12-15 inci. c. Tes tutup-tak tertutupTeknik: minta klien untuk menatap lurus kedepan pada titik terviksasi. Tutup 1 mata klien dengan kartu buram dan observasi mata yang tak tertutup terhadap gerakan terhadap vokus titik yang ditunjuk. Lepaskan penutup dan observasi mata sama dengan mata yang tak ditutup untuk gerakan yang sama. Ulangi prosedur dengan mata yang lain.a. Gerakan halus dan terorganisasi melalui 6 posisis, tak ada difergen pada satu pasisiPenyimpangan : gerakan kaku, tak terkoordinasi pada suatu posisi : penderita nistagmusb. Beberapa denyutan nistagmus posisi-akhirPenyimpangan: penderita nistagmus c. Sinar direfleksikan secara simetris dari kedua pupilPenyimpangan: refleksi sinar asimetris pada masing-masing mata. d. Mata tertutup tidak bergerak saat kartu ditempatkan diatas mata yang lain, mata yang baru tak ditutupi tidak bergerak.Penyimpangan: gerakan mata tak ditutup terhadap focus titik terviksasi: mata yang baru tak ditutup terhadap ocus

4. Kaji struktur okulara. Inspeksi kelopak mata terhadap posisi dan warna, penutupan tinggi visural palpebra, dan posisi bola mata. b. Inspeksi alis mata terhadap kuantitas, kondisi, dan distribusi rambut, dan terhadap gerakan.c. Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal, punkta dan duktus terhadap edema, nyeri tekan, kemerahan, rabas.d. Inspeksi sclera dan konjungtiva terhadap warna pola vaskuler, lesi edemaTeknik: pisahkan kelopak mata dengan lebar dengan ibu jari dan jari telunjuk. Berikan tekanan terhadap tonjolan tulang orbita disekitar mata. Minta klien untuk melihat keatas, kebawah, dan kesamping. Ulangi prosedur pada mata yang lain.e. Inspeksi kornea terhadap karakteristik transparan dan permukaanTeknik: pena senter langsung secara menyerong dari beberapa posisi.Tes sensivitas SK VTekhnik: instruksikan klien untuk mempertahankan mata terbuka dan melihat serta menjauh saat pemeriksa menyentuh kornea dengan gulungan kapas halus.f. Inspeksi ruang anterior, dengan menggunakan tekhnik pena senter serong terhadap transpalansi dan permukaan serta kedalaman iris.g. Inspeksi iris terhadap warna dan bentukh. Inspeksi terhadap ukuran dan bentuki. Tes reaksi terhadap sinar dan akomodasi (SK III) Teknik : buat cahaya ruangan redup. Instruksikan klien mempertahankan mata terbuka dan melihat lurus kedepan saat anda mendekatkan pena senter dari suatu sisi dan menyalakan langsung ke pupil. Ulangi prosedur pada mata yang lain.j. Reflek merah cahaya k. Piringan optic terhadap ukuran, bentuk, warna, lengkung dan marginl. Pembuluh darah retina m. Latar belakang retina terhadap warna dan karakteristik permukaan n. Area makulara. Posisi simetris dengan berbagai derajat penurunan kelopak atas: warna konsisten dengan kulit tubuh. Tak ada kemerahan Secara bilateral visual palpebra tingginya sama. Gerakan involunter sering secara bilateral.Penempatan bola mata simetris agak enoftalmus Penyimpangan: penurunan kelopak mata berlebihan mempengaruhi penglihatan: posisi asimetris: berkedip cepat, blefarosfasme, menatap 1 titik : penempatan asimetris : enoftalmus mata atau eksoftalmusb. Tipis sedang, khususnya pada sisi temporal: kasarTumbuh secara simetris sesuai penonjolan tulang diatas orbita: mengangkat alis simetrisPenyimpangan: kepadatan kurang atau sama sekali tidak ada: alis tidak simetrisc. Merah muda, tak ada ireteme pada area punkta atau duktus : tanpa edema, kemerahan, nyeri tekan, eksudat, atau cairanTak ada nyeri tekan kelenjarPenyimpangan: kemerahan, edema, nyeri tekan, drainase, kering atau air mata berlebihan.d. Sclera putih: titik coklat dekat limbusKonjungtiva bulbaris penampilanya agak kering: jelas dengan pembuluh darah kecil yang dapat dilihat: jelas dengan pembuluh darah kecil yang dapat dilihat: inguekula mungkin ada dekat limbusKonjungtiva palpebra merah, mudah terang, tanpa lesi atai rabas. Penyimpangan: sangat kuning atau biru gelap: peningkatan jumlah dan ukuran pembuluh darah yang dapat dilihat: pucat atau sangat merah, lesi rabas.e. Transparan, bulat halus, jelas: sering kuning: arkussenilis mungkin ada Penyimpangan: keruh atau buram: pigmentasi: abrasi atau ulserasi permukaan: peterigium : kegagalan reflex berkedip secara unilateral atau secara bilateralf. TransparanIris datarAgak dangkal tetapi dengan kebersihan diantara kornea dan iris dipertahankanPenyimpangan: ada materi yang terlihat : penonjolan kedepan, dibuktikan oleh bayangan serpihan diiris: kedangkalan nyatag. Simetris, tapi mungkin sedikit dangkalBulat, halus, ada cekungBaji atau bagian mungkin hilang sekunder pengangkatan katarakPenyimpangan: inkontinensia diantara mata: bentuk tak teratur h. Bulat, simetris, dilatasi lebar atau timpoin dibawah kondisi sinar normal: agak lebih kecil sesuai pertambahan usiai. Konstriksi cepat dari pupil yang diterangi atau respon langsung dan konstriksi secara simultan pada pupil yang lain atau respon konsensualPenyimpangan: ukuran tak sama, bentuk tak teratur: tak ada atau respon tak samaPupil lebar dan secara simetris konstriksi saat mata memfokuskan pada objek dekatPenyimpangan: konvergrn tak ada/tak sama/ konstriksij. Cahaya merah atau merah jingga, cahaya dapat dihentikan ileh titik gelap atau bayangan hitam yang menunjukan daerah perutPenyimpangan: penurunan atau tak adanya reflek merah.k. Kira-kira diameter 1,5 mnBulat, lonjongKemerahan pucat kuning sampai merah muda kekuningan, warna lebih gelap pada orang berkulit gelapArea piringan tengah halus dan abu-abuMargin temporal tajam, margin nasal kurang jelas, sabit abu-abu atau gelap pada margin temporalPenyimpangan : Margin kabur, secara bilateral ukuran dan bentik tak sama, pucat, menyebar, sangat pucat, meliputi lebih daru setengah diameter piringanl. Arteriol lebih kecil dalam diameter (rasio : 2 : 3 atau 4 : 5 ) Dari pada fenula yang menyertaiPenyempitan lapisan ditengah anterior , anterior tampak lebih buram, warna abu-abu dan lebih sempitFenula warna lebih gelap (merah keunguan) dengan bercak atau tak ada reflek sinarPotongan arteriol fenula tidak harus mengubah besar lubang pembuluh darah besarPenyimpangan : ateriol menjadi lebih sempit, lapisan cahaya lebih dari 1/3 arteriol, sangat buram atau sangat pucat, fenula menjadi lebih besar, torehan A-V m. Kuning atau merah muda seluruhnya permukaan glanular dan halusPenyimpangan : pucat umum atau local, hemoraginodamerah atau gelap dari berbagai ukuran dekat pembuluh darah, mikroanurisma terlihat sebagai kecil, titi merah terisolasi, drusenn. Agak gelap dari latar belakang retinaRetina fovea sentralis ( titik tengah berkilau) kurang terang sesuai pertambahan usiaPenyimpangan : peningkatan pigmentasi di sekitar macula

(Luecknotte, 1998)

DAFTAR PUSTAKA

Kushariyadi.2010 Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba MedikaTamher,S., dan Noorkasiani.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba MedikaLueckenotte.1998.Pengkajian Gerontologi, Edisi 2. Jakarta : EGCDarmojo,Boedhi dan Hadi Martono.2006.Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Jakarta : FKMIhttps://muhammadananggadipa.wordpress.com/2012/01/12/lansia-dengan-gangguan-sistem-penglihatan/ diakses pada tanggal 18 Mei 2015Evelyn, P. (2009). Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.Tamsuri, A. (2011). Klien Gangguan Mata & Penglihatan :Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakartawww.anatomi mata&hl.co.id diakses tanggal 19-05-2015