Top Banner
PRESENTASI KASUS ANESTESI UMUM PADA OPERASI FUNCTIONAL ENDOSCOPIC SINUS SURGERY Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anestesi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun Oleh : Kurniati Hatmi 20090310168 Diajukan Kepada : dr. Budi Aviantoro, Sp. An SMF BAGIAN ANESTESI 3
31

Anestesi Umum

Jan 16, 2016

Download

Documents

Kurniati Hatmi

presus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Anestesi Umum

PRESENTASI KASUS

ANESTESI UMUM PADA OPERASI FUNCTIONAL ENDOSCOPIC SINUS SURGERY

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Anestesi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

Kurniati Hatmi

20090310168

Diajukan Kepada :

dr. Budi Aviantoro, Sp. An

SMF BAGIAN ANESTESI

RSUD TIDAR MAGELANG

2015

3

Page 2: Anestesi Umum

I. KASUS

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. P

Umur : 48 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Kajoran

Agama : Islam

2. Anamnesis

Keluhan Utama :

Hidung sebelah kanan tersumbat sejak 3 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

± 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh hidung sebelah kanan sering

tersumbat, sering berair dan tidak nyaman.

Riwayat pengobatan ada, diterapi dengan obat namun pasien lupa obat apa

saja. Keluhan hidung tersumbat dan berair membaik, namun kemudian muncul

lagi. Oleh karena keluhan sudah semakin mengganggu akhirnya pasien berobat ke

RSUD Tidar Magelang.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Hipertensi disangkal

Riwayat Asma disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus disangkal

Riwayat batuk lama (TB) disangkal

Riwayat operasi sebelumnya (+) 16 tahun yang lalu pernah mengalami

keluhan yang sama dan sudah dilakukan polipektomy

Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

4

Page 3: Anestesi Umum

Riwayat penyakit yang sama didalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit

diabetes mellitus, hipertensi, asma, dan alergi obat pada anggota keluarga

disangkal.

3. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan Umum : Baik

- Kesadaran : Compos smentis

- Vital Sign : TD : 120/70 mmHg

Nadi : 80 x/m

RR : 22 x/m

T : 36,8ºC

Status General:

Kepala : Normocephali

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor ki-ka,

refleks cahaya (+/+)

THT :

Telinga:

Mikrotia (-), makrotia (-), liang telinga lapang (+), serumen (-),

membran timpani hiperemis (-), refleks cahaya (+)

Hidung:

cavum nasi sempit, sekret (+), massa (+) menutupi cavum nasi

sinistra

Tenggorokan:

T1-T1, uvula ditengah, faring hiperemis (-), granul (-)

Mulut : Raghade (-), lidah kotor (-),atrofi papil (-), protease gigi (-)

Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-)

Thorax:

Paru:

- Inspeksi : Simetris kanan-kiri, retraksi (-), spider nevi (-)

5

Page 4: Anestesi Umum

- Palpasi : Vocal fremitus hantaran sama kanan-kiri, nyeri tekan (-),

krepitasi (-)

- Perkusi : Sonor-pekak, batas paru-hati, ICS VI linea midclavicula dextra

Sonor-timpani, batas paru-lambung, ICS VIII linea axilaris

anterior sinistra

- Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :

- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : Thrill tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

- Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

- Inspeksi : Datar, venektasi (-), strie (-), benjolan (-)

- Auskultasi : BU (+) normal

- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), hepatomegali (-),

splenomegali (-), undulasi (-)

- Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-)

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas:

Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)

Inferior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)

4. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Darah rutin

6

Page 5: Anestesi Umum

WBC : 5,2 103/mm3 (3,5-10,0 103/mm3)

RBC : 4.14 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3)

HGB : 12,7 g/dl (11,0-16,5 g/dl)

HCT : 38,1 % (35,0-50%)

PLT : 226 103/mm3 (150-390 103/mm3)

GDS : 144 mg/dl

CT : 3’

BT : 2’

b. Kimia Darah Lengkap

Faal Hati

SGOT : 19 U/L (<40)

SGPT : 15 U/L (<41)

Faal Ginjal

Ureum : 19,7 mg/dl (15-39)

Kreatinin : 1,2 mg/dl (0,6-1,1)

2. Radiologi

Foto Thoraks

Kesan:

Jantung : ctr < 50 %

Paru : dalam batas normal

5. Diagnosis Kerja Pre-Op:

Massa Cavum Nasi Sinistra

6. Pra Anastesi

Penentuan Status Fisik ASA: 2

Persiapan Pra Anestesi:

- Pasien telah diberikan Informed Consent

7

Page 6: Anestesi Umum

- Puasa 6 jam sebelum operasi

8

Page 7: Anestesi Umum

7. Laporan Anestesi

Operasi Polipektomi dilaksanakan pada tanggal 18 November 2013.

- Tindakan Anestesi

1) Metode : Anestesi Umum (Intubasi)

2) Premedikasi : Aminofilin 2 ml

3) Induksi : Recofol (propofol) 160 mg

4) Relaksasi : Tramus (Atracurium Besilate) 3,5 mg

5) Intubasi : Insersi ETT no.7,0 dengan balon

6) Maintenance : Sevoflurance, Isoflurance + N2O : O2

7) Obat lain : Dexamethasone 20 mg

- Keadaan selama operasi

1) Posisi Penderita : Terlentang

2) Penyulit waktu anestesi : Spasme otot pernapasan setelah induksi

3) Lama Anestesi : ± 2 jam

4) Monitoring

TD awal: 110/70 mmHg, N: 84 x/I

Jam TD (mmHg) Nadi (x/i) Sp02

09.45 100/60 79 88

10.00 108/65 68 99

10.15 99/65 58 98

10.30 99/68 68 98

10.45 99/68 79 98

11.00 93/57 64 98

11.15 96/60 60 98

11.30 110/72 62 99

11.45 110/71 62 99

II. PEMBAHASAN

9

Page 8: Anestesi Umum

2.1 Definisi

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat reversibel. Anestesi umum yang sempurna

menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan risiko

yang tidak diinginkan dari pasien.

Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan

ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara

injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri

(analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan

atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran

(unconsciousness).

2.2 Cara Pemberian Anestesi umum

Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.

1. Anestesi inhalasi: yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi

yang mudah menguap (volaitile agent) sebagai zat anestetik melalui udara

pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan

oksigen) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan

parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan

daya anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang

rendah sudah dapat memberi anestesi yang adekuat.

halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane

merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini diberikan sebagai uap

melalui saluran napas.

Cara pemberian anestesi inhalasi:

Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di

depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak

diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara

terbuka.

10

Page 9: Anestesi Umum

Semiopen drop method: cara ini hampir sama dengan open drop, hanya

untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.

Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen

yang dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya

anestesi dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu

dan hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.

Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi

dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang

mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman,

dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.

Selain itu, tektik pemberian anestesi dapat dilakukan dengan cara :4

Inhalasi dengan Respirasi Spontan 1. Sungkup wajah

2. Intubasi endotrakeal

3. Laryngeal mask airway (LMA)

11

Page 10: Anestesi Umum

Inhalasi dengan Respirasi kendali

1. Intubasi endotrakea2. Laryngeal mask airway

Anestesi Intravena Total (TIVA) 1. Tanpa intubasi endotrakeal2. Dengan intubasi endotrakeal

Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane,

dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena

sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan

toksisitasnya terhadap organ (chloroform).5

2. Anestesi Intravena. Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri

atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau

sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk

menggunakan propofol. Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi

anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat

digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi

parenteral dikombinasikan dengan cara lain.3

Pemakaian obat anstetik intravena, dilakukan untuk : induksi anestesi,

induksi dan pemeliharaan anestesi bedah singkat, suplementasi hipnosis pada

anestesia atau tambahan pada analgesia regional dan sedasi pada beberapa

tindakan medik atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental,

ketamin dan propofol.3

2.3 Klasifikasi Obat-obat Anestesi Umum

12

Page 11: Anestesi Umum

2.3.1 Anestesi Inhalasi

Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane

merupakan cairan yang mudah menguap.3,4

Halothane

Bau dan rasa tidak menyengat ,

Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya

relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam

Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli

dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi

Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide,

klorida anorganik, dan trifluoacetik acid.

Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi,

jika penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.

Dosis: tracheal 0,5-3 v%.

Enfluran

Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis

pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan.

Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan

otot uterus

Tidak begitu menekan SSP

Resorpsinya setelah inhalasi , cepat dengan waktu induksi 2-3 menit

Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh,

dan sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas

Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan

merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil),

serta mual dan muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat

persalinan, SC, dan abortus.

Isofluran (Forane)

13

Page 12: Anestesi Umum

Bau tidak enak

Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi

otot baik

Daya kerja dan penekanannya thdp SSP = enfluran

Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,

meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual,

muntah, dan keadaan tegang

Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi;

maintenance : 0,5%-3%

Sevofluran

Merupakan halogenasi eter

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan

isofluran

Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan

aritmia

Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada

laporan toksik terhadap hepar

Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan

2.3.2 Anestesi Intravena

Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);

benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,

sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa

arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan

obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).

Barbiturat

Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis

Hambat pernapasan di medula oblongata

14

Page 13: Anestesi Umum

Hambat kontraksi otot. jantung, tidak timbulkan sensitisasi jantung

terhadap ketekolamin

Dosis anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP

Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis

induksi

Na tiopental

Induksi : dosis tergtantung BB, keadaan fisik dan penyakit Dewasa : 2-4ml larutan 2,5% secara intermiten tiap 30-60 detik ad capaian

Ketamin

sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat

analgesik kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem viseral

relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi

tingkatkan TD, nadi, curah jantung

Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri

kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan

kabur, dan mimpi buruk.

Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi

midazolam atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena

dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.

Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk

intramuskular 3-10 mg. 

Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1%

(1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg)

Fentanil dan droperidol

Analgesik & anestesi neuroleptik

Kombinasi tetap

Aman diberikan pada pasien yang mengalami hiperpireksia oleh

karena anestesi umum lain

15

Page 14: Anestesi Umum

Fentanil : masa kerja pendek, mula keja cepat

Droperidol : masa kerja lama & mula kerja lambat

Propofol

Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu

bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).

Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa

detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi

intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan

intensif 0.2 mg/kg. 

Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.

Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada

wanita hamil tidak dianjurkan.

Diazepam

Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan

kegelisahan, efek relaksasi otot yang bekerja secara sentral, dan bila

diberikan secara intravena bekerja sebagai antikejang. Respon obat

bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 menit setelah

pemberian secara oral dan 15 menit setelah injeksi intravena.

Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian

parenteral dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma

Cause tidur dan penurunan kesadaran disertai nistagmus, bicara

lambat

Analgesik (-)

Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure,

induksi anestesia pd pasien kardiovaskuler

Efek anestesia lebih sedikit karena mula kerja lambat, masa pemulihan

lama

Risiko henti napas,flebitis dan trombosis (+) (rute IV)

16

Page 15: Anestesi Umum

Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB  

Opioid

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan

dosis tinggi.

Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan

untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. 

Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg,

dilanjutkan dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.

2.4 Tahapan Anestesi1

1. Stadium 1 (analgesia)

Penderita mengalami analgesi,

Rasa nyeri hilang,

Kesadaran berkurang

2. Stadium II (delirium/eksitasi)

Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran

Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,

berteriak, menangis, menyanyi)

Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur

Dapat terjadi mual dan muntah

Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi

Midriasis, hipertensi

3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)

Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur

(pernapasan perut)

Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut

kehendak

17

Page 16: Anestesi Umum

Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri

dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa

ditahan

4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)

Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.

Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat

vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat

meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.

2.6 Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan

tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia

diantaranya :3

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi anesthesia

Meminimalkan jumlah obat anestetik

Mengurangi mual muntah pasca bedah

Menciptakan amnesia

Mengurangi isi cairan lambung

2.3 Induksi Anestesi

Induksi anestesi : Tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi

tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan

pembedahan.

Persiapan induksi anestesi digunakan :

S : Scope à Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

Laringoskop pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia

pasien. Lampu harus cukup terang.

18

Page 17: Anestesi Umum

T : Tubes à Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa

balon (cuffed) dan usia > 5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway à Pipa mulut-faring (Guedel,orotracheal airway) dan

pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan

lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak

menyumbat jalan napas.

T : Tape à Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau

tercabut

I : Introducer à Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa

trakea mudah dimasukkan

C : Connector à Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia

S : Suction à Penyedot lender dan ludah

Induksi intravena

Induksi intravena agen induksi seperti propofol (recofol, diprivan).

Propofol diberikan dengan dosis 2-3 mg / kgBB. Penggunaan propofol

dikaitkan dengan kurang mual dan muntah pasca operasi dan pemulihan

terjadi lebih cepat.

Induksi intramuscular

Ketamin (ketalar)yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis

5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Induksi inhalasi

Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau

sevofluran.

Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O

dan O2.

Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang

batuk.

Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau

desfluran jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu

induksi menjadi lama.

Induksi per rektal

19

Page 18: Anestesi Umum

Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau

midazolam.

2.8 Mekanisme Kerja

1. Anestesi inhalasi

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan

aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi

digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam

kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan

rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada

permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan

sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan

pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi

intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman

anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.1,5

2. Anestesi intravena

Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol

mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap

senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane.

Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan

pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.1,5

Farmakokinetika

Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestesi di dalam susunan

saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi

anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetik yang mempengaruhi

ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor tersebut menentukan perbedaan

kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah serta dari darah ke

otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi masa

pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.1

Dipengaruhi / tek parsial zat anestetik dlm otak. Faktor penentu tekanan  parsial :

20

Page 19: Anestesi Umum

1. Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi

Untuk mempercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi

daripada tekanan parsial yang diharapkan di jaringan

Setelah tercapai, diturunkan untuk pertahankan anestesi

2. Ventilasi paru

Hiperventilasi dapat percepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi &

jaringan

Zat larut dalam darah : halothan

3. Pemindahan gas anestetik dr alveoli ke aliran darah

Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke

aliran darh

4. Pemindahan gas anestetik dari aliran dareh ke sel jaringan tubuh

Jaringan yang mempunyai aliran darah cepat, keseimbangan tekanan

parsial lebih mudah tercapai sehingga anestetik gas lebih mudah

berpindah.

Farmakodinamika

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan

aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi yang

secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi.

Senyawa intravena umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan

pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.1

2.9 Rumatan Anestesi

21

Page 20: Anestesi Umum

Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara

mengatur konsentrasi obat anestesi dalan tubuh pasien. Jika konsentrasi obat

tinggi, maka akan dihasilkan anestesi yang dalam. Sebaliknya, jika konsentrasi

obat rendah, maka didapatkan anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah

anestesi yang adekuat. Untuk itu perlu dipantau secara ketat indikator-indikator

kedalaman anestesi.

Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan secara intravena atau

dengan inhalasi atau campuran keduanya. Rumatan anestesi mengacu pada tidur

ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan selama pasien

dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

Rumatan intravena misalnya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-

50 ug/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia

cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena

juga dapat menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infus

propofol 4-12 mg/KgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena

menggunakan opioid, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru

digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2

2.10 Komplikasi Anestesi Umum

Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi sendiri atau kondisi

pasien. Penyulit dapat timbul pada waktu pembedahan, atau kemudian segera

ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12 jam).1

Komplikasi kardiovaskular

Hipotensi : tekanan systolic kurang dari 70 mmHg dan kurang 25%

dari sebelumnya

Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode

induksi dan dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat

membahayakan khususnya pada penyakit jantung. Karena jantung

akan bekerja keras dengan kebutuhan O2 miokard yang meningkat,

bila tak tercukupi dapat timbul iskemia atau infark miokard.

Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan

dengan menambah dosis anestetika.

22

Page 21: Anestesi Umum

Aritmia jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi

dapat merangsang saraf simpatik, dapat menyebabkan aritmia.

Bradikardi yang terjadi dapat diobati dengan atropin

Payah jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairang IV

berlebihan.

Komplikasi respirasi

Obstruksi jalan napas

Batuk

Cekukan (hiccup)

Intubasi endobrakial

Apnoe

Atelektasis

Pneumotorak

Muntah dan regurgitas

Komplikasi mata

Laserasi kornea, menekan bola mata terlalu kuat

Komplikasi neurologi

Konvulsi, terlambat sadar, cedera saraf tepi

Perubahan cairan tubuh

Hipovolemia, hipervolemia

Komplikasi lain-lain

Menggigil, gelisah setelah anestesi, mimpi buruk, sadar selama

operasi, kenaikan suhu tubuh.

23

Page 22: Anestesi Umum

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief, SA., suryadi, KA., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi.

Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi intensif. FKUI : Jakarta

2. Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta

Kedokteran edisi III hal.261- 264. Jakarta.

3. The seventh report of Joint National Committee on Prevention, detection,

evaluation, and treatment of high blood pressure, NIH publication No.03-

5233, December 2003.

4. Varon J and Marik PE. 2008. Perioperative hypertension management.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2515421/

5. Pramono, Ardi, sp.An, dr. 2009. Study Guide Anestesiologi dan

Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY.

24