Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi (kodyat, A,1993) Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di negara–negara sedang berkembang. anemia gizi pada umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja atau buruh yang berpenghasilan rendah (wijayanti,Y,1989) (1). Selama kurun waktu 2001-2003 tercatat ada sekitar 2 juta ibu hamil yang menderita anemia gizi, 350.000 bayi lahir dengan berat badan rendah, 5 juta balita menderita gizi kurang, serta 8,1 juta anak menderita anemia. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Yayasan Kusuma Buana dari 3000 anak usia sekolah yang diperiksa, hampir separuhnya menderita anemia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Redinkesdas) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan pada 2007, 1
60

Anemia Asli

Jun 22, 2015

Download

Documents

nurannisafitri
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Anemia Asli

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu

KKP (Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang

Iodium (GAKI) dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi (kodyat, A,1993)

Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik

terang keberhasilan penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi atau

dikenal dengan sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang paling umum dijumpai terutama di negara–negara sedang berkembang.

anemia gizi pada umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu ibu hamil,

ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja atau buruh yang

berpenghasilan rendah (wijayanti,Y,1989) (1).

Selama kurun waktu 2001-2003 tercatat ada sekitar 2 juta ibu hamil yang

menderita anemia gizi, 350.000 bayi lahir dengan berat badan rendah, 5 juta balita

menderita gizi kurang, serta 8,1 juta anak menderita anemia. Berdasarkan survei

yang dilakukan oleh Yayasan Kusuma Buana dari 3000 anak usia sekolah yang

diperiksa, hampir separuhnya menderita anemia. Berdasarkan data Riset

Kesehatan Dasar (Redinkesdas) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan pada

2007, diketahui 40 persen anak Indonesia berusia 1 sampai 14 tahun menderita

anemia. Persentase tersebut terbilang cukup besar, dan karena itu mesti menjadi

perhatian pemerintah serta masyarakat. Asian Development Bank (ADB)

mengatakan bahwa sekitar 22 juta anak di Indonesia terkena anemia, yang

menyebabkan hilangnya angka IQ  5 sampai 15 poin, prestasi sekolah yang buruk

dan kerugian potensi masa depan hingga 2,5%. Karena itu, kita semua harus

mewaspadainya. Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah membawa

akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan tingginya

angka kesakitan, dengan demikian konsekuensi fungsional dari anemia gizi

menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia (1).

Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan – lahan

akan menghambat pertumbuhan dan perkambangan kecerdasan, anak – anak akan

lebih mudah terserang penyakit karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini

1

Page 2: Anemia Asli

tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus (wijayanti,

T.1989) (1).

Penyebab utama anemia gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup

dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri dari

nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing tambang

memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah–daerah tertentu terutama

daerah pedesaan (Husaini, 1989). Soemantri (1983), menyatakan bahwa anemia

gizi juga dipengaruhi oleh faktor–faktor lain seperti sosial ekonomi, pendidikan,

status gizi dan pola makan, fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh

dan infeksi. Faktor- faktor tersebut saling berkaitan.

Selama ini upaya penanggulangan anemia gizi masih difokuskan pada

sasaran ibu hamil, sedangkan kelompok lainnya seperti bayi, anak balita, anak

sekolah dan buruh berpenghasilan rendah belum ditangani. Padahal dampak

negatif yang ditumbuhkan anemia gizi pada anak balita sangatlah serius, karena

mereka sedang dalam tumbuh kembang yang cepat, yang nantinya akan

berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasannya. Mengingat mereka adalah

penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak. Penganganan

sedini mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan pembangunan.

2

Page 3: Anemia Asli

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini, agar mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan definisi anemia, etiologi, patofisiologi,klasifikasi,

manifestasi klinis, penatalaksanaan dan pencegahan anemia.

2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan gejala anemia.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain :

1. Apa yang dimaksud dengan anemia?

2. Apa etiologi anemia?

3. Bagaimana patofisiologi anemia?

4. Apa saja klasifikasi anemia?

5. Bagaimana penanganan anemia?

3

Page 4: Anemia Asli

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Mengenai Zat Besi

Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi manusia.

besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai

bagian dari molekul hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru–paru.

Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel yang membutuhkannya untuk

metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP). Besi juga

merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip

Hemoglobin yang terdapat di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan

dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin

yang berkaitan dengan oksigen inilah menyebabkan daging dan otot–otot menjadi

berwarna merah. Di samping sebagai komponen Hemoglobin dan mioglobin, besi

juga merupakan komponen dari enzim oksidase pemindah energi, yaitu : sitokrom

paksidase, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan

peroksidase (1).

a. ZAT BESI DALAM TUBUH

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu yang fungsional dan

yang reserve (simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk

Hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang

sangat kecil tetapi vital adalah hem enzim dan non hem enzim (1).

Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi

selain daripada sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk

kompartmen fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka

kebutuhan akan eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) dalam sumsum

tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam

bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada

dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan

hemosiderin, terdapat dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh

4

Page 5: Anemia Asli

memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, misalnya pada anak yang sedang

tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil, jumlah reserve biasanya

rendah (1).

Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan, maka

kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi

yang dikeluarkan lewat basal.

Dalam memenuhi kebutuhan akan zat gizi, dikenal dua istilah kecukupan

(allowance) dan kebutuhan gizi (requirement). Kecukupan menunjukkan

kecukupan rata – rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut

golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal. Sedangkan kebutuhan gizi menunjukkan banyaknya zat

gizi minimal yang diperlukan masing – masing individu untuk hidup sehat. Dalam

kecukupan sudah dihitung faktor variasi kebutuhan antar individu, sehingga

kecukupan kecuali energi, setingkat dengan kebutuhan ditambah dua kali

simpangan baku. Dengan demikian kecukupan sudah mencakup lebih dari 97,5%

populasi (Muhilal et al, 1993) (1).

Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu

ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan zat

besi relatif lebih tinggi pada bayi dan anak daripada orang dewasa apabila

dihitung berdasarkan per kg berat badan. Bayi yang berumur dibawah 1 tahun,

dan anak berumur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi sama banyaknya

dengan laki – laki dewasa. Tetapi berat badannya dan kebutuhan energi lebih

rendah daripada laki – laki dewasa. Untuk dapat memenuhi jumlah zat besi yang

dibutuhkan ini, maka bayi dan remaja harus dapat mengabsorbsi zat besi yang

lebih banyak per 1000 kcal yang dikonsumsi (1).

Kebutuhan zat besi pada anak balita dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel :1 (1).

Kebutuhan Zat Besi Anak Balita Umur Kebutuhan

0 – 6 bulan

7 – 12 bulan

1 – 3 tahun

4 – 6 tahun

3 mg

5 mg

8 mg

9 mg

5

Page 6: Anemia Asli

b. ZAT BESI DALAM MAKANAN

Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme dan besi non

heme. Besi non heme merupakan sumber utama zat besi dalam makanannya.

Terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau, kacang – kacangan,

kentang dan sebagian dalam makanan hewani. Sedangkan besi heme hampir

semua terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan

organ – organ lain (1).

c. METABOLISME ZAT BESI

Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi

di dalam badan perlu dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa jumlah

zat besi yang dikeluarkan dari badan sama dengan jumlah besi yang diperoleh

badan dari makanan (1).

Setiap hari turn over zat besi ini berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya

harus didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat dari

penghancuran sel – sel darah merah tua, yang kemudian disaring oleh tubuh untuk

dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang untuk pembentukan sel – sel darah

merah baru. Hanya 1 mg zat besi dari penghancuran sel – sel darah merah tua

yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan air kencing.

Jumlah zat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (iron

basal losses) (1).

c. PENYERAPAN ZAT BESI

Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu (1) :

Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan.

Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.

Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan

penyerapan Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah

diserap oleh mukosa usus.

Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat

meningkatkan bsorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi

6

Page 7: Anemia Asli

ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui

pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam askorbat

dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 – 50

persen.

Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks

besi fosfat yang tidak dapat diserap.

Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe

Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe

Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan

Fe.

Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe

Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui

proses yang kompleks. Proses ini meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut (1)

a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+

mula – mula mengalami proses pencernaan.

b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh

gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+

c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan

apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke

dalam plasma darah.

d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin

Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung

membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam keseimbangan.

e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam

tubuh (hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian

dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin membentuk

ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada plasma seimbang

dengan bentuk yang disimpan.

Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya

umur bayi perubahan ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari

7

Page 8: Anemia Asli

pada bayi yang lahir cukup bulan. Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila

susu diencerkan dengan air untuk diberikan kepada bayi (2).

Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi absorbsinya paling

tinggi. Sebanyak 49% zat besi dalam ASI dapat diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan

susu sapi hanya dapat diabsorbsi sebanyak 10 – 12% zat besi. Kebanyakan susu

formula untuk bayi yang terbuat dari susu sapi difortifikasikan denganzat besi.

Rata – rata besi yang terdapat diabsorbsi dari susu formula adalah 4% (2).

Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg berat badan,

dan reserve zat besi kira – kir 25% dari jumlah ini. Pada umur 6 – 8 mg, terjadi

penurunan kadar Hb dari yang tertinggi pada waktu lahir menjadi rendah. Hal ini

disebabkan karena ada perubahan besar pada sistem erotropoiesis sebagai respon

terhadap deliveri oksigen yang bertambah banyak kepada jaringan kadar Hb

menurun sebagai akibat dari penggantian sel – sel darah merah yang diproduksi

sebelum lahir dengan sel – sel darah merah baru yang diproduksi sendiri oleh

bayi. Persentase zat besi yang dapat diabsorbsi pada umur ini rendah karena masih

banyaknya reserve zat besi dalam tubuh yang dibawah sejak lahir. Sesudah umur

tersebut, sistem eritropoesis berjalan normal dan menjadi lebih efektif. Kadar Hb

naik dari terendah 11 mg/100 ml menjadi 12,5 g/100 ml, pada bulan – bulan

terakhir masa kehidupan bayi (2).

Bayi yang lahir BBLR mempunyai reserve zat besi yang lebih rendah dari

bayi yang normal yang lahir dengan berat badan cukup, tetapi rasio zat besi

terhadap berat badan adalah sama. Bayi ini lebih cepat tumbuhnya dari pada bayi

normal, sehingga reserve zat besi lebih cepat bisa habis. Oleh sebab itu kebutuhan

zat besi pada bayi ini lebih besar dari pada bayi normal. Jika bayi BBLR

mendapat makanan yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9 bulan

kadar Hb akan dapat menyamai bayi yang normal (2).

Bayi lebih berisiko terkena anemia di masa pertumbuhannya yang berjalan

cepat, akibat tidak memperoleh masukan zat besi dalam jumlah yang cukup.

Begitu juga dengan bayi yang berat badannya terlalu rendah atau bulan lahirnya

kurang dari normal, mereka memiliki risiko menderita anemia, karena persediaan

zat besi dalam tubuhnya hanya sampai umur dua bulan saja (2).

8

Page 9: Anemia Asli

Prevalensi anemia yang tinggi pada anak balita umumnya disebabkan

karena makanannya tidak cukup banyak mengandung zat besi sehingga tidak

dapat memenuhi kebutuhannya, terutama pada negara sedang berkembang dimana

serelia dipergunakan sebagai makanan pokok. Faktor budaya juga berperanan

penting, bapak mendapat prioritas pertama mengkonsumsi bahan makanan

hewani, sedangkan anak dan ibu mendapat kesempatan yang belakangan. Selain

itu erat yang biasanya terdapat dalam makanannya turut pula menhambat absorbsi

zat besi (2).

Jadi, Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti

kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang

dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yangmengakibatkan penurunan

kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999). Anemia adalah istilah yang

menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan

hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935). Anemia adalah berkurangnya

hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume

packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). Dengan

demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan

merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan

perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang

seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium (3)

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah

merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan

merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit

atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila

terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan

(3).

B. Etiologi

Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang

diperlukan untuk sintesis eritrosit,antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat.

Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan

genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya (3).

C. Patofisiologi secara umum

9

Page 10: Anemia Asli

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang

dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanantoksik, inuasi tumor, atau

kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang

melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,

masalah dapatakibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel

darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang

menyebabkan destruksi sel darah merah.Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi

terutama dalam system fagositik atau dalam systemretikuloendotelial terutama

dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yangsedang

terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi

sel darahmerah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin

plasma (konsentrasi normalnya1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl

mengakibatkan ikterik pada sclera.Anemia merupakan penyakit kurang darah

yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan seldarah merah (eritrosit).

Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh.Jika

suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat

menghambat kerjaorgan-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5

miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnyakurang, maka otak akan seperti komputer

yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalausudah rusak, tidak bisa

diperbaiki (Sjaifoellah, 1998) (3).

D. Anemia Defisiensi Balita

a. BATASAN ANEMIA

Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di

dalam darah lebih rendah daripada nili normal untuk kelompok orang yang

bersangkutan. Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin, seperti

yang terlihat di dalam tabel di bawah ini (1).

Tabel 2. Batas normal

Hemoglobin

Umur Hemoglobin

Anak 6 bulan s/d 6 tahun 11

10

Page 11: Anemia Asli

Dewasa 6 tahun s/d 14 tahun

Laki-laki

Wanita

Wanita hamil

12

13

12

11

Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan

konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan

keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum

yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila

kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar

feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.

Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin

(1).

Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara

mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV),

konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95%

acuan (Dallman,1990) (1).

E. Klasifikasi Anemia

Secara anatomi fisiologis anemia terdiri dari : (4)

1) Anemia Nutrisional

Defisiensi besi

a. Metabolisme besi

Diet besi diperlukan terutama untuk produksi protein heme, yang berfungsi

dalam pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaan oksigen. Senyawa besi yang

diketahui berfungsi metabolic berjumlah sekitar 70-90% dari total besi dalam

tubuh, tergantung pada umur. Kebanyakan dari sisanya, 10-30%, berada dalam

senyawa simpanan besi, feritin dan hemosiderin, terletak terutama dalam hati,

limpa dan sum-sum tulang. Hampir semua senyawa besi dalam tubuh terus

menerus dipecah dan diganti; besi yang dilepas dari pemecahan hemoglobin dan

protein besi lain cukup digunakan untuk mengganti senyawa ini melalui sintesis

baru. Sangat sedikit besi yang hilang dari tubuh. Pada orang dewasa, asimilasi

11

Page 12: Anemia Asli

besi diperlukan hanya dalam jumlah yang sama dengan kehilangan besi untuk

mencegah defisiensi besi; pada anak, tambahan besi diperlukan untuk

pertumbuhan.

Keseimbangan besi secara normal dipertahankan dalam batas yang

sempit melalui pengaturan absorbsi besi. Jumlah besi yang diserap oleh usus halus

diatur secara homeostatis, yaitu absorbs meningkat ketika simpanan besi

berkurang dan menurun ketika jumlahnya meningkat.

Dalam proses pencernaan, kompleks besi nonheme sebagian dipecah,

dan besi direduksi dari bentuk feri (III) menjadi bentuk fero (II), yang lebih larut

sehingga bisa diserap. Reduksi besi difasilitasi oleh asam hidroklorida di dalam

cairan lambung. Absorbsi terjadi dalam usus halus.

Absorbsi besi oleh bayi biasanya lebih besar daripada dewasa, tetapi

juga bervariasi pada kisaran yang lebar. Sekitar 50% besi pada ASI terserap,

sebaliknya, sekitar 10% besi pada formula susu sapi yang tidak difortifikasi.

Sekitar 4% besi diserap dari formula susu sapi yang difortifikasi dengan

ditambahkan sekitar 12mg besi per liter dalam bentuk fero sulfat. Sekitar 4% besi

diserap dari sereal kering bayi yang difortifikasi besi.

Karena besi diasimilasi ke dalam aliran darah, besi terikat pada

transferin, yang membawa besi dan melepaskannya pada sel precursor eritroid

sumsum tulang dan dalam jumlah yang lebih kecil pada hati. Bila besi berada

dalam tubuh, besi ini dihemat dan digunakan kembali dalam derajat yang luar

biasa, dan sangat sedikit yang hilang dari tubuh. Dengan demikian, kebanyakan

besi diperlukan untuk produksi eritrosit didaur ulang dari pemecahan eritrosit tua

di dalam system retikuloendotelial.

b. Patogenesis

Defisiensi besi timbul ketika besi membatasi laju produksi hemoglobin

dan senyawa besi esensial lainnya. Faktor etiologi pada perkembangan defisiensi

besi meliputi asupan atau asimilasi besi dari diet yang tidak cukup, pengenceran

besi tubuh karena pertumbuhan yang cepat, dan kehilangan darah.

c. Faktor kerentanan yang terkait umur

- Bayi berat lahir rendah

12

Page 13: Anemia Asli

- Kehilangan darah

- Kehilangan darah yang dianggap berasal dari lesi anatomic

- Hemosiderosis paru primer

d. Manifestasi klinik

Gejala defisiensi besi tidak spesifik. Defisiensi ringan biasanya

didiagnosi atas dasar penyaringan laboratorium. Tanda anemia defisiensi besi

berat biasanya serupa dengan tanda anemia lain. Kelelahan, penurunan toleransi

latihan, iritabilitas, kehilangan nafsu makan, dan pucat. Takikardi dan

kardiomegali terjadi bila anemia berat.

Manifestasi yang menjadi perhatian lebih besar adalah keterlambatan

perkembangan pada masa bayi dan masa kanak-kanak serta meningkatnya resiko

berat lahir rendah pada kehamilan. Fungsi usus bisa abnormal pada defisiensi besi

kronis atau berat, dengan penurunan absorbs lemak, vitamin A, dan xilosa,

kadang-kadang disertai dengan gambaran atrofi vili usus halus.

e. Pengobatan

Pengobatan pada defisiensi besi adalah sulfas ferosus yang diberikan

secara oral, pada saat perut kosong. Dosis tunggal oral 30 mg besi/kg/hari sekitar

30 menit sebelum makan pagi. Pada anak yang lebih tua, dosis menjadi dua kali,

yaitu sebelum sarapan dan sebelum tidur. Setelah satu bulan periksa kembali

hemoglobin dan hematokrit.

Bila besi oral tidak berhasil atau memperburuk penyakit usus, maka

dapat diberikan besi intramuscular atau intravena dalam bentuk besi-dekstran

(imferon) dengan dosistotal 50mg besi elemental/mL.

2) Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik jarang pada anak; dalam urutan frekuensi,

penyebabnya adalah defisiensi folat, defisiensi vitamin B12 , dan kelainan

metabolic langka termasuk asiduria orotat herediter. Anemia megaloblastik sering

didiagnosis atas dasar peningkatan MVC. Namun, peningkatan MCV lebih dari

100 fL normal pada neonates, dan retikulositosis oleh sebab apapun dapat

13

Page 14: Anemia Asli

mengakibatkan peningkatan MCV; tanpa ada kelainan megaloblastik maturasi sel

pada sumsum tulang, ataupun hipersegmentasi neutrofil dalam darah perifer.

a. Defisiensi folat

Defisiensi folat dapat merupakan akibat asupan diet yang kurang,

malabsorbsi, atau interaksi obat. Defisiensi folat dapat berkembang dengan cepat,

dalam beberapa minggu, karena folat yang disimpan dalam tubuh hanya sedikit.

Diet rendah folat paling lazim pada keadaan kebutuhan yang bertambah, seperti

pertumbuhan tubuh atau sel yang cepat. Paling nyata pada bayi premature, selama

kehamilan, dan keadaan hemolitik berat, seperti anemia sel sabit, talasemia

mayor, dan penyakit hemolitik neonatus.

Asupan folat yang dianjurkan untuk bayi adalah 25-35 µg/hari.

Walaupun folat berlimpah pada sayuran hijau dan hati, susu merupakan sumber

vitamin ini yang relative kurang. ASI dan susu sapi pasteurisasi mengandung

sekitar sekitar 35 µg/L (3,5 µg/dL); yang mungkin hanya cukup untuk

menghindari defisiensi folat pada bayi yang diberi ASI. Pemanasan menurunkan

kandungan folat lebih jauh. Dengan demikian, mensterilisasi formula buatan

sendiri dalam air mendidih mengurangai kandungan folat setengahnya.

Pengobatan anemia ini adalah dengan diberikan folat dosis tinggi, 0,5-

1,0 mg/hari asam pteroilglutamat. Meskipun demikian, percobaan terapeutik dapat

diindikasikan jika studi diagnostic yang spesifik tidak dapat dilakukan untuk

membedakan antara defisiensi folat dan vitamin B12. Tablet 0,1 mg tiap hari per

oral adekuat untuk menimbulkan respons retikulosit yang cepat. Dosis folat yang

lebih besar dapat mengoreksi anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12,

tetapi dapat memperburuk manifestasi neuroligis. Dosis 0,1 mg/hari yang terdapat

pada sejumlah tablet multivitamin, cocok untuk dosis rumatan. Asam folat juga

tersedia dalam tablet ukuran 0,1;0,4;0,8 mg yang dapat dihancurkan dan dijual

bebas. Tablet 0,1 mg harus menggunakan resep. Folat dalam preparat cair untuk

penggunaan oral tidak diperdagangkan karena kelabilannya.

b. Defisiensi vitamin B12

14

Page 15: Anemia Asli

Defisiensi vitamin B12 pada anak penting karena bahaya kerusakan

saraf, iriversibel, kecuali telah didiagnosis dan diobati sejak dini, dank arena

kebanyakan penyebab defisiensi memerlukan terapi terus menerus seumur hidup.

Kebanyakan kasus defisiensi vitamin B12 melibatkan defek absorbsi.

Penyerapan vitamin B12 fisiologis tergantung pada pembentukan suatu

kompleks vitamin dengan mukoprotein tertentu (faktor intrinsic) yang dihasilkan

oleh sel parietal lambung. Kompleks diambil secara spesifik oleh ileum distal.

Vitamin B12 kemudian dibebaskan dari kompleks dan dilepaskan ke dalam

sirkulasi. Dalam plasma, vitamin B12 terikat pada protein pengangkut-beta-

globulin, transkobalamin II. Vitamin disimpan terutama dalam hati. Pada hati

neonatus, simpanan ini besar, rata-rata sekitar 25 µg, dan kadang-kadang kosong

sebelum umur 1 tahun.

Defisiensi vitamin B12 maternal selama masa kehamilan dapat

menyebabkan defisiensi pada janin; selama laktasi hal ini dapat menyebabkan

bayi menderita defisiensi vitamin B12 sebagai akibat insufisiensi vitamin B12 di

dalam ASI. Defisiensi ini paling sering dilaporkan terjadi pada vegetarian ketat

yangh disamping menghindari daging, juga tidak mengkonsumsi produk susu atau

telur.

Defisiensi vitamin B12 jarang terlihat sampai akhir masa bayi karena

simpanan hati neonatus biasanya cukup. Perkecualian adalah perkembangan

anemia megaloblastik pada bayi dari ibu dengan defisiensi vitamin B12 dan pada

defisiensi transkobalamin II yang diwariskan. Jika faktor intrinsic ada, seperti

pada defisiensi vitamin B12 diet, dasar tambahan untuk defisiensi mulai lambat

adalah penyerapan kembali vitamin B12 yang hilang dalam empedu dan cairan

pancreas.

Kebanyakan keadaan yang mengakibatkan defisiensi vitamin B12

memerlukan pengobatan seumur hidup. Dosis optimal untuk anak belum

ditentukan seperti pada orang tua. Jika diagnosis ditegakkan dengan kuat, terapi

dapat dimulai dengan seri pertama injeksi subkutan bulanan. Dosis yang berkisar

antara 50 dan 100 µg sianokobalamin atau hidroksikobalamin sekali tiap bulan.

3) Anemia pada Radang Akut dan Kronis

15

Page 16: Anemia Asli

Infeksi akut dan defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang

paling lazim. Anemia ringan sering disertai dengan infeksi akut seperti otitis

media, dan infeksi bakteri atau virus yang menetap. Anemi juga lazim pada

penderita dengan kondisi kronis seperti arthritis rematoid, lopus eritematosus

sistemik, dan kelainan defisiensi imun, keganasan, dan penyakit ginjal kronis.

Temuan laboratorium dan pathogenesis amat bergantung pada penyakit primer,

namun gambaran berikut lazim ditemui.

Ketahanan hidup eritrosit memendek. Hal ini disebabkan oleh faktor

ekstrakorpuskular yang mempengaruhi sel penderita maupun sel transfuse;

peningkatan pengambilan fagositik eritrosit oleh system retikuloendotel (RE)

yang terangsang mungkin merupakan mekanisme penting.

Gangguan respon sumsum tulang terhadap eritropoietin. Stimulus

hipoksik anemia pada banyak penderita dengan penyakit kronis gagal memicu

respon eritropoietik seperti pada individu normal. Normalnya, sumsum tulang

dapat mengompensasi hemolisis ringan dengan meningkatkan kecepatan produksi

eritrosit. Pada penyakit kronis, respon sumsum tulang ini terganggu.

Gangguan penggunaan besi. Kebanyakan besi yang diperlukan untuk

menghasilkan hemoglobin secara normal diambil dari pemecahan eritrosit tua

pada system RE; ditambah dengan pasokan yang lebih kecil dari penyerapan besi

diet. Pada infeksi akut dan penyakit kronis, ada gangguan pada kedua rute

tersebut. Simpan besi RE biasanya cukup, seperti yang ditunjukan dengan aspirat

sumsum tulang, tetapi pelepasan besi pada serum berkurang. Dalam cara yang

sama, penyerapan besi menurun walaupun besi diet cukup.

Anemi yang disertai infeksi akut sembuh spontan selama penyembuhan.

Jika anemia menetap selama satu bulan atau lebih, defisiensi besi harus dicurigai

sebagai diagnose yang paling mungkin. Anemia biasanya ringan, dengan eritrosit

normositik atau sedikit mikrositik. Pada penderita dengan penyakit ginjal, anemi

cenderung lebih berat. Besi serum, kapasitas pengikatan besi, dan saturasi

trasferin dapat normal atau menurun. Pada penderita anemia berat perlu diberikan

terapi eritropoietin rekombinan. Terapi ini meningkatkan produksi eritrosit

dengan cepat dan meningkatkan konsentrasi hemoglobin.

4) Anemia Aplastik

16

Page 17: Anemia Asli

Istilah anemia aplastik berasal dari kata sifat Yunani yang berarti “tidak

terbentuk”. Penggunaan modern istilah ini digunakan bagi pasien yang mengalami

pansitopenia (menurunnya produksi eritrosit, sel darah putih, dan trombosit),

bukan hanya anemia. Awitannya sering tersembunyi, dengan keluhan lelah atau

pucat (akibat anemia), atau memar, epistaksis, atau perdarahan gusi (akibat

trombositopenia); infeksi biasanya merupakan komplikasi lambat. Penyakit ini

bisa didapat atau diturunkan. Anemia aplastik didapat memiliki insiden tahunan

sekitar 2 sampai 6 per 106 populasi, yaitu sepersepuluh insiden leukemia.

Sejumlah pajanan menginduksi aplasia secara tetap dengan cara yang

terkait –dosis, contohnya radiasi, obat sitotoksik, dan pelarut organic, sedangkan

pajanan lain menginduksi hanya secara sporadis, seperti antibiotic tertentu atau

obat atau zat kimia lain. Namun demikian, lebih dari setengah kasus

tetap’’idiopatik”. Pajanan obat atau virus dapat terjadi berminggu-minggu atau

berbulan-bulan. Mungkin terdapat kecenderungan genetic untuk faktor lingkungan

dalam mengakibatkan anemia aplastik, dan terdapat presdiposisi familial.

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan tanda anemia, seperti pucat dan

takikardi, dan tanda trombositopenia, seperti petekie, purpura, atau ekimosis.

Tanda infeksi yang dapat dilihat biasanya tidak tampak saat diagnosis. Kebalikan

dengan sebagian besar anak yang mengalami leukemia, pasien dengan anemia

aplastik tidak mengalami hepatosplenomegali atau limfadenopati yang bermakna.

b. Patofisiologi.

Progenitor hematopoietic di darah dan sumsum jumlahnya rendah, dan

responnya terhadap rangsangan hematopoietic buruk, sehingga memberi kesan

tidak adanya sel bakal primitive. Di dalam model hierarki, pada setiap siklus sel,

sel bakal kehilangan potensinya untuk memperbarui diri dan cenderung memasuki

lintasan untuk diferensiasi akhir. Proses ini dapat dikendalikan oleh mekanisme

sel intrinsic (genetic) serta pengaruh lingkungan (interaksi sel-sel, faktor

pertumbuhan, dan hormon).

Sel bakal yang paling primitive berada pada hierarki teratas dan secara

mitotis tidak bergerak. Pada tipe I kerusakannya terjadi secara acak, mengenai sel

baik matur atau imatur, tetapi yang paling mencolok mengenai sel imatur dan

17

Page 18: Anemia Asli

mungkin juga sel nonmitotik yang membutuhkan banyak mitosis untuk maturasi.

Mekanismenya mungkin melibatkan cedera langsung pada DNA, misal akibat

radiasi atau preparat pengalkilasi (busul-fan). Pengaruh permanennya mungkin

deplesi jumlah sel bakal dan penurunan kapasitas memperbarui-diri. Kerusakan

tipe II terjadi pada kompartemen mitosis-aktif dan metabolis-aktif pada sel yang

berdiferensiasi dan memiliki fenotipe antigenic yang khas. Agen spesifik siklus

sel (misal 5-FU), infeksi virus atau mekanisme saat ini terlibat, dan deplesi sel

bakal akan terjadi ketika sel berdiferensiasi dan rentan terhadap kerusakan.

Respon beberapa pasien terhadap terapi imun member kesan bahwa kerusakan

tipe II relevan pada mereka. Dengan salah satu mekanisme, pemulihan

hematopoiesis dapat terjadi dari sejumlah sel bakal, sehingga menjadi “klonal”.

c. Terapi

Satu-satunya terapi yang sebenarnya pada anemia aplastik adalah

transplantasi sumsum tulang, dengan menggunakan sumsum dari donor yang

identik pada lokus histokompatibilitas mayornya (disebut HLA, Human Leukocyte

Antigen). Donor-donor ini biasanya saudara kandung, kadang-kadang orang tua,

dan kadang-kadang donor yang tidak berkerabat tetapi cocok. Resipien akan lebih

baik jika mereka telah membatasi pajanan terhadap produk darah sebelumnya,

karena mereka membentuk antibody terhadap lokus mayor dan minor yang akan

menimbulkan reaksi penolakan cangkok. Dugaan ketahanan hidup jangka panjang

untuk pasien berusia muda (di bawah 20 tahun) dengan donor saudara kandung

yang cocok adalah 70%. Donor alternative untuk pasien yan tidak memiliki

keluarga yang HLA-nya cocok mencakup anggota keluarga yang mengalami

kesalahan-pencocokan (mismatched) secara sebagian dan donor yang tidak

berkerabat tetapi cocok, tetapi ketahanan hidup jangka panjang hanya

diperhitungkan pada sekitar 25% pasien. Prognosis untuk transplant donor yang

tidak berkerabat dapat membaik dengan teknik molecular yang telah maju untuk

menentukan tipe HLA. Transplantasi darah tali pusat (dengan menggunakan darah

plasenta) tampaknua juga memberikan sel bakal dan progenitor yang cukup untuk

terapi yang efektif, dan dapat menjadi sumber baru donor tidak berkerabat.

5) Talasemia

18

Page 19: Anemia Asli

Merukan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan secara

resesif.Sindrom talasemia akibat tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai

polipeptida globin yang bergabung membentuk hemoglobin. Sindrom α-talasemia

biasanya disebabkan oleh delesi satu gen globin atau lebih. β-talasemia dapat juga

karena delesi gen, tetapi lebih lazim merupakan akibat kelainan pembacaan atau

pemrosesan DNA. Pada tingkat molecular, sekurang-kurangnya diketahui 100

mutasi yang mengakibatkan kelainan ini. Mutasi ini dapat mengurangi produksi

atau mengubah pemrosesan mRNA. Cara lain, pergeseran kerangka atau mutasi

nonsense dapat menggambarkan mRNA nonfungsional. Pada tingkat fenotip,

tidak dibuat β-globin (βo-talasemia) atau pengurangan jumlah β-globin normal

yang dihasilkan (β+-talasemia). Hanya rantai globin normal yang dihasilkan pada

kelainan ini, tetapi ada bentuk talasemia tidak biasa lain yang secara struktural

disentesis rantai globulin ab-normal. Misalnya, pindah silang tidak biasa pada

lokus gen δβ dapat mengakibatkan sintesis produk fusi- δβ, yang dapat bergabung

dengan rantai-α membentuk hemoglobin Lepore. Hemoglobin Constan Spring,

suatu tetramer yang dibentuk dari dua rantai- β normal dan dua rantai-α yang

memanjang secara abnormal, merupakan hasil mutasi pada tempat terminasi

normal sintesis rantai α-globulin. Mutasi gen structural tertentu lain, seperti

hemoglobin E atau Q, juga disertai dengan pengurangan sintesis rantai globin

abnormal.

Kelainan hematologic akibat pengurangan ringan sintesis rantai-globin

yang ditemukan pada talasemia heterezigot (trait) biasanya terbatas pada

hipokromia, mikrositosis, dan anemia ringan. Pengurangan sintesis globin yang

lebih berat ditemukan pada homozigot atau heterozigot kombinasi yang disertai

dengan hemolisis dan anemia berat. Hemolisis merupakan akibat

ketidakseimbangan dalam sintesis dua tipe rantai globin mayor α dan β. Gangguan

sintesis salah satu tipe rantai globin membatasi pembentukan tetramer hemoglobin

yang memerlukan rantai tersebut.

Produksi terus tipe rantai globin lain pada kecepatan normal

mengakibatkan kelebihan rantai globin yang tidak mampu berperan dalam

pembentukan tetramer normal karena tidak ada mitra yang cocok. Rantai globin

yang tidak dikombinasi tersebut dengan mudah mengendap di dalam eritrosit,

19

Page 20: Anemia Asli

memmbentuk benda inklusi yang tidak larut. Pada β-talasemia, inklusi rantai-α4

yang berlebihan terbentuk dengan sangat cepat selama maturasi eritroid sehingga

hemolisis cepat terjadi dalam sumsum tulang sebelum pelepasan retikulosit ke

dalam sirkulasi. Pada α-talasemia, tetramer rantai-β (β4 atau hemoglobin H)

mengendap lebih lambat sesudah eritrosit meninggalkan sumsum tulang. Bila

terbentuk, benda inklusi hemoglobin H dengan cepat diambil dari eritrosit oleh sel

retikuloendotelial limpa,mengakibatkan kerusakan membrane, fragmentasi, dan

akhirnya hemolisis.

β-talasemia Heterozigot (β-talasemia minor atau ciri bawaan).

Sejumlah kelainan sintesis rantai β-globin yang berbeda secara genetik dapat

menghasilkan gambaran klinis talasemia minor. Derajat penekanan sintesis rantai

β-globin normal dan jumlah sisa sintesis rantai-γ tampak merupakan penentu yang

penting terhadap keparahan heterozigot. Adanya talasemia biasanya dapat

dibedakan pada heterozigot dengan penentuan hemoglobin A2 dan F kuantitatif,

darah lengkap dengan indeks eritrosit dan pewarnaan benda inklusi eritrosit.

Tidak mungkin pemeriksaan sintesis in vitro untuk membedakan ciri βo-talasemia,

tidak adanya rantai-β yang disentesis, dari ciri β+-talasemia, dengan beberapa

rantai-β disentesis. Namun, kedua orang tua mungkin mempunyai bentuk βo ciri

talasemia jika keturunun homozigot secara total tidak mampu mensintesis rantai-

β. Sebaliknya, jika gen β-talasemia diwariskan bersama kelainan structural rantai-

β, seperti hemoglobin sel sabit, setiap hemoglobin A yang muncul harus berasal

dari lokus gen β-globin talasemia dan menunjukan adanya β+-talasemia. Tidak

adanya hemoglobin A pada kelompok ini sesuai dengan βo-talasemia. Identifikasi

keparahan gen talasemia pada calon orang tua dapat bermanfaat dalam

meramalkan keparahan penyakit pada keturunan homozigotnya.

β-talasemia Homozigot (β-talasemia mayor). Manifestasi klinis.

Mulainya gejala klinis β-talasemia mayor terjadi berangsur-angsur sesudah lahir

karena penurunan sintesis rantai-γ (HbF) pasca lahir normal menunjukkan defek

pada produksi rantai-β. Kecepatan timbulnya gejala tergantung pada kecepatan

penurunan sintesis rantai-γ dan derajat gangguan sintesis rantai-β. Janin dan

neonatus secara klinis dan hematologis normal, walaupun ukuran in vitro sudah

menunjukkan pengurangan atau tidak ada sintesis rantai-β. Ukuran ini

20

Page 21: Anemia Asli

memungkinkan β-talasemia mayor didiagnosis pada janin atau neonatus sebelum

manifestasi klinis penyakit muncul. Pada umur6-12 bulan, bayi tampak pucat,

iritabel, anoreksia, demam, dan seringpembesaran abdomen.

Pemeriksaan darah menunjukkan anemia hipokromik dan biasanya

mikrositik. Timbul mikrosit yang berubah bentuk, sel target, bintik basofilik dan

kadang-kadang makrosit. Jumlah retikulosit, walaupun meningkat, jarang

melebihi 5%. Eritrosit berinti ada, sering dalam jumlah yang amat banyak. Kadar

hemoglobin janin selalu meningkat di atas normal menurut umur, pada anak yang

lebih tua dan orang dewasa, persentase hemoglobin F dapat berkisar 13-95%.

Hemoglobin A tidak ada pada βo-talasemia tetapi dapat ada walaupun kadarnya

kurang, pada β+-talasemia. Persentase relative hemoglobin A2 dapat menurun,

normal, atau meningkat; dengan demikian, berbeda dengan ciri β-talasemia,

penentuan hemoglobin A2 kurang bermanfaat diagnostic.

Transfuse periodic biasanya diperlukan pada umur 1-2 tahun untuk

mempertahankan kehidupan. Kemudian, manifestasi klinis ditentukan sebagian

besar oleh seberapa bannyak transfuse yang disetujui. Pada anak, pemberian

transfuse hanya untuk anemia simtomatik berat, kadar hemoglobin biasanya

berkisar antara 40 dan 100 g/L. Pada kadar hemoglobin yang rendah, iritabilitas,

kelelahan, lesu, dan anoreksia dapat terjadi, orang tua, dan sering anak, biasanya

dapat menentukan kapan transfuse diperlukan. Dilatasi jantung dan bising hemis

merupakan temuan yang biasa. Gagal jantung yang nyata dapat menyertai

perburukan anemia yang terjadi selama infeksi akut karena hipoplasia eritroid

sementara. Ikterus sclera biasanya ada, dan batu empedu bilirubin dapat terbentuk

pada remaja sebagai akibat hemolisis kronis dan hiperbillirubinemia. Namun,

krisis yang disebabkan oleh percepatan hemolisis mendadak jarang terjadi.

Destruksi eritrosit terutama intramedulare. Hipertrofi kompensasi eritroid sumsum

dengan mengorbankan tulang dapat menyebabkan perubahan kosmetik.

Keterlibatan tulang cranium menyebabkan pembesaran kepala karena penonjolan

frontal dan parietal; pembesaran maksila menyebabkan penonjolan gigi frontal

atas, dengan perpindahan bibir atas ke depan dank e atas. Maloklusi yang

mencolok lazim ditemui. Penonjolan pipi nyata; jembatan hidung melebar,

mendalam, dan terdepresi; mata mempunyai kemiringan mongoloid; dan lipatan

21

Page 22: Anemia Asli

epikantus sering timbul. Ekspansi rongga sumsum tulang dapat juga menyebabkan

nyeri tulang dan rentan terhadap fraktur patologis tulang panjang dan vertebra.

Hematopoiesis ekstramedulare kompensasi pada hati dan lien menyebabkan

pembesran perut. Dengan berlanjutnya hemolisis dan hematopoiesis

ekstramedulare, limpa dapat menjadi sangat besar, menyebabkan lordosis lumbal

dan rasa tidak enak pada perut, anoreksia, dan kadang-kadang muntah karena

tekanan. Hepatomegali berkembang lebih lambat, tetapi hati juga mencapai

ukuran yang besar.

β-talasemia Intermedia. Kadar hemoglobin dapat tetap antara 60 dan

90 g/L tanpa terapi transfuse. Kedua orang tua biasanya ditemukan menderita

mikrositosis dan bukti adanya ciri β-talasemia pada elektroforesis hemoglobin.

Perjalanan klinis yang lebih ringan pada penderita ini biasanya karena pewarisan

homozigot gen talasemia yang lebih ringan, seperti δβ-talasemia, atau karena

pewarisan heterozigot ganda dari satu gen talasemia berat dan satu yang ringan.

Pewarisan homozigot dua gen talasemia berat dapat dikurangi dengan pewarisan

bersama gen tambahan untuk α-talasemia; walaupun sintesis rantai globin total

lebih rendah daripada penderita dengan β-talasemia homozigot,

ketidakseimbangan lebih kecil antara produksi rantai α- dan β-globin dan karena

itu, pembentukkan benda inklusi kurang dan hemolisis kurang.

α-talasemia. α-talasemia lazim di Asia Tenggara. Pada populasi ini

biasanya karena delesi satu atau lebih dari empat gen α-globin yang biasanya ada.

Keparahan kelainan terutama bergantung pada jumlah gen α-globin yang hilang.

Heterozigot dengan delesi satu gen α-globin dikenal sebagai karier α-talasemia

tersembunyi yang secara klinis dan hematologis normal. Mereka dapat dikenali

pada saat lahir oleh adanya sejumlah kecil hemoglobin Bart (γ4) pada

elektroforesis. Diagnose α-talasemia harus harus dipastikan dengan pemeriksaan

hibridisasi molecular DNA penderita atau dengan deteksi penyakit hemoglobin H

pada orang tua. Status karier tersembunyi dapat juga dihubungkan dengan muatan

structural rantai-α, seperti hemoglobin Constant Spring, yang dapat dideteksi

dengan elektroforesis. Heterozigot dengan delesi dua atau empat gen α-globin

menunjukkan mikrositosis, kadang-kadang anemia ringan, dan pada umumnya

menyerupai penderita dengan ciri β-talasemia. Pada saat lahir, ditemukan

22

Page 23: Anemia Asli

mikrositosis dan hemoglobin Bart dengan jumlah sedang. Hemoglobin Bart

menghilang opada umur 3-6 bulan, dan elektroforesis hemoglobin sesudahnya

secara sempurna normal. Namun, mikrositosis, menetap selama hidup. Kelainan

ini mudah rancu dengan defisiensi besi dan harus dicurigai kapanpun penderita

dengan mikrositosis dan anemia ringan gagal berespons terhadap terapi besi yang

cukup. Diagnosis definitive tidak selalu dapat dimungkinkan atau praktis pada

kelainan yang ringan ini karena dapat memerlukan penelitian keluarga secara

keseluruhan dan pemeriksaan in vitro sintesis rantai rantai-globin atau pemetaan

gen α-globin.

Bila penderita telah mewarisi kedua bentuk α-talasemia heterozigot

(karier dan delesi dua lokus α-globin), kelainan yang dihasilkan dikenal sebagai

penyakit hemoglobin H. karena tiga dari empat gen α-globin huilang, terdapat

ketidakseimbangan yang nyata antara sintesis rantai-α dan β. Akumulasi rantai-β

berlebihan mengakibatkan pembentukan hemoglobin inklusi H (β4) dan

menyebabkan anemia hemolitik kronis bila sel yang mengandung inclusion

terperangkap dalam system retikuloendotelial. Temuan laboratorium meliputi

mikrositosis, hipokromia, sferositosis, dan retikulositosis. Kadar hemoglobin

biasanya berkisar antara 70 dan 100 g/L, tetapi anemia dapat lebih berat. Penderita

dengan hemoglobin H juga rentan terhadap krisis anemic karena supresi

eritropoiesis sementara pasca infeksi.

Jika keempat gen α-globin hilang, eritroblastosis fetalis berat, dengan

lahir mati atau kematian segera pascalahir, terjadi sebagai akibat hidrops fetalis.

Bila tidak ada sintesis rantai-α, janin ini tidak mampu mensintesis hemoglobin

normal, selain hemoglobin embrional. Pada saat lahir, elektroforesis hemoglobin

menunjukkan terutama hemoglobin Bart (γ4) dengan beberapa hemoglobin H (β4)

dan hemoglobin embrional. Afinitas oksigen hemoglobin Bart tinggi dan

hemoglobin H menjadikannya tidak efektif sebagai pigmen pernafasan, dengan

demikian menyebabkan manifestasi hipoksia berat intrauterine, walaupun kadar

hemoglobin sebenarnya dalam darah janin dapat setinggi 90-100 g/L. Beberapa α-

talasemia homozigot bayi yang dilahirkan secara premature dan ditransfusi tukar

pada saat lahir bertahan hidup dan sekarang tergantung terapi transfuse

berkembang secara normal. Pada beberapa populasi, α-talasemia dapat merupakan

23

Page 24: Anemia Asli

akibat gen yang menyebabkan penurunan sintesis rantai-α bukannya tidak ada

sintesis rantai-α sama sekali seperti yang ditemukan pada delesi gen. Namun,

bentuk α-talasemia jenis ini secara klinis lebih berat daripada bentuk yang

disebabkan oleh delesi gen.

F. Pengaruh Anemia Pada Balita

a. Terhadap kekebalan tubuh (imunitas seluler dan humoral)

Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat lebih meningkatkan kerawanan

terhadap Penyakit infeksi. Seseorang yang menderita defisiensi besi (terutama

balita) lebih mudah terserang mikroorganisme, karena kekurangan zat besi

berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional dari mekanisme

kekebalan tubuh yang penting untuk menahan masuknya penyakit infeksi (5).

Fungsi kekebalan tubuh telah banyak diselidiki pada hewan maupun

manusia. Meskipun telah banyak publikasi yang mengatakan bahwa kekurangan

besi menimbulkan konsekwensi fungsional pada sistem kekebalan tubuh, tetapi

tidak semua peneliti mencapai kesepakatan tentang kesimpulan terhadap

abnormalitas pada fungsi kekebalan spesifik (5).

Laporan klinis yang pertama-tama dilaporkan pada tahun 1928 oleh

Mackay (dikutip oleh Scrimshaw-2) mengatakan bahwa bayi-bayi dari keluarga-

keluarga miskin di London yang menderita bronchitis dan gastroenteritis menjadi

berkurang setelah mereka mendapat terapi zat besi. Lebih lanjut di Alaska,

penyakit diare dan saluran pernafasan lebih umum ditemui pada orang-orang

eskimo dan orang-orang asli yang menderita defisiensi besi. Meningitis lebih

sering berakibat fatal pada anak-anak dengan kadar hemoglobin di atas 10,1 g/dl

(5).

b. Imunitas humoral

Peranan sirkulasi antibodi sampai sekarang dianggap merupakan

pertahanan utama terhadap infeksi, dan hal ini dapat didemonstrasikan pada

manusia. Pada manusi kemampuan pertahanan tubuh ini berkurang pada orang-

orang yang menderita defisiensi besi (5)

Nalder dkk mempelajari pengaruh defisiensi besi terhadap sintesa antibodi

pada tikus-tikus dengan menurunkan setiap 10% jumlah zat besi dalam diit.

24

Page 25: Anemia Asli

Ditemukan bahwa jumlah produksi antibodi menurun sesudah imunisasi dengan

tetanus toksoid, dan penurunan ini secara proporsional sesuai dengan penurunan

jumlah, zat besi dalam diit. Penurunan fifer antibodi tampak lebih erat

hubungannya dengan indikator konsumsi zat besi, daripada dengan pemeriksaan

kadar hemoglobin, kadar besi dalam serum atau feritin, atau berat badan (5).

c. Imunitas sel mediated

Invitro responsif dari limfosit dalam darah tepi dari pasien defisiensi besi

terhadap berbagai mitogen dan antigen merupakan topik hangat yang saling

kontraversial. Bhaskaram dan Reddy menemukan bahwa terdapat reduksi yang

nyata jumlah sel T pada 9 anak yang menderita defisiensi besi. Sesudah

pemberian Suplemen besi selama empat minggu, jumlah sel T naik bermakna (5).

Srikanti dkk membagi 88 anak menjadi empat kelompok menurut kadar

hemoglobin yaitu defisiensi besi berat (Hb<8,0 g/dl). Pada anak yang defisiensi

besi sedang (Hb antara 8,0 - 10,0 g/dl), defisiensi ringaan (Hb antara 10,1 - 12,0

g/dl), dan normal (Hb > 12 g/dl). Pada anak yang defisiensi berat dan sedang

terjadi depresi respons terhadap PHA oleh limfosit, sedangkan pada kelompok

defisiensi ringan dan normal tidak menunjukkan hal serupa. Keadaan ini

diperbaiki dengan terapi besi (5).

d. Fagositosis

Faktor penting lainnya dalam aspek defisiensi besi adalah aktivitas

fungsional sel fagositosis. Dalam hal ini, defisiensi besi dapat mengganggu sintesa

asam nukleat mekanisme seluler yang membutuhkan metaloenzim yang

mengandung Fe. Schrimshaw melaporkan bahwa sel-sel sumsum tulang dari

penderita kurang besi mengandung asam nukleat yang sedikit dan laju inkorporasi

(3H) thymidin menjadi DNA menurun (5).

Kerusakan ini dapat dinormalkan dengan terapi besi. Sebagai tambahan,

kurang tersedianya zat besi untuk enzim nyeloperoksidase menyebabkan

kemampuan sel ini membunuh bakteri menurun (5).

Anak-anak yang menderita defisiensi besi menyebabkan persentase limfosit

T menurun, dan keadaan ini dapat diperbaiki dengan suplementasi besi.

Menurunnya produksi makrofag juga dilaporkan oleh beberapa peneliti. Secara

25

Page 26: Anemia Asli

umum sel T, di mana limfosit berasal, berkurang pada hewan dan orang yang

menderita defisiensi besi. Terjadi penurunan produksi limfosit dalam respons

terhadap mitogen, dan ribonucleotide reductase juga menurun. Semuanya ini

dapat kembali normal setelah diberikan suplemen besi (5).

e. Terhadap kemampuan intelektual

Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan antara keadaan

kurang besi dan dengan uji kognitif. Walaupun ada beberapa penelitian

mengemukakan bahwa defisiensi besi kurang nyata hubungannya dengan

kemunduran intelektual tetapi banyak penelitian membuktikan bahwa defisiensi

besi mempengaruhi pemusnahan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ) , dan prestasi

belajar di sekolah. Denganl memberikan intervensi besi maka nilai kognitif

tersebut naik secara nyata (5).

Pada anak berusia dua tahun, anemia bisa menyebabkan gangguan

koordinasi dan keseimbangan. Sehingga anak kelihatan menarik diri dan selalu

ragu. Hal tersebut bisa menyebabkan terhambatnya kemampuan anak dalam

berinteraksi dengan temannya. Bayi yang mengalami anemia umumnya lebih

rewel, susah makan, kulit pucat, suhu tubuh kadang-kadang dingin dan daya tahan

tubuh menurun yang ditandai dengan gampang jatuh sakit dibandingkan dengan

anak sebayanya (5).

Salah satu penelitian di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24 bulan.

Hasil, penelitian tsb menyatakan bahwa ada perbedaan skor mental (p<0,05) dan

skor motorik (p<0, 05) antara kelompok anemia kurang besi dengan kelompok

normal (5).

Pollit, dkk melakukan penelitian di Cambridge terhadap 15 orang anak

usia 3-6 tahun yang menderita defisiensi besi dan 15 orang anak yang normal,

status besinya sebagai kontrol. Pada awal penelitian anak yang menderita

defisiensi besi menunjukkan skor yang lebih rendah daripada anak yang normal

terhadap uji oddity learning. Setelah 12 minggu diberikan preparat besi dengan

skor rendah pada awal penelitian, menjadi normal status besinya diikuti dengan

kenaikan skor kognitif yang nyata sehingga menyamai skor kognitif anak yang

normal yang dalam hal ini sebagai kelompok kontrol (5).

26

Page 27: Anemia Asli

G. Strategi Penanggulangan Anemia gizi Pada Balita

Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin kalu

intervensi dilakukan terhadap sebab langsung, tidak langsung maupun mendasar.

Secara pokok strategi itu adalah sebagai berikut : (6)

1. Terhadap penyebab langsung

Penanggulangan anemia gizi perlu diarahkan agar :

a. Keluarga dan anggota keluarga yang resiko menderita anemia mendapat

makanan yang cukup bergizi dengan biovailabilita yang cukup.

b. Pengobatan penyakit infeksi yang memperbesar resiko anemia

c. Penyediaan pelayanan yang mudah dijangkau oleh keluarga yang

memerlukan, dan tersedianya tablet tambah darah dalam jumlah yang

sesuai.

2. Terhadap penyebab tidak langsung

Perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan perhatian dan kasih sayang di

dalam keluarga terhadap wanita, terutama terhadap ibu yang perhatian itu

misalnya dapat tercermin dalam :

a. Penyediaan makanan yang sesuai dengan kebutuhanny terutama bila

hamil.

b. Mendahulukan ibu hamil pd waktu makan

c. Perhatian agar pekerjaan fisik disesuaikan dengan kondisi wanita/ibu

hamil

3. Terhadap penyebab mendasar :

Dalam jangka panjang, penanggulangan anemia gizi hanya dapat berlangsung

secara tuntas bila penyebab mendasar terjadinya anemia juga ditanggulang,

misalnya melalui:

a. Usaha untuk meningkatkan tingkat pendidikan, terutama pendidikan

wanita.

b. Usaha untuk memperbaiki upah, terutama karyawan rendah.

c. Usaha untuk meningkatkan status wanita di masyarakat

d. Usaha untuk memperbaiki lingkungan fisik dan biologis, sehingga mendukung

status kesehatan gizi masyarakat.

27

Page 28: Anemia Asli

Tips mencegah anemia (7) :

1. Usahakan memberikan air susu ibu (ASI) sampai setidaknya anak berumur 12

bulan (idealnya sampai 2 tahun). Ibu   menyusui disarankan mengkonsumsi

makanan yang cukup zat besi.

2. Jika anak Anda sudah mendapatkan makanan tambahan, usahakan

menambahkan sereal, bayam, kangkung, katuk dan sumber zat besi lainnya

dalam menu makanan padat yang diberikan.

3. Jika Anda memberikan susu formula kepada bayi Anda, pilihlah susu formula

yang diperkaya dengan zat besi.

4. Pastikan anak Anda yang lebih besar memiliki pola makan seimbang dengan

makanan yang mengandung zat besi. Kuning telur, daging merah, kentang,

tomat, hati dan sayuran adalah makanan alami yang kaya zat besi.

5. Ajarkan anak-anak kebiasaan hidup bersih sehingga terhindar dari penyakit

infeksi dan parasit.

Strategi Operasional Penanggulangan Anemia Gizi disini diarahkan ke

kegiatan yang bisa dilaksanakan dalam 4 kegiatan yaitu (8) :

a. STRATEGI OPERASIONL KIE

1. Pelaksanaan KIE

Pelaksnaan KIE perlu dilakukan secara lebih menyeluruh, dan bersifat

multi media. Pendekatan pelaksanaan KIE adalah sbb :

menggunakan multimedia

menggunakan tenaga lintas program dan lintas sektor

menggunakan berbagai pendekatan seperti individual, kelompok atau massal

menumbuhkan partisipasi dan kemandirian

ditunjukan untuk berbagai sasaran yang sesuai seperti sasaran primer yaitu

orang tua yang memiliki balita, sasaran sekunder yaitu petugas kesehatan,

lurah, tokoh masyarakat, lembaga LSM sedangkan tertier yaitu pemerintah

setempat.

2. Integrasi KIE anemia ke dalam KIE maknan

3. Pengembangan jaringan KIE

28

Page 29: Anemia Asli

4. Strategi khusus : Penyelenggaraan Bulanan Anemia

5. Isi pesan KIE anemia diantaranya

menjelaskan konsep Anemia

menjelaskan Anemia dalam konteks pangan dan gizi secara keseluruhan

menjelaskan pelayanan kesehatan yang ada dalam kaitan penanggulangan

Anemia gizi.

meningkatkan kebutuhkan terhadap tablet tambah darah

meningkatkan kesadaran keluarga untuk lebih memperhatikan anggota

keluarga.

menjelaskan kaitan anemia dalam pembangunan secara umum.

b. STRATEGI OPERASIONAL SUPLEMENTASI

Masyarakat sendiri dapat melakukan suplementasi untuk balitanya.

Preparat diberikan lebih baik dalam bentuk multivitamin, yaitu selain

mengandung besi dan asam folat, juga mengandung vitamin A, vitamin C, seng

(sesuai dengan kemampuan tehnologi). Pemberian dapat dilakukan beberapa kali

dalam setahun (1).

Dosis pemberian adalah sebagai berikut :

30 mg unsur besi dan 0,125 mg asam folat, disertai 2500 IU vitamin A

pemberian diberikan selama 2 bulan

swadana : 30 mg unsur besi dan 0,125 mg asam folat disertai 2500 IU vitamin

A pemberian diberikan sekali seminggu. Preparat multivitamin yang tersedia di

pasaran juga dapat dipergunakan.

c. STRATEGI FORTIFIKASI

Fortifikasi sampai sekarang masih belum banyak berperan dalam

penanggulangan anemia gizi di masyarakat. Saat ini baru ada rintisan kegiatan

fortifikasi yang dilakukan pada mi instan. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg

unsur besi dan 0,15 mg asam folat ditambah 2500 IU vitamin A untuk setiap

bungkusnya. Dosis ii berlaku umum untuk seluruh sasaran, sehingga secara tehnis

pelaksanaannya lebih mudah (1).

Strategi yang perlu dilakukan (1) :

1. Mempertahankan produk – produk yang telah difortifikasi

29

Page 30: Anemia Asli

2. Fortifikasi produk yang dikonsumsi oleh masyarakat (low and entry)

3. Memasukkan fortifikasi ke dalam Standard Nasional Indonesia (SNI)

4. Telaah lanjutan tentang wahana (bahan makanan) lain yang bis digunakan.

d. STRATEGI OPERASIONAL LAIN

Penanggulangan anemia juga memerlukan kegiatan lain seperti (1) :

1. Pembasmian infeksi cacing secara berkala

Penanggulangan anemia perlu disertai dengan pemberian obat cacing di

daerah yang diduga prevalensi cacingny tinggi. Prioritas pemerintah sekarang ini

adalah pembasmian cacing untuk anak sekolah, daerah vital produksi, daerah

terpencil dan daerah kumuh. Direktorat Bina Gizi Masyarakat perlu berpartisipasi

dalam rangka memperluas gerakan pembasmian cacing ini. Direktorat Bina Gizi

Masyarakat juga perlu membantu gerakn pembasmian cacing yang dilakukan

secara swadana oleh masyarakat ataupun swasta.

Dalam rangka pembasmian cacing ini perlu diperhatikan bahwa

pembasmian hanya akan langgeng bila disertai dengan kegiatan untuk mengubah

perilaku penduduk kearah hidup yang lebih bersih (seperti cuci tangan,

menggunakan sandal dan kegiatan untuk mengubah lingkungan (seperti

jambanisasi) agar siklus hidup cacing bisa diputus secara permanen (8).

2. Pemberian obat anti malaria untuk daerah endemis.

Pemberian obat anti malaria di daerah endemis malaria perlu diberikan

sekaligus pada waktu pemberian tablet tambah darah. Direktorat Jenderal

P2MPLP sekarang sudah memberikan anti malaria sekaligus tablet tambah darah,

nmun bru daerh prioritas, seperti transmigrasi, daerah potensi wabah daerah

pembangunan dan daerah perbatasan.

3. Mencari Prevalensi Regional Anemia.

Perlu ada penelitian tentang prevalensi anemia dan penyebabny pad tingkat

Provinsi dan kabupaten. Penelitian ini dapat dilkukan dengan metode survei cepat.

Sekarang ini lelah dilaksanakan survei untuk 145 kabupaten.

30

Page 31: Anemia Asli

H. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Riwayat Keperawatan, meliputi:

1) Riwayat keperawatan dahulu

2) Riwayat keperawatan sekarang

3) Riwayat keperawatan keluarga

b. Pola Fungsi Kesehatan

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas,

penurunan semangat untuk  bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.

Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.

Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.

Letargi, menarik diri, apatis,lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.

Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuhtidak tegak.

Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain

yang menunujukkan keletihan.

2. Sirkulasi

Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,

menstruasi berat, angina, CHF (akibat kerja jantung

berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi(takikardia

kompensasi).

Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi

melebar, hipotensi postural.Disritmia : abnormalitas EKG, depresi

segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;takikardia.

Bunyi jantung : murmur sistolik. Ekstremitas (warna) : pucat pada

kulit dan membranemukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar

kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapattampak sebagai

keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat atau kuning lemon terang.

Sklera : biru atau putih seperti mutiara. Pengisian kapiler melambat

(penurunan aliran darahke kapiler dan vasokontriksi kompensasi)

31

Page 32: Anemia Asli

kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia). Rambut :

kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature.

3. Integritas ego

Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,

misalnya penolakan transfusi darah.

Tanda : depresi.

4. Eleminasi

Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi.

Hematemesis, fesesdengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi.

Penurunan haluaran urine.

5. Makanan/cairan

Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan

produk sereal tinggi. Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus

pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,anoreksia. Adanya penurunan

berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap

es,kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya.

Tanda : lidah tampak merah daging/halus (defisiensi asam folat dan vitamin

B12). Membranemukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering,

tampak kisut/hilang elastisitas. Stomatitis danglositis (status defisiensi).

Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah.

DIAGNOSIS DAN NOC-NIC (11) :

1. Ketidakseimbangan Nutirisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d faktor biologisBatasan Karakteristik :

o Kekurangan masukkan makanan

o Kekurangan berat badan

NOC : Status gizi

o Makanan oral

o pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total

o Asupan cairan oral atau IV

32

Page 33: Anemia Asli

NIC : Nutrition Management

o Gali apakan pasien memiliki riwayat alergi makanan

o Pastikan pilihan makanan klien

o Kolaborasi dengan ahli diet, menentukan jumlah kalori dan tipe zat gizi

yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

o Anjurkan klien meningkatkan intake protein, zat besi dan vitamin C

o Tawarkan makanan ringan

o Pastikan diet mengandung makanan berserat tinggi untuk mencegah

konstipasi

o Sediakan pilihan makanan

o Nilai kemampuan pasien memenuhi kebutuhan nutrisi

o Berikan substansi gula

o Pantau jumlah nutrisi dan kandungan kalorinya

Nutrition Monitoring

o Ukur BB klien

o Pantau perubahan kenaikan dan penurunan BB

o Pantau type dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan

o Pantau respon emosi pasien saat melakukan kegiatan yang berhubungan

dengan makan dan makanan.

o Pantau interaksi orang tua/anak selama pemberian makan

o Pantau lingkungan selama makan

o Jadualkan tindakan dan pengobatan pada waktu diluar waktu makan

o Pantau adanya kekeringan, defigmentasi dan sisik pada kulit

o Pantau turgor kulit

o Pantau adanya mual dan muntah

o Pantau nilai albumin, protein total, Hb dan Hct

o Pantau limfosit dan elekrolit

o Pantau tingkat energi, kelelahan, lemas, dan lemah

o Pantau asupan zat gizi dan kalori

33

Page 34: Anemia Asli

o Tentukan apakah klien memerlukan diet khusus

o Pantau pilihan dan pemilihan makanan

o Catat perubahan besar pada status nutrisi dan lakukan pengobatan

o Berikan lingkungan yang optimal saat waktu makan

2. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen.

Batasan Karakteristik:

o Abnormal tekanan darah sebagai respon aktivitas

o Abnormal heart rate sebagai respon aktivitas

o Secara verbal mengatakan letih

o Secara verbal mengatakan lemah

o Dyspnea

NOC: Energy Conservation (scale 1-5)

o Keseimbangan aktivitas dan istirahat

o Menggunakan istirahat untuk mengembalikan energy

o Mengenali batasan energy

o Menggunakan teknik konservasi energy

o Mengorganisasi aktivitas untuk menghemat energy

o Mengatur nutrisi yang adekuat

NIC: Energy Management

o Mengkaji status fisiologis pasien tentang fatig dalam konteks umur dan

perkembangan

o Menentukan persepsi pasien tentang penyebab fatig

o Memonitor intake nutrisi untuk mendapatkan sumber nutrisi yang adekuat

o Memonitor respon kardiorespiratory terdapat aktivitas

o Memonitor pola tidur dan jumlah jam tidur per hari pasien

34

Page 35: Anemia Asli

o Membantu pasien untuk memahami prinsip konservasi energy (e.g,

bedrest)

o Mengajari organisasi aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk

menghindari fatig

o Membantu pasien untuk mengkaji prioritas aktivitas untuk

mengakomodasi tingkat fatig

o Membantu pasien membuat jadwal periode istirahat

o Menghindari aktivitas selama periode istirahat

o Menginstruksikan pasien untuk mengenali tanda dan gejala fatig untuk

sebagai indicator menurunkan aktivitas

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d anemia

Batasan karakteristik:

o Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembaban,

kuku, sensasi, suhu)

o Perubahan tekanan darah pada ekstemitas

o Warna kulit pucat.

NOC: Perfusi jaringan : periferal (scale 1-5)

o CRF

o Suhu kulit ekstremitas

o Tekanan darah sistolik

o Tekanan darah diastolic

o Tekanan nadi

o Tekanan darah rata-rata

NIC: Circulatory care: Arterial Insufficiency

o Menunjukkan penilaian sirkulasi perifer yang menyeluruh (e.g., cek

nadi perifer, capillary refill, warna dan suhu).

o Mengevaluasi nadi perifer

o Melindungi ekstemitas dari injury

o Mengatur hidrasi adekuat untuk menurunkan viskositas darah

35

Page 36: Anemia Asli

o Memonitor status cairan, meliputi intake dan output

Circulatory care: Venous Insufficiency

o Menunjukkan penilaian sirkulasi perifer yang menyeluruh (e.g., cek

nadi perifer, capillary refill, warna dan suhu).

o Mengevaluasi nadi perifer

o Mengatur hidrasi adekuat untuk menurunkan viskositas darah

o Memonitor status cairan, meliputi intake dan output

BAB III

PENUTUP

36

Page 37: Anemia Asli

A. Kesimpulan

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan

komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan

untuk pembentukan sel darah merah, yangmengakibatkan penurunan kapasitas

pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999). Anemia adalah istilah yang

menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan

hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935). Anemia adalah berkurangnya

hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume

packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). Dengan

demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan

merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan

perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang

seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.

Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi yang

diperlukan untuk sintesis eritrosit,antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat.

Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan

genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.

B. Saran

Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaa, oleh karena itu

apabila ada kata-kata atau sesuatu yang masih kurang dalam makalah yang kami

buat ini mohon di kritisi, sebagai media pembelajarab untuk kita semua kelak

nanti.

DAFTAR PUSTAKA

37

Page 38: Anemia Asli

1. Arlinda Sari Wahyuni, Anemia Defisien Besi Pada Balita,

http:/www.rsmultazam.com/solusi/68-jangan-anggap-enteng-anemia-pada-

anak. htm.

2. Ngastiyah. 2001. Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC

3. Permono B, Sutaryo, Ugrasena. 2005. Anemia Defisiensi Besi, dalam buku

ajar hematology – oncology. Jakarta : Badan penerbit IDAI

4. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 2007. Buku Ajar Pediatric Rudolph

Volume 2 Edisi 20. Jakarta : EGC.

5. Abdoerrachman M. H, dkk (1998), Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak,

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.

6. Soeparman, Sarwono, W, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI,

Jakarta.

7. Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta,

Medika, 2005.

8. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Medika, 2006

38