BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Rongga Mulut 2.1.1. Pendahuluan Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut (Yousem et al., 1998). Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir (Tortora et al., 2009). Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut (Tortorra et al., 2009)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Rongga Mulut
2.1.1. Pendahuluan
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah
bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum
keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar
ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang
membatasi rongga mulut (Yousem et al., 1998).
Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis
oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding
bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari
pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh
membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi.
Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun
di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir
pada bagian bibir (Tortora et al., 2009).
Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut
(Tortorra et al., 2009)
2.1.2. Bibir dan Palatum
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris
dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian
internal (Seeley et al., 2008 ; Jahan-Parwar et al., 2011).
Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas
dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada
bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas
dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari
bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke
bagian mandibula pada bagian inferior (Jahan-Parwar et al., 2011).
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis,
jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun
dari bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion
merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel-
epitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan
warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga
menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar
sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak
ditemukan pada bagian vermilion (Tortorra et al., 2009; Jahan-Parwar et al.,
2011).
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan
dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di
bagian tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat
melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan otot-
otot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk memosisikan agar makanan
berada di antara gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga
memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara.
Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara
rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga
mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses mengunyah
dan bernafas pada saat yang sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua
bagian yaitu palatum durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak).
Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum
durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara
rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila
dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap
rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat
berbentuk lengkungan yang membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring.
Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang sama halnya dengan paltum
durum, juga dilapisi oleh membran mukosa (Marieb and Hoehn, 2010; Jahan-
Parwar et al., 2011).
Gambar 2.2. Anatomi Palatum
(Agave Clinic, 2007)
2.1.3. Lidah
Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem pencernaan.
Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu kehamilan. Lidah
tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah beserta otot-
otot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang menyusun dasar dari
rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh septum
median yang berada disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid pada
bagian inferior, prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula (Tortorra et
al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010 ; Adil et al., 2011).
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik
dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot
genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar lidah
(menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian tersebut) dan masuk kedalam
jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot eksternal lidah berfungsi untuk
menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke sisi yang berlawanan dan
menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam. Pergerakan lidah karena otot
tersebut memungkinkan lidah untuk memosisikan makanan untuk dikunyah,
dibentuk menjadi massa bundar, dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulut
untuk proses penelanan. Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari
mulut dan mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya.
Otot-otot intrisik lidah berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan
ikat lidah. Otot ini mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan
menelan. Otot tersebut terdiri atas : otot longitudinalis superior, otot
longitudinalis inferior, otot transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk
menjaga agar pergerakan lidah terbatas ke arah posterior dan menjaga agar lidah
tetap pada tempatnya, lidah berhubungan langsung dengan frenulum lingual, yaitu
lipatan membran mukosa yang berada pada bagian tengah sumbu tubuh dan
terletak di permukaan bawah lidah, yang menghubungkan langsung antara lidah
dengan dasar dari rongga mulut (Tortorra et al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010).
Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan lateral
lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina propria yang
ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila memiliki kuncup perasa,
reseptor dalam proses pengecapan, sebagian yang lainnya tidak. Namun, papila
yang tidak memiliki kuncup perasa memiliki reseptor untuk sentuhan dan
berfungsi untuk menambah gaya gesekan antara lidah dan makanan, sehingga
mempermudah lidah untuk menggerakkan makanan di dalam rongga mulut.
Secara histologi (Mescher, 2010), terdapat empat jenis papila yang dapat
dikenali sampai saat ini, yaitu :
1. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah yang sangat banyak di
lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan terkeratinasi, hal tersebut
menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah. Papila jenis ini tidak
mengandung kuncup perasa.
2. Papila fungiformis. Papila fungiformis mempunyai jumlah yang lebih sedikit
dibanding papila filiformis. Papila ini hanya sedikit terkeratinasi dan
berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya adalah jaringan ikat. Papila ini
memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian permukaan luarnya. Papila ini
tersebar di antara papila filiformis.
3. Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi
mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah dan mengandung
kuncup perasa.
4. Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila dengan jumlah
paling sedikit, namun memiliki ukuran papila yang paling besar dan
mengandung lebih dari setengah jumlah keseluruhan papila di lidah manusia.
Dengan ukuran satu sampai tiga milimeter, dan berjumlah tujuh sampai dua
belas buah dalam satu lidah, papila ini umumnya membentuk garis berbentuk
menyerupai huruf V dan berada di tepi dari sulkus terminalis.
Pada bagian akhir dari papila sirkumfalata, dapat dijumpai sulkus
terminalis. Sulkus terminalis merupakan sebuah lekukan melintang yang
membagi lidah menjadi dua bagian, yaitu lidah bagian rongga mulut (dua
pertiga anterior lidah) dan lidah yang terletak pada orofaring (satu pertiga
posterior lidah). Mukosa dari lidah yang terletak pada orofaring tidak
memiliki papila, namun tetap berstruktur bergelombang dikarenakan
keberadaan tonsil lingualis yang terletak di dalam mukosa lidah posterior
tersebut (Saladin, 2008; Marieb and Hoehn, 2010).
Gambar 2.3. Penampang Lidah
(Netter, 2011)
2.1.4 Gigi
Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan tampak pada
periode kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang tampak pertama pada anak-
anak disebut gigi susu atau deciduous teeth. Perangkat kedua yang muncul setelah
perangkat pertama tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup, disebut
sebagai gigi permanen. Gigi susu berjumlah dua puluh empat buah yaitu : empat
buah gigi seri (insisivus), dua buah gigi taring (caninum) dan empat buah geraham
(molar) pada setiap rahang. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua buah yaitu :
empat buah gigi seri, dua buah gigi taring, empat buah gigi premolar, dan enam
buah gigi geraham pada setiap rahang (Seeley et al., 2008).
Gigi susu mulai tumbuh pada gusi pada usia sekitar 6 bulan, dan biasanya
mencapai satu perangkat lengkap pada usia sekitar 2 tahun. Gigi susu akan secara
bertahap tanggal selama masa kanak-kanak dan akan digantikan oleh gigi
permanen.
Gambar 2.4. Gigi Susu dan Gigi Permanen
(Tortorra et al., 2009)
Gigi melekat pada gusi (gingiva), dan yang tampak dari luar adalah bagian
mahkota dari gigi. Menurut Kerr et al. (2011), mahkota gigi mempunyai lima
buah permukaan pada setiap gigi. Kelima permukaan tersebut adalah bukal
(menghadap kearah pipi atau bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial
(menghadap kearah gigi), distal (menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah
(oklusal untuk gigi molar dan premolar, insisal untuk insisivus, dan caninus).
Bagian yang berada dalam gingiva dan tertanam pada rahang dinamakan
bagian akar gigi. Gigi insisivus, caninus, dan premolar masing-masing memiliki
satu buah akar, walaupun gigi premolar pertama bagian atas rahang biasanya
memiliki dua buah akar. Dua buah molar pertama rahang atas memiliki tiga buah
akar, sedangkan molar yang berada dibawahnya hanya memiliki dua buah akar.
Bagian mahkota dan akar dihubungkan oleh leher gigi. Bagian terluar dari
akar dilapisi oleh jaringan ikat yang disebut cementum, yang melekat langsung
dengan ligamen periodontal. Bagian yang membentuk tubuh dari gigi disebut
dentin. Dentin mengandung banyak material kaya protein yang menyerupai
tulang. Dentin dilapisi oleh enamel pada bagian mahkota, dan mengelilingi sebuah
kavitas pulpa pusat yang mengandung banyak struktur jaringan lunak (jaringan
ikat, pembuluh darah, dan jaringan saraf) yang secara kolektif disebut pulpa.
Kavitas pulpa akan menyebar hingga ke akar, dan berubah menjadi kanal akar.
Pada bagian akhir proksimal dari setiap kanal akar, terdapat foramen apikal yang
memberikan jalan bagi pembuluh darah, saraf, dan struktur lainnya masuk ke
dalam kavitas pulpa (Seeley et al., 2008, Tortorra et al., 2009).
2.2. Flora Normal
2.2.1. Pendahuluan
Istilah ‘flora normal’ menunjukkan populasi mikroorganisme yang hidup
di kulit dan membran mukosa orang normal yang sehat. Beberapa jenis bakteri
dan jamur merupakan dua jenis organisme yang termasuk ke dalam kumpulan
flora normal. Keberadaaan flora virus normal masih diragukan (Brooks et al.,
2008; Levinson, 2008).
Kulit dan membran mukosa selalu mengandung berbagai mikroorganisme
yang dapat tersusun menjadi dua kelompok, yaitu: flora residen dan flora transien.
Flora residen terdiri dari jenis mikroorganisme yang relatif tetap dan secara teratur
ditemukan di daerah tertentu pada usia tertentu; jika terganggu, flora tersebut
secara cepat akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Flora transien terdiri dari
mikroorganisme yang nonpatogen atau secara potensial bersifat patogen yang
menempati kulit atau membran mukosa selama beberapa jam, hari, atau minggu;
berasal dari lingkungan, tidak menyebabkan penyakit, dan tidak dapat
menghidupkan dirinya sendiri secara permanen di permukaan. Anggota flora
transien secara umum memiliki makna kecil selama flora normal masih tetap utuh.
Namun, apabila flora residen terganggu, mikroorganisme transien dapat
berkolonisasi, berproliferasi dan menyebabkan penyakit (Brooks et al., 2008).
2.2.2. Peran Flora Residen
Mikroorganisme yang secara konstan ada di permukaan tubuh bersifat
komensal. Pertumbuhannya di daerah tertentu bergantung pada faktor-faktor
fisiologi, yaitu temperatur, kelembaban, dan adanya zat gizi serta zat inhibitor
tertentu. Keberadaan flora normal tersebut tidak penting bagi kehidupan, karena
hewan “bebas mikroorganisme” dapat hidup pada keadaan tidak adanya flora
mikroba normal (Brooks et al., 2008; Nasution, 2010).
Flora residen di daerah tertentu memainkan peranan yang nyata dalam
mempertahankan kesehatan dan fungsi normal. Anggota flora residen dalam
saluran cerna menyintesis vitamin K dan membantu absorpsi makanan. Pada
memnran mukosa dan kulit, flora residen mencegah kolonisasi patogen dan
kemungkinan terjadinya penyakit melalui “interferensi bakteri”. Mekanisme
gangguan interfernsi tersebut tidak jelas. Mekanisme tersebut dapat meliputi
kompetisi terhadap reseptor atau tempat pengikatan (binding sites) pada sel
pejamu, kompetisi mendapatkan makanan, saling menghambat oleh hasil
metabolik atau toksik, saling menghambat oleh bahan antibiotik atau bakteriosin,
atau dengan mekanisme lain. Supresi flora normal secara jelas menyebabkan
kekosongan lokal parsial yang cenderung diisi oleh organisme dari lingkungan
atau dari bagian tubuh yang lain. Organisme tersebut bersifat oportunistik dan
dapat menjadi patogen (Brooks dkk, 2008; Nasution, 2010).
Sebaliknya, anggota flora normal sendiri dapat menyebabkan penyakit
dalam keadaan tertentu. Organisme-organisme tersebut beradaptasi dengan cara
hidup yang noninvasif yang disebabkan oleh keterbatasan keadaan lingkungan.
Jika dipindahkan secara paksa akibat pembatasan lingkungan tersebut dan
dimasukkan ke dalam aliran darah atau jaringan, organisme tersebut dapat
menjadi patogenik. Hal tersebut tampak pada individu yang berada dalam status
imunokompromi dan sangat lemah karena suatu penyakit kronik, dimana flora
normal akan menyebabkan suatu penyakit pada tempat anatomisnya (Levinson,
2008).
Hal yang penting adalah bahwa mikroba yang tergolong flora residen
normal tidak membahayakan dan dapat menguntungkan di lokasi normalnya pada
penjamu serta pada keadaan tanpa kelainan yang menyertai. Organisme tersebut
dapat menyebabkan penyakit jika dimasukkan dalam jumlah besar dan jika
terdapat faktor predisposisi. Berikut adalah tabel mengenai jenis flora normal
yang sering ditemukan pada berbagai tempat di tubuh manusia (Kayser et al.,
2005).
Tabel 2.1. Tabel Distribusi Flora Normal Pada Manusia
Sumber : Kayser et al., 2005
2.2.3 Flora Normal Mulut dan Saluran Pernapasan Atas
Membran mukosa mulut dan faring sering steril saat lahir, tetapi dapat
terkontaminasi saat melewati jalan lahir. Dalam waktu 4-12 jam setelah lahir,
Streptococcus viridans dapat ditemukan sebagai anggota flora residen yang paling
menonjol dan tetap demikian seumur hidup. Organisme tersebut kemungkinan
berasal dari saluran pernapasan ibu dan orang yang hadir saat persalinan.
(Nasution, 2010).
Di faring dan trakea, flora normal yang serupa tumbuh sendiri, sedangkan
beberapa bakteri dalam bronkus normal. Bronkus kecil dan alveoli secara normal
adalah steril. Organisme yang dominan dalam saluran pernapasan atas terutama
faring, adalah neisseria dan streptokokus alfa-hemolitik, dan nonhemolitik.
Stafilokokus, difteroid, hemofilus, pneumokokus, mikoplasma, dan prevotella
juga ditemukan.
Infeksi mulut dan saluran pernapasan biasanya disebabkan oleh flora
oronasal campuran, termasuk anaerob. Ada beberapa penyakit dalam rongga
mulut yang disebabkan oleh flora normal, diantaranya adalah karies gigi dan
penyakit periodontal (Nester et al., 2008; Nasution, 2010).
2.3. Karies Gigi dan Penyakit Periodontal
Penyakit utama yang disebabkan oleh flora normal yang di rongga mulut
adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Kedua penyakit tersebut merupakan
masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling penting di dunia. Karies gigi masih
merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang serius di negara berkembang,
dimana penyakit ini diderita 60-90% anak usia sekolah dan hampir keseluruhan
dari orang dewasa (Petersen et al., 2005; Nester et al., 2008).
Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sendiri juga masih
memerlukan perhatian khusus. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah
Tangga) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 2003 menyebutkan bahwa 81 persen anak usia 5 tahun mengalami karies,
dan 51 persen anak diatas 10 tahun mengalami karies yang belum mendapatkan
perawatan. Data SKRT tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi kareis gigi pada
masyarakat Indonesia adalah 90 persen. Ini merupakan indikator bagi masyarakat
Indonesia bahwa kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat kurang terhadap
kesehatan gigi dan mulut (Herwanda dan Bahar, 2009).
Menurut The National Preventive Dentistry Program, 20% dari 60%
penderita karies yang merupakan anak-anak, merupakan anak-anak yang berasal
dari status ekonomi rendah. Sedangkan penyakit periodontal merupakan masalah
yang tersebar luas pada masyarakat terutama orang dewasa (Burt, 2005; Peng et
al., 2011).
Karies gigi merupakan suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan
larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email
dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari
substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya
terjadi kavitas. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya karies yaitu
individu yang rentan, tersedianya karbohidrat di rongga mulut yang cukup,
terbentuknya plak, dan banyaknya mikroorganisme kariogenik seperti