Page 1
ANALISIS TINGKAT RISIKO KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DI UNIT BEDAH
SENTRAL RS. TNI AU dr. ESNAWAN ANTARIKSA, HALIM PERDANA KUSUMA, JAKARTA
Temmy Meil Siska
Departement Occupational Health and Safety, University Of Indonesia,Depok,16424,Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRAK
Analisa risiko adalah keseluruhan proses mengestimasi besarnya suatu risiko dan memutuskan apakah risiko
tersebut dapat diterima atau tidak. Tujuan khusus penelitian ini adalah mengidentifikasi bahaya, melakukan
penilaian risiko murni, menilai cara pengendalian risiko, melakukan penilain risiko sisa, dan memberikan
rekomendasi pengendalian tambahan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam tahapan
pembedahan di unit bedah sentral. Penilitian ini termasuk dalam penelitian observasional dan menurut
waktunya penelitian ini termasuk penelitian cross sectional dengan metode pendekatan manajemen risiko
ISO 31000:2009. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dan observasi. Objek penelitian ini
adalah proses tahapan pembedahan di unit bedah sentral. Dari hasil penelitian di dapatkan hasil banyak
risiko berulang yaitu risiko terkena darah, tertusuk jarum suntik, dan risiko yang paling tinggi yaitu risiko
kebakaran.
Kata Kunci:
Analisa Risiko, Petugas Kesehatan, ISO 3100:2009, Unit Bedah Sentral, Rumah Sakit
Risk Assessment Health and Safaty Occupational In Surgical Unit Indonesia Air Force Hospital dr.
Esnawan Antariksa, Halim Perdanakusuma, Jakarta.
ABSTRACT
Risk assessment is the overall process of estimating the magnitude of a risk ang deciding whether or not the
risk is tolerable. This study have the main purpose of identifying the hazards, assessing the pure risk,
assessing control measures implemented, assessing residul risk associated and additional control
recommendations with surgery in the central surgical unit. This study was an observational study with cross-
sectional approach to risk management ISO 31000:2009. Primary data were collected by means of interview
and observation. The object of this study is the process stages of surgery in the central surgical unit. From
the research on get results much risk is the risk of recurrent blood, needle stick, and the highest risk is the
risk of fire.
Keywords:
Risk Analysis, Health Officer, ISO 3100: 2009, the Central Surgery Unit, Hospital
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 2
PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka tuntutan
pengelolaan program keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit semakin tinggi karena sumber daya
manusia rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan keselamatan dan kesehatan kerja, baik
sebagai dampak proses kegiatan ataupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di rumah sakit tidak
memenuhi standar.
Rumah sakit merupakan instansi pelayanan kesehatan dengan inti kegiatan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan tersebut akan menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak
positif dari kegiatan rumah sakit adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak
negatif dari kegiatan rumah sakit adalah sampah dari limbah medis dan non medis yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, ataupun risiko lain yang dapat menggangu keselamatan dan kesehatan kerja.
Data dan fakta secara global yang diterbitkan oleh International Labor Organization (ILO) dari 35
juta pekerja kesehatan, 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta terpajan virus HBC
dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS). Sekitar 41 % frekuensi kecelakaan akibat kerja dirumah sakit lebih
tinggi dibandingkan pekerja lain dengan kecelakaan akibat kerja terbesar adalah akibat jarum suntik.
Sedangkan menurut data instalasi bedah sentral di RSUD di jakarta pada tahun 2006, menyatakan gaya berat
yang ditanggung pekerja rata – rata lebih dari 20 kg. Keluhan subyektif low back pain di dapat pada 83,3%
pekerja. Untuk total kecelakaan akibat kerja mencapai 38 – 73% dari total petugas kesehatan.
RS TNI AU dr. Esnawan Antariksa merupakan rumah sakit pemerintah yang terletak di kawasan halim
perdana kusuma, jakarta timur. Rumah sakit RS TNI AU dr. Esnawan Antariksa memiliki Laboratorium,
IGD, Ruang Radiologi, Ruang Bedah, Ruang ICU, 8 Ruang inap (R.Garuda, R.Merpati, R.Cendrawasih,
R.Merak, R.Nuri, R.Parkit, R.Buana, R.Dirgantara), Kamar Jenazah. Rumah Sakit TNI AU Antariksa
memiliki beberapa poliklinik diantaranya poliklinik penyakit dalam, poli anak, poli kulit dan kelamin, poli
Dengan banyaknya layanan dalam bidang pembedahan, dimungkinkan lebih banyaknya aktifitas
yang dilakukan di ruang bedah. Ruang bedah di RS TNI AU dr. Esnawan Antariksa terletak dilantai 3.
Ruang bedah merupakan interaksi kompleks dari perangkat keras, perangkat lunak, sumber daya manusia
dan lingkungan. Di ruang bedah rentan sekali dengan kesalahan, keselahan dapat muncul dari setiap faktor
pada umumnya faktor manusia merupakan pembuat kesalahan yang terbanyak meskipun latar belakang yang
sebenarnya adalah manajemen yang tidak ade kuat.
Di ruang bedah banyak sekali potensi risiko yang dapat menimbulkan bahaya keselamatan dan
kesehatan bagi para pekerja yang bekerja di ruangan bedah tersebut. Ruang bedah harus dibangun sesuai
dengan persyaratan administratif dan teknis, dikarenakan setiap komponen dari bangunan tersebut dapat
saja memiliki risiko yang potensial, seperti bentuk atap, bentuk plafon, saluran pembuangan, bahan dinding
dan lantai, sistem aliran dan pendingin udara, serta tata letak peralatan di dalamnya. Demikian pula dengan
sterilisator, sistem gas sentral, serta genset dan kelistrikkan yang mendukung ruang bedah dapat juga
berpotensi menimbulkan risiko.
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 3
Tujuan penelitian ini adalah melakukan risk assesment di unit bedah sentral RS. TNI AU dr.
Esnawan Antariksa, serta mengidentifikasi bahaya, melakukan penilaian risiko murni, menilai cara
pengendalian risiko yang telah dilakukan dan melakukan penilaian risiko sisa pada proses kerja di unit
bedah sentral RS. TNI AU dr. Esnawan Antariksa.
TINJAUAN TEORI
Menajemen risiko merupakan metode yang sistematis yang terdiri dari menetapkan konteks,
mengidentifikasi, meneliti, mengevaluasi, perlakuan, monitoring dan mengkomunikasikan risiko yang
berhubungan dengan aktivitas apapun, proses atau fungsi sehingga dapat memperkecil kerugian perusahaan.
Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari suatu bentuk menajemen yang baik.
Berdasarkan ISO 31000,manajemen risiko adalah mengkoordinasikan ativitas secara langsung serta
mengendalikan organisasi dengan memperhatikan risiko dan memepunyai suatu proses yang terdiri dari
langkah – langkah yang telah dirumuskan dengan baik. ISO 31000:2009 merupakan standar internasional
tentang pedoman penerapan manajemen risiko yang diterbitkan oleh International Organization for
Standardization. Standar ini diterbitkan pada tanggal 13 November 2009 sebagai pengembangan dari
AS/NZS 4360:2004 yang dikeluarkan oleh australia.(Wahjudin Supeno, 2012)
Analisis risiko adalah suatu kegiatan sistematik dengan menggunakan informasi yang ada
untuk mendeterminasi seberapa besar konsekuensi yang mungkin akan terjadi dan seberapa besar
kemungkinan akan terjadi. Analisis ini harus mempertimbangkan kisaran konsekuensi potensial dan
bagaimana risiko dapat terjadi. Tujuan dilakukannya analisis risiko adalah untuk membedakan antara
risiko kecil dengan risiko besar dan menyediakan data untuk membantu evaluasi dan penanganan
risiko.
Tabel 2.1 Tingkat Kemungkinan Metode ISO 3100
Kategori Kriteria Rating
Almost Certain
Kejadian yang paling sering terjadi Dampak dari kerjadian langsung terlihat. 5
Probable Kemungkinan Terjadi 50% 4
Possible Mungkin saja terjadi tetapi jarang. 3
Unlikely Kejadian yang sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi. 2
Rare Mungkin saja terjadi, tetapi tidak pernah
terjadi meskipun dengan paparan yang bertahun – tahun.
1
Sumber : Risk Management ISO 31000
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 4
Tabel 2.2Tingkat Konsekuensi Metode ISO 31000
Kategori Deskripsi Rating
Catastropic Kejadian yang berhubungan dengan Kematian, serta kerusakan permanen yang kecil terhadap lingkungan.
5
Major Cacat atau penyakit yang permanen dan kerusakan sementara terhadap lingkungan.
4
Moderate
Cidera yang serius tapi bukan penyakit parah yang permanen dan sedikit berakibat buruk bagi lingkungan, terjadi emisi buangan.
3
Minor Cidera yang membutuhkan penanganan medis, di luar lokasi tetapi tidak menimbulkan kerusakan.
2
Insignificant Tidak ada cidera, terjadi kerugian finansial kecil
1
Sumber : Risk Management ISO 31000
Proses berikutnya adalah risk identification yaitu melakukan identifikasi risiko – risiko yang dapat
terjadi di masa yang akan datang. Identifikasi ini termasuk pengidentifikasian proses – proses atau tugas.
Pengenalan area risiko dan kategorinya. Dalam manajemen risiko ISO 31000:2009 harus dilakukan
pengalian antara konsekuensi dengan kemungkinan. Dari hasil pengalian, maka dapat diketahui
penggeolongan level risiko.
Tabel 2.3 Tingkat Risiko Metode ISO 31000
Kategori Tindakan
Unacceptable Aktifitas dihentikan sampai risiko bisa dikurangi hingga mencapai batas yang diperbolehkan atau diterima.
Issue Perlu pengendalian sesegera mungkin. Mengharuskan adanya perbaikan secara teknis
Supplementary issue
Perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan.
Acceptable Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin.
Sumber : Risk Management ISO 3100
Gambar 2.3 Skala Ukur Matriks Risiko ISO 31000:2009
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 5
Evaluasi risiko merupakan suatu proses membandingkan estimasi level risiko dengan kriteria
yang telah ditentukan terlebih dahulu dan mempertimbangkan keseimbangan antara manfaat potensial
dan hasil yang tidak menguntungkan untuk menilai dan menentukan prioritas pengendalian risiko
berdasarkan kriteria yang ditetapkan mengenai batasan risiko mana yang bisa diterima, risiko mana yang
harus dikurangi atau dikendalikan dengan cara yang lain.
Pengendalian risiko yaitu suatu upaya penanganan dan pengendalian terdahap risiko, terutama risiko
dengan tingkat tinggi serta mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi. Menurut PERMENAKER
No. 05/MEN/1996, pengendalian risiko dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, yaitu :
Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi (engineering
control), Pendidikan dan pelatihan, Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus,
insentif, penghargaan, dan motivasi diri, Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.
METODE
Berdasarkan jenisnya penelitian ini termasuk penelitian observasional karena data yang diperoleh
melalui pengamatan dan dilakukan pada objek penelitian selama penelitian berlangsung. Berdasarkan
desainnya, penelitian ini termasuk penelitian cross sectional karena pengamatan terhadap variabel dilakukan
pada waktu atau periode tertentu saja. Berdasarkan sistem analisisnya termasuk penelitian deskriptif yaitu
suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu
keadaan secara objektif.Objek penelitian adalah tahapan proses kerja di unit bedah sentral RS TNI AU dr.
Esnawan Antariksa, Halim Perdanakusuma Jakarta dan penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – April
2015.
Variabel penelitian ini meliputi proses kerja di unit bedah sentral, identifikasi bahaya, risiko murni,
penentuan kategori risiko penilaian pengendalian risiko yang ada dan penelian risiko sisa. Teknik dan
isntrumen pengumpulan data adalah: (a) observasi pekerjaan pada proses tahapan kerja di unit bedah sentral
dengan bantuan lembar job hazard analysis (JHA), (b) wawancara dilakukan dengan para pekerja yang
terdapat di ruang unit bedah sentral, dengan bantuan pedoman wawancara. Data sekunder meliputi
gambaran umum perusahaan, visi dan misi perusahaan.
Data yang telah diperoleh dicek kelengkapannya kemudian diolah dan dilakukan analisis dengan cara
menentukan consequensy dan likelihood, dengan memperhatikan kecukupan pengendalian yang telah
dilakukan kemudian menentukan nilai risiko dari perkalian antara consequensy dan likelihood untuk
mengetahui tingkat risiko pekerjaan sesuai risk assessment matrix. Hasil pengolahan dan analisis disajikan
dalam bentuk matriks dan narasi yang digunakan untuk menarik kesimpulan sebagai hasil akhir dari
penelitian.
HASIL dan PEMBAHASAN
Tahapan Kerja Unit bedah Sentral
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 6
Tahapan kerja di unit bedah sentral yang pertama yaitu tahapan pre operasi. Tahapan pre operasi yaitu
membawa pasien dari ruang perawatan ke ruang UBS, pasien dimasukan ke ruang pre operasi untuk
dilakukan tindakan. Kegiatan selanjutnya melakukan anamnesa kepada pasien hal ini dilakukan untuk
mengetahui keadaan fisik pasien, riwayat pembedahan pasien sebelumnya, pengkajian perawatan serta
pemeriksaan penunjang lainnya yang dilakukan sebelum dilakukan pembedahan. Tahapan yang ke dua yaitu
tahapan selama operasi. Tahapan selama operasi diawali dengan persiapan alat, mempersiapkan alat yang
dibutuhkan pada saat operasi dan memastikan alat sudah dalam kondisi steril. Setelah itu melakukan anastesi
pada pada pasien, Proses kerja berikutnya menetapkan lokasi insisi yang akan di bedah. Setelah posisi
sesuai, baru dapat dilakukan pembedahan. Tahap terakhir adalah tahapan setelah operasi, proses ini yaitu
menutup insisi bagian yang sudah selesai di bedah. Pada proses ini pasien dipindahkan ke ruangan
pemulihan yang masih terdapat di UBS. selanjutnya ruangan dibersihkan oleh petugas kebersihan untuk
selanjutnya dipersiapkan untuk proses pembedahan berikutnya. Selama pasien diruang pemulihan petugas
kesehatan seperti perawat dan dokter harus selalu memantau keadaan pasien, dan dicatat ke laporan rekam
medik pasien. Setelah keadaan pasien satbil, pasien dapat dipindahkan keruang perawatan, dan perawat UBS
melaporkan keadaan pasien ke perawat ruangan perawatan.
Identifikasi Risiko
Pre Operasi
Pada tahapan pre operasi 11 risiko dari seluruh tahapan proses kerja, risiko yang paling banyak ditemukan
yaitu potensi terjatuh pada pasien, potensi terkena air liur dan potensi pejangga tirai terjatuh. Potensi terjatuh
pada pasien ini dapat terjadi dikarenakan tidah dipasangnya barier pada brankar pasien, dengan tidak
terpasangnya barier pada brankar dapat memungkinkan pasien untuk terjatuh dari atas brankar. Untuk
potensi terkena air liur dapat terjadi pada saat melakukan anamnesa pasien diwajibkan untuk mencopot gigi
palsu sebelum dilakukan tindakan operasi. Pada tahap ini pekerja dapat saja terkena air liur pasien
dikarenakan tidak adanya tempat khusus untuk membuka gigi palsu. Sedangkan untuk terjatuhnya pejangga
tirai risiko ini dapat terjadi pada saat melakukan anamnesa dalam salah satu tahapan pekerjaan pada proses
pre operasi.
Selama Operasi
Pada proses kerja Selama Operasi didapatkan hasil 24 risiko dari seluruh tahapan pekerjaan pada proses ini.
Adapun 5 risiko yang paling banyak ditemukan adalah potensi kebakaran, terkena darah, terhirup uap,
tertusuk jarum dan bising. Potensi kebakaran dapat terjadi ketika proses penggunaan electric courter yang
sering terjadi kesetrum, dimana pada saat pemeriksaan di dapatkan adanya kabel electric couter yang
terkelupas hal ini dapat menyebabkan timbul konsleting arus pendek listrik. Dari konstleting ini dapat
menimbulkan potensi terjadinya kebakaran. Untuk risiko terkena darah dapat terjadi pada setiap kegiatan
Selama Operasi yaitu proses insisi, penggunaan electric couter,dan penutupan insisi. Risiko terhirup uap ini
dapat terjadi saat melakukan anastesi. Sedangkan untuk risiko tertusuk jarum, risiko ini dapat terjadi saat
melakukan proses insisi dan penutupan insisi dikarenakan pada saat proses dapat saja menularkan penyakit
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 7
menular pada pekerja jika pekerja tersebut tidak mengunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan.
Untuk risiko bising, risiko ini dapat terjadi pada saat penggunaan suction pada proses Selama Operasi.
Setelah Operasi
Pada proses Setelah Operasi ditemukan sebanyak 22 risiko dari seluruh tahapan proses kerja ini. Bahaya
yang paling banyak ditemukan yaitu low back pain, potensi terjatuh pada pasien, terkena darah dan infeksi
nosokomial. Untuk risiko low back pain dapat terjadi saat melakukan pemindahan pasien dari ruang
pemulihan di ubs menuju ruang perawatan. Untuk potensi terjatuh pada pasien dapat terjadi pada tahapan
kerja yaitu pada saat pemindahan pasien. Untuk risiko terkena darah risiko ini dapat terjadi disemua tahapan
kerja pada proses setelah operasi. Untuk risiko infeksi nosokomial ini dapat terjadi pada tahapan kerja
pelaporan keadaan pasien pada proses Setelah Operasi. Pada tahapan pelaporan keadaan pasien, disini
pekerja duduk dilantai. Dimana dilantai tersebut terdapat banyak kuman atau virus yang dapat saja
menularkan penyakit kepada para pekerja.
Penilaian Basic Risk dan Existing Risk
Pre Operasi
Pada proses Pre Operasi ditemukan 11 risiko dari seluruh tahapan proses kerja. Untuk nilai basic risk
ditemukan sebanyak 8 risiko yang termaksud dalam kategori unacceptable. Dengan adanya penurunan risiko
secara keseluruhan sebanyak 20,5%, maka untuk nilai existing risk jumlah risiko yang termaksud kedalam
kategori unacceptable menjadi 5 risiko. Setelah dilakukan evaluasi risiko berdasarkan tabel analisa risiko,
maka didapatkan 3 risiko terbesar, yaitu pasien terjatuh, terjatuhnya pejangga tirai, dan terkena air liur.
Dengan nilai existing risk paling tinggi yaitu 20 yang dimiliki oleh potensi pasien terjatuh. Risiko terbesar
ditentukan berdasarkan nilai existing risk yang dimiliki oleh masing – masing risiko.
Bagan 1 Risiko Terbesar Pada Tahapan Kerja Pre Operasi
Berikut ini adalah penilaian risiko pada 3 risiko terbesar yang disajikan pada tabel analisis risiko pada proses
Pre Operasi:
0
5
10
15
20
25
Pasien Terjatuh Terjatuhnya Pejangga
Terkena Air Liur
Risiko Terbesar
Pre Operasi
Basic Risk
Exis>ng Risk
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 8
a. Potensi Terjatuh Pada Pasien
Nilai risiko dari potensi terjatuh pada pasien adalah 25 sebelum dilakukan pengendalian dan termasuk
dalam kategori unacceptable. Kemudian setelah dilakukan pengendalian berupa penyediaan brankar
dengan barier, nilai risiko dapat berkurang menjadi 20 dan level risiko dari potensi terjatuhnya pasien
tetap dalam kategori unacceptable. Risk reduction dari risiko ini sebesar 20%. Hasil tersebut berdasarkan
perhitungan analisis sebagai berikut :Nilai konsekuensi dari risiko potensi terjatuh pada pasien adalah 5
karena dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan kematian, sehingga termasuk dalam kategori
kecelakaan fatal. Karena tersedianya brankar dengan barier maka konsekuensi setelah dilakukan
pengendalian dapat diturunkan menjadi 4 yaitu cidera serius. Nilai Likelihood dari risko ini adalah 5 yaitu
kejadian terjadi secara terus menurus, tidak dipasangnya barier pada brankar. Untuk itu dilakukan
pengendalian berupa adanya penyediaan brankar dengan barier. Namun hal ini belum dapat menurunkan
nilai likelihood dikarenakan ketersediaan brankar dengan barier masih sangatlah minim.
b. Potensi Terjatuh Pejangga Tirai
Nilai risiko dari potensi terjatuhnya pejangga tirai pada ruang Pre Operasi adalah 20 sebelum dilakukan
pengendalian dan termasuk dalam kategori unacceptable. Kemudian setelah dilakukan pengendalian
yaitu dengan adanya maintenance dan komunikasi tentang hazard tentang potensi terjatuhnya pejangga
tirai pada ruang pre operasi, nilai risiko berkurang menjadi 16 dan tetap termasuk dalam kategori
unacceptable. Selain itu risk reduction dari risiko ini sebesar 20%. Hasil tersebut berdasarkan
perhitungan sebagai berikut : Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4 karena dampak dari potensi
terjatuhnya pejangga tirai adalah cidera yang serius dan dapat sedikit berakibat buruk pada ruangan Pre
Operasi. karena hal ini kurang mendapatkan perhatian oleh pihak rumah sakit, dan mempunyai dampak
yang cukup besar makan nilai dari konsekuensi ini tetap 4 yang dapat menyebakan cidera serius. Nilai
likelihood dari risiko ini adalah 5 yaitu dampak dari kejadian langsung terlihat sebelum adanya
pengendalian yang dilakukan oleh rumah sakit. Setelah dilakukan maintenance dan komunikasi hazard,
maka nilai likelihood dari risiko ini dapat berkurang menjadi 4 yaitu kemungkinan terjadinya 50%.
c. Terkena Air Liur
Nilai risiko dari terkena air liur adalah 20 sebelum dilakukan pengendalian dan termasuk dalam kategori
unacceptable. Kemudian, setelah dilakukan pengendalian yaitu dengan adanya penggunaan bengkok,
penggunaan plastik penyimpanan nilai risiko dari terkena air liur adalah sebesar 16 dan termasuk dalam
kategori unacceptable. Selain itu risk reduction dari resiko ini sebesar 20%. Hasil tersebut diperoleh
berdasarkan perhitungan sebagai berikut: Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4 karena dampak dari
terkena air liur ini dapat menyebabkan penyakit menular yang apabila tidak ditangani secepat mungkin
akan menyebakan penyakit permanen. Setelah adanya pengendalian berupa pemakaian sarung tangan,
pemakaian tempat plastik untuk penyimpanan. Nilai risiko konsekuensi tidak dapat diturunkan
dikarenakan masih banyaknya pekerja yng tidak mengguanakan peralatan yang disediakan. Nilai
Likelihood dari risiko ini adalah 5 yaitu kejadian terjadi secara terus menerus sebelum adanya
pengendalian yang dilakukan oleh rumah sakit. Setelah dilakukan penyediaan sarung tangan, dan
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 9
tersedian plastik untuk penyimpanan maka risiko ini dapat berkurang menjadi 4 yaitu kejadian
kemungkinan untuk terjadi 50%.
Selama Operasi
Bagan 2 Risiko Terbesar Selama Operasi
Pada proses kerja Selama Operasi didapatkan hasil 24 risiko dari seluruh tahapan pekerjaan pada proses ini.
pada nilai basic risk, ditemukan sebanyak 18 risiko yang termasuk kedalam level risiko unacceptable.
Dengan adanya penurunan risko sebesar 30,6%, maka pada existing risk jumlah risiko yang termaksud
dalam high risk berkurang jadi 8 risiko. Setelah dilakukan evaluasi risiko berdasarkan tabel analisa risiko,
maka didapatkan nilai risiko terbesar dan harus segera mendapatkan perhatian oleh pihak manajemen.
Adapun 5 risiko tersebut adalah potensi kebakaran, terkena darah, terhirup uap, tergores dan bising. Berikut
ini adalah penilaian risiko terbesar yang disajikan pada tabel evaluasi risiko pada proses Selama Operasi :
a. Potensi kebakaran
Nilai risiko potensi kebakaran sebesar 20 seblum dilakukan pengendalian dan termasuk ke dalam level
risiko kategori unacceptable. Kemudian setelah dilakukan pengendalian dengan penyediaan APAR,
adanya training kebakaran dan tanggap darurat, nilai risiko tetap pada 20, level risiko dari kebakaran
tetap dalam kategori high risk.hal ini dikarenakan pengendalian yang dilakukan masih kurag. Hasil
tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan analisis sebagai berikut : Nilai konsekuensi dari risiko ini
0
5
10
15
20
Potensi Kebakaran Terkena
darah Terhirup Uap Tergores
Bising
Risiko Terbesar
Selama Operasi Basic Risk
Exis>ng Risk
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 10
adalah 5 karna dapat menyebabkan kematian dan kerugian yang sangat besar bagi rumah sakit. Dalam
hal ini bagunan rumah sakit tidak dilengkapi dengan hydrant, smoke detector, dan springkel. Namun
rumah sakit hanya menyediakan alat pemadam api ringan, hal ini belum dapat menurunkan nilai
konsekuensi. Nilai Likelihood dari risiko ini adalah 4 yaitu kemungkinan terjadinya 50% sebelum
adanya pengendalian yang dilakukan. Setalah adanya pengendalian berupa penyediaan APAR, adanya
training kebakaran dan tanggap darurat, belum dapat menurunkan nilai likelihood dikarenakan dari
struktur bangunan rumah sakit yang belum menyediaan sistem proteksi kebakaran aktif dan tidak
adanya emergency response plan di UBS .
b. Terkena darah
Nilai risiko dari terkena darah pada proses insisi adalah 20 sebelum dilakukan pengendalian dan
termasuk dalam level risiko kategori unacceptable. Setelah dilakukan pengendalian berupa penggunaan
sarung tangan, apron, penutup kepala, masker, kacamata dan sepatu boots nilai risiko berkurang
menjadi 16 dan tetap termasuk dalam kategori risiko unacceptable. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan
perhitungan analisis sebagai berikut : Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4 karena dapat
menyebabkan penularan penyakit menular yang berasal dari darah pasien. Apabila pasien tersebut
memiliki riwayat penyakit menular. Setelah adanya pengendalian nilai dari konsekuensi belum dapat
diturunkan dikarenakan pengunaan APD belum sesuai. Nilai Likelihood dari risiko ini adalah 5
dikarenakan kejadian ini sering terjadi setiap kali tindakan insisi dilakukan. Namun dengan adanya
pengendalian berupa berupa penggunaan sarung tangan, apron, penutup kepala, masker, kacamata dan
sepatu boots nilai likelihood dapat turun menjadi 4 yaitu kemungkinan terjadi kecelakaan 50%.
Kejadian masih dapat terjadi dikarenakan belum semua pegawai memakai APD yang sesuai dengan
fungsinya.
c. Terhirup uap
Nilai risiko dari terhirup uap gas anastesi adalah sebesar 15 sebelum ada pengendalian dan termasuk
kedalam kategori unacceptable. Setelah dilakukan pengendalian yaitu dengan penggunaan masker level
risiko dari terhirupnya uap anastesi masih tetap temasuk dalam kategori unacceptable, dikarenakan
pengendalian yang dilakukan masih kurang tepat. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan
analisis sebagai berikut : Nilai konsekuensi dari risiko terhirup uap gas anastesi adalah 3 dikarenakan
dapat menyebakan pusing dalam melakukan pekerjaan dan pingsan, hal ini juga terdapat emisi
pembuangan dari hasil gas anastesi sehingga nilai konsekuensi tetap 3 setelah dilakukan pengendalian.
Karna pengendalian berupa penggunaan masker belum cukup untuk mengendalikan risiko ini. Nilai
Likelihood dari risiko ini adalah 5 sebelum adanya pengendalian dikarenakan kejadian ini sering terjadi
dan dampaknya langsung terasa kepada pekerja. Setalah adanya pengendalian dengan penggunaan
masker nilai Likelihood tetap 5 yaitu dampak langsung terlihat, dikarenakan pengunaan masker ini
belum tepat guna karena masker yang digunakan masih belum sesuai. Pada saat penggunaan maskerpun
pekerja masih dapat merasakan gas buangan dari proses anatesi yang dapat menyebabkan pusing dan
mengantuk.
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 11
d. Tertusuk Jarum
Nilai risiko dari kejadian tertusuk jarum yaitu 20 sebelum dilakukan pengendalian dan termasuk dalam
kategori unacceptable. Kemudian setelah dilakukan pengendalian nilai risiko menjadi sebesar 16 dan
masih termasuk dalam kategori level risiko unacceptable. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan
perhitungan analisis sebagai berikut : Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4 karena apabila tahapan
kerja ini tanpa menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, dapat menyebabkan tangan
tertusuk dan dapat menyebabkan tertularnya penyakit menular dikarenakan alat benda tajam tersebut
sudah kontak dengan darah pasien. Dikarenakan dampak yang dihasilkan dapat menyebabkan cidera
yang serius dan penyakit menular, nilai konsekuensi dari tertusuk jarum tetap pada angka 4 dan
termasuk dalam kategori unacceptable. Nilai Likelihood dari risiko ini adalah 5 yaitu kejadian terjadi
secara terus menerus, dikarenakan pada saat melakukan pekerjaan ini pekerja sering kali tertusuk jarum
namun pekerja tidak segera mengganti sarung tanggan namun masih tetap saja dipakai. Namun setelah
diberikan penyuluhan mengenai bahaya tersebut para pekerja menambah sarung tangan apabila sarung
tangan yang dipakai sobek. Hal ini masih bisa saja menimbulkan penularan penyakit, sehingga nilai
likelihood dari risiko ini turun menajadi 4 yaitu kemungkinan terjadi 50%.
e. Bising
Nilai risiko dari pajanan risiko bising adalah 20 sebelum dilakukan pengendalian dan termasuk kedalam
level risiko kategori unacceptable. Namun untuk pajanan risiko ini belum memiliki pengendalian,
sehingga nilai risko masih tetap 20 dan masih termasuk kedalam kategori unacceptable. Hal tersebut
diperoleh berdasarkan perhitungan analisis sebagai berikut. Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4
karena dampak dari pajanan bising dapat menyebabkan noise induced hearing loss (NIHL). Karena
belum adanya pengendalian yang terfokus terhadap bising yang didapatkan dalam penggunaan alat
suction maka nilai konsekuensi pada risiko ini tetap diangka 4, sampai adanya pengendalian yang
dilakukan oleh pihak rumah sakit. Nilai Likelihood dari risiko ini adalah 5 yaitu kejadian terjadi secara
terus menerus. Karena belum adanya pengendalian yang dilakukan, maka nilai likelihood dari risiko ini
tetap yaitu 5 kejadian terjadi secara terus menerus. Penggolongan ini didapatkan dari hasil pengamatan
penulis terhadap para pekerja saat melakukan suction. Dimana saat mesin suction dijalankan, volume
suara dari pekerja yang menggunakan suction ke pekerja lain menjadi lebih keras. Hal ini menunjukan
bahwa adanya penurunan pendengeran. Untuk itu harus segera dilakukan identifikasi lebih mendalam
untuk didapatkan pengendalian yang sesuai.
Setelah Operasi
Bagan 3 Risiko Terbesar Setelah Operasi
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 12
a. Low Back Pain
Nilai risiko dari low back paint pada tahap pemindahan pasien ini sebesar 20 sebelum dilakukan
pengendalian dan termasuk kedalam kategori unacceptable. Setelah adanya pengendalian yang dilakukan
oleh pihak UBS merupa penyedian DUK untuk memindahkan pasien, namun hal ini belum dapat
mengurangi nilai risiko dikarenakan risiko low back paint ini masih terjadi sehingga nilai tetap sebesar 20
karena pengendalian yang kurang tepat. Selain itu, risk reduction ini sebesar 0% hasil tersebut diperoleh
berdasarkan perhitungan analisis sebagai berikut : Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4 karena
dampak dari risiko ini dapat menyebabkan cidera yang serius. Karena pengendalian yang dilakukan oleh
pihak UBS belum tepat sehingga menyebabkan nilai konsekuensi tetap sebesar 4, pengendalian yang
dilakukan oleh pihak ubs dengan menggunakan DUK untuk memindahkan pasien belum tepat
dikarenakan masih timbulnya risiko low back paint yang dikeluhkan oleh pekerja. Nilai Likelihood dari
risiko ini adalah 5 yaitu kejadian yang paling sering terjadi dan dampak dari kejadian langsung terlihat.
Dengan adanya pengendalian menggunakan duk, namun para pekerja masih mengeluhkan low back paint
dikarenakan pengendalian yang dilakukan belum sesuai, dan tidak adanya pergantian pekerja dalam
pemindahan pasien sehingga nilai likelihood tetap yaitu 5.
b. Potensi Terjatuh Pada Pasien
Nilai existing risk yaitu pada saat pemindahan pasien , nilai risiko dari potensi terjatuh pada pasien adalah
sebesar 20 sebelum dilakukan pengendalian dan termasuk dalam ketegori unacceptable. Kemudian
setelah dilakukan pengendalian berupa pemasangan barier dan komunkasi hazard mengenai potensi
pasien terjatuh maka risiko dari potensi terjatuh pada pasien turun menjadi 16, namun masih dalam
termasuk dalam ketegori unacceptable. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan analisis sebagai
berikut :Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4 karena dampak dari potensi terjatuh pada pasien dapat
berupa cacat atau penyakit permanen. Karena hal ini nilai konsekuensi setelah dilakukan pengendalian
tetap menjadi 4 dikarenakan para pkerja belum semuanya memasangkan barier pada brankar saat
memindahkan pasien. Nilai Likelihood dari risiko ini adalah 5 yaitu kejadian paling sering terjadi
0
5
10
15
20
Low Back Pain Potensi
Terjatuh Pada Pasien
Terkena Darah Infeksi
Nosokomial
A:er Surgery
Basic Risk
Exis>ng Risk
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 13
sebelum adanya pengendalian yang dilakukan oleh rumah sakit. Selain adanya penyediaan brankar
dengan barier, adanya komunikasi hazard tentang potensi terjatuh pada pasien sehingga membuat nilai
likelihood berkurang menjadi 4 yaitu kejadian ini mungkin terjadi 50%.
c. Terkena darah
Nilai risiko dari terkena darah ini adalah sebesar 20 sebelum dilakukan pengendalian dan termasuk dalam
kategori unacceptable. Kemudian setelah dilakukan pengendalian berupa penggunaan sarung tangan,
masker, dan sepatu boots nilai risiko berkurang menjadi 16. Hal tersebut diperoleh berdasarkan
perhitungan analisis sebagai berikut: Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4 karena dapat
menyebabkan penularan penyakit menular yang berasal dari darah pasien. Apabila pasien tersebut
memiliki riwayat penyakit menular. Setelah adanya pengendalian nilai dari konsekuensi belum dapat
turun dikarenakan penyediaan APD belum sesuai dengan jumlah pekerja. Nilai Likelihood dari risiko ini
adalah 5 yaitu kejadian terjadi secara terus menerus. Setelah dilakukan komunikasi mengenai bahaya
terkena darah kepada para pekerja, kesadaran pada pekerja mulai timbul untuk memakai APD maka nilai
kemungkinan turun menjadi di angka 4 yaitu mungkinsaja terjadi 50%.
d. Infeksi nosokomial
Nilai risiko dari infeksi nosokomila ini sebesar 20 sebelum ada pengendalian dan termasuk kedalam
kategori unacceptable. Dengan adanya penegndalian berupa penyediaan kursi dan meja nilai risiko
menjadi sebesar 16 dan masih termasuk kedalam kategori unacceptable. Hasil tersebut diperoleh
berdasarkan perhitungan analisi sebagai berikut : Nilai konsekuensi dari risiko ini adalah 4 karena
dampak dari infeksi nosokomial ini adalah dapat menyebabkan penularan penyakit. Setelah dilakukan
pengendalian berupa penyediaan meja dan kursi sehingga para pekerja tidak lagi duduk di lantai maka
nilai konsekuensi dari risiko ini belum dapat berkurang dikarenakan penyedian pengendalian belum
sesuai dengan jumlah pekerja. Nilai Likelihood dari risiko ini adalah 5 yaitu kejadian terjadi secara terus
menerus. Dengan adanya penyediaan kursi, meja dan komunikasi hazard mengani bahaya infeksi
nosokomial, maka nilai likelihood dari risiko ini dapat berkurang menjadi 4 yaitu kemungkin terjadi 50%
Residual Risk
Pre OPerasi
a. Potensi terjatuh pada pasien
Jadi nilai risiko dari potensi terjatuhnya pasien pada residual risk adalah sebesar 6 dan digolongkan
kedalam supplementary issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 suplementary issue
termasuk dalam zona hijau yaitu risiko yang sangat kecil, namun perlu dilakukan pengontrolan dalam
penerapan pengendaliannya.
b. Potensi pejangga tirai terjatuh
Jadi nilai risiko dari potensi terjatuhnya penyangga tirai pada residual risk adalah 4 dan digolongkan
kedalam Acceptable. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 acceptable termasuk dalam zona
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 14
hijau yaitu risiko yang sangat kecil, namun perlu dilakukan pengontrolan dalam penerapan
pengendaliannya.
c. Terkena air liur
Jadi nilai risiko dari terkena air liur pada residual risk adalah sebesar 3 dan digolongkan kedalam
Acceptable. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 acceptable termasuk dalam zona hijau
yaitu risiko yang sangat kecil, namun perlu dilakukan pengontrolan dalam penerapan pengendaliannya.
Selama Operasi
a. Potensi kebakaran
Jadi nilai risiko dari potensi terjatuhnya kebakaran pada residual risk adalah sebesar 12 dan
digolongkan kedalam issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 issue termasuk dalam
zona kuning yaitu risiko dapat diterima namun harus dilakukan pengendalian secara bertahap sampai
dengan nilai risiko dapat diturunkan apabila pengendalian sudah dilaksanakan, Untuk itu harus
dilakukan pengendalian yang dapat menurunkan nilai risiko. Pengendalian harus dijadikan program
kerja dari manajeman unit bedah sentral untuk diterapkan.
b. Potensi terkena darah
Jadi nilai risiko dari potensi terkena darah pada residual risk adalah sebesar 9 dan digolongkan kedalam
issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 issue termasuk dalam zona kuning yaitu risiko
dapat diterima namun harus dilakukan pengendalian secara bertahap sampai dengan nilai risiko dapat
diturunkan apabila pengendalian sudah dilaksanakan, Risiko terkena darah pada residual risk perlu
dilakukan pengendalian tambahan agar nilai risiko tersebut dapat diturunkan. Pengendalian tambahan
harus dimasukkan kedalam program kerja selanjutnya oleh pihak manajemen unit bedah sentral.
c. Terhirup O2 dan N2O
Jadi nilai risiko dari potensi terhirup uap pada residual risk adalah sebesar 12 dan digolongkan kedalam
issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 issue termasuk dalam zona kuning yaitu risiko
dapat diterima namun harus dilakukan pengendalian secara bertahap sampai dengan nilai risiko dapat
diturunkan apabila pengendalian sudah dilaksanakan, Risiko terhirup uap O2 dan N2O pada residual
risk masih termasuk dalam kategori issue. hal ini harus dilakukan pengendalian selanjutnya, agar dapat
menurunkan nilai risiko dari terhirup uap O2 dan N2O. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi kembali
mengenai pentingnya tambahan pengendalian kepada pihak unit bedah sentral.
d. Tertusuk jarum suntik
Jadi nilai risiko dari tertusuk jarum pada residual risk adalah sebesar 6 dan digolongkan kedalam
supplementary issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 suplementary issue termasuk
dalam zona hijau yaitu risiko yang sangat kecil, namun perlu dilakukan pengontrolan dalam penerapan
pengendaliannya.
e. Bising
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 15
Jadi nilai risiko dari bising pada residual risk adalah sebesar 12 dan digolongkan kedalam issue.
Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 issue termasuk dalam zona kuning yaitu risiko dapat
diterima namun harus dilakukan pengendalian secara bertahap sampai dengan nilai risiko dapat
diturunkan apabila pengendalian sudah dilaksanakan. Nilai risiko bising pada residual risk masih
termasuk dalam kategori issue, hal ini dikarenakan ada beberapa pengendalian yang belum dijalankan
oleh pihak unit bedah sentral. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi mengenai pengendalian yang harus
dilakukan.
Setelah Operasi
a. Low Back Pain
Jadi nilai risiko dari low back pain pada residual risk adalah sebesar 12 dan digolongkan kedalam
issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 issue termasuk dalam zona kuning yaitu risiko
dapat diterima namun harus dilakukan pengendalian secara bertahap sampai dengan nilai risiko dapat
diturunkan apabila pengendalian sudah dilaksanakan, Nilai risiko low back pain pada residual risk
masih termasuk dalam kategori issue, dikarenakan ada beberapa pengendalian yang belum dijalankan
sehingga tidak dapat menurunkan nilai risiko. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi kepada pihak unit
bedah sentral agar pengendalian dilakukan.
b. Potensi Terjatuh Pada Pasien
Jadi nilai risiko dari potensi terjatuh pasien pada residual risk adalah sebesar 6 dan digolongkan
kedalam supplementary issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 supplementary issue
termasuk dalam zona hijau yaitu risiko yang sangat kecil, namun perlu dilakukan pengontrolan dalam
penerapan pengendaliannya.
c. Terkena Darah
Jadi nilai risiko dari terkena darah pada residual risk adalah sebesar 6 dan digolongkan kedalam
supplementary issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 supplementary issue termasuk
dalam zona hijau yaitu risiko yang sangat kecil, namun perlu dilakukan pengontrolan dalam penerapan
pengendaliannya.
d. Infeksi Nosokomial
Jadi nilai risiko infeksi nosokomial pada residual risk adalah sebesar 12 dan digolongkan kedalam
issue. Menurut konsep ALARP dalam ISO 31000:2009 issue termasuk dalam zona kuning yaitu risiko
dapat diterima namun harus dilakukan pengendalian secara bertahap sampai dengan nilai risiko dapat
diturunkan apabila pengendalian sudah dilaksanakan.
KESIMPULAN
1. Bahaya yang telah teridentifikasi pada tiga tahapan proses kerja yang telah dilakukan penilaian risiko
terdiri dari bahaya mekanik, bahaya ergonomi,bahaya fisik, bahaya elektrik dan bahaya kimia.
2. Risiko yang telah teridentifikasi pada tahapan proses kerja di unit bedah sentral meliputi: potensi terjatuh
pada pasien, terkena air liur pasien, potensi terjatuhnya tirai pejangga, tergores benda tajam, tertusuk
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 16
jarum, tersetrum peralatan, terpajan bising dan getar, terkena darah, potensi kebakaran, terhirup uap O2
dan N2O, infeksi nosokomial, postur janggal.
3. Nilai basic risk terbesar terdapat pada risiko kesetrum, potensi kebakaran, low back pain, potensi terjatuh
pada pasien, terpajan bising.
4. Nilai existing risk terbesar terdapat pada risiko potensi terjadinya kebakaran, low back paint, terpajan
bising dan infeksi nosokomial.
5. Risiko terbesar pada tahapan pre operasi adalah potensi terjatuh pada pasien, potensi terjatuhnya
pejangga tirai, terkena air liur.
6. Risiko terbesar pada tahapan selama operasi adalah potensi kebakaran, terkena darah, terhirup uap,
tergores benda tajam, bising.
7. Risiko terbesar pada tahapan setelah operasi adalah low back pain, potensi terjatuh pada pasien, terkena
darah, infeksi nosokomial.
8. Pada tahapan residual risk terdapat risiko yang belum dapat diturunkan nilai risikonya dikarenakan
pengendalian yang direkomendasikan belum dilaksanakan. Untuk itu penulis melakukan komunikasi
kepada pihak terkait agar rekomendasi pengendalian segera dilaksanakan dan dimasukkan kedalam
program kerja selanjutnya. Hal ini dilakukan untuk menurunkan nilai risiko.
SARAN
1. Pihak manajemen rumah sakit dapat meningkatkan efektivitas pengendalian bahaya dan risiko
berdasarkan hierarki pengendalian bahaya sesuai dengan tingkat risiko yang telah dinilai.
2. Melakukan pencatatan dan pelaporan kejadian kecelakaan kerja setiap bulannya. Agar data menjadi lebih
lengkap dan menjadi evaluasi untuk kemudian harinya.
3. Melakukan promosi keselamatan dan kesehatan kerja agar pekerja lebih peduli terhadap keselamatan dan
kesehatan diri.
4. Melakukan pengawasan terhadap kepatuhan pekerja pada SPO dan kepatuhan terhadap pemakain APD
dengan cara melakukan inspeksi
5. Menyediakan sarana dan prasarana memadai sesuai dengan standar yang ada.
6. Melakukan pemeriksaan rutin terhadap peralatan dan seluruh komponen yang terdapat di unit bedah
sentral untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja.
7. Penambahan jumlah pegawai, untuk mengurangi beban kerja.
KEPUSTAKAAN
Budiono, A.M Sugeng. 2003. Manajemen Risiko dalan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bunga Rampai
Hiperkes dan KK Edisi Kedua. Semarang: Universitas Diponegoro.
Colling, David A. 1990. Industrial Safety Management and Technology. United State Of America: Prentice
Hall.
Cross, Jean. 1998. Study Notes SESC9211 : Risk Management. Department of Safety Science University of
New South Wales.
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015
Page 17
Diberadinis, Louis J. 1999. Handbook of Occupational Safety and Health Second Edition. John Wiley
& Sons Inc.
Hinze, W Jimmie. 1997. Construction Safety. Prentice-Hall, Inc.
International Labour Office. 1989. Pencegahan Kecelakaan Seri Manajemen No. 131. Jakarta: PT.
Gramedia.
International Organization for Standardization (ISO). “ISO 31000:2009 – Risk Management: Priciples and Guidelines.” Geneva,2009. (http://www.iso.org/iso/home/standards/iso31000.htm).
Kevin w Knight AM “Applying ISO 31000:2009 in Regulatory Work”. Kolluru, Rao. Et al. 1996. Risk Assesment and Management Handbook for Enviromental, Health, and
Safety Proffesionals. New York: Mc Graw hill, Inc.
Keputusan Mentri Pertambangan dan Energi Nomor 555 tahun 1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pertambangan Umum.
Mulya, Adi. 2008. Analisis dan Pengendalian Risiko Keselamatan Kerja dengan Metode Semi Kuantitatif
pada Pekerja Pengelasan di Bengkel Pabrik PT. ANTAM Tbk. UBP Emas Pongkor Bogor
Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3).
Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3. Jakarta: PT. Dian
Rakyat.
Ridley, John. 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Rijanto, Boedi. 2011. Pencegahan Kecelakaan Di Industri. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Bina Sumber
Daya Manusia.
Silalahi Bernett dan Silalahi Rumondang. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Seri
Manajamen No.112. Jakarta: PT. Pertja.
Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PPM.
Suma’mur. 1996. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Himpunan Peraturan
Perundang – Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Departemen Tenaga Kerja R.I.
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Analisis risiko..., Temmy Meil Siska, FKM UI, 2015