Top Banner
10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menyucikan diri dari kotoran dan najis biasa disebut dengan istilah thaharah. Thaharah sangat diperhatikan dalam ajaran Islam karena merupakan salah satu syarat sahnya ibadah (Mughniyah, 2002). Selain menggunakan air sebagai alat untuk bersuci, terdapat cara lain yang memerlukan bahan tersendiri dan tidak bisa tergantikan (harus sesuai syariat Islam), yakni menggunakan tanah/debu yang suci (Abatasa, 2012). Dewasa ini, perdagangan produk halal selalu meningkat dari tahun ke tahun. Arah penelitian terkait produk halal saat ini adalah perkembangan deteksi cepat adanya komponen non-halal terutama yang berasal dari babi serta pencarian alternatif komponen pengganti babi. Dengan demikian, para peneliti bidang halal pasti akan bersentuhan dengan berbagai derivat babi (daging, lemak, ataupun gelatin babi). Menurut hukum Islam, najis yang diakibatkan oleh derivat babi ini adalah najis mughalladzah (najis berat), yakni semua dari babi, dan air liur anjing; yang mana untuk menyucikannya digunakan air sebanyak tujuh kali, yang salah satunya harus menggunakan tanah/debu yang suci (Alwy & Wahidan, 2003). Selain peneliti bidang halal, cukup banyak pekerjaan lain yang kerap kontak dengan najis mughalladzah diantaranya pedagang daging, dokter hewan, penggembala/ peternak babi maupun anjing, dan lain sebagainya. 10
35

Analisis Sabun

Jan 26, 2016

Download

Documents

beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis sabun mandi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis Sabun

10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Menyucikan diri dari kotoran dan najis biasa disebut dengan istilah

thaharah. Thaharah sangat diperhatikan dalam ajaran Islam karena merupakan

salah satu syarat sahnya ibadah (Mughniyah, 2002). Selain menggunakan air

sebagai alat untuk bersuci, terdapat cara lain yang memerlukan bahan tersendiri dan

tidak bisa tergantikan (harus sesuai syariat Islam), yakni menggunakan tanah/debu

yang suci (Abatasa, 2012).

Dewasa ini, perdagangan produk halal selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Arah penelitian terkait produk halal saat ini adalah perkembangan deteksi cepat

adanya komponen non-halal terutama yang berasal dari babi serta pencarian

alternatif komponen pengganti babi. Dengan demikian, para peneliti bidang halal

pasti akan bersentuhan dengan berbagai derivat babi (daging, lemak, ataupun

gelatin babi). Menurut hukum Islam, najis yang diakibatkan oleh derivat babi ini

adalah najis mughalladzah (najis berat), yakni semua dari babi, dan air liur anjing;

yang mana untuk menyucikannya digunakan air sebanyak tujuh kali, yang salah

satunya harus menggunakan tanah/debu yang suci (Alwy & Wahidan, 2003). Selain

peneliti bidang halal, cukup banyak pekerjaan lain yang kerap kontak dengan najis

mughalladzah diantaranya pedagang daging, dokter hewan, penggembala/ peternak

babi maupun anjing, dan lain sebagainya.

10

Page 2: Analisis Sabun

11

Sabun batang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari (Qisti, 2009).

Sebagian besar masyarakat menggunakan sabun batang untuk membersihkan

badan. Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, penggunaan tanah/debu

secara langsung (kontemporer) untuk proses penyucian najis mughalladzah dirasa

kurang praktis bagi kehidupan modern, sehingga inovasi untuk memformulasikan

tanah atau debu yang suci dalam bentuk sediaan sabun batang dengan menawarkan

kepraktisan.

Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit merupakan bahan baku yang yang

kerap digunakan dalam formulasi sabun. Setiap minyak memiliki jenis asam lemak

dominan yang berbeda. Asam-asam lemak inilah yang nantinya akan menentukan

karakteristik dari sabun yang dihasilkan. Asam lemak yang paling dominan dalam

minyak kelapa adalah asam laurat (HC12H23O2) yang mampu memberikan sifat

pembusaan yang sangat baik untuk produk sabun (Ketaren, 1986). Sedangkan

dalam minyak kelapa sawit, asam lemak yang dominan adalah asam lemak palmitat

yang memberikan sifat mengeraskan/ memadatkan sabun (Miller, 2003). Kriteria

pemilihan minyak yang sesuai sangat mungkin untuk mendapat sifat sabun yang

optimum. Pada penelitian ini, sabun dioptimasi dengan kombinasi minyak kelapa

dan minyak kelapa sawit dengan metode Simplex Lattice Design.

Tidak semua jenis tanah dapat diformulasikan dalam sabun. Tanah yang

digunakan untuk pembuatan produk farmasi seperti sabun sebaiknya memenuhi

spesifikasi pharmaceutical grade untuk mendapatkan formula sabun yang optimal.

Dalam penelitian ini, digunakan bentonit (clay) sebagai tanah yang suci. Bentonit

merupakan sejenis tanah karena mempunyai komposisi utama mineral lempung,

Page 3: Analisis Sabun

12

sekitar 80% terdiri atas monmorilonit (Mg2Al10Si24O60(OH)12) (Günister et al.,

2004).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti membuat suatu optimalisasi formula

sabun yang mengandung bentonit dengan kombinasi minyak kelapa dan minyak

kelapa sawit untuk digunakan sebagai sabun untuk thaharah sehingga membuat

masyarakat menjadi nyaman dan praktis ketika harus berhubungan dengan najis

mughalladzah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Apakah bentonit dapat digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah?

2. Apakah bentonit dapat diformulasikan dalam sediaan sabun yang memenuhi

persyaratan?

3. Bagaimana pengaruh variasi kadar minyak kelapa yang dikombinasikan

dengan minyak kelapa sawit terhadap sifat fisika kimia daya busa, stabilitas

busa, kekerasan, kadar air, jumlah asam lemak, dan asam lemak bebas/alkali

bebas sabun bentonit?

4. Pada kombinasi kadar berapakah minyak kelapa dan minyak kelapa sawit agar

dapat memberikan sifat fisika kimia daya busa, stabilitas busa, kekerasan,

kadar air, jumlah asam lemak, dan asam lemak bebas/alkali bebas sabun

bentonit yang optimum?

Page 4: Analisis Sabun

13

C. Pentingnya Penelitian Diusulkan

Seiring dengan meningkatnya aktivitas penelitian halal (terutama yang

terkait dengan babi dan produk-produknya), maka penggunaan sabun ini adalah

suatu keniscayaan. Lebih lanjut, hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan juga

oleh para pedagang daging babi, yang banyak dijumpai di pasar tradisional, dokter

hewan, dan peternak babi/anjing, yang mungkin sebagiannya adalah orang Muslim.

Salah satu komponen penting dalam sabun adalah minyak nabati seperti

minyak kelapa dan minyak sawit. Indonesia merupakan salah satu negara

pengekspor minyak sawit terbesar di dunia. Bahan-bahan lain yang diperlukan

dalam penelitian ini (kecuali bahan kimia) seperti bentonit dan sukrosa juga

tersedia di Indonesia. Dengan demikian, ketersediaan bahan pembuatan sabun

bukan merupakan suatu kendala.

Sebagai perbandingan, di Thailand dan Malaysia sabun yang mengandung

tanah ini (diperuntukkan untuk menghilangkan najis mughalladzah) dijual dengan 6

– 7 kali lipat dibandingkan dengan sabun biasa yang tidak mengandung tanah. Hal

ini tentunya menarik pihak lain untuk berinvestasi memproduksi formula sabun

yang optimal untuk pengembangan produksi secara skala industri, salah satunya

dengan optimalisasi minyak nabati yang digunakan.

Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui pengaruh kombinasi

campuran minyak kelapa dan minyak kelapa sawit terhadap sifat fisika kimia sabun

bentonit, serta mengetahui perbandingan jumlah minyak kelapa dan minyak kelapa

Page 5: Analisis Sabun

14

sawit yang tepat agar diperoleh formula optimum sabun bentonit menggunakan

metode Simplex Lattice Design.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Memberikan alternatif untuk menyucikan najis besar (mughalladzah) secara

praktis yang dikemas dalam bentuk sabun batang.

2. Tujuan Khusus

a. Memformulasikan bentonit ke dalam bentuk sediaan sabun yang memenuhi

persyaratan.

b. Mengetahui pengaruh kombinasi campuran minyak kelapa dan minyak

kelapa sawit terhadap sifat fisika kimia daya busa, stabilitas busa,

kekerasan, kadar air, jumlah asam lemak, dan asam lemak bebas/alkali

bebas sabun bentonit.

c. Memperoleh formula sabun bentonit yang memberikan sifat fisika kimia

daya busa, stabilitas busa, kekerasan, kadar air, jumlah asam lemak, dan

asam lemak bebas/alkali bebas yang optimum dengan kombinasi minyak

kelapa dan minyak kelapa sawit menggunakan metode Simplex Lattice

Design.

E. Tinjauan Pustaka

1. Najis dan Cara Menyucikannya (Thaharah)

Page 6: Analisis Sabun

15

Najis berasal dari kata An-Najasah, yaitu sesuatu yang keluar dari dua

saluran manusia (qubul dan dubur), termasuk juga air seni dan tinja setiap

hewan yang dagingnya haram dimakan, dan sesuatu yang apabila jumlahnya

banyak berupa darah, nanah atau muntahan yang telah berubah. Juga berbagai

jenis bangkai dan bagian-bagian tubuhnya kecuali kulit yang telah disamak,

karena kulit menjadi suci dengan disamak (Al-Jazairi & Jabir, 2006). Secara

umum, najis yang memerlukan proses penyucian terdiri dari tiga jenis, yaitu:

a. Najis Mukhaffafah yang merupakan najis ringan, yakni air kencing bayi

lelaki yang belum berumur dua tahun, dan belum makan sesuatu kecuali air

susu ibunya. Cara menghilangkannya cukup diperciki air pada tempat yang

terkena najis tersebut sampai basah (Alwy & Wahidan, 2003).

b. Najis Mughalladzah yang merupakan najis berat, yakni semua dari babi dan

air liur anjing. Cara menyucikannya dibasuh tujuh kali dengan air, salah

satunya dengan tanah/debu yang suci (Alwy & Wahidan, 2003) setelah itu

dibasuh hingga bersih. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW:

قال النّثي صلّى هللا عليه وسلّم طهىر اناء احدكم اذا ولغ فيه الكلة ان يغسله سثع مّرات اوال هّن

مسلم تالتّراب ) روا

Artinya: “Nabi Muhammad SAW bersabda: Sucinya tempat (perkakas)

salah seorang dari kamu apabila telah dijilat anjing, hendaklah mensuci

benda tersebut sampai tujuh kali, permulaan tujuh kali harus dengan tanah

atau debu.” (HR Muslim).

Tanah atau debu dalam pandangan fiqih adalah benda suci sehingga boleh

digunakan untuk bersuci (Abatasa, 2012).

Page 7: Analisis Sabun

16

c. Najis Mutawassithah yang merupakan najis sedang (Alwy & Wahidan,

2003), yaitu segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul manusia atau

binatang, barang cair memabukkan, dan bangkai (kecuali bangkai manusia,

ikan laut, dan belalang) susu, tulang, dan bulu hewan yang haram dimakan.

Cara menyucikannya dibasuh tiga kali agar sifat-sifat najis seperti warna,

rasa, dan bau hilang (Abatasa, 2012).

Menyucikan najis disebut juga dengan thaharah (bersuci). Menurut istilah

ahli fiqih, thaharah berarti membersihkan hadas atau najis, yaitu najis jasmani

seperti darah, air kencing, dan tinja (Mughniyah, 2002). Thaharah adalah

bentuk ritual karena untuk menetapkan sesuatu suci atau tidak hanyalah

berdasarkan kepercayaan (tidak menggunakan alasan logis). Kesucian atau

kenajisan hanyalah ajaran, ritus, ritual dan kepercayaan. Ketentuan seperti ini

resmi dari Allah SWT dan dibawa oleh Rasulullah SAW secara sah. Debu,

tanah, lumpur, keringat dan sejenisnya dalam ilmu fiqih bukan merupakan

benda yang kotor dan bukan termasuk najis. Debu dan tanah justru merupakan

salah satu alternatif yang digunakan umat Islam untuk bersuci apabila tidak ada

air (Abatasa, 2012). Tidak dijelaskan secara rinci dalam ajaran Islam berapa

kadar debu/ tanah yang harus digunakan dalam bersuci. Berdasarkan Kitab

Hadist Shahih Imam Bukhari dalam bab tayamum, Nabi Muhammad SAW

bersabda “Cukup bagimu (wajah dan kedua telapak tangan dan atau punggung

tangan) demikian ini”, beliau lalu memukulkan kedua tangannya ke tanah

kemudian meniupnya dan beliau mengusapkan kedua telapak beliau ke wajah

Page 8: Analisis Sabun

17

beliau dan telapak tangan beliau serta punggung tangan hingga pergelangan

(Efendi, 2007).

2. Sabun

Sabun adalah kosmetika paling tua yang dikenal manusia, dan merupakan

bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk

pengharum kulit (Wasitaatmaja, 1997). Sabun merupakan istilah umum untuk

garam asam lemak rantai panjang (Mitsui, 1997). Sabun adalah garam alkali

karboksilat (RCOONa). Gugus R bersifat hidrofobik karena bersifat nonpolar

dan COONa bersifat hidrofilik (polar) (Girgis 2003). Jenis sabun yang dikenal

yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair.

Sabun mempunyai sifat sebagai surfaktan. Gambar 1 menunjukkan skema

ilustrasi monomer-monomer surfaktan yang bergabung membentuk misel.

Gambar 1. Monomer Surfaktan yang Membentuk Misel

Lingkaran hitam menunjukkan kepala surfaktan yang bersifat hidrofilik. Garis hitam

menunjukkan ekor surfaktan yang bersifat hidrofobik (Yagui, 2005).

Kotoran yang menempel pada kulit tidak dapat dibersihkan jika hanya

menggunakan air, melainkan perlu suatu bahan yang dapat mengangkat

kotoran yang menempel tersebut. Karena sabun merupakan surfaktan, maka

sabun dapat menurunkan tegangan muka dan tegangan antarmuka, serta

mempunyai sifat menyabunkan, dispersibilitas, emulsifikasi, dan

membersihkan. Mekanisme pembersihan oleh sabun yaitu: saat kontak dengan

Page 9: Analisis Sabun

18

air, sabun berpenetrasi di antara kulit dan kotoran untuk menurunkan gaya

adhesi dan membuatnya lebih mudah dihilangkan. Kotoran tersebut selanjutnya

dapat dihilangkan secara fisik dan kemudian terdispersi dalam larutan sabun

sebagai hasil emulsifikasi oleh molekul sabun. Beberapa kotoran dapat

dihilangkan dengan cara tersolubilisasi dalam misel yang terbentuk oleh sabun

(Mitsui, 1997). Berikut ini merupakan gambar mekanisme pembersihan oleh

sabun.

Gambar 2. Sabun sebagai Pembersih (Wilson, 2013)

Molekul sabun tersusun dari gugus hidrofobik dan hidrofilik. Ketika

menggunakan sabun untuk membersihkan kotoran (lemak), gugus hidrofobik

sabun akan menempel pada kotoran dan gugus hidrofilik menempel pada air.

Pengikatan molekul-molekul sabun tersebut dapat menyebabkan tegangan

permukaan air berkurang, sehingga kotoran dapat terbuang saat pembilasan.

3. Metode Pembuatan Sabun

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi.

Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,

sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan

Page 10: Analisis Sabun

19

alkali. Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80-100oC. Reaksi kimia pada

proses saponifikasi adalah sebagai berikut.

Trigliserida Basa Sabun Gliserol

Gambar 3. Reaksi Saponifikasi pada Sabun

Reaksi kimia proses netralisasi asam lemak adalah sebagai berikut:

Asam Lemak Basa Sabun Air

Gambar 4. Reaksi Netralisasi pada Sabun (Mitsui, 1997)

Reaksi penyabunan mula-mula berjalan lambat karena minyak dan larutan

alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (immiscible). Setelah terbentuk

sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan

bersifat sebagai reaksi autokatalitik, yaitu pada akhirnya kecepatan reaksi akan

kembali menurun karena jumlah minyak yang sudah berkurang (Alexander et

al., 1964 ).

Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus

diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas

yang berlebihan. Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali

(KOH/NaOH) dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi

(apabila untuk menghasilkan sabun cair) (Perdana & Hakim, 2008).

Page 11: Analisis Sabun

20

4. Komponen Pembentuk Sabun

Pada umumnya, sabun dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam

alkali. Di samping itu juga digunakan bahan tambahan lain seperti surfaktan,

humektan, pelumas, antioksidan, warna, parfum, pengontrol pH, garam dan

bahan tambahan khusus. Penggunaan bahan yang berbeda akan menghasilkan

sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Berikut penjelasan

bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan sabun:

a. Minyak nabati

Minyak nabati berfungsi sebagai sumber asam lemak. Asam lemak

merupakan asam karboksilat berantai panjang yang panjangnya berbeda-

beda tergantung jenisnya tetapi bukan siklik atau bercabang. Asam-asam

lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan

asam lemak tak jenuh. Masing-masing jenis asam lemak akan memberikan

sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk. Asam lemak rantai pendek

dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Asam lemak rantai

panjang dan jenuh menghasilkan sabun padat (Steve, 2008). Sabun yang

dihasilkan dari asam lemak dengan bobot molekul kecil akan lebih lunak

daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul besar.

Asam lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah asam lemak

yang memiliki rantai karbon berjumlah 12-18 (C12-C18). Asam lemak

dengan rantai karbon kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun (soapy

effect) dan dapat mengiritasi kulit, sedangkan asam lemak dengan rantai

Page 12: Analisis Sabun

21

karbon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat rendah. Asam lemak

dengan rantai karbon 12-14 memberikan fungsi yang baik untuk pembusaan

sementara asam lemak dengan rantai karbon 16-18 baik untuk kekerasan

dan daya detergensi (Miller, 2003). Penggunaan asam lemak dalam jumlah

yang berlebihan dapat membuat kulit terasa kering (Steve, 2008).

Pengaruh jenis asam lemak terhadap sifat sabun yang dihasilkan

dijelakan pada Tabel I.

Tabel I. Jenis Asam Lemak dan Sifat Sabun yang Dihasilkan (Steve, 2008)

Asam Lemak Rumus Kimia Sifat yang ditimbulkan

pada sabun

Asam laurat CH3(CH2)10COOH Mengeraskan, membersihkan,

menghasilkan busa lembut

Asam miristat CH3(CH2)12COOH

Mengeraskan, membersihkan,

menghasilkan busa lembut

Asam palmitat CH3(CH2)14COOH Mengeraskan,menstabilkan busa

Asam stearat CH3(CH2)16COOH Mengeraskan, menstabilkan

busa, melembabkan

Asam oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH Melembabkan

Asam linoleat CH3(CH2)4(CH=CHCH2)2(CH2)6COOH Melembabkan

Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan asam lemak yang

memiliki rantai panjang, khususnya C16 dan C18, akan menghasilkan sabun

dengan struktur yang lebih kompak dan dapat mencegah atau

memperlambat disintegrasi sabun saat terpapar oleh air. Asam-asam lemak

rantai pendek memiliki kemampuan kelarutan dalam pelarut air, semakin

panjang rantai asam-asam lemak maka kelarutannya dalam air semakin

berkurang. Asam-asam lemak dengan rantai pendek, misalnya asam laurat,

Page 13: Analisis Sabun

22

berperan dalam kemampuan sabun untuk menghasilkan busa (Steve, 2008).

Asam-asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak

atau minyak. Karakteristik suatu sabun sangat dipengaruhi oleh karakteristik

minyak yang digunakan. Setiap minyak memiliki jenis asam lemak yang

dominan. Asam-asam lemak dalam minyak inilah yang nantinya akan

menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Dalam penelitian ini,

minyak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit

dan minyak zaitun.

i. Minyak kelapa (Coconut oil)

Minyak kelapa merupakan hasil ekstraksi kopra atau daging buah

kelapa segar. Di pasaran, harga minyak kelapa dua kali lebih mahal

apabila dibandingkan dengan minyak kelapa sawit. Asam-asam lemak

dominan yang menyusun minyak kelapa adalah asam laurat dan asam

miristat, yang merupakan asam-asam lemak berbobot molekul rendah.

Minyak kelapa adalah salah satu jenis minyak dengan kandungan asam

lemak yang paling kompleks (Ketaren, 1986). Sifat fisikokimia minyak

kelapa dijelaskan pada Tabel II.

Tabel II. Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa (Chupa et al., 2012)

Karakteristik Nilai

Specific gravity 15oC 0.931

Bilangan Iodium 10

Bilangan Penyabunan 270

Bilangan Asam 270

Titik Leleh (oC) 26

Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa

digolongkan ke dalam minyak asam laurat (Thomssen & McCutcheon,

Page 14: Analisis Sabun

23

1949), karena kandungan asam laurat di dalamnya paling besar jika

dibandingkan asam lemak lain. Asam laurat atau asam dodekanoat

adalah asam lemak jenuh berantai sedang yang tersusun dari 12 atom C

(BM: 200,3 g.mol-1

). Asam laurat memiliki titik lebur 44°C dan titik

didih 225°C sehingga pada suhu ruang berwujud padatan berwarna

putih, dan mudah mencair jika dipanaskan.

Asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik,

oleh karenanya asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan produk

sabun. Busa yang dihasilkan banyak dan sangat lembut namun

stabilitasnya relatif rendah (busa cepat hilang atau tidak tahan lama)

(Lakey, 1941). Sabun yang dihasilkan dari asam laurat memiliki

ketahanan yang tidak terlalu besar, artinya sabun batang yang

dihasilkan tidak cukup keras. Berikut ini merupakan perbandingan

jumlah asam lemak minyak kelapa dan minyak kelapa sawit.

Tabel III. Perbandingan komponen dan jumlah asam lemak minyak kelapa

dan minyak kelapa sawit (Chupa et al., 2012)

Asam Lemak Rumus Kimia Minyak

Kelapa (%)

Minyak

Kelapa Sawit (%)

Asam Lemak Jenuh

Asam kaprilat C7 H17COOH 7 -

Asam Kaprat C9 H19COOH 6 -

Asam Laurat C11 H23COOH 48 -

Asam miristat C13 H27COOH 19 2

Asam palmitat C15 H31COOH 9 42

Asam stearat C17 H35COOH 2 5

Asam Lemak Tidak Jenuh

Asam oleat C17 H33COOH 8 41

Asam linoleat C17 H31COOH 1 10

ii. Minyak kelapa sawit (Palm oil)

Page 15: Analisis Sabun

24

Minyak kelapa sawit merupakan hasil pemasakan buah sawit.

Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena kandungan zat

warna karotenoid, sehingga harus dipucatkan terlebih dahulu jika akan

digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun (Pasaribu, 2004). Sifat

fisikokimia minyak kelapa sawit disajikan pada Tabel IV.

Tabel IV. Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa Sawit (Chempro, 2013)

Karakteristik Nilai

Specific gravity; 15oC 0,921 – 0,925

Titik leleh 42-45

Bilangan Iodium 48 – 58

Bilangan Penyabunan 196 – 205

Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan

berbusa sedikit namun tahan lama. Menurut Miller (2003), kekerasan

ini disebabkan kandungan asam palmitatnya yang cukup besar. Oleh

karena itu, apabila akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan

sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur terlebih dahulu dengan

bahan lain. Kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh adanya asam

lemak jenuh dalam sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh

dalam sabun, maka sabun akan menjadi semakin keras.

Stabilitas busa dan stabilitas emulsi sabun yang terbuat dari minyak

kelapa sawit sangat tinggi (Merrill, 1943). Menurut Suryani et al.

(2002), jumlah asam lemak mempengaruhi tingkat kestabilan emulsi

Page 16: Analisis Sabun

25

serta berperan dalam menjaga konsistensi sabun.

iii. Minyak Zaitun (Olive oil)

Penelitian ini juga menggunakan minyak zaitun di samping minyak

kelapa dan minyak kelapa sawit. Minyak zaitun diperoleh dari ekstraksi

buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna

kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang

keras tapi lembut bagi kulit. Minyak zaitun trigliserida (TG) dengan

persentase 95-98% dan zat-zat minyak lainnya. TG merupakan ikatan

ester antara tiga asam lemak dengan satu unit gliserol (Mailer, 2006).

Berikut ini disajikan tabel kandungan asam-asam lemak yang terdapat

dalam minyak zaitun.

Tabel V. Kisaran jumlah kandungan asam-asam lemak yang terdapat dalam

minyak zaitun (Rohman & Che Man, 2011)

Minyak zaitun secara alami juga mengandung beberapa senyawa

yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan

squalen. (Mailer, 2006). Selain digunakan untuk masakan, minyak

zaitun juga dapat digunakan untuk perawatan kecantikan. Minyak

zaitun dengan kandungan asam oleat hingga 80% dapat mengenyalkan

kulit dan melindungi elastisitas kulit dari kerusakan. Minyak zaitun

Asam lemak Nomor karbon (C) Jumlah %

Palmitat C16:0 10,95±0,33

Palmitoleat C16:1 0,73±0,03

Stearat C18:0 3,36±0,11

Oleat C18:1 70,08±0,77

Linoleat C18:2 7,43±0,09

Linolenat C18:3 0,36±0,02

Arachidat C20:0 0,67±0,03

Gadoleat C20:1 0,35±0,01

Page 17: Analisis Sabun

26

kaya tokoferol (vitamin E) yang merupakan anti penuaan dini. Minyak

zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan melembabkan

permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun merupakan

pelembab yang baik untuk melembabkan kulit wajah dan tubuh. Selain

itu, minyak zaitun bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-sel kulit

mati (Thomssen & McCutcheon, 1949).

b. Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah

NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan etanolamin. NaOH (soda kaustik)

merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun

keras (Oghome et al., 2012). Kalium hidroksida banyak digunakan dalam

pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air (Dunn,

2008). Menurut Mitsui (1997), sabun yang dibuat dari Natrium hidroksida

dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang

dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap) sampai

cair seperti sampo. Hard soap merupakan jenis sabun yang paling banyak

diproduksi dan dikonsumsi.

Karena pada penelitian kali ini akan dibuat sabun batang, maka

alkali yang digunakan adalah NaOH. Natrium hidroksida memiliki berat

molekul 40,01 serta merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol

(Anonim, 1995). Menurut Poucher (1974), NaOH diperoleh melalui proses

Page 18: Analisis Sabun

27

hidrolisis natrium klorida. Penambahan NaOH harus dilakukan dengan

jumlah yang tepat pada proses pembuatan sabun. Apabila NaOH yang

ditambahkan terlalu pekat, maka alkali bebas yang tidak berikatan dengan

trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi sehingga dapat mengritasi

kulit. Sebaliknya apabila NaOH yang ditambahkan terlalu encer atau terlalu

sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas

yang tinggi (Kamikaze,2002).

c. Asam Stearat (C18H36O2)

Asam stearat adalah jenis asam lemak dengan rantai hidrokarbon

yang panjang, mengandung gugus karboksil di salah satu ujungnya dan

gugus metil di ujung yang lain, memiliki 18 atom karbon dan merupakan

asam lemak jenuh karena tidak memiliki ikatan rangkap di antara atom

karbonnya. Asam stearat berupa hablur padat, keras, mengkilap, warna

putih atau kekuningan pucat. Asam stearat praktis tidak larut dalam air dan

etanol 95%, namun mudah larut dalam kloroform dan eter (Anonim, 1980).

Asam stearat seringkali digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

krim dan sabun (Poucher, 1974). Asam stearat berperan dalam memberikan

konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997) serta dapat

menstabilkan busa (Swern, 1979)

d. Gliserin

Gliserin atau biasa disebut juga dengan gliserol merupakan cairan

kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis dan memiliki sifat

Page 19: Analisis Sabun

28

higroskopis. Gliserin mudah bercampur dengan air dan etanol 95% namun

praktis tidak larut dalam kloroform, etanol, minyak lemak dan minyak atsiri

(Anonim, 1980).

Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai

humektan (moisturizer), yaitu skin conditioning agents yang dapat

meningkatkan kelembaban kulit. Humektan merupakan komponen

higroskopis yang mengundang air dan mengurangi jumlah air yang

meninggalkan kulit. Efektifitasnya tergantung pada kelembaban lingkungan

di sekitarnya.

e. Asam Sitrat

Sebagai pengontrol pH dapat digunakan asam sitrat. Asam sitrat

merupakan asam lemah yang dapat menurunkan pH sabun sehingga kulit

pengguna tidak teriritasi akibat sifat alkalis sabun (Wasitaatmaja, 1997).

Asam sitrat memiliki bentuk berupa hablur tidak berwarna atau

serbuk warna putih, tidak berbau, rasa asam kuat, dalam udara lembab agak

higroskopik, dalam udara kering agak merapuh. Kelarutannya sangat tinggi

dalam air dan etanol 95% namun sukar larut dalam eter (Anonim, 1980).

Asam sitrat juga berfungsi sebagai chelating agent (Rowe et al., 2009).

f. Coco Dietanolamida (Coco-DEA)

Coco-DEA merupakan dietanolamida yang terbuat dari minyak

kelapa. Dalam satu sediaan kosmetika, DEA berfungsi sebagai surfaktan

dan zat penstabil busa (Poucher, 1974). Dietanolamida merupakan penstabil

busa yang paling efektif. DEA tidak pedih di mata, mampu meningkatkan

Page 20: Analisis Sabun

29

tekstur kasar busa serta dapat mencegah proses penghilangan minyak secara

berlebihan pada kulit dan rambut (Suryani et al., 2002). Apabila digunakan

pada konsentasi lebih dari 4%, DEA dapat mengiritasi kulit (Rowe et al. ,

2009).

g. Lanolin

Lanolin adalah zat seperti lemak dari bulu domba Ovis aries L.

(Fam. Bovidae) yang telah dimurnikan. Lanolin berupa massa seperti salep

warna putih kekuningan. Dalam kosmetik, lanolin berguna sebagai bahan

dasar dalam emulsi air dalam minyak (Anonim, 1980). Lanolin dapat

meleleh pada suhu 34-38°C (Greenberg et al., 1954). Untuk menghindari

rasa kering pada kulit, diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit

tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal: asam

lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, parafin lunak, cocoa butter, dan

minyak almond. Bahan-bahan tersebut selain meminyaki kulit juga dapat

menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers)

(Wasitaatmaja, 1997).

h. Natrium Klorida

Garam yang ditambahkan pada pembuatan sabun biasanya adalah

NaCl. NaCl berbentuk serbuk hablur berwarna putih dan berasa asin. Garam

ini mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih,

larut dalam gliserin dan sukar larut dalam etanol (Anonim, 1995). Garam

dalam pembuatan sabun berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses

pemadatan sehingga dapat mempercepat terbentuknya padatan sabun.

Page 21: Analisis Sabun

30

Garam yang digunakan sebaiknya murni, tidak mengandung Fe, Cl, atau

Mg. Penambahan garam tidak diperlukan dalam pembuatan sabun cair

(Thomssen & McCutcheon, 1949)

Selain itu, penambahan NaCl juga bertujuan untuk meningkatkan

pembusaan sabun dan untuk meningkatkan konsentrasi elektrolit agar sesuai

dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi sehingga bahan-bahan

pembuat sabun tetap seimbang selama proses pemanasan (Hambali et al.,

2005).

i. Surkrosa

Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari tanman Saccharum

officinarum Linne, Beta vulgaris Linne dan sumber lainnya. Gula ini

berbentuk hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk

kubus atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara.

Sukrosa sangat mudah larut dalam air, terlebih air mendidih, sukar larut

dalam etanol, tidak larut dalam kloroform maupun eter (Anonim, 1995).

Sukrosa bersifat humektan dan dapat membantu pembusaan sabun

(Priani, 2010). Pada proses pembuatan sabun transparan, sukrosa berfungsi

untuk membantu terbentuknya transparansi pada sabun. Sukrosa dapat

membantu perkembangan kristal pada sabun (Hambali et al., 2005).

j. Antioksidan

Kerusakan minyak atau lemak terutama bau tengik (rancid) dapat

dihindari dengan menambahkan antioksidan misalnya stearil hidrazid dan

butilhidroksi toluen (BHT) sebanyak 0,02% - 0,1%. Beberapa bahan lain

Page 22: Analisis Sabun

31

juga dapat digunakan sebagai penghambat oksidasi, yaitu natrium silikat,

natrium hiposulfit, dan natrium tiosulfat (Wasitaatmaja, 1997).

k. Parfum

Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambah parfum sebagai pewangi.

Pewangi atau pengaroma adalah suatu zat tambahan yang ditujukan untuk

memberikan aroma wangi pada suatu sediaan agar konsumen lebih tertarik

(Priani dan Lukmayani, 2010).

Setiap pabrik memilih bau sabun bergantung pada permintaan pasar.

Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tak sama untuk membedakan

produk masing-masing (Wasitaatmaja, 1997).

5. Kualitas Sabun

Sabun merupakan salah satu sediaan kosmetik mandi yang digunakan untuk

membersihkan tubuh, membantu melunakkan air sadah, memberi keharuman

dan rasa segar serta menghaluskan dan melembabkan kulit (Imron, 1985).

Menurut Langingi (2012), sabun batang yang ideal harus memiliki kekerasan

yang cukup untuk memaksimalkan pemakaian dan mampu menghasilkan busa

dalam jumlah yang cukup untuk mendukung daya bersihnya. Spesifikasi

persyaratan mutu yang harus dipenuhi pada produk sabun mandi menurut SNI

06-3532-1994 disajikan pada Tabel VI.

Tabel VI. Syarat Mutu Sabun menurut SNI 06-3532-1994

Uraian Tipe 1 Tipe 2 Superfat

Kadar air (%) Maks. 15 Maks.15 Maks. 15

Jumlah asam lemak (%) > 70 64 – 70 > 70

Page 23: Analisis Sabun

32

Alkali bebas

Dihitung sebagai

NaOH(%)

Dihitung sebagai

KOH (%)

Maks. 0,1

Maks. 0,14

Maks. 0,1

Maks. 0,14

Maks. 0,1

Maks. 0,14

Asam lemak bebas (%) < 2,5 < 2,5 2,5 – 7,5

Minyak mineral Negatif Negatif Negatif

Optimalisasi dalam formulasi sabun perlu dilakukan untuk menghasilkan

sabun yang berkualitas dan sesuai dengan harapan. Optimasi-optimasi yang

dilakukan dalam pembuatan sabun, biasanya dalam hal prosedur pembuatan

dan bahan yang digunakan (Priani, 2010).

6. Sifat Fisika dan Kimia Sabun

Secara umum, sifat fisik dalam sabun terdiri dari kekerasan, stabilitas busa,

bilangan titer, mudah dibilas (Girgis, 1998), tegangan permukaan, tegangan

antar muka, dan stabilitas emulsi (Bird, 1993). Sedangkan sifat kimia pada

sabun pada umumnya berupa pH, kadar air, jumlah asam lemak total, alkali

bebas, asam lemak bebas, dan minyak mineral (Girgis, 1998).

a. Kekerasan

Sabun batang pada umumnya memiliki tingkat kekerasan tertentu

(Priani, 2010). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak jenuh yang

digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak

yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih

tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap.

Asam lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga

Page 24: Analisis Sabun

33

akan menghasilkan sabun yang lebih keras (Gusviputri et al., 2013).

Apabila sabun terlalu lunak, maka akan menyebabkan sabun mudah larut

dan menjadi cepat rusak (Steve, 2008).

b. Daya dan Stabilitas Busa

Busa merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan mutu sabun.

Sabun dengan busa melimpah pada umumnya lebih disukai oleh konsumen.

Busa memiliki peran dalam proses pembersihan dan melimpahkan wangi

sabun pada kulit (Langingi et al., 2012).

c. pH

Sabun pada umumnya mempunyai pH sekitar 10 (Mitsui, 1997). pH

merupakan indikator potensi iritasi pada sabun (Gehring, 1991). Apabila

kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah

pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali

terjadi setelah lima sampai sepuluh menit, dan setelah tiga puluh menit pH

kulit menjadi normal kembali (Wasitaatmaja, 1997) yaitu sekitar 4,5-6,5

(Tranggono, 2007). Alkalinasi dapat menimbulkan kerusakan kulit apabila

kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, pembilasan tidak

sempurna, atau pH sabun yang sangat tinggi (Wasitaatmaja, 1997).

d. Stabilitas Emulsi Sabun

Sabun padat termasuk dalam emulsi tipe w/o (Suryani et al., 2002).

Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter penting dan berpengaruh

Page 25: Analisis Sabun

34

besar terhadap kualitas produk emulsi saat dipasarkan. Emulsi yang baik

tidak membentuk lapisan-lapisan minyak dan air, memiliki konsistensi yang

tetap dan tidak terjadi perubahan warna. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh

jumlah asam lemak yang terkandung dalam sabun. Asam lemak ini berperan

dalam menjaga konsistensi sabun. Kestabilan emulsi dalam sabun juga

dipengaruhi oleh kadar air dan bahan dasar yang bersifat higroskopis.

Semakin tinggi kadar air dalam sabun maka stabilitas emulsi akan semakin

menurun (Jannah, 2009).

e. Kadar Air

Banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan mempengaruhi

kelarutan sabun. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka

pada saat digunakan sabun akan semakin mudah menyusut (Langingi et al.,

2012). Prinsip dari pengujian kadar air sabun adalah pengukuran

kekurangan berat setelah pengeringan pada suhu 105°C. Tingkat kekerasan

sabun sangat dipengaruhi oleh kadar air sabun. Semakin tinggi kadar air

maka sabun akan semakin lunak (SNI, 1994).

f. Jumlah Asam Lemak

Jumlah asam lemak adalah keseluruhan asam lemak baik asam

lemak yang terikat dengan natrium maupun asam lemak bebas ditambah

lemak netral (trigliserida netral/ lemak yang tidak tersabunkan). Pengujian

jumlah asam lemak pada prinsipnya dilakukan dengan memisahkan asam

Page 26: Analisis Sabun

35

lemak dari ikatan sabun natrium dengan penambahan asam kuat, kemudian

mengekstraknya dengan microwaks sehingga terbentuk cake yang berisi

campuran parafin + asam lemak bebas + lemak netral + asam lemak bebas

eks sabun + minyak mineral yang mungkin ada (SNI, 1994).

g. Asam Lemak Bebas/ Alkali Bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam contoh

sabun, tetapi yang tidak terikat sebagai senyawa natrium maupun senyawa

trigliserida (lemak netral). Adanya asam lemak bebas dapat diperiksa

apabila pada pengujian alkali bebas ternyata tidak terjadi warna merah dari

indikator phenolphtalein setelah pendidihan dalam alkohol netral. Asam

lemak bebas yang melarut dalam alkohol netral selanjutnya dititrasi dengan

KOH alkoholis (SNI, 1994).

h. Minyak Mineral

Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti halnya

asam lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan

dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak, dan pada penambahan

air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya

kekeruhan (SNI, 1994).

7. Bentonit

Tanah yang digunakan dalam formulasi dan pembuatan sabun untuk

menyucikan najis mughalladzah ini adalah bentonit. Bentonit merupakan

sejenis tanah karena mempunyai komposisi utama mineral lempung (tanah

liat). Menurut Husnain (2010), tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri

Page 27: Analisis Sabun

36

dari agregat (butiran) mineral-mineral padat dan dari bahan-bahan organik

yang telah melapuk. Komponen terbesar dari tanah adalah silikat. Butir tanah

digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1. Pasir (sand), yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 - 2 mm.

2. Debu (silt), yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 - 0,050 mm.

3. Liat/lempung (clay), yaitu butir tanah berukuran kurang dari 0,002 mm.

Bentonit merupakan tanah liat (clay) alami golongan smektit dioktahedral

yang mengandung sekitar 80% monmorilonit (Mg2Al10Si24O60(OH)12) dan

sisanya antara lain kaolit, illit, feldspar, gypsum, abu vulkanik, kalsium

karbonat, pasir kuarsa, dan mineral lainnya (Günister et al., 2004).

Gambar 5. Bentonit (ECVV, 2003)

Bentonit berupa kristal, mineral seperti tanah liat, dan dapat diperoleh

dalam bentuk serbuk tak berbau, kuning pucat, atau krem hingga abu-abu, yang

bebas dari pasir. Bentonit sedikit berasa seperti tanah. Dalam bidang farmasi,

bentonit biasanya digunakan untuk memformulasi suspensi, gel, dan sol. Selain

itu, juga digunakan untuk mensuspensikan serbuk dalam sediaan cair dan

mempersiapkan basis krim yang mengandung agen pengemulsi minyak dalam

air (Rowe et al., 2009). Keberadaan bentonit sangat melimpah di Indonesia,

Page 28: Analisis Sabun

37

antara lain tersebar di pulau Jawa, pulau Sumatera, sebagian pulau Kalimantan

Timur dan pulau Sulawesi (Puslitbang Tekmira, 2005).

8. Simplex Lattice Design (SLD)

Suatu formula adalah kumpulan dari suatu komponen dari sisi kualitatif dan

kuantitatifnya. Setiap perubahan fraksi dari salah satu komponennya, maka

akan mengubah satu atau lebih banyak komponen lain (Rachmawati, 2012).

Simplex Lattice Design adalah suatu metode untuk menentukan optimasi pada

berbagai komposisi bahan yang berbeda. Metode ini dapat digunakan untuk

prosedur optimasi formula yang jumlah total dari bahan berbeda adalah

konstan (Bolton, 1997). Hubungan fungsional antara respon (variabel

tergantung) dengan komposisi (variabel bebas) dinyatakan dengan persamaan:

Y=β1A + β2B + β1.2AB……………………………….…………(1)

Keterangan:

Y : respon yang diinginkan

A dan B : fraksi dari tiap komponen

β1 dan β2 : koefisien regresi dari A,B

β1.2 : koefisien regresi dari interaksi A-B

Dalam menentukan formula optimum, perlu diperhatikan sifat fisika

dan kimia sabun yang dihasilkan. Penentuan formula optimum didapatkan

dari respon total yang paling besar, respon total dapat dihitung dengan

rumus, yaitu:

R total = R1 + R2 + R3 +Rn +………………………..(2)

R1,2,3,n adalah respon masing-masing sifat fisika dan kimia sabun bentonit.

Page 29: Analisis Sabun

38

Dari persamaan (2) akan diperoleh respon total dan formula yang

optimum, maka dilakukan verifikasi pada tiap formula yang memiliki

respon paling optimum pada setiap uji sifat fisika dan kimia sabun bentonit

(Armstrong & James, 1986).

9. Design Expert® versi 8.0.7.1

Design Expert versi 8 adalah software untuk melakukan optimasi dari

sebuah proses atau formula suatu produk. Program ini dapat mengolah 4

rancangan penelitian yang berbeda, yaitu: factorial design, combined design,

mixture design, dan respon surface method design. Untuk optimasi formula

dari serangkaian campuran komponen yang digunakan, maka dapat dipilih

mixture design. Terdapat dua syarat dalam memilih mixture design, yang

pertama adalah komponen-komponen di dalam formula merupakan bagian

total dari formulasi. Apabila presentase salah satu komponen naik, maka

presentase komponen yang lain akan turun. Syarat kedua adalah respon harus

merupakan fungsi dari komponen-komponennya. Mixture design dibedakan

menjadi dua, yaitu simplex lattice design untuk optimasi formula dengan

selang konsentrasi komponen-komponen yang digunakan sama dan non

simplex design untuk optimasi formula dengan selang konsentrasi komponen-

komponen yang digunakan berbeda (Anonim, 2010).

Penentuan formula optimum terdiri dari empat tahap, yaitu tahap

perencanaan formula, tahap formulasi, tahap analisis dan tahap optimasi.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan variabel-variabel

yang akan dikombinasi beserta konsentrasinya, lalu mentukan respon yang

Page 30: Analisis Sabun

39

akan diukur yang merupakan fungsi dari komponen-komponen penyusun

produk. Tiap-tiap variabel respon akan dianalisis oleh DX8 untuk mendapat

persamaan simplex lattice design dengan ordo yang cocok (linier, cuadratic,

cubic, simple qubic). Persamaan simplex lattice design bisa didapatkan dari

tiga proses yaitu berdasarkan sequential model sum of squares [Type I] untuk

model yang mempunyai nilai “Prob > F” lebih kecil atau sama dengan 0,05

(significant), lack of fit test untuk model yang mempunyai nilai “Prob > F”

lebih besar atau sama dengan 0,1 (not significant) , dan model summary

statistic. Kolom fit summary dapat digunakan untuk melihat ketiga proses ini.

Model terbaik dapat ditentukan dengan parameter adjusted R-Squares dan

Predicted R-Squared maksimum. Program DX8 menggunakan kolom fit

summary untuk memilih model terbaik (Suggested).

Design Expert juga menyajikan hasil analisis ragam ANOVA. Suatu

variabel respon dinyatakan berbeda signifikan pada taraf signifikansi 5% jika

nilai “Prob>F” hasil analisis lebih kecil atau sama dengan 0,05 sedangkan jika

nilai “Prob>F” hasil analisis lebih besar dari 0,05 maka variabel respon

dinyatakan tidak berbeda signifikan. Selanjutnya, variabel-variabel respon ini

digunakan sebagai model prediksi untuk menentukan formula optimal. DX8

akan mengolah semua variabel respon berdasarkan kriteria-kriteria yang

ditetapkan serta memberikan solusi beberapa formula optimal yang terpilih.

Nilai target optimasi yang dicapai dinyatakan dengan desirability yang nilainya

diantara 0 sampai 1. Semakin mendekati 1, semakin mudah suatu formula

dalam mencapai titik formula optimal berdasarkan variabel responnya

Page 31: Analisis Sabun

40

(Anonim, 2007). Hal ini dapat dicapai dengan memilih variabel uji yang

mampu memberikan pengaruh nyata (berbeda signifikan) terhadap respon,

penentuan rentang proporsi relatif masing-masing variabel uji, dan nilai target

optimasi variabel respon. Nilai desirability yang mendekati 1 akan semakin

sulit dicapai apabila kompleksitas variabel uji dan nilai target optimasi semakin

tinggi. Optimalisasi dilakukan untuk mencapai nilai desirability maksimum.

Meskipun demikian, tujuan utama optimasi bukan untuk mencari nilai

desirability sebesar 1 melainkan untuk mencari kombinasi yang tepat dari

berbagai komposisi bahan (Rachmawati, 2012).

10. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu metode pengukuran

berdasarkan jumlah radiasi yang diserap atom-atom bebas, bila sejumlah

radiasi dilewatkan melalui sistem yang mengandung atom-atom tersebut

(Khopkar, 1990). Metode spektrofotometri serapan atom dapat digunakan

untuk mendeteksi kuantitas atom logam yang terdapat pada suatu sampel

(Mahfudloh & Tirono, 2010). Sampel yang digunakan harus dalam bentuk

larutan encer dan jernih sehingga memerlukan preparasi terlebih dahulu

sebelum dianalisis (Gandjar & Rohman, 2007).

Prinsip dasar SSA adalah absorpsi sumber radiasi yang dipancarkan atom

pada keadaan ground state. Absorbsi berkaitan dengan konsentrasi unsur yang

dianalisis (Kellner et al., 1998). Sampel diuapkan dalam flame bersuhu 210-

280˚C menjadi bentuk uap atomnya, sehingga flame akan mengandung atom-

Page 32: Analisis Sabun

41

atom dari sampel yang akan dianalisis. Kemudian atom-atom ini akan

tereksitasi karena pengaruh panas, namun sebagian besar akan tetap berada

pada ground state. Atom-atom yang terksitasi akan kembali pada ground state

setelah melepaskan energi eksitasinya berupa suatu radiasi. Radiasi ini

memiliki panjang gelombang spesifik untuk setiap atom bebas (Christian,

1994). Sumber flame yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen

sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar & Rohman,

2007). Prinsip dasar SSA dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 6. Prinsip Dasar SSA (Ma, 1997)

Penentuan konsentrasi analit dilakukan dengan mengukur atom pada

kondisi dasar. Faktor pengganggu dalam pengukuran dengan SSA adalah

faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah atom dalam kondisi dasar, yakni

pembentukan oksida (MO) akibat reaksi antara unsur dengan oksidan dalam

gas pembakar (flame) serta pembentukan ion (M2+

) dari elemen yang dianalisis

(Christian, 2003).

E. LANDASAN TEORI

Najis mughalladzah merupakan najis berat, yakni semua dari babi dan air

liur anjing. Menurut hukum islam, untuk menyucikan najis ini perlu digunakan air

Page 33: Analisis Sabun

42

sebanyak tujuh kali, yang salah satunya harus menggunakan tanah/debu yang suci.

Thaharah adalah ritual, dalam ajaran Islam tidak ada persyaratan khusus berapa

kadar debu yang harus digunakan dalam bersuci. Salah satu jenis tanah yang cukup

banyak dimiliki Indonesia adalah bentonit. Bentonit merupakan tanah liat (clay)

golongan smektit dioktahedral yang mengandung sekitar 80% monmorilonit dan

sisanya antara lain kaolit, illit, feldspar, gipsum, abu vulkanik, kalsium karbonat,

pasir kuarsa, dan mineral lainnya. Dalam bidang farmasi, bentonit biasa digunakan

untuk memformulasi suspensi, gel, dan sol. Karena merupakan suatu jenis tanah,

bentonit dapat digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah.

Salah satu bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak nabati.

Minyak nabati yang sering digunakan dalam jumlah besar adalah minyak kelapa

(Coconut oil) dan minyak kelapa sawit (Palm oil). Kedua jenis minyak ini memiliki

kandungan-kandungan asam lemak yang berbeda. Tiap jenis asam lemak akan

memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk. Minyak kelapa

memiliki kandungan asam laurat paling besar diantara asam lemak lainnya. Asam

laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena asam laurat mampu

memberikan sifat pembusaan yang sangat baik untuk produk sabun. Busa yang

dihasilkan banyak dan lembut namun stabilitasnya relatif rendah. Minyak kelapa

sawit memiliki kandungan asam palmitat paling besar diantara asam lemak lainnya.

Sabun yang dibuat dari asam palmitat memiliki kekerasan yang cukup tinggi serta

menghasilkan busa relatif kecil namun stabilitas busanya tinggi.

Karakteristik yang berbeda antara minyak kelapa (Coconut oil) dan minyak

kelapa sawit (Palm oil) dapat mempengaruhi kualitas sabun yang dihasilkan. Selain

Page 34: Analisis Sabun

43

itu komposisi dan proporsi NaOH, bentonit, dan bahan-bahan tambahan lain juga

berpengaruh terhadap sifat fisika dan kimia sabun. Campuran bahan baku pembuat

sabun yaitu minyak kelapa dan minyak kelapa sawit diharapkan dapat

menghasilkan sabun dengan kualitas baik. Untuk menghasilkan sabun yang

berkualitas diperlukan optimalisasi campuran minyak kelapa dan minyak kelapa

sawit. Optimasi dilakukan dengan pendekatan simplex lattice design untuk

mendapatkan formula optimum dari campuran minyak kelapa dan minyak kelapa

sawit sehingga dihasilkan sabun bentonit yang memiliki sifat fisika kimia yang

baik.

Oleh karena itu, pada penelitian ini diharapkan bentonit dapat

diformulasikan dalam sabun dengan kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa

sawit menggunakan metode optimasi simplex lattice design untuk memberikan

inovasi cara penyucian najis mughalladzah yang lebih praktis dan modern.

F. HIPOTESIS

1. Bentonit merupakan salah satu jenis tanah liat (clay) yang kaya akan mineral

silikat sehingga dapat digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah.

2. Bentonit dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan sabun sebagai alternatif

cara penyucian najis mughalladzah yang praktis dan modern.

3. Penggunaan kombinasi minyak kelapa dan minyak kelapa sawit dapat

berpengaruh terhadap sifat fisika dan kimia daya busa, stabilitas busa,

kekerasan, kadar air, jumlah asam lemak, dan asam lemak bebas/alkali bebas

sabun bentonit.

Page 35: Analisis Sabun

44

4. Pada proporsi tertentu kadar minyak kelapa dan minyak kelapa sawit akan

memberikan sifat fisika kimia daya busa, stabilitas busa, kekerasan, kadar air,

jumlah asam lemak, dan asam lemak bebas/alkali bebas sabun bentonit yang

optimum menggunakan metode simplex lattice design.