Top Banner
ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA CIPUTRI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR PURNAMA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
71

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

Mar 06, 2019

Download

Documents

trandan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN

DI DESA CIPUTRI KECAMATAN PACET

KABUPATEN CIANJUR

PURNAMA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

Page 2: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 3: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Produksi

Bawang Daun di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya

dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Purnama

NIM H34144060

Page 4: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 5: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

i

ABSTRAK

PURNAMA. Analisis Risiko Produksi Bawang Daun di Desa Ciputri Kecamatan

Pacet Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI.

Salah satu sentra produksi bawang daun adalah di desa Ciputri Kecamatan

Pacet Kabupaten Cianjur. Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung

Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

tempat ini karena sesuai dengan syarat tumbuh bawang daun di dataran tinggi dan

suhu yang sejuk. Namun terdapat variasi produktivitas bawang daun di Desa Ciputri

yang dihasilkan oleh petani-petani responden. Hal ini mengindikasikan adanya

risiko produksi dalam budidaya bawang daun di Desa Ciputri. Risiko produksi

bawang daun di Desa Ciputri dianalisis dengan menggunakan model just and pope.

Variabel-variabel yang digunakan adalah faktor-faktor produksi bawang daun di

Desa Ciputri. Variabel-variabel tersebut adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia,

insektisida, fungisida cair, fungisida padat, dan tenaga kerja. Peningkatan

penggunaan bibit secara nyata mempengaruhi peningkatan risiko produksi bawang

daun dengan koefisien 0,368336. Sedangkan peningkatan penggunaan pupuk kimia

dan fungisida padat berpengaruh secara nyata dalam penurunan risiko produksi

bawang daun dengan koefisien masing-masing -0,442197 dan -0,196376.

Kata Kunci: Risiko, Faktor Produksi, Bawang Daun, Faktor Penimbul Risiko,

Faktor Pengurang Risiko

ABSTRACT

PURNAMA. Scallion Production Risk Analysis in Ciputri Village Pacet District

Cianjur. Supervised by TINTIN SARIANTI.

One of the Scallion production center is in the Ciputri Village, Pacet District,

Cianjur. Scallion became the leading commodity in the Kampong Sarongge, one of

kampongs in Ciputri. Scallion suitable to be cultivated in this place because in

accordance with the Scallion requirements grow that is in the highland and cool

temperature. However, there are variations in Scallion productivity in Ciputri that

produced by respondent Farmers. This indicates the production risk in the

cultivation of Scallion in Ciputri. Scallion risk production in Ciputri analyzed using

a model of just and pope. The variables used are the factors of Scallion production

in Ciputri. These variables are the seeds, orgnanic fertilizer, chemical fertilizer,

insecticide, liquid fungicide, solid fungicides, and labor. Increased use of seedlings

significantly affect the increased risk of Scallion productivity with a coefficient of

0.368336. The increased use of chemical fertilizers and solid fungicides significant

effect in reducing the risk of Scallion production with a coefficient of each variable

are -0.442197 and -0.196376.

Keywords: Risk, Production Factor, Scallion, Risk Inducing Factor, Risk Reducing

Factor

Page 6: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 7: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

i

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN

DI DESA CIPUTRI KECAMATAN PACET

KABUPATEN CIANJUR

PURNAMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

Page 8: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 9: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 10: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 11: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

karunia-Nya sehingga Karya Ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian ini adalah Risiko Produksi, dengan judul Analisis Risiko Produksi

Bawang Daun di Desa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen

pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan saran. Terimakasih juga

disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator pada

kolokium yang dilaksanakan bulan februari 2016. Selain itu kepada Dr. Ir. Nunung

Kusnadi, MS dan Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP., MSi sebagai dosen penguji

yang dilaksanakan bulan agustus 2016 disampaikan terima kasih atas masukan,

saran, dan perbaikan yang diberikan untuk memperbaiki dan melengkapi karya

ilmiah ini.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jaennudin,

seluruh petugas Kantor Kepala Desa dan Balai Pengembangan Budidaya Tanaman

Pangan dan Hortikultura (BPBTPH) yang telah banyak membantu dalam proses

pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,

serta seluruh keluarga, atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Purnama

Page 12: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 13: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii DAFTAR LAMPIRAN iii PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4

Tujuan 6 Manfaat Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6 Sumber Risiko Dan Faktor Produksi Sayuran 6 Analisis Risiko Produksi Sayuran 7 Analisis Risiko Produksi Sayuran dengan Model Just and Pope 8

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8 Faktor-Faktor Produksi 8 Teori Produksi 10 Teori Risiko 12

Kerangka Pemikiran Operasional 14 METODE PENELITIAN 14

Lokasi dan Waktu Penelitian 14

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Pengambilan Sample 15 Metode Pengumpulan Data 15 Metode Pengolahan Data 16

Analisis Deskriptif 16 Analisis Risiko Produksi Model Just and Pope 16

Pengujian Hipotesis 18 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21

Karakteristik Wilayah 21 Keadaan Sosial Ekonomi 23

Sarana dan Prasarana 24 Karakteristik Petani Responden 25

Umur Petani Responden 25 Pendidikan Petani Responden 25 Pengalaman Bertani 26 Alasan Budidaya Bawang Daun 27 Alamat dan Lokasi Kebun 27

Luas Lahan 28 Keragaan Usahatani Bawang Daun 28

HASIL DAN PEMBAHASAN 33 Analisis Risiko Produksi Bawang Daun 33 Uji Asumsi Klasik 34

Uji Multikolinearitas 34 Uji Autokorelasi 35

Uji Heterokedastisitas 35

Page 14: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

ii

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Bawang Daun 36

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi Bawang Daun 39 SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 44

Page 15: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

iii

DAFTAR TABEL

1 Produksi Subsektor Hortikultura Tahun 2010-2014 1

2 Produksi Sayuran Beberapa Provinsi di Pulau Jawa tahun 2010-2014 2 3 Produksi Sayuran Berdasar Kelompok di Jawa Barat tahun 2010-2014 2 4 Luas Panen dan Produksi Sayuran Daun di Kabupaten Cianjur 3 5 Distribusi Penduduk Desa Ciputri Berdasarkan Kelompok Usia 23 6 Pekerjaan Penduduk Desa Ciputri 24

7 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur 25 8 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani 26

9 Alasan Petani Responden Dalam Usahatani Bawang Daun 27 10 Luas Lahan Pertanian Petani Responden 28 11 Variasi Produktivitas Bawang Daun di Desa Ciputri 33 12 Hasil Pengujian Multikolinearitas 34 13 Hasil Pengujian Autokorelasi 35

14 Hasil Pengujian Heterokedastisitas 35 15 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produktivitas Bawang Daun 36 16 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produktivitas Bawang Daun 40

DAFTAR GAMBAR

1 Fluktuasi Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur 5

2 Kurva Produk Total, Marginal, dan Rata-rata 11 3 Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian 12 4 Pembagian Luas Wilayah Desa Ciputri menurut Penggunaannya 22

5 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pendidikan 26 6 Alamat Petani Responden 28

7 Pengolahan Lahan Bawang Daun 29 8 Proses Penanaman Bawang Daun 30

9 Hama dan Penyakit Pada Bawang Daun 31 10 Pengemasan Bawang Daun 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kerangka Pemikiran Operasional 49 2 Peta Wilayah Desa Ciputri 50 3 Hasil Regresi dan Pengujian Asumsi Klasik Pada Produktivitas Bawang

Daun 51 4 Hasil Regresi dan Pengujian Asumsi Klasik Pada Variance Produktivitas

Bawang Daun 53

Page 16: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 17: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu hortus dan colere yang artinya

adalah kebun dan membudidayakan. Berdasarkan pengertian tersebut hortikultura

adalah membudidayakan tanaman di kebun. Hortikultura diklasifikasikan kedalam

empat kelompok yaitu pomolog (buah-buahan), olerikultura (sayur-sayuran),

florikultura (bunga dan tanaman hias), dan biofarmaka (tanaman obat).

Olerikultura adalah ilmu yang mempelajari tentang sayur-sayuran. Sayuran

dapat dididefinisikan sebagai tanaman hortikultura yang dibudidayakan untuk

memproduksi pangan (bukan makanan pokok) yang dikonsumsi dalam bentuk

segar atau diolah secara maksimal (direbus, dikukus, ditumis, digoreng, atau

disangrai). Berdasarkan cara budidayanya sayuran dikelompokkan menjadi lima,

yaitu sayuran daun, kubis-kubisan, leguminoceae, sayuran umbi, akar, atau bulb,

dan solanaceae.

Subsektor hortikultura dibudidayakan di Indonesia diantaranya adalah sayuran,

buah-buahan, dan tanaman biofarmaka. Subsektor sayuran merupkan yang terbesar

produksinya diantara subsektor lainnya dalam hortikultura. Hal ini menunjukkan

bahwa sayuran banyak diproduksi di Indonesia dan ketersediaannya sepanjang

tahun. Tabel 1 dibawah ini menunjukkan produksi tiga subsektor hortikultura dari

tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 di Indonesia.

Tabel 1 Produksi Subsektor Hortikultura Tahun 2010-2014

Subsektor

Hortikultur

Produksi (Ton)

Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

Tahun

2013

Tahun

2014

Sayuran 10 179 939 10 356 177 10 753 646 11 069 447 11 436 860

Buah-buahan 464 460 705 480 868 713 702 680 901 868

Tanaman

Biofarmaka 397 409 380 890 427 037 517 433 -

Sumber: Ditjen Hortikultura 2015 (diolah)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sayuran merupakan subsektor yang paling

banyak jumlah produksinya dibandingkan dengan subsektor lainnya. Rata-rata

pertumbuhan produksinya adalah 2,96 persen. Dari tabel diatas dapat terlihat juga

kontinuitas produksi sayuran sepanjang tahun tersedia. Selain itu juga terjadi

peningkatan produksi dari tahun ke tahun pada produksi subsektor sayuran. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa

Budidaya sayuran dilakukan di beberapa provinsi di Indonesia, yang menjadi

wilayah produksi sayuran, salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat. Jawa barat

yang berada di bagian barat pulau jawa memiliki iklim tropis dengan suhu 9 derajat

celcius sampai dengan 34 derajat celcius. Provinsi Jawa Barat dengan ciri gugusan

pegunungan api terbagi menjadi dataran tinggi pegunungan, lereng bukit, dan

dataran luas. Dengan topografi dan iklim tersebut, jawa barat menjadi salah satu

provinsi sentra produksi sayuran. Tabel 2 dibawah ini menunjukkan rata-rata

produksi sayuran di provinsi-provinsi yang berada di Pulau Jawa.

Page 18: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

2

Tabel 2 Produksi Sayuran Beberapa Provinsi di Pulau Jawa tahun 2010-2014

Provinsi Tahun

Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014

Banten 220 844 258 354 111 496 207 429 214 259 202 476

Jabar 21 810 257 36 237 734 2 312 695 35 149 099 27 494 216 24 600 800

Jateng 2 904 508 4 093 914 1 701 803 4 271 822 4 189 409 3 432 291

Jatim 40 526 108 9 879 562 1 383 501 7 649 158 8 070 693 13 501 804

DIY 867 316 449 208 51 187 1 694 098 1 447 767 901 915

Sumber: Ditjen Hortikulura 2015 (diolah)

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan produsen

terbesar di Pulau Jawa. Hal ini didukung dengan kondisi geografis yang cocok

dalam pembudidayaan sayuran seperti yang telah disebutkan diatas. Sayuran yang

dibudidaya di Jawa Barat dapat diklasifikasikan sesuai kelompok sayuran atau

olerikultura. Tabel 3 dibawah ini menunjukkan produksi sayuran menurut

kelompok yang dihasilkan di Jawa Barat.

Tabel 3 Produksi Sayuran Berdasar Kelompok di Jawa Barat tahun 2010-2014 Komoditi Satuan 2010 2011 2012 2013 2014

Kelompok Sayuran Daun

Bawang Daun Ton 162 755 163 512 184 538 191 345 172 327

Bayam Ton 29 248 47 816 40 972 27 933 21 083

Kangkung Ton 74 428 86 949 68 591 65 419 60 509

Petsai / Sawi Ton 191 802 190 828 206 724 233 030 210 493

Kelompok Sayuran Kubis-kubisan

Kembang Kol Ton 21 233 25 323 26 134 22 923 26 284

Kol / Kubis Ton 286 647 270 780 301 241 319 492 296 943

Kelompok Sayuran Kacang-kacangan

Buncis Ton 93 573 100 764 94 633 102 108 94 623

Kacang Merah Ton - 59 164 60 489 76 984 75 138

Kacang Panjang Ton 116 984 122 067 118 270 120 393 116 668

Kelompok Sayuran Tanaman Solanaceae Berbuah

Cabe Besar Ton 166 691 195 383 201 384 250 914 253 296

Cabe Rawit Ton 78 906 105 237 90 522 123 756 115 831

Paprika Ton - - - - 4 490

Terung Ton 85 398 95 307 83 588 87 682 92 999

Tomat Ton 304 774 354 832 294 009 353 340 304 687

Kelompok Sayuran Tanaman Cucurbitaceae

Ketimun Ton 178 308 182 220 167 396 155 350 155 882

Labu Siam Ton 130 035 155 310 145 879 131 848 122 392

Kelompok Sayuran Jamur

Jamur Ton 19 623 33 847 - 32 684 25 194

Kelompok Sayuran Pohon

Melinjo Ton 37 528 52 738 45 130 36 192 -

Petai Ton 36 337 78 219 51 545 39 054 -

Kelompok Sayuran Tanaman Umbi Akar

Wortel Ton 113 576 115 296 121 373 125 044 125 646

Lobak Ton 18 027 17 174 26 608 20 820 19 917

Kelompok Sayuran Tanaman Umbi Batang

Kentang Ton 275 101 220 155 261 967 258 716 245 332

Kelompok Sayuran Tanaman Umbi Lapis

Bawang Merah Ton 116 396 101 273 115 896 115 585 130 082

Bawang Putih Ton 73 892 1 874 1 775 1 593

Sumber: Ditjen Hortikultura 2015 (diolah)

Page 19: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

3

Tabel 3 diatas dapat menjelaskan bahwa sayuran kelompok daun beragam

jenisnya yang diproduksi di Provinsi Jawa Barat. Selain keragamannya, sayuran

daun lebih stabil produksinya dibandingkan dengan sayuran kelompok lain. Dengan

demikian sayuran kelompok daun cocok dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat

dibuktikan dengan keragaman jenis dan hasil produksinya yang stabil. Provinsi

Jawa Barat terdiri dari beberapa wilayah sentra produksi sayuran, salah satunya

adalah Kabupaten Cianjur. Tabel dibawah ini menunjukkan luas panen dan

produksi sayuran kelompok daun di Kabupaten Cianjur.

Tabel 4 Luas Panen dan Produksi Sayuran Daun di Kabupaten Cianjur

Komoditi Indikator Tahun

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Bawang

Daun

L.Panen

(Ha) 3 513 3 023 2 939 2 741 3 574 3 069 2 814

Produksi

(Ton) 61 885 33206 35 138 22 616 37 764 39 296 35 188

Bayam

L.Panen

(Ha) 195 282 186 172 114 94 70

Produksi

(Ton) 1 541 234 1 027 558 655 312 204

Kangkung

L.Panen 143 150 262 180 171 135 150

Produksi

(Ton) 1 448 1 408 2 872 1415 1791 1 036 1205

Petsai/

Sawi

L.Panen

(Ha) 2 476 2 013 1 882 1 798 2 968 2 778 3 581

Produksi

(Ton) 45 702 30867 27 508 14 829 21 715 36 875 49 826

Pada data di tabel 4 menunjukkan bahwa bawang daun memiliki luas panen

terbesar diantara jenis sayuran lain di Kabupaten Cianjur. Dengan demikian bawang

daun menjadi salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur. Selain

memproduksi sayuran, Kabupaten Cianjur juga dikenal sebagai salah satu sentra

produksi padi. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur,

kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua Kecamatan ini, masing-

masing didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias.

Kecamatan Pacet terdiri dari daratan seluas 826,24 Ha atau 14,53 persen dan

perbukitan seluas 4860,20 Ha atau 85,47 persen. Kondisi iklim dan suhu rata-rata

di Kecamatan Pacet sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Menurut data yang

diperoleh dari Instalasi Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Pacet,

menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan pertahun di Kecamatan Pacet mencapai

2 967,84 mm, dengan suhu antara 12 sampai dengan 30 derajat celcius dengan

kelembaban 71 persen. Keadaan topografi dan keadaan iklim tersebut mendukung

Kecamatan Pacet dalam membudidayakan sayuran, termasuk sayuran daun.

Desa Ciputri sebagai salah satu desa di Kecamatan Pacet banyak memproduksi

bawang daun, dan sayuran kelompok daun lainnya. Desa Ciputri terdiri dari empat

kampung, yaitu Kampung Sarongge, Kampung Tunggilis, Kampung Cijedil, dan

Kampung Ciherang. Keempat kampung ini memiliki komoditas unggulan sayuran

masing-masing. Kampung Tunggilis memiliki seledri sebagai sayuran unggulan,

sayuran unggulan Kampung Sarongge adalah bawang daun, sedangkan Kampung

Ciherang dan Kampung Cijedil memiliki sayuran unggulan selada. Bawang daun

Page 20: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

4

yang dibudidayakan di Kampung Sarongge ditanam sepanjang tahun, di musim

kemarau dan musim penghujan. Waktu budidaya bawang daun di Kampung

Sarongge rata-rata mencapai tiga bulan.

Kegiatan bisnis, termasuk dalam kegiatan budidaya sayuran memiliki risiko,

salah satunya adalah risiko produksi. Risiko produksi dapat diidentifikasi dengan

adanya fluktuasi atau variasi. Bawang daun sebagai komoditas unggulan yang telah

cocok dibudidayakan di Kabupaten Cianjur juga memiliki risiko produksi. Hal ini

dapat dilihat dari indikator fluktuasi produktivitas bawang daun dari tahun ke tahun

2007 sampai dengan tahun 2013.

Nilai produktivitas bawang daun yang berfluktuasi ditentukan sebagai indikator

adanya risiko produksi dengan tujuan untuk mendapatkan satuan input yang tetap

agar terlihat perbandingan dari suatu hal yang sama. Adanya fluktuasi produktivitas

bawang daun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 mengindikasikan bahwa

dalam budidaya bawang daun terdapat risiko produksi. Dari indikator tersebut,

maka diperlukan analisis secara ilmiah mengenai risiko produksi bawang daun dan

faktor apa saja yang dapat menimbulkan risiko atau yang dapat menguragi risiko.

Dengan demikian dapat dilihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi risiko

produksi bawang daun di Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur.

Perumusan Masalah

Salah satu desa penghasil bawang daun di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur

adalah Desa Ciputri. Sentra produksi bawang daun di Desa Ciputri berada di

Kampung Sarongge. Petani-petani bawang daun di Kampung Sarongge melakukan

kegiatan budidaya atau berkebun bawang daun di kaki gunung pangrango. Bawang

daun yang dibudidayakan di Dusun Sarongge ditanam sepanjang tahun, pada

musim kemarau dan musim penghujan. Petani-petani bawang daun telah menanam

bawang daun sejak lama dengan alasan karena kecocokan tempat budidaya.

Bawang daun yang dibudidayakan di Kampung Sarongge ditanam di kaki

gunung pangrango, yang berada di ketinggian 1 000 sampai dengan 1 200 mdpl.

Suhu harian di Kampung Sarongge rata-rata dapat mencapai 26 derajat celcius.

Sedangkan sayarat tumbuh bawang daun adalah sebagai berikut. Bawang daun

cocok tumbuh di dataran dengan ketinggian 250 sampai dengan 1500 mdpl. Curah

hujan yang dibutuhkan adalah 150 sampai dengan 200 mm/tahun dan dengan suhu

harian 18 sampai dengan 26 derajat celcius. Dengan demikian bawang daun cocok

untuk dibudidayakan di Dusun Sarongge.

Kabupaten Cianjur dengan sentra produksi bawang daun salah satunya di Desa

Ciputri mengalami fluktuasi produktivitas bawang daun dari tahun 2007 sampai

dengan tahun 2013. Fluktuasi tersebut dapat dilihat pada gambar 1. Produktvitas

didapatkan dari hasil pembagian produksi bawang daun dengan luas panen bawang

daun dalam satu tahun. Selam tahun 2007 sampai dengan tahun 2013, produktivitas

rata-rata bawang daun di Kabupaten Cinajur rata-rata mencapai 12,097 ton/Ha.

Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan nilai produktivitas 17,62

ton/Ha, sedangkan produktivitas terendah dengan nilai 8,25 ton/Ha terjadi pada

tahun 2010. Fluktuasi produktivitas tersebut mengindikasikan adanya risiko

produksi bawang daun di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Page 21: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

5

Risiko produksi dapat disebabkan oleh berbagai sumber, yaitu sumber eksternal

dan internal. Sumber eksternal adalah sumber yang tidak dapat dikendalikan oleh

petani seperti hama, penyakit, dan cuaca. Faktor internal adalah yang dapat

dikendalikan oleh petani, seperti faktor-faktor produksi diantaranya bibit, pupuk,

pestisida, dan tenaga kerja. Penggunaan faktor-faktor produksi masih dapat diukur,

sehingga analisis risiko dengan penggunaan faktor-faktor produksi masih dapat

diukur dengan baik.

Faktor-faktor produksi yang umum digunakan petani bawang daun di Desa

Ciputri, Kabupaten Cianjur adalah pupuk kandang yang berupa sekam dan sisa

kotoran hewan ternak serta pupuk kimia yang terdiri dari pupuk Urea, NPK, KCl,

TSP, Phonska, dan pupuk SP36. Pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit

pada bawang daun dibagi menjadi dua bentuk, yaitu Insektisida yang umumnya

digunakan untuk mengusir hama dan Fungisida berbentuk serbuk, tepung, dan

cairan yang umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit pada tanaman. Tenaga

kerja sebagai salah satu faktor produksi yang juga dapat mempengaruhi

produktivitas dan risiko bersumber dari keluarga petani atau orang lain di luar

kelarga petani yang bekerja dikebun dengan imbalan upah.

Risiko produksi bawang daun adalah kemungkinan peluang berkurangnya

produksi bawang daun ang tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan oleh petani.

Risiko tersebut dapat diindikasikan dari pergerakan produktivitas yang tidak stabil.

Risiko produksi tersebut dapat terjadi salah satunya karena penggunaan faktor

produksi input. Penggunaan faktor produksi input tersebut tidak selalu sama dan

tepat dosis antar petani akan menyebabkan adanya variasi produktivitas.

Dari kendala-kendala yang dihadapi petani tersebut maka diperlukan kajian

mengenai risiko produksi bawang daun yang diharapkan dapat menjawab

permasalahan seperti dibawah ini:

1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi input terhadap produktivitas

bawang daun di Desa Ciputri?

2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi input terhadap risiko produksi

bawang daun di Desa Ciputri?

17.62

10.98 11.96

8.25

10.57

12.80 12.50

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Gambar 1 Fluktuasi Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur

Page 22: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

6

Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijabarkan,

penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas bawang

daun di Desa Ciputri.

2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi input terhadap risiko produksi

bawang daun di Desa Ciputri.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat terhadap

pihak yang berkepentingan, antara lain:

1. Bagi Petani, sebagai pertimbangan dalam melakukan kegiatan produksi karena

adanya risiko produksi bawang daun dan diharapkan dapat membantu petani

mengambil keputusan dalam alokasi penggunaan faktor produksi dan

pengelolaan produksi bawang daun agar mampu mengelola risiko produksi.

2. Bagi instansi terkait seperti Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan

dan Hortikultura Kecamatan Pacet sebagai tambahan informasi untuk kajian

pengembangan yang berhubungan dengan bawang daun khususnya di Desa

Ciputri, Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber Risiko Dan Faktor Produksi Sayuran

Pada dasarnya dalam melakukan budidaya pertanian, petani menghadapi risiko

produksi. Budidaya sayuran juga dihadapkan dengan risiko produksi. Terdapat

beberapa sumber-sumber risiko produksi sayuran. Menurut beberapa penelitian

sebelumnya sumber-sumber risiko tersebut adalah cuaca, hama penyakit,

sumberdaya manusia, dan kualitas bibit (Yamin 2012). Karakteristik tanaman dan

cara budidaya akan mempengaruhi risiko produksi yang dihadapi, seperti risiko

budidaya secara hidroponik memiliki sumber risiko lain selain yang disebutkan

diatas yaitu peralatan produksi (Sitorus 2011). Seperti halnya sayuran pada

umumnya (konvensional ataupun hidroponik), berdasarkan penelitian sebelumnya

sumber-sumber risiko produksi sayuran organik adalah cuaca, kelembaban, dan

hama penyakit, keterampilan sumberdaya manusia, curah hujan, kesuburan tanah

(Cher 2011) (Rosalina 2013). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap

metode budidaya yang dilakukan tetap memiliki risiko produksi.

Risiko dapat diidentifikasi dari fluktuasi atau variasi produktivitas. Sumber

risiko dapat berasal dari faktor internal atau eksternal. Faktor initernal berupa faktor

produksi input seperti benih, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Faktor

eksternal dapat berupa hama, penyakit, dan cuaca. Faktor-faktor internal dapat

diidentifikasi risikonya melalui penggunaan faktor produksi dalam budidaya. Hal

Page 23: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

7

tersebut sesuai dengan penelitian (Assafa 2014) yang melakukan penelitian risiko

produksi talas dengan identifikasi penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk

organik, pupuk N, pupuk P, pupuk K, lamda sihalotrin, dan tenaga kerja. Pada

tanaman sayuran seperti tomat, faktor produksi yang digunakna untuk analisis

risiko adalah pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K,

insektisida cair, pupuk daun, fungisida dan dummy musim (Lesmana 2013). Faktor-

faktor produksi yang akan digunakan untuk menganalisis risiko disesuaikan dengan

jenis komoditas budidaya dan teknis budidaya di lapang atau yang dilakukan

responden.

Analisis Risiko Produksi Sayuran

Metode analisis risiko pada dasarnya dapat dilakukan dengan penilaian risiko

yang dihadapi yaitu dengan pengukuran nilai variance, standard deviation, dan

coefficient variation. Pada analisis risiko produksi sayuran juga digunakan metode

yang sama, yaitu dengan pengukuran diatas (Rosalina 2013). Pengukuran tersebut

dilakukan pada kegiatan spesialisasi (budidaya sayuran organik dengan satu jenis

komoditas pada satu satuan luas lahan). Terdapat perhitungan lain yaitu dengan

mengukur fraction jika kegiatan budidaya yang dilakukan adalah diversifikasi

sebagai salah satu alternatif penanganan risiko produksi (Cher 2011) (Rosalina

2013).

Alternatif penanganan risiko dilakukan untuk mengurangi risiko produksi yang

dihadapi. Salah satu cara penanganan risiko adalah dengan cara diversifikasi.

Diversifikasi dalam budidaya sayuran adalah cara penanganan risiko dengan

membudidayakan lebih dari satu jenis sayuran dalam satu satuan luasan lahan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya risiko diversifikasi menghasilkan nilai

coefficient variation yang lebih kecil dibandingkan dibudidayakan secara

spesialisasi (Cher 2011) (Rosalina 2013).

Seperti yang telah dijelaskan coefficient variation menunjukkan besaran risiko

produksi yang dihadapi. Semakin besar coefficient variation yang didapat maka

risiko produksi yang dihadapi juga semakin besar. Dari penelitian sebelumnya

coefficient variation spesialisasi yaitu budidaya caisin organik saja menunjukkan

risiko yang tinggi dibandingkan dengan diversifikasi (caisin organik dan wortel

organik) yang menghasilkan coefficient variation yang lebih kecil (Cher 2011).

Hasil penelitian lainnya adalah bayam organik jika dibudidayakan secara

spesialisasi menunjukkan coefficient variation yang lebih tinggi dibandingkan

dengan yang dibudidayakan secara diversifikasi dengan wortel. (Rosalina 2013).

Analisis risiko dapat diidentifikasi melalui fluktuasi dan variasi produktivitas.

produktivitas suatu komoditas dapat dipengaruhi dari penggunaan input produksi.

Penggunaan faktor produksi input selanjutnya dapat dianalisis pengaruhnya

terhadap risiko produksi. Pada penelitian sebelumnya (Lesmana 2013) (Assafa

2014) (Mastra 2015) analisis faktor produksi yang mempengaruhi risiko dilakukan

dengan melakukan regresi linear terhadap produktivitas dan varians produktivitas,

sehingga didapatkan mana saja faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko dan

mengurangi risiko.

Page 24: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

8

Analisis Risiko Produksi Sayuran dengan Model Just and Pope

Analisis model just and pope dilakukan dengan hasil sumber-sumber risiko

mana yang berpengaruh terhadap risiko produksi dan sumber-sumber atau faktor

produksi mana yang termasuk kedalam risk inducing factor dan risk reducing

factor. Faktor Penggunaan benih, pupuk kandang, pestisida cair, Penggunaan

kapur, pupuk urea, pestisida padat, pupuk daun, dan tenaga kerja merupakan faktor-

faktor yang mempengaruhi produksi (Pratiwi 2011). Faktor produksi yang

mempengaruhi risiko produksi tomat adalah pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk

unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan pengaruh

musim (Lesmana 2013). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan

faktor-faktor input produksi mempengaruhi risiko produksi suatu komoditas dan

atau faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas akan mempengaruhi juga

risikonya. Seperti dalam risiko produksi asparagus, faktor yang mempengaruhi

risiko adalah penggunaan bibit, pupuk kandnag, pupuk urea, pupuk NPK, obat-

obatan, tenaga kerja, dan atap plastik (Mastra 2015).

Dari ketiga peneletian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor

produksi yang menjadi risk inducing factor adalah faktor produksi yang dapat

meningkatkan variasi produktivitas. Faktor produksi penggunaan bibit, pupuk

kandang, obat-obatan, atap plastik menjadi risk inducing factor dalam budidaya

asparagus, dan risk reducing factornya adalah Pupuk urea, pupuk NPK, dan Tenaga

Kerja (Mastra 2015). Faktor Penggunaan benih, pupuk kandang, dan pestisida cair

merupakan risk inducing factor dalam budidaya caisin, sedangkan risk reducing

factor adalah Penggunaan kapur, pupuk urea, pestisida padat, pupuk daun, dan

tenaga kerja (Pratiwi 2011). Dalam budidaya tomat yang menjadi risk inducing

factor adalah pupuk kandang dan pupuk unsur K dan risk reducing factornya adalah

pupuk unsur N, pupuk unsur P, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan musim

kemarau (Lesmana 2013). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam

risiko produksi yang menjadi risk inducing factor adalah penggunaan bibit/benih,

pupuk kandang, dan pestisida atau obat-obatan. Sedangkan yang menjadi risk

reducing factor adalah yang dapat meningkatkan variasi produktivitas yaitu pupuk

urea, pupuk unsur N, dan tenaga kerja.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Faktor-Faktor Produksi

Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahtani berkaitan erat dengan

perencanaan penggunaan sumberdaya dan kendala perencanaan dalam usahatani.

Faktor-faktor produksi dalam usahatani dikelompokkan menjadi lahan dan rotasi,

irigasi kerja, ternak kerja dan mesin-mesin, makanan ternak, modal dan kredit,

kebutuhan makanan dan keluarga, kendala institusi, sosial, kebudayaan dan

individu (Soekartawi 1985). Pada awalnya terdapat tiga aspek penting dalam

usahatani yaitu alam, modal, dan tenaga kerja, namun seiring perkembangan maka

Page 25: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

9

diperlukan juga aspek manajemen. Hal ini dikarenakan diperlukanannya

pengelolaan sumberdaya dnegan baik.

A. Faktor Produksi Alam atau Tanah

Kegiatan pertanian biasanya didasarkan atau dikembangkan pada luasan

lahan pertanian tertentu. Pentingnya faktor produksi alam tau tanah ini tidak

hanya dilihat dari segi luas laha, tetapi juga dalam segi lain seperti aspek

kesuburan tanah, macam penggunaan lahan, dan topografi. Persediaan

sumberdaya alam seperti lahan dapat ditentikan dengan mengukur kuas

usahatani, namun harus memperhatikan juga bagian-bagian yang tidak dapat

digunakan untuk pertanian misalnya sperti bangunan, jalan, dan saluran.

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, yang akan

mempengaruhi efesiensi. Seringkali yang terjadi dilapangan adalah, semakin

luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisien

lahan tersebut. Hal ini disebabkan karena lemahnya pengawasan terhadap

faktor produksi bibit, pupu, obat, dan tenaga kerja, selain itu keterbatasan

jumlah tenaga kerja dan modal pada pengguaan lahan yang luas menjadi faktor

tidak efisien. Sebaliknya, pada penggunaan lahan yang sempit, upaya

penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi,

dan ketersediaan modal tidak terlalu besar sehingga usaha pertanian seperti ini

seringkali lebih efeisien.

Pembagian penggunaan lahan menurut topografinya sangat penting karena

mencirikan karakteristik usahatani di wilayah tersebut. Maka perencanaan

usahatani perlu memperhatikan topografi lahan pertanian. Kesuburan lahan

pertnaian akan menentukan produktivitas tanaman. Tanah yang subur akan

menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingakn dengan lahan yang

kesuburannya lebih rendah. Kesuburan tanah akan berkaitan langsung dengan

jenis tanah, sehingga perlu diperhatikan jenis tanah pada lahan pertanian yang

digunakan agar tanaman yang dibudidayakan cocok dengan kondisi tanah

tersebut.

B. Faktor Produksi Modal

Petani di Negara berkembang umumnya memiliki ketersediaan modal

yang terbatas. Adanya kendala tersebut menyebabkan diperlukannya kredit

usahatani agar petani-petani tersebut mampu mengelola usahataninya dengan

baik. Pembentukan modal mempunyai tujuan yaitu untuk menunjang

pembentukan modal lebij lanjut, dan meningkatkan produksi dan pendapatan

usahatani. Secara makro pembentukan modal dapat dilakukan dengan cara

memperbesar simpanan, pajak, dan pembentukan modal oleh pemerintah. Bagi

petani di pedesaan pembentukan modal sering dilakukan dengan cara

menabung.

Modal adalah barang ekonomi yang dapat digunakan untuk menghasilkan

barang atau jasa. Modal dalam usahatani beragam, yaitu terdiri dari lahan,

bangunan, peralatan, mesin, tanaman, ternak, ikan, bahan (sarana produksi),

stok produksi, uang tunai, dan piutang. Macam-macam modal tersebut dilihat

sebagai kekayaan yang ada di usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu sebagai fixed assets (asset tetap) dan working assets (Aset kerja). Aset

tetap terdiri dari lahan, bangunan, mesin, peralatan, tanaman tahunan, ternak

kerja. Aset kerja terdiri dari stok produksi, tanaman semusim, ternak ungags,

perlengkapan, dan bahan seperti sarana produksi bibit, pupuk, obat-obatan.

Page 26: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

10

C. Faktor Produksi Tenaga Kerja

Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang

dibutuhkan dan akan menentukan macam tenaga kerja yang diperlukan.

Biasanya usahatani skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam

keluarga, dan usahatani dengan skala yang besar lebih banyak menggunakan

tenaga kerja luar keluarga dan seringkali menggunakan tenaga ahli. Dalam

analisa ketenagakerjaan diperlukan pembedaan tenaga kerja pria, wanita, anak-

anak, dan ternak. Pembedaan ini dilakukan karena setiap jenis tahapan

pekerjaan dalam suatu usaha pertanian adalah berbeda dan juga faktor

kebiasaan akan menentukan. Misalnya pekerjaan pengolahan tanah merupakan

pekerjaan keras yang kebanyakan dilakukan oleh pria atau ternak. Sedangkan

pekerjaan menanam atau membersihkan rumput (gulma) banyak dilakukan

oleh wanita.

D. Faktor Produksi Manajemen

Aspek manajemen menjadi faktor yang penting dalam melakukan kegiatan

usahtani yang efisien. Aspek sumberdaya lain seperti lahan atau alam, modal,

dan tenaga kerja yang telah memadai, jika tidak dikelola dengan baik maka

produksi tinggi yang diharapkan tidak dapat tercapai. Faktor produksi

manajemen akan berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen, yaitu Planning,

Organizing, Actuating, dan Controlling. Manajemen berarti kegiatan

pengalokasian sumberdaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam

kondisi yang berisiko dan tidak pasti. Dengan demikian, diperlukan

kemampuan manajerial yang baik agar keputusan-keputusan manajemen yang

dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Teori Produksi

Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas

output yang dihasilkan disebut sebagai fungsi produksi. Pengertian fungsi produksi

menurut Pappas dan Hirschey adalah pernyataan destriptif yang mengaitkan

masukan dengan keluaran, yang memperlihatkan keluaran maksimum yang dapat

diproduksi dengan sejumlah masukan tertentu. Sifat-sifat dasar fungsi produksi

dapat diilustrasikan dengan meneliti sistem dua-masukan satu-keluaran yang

sederhana. X dan Y sebagai input, dan Q sebagai output. Fungsi tersebut pat ditulis

sebagai hubungan umum seperti dibawah ini yang merepresentasikan bahwa jumlah

maksimun Q yang dapat diproduksi dengan kombinasi input X dan Y tertentu.

𝑄 = 𝑓(𝑋, 𝑌)

Dalam teori produksi ada hukum yang menyatakan bahwa sementara jumlah satu

masukan variabel meningkat, dengan jumlah semua faktor lainnya dipertahankan

konstan, kenaikan yang dihasilkan dalam keluaran pada akhirnya akan menurun.

Hukum terebut dinamakan hukum tingkat pengembalian terhadap faktor yang

menurun. Penggunaan fungsi produksi ini akan membantu para pengambil

keputusan produksi, untuk mengetahui bagaimana mengolah faktor-faktor produksi

secara optimal, sehingga menghasilkan produksi yang juga optimal. Hubungan

masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang semakin

menurun (law of diminishing return). Tiap tambahan unit masukan akan

mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit

Page 27: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

11

tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan

masukan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang.

Sumber: Pappas dan Hirschey 1995

Dari gambar kurva produksi diatas dapat digambarkan Marginal Product yang

menjelaskan tambahan produksi per satuan tambahan input. Average Product (AP)

menjelaskan produksi per satuan input. Kurva produksi diatas terbagi kedalam tiga

daerah, yaitu daerah I, II, dan III. Daerah I menunjukkan bahwa pelaku produksi

harus menambah input yang digunakan karena belum mencapai kemampuan

maksimalnya dalam berproduksi. Daerah rasional untuk berproduksi adalah daerah

II. Daerah I dan III merupakan daerah tidak rasional untuk berproduksi.

Gambar 2 Kurva Produk Total, Marginal, dan Rata-rata

Page 28: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

12

Teori Risiko

Secara umum risiko dapat diartikan sebagai seluruh hal yang dapat

mengakibatkan kerugian. Menurut Frank Knight dalam Robison dan Barry (1987),

risiko adalah peluang dari suatu kejadian yang dapat diperhitungkan dan akan

memberikan dampak negatif yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan

ketidakpastian adalah peluang dari suatu kejadian yang tidak dapat diperhitungkan

oleh pebisnis selaku pembuat keputusan. Risiko dan ketidakpastian secara teoritis

merupakan hal yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.

Sumber: Dibertin (1986)

Dari gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa kejadian berisiko menunjukkan

peluang terhadap kejadian yang diketaui dan dapat diperkirakan oleh pebisnis.

Sedangkan untuk kejadian ketidakpastian adalah kondisi yang tidak diketahui atau

tidak dapat diperkirakan oleh pelaku bisnis. Risiko dibatasi dengan kemungkinan-

kemungkinan yang digabungkan dengan kejadian dari satu peristiwa yang

mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Ketidakpastian tidak

berkaitan secara langsung dengan peluang atau probabilitas. Dikatakan suatu

peristiwa sebagai ketidakpastian, jika pelaku bisnis tidak memiliki data untuk

menyusun probabilitas atau kemungkinan kejadian untuk mengukur timbulnya

peristiwa tersebut. Pelaku usaha seringkali dihadapkan pada risiko dan

ketidakpastian dalam melakukan keputusan pengalokasian sumberdaya yang

dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan.

Kegiatan bisnis yang mengidikasikan adanya risiko dapat dilihat dari indikator

risiko. Indikator-indikator tersebut diantaranya adalah terdapat variasi, fluktuasi,

gap atau kesenjangan, dan volatilitas pada hasil yang diharapkan oleh pebisnis.

Contoh indikasi adanya risiko dalam bisnis adalah terjadinya fluktuasi hasil

produksi atau produktivitas dalam kurun waktu tertentu dengan penggunaan input

yang tetap atau sama. Contoh lainnya adalah terdapat kesenjangan antara standard

produktivitas dengan produktivitas sebenarnya.

Risiko dalam kegiatan pertanian tergolong unik karena dalam aktivitasnya

bergantung pada faktor internal dan eksternal. Harwood et all (1999) menyatakan

bahwa terdapat beberapa sumber risiko pada kegiatan produksi pertanian antara lain

risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko kebijakan, dan risiko finansial.

1. Risiko Produksi

Risiko dalam bidang pertanian yang menimbulkan kerugian dengan

menurunkan hasil yang dipengaruhi faktor yang sulit dikendalikan seperti

cuaca, hama, penyakit.

Kejadian Berisiko Kejadian Tidak Pasti

Probabilitas dan hasil

akhir diketahui

Probabilitas dan hasil

akhir tidak diketahui

Gambar 3 Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian

Page 29: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

13

2. Risiko Harga/Pasar

Merupakan risiko yang berhubungan dengan harga input atau output, dan

terjadi karena adanya struktur pasar.

3. Risiko Kebijakan/Kelembagaan

Risiko ini disebabkan adanya perubahan kebijakan, regulasi atau aturan

peraturan yang berkaitan dengan harga input atau output, penggunaan input

seperti lahan, regulasi pajak, dan juga berkaitan dengan kredit.

4. Risiko Finansial/Keuangan

Risiko ini berkaitan dengan kondisi keuangan dan ekonomi. Petani sebagai

pelaku bisnis juga mungkin menghadapi besar tingkat suku bunga kredit,

ataupun kesulitan dalam menghadapi pembayaran pinjaman.

Dalam menentukan risiko produksi dapat digunakan dengan berbagai

pendekatan salah satunya dengan pendekatan fungsi produksi Just dan Pope

(Robison dan Barry 1987). Dengan metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat

diketahui pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang

ditunjukkan dengan adanya variasi produktivitas output. Model Just dan Pope

(1979) fungsi produksi terdiri dari fungsi produksi rata-rata (mean production

function) dan fungsi variance produksi (variance production function). Dalam

model ini, fungsi produksi rata-rata maupun variance produksi dipengaruhi oleh

variabel input diantaranya seperti lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida.

Dalam model risiko, beberapa input dapat menjadi faktor yang menimbulkan

risiko produksi (risk inducing factors) dan faktor pengurang risiko produksi (risk

reducing factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang

termasuk dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida,

biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan

profesional dan pemakaian peralatan atau mesin baru. Misalnya penggunaan

pestisida dilakukan pada saat ada serangan hama dan penyakit pada tanaman, maka

penggunaan pestisida tidak dilakukan. Sedangkan penggunaan benih dan pupuk

menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors). Dalam

kegiatan produksi, pupuk sangat diperlukan sehingga jika penggunaan pupuk

terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan produksi yang tidak stabil.

Fungsi produksi rata-rata ditunjukkan oleh f(x) dan fungsi variance

ditunjukkan oleh h(x) ε. Secara matematis, persamaan model risiko produksi fungsi

produksi just and pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry, 1987) :

Y = f( x, β) + h( x, θ) ε

Dimana :

Y = Produktivitas

f = Fungsi produksi rata-rata.

h = Fungsi produksi variance.

x = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input)

β,θ = Besaran yang akan diduga

ε = error

Page 30: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

14

Kerangka Pemikiran Operasional

Bawang daun merupakan sayuran yang wilayah luas panennya terbesar di

Kabupaten Cianjur diantara kelompok sayuran daun yang lain. Salah satu lokasi

sentra produksi bawang daun di Kabupaten Cianjur adalah di Desa Ciputri di

wilayah Kampung Sarongge. Dalam membudidayakan bawang daun, petani-petani

menghadapi kemungkinan peluang menurunnya hasil produksi atau disebut juga

risiko produksi bawang daun.

Indikasi adanya risiko produksi tersebut ditunjukkan dengan adanya fluktuasi

hasil produtivitas bawang daun. Untuk melihat perbandingannya dengan satuan

input tetap yang sama maka digunakan produktivitas. Fluktuasi produktivitas

bawang daun yang diindikasikan adanya risiko dapat terjadi salah satunya karena

penggunaan faktor-faktor produksi input. Faktor produksi input yang umunya

digunakan dalam budidaya bawang daun adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia,

insektisida, fungisida cair, fungisida padat, dan tenaga kerja.

Berdasarkan faktor-faktor produksi yang ada, maka dapat dilakukan analisis

risiko produksi dengan model just and pope. Model Just and Pope cocok digunakan

untuk menganalisis faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh pada

produktivitas yang kemudian bepengaruh juga kepada variance (risiko) dalam

produksi bawang daun. Setelah mengetahui faktor-faktor produksi mana yang

mempengaruhi risiko, maka dapat dikelompokkan mana faktor produksi yang

termasuk dalam risk inducing factor (faktor produksi yang menimbulkan risiko)

dan risk reducing factor (faktor produksi yang menurunkan risiko). Secara ringkas

disajikan dalam gambar di Lampiran 1.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Ciputri Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,

Jawa Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Kecamatan

Pacet adalah kecamatan sentra produksi sayuran di Kabupaten Cianjur. Desa

Ciputri dipilih sebagai lokasi penelitian karena banyak petani yang

membudidayakan bawang daun di desa ini. Desa Ciputri terbagi menjadi empat

dusun atau kampung, yaitu Kampung Tunggilis, Sarongge, Cijedil, dan Ciherang.

Lokasi yang dipilih untuk penelitian risiko produksi bawang daun adalah Kampung

Sarongge. Kampung Sarongge dipilih karena di kampung ini banyak petani

membudidayakan bawang daun dengan sistem monokultur dibandingkan dengan

Kampung Tunggilis yang didominasi oleh petani seledri, serta Kampung Cijedil

dan Ciherang dengan komoditas unggulan selada.

Page 31: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

15

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan

kualitatif. Sedangkan berdasarkan sumber datanya, data yang digunakan yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung

dari petani responden atau tempat penelitian, yaitu melalui hasil wawancara

langsung pada responden petani-petani bawang daun meliputi luas lahan, teknis

produksi, jumlah penggunaan input, dan jumlah hasil panen. Data sekunder adalah

data yang diterbitkan yang dapat digunakan peneliti untuk melengkapi penelitian.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah keadaan geografi,

topografi dan komoditas yang ditanam di wilayah lokasi penelitian yang diambil

dari Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPBTPH)

Kecamatan Pacet dan lemaga-lembaga terkait salah satunya Kantor Desa Ciputri.

Selain itu juga digunakan data-data maupun pustaka yang diperoleh dari buku,

jurnal, maupun penelitian-penelitian sebelumnya.

Metode Pengambilan Sample

Sampel yang dipilih adalah petani-petani yang membudidayakan bawang daun

di Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur. Metode penarikan sampel dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan non-probability sampling, karena terbatasnya

informasi/data populasi petani bawang daun. Penarikan sampel dilakukan secara

purposive. Penarikan sampel secara purposive merupakan cara penarikan sampel

yang dilakukan memilih responden berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tertentu.

Metode purposive ini dilakukan dengan pertimbangan beberapa kriteria.

Kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh peneliti adalah petani-petani yang

membudidayakan bawang daun di Kampung Sarongge, Desa Ciputri dengan sistem

monokultur dan yang melakukan proses panen pada Bulan Maret sampai dengan

Mei 2016. Jumlah populasi petani bawang daun di Desa Ciputri tidak diketahui

sehingga jumlah sampel yang diambil ditentukan sebanyak 32 orang untuk

memenuhi aturan umum secara statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30.

Aturan statistik sebanyak lebih dari sama dengan 30 responden karena sudah

terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melihat dan mengamati objek secara

langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yaitu melalui

wawancara dan diskusi dengan pihak-pihak terkait seperti BPBTPH dan kantor

Desa Ciputri serta penyuluh-penyuluh pertanian di lokasi setempat. Wawancara dan

diskusi tersebut dilakukan untuk memperoleh keterangan terkait faktor-faktor

produksi yang menjadi sumber-sumber risiko produksi bawang daun sampai

dengan proses panen dan pemasarannya. Pengamatan dilakukan pada kegiatan

usahatani, mulai dari penanaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan

strategi penanganan risiko dalam masa pemeliharaan hingga waktu panen.

Page 32: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

16

Metode Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan dan diperoleh dari kegiatan penelitian kemudian

diolah dengan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan

dengan pendekatan deskriptif, yaitu mendeskripsikan mengenai gambaran umum

objek yang diteliti. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor

produksi yang mempengaruhi produktivitas dan varians (risiko) produksi bawang

daun. Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan dengan

menggunakan metode wawancara dan diskusi. Dalam penelitian analisis risiko

produksi bawang daun ini akan dijelaskan mengenai karakteristik petani responden

seperti umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani, alasan melakukan

budidaya bawang daun, dan luas lahan yang dikuasai petani. Selain itu, analisis

deskriptif juga digunakan untuk menjelaskan keragaan usahatani petani responden,

yaitu meliputi teknis dan proses budidaya bawang daun, penggunaan input-input,

harga jual produk, dan jumlah produksi.

Analisis Risiko Produksi Model Just and Pope

Risiko produksi dapat diidentifikasi menggunakan nilai variance produktivitas,

yaitu dengan menggunakan model Just and Pope. Dalam model Just and Pope,

risiko produksi diperoleh dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi

rata-rata dan fungsi variance produktivitas. Format fungsional yang paling umum

digunakan dalam kerangka model risiko produksi Just and Pope adalah fungsi

Cobb-Douglas. Fungsi produktivitas rata-rata dan variance produktivitas bawang

daun dapat dirumuskan sebagai berikut:

A. Fungsi Produktivitas rata-rata:

𝐿𝑛𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1𝐿𝑛𝑋1𝑖 + 𝛽2𝐿𝑛𝑋2𝑖 + 𝛽3𝐿𝑛𝑋3𝑖 + 𝛽4𝐿𝑛𝑋4𝑖 + 𝛽5𝐿𝑛𝛽5𝑖 + 𝛽6𝐿𝑛𝛽6𝑖

+ 𝛽7𝐿𝑛𝛽7𝑖 + 𝜀

Dimana:

Y = Produktivitas bawang daun (kg/m2)

X1 = Jumlah penggunaan bibit bawang daun dalam satu musim tanam (kg/m2)

X2 = Jumlah penggunaan pupuk kandang dalam satu musim tanam (kg/m2)

X3 = Jumlah penggunaan pupuk kimia dalam satu musim tanam (kg/m2)

X4 = Jumlah penggunaan Insektisida dalam satu musim tanam (ml/m2)

X5 = Jumlah penggunaan Fungisisda Cair dalam satu musim tanam (ml/m2)

X6 = Jumlah penggunaan pestisida padat dalam satu musim tanam (kg/m2)

X7 = Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam satu musim tanam (HOK)

𝛽 = Koefisien dugaan parameter input produksi bawang daun X1, X2, X3,... , X7

𝜀 = Error

Interprestasi untuk koefisien diatas tidak menggunakan satuan yang telah

dicantumkan. Logaritma natural yang digunakan dalam persamaan tersebut

membuat interpretasi koefisien-koefisien diatas dengan satuan persentase.

Interpretasi koefisien-koefisien tersebut adalah:

Page 33: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

17

a. Bibit (X1)

β1 > 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi

maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.

b. Pupuk Kandang (X2)

β2 > 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses

produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.

c. Pupuk Kimia (X3)

β3 > 0, artinya semakin banyak pupuk organik cair yang digunakan dalam

proses produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.

d. Insektisida (X4)

β4 > 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses

produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.

e. Fungisida Cair (X5)

β5 > 0, artinya semakin banyak Fungisida Cair yang digunakan dalam proses

produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.

f. Fungisida Padat (X6)

β6 > 0, artinya semakin banyak Fungisida Padat yang digunakan dalam proses

produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.

g. Tenaga Kerja (X7)

Β7 > 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses

produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.

Interpretasi sebagai hipotesis diatas dengan pertimbangan bahwa petani

bertindak rasional dalam melakukan proses produksi sehingga setiap faktor

produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi bawang daun.

B. Fungsi variance produktivitas:

𝐿𝑛𝜎2Y𝑖 = 𝜃0 + 𝜃1𝐿𝑛𝑋1𝑖 + 𝜃2𝐿𝑛𝑋2𝑖 + 𝜃3𝐿𝑛𝑋3𝑖 + 𝜃4𝐿𝑛𝑋4𝑖 + 𝜃5𝐿𝑛𝜃5𝑖

+ 𝜃6𝐿𝑛𝜃6𝑖 + 𝜃7𝐿𝑛𝜃7𝑖 + 𝜀

Dimana:

σ2 Yi = (Yi –Ŷi)2

σ2 Yi = Variance produktivitas bawang daun

Yi = Produktivitas bawang daun aktual (kg/m2)

Ŷ = Produktivitas bawang daun dugaan berdasarkan model (kg/m2)

X1 = Jumlah penggunaan bibit bawang daun dalam satu musim tanam (kg/m2)

X2 = Jumlah penggunaan pupuk kandang dalam satu musim tanam (kg/m2)

X3 = Jumlah penggunaan pupuk kimia dalam satu musim tanam (kg/m2)

X4 = Jumlah penggunaan Insektisida dalam satu musim tanam (ml/m2)

X5 = Jumlah penggunaan Fungisida Cair dalam satu musim tanam (ml/m2)

X6 = Jumlah penggunaan Fungisida Padat dalam satu musim tanam (kg/m2)

X7 = Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam satu musim tanam (HOK)

𝜃 = Koefisien dugaan parameter input risiko bawang daun X1, X2, X3,…, X7

𝜀 = Error

Page 34: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

18

Dalam interpretasi fungsi variance didasarkan pada pertimbangan bahwa tidak

semua faktor produksi tersebut berpengaruh positif terhadap variance produktivitas

bawang daun. Interpretasi fungsi variance diatas adalah sebagai berikut:

a. Bibit (X1)

θ1 > 0, risk inducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan

penggunaan bibit bawang daun akan meningkatkan varians produktivitas

bawang daun.

b. Pupuk Kandang (X2)

θ2 > 0, risk inducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan

penggunaan pupuk kandang akan meningkatkan varians produktivitas bawang

daun.

c. Pupuk Kimia (X3)

θ3 > 0, risk inducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan

penggunaan pupuk kimia akan meningkatkan varians produktivitas bawang

daun.

d. Insektisida (X4)

θ4 < 0, risk reducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan

penggunaan Insektisida akan menurunkan varians produktivitas bawang daun.

e. Fungisida Cair (X5)

θ5 < 0, risk reducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan

penggunaan Fungisida Cair akan menurunkan varians produktivitas bawang

daun.

f. Fungisida Padat (X6)

θ6 < 0, risk reducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan

penggunaan fungisida padat akan menurunkan varians produktivitas bawang

daun.

g. Tenaga Kerja (X7)

θ7 < 0, risk reducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan

penggunaan tenaga kerja akan menurunkan varians produktivitas bawang daun.

Hipotesis untuk fungsi variance yang telah dijabarkan diatas dengan dasar

pertimbangan bahwa tidak semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap

fungsi variance produktivitas bawang daun. Penggunaan input pupuk dalam

kegiatan produksi sangat diperlukan sehingga jika penggunaan pupuk terlalu rendah

atau terlalu tinggi menyebabkan produksi tidak stabil. Dengan demikian pupuk

dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factor).

Input produksi pestisida dapat menjadi faktor pengurang risiki (risk reducing

factor), artinya penggunaan pestisida dalam usahatani dilakukan jika adanya

serangan hama/penyakit agar produksi akan tetap stabil, jika tidak ada serangan

hama/penyakit maka penggunaan pestisida tidak dilakukan.

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis digunakan untuk melihat tingkat kesesuaian dan ketepatan

model dalam memprediksi suatu variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan

Page 35: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

19

melihat koefisien determinasi (R-Square (R2)), uji signifikansi model dugaan, dan

uji signifikansi variabel.

a. Koefisien determinasi

R-square menunjukkan sejauh mana kemampuan variabel-variabel bebas

untuk menjelaskan variabel terkait. Semakin besar nilai R-square semakin baik

modelnya, karena variabel-variabel bebas sudah dapat menjelaskan variabel

dependen.

𝑅2 = ∑(𝑌 − 𝑌)2

∑(𝑌𝑖 − 𝑌)2

b. Uji Signifikansi Model Dugaan

Uji signifikansi model dugaan dilakukan untuk melihat signifikansi

variabel independen terhadap variabel dependen. Uji signifikansi ini dapat

dilakukan dengan uji F. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

1) Hipotesis

Pengujian hipotesis produktivitas rata-rata :

H0 : β1 = β2 = … = β7 = 0

H1 : Minimal ada satu βi yang ≠ 0

Pengujian hipotesis varians produktivitas:

H0 : θ1 = θ2 = … = θ7 = 0

H1 : ada salah satu θi yang ≠ 0

2) Statistik Uji

𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑅2/(𝑘 − 1)

(1 − 𝑅2)/(𝑛 − 𝑘)

Dimana:

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel independen

n = Jumlah sampel

3) Kriteria Uji

Membandingkan nilai Fhitung dengan nilai sebaran Ftabel, dengan kriteria:

Fhitung> F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0

Fhitung < F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0

Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria:

p-value < α, maka tolak H0

p-value > α, maka terima H0

Apabila Fhitung > Ftabel atau P-value < α maka tolak H0. Artinya, variabel

bebas mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas.

Page 36: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

20

c. Uji Signifikansi Variabel

Uji signifikansi variabel dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel

independen yang dapat mempengaruhi varibel dependen. Uji ini dapat

dilakukan dengan uji T. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

1) Hipotesis

Pengujian hipotesis fungsi produktivitas rata-rata :

H0 : βi = 0, i = 1,2,3,….7

H1 : βi ≠ 0

Pengujian hipotesis varians produktivitas:

H0 : θi = 0, i = 1,2,3,….7

H1 : θi ≠ 0

2) Statistik Uji

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝑏𝑖 − 0

𝑆𝑡𝑑. 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 (𝑏𝑖)

Dimana:

bi = Koefisien determinasi untuk variabel Xi

3) Kriteria Uji

Membandingkan nilai thitung dengan nilai sebaran ttabel, dengan kriteria:

thitung> ttabel pada taraf nyata α, maka tolak H0

thitung< ttabel pada taraf nyata α, maka terima H0

Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria:

p-value < α, maka tolak H0

p-value > α, maka terima H0

Jika thitung > ttabel atau P-value < α maka tolak H0. Artinya, variabel

bebas mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel tak bebas dalam

model.

Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik

1. Multikolinearitas

Satu dari asumsi model linear klasik adalah tidak adanya multikolinearitas

diantara variabel penjelas. Mulitkolinearitas berhubungan dengan situasi

dimana ada hubungan linear baik yang pasti atau mendekati pasti diantara

variabel penjelas (Gujarati 2003). Salah satu indikator mendeteksi kolinearitas

menurut gujarati adalah ketika R2 sangat tinggi tetapi tidak satupun koefisien

regresi signifikan secara statistik. Cara lain dalam mendeteksi multikolinearitas

adalah dengan melihat nilai Variable Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF

pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka

dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas.

Rumus mencari VIF sebagai berikut:

𝑉𝐼𝐹 =1

(1 − 𝑅𝑖2)

Page 37: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

21

2. Uji Autokorelasi

Satu dari asusmsi penting dari model regresi linear klasik adalah bahwa

kesalahan atau gangguan ui yang masuk ke dalam fungsi regresif populasi

adalah random atau tak berkorelasi. Jika asumsi ini dilanggar, kita mempunyai

problem serial korelasi atau autokorelasi (Gujarati 2003).

Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan

dengan menggunakan pengujian autokorelasi Breusch-Godfrey Serial

Correlation LM test. Uji BG dapat dilakukan dengan bantuan Eviews.

Hipotesis yang dibangun dalam pengujian Autokorelasi adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat Autokorelasi

H1 : Terdapat Autokorelasi

Menerima atau menolak hipotesis awal dilakukan dengan membandingkan

nilai prob. Chi-Square pada Obs*R-square dengan alfa yang dipilih. Jika nilai

prob. lebih besar dari alfa maka menerima hipotesis awal, artinya tidak terdapat

autokorelasi.

3. Uji Heterokedastisitas

Asumsi penting dalam penggunaan OLS adalah varians residual yang

konstan. Varians dari residual tidak berubah dengan berubahnya satu atau lebih

variabel bebas. Jika asumsi ini terpenuhi, maka residual disebut homokedastis,

jika tidak maka disebut heterokedastis (Ariefianto, 2012).

Terdapat banyak test yang dikembangkan untuk menguji keberadaan

heterokedastisitas, salah satunya yang sering digunakan pada softwar statistik

Eviews adalah Breusch-Pagan-Godfrey Test. Breusch-Pagan-Godfrey Test

(1980) mengasumsikan bahwa ketika varians residual adalah tidak konstan

maka ia akan berhubungan dengan satu atau lebih variabel dalam spesifikasi

yang linier. Hipotesis yang dibangun dalam pengujian Heterokedastisitas

adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat Heterokedastisitas (Homokedastis)

H1 : Terdapat Heterokedastisitas

Menerima atau menolak hipotesis awal dilakukan dengan membandingkan

nilai prob. Chi-Square pada Obs*R-square dengan alfa yang dipilih. Jika nilai

prob. lebih besar dari alfa maka menerima hipotesis awal, artinya tidak terdapat

heterokedastisitas, atau dengan kata lain distribusi residual sama

(homokedastis).

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Karakteristik Wilayah

Desa Ciputri, salah satu desa di Kecamatan Pacet memiliki luas lahan 636

hektar. Topografi Desa Ciputri merupakan dataran tinggi dengan ketinggian 1.111

meter dari permukaan laut. Iklim di Desa Ciputri meliputi curah hujan 2516 mm,

Page 38: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

22

dengan jumlah bulan hujan sebanyak 12 bulan, kelembapan nol derajat celcius, dan

suhu rata-rata harian mencapai 26 derajat celcius.

Desa Ciputri berjarak 6,20 kilometer dari pusat pemerintahan kecamatan, 14,60

kilometer dari ibu kota kabupaten, 74 kilometer dari ibu kota provinsi, dan 106

kilometer dari ibu kota Negara. Desa ciputri terbagi kedalam empat dusun atau

kampung, yaitu Kampung Tunggilis, Kampung Sarongge, Kampung Cijedil, dan

Kampung Ciherang. Desa Ciputi berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Desa Ciherang, Kecamatan Pacet

Sebelah Selatan : Desa Galudra, Kecamatan Cugenang

Sebelah Barat : Gunung Gede

Sebelah Timur : Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang

Gambaran tersebut dapat dilihat pada peta wilayah Desa Ciputri, Kecamatan

Pacet. Pada peta wilayah dapat terlihat pembagian dusun/kampung di Desa Ciputri

yaitu Kampung Sarongge, Kampung Cijedil, Kampung Ciherang, dan Kampung

Tunggilis. Letak dan batas wilayah antar kampung dapat dilihat pada peta wilayah

Desa Ciputri pada lampiran 2.

Luas wilayah Desa Ciputri menurut penggunaannya terbagi menjadi luas

pemukiman seluas 9 590 ha/m2, perkebunan seluas 81 220 ha/m2, perkantoran

dengan luas 0,04 ha/m2, dan luas prasaran umum lainnya 17 140 ha/m2. Persentase

pembagian luas wilayah tersebut dapat digambarkan pada diagram dibawah ini.

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa penggunaan wilayah Desa Ciputri

didominasi dengan wilayah perkebunan yang luasnya mencapai hingga 75 persen

luas Desa Ciputri. Wilayah perkebunan tersebut terdiri dari perkebunan teh,

perkebunan strobwri, dan kebun sayuran yang digunakan untuk kegiatan budidaya

sayuran.

9%

75%

0%

16%

Luas Pemukiman

Luas perkebunan

Perkantoran

Luas prasarana umum

lainnya

Gambar 4 Pembagian Luas Wilayah Desa Ciputri menurut Penggunaannya

Page 39: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

23

Keadaan Sosial Ekonomi

Desa Ciputri memiliki penduduk sebanyak 10 340 jiwa yang terbagi kedalam

3 012 Kepala Keluarga. Distribusi penduduk Desa Ciputri menurut kelompok usia

dapat dilihat pada tabel 5. Dari tabel 5 dibawah ini dapat dilihat bahwa persentase

penduduk terbesar jumlahnya adalah kelompok usia 10 sampai dengan 14 tahun.

Kelompok usia lima sampai dengan Sembilan tahun merupak kelompok usia

terbanyak urutan kedua, dengan jumlah 1 131 jiwa. Kelompok usia lainnya

memiliki komposisi yang hampir sama. Data tersebut menunjukkan bahwa tersedia

tenaga kerja dalam bidang pertanian di Desa Ciputri. Tenaga kerjaa di bidang

pertanian, khususnya sayuran beragam jenisnya yaitu tenaga kerja pria, wanita, dan

anak.

Tabel 5 Distribusi Penduduk Desa Ciputri Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok

Usia

Laki-Laki

(Jiwa)

Perempuan

(Jiwa)

Jumlah

(Jiwa) Persentase

0-4 tahun 428 422 850 8,22%

5-9 tahun 569 562 1131 10,94%

10-14 tahun 685 690 1375 13,30%

15-19 tahun 518 401 919 8,89%

20-24 tahun 363 350 713 6,90%

25-29 tahun 332 294 626 6,05%

30-34 tahun 324 313 637 6,16%

35-39 tahun 342 314 656 6,34%

40-44 tahun 304 286 590 5,71%

45-49 tahun 293 238 531 5,14%

50-54 tahun 299 278 577 5,58%

55-59 tahun 269 243 512 4,95%

60-64 tahun 247 141 388 3,75%

65-69 tahun 204 165 369 3,57%

70-74 tahun 172 172 344 3,33%

>=75 tahun 60 62 122 1,18%

Sumber: Desa Ciputri 2015

Jumlah penduduk Desa Ciputri diatas menggambarkan bahwa tersedianya

penduduk dari Desa Ciputri yang dapat bekerja dalam bidang Pertanian. Selain itu

jumlah penduduk di usia produktif yaitu 20 tahun sampai dengan 50 tahun masih

tersedia cukup banyak. Dengan demikian jumlah angkatan kerja masih tersedia

untuk kegiatan usahtani sayuran maupun pekerjaan produktif lainnya. Tigkat

pendidikan penduduk Desa Ciputri masih tergolong belum cukup baik dibandingan

dengan program pemerintah yang mewajibkan belajar Sembilan tahun. Sebesar

60,60 persen penduduk Desa Ciputri masih lulusan Sekolah Dasar atau sederajat.

Penduduk di Desa Ciputri mayoritas bekerja sebagai petani dan buruh tani.

Dibawah ini tabel distribusi penduduk Desa Ciputri berdasarkan mata pencaharian

pokok.

Page 40: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

24

Tabel 6 Pekerjaan Penduduk Desa Ciputri

Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase

Petani 1188 54,70%

Buruh tani 650 29,93%

Pegawai Negeri Sipil 29 1,34%

Pengrajin industri rumah tangga 2 0,09%

Pedagang keliling 17 0,78%

Montir 2 0,09%

TNI 1 0,05%

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 42 1,93%

Dukun Kampung Terlatih 5 0,23%

Karyawan perusahaan swasta 236 10,87%

Sumber: Desa Ciputri 2015

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa petani merupakan pekerjaan yang

banyak dilakukan oleh penduduk Desa Ciputri. Persentase petani lebih dari

setengahnya, yaitu sebesar 54,70 persen. Diurutan kedua adalah pekerjaan sebagai

buruh tani dengan jumlah persentase 29,93 persen. Sebanyak 10,87 persen

penduduk Desa Ciputri bekerja sebagai Karyawan Swasta yang mayoritas bekerja

di perusahaan swasta Perkebunan buah stoberi yang ada di Kampung Sarongge,

Desa Ciputri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan atau pekerjaan

yang banyak dilakukan oleh penduduk Desa Ciputri adalah di bidang pertanian.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan penduduk Desa Ciputri sudah

cukup baik. Terdapat jalan sebagai prasarana transportasi darat yang telah diaspal,

sehingga memudahkan dalam transportasi bagi penduduk Desa Ciputri. Selain itu

telah tersedia juga akses untuk sarana transportasi seperti ojek, angkutan kota, dan

angutan anatar desa. Prasarana lainnya yang telah tersedia di Desa Ciputri adalah

informasi dan komunikasi. Di Desa Ciputri terdapat stasiun radio, dan sinyal

telepon seluler dengan keadaan yang baik. Sumber air di Desa Ciputri terdapat

sebanyak 26 unit yang dimanfaatkan oleh 960 kepala keluarga. Selain sumber mata

air, terdapat juga sumur galian dan sumur pompa yang juga dapat dimanfaatkan

oleh penduduk Desa Ciputri sebagai sumber air untuk kegiatan mereka sehari-hari.

Sarana pendidikan masih belum memadai karena di Desa Ciputri hanya

terdapat sekolah di tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah

Menengah Pertama saja. Jumlah masing-masing lembaga pendidikan tersebut

adalah dua TK, empat SD, dan satu SMP. Selain itu terdapat juga sarana prasarana

penunjang kesehatan penduduk Desa Ciputri. Di Desa Ciputri telah tersedia satu

Puskesmas Pembantu, satu poliklinik, sembilan posyandu, dan satu unit rumah

bersalin. Sarana Prasarana pemerintahan di Desa Ciputri telah cukup memadai.

Terdapat Kantor Kepala Desa yang dilengkapi dengan balai desa, balai pertemuan,

dan pengurusan administrasi. Sarana penunjang seperti alat komunikasi dan

Page 41: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

25

administrasi juga cukup memadai untuk melayani kebutuhan penduduk Desa

Ciputri.

Karakteristik Petani Responden

Petani responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah petani bawang daun

yang berada di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet Cinajur. Karakteristik petani

responden yang ditunjukkan pada penelitian ini ialah umur petani responden,

tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman bertani, pengalaman bertani

bawang daun, status kepemilikan lahan, luas lahan, lokasi lahan, pola tanam, dan

sistem pemasaran.

Umur Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini memiliki umur yang beragam, yaitu

anatar umur 20 hingga 60 tahun. Persentase umur petani responden terbanyak

adalah pada rentang usian 30 sampai dengan 39 tahun. Tabel dibawah ini

menunjukkan jumlah dan persentase petani responden berdasarkan usia.

Tabel 7 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur

Kelompok Umur Jumlah Persentase

20-29 tahun 7 orang 21,88%

30-39 tahun 12 orang 37,50%

40-49 tahun 6 orang 18,75%

50-59 tahun 6 orang 18,75%

>=60 tahun 1 orang 3,13%

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa persentase paling banyak adalah petani

dengan umur 30 hingga 39 tahun, dan persentase terkecil pada petani umur lebih

dari 60 tahun. Penduduk Desa Ciputri yang masih berumur dibawah 25 tahun masih

lebih memilih pekerjaan seperti karyawan. Hal ini didukung juga dengan adanya

perusahaan swasta perkebunan stroberi yang berada di Desa Ciputri, dan mayoritas

karyawannya adalah penduduk usia produktif Desa Ciputri.

Pendidikan Petani Responden

Tingkat pendidikan petani responden dalam penelitian ini masih tergolong

rendah, karena pada umumnya pendidikan terakhir petani adalah sampai di bangku

Sekolah Dasar (SD). Dibawah ini digambarkan diagram pendidikan petani

responden.

Page 42: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

26

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan petani responden

masih rendah. Ditunjukkan dengan persentase pendidikan terakhir adalah SD. Hal

ini belum sesuai dengan program pemerintah yang mewajibkan belajar Sembilan

tahun atau sampai tingat SMP. Dengan demikian peranan penyuluh pertanian

diperlukan untuk membantu petani dalam kegiatan budidaya, terutama dalam

penerapan teknologi pertanian baru dan informasi pemasaran produk pertanian.

Pengalaman Bertani

Meskipun pendidikan petani responden yang rendah, namun pengalaman

bertani petani responden cukup baik. Hal ini terlihat dengan pengalaman bertani

yang telah cukup lama. Lama pengalaman bertani yang dibahas disini merupakan

waktu dimana petani mengelola lahan atau kebunnya sendiri. Namun pada keadaan

di lapangan, semua petani umumnya telah mengikuti kegiatan bertani sejak masih

kecil untuk membantu orang tua di kebun milik keluraga. Secara lebih rinci dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 8 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani

Lama Jumlah Persentase

1 - 10 tahun 10 orang 31,25%

11 - 20 tahun 12 orang 37,50%

21 - 30 tahun 6 orang 18,75%

31 - 45 tahun 4 orang 12,50%

Tabel diatas menujukkan bahwa pengalaman bertani terbanyak adalah pada 11

sampai dengan 20 tahun. Pengalaman bertani tersingkat adalah pada pengalaman

bertani selama 31 sampai dengan 45 tahun. Pengalaman bertani sangat diperlukan

dalam kegiatan budidaya. Selain keahlian dalam kegiatan budidaya, namum

pengalaman bertani juga akan mempengaruhi petani dalam pengelolaan faktor-

faktor produksi dan pengelolaan terhadap risiko produksi.

15.63%

62.50%

3.13%

15.63%

3.13%

Tidak Tamat SD

Tamat SD

Tidak Tamat SMP

Tamat SMP

Tamat SMA

Gambar 5 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pendidikan

Page 43: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

27

Alasan Budidaya Bawang Daun

Budidaya bawang daun telah dilakukan sejak lama oleh petani responden di

Desa Ciputri. Ada berbagai macam alasan dari petani responden dalam budidaya

bawang daun. Beberapa alasan yang dikemukakan petani responden pada saat

melakukan wawancara pertanian adalah karena kecocokan tempat, kemudahan

dalam budidaya, harga jual bawang daun yang tinggi, dan sebagai penyubur tanah

kebunnya. Tabel dibawah ini persentase secara rinci alasan petani responden

memilih menanam bawang daun.

Tabel 9 Alasan Petani Responden Dalam Usahatani Bawang Daun

Alasan Jumlah Persentase

Kecocokan Tempat 14 orang 46,88%

Kemudahan Bertani 15 orang 43,75%

Harga Jual Tinggi 2 orang 6,25%

Penyubur Tanah 1 orang 3,13%

Tabel diatas dapat menunjukkan sebanyak 46,88 persen petani responden

memilih bawang daun karena kecocokan tempat. Hal ini dapat dibuktikan karena

bawang daun cocok untuk ditanam di dataran tiggi 250 sampai dengan 1500 mdpl

dengan suhu 18 sampai dengan 26 derajat celcius. Desa Ciputri berada pada

ketinggian 1 111 meter diatas permukaan laut dan dengan suhu harian 26 derajat

celcius.

Alamat dan Lokasi Kebun

Bawang daun yang dibudidayakan secara monokultur banyak dilakukan di

Kamoung Sarongge yang berada di kaki Gunung Pangrango yitu yang termasuk

kedalam kawasan Sarongge Girang. Sebanyak 78,13 persen petani responden

memiliki kebun untuk budidaya bawang daun di wilayah sarongge girang yaitu di

kaki Gunng Pangrango. Sisanya sebanyak 21,88 persen melakukan budidaya

bawang daun secara monokultur belokasi di Sarongge Kidul.

Petani-petani yang melakukan budidaya bawang daun di Saronngge tidak

semua berdomisili di Kampung Sarongge. Petani yang beralamat di kampung lain

seperti Kampung Cijedil dan Bebesaran juga memiliki kebun untuk usahatani

bawang daun secara monokultur di wilayah Sarongge Girang. Lokasi tempat tinggal

petani terdiri dari lima lokasi, yaitu Sarongge Pabrik, Sarongge Girang, Sarongge

kidul, Bebesaran, dan Kampung Cijedil.

Dari gambar 7 dibawah ini dapat terlihat ada beberapa lokasi alamat petani

responden yang melakukan kegiatan budidaya bawang daun secara monokultur di

Kampung Sarongge. Sebanyak 38 persen petani responden berdomisili di Sarongge

Girang. Petani responden yang berdomisili di Kampung lain yaitu di Kampung

Cijedil dan Bebesaran yang masing-masing memiliki persentase 9 persen dan 22

persen. Hal ini menunjukkan bahwa Kampung Sarongge memiliki karakteristik

wilayah yang cocok untuk melakukan usahatani bawang daun secara monokultur.

Page 44: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

28

Gambar 6 Alamat Petani Responden

Luas Lahan

Luas lahan yang dikuasai oleh petani akan mempengaruhi komoditas apa yang

akan ditanam petani untuk mengoptimalkan lahan yang diusahakan. Lahan yang

luas akan membuat petani lebih leluasa memutuskan bebrapa komoditas yang akan

ditanam. Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani adalah 2 953 meter persegi.

Penguasaan lahan petani responden seluruhnya adalah milik pribadi (keluarga).

Luas lahan milik responden tertinggi pada luas 1000 sampai dengan 3000 meter

persegi. Data luas lahan petani responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 10 Luas Lahan Pertanian Petani Responden

Luas Lahan (m2) Jumlah Persentase

≤ 1000 12 orang 37,50%

1100 - 3000 12 orang 37,50%

3100 - 5000 3 orang 9,38%

5100 - 7500 1 orang 3,13%

> 7500 4 orang 12,50%

Keragaan Usahatani Bawang Daun

Usahatani bawang daun menurut petunjuk teknis budidaya tanaman sayuran

yang dikeluarkan Balai Penelitian Tanaman Sayuran tahun 2007 dibagi kedalam

enam tahap budidaya. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah persiapan benih,

persemaian, penyiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan, pengendalian

organisme pengganggu tumbuhan (OPT), dan Panen. Penjelasan secara rinci yang

disesuaikan dengan keadaan di Desa Ciputri dideskripsikan dibawah ini.

A. Persiapan Benih

Benih bawang daun dapat berasal dari biji atau tunas (anakan) bawang

daun. Benih yang berasal dari biji untuk dibudidayakan akan memerlukan

waktu pemeliharaan yang lebih lama dibandingkan dengan yang berasal dari

tunas (anakan). Tunas atau anakan yang digunakan sebagai bibit diperoleh

6%

38%

25%

22%

9%

Pabrik Girang Kidul Bebesaran Cijedil

Page 45: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

29

dengan cara memisahkan anakan yang kondisinya baik, sehat, dan bagus

pertumbuhannya dari induk bawang daun.

Pada petani responden di Desa Ciputri, bibit yang digunakan diambil dari

tunas atau anakan bawang daun. Proses persiapan benih dilakukan bersamaan

pada saat pemanenan. Pada saat dipanen anakan yang baik dan sehat dipisahkan

dari indukan yang akan di panen. Indukan yang siap dipanen akan dijual,

sedangkan anakan atau tunasnya akan ditanam kembali pada lahan yang telah

disiapkan.

B. Persemaian

Kegiatan persemaian dilakukan jika benih yang digunakan berasal dari

biji. Benih yang berasal dari biji dilakukan proses persemaian pada media yang

berupa campuran pupuk kandang dan tanah gembur. Bibit dari stek tunas atau

anakan dapat langsung ditanam di lapangan dengan terlebih dahulu

mengurangi perakarannya untuk mengurangi penguapan. Semua petani

responden di Desa Ciputri menggunakan bibit dari stek tunas atau anakan,

sehingga proses persemaian ini tidak dilakukan.

C. Penyiapan Lahan dan Penanaman

Penyiapan lahan dimulai dengan lahan dicangkul dengan kedalaman 30

sampai dengan 40 centimeter kemudian ditambahkan dengan pupuk kandang.

Hal ini dilakukan karena bawang daun lebih baik jika media tumbuh tanah yang

gembur untuk pertumbunhannya. Langkah selanjutnya adalah menyiapkan

bedengan dengan lebar 100 sampai dengan 120 centimeter dan panjang

disesuaikan dengan kondisi lahan petani. Pembuatan parit dibutuhkan dalam

budidaya bawang daun karena bawang daun tidak cocok dengan tanah yang

tergenang air.

Lahan petani responden di Desa Ciputri untuk budidaya bawang daun

dibuat bedengan dengan panjang dari 12 sampai dengan 20 meter dan rata-rata

lebar bedeng 1,15 meter. Petani responden juga membuat parit antar bedeng

untuk drainase yang panjangnya 20 sampai dengan 30 centimeter. Penyiapan

lahan dapat dilakukan dalam waktu satu hari, teragntung dengan luas lahan dan

jumlah tenaga kerja. Semakin luas lahan yang disiapakan maka membutuhkan

waktu yang lebih lama. Namun jika tenaga kerja yang dilibatkan lebih banyak,

maka dapat diselesaikan lebih cepat. Proses penyiapan lahan yang dilakukan

petani responden di Desa Ciputri melibatkan dua sampai tiga orang tenaga

kerja pria. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini rata-rata

selama 2 hari kerja.

Gambar 7 Pengolahan Lahan Bawang Daun

Page 46: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

30

Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam kecil dan bibit

atau anakan ditanaman dengan posisi tegak lurus, kemudian ditimbun dengan

tanah. Petani Desa Ciputri melakukan proses penanaman umumnya langsung

dilakukan ketika anakan telah dipisahkan dari indukan dan dicabut dari tanah.

Selain itu setelah pengerjaan lahan, umumnya petani responden membiarkan

lahan selama satu hari sebelum menanam anakan bawang daun. Penanaman

bawang daun dilakukan dengan jarak tanam rata-rata 20 x 20 centimeter. Jarak

tanam dibuat tidak terlalu rapat karena selama masa pertumbuhannya bawang

daun akan bertunas dan menghasilkan anakan bawang daun yang baru.

D. Pemeliharaan

Pemeliharaan bawang daun meliputi kegiatan penyiangan, pemupukan,

dan penyiraman. Penyiangan dilakukan dengan mencabut tanaman liar atau

gulma yang tumbuh di sekitar bawang daun. Selain menghilangkan gulma,

penyiangan juga dilakukan untuk menggemburkan tanah yang mungkin

mengalami pemadatan. Pada saat penyiangan juga dilakukan kegiatan

penimbunan pangkal batang semu bawang daun. Tujuannya adalah untuk

mendapatkan warna batang yang putih pada bawang daun. Bawang daun yang

berkualitas mempunyai batang semu yang pajangnya 1/3 keseluruhan tanaman.

Namun petani responden belum melakukan kegiatan penimbunan ini secara

bertahap.

Pemupukan pada bawang daun teridiri dari pemberian pupuk kandang dan

pupuk kimia. Pupuk kandang diberikan pada saat pengolahan lahan dengan

dosis 10 sampai dengan 15 ton per hektar. Pupuk kimia yang diperlukan dalam

budidaya bawang daun adalah urea, SP36, dan KCl. Pupuk kimia diberikan

sebanyak dua kali. Total dosis masing-masing pupuk adalah 200 kg/ha, 100

kg/ha, dan 75 kg/ha. Pemupukan dilakukan dengan membuat larikan kurang

lebih lima centimeter dari kiri dan kanan batang, lalu memberikan pupuk pada

larikan, kemudian ditimbun dengan tanah.

Petani responden di Desa Ciputri melakukan proses pemupukan sebanyak

dua kali, baik pupuk kandang maupun pupuk kimia. Pupuk kandang yang

diberikan adalah pupuk Urea, KCl, NPK, Ponska, TSP, dan SP36. Rata-rata

pemakaian pupuk kimia petani responden dalam budidaya bawang daun untuk

urea adalah 0,24 kg/m2. Penggunaan pupuk KCl 0,095 kg/m2, sedangkan untuk

Gambar 8 Proses Penanaman Bawang Daun

Page 47: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

31

SP36 adalah 0,01 kg/m2. Pupuk kimia lain seperti NPK, Ponska, dan TSP

penggunaan rata-ratanya masing-masing oleh petani responden di Desa Ciputri

adalah 0,08 kg/m2, 0,1 kg/m2, dan 0,09 kg/m2. Data teresbut dapat

dibandingkan dengan anjuran dari literature, bahwa penggunaan pupuk kimia

oleh petani responden melebihi anjuran yang diberikan oleh Balai Penelitian

Tanaman Sayuran.

Proses penyiraman dilakuakan terutama pada saat musim kemarau. Pada

saat dilakukan penelitian ini, petani responden melakukan budidaya bawang

daun pada musim penghujan. Oleh karena itu petani responden tidak

melakukan kegiatan penyiraman. Petani responden hanya melakukan kegiatan

pengaturan parit untuk menghindari genangan air.

E. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Hama yang banyak ditemukan di pertanaman bawang daun antara lain

adalah Agrotis sp. (menyebabkan batang terpotong dan putus sehingga

tanaman mati), Spodoptera exigua (ulat bawang yang memakan daun bawang

daun), dan Thrips tabaci (menghisap cairan daun). Pengendalian ulat bawang

secara mekanis dapat dilakukan dengan mengumpulkan kelompok telur dan

memusnahkannya. Pengendalian dengan pestisida harus dilakukan dengan

benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval

maupun waktu aplikasinya.

Penyakit yang menyerang tanaman bawang daun adalah Erwinia

carotovora dengan gejala berupa busuk lunak, basah dan mengeluarkan bau

yang tidak enak, selain itu juga serangan Alternaria porri (bercak ungu) yang

menyerang daun. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan pergiliran

tanaman untuk memutus siklus hidup penyakit dan sanitasi kebun agar tidak

lembab. Kondisi kebun yang kotor dan lembab menyebabkan penyakit dapat

berkembang dengan cepat.

Petani responden melakukan pengendalian hama yang berupa insektisida

dengan insektisida yang berupa cairan pekat. Dalam penanganan penyakit

terutama jamur, petani menggunakan fungisida. Fungisida yang dipakai petani

responden berupa serbuk atau tepung dan cairan. Penggunaan kedua jenis

pestisida ini adalah dengan mencampurkan pestisida kedalam air sesuai dengan

dosis. Alat penyemprot (sprayer) masih berupa alat tradisional atau alat yang

dipompa secara manual.

Gambar 9 Hama dan Penyakit Pada Bawang Daun

Page 48: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

32

Gambar diatas adalah hama ulat dan penyakit kuning pada bawang daun.

Pengelolaan hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida,

yaitu insektisida dan fungisida. Petani-petani responden di Desa Ciputri

menggunakan insektisida dengan total sebanyak delapan jenis. Insektisida

tersebut adalah Endure, Decis, Winder, Curacron, Ludo, Prevathon, Bestox,

Tridamex. Fungsida untuk penanggulangan penyakit yang digunakan dalam

bentuk cair adalah Score, Cabrio, dan Amistar. Fungisida berbentu padat atau

tepung yang digunakan adalah Ridomil, Daconil, Antracol Dithane, dan

Funguran. Penggunaan pestisida tersebut dilakukan dengan cara dicampur

dalam air yang jumlahnya disesuaikan dengan kapasitas alat penyemprot yang

dimiliki petani, rata-rata berkapasitas 16 liter air.

F. Panen

Tanaman bawang daun mulai dapat dipanen pada umur 2 bulan setelah

tanam. Potensi hasilnya berkisar antara 7-15 ton/ha. Pemanenan dilakukan

dengan mencabut seluruh bagian tanaman termasuk akar, buang akar dan daun

yang busuk atau layu. Apabila bawang daun akan ditanam kembali pada

pertanaman berikutnya, maka dilakukan pemilihan tunas anakan yang sehat

dan bagus pertumbuhannya kemudian dipisahkan dari bagian tanaman yang

hendak dijual.

Petani Responden di Desa Ciputri memanen bawang daun setalah tiga bulan.

Bawang daun yang akan dijual dikemas pada kantung plastik transparan dan dibagi

setiap kantungnya masing-masing dengan berat sebesar 10 kg. Penjualan bawang

daun dilakukan petani langsung ke gudang sayuran milik tengkulak, atau tengkulak

yang mendatangi kebun petani responden yang akan dipanen bawang daunnya.

Harga bawang daun saat penelitian berlangsung rata-rata Rp 12 000 per kilogram.

Gambar 10 Pengemasan Bawang Daun

Page 49: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Risiko Produksi Bawang Daun

Indikator risiko produksi adalah adanya fluktuasi, variasi, dan gap atau

kesenjangan produksi. Usahatani bawang daun di Desa Ciputri mengindikasikan

adanya risiko produksi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi produktivitas

bawang daun antar petani responden. Variasi produktivitas digunakan untuk

mengindikasikan risiko karena produktivitas diukur dengan satu satuan input yang

tetap sehingga dapat membandingkan satu hal yang sama dengan baik. Dari 32

responden yang telah dipilih dapat dilihat pada tabel dibawah ini variasi

produktivitas bawang daun di Desa Ciputri. Rata-rata produktivitas petani

responden adalah 3,37 kg/m2. Produktivitas tertinggi adalah 5,87 kg/m2 yang

dihasilkan dari reponden nomor tiga, sedangkan produktivitas terendah yaitu

responden nomor 20 dengan nilai produktivitas 2,18 kg/m2.

Tabel 11 Variasi Produktivitas Bawang Daun di Desa Ciputri

No.

Responden

Produktivitas

(Kg/m2)

No.

Responden

Produktivitas

(Kg/m2)

1 2,29 17 2,77

2 2,25 18 2,35

3 5,87 19 2,58

4 3,39 20 2,18

5 4,03 21 3,78

6 4,11 22 3,08

7 4,31 23 3,84

8 4,73 24 2,89

9 3,32 25 3,81

10 3,23 26 3,75

11 4,17 27 2,55

12 3,02 28 3,03

13 3,58 29 3,13

14 3,62 30 3,91

15 4,04 31 2,53

16 2,78 32 2,78

Analisis risiko produksi bawang daun di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet,

Kabupaten Cianjur dilakukan dengan metode just and pope. Metode ini

menggambarkan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi input dengan

produktivitas bawang daun dan risiko bawang daun yang ditunjukkan dari variance

produktivias. Model just and pope akan dihasilkan dua persamaan fungsi, yaitu

fungsi produktivitas dan fungsi variance produktivitas. persamaan fungsi

produktivitas akan menggambarkan pengaruh faktor produksi input terhadap

produktivitas bawang daun. Persamaan fungsi variance produktivitas

menggambarkan pengaruh penggunaan faktor produksi input terhadap risiko

baawang daun.

Page 50: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

34

Faktor-faktor produksi yang digunakan sebagai variabel independen disesuaikan

dengan kondisi teknis penggunaan faktor produksi input di lokasi penelitian.

Faktor-faktor produksi (variabel independen) yang digunakan dalam penelitian ini

adalah bibit bawang daun, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida cair, pestisida

padat, dan tenaga kerja. Hasil analisis akan menunjukkan faktor apa saja yang

berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas dan risiko (variance). Selain itu

dianalisis juga faktor apa saja yang menjadi risk inducing factor dan risk reducing

factor.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan langkah awal untuk melakukan proses pengujian

hipotesis. Uji asumsi klasik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah

model yang telah dibuat masih mengandung multikolinearitas dan autokoleritas.

Model dugaan yang dihasilkan dapat dikatakan baik jika tidak terdapat

multikolinearitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas.

Uji Multikolinearitas

Asumsi multikolinearitas adalah asumsi yang menunjukkan adanya hubungan

linear yang kuat diantara beberapa variabel independen. Cara dalam mendeteksi

multikolinearitas adalah dengan melihat nilai Variable Inflation Factor (VIF).

Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih

dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi

multikolinieritas.

Pengujian multikolinearitas dilakukan dikedua fungsi, yaitu fungsi produktivitas

dan variance produktivitas. Uji multikolinearitas yang dilakukan menghasilkan

nilai VIF yang kurang dari 10 di kedua fungsi tersebut. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa kedua fungsi tersebut terbebas dari multikolinearitas. Dengan

kata lain kedua fungsi tersebut dapat memprediksi pengaruh dari semua parameter

terhadap variabel dependen. Tabel dibawah ini menunjukan hasil uji

multikolinearitas di kedua fungsi.

Tabel 12 Hasil Pengujian Multikolinearitas

Variabel

Nilai VIF

Keterangan Produktivitas

Variance

Produktivitas

Bibit 2.934221 1.276831 Tidak ada multikolinearitas

Pupuk Kandang 1.939410 1.471081 Tidak ada multikolinearitas

Pupuk Kimia 8.169848 1.643813 Tidak ada multikolinearitas

Insektisida 3.937286 1.304934 Tidak ada multikolinearitas

Fungisida Cair 1.645782 1.385065 Tidak ada multikolinearitas

Fungisida Padat 1.449617 1.388349 Tidak ada multikolinearitas

Tenaga Kerja 4.078105 1.285891 Tidak ada multikolinearitas

Page 51: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

35

Uji Autokorelasi

Autokorelasi menunjukkan sifat residual regresi yang tidak bebas dari satu

observasi ke observaasi lainnya (Ariefianto 2012). Uji autokorelasi dalam

penelitian ini menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.

Hipotesis yang digunakan dalam menetukan ada atau tidaknya autokorelasi dalam

model persamaan regresi adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat autokorelasi

H1 : Terdapat Autokorelasi

Menerima atau menolak hipotesis awal dilakukan dengan membandingkan

nilai prob. Chi-Square pada Obs*R-square dengan alfa yang dipilih, yaitu 20

persen. Tabel dibawah ini merupakan hasil output dari Eviews versi 9 untuk

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.

Tabel 13 Hasil Pengujian Autokorelasi

Fungsi Kriteria Uji

Obs*R-square Prob. Chi-Square

Produktivitas 2.592901 0,2735

Variance Produktivitas 2,762167 0,2513

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai prob. Chi-square dikedua fungsi

untuk deteksi autokorelasi adalah lebih dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,200.

Dengan demikian maka dikedua fungsi, produktivitas dan variance produktivitas

tidak terdapat autokorelasi. Dengan kata lain maka H0 diterima.

Uji Heterokedastisitas

Salah Satu asumsi dalam regresi OLS adalah distribusi residual/eror sama

(homoskedastis). Jika eror tidak memiliki keragaman yang konstan maka

persamaan mengandung masalah heteroskedastisitas. Pengujian heterokedastisitas

dilakukan pada kedua fungsi, yaitu fungsi produktivitas dan fungsi variance

produktivitas bawang daun di Desa Ciputri. Pengujian ini dilakukan dengan uji

Breusch-Pagan-Godfrey dengan Eviews 9. Hipotesis yang digunakan dalam

menetukan ada atau tidaknya heterokedastisitas dalam model persamaan regresi

adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat Heterokedastisitas (Homokedastis)

H1 : Terdapat Heterokedastisitas

Menerima atau menolak hipotesis awal dilakukan dengan membandingkan

nilai prob. Chi-Square pada Obs*R-square dengan alfa yang dipilih, yaitu 20

persen. Tabel dibawah ini merupakan hasil output Eviews versi 9 untuk uji

heterokedastisitas dengan Breusch-Pagan-Godfrey.

Tabel 14 Hasil Pengujian Heterokedastisitas

Fungsi Kriteria Uji

Obs*R-square Prob. Chi-Square

Produktivitas 5,778158 0,5659

Variance Produktivitas 4,579270 0,7112

Page 52: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

36

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai prob. Chi-square dikedua fungsi

untuk deteksi heterokedastisitas bernilai lebih dari taraf nyata yang digunakan yaitu

0,200. Dengan demikian H0 diterima, atau dengan kata lain dikedua fungsi,

produktivitas dan variance produktivitas tidak terdapat heterokedastisitas.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Bawang Daun

Produktivitas bawang daun dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi input.

Beberapa faktor produksi input yang mempengaruhi produktivitas bawang daun

dapat dilihat dari hasil analisis produktivitas rata-rata. Variabel dependen adalah

fungsi produktivitas, sedangkan variabel independennya adalah faktor-faktor

produksi input yaitu bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida cair, pestisida

padat, dan tenaga kerja.

Hasil pendugaan model fungsi produktivitas diatas penghasilkan koefisien

determinasi (R-square) sebesar 92,507 persen. Nilai tersebut memiliki arti bahwa

keragaman produktivitas bawang daun dapat dijelaskan secara bersama-sama

dengan faktor produksi bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, insektisida, fungisida

cair, fungisida padat, dan tenaga kerja sebesar 92,507 persen, sisanya dijelaskan

oleh variabel lain diluar model seperti hama, penyakit, serta kondisi cuaca atau

musim.

Tabel 15 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produktivitas Bawang Daun

Model Koefisien Model t-hitung Signifikansi

Konstanta 0.583122 0.834008 0.4655

Bibit -0.149008 -0.609611 0.5852

Pupuk Kandang 0.353487 1.571506 0.2141

Pupuk Kimia 0.464908 2.742634 0.0712

Insektisida -0.088633 -0.797519 0.4834

Fungisida Cair -0.111022 -2.079491 0.1291

Fungisida Padat 0.154801 1.708546 0.1861

Tenaga Kerja -0.674827 -3.449713 0.0409

Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas pada tabel diatas, maka

fungsi produktivitas bawang daun dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut:

Ln Produktivitas = 0,583122 - 0,149008 Ln Bibit + 0,353487 Ln Pupuk Kandang

+ 0,464908 Ln Pupuk Kimia - 0,088633 Ln Insektisida -

0,111022 Ln Fungisida Cair + 0,154801 Ln Fungisida Padat –

0,674827 Ln Tenaga Kerja

Hasil pendugaan menunjukkan nilai F-hitung sebesar 5,2910 yang berpengaruh

nyata pada taraf nyata 20 persen. Nilai F-hitung yang berpengaruh nyata ini

menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi input secara bersama-sama

berpengaruh nyata terhadap nilai produktivitas bawang daun yang diproduksi.

Faktor-faktor produksi dalam fungsi produktivitas diduga menjadi faktor yang

mempengaruhi produktivitas bawang daun. Perhitungan pendugaan model fungsi

Page 53: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

37

produktivitas dengan bantuan Eviews menunjukkan ada beberapa faktor produksi

input yang tidak berpegaruh nyata terhadap produktivitas bawang daun pada taraf

nyata 20 persen. Beberapa faktor produksi input yang berpengaruh nyata pada taraf

nyata 20 persen adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, dan tenaga kerja.

Pestisida cair dan padat memiliki nilai signifikansi yang lebih dari 0,200 sehingga

faktor produksi input tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas

bawang daun.

Bibit

Bibit memiiliki nilai signifikansi 0.5852, dengan demikian pupuk kandang

tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang daun pada taraf nyata 20

persen. Perhitungan dengan Eviews, nilai pendugaan parameter untuk variabel bibit

adalah -0.149008. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan bibit bawang

daun sebesar satu persen akan menrunkan produktivitas bawang daun sebesar

0,149008 persen dengan asumsi input variabel lainnya tetap.

Bibit yang digunakan oleh petani responden berasal dari tunas atau anakan

bawang daun. Bibit langsung ditanam pada bedengan yang telah disiapkan setelah

dicabut dari tanah dan dipisahkan dari induk bawang daun yang dipanen dan akan

dijual. Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang dianjurkan oleh Balai

Penelitian Tanaman Sayuran, yaitu pengguanan bibit dari tunas sebaikanya

diberikan perlakuan terlebih dahulu sebelum ditanam, yaitu dengan mengurangi

perakaran agar mengurangi penguapan selama pemeliharaan. Namun petani

responden tidak melakukan perlakuan tersebut. Hal tersebut diduga akan

mengurangi produktivitas rata-rata bawang daun di Desa Ciputri.

Pupuk Kandang

Nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk kandang bernilai positif, yaitu

sebesar 0.353487 dengan nilai signifikansi lebih dari 0,200 yaitu sebesar 0.2141.

Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa pupuk kandang tidak berpengaruh nyata

terhadap produktivitas bawang daun. Nilai koefisien yang positif memiliki arti

bahwa jika pupuk kandang ditingkatkan penggunaannya sebesar satu persen, maka

akan meningkatkan produktivitas sebesar 0,353487 persen.

Pupuk kandang yang digunakan oleh petani-petani responden adalah pupuk

sisa kotoran ternak ayam dan campuran sekam dari peternakan ayam broiler. Pupuk

kandang yang digunakan oleh petani responden adalah pupuk kandang yang telah

kering yang didapatkan dari peternakan. Pupuk kandang dapat meningkatkan

produktivitas bawang daun karena pupuk kandang tersebut telah dikeringkan atau

tidak basah. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa

produktivitas akan menurun ketika pemberian pupuk kandang yang digunakan

masih basah atau langsung diberikan dari kandang ternak ke lahan, karena pupuk

kandang yang masih basah mengandung amoniak yang tidak baik bagi tanaman.

(Pratiwi 2011).

Pupuk Kimia

Nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk kimia bernilai positif, yaitu

sebesar 0.464908 dengan nilai signifikansi kurang dari 0,200 yaitu sebesar 0.0712.

Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa pupuk kimia berpengaruh nyata terhadap

produktivitas baawang daun. Nilai koefisien yang positif memiliki arti bahwa jika

Page 54: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

38

pupuk kandang ditingkatkan penggunaannya sebesar satu persen, maka akan

meningkatkan produktivitas sebesar 0,0712 persen.

Pupuk kimia yang digunakan paling banyak oleh petani responden adalah

pupuk phonska yaitu sebanyak 25 responden. Pupuk phonska memiliki kandungan

yang cukup lengkap, yaitu terdapat unsur Nitrogen, Pospat, Kalium, dan Sulfur.

Selain sebagai unsur hara, pupuk phonska juga berguna untuk menjadikan batang

bawang daun lebih tegak, kuat, dan dapat mengurangi risiko rebah tanaman. Selain

itu tanaman bawang daun akan lebih hijau dan segar karena pupuk phonska banyak

mengandung butir hijau daun. Hal tersebut diduga yang menyebabkan pupuk kimia

dapat meningkatkan produktivitas bawang daun di Desa Ciputri.

Insektisida

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai pendugaan parameter untuk variabel

pestisida cair bernilai negatif yaitu sebesar -0.088633. Nilai ini memiliki arti bahwa

penambahan pestisida cair sebesar satu persen akan menurunkan produktivitas

bawang daun sebesar 0,088633 persen. Namun nilai signifikansi untuk pestisida

cair masih menunjukkan nilai yang lebih dari 0,200 yaitu sebesar 0.4834 yang

berarti penggunaan pestisida cair tidak berpengaruh secara nyata terhadap

produktivitas bawang daun.

Insektisida yang tidak berpengaruh nyata diduga disebabkan karena

penggunaan insektisida tidak terlalu diperlukan pada musim taman di musim

penghujan. Pada saat dilakukan pengambilan data, umumnya petani-petani bawang

daun menghadapi kendala mengenai penyakit yang disebabkan kabut dan cuaca,

sedangkan hama seperti ulat dan serangga hanya sedikit jumlahnya yang ditemukan

dalam proses budidaya. Selain itu penggunaan insektisida ini rutin dilakukan oleh

petanu responden, terutama insektisida endure. Insektisda yang dipakai umumnya

untuk membasmi ulat. Serangan ulat tidak terlalu banyak seperti pada musim

kemarau, dengan penggunaan yang rutin maka diduga dosis insektisida yang

digunakan berlebihan dibandingkan dengan serangan hama yang sedikit.

Fungisida Cair

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai pendugaan parameter untuk variabel

pestisida padat bernilai negatif yaitu sebesar -0.111022. Nilai ini memiliki arti

bahwa penambahan fungisida cair sebesar satu persen akan menurunkan

produktivitas bawang daun sebesar 0,111022 persen. Nilai signifikansi untuk

pestisida cair menunjukkan nilai yang kurang dari 0,200 yaitu sebesar 0.1291, yang

berarti penggunaan fungisida cair berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas

bawang daun.

Fungisida cair yang digunakan oleh petani responden adalah Score, Cabrio, dan

Amistar. Menurut literatur penggunaan fungisida cair adalah sebesar satu liter untuk

luas lahan satu hektar, atau jika dikonversikan menjadi 0,1 militer per meter persegi.

Masing-masing penggunaan rata-rata fungisida cair oleh petani responden adalah

score 0,46 ml/m2, Cabrio 1,15 ml/m2, dan Amistar 0,73 ml/m2. Dibandingkan

dengan dosis anjuran, maka penggunaan fungisida cair sudah melebihi dosis. Hal

ini diduga yang menyebabkan fungisida cair dapat menurunkan produktivitas

bawang daun di Desa Ciputri.

Page 55: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

39

Fungisida Padat

Nilai signifikansi untuk variabel fungisida padat adalah 0,1861 yang kurang

dari taraf nyata sebesar 0,200. Dengan demikian variabel ini berpengaruh secara

nyata terhadap produktivitas baawang daun. Sedangkan koefisien fungisida padat

adalah sebesar 0,154801 yang berniali positif. Nilai terebut dapat didartikan bahwa

peningkatan fungisida padat sebesar satu persen akan meningkatkan produktivitas

baawang daun sebesar 0,154801 persen.

Penggunaan fungisida yang berbentuk tepung ini sangat diperlukan dalam

budidaya bawang daun di musim penghujan. Fungisida ini bermanfaat untuk

mengendalikan penyakit seperti busuk daun, dan busuk batang yang banyak

ditemukan pada budidaya bawang daun di musim penghujan. Fungisida padat yang

digunakan oleh petani responden antara lain adalah ridomil, daconil, anntracol,

dithane, dan funguran yang bermanfaat untuk mengatasi penyakit busuk.

Penggunaan pestisida padat yang tepat penggunaannya karena terdapat banyak

penyakit pada musim tanam penghujan diduga dapat meningkatkan produktivitas

bawang daun di Desa Ciputri.

Tenaga Kerja

Nilai signifikansi variabel tenaga kerja sebesar 0,0409 yang kurang dari 0,200

menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap peningkatan

produktivitas bawang daun. Hasil pendugaan parameter untuk variabel tenaga kerja

bernilai negatif sebesar -0,674827. Nilai ini berarti penambahan tenaga kerja satu

persen akan menurunkan produktivitas bawang daun sebesar 0,674827.

Penurunan produktivitas bawang daun akibat penambahan tenaga kerja

menunjukkan terjadi kelebihan tenaga kerja dalam produksi bawang daun. Jumlah

tenaga kerja yang dilibatkan dalam produksi bawang daun perlu disesuaikan dengan

keperluan agar hasil produksi bawang daun tidak menurun. Tenaga kerja yang

bekerja pada produksi bawang daun cukup banyak dibandingkan dengan lahan yang

dimiliki hanya sedikit, terutama pada saat kegiatan panen tenaga kerja akan lebih

banyak karena ada penambahan tenaga kerja panen dari tengkulak yang membeli

hasil panen. Hal ini diduga akan merusak anakan bawang daun yang akan ditanam

kembali untuk siklus produksi selanjutnya.

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi Bawang Daun

Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produktivitas

bawang daun dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance

produktivitas baawang daun. Model pendugaan fungsi variance produktivitas

bawang daun diperoleh dari nilai variance produktivitas sebagai variabel dependent

dan faktor-faktor produksi sebagai variabel independen. Variabel independen yang

digunakan adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida cair, pestisida padat,

dan tenaga kerja. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Eviews versi 9.

Hasil pengolahan data menunjukkan pendugaan fungsi variance produktivitas

bawang daun yang dilakukan petani responden di Desa Ciputri yang dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Page 56: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

40

Tabel 16 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produktivitas Bawang Daun

Model Koefisien Model t-hitung Signifikansi

Konstanta -3.678031 -1.471640 0.1541

Bibit 0.368336 3.969957 0.0006

Pupuk Kandang 0.013454 0.083764 0.9339

Pupuk Kimia -0.442197 -2.359241 0.0268

Insektisida -0.107136 -1.121250 0.2733

Fungisida Cair 0.050787 0.292348 0.7725

Fungisida Padat -0.196376 -1.332006 0.1954

Tenaga Kerja 0.083611 0.586790 0.5628

Berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance produktivitas pada tabel diatas

maka fungsi variance produktivitas bawang daun dapat diduga dengan persamaan

sebagai berikut:

Ln Variance = -3,678031 + 0,368336 Ln Bibit + 0,013454 Ln Pupuk Kandang -

0,442197 Ln Pupuk Kimia - 0,107136 Ln Insektisida + 0,050787 Ln

Fungisida Cair – 0,196376 Ln Fungisida Padat + 0,083611 Ln

Tenaga Kerja

Berdasarkan hasil perhitungan dengan Eviews versi 9, pendugaan fungsi

variance produktivitas bawang daun memiliki nilai R-Square sebesar 58,095

persen. Nilai tersebut memiliki arti bahwa sebesar 58,095 persen keragaman

variance produktivitas bawang daun yang dihasilkan petani responden di Desa

Ciputri dapat dijelaskan secara bersama-sama dengan penggunaan bibit bawang

daun, pupuk kandang, pupuk kimia, insektisida, fungisida cair, fungisida padat, dan

tenaga kerja. Sedangkan sisanya sebesar 41,905 persen keragaman variance

produktivitas bawang daun dijelaskan oleh variabel lain diluar model seperti hama,

penyakit, dan cuaca atau musim.

Hasil perhitungan menunjukkan nilai F-hitung sebesar 4,7532 dengan snilai

signifikansi 0,001824 yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,200. Nilai F-

hitung yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor

produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai variance

produktivitas bawang daun di Desa Ciputri.

Hasil pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan bahwa tidak

semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas

bawang daun. Dari hasil nilai P-Value dapat diketahui faktor produksi apa saja yang

berpengaruh secara signifikan terhadap variance produktivitas bawang daun. Hasil

pendugaan menunjukkan bahwa variabel bibit, pupuk kimia, dan fungisida padat

berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas. Variabel lain seperti pupuk

kandang, insektisida, fungisida cair, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nayata

karena nilai signifikasinya lebih dari 20 persen. Pengaruh masing-masing faktor

produksi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

Page 57: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

41

Bibit

Hasil pendugaan parameter untuk variabel bibit adalah positif. Hal ini berarti

semakin banyak bibit yang digunakan maka variance produktivitas akan

meningkat. Varaibel bibit merupakan faktor penimbul risiko (risk inducing factor).

Koefisien untuk varaibel bibit adalah 0,368336. Nilai ini memiliki arti bahwa

peningkatan bibit sebanyak satu persen akan meningkatkan variance produktivitas

bawang daun sebanyak 0,368336 persen. Nilai signifikansi varaibel bawang daun

adalah kurang dari 0,200, dengan demikian varaibel bibit berpengaruh nyata

terhadap variance produktivitas bawang daun di Desa Ciputri.

Bibit menjadi faktor penimbul risiko sesuai dengan teori just and pope yang

mengatakan bahwa faktor produksi selain pestisida merupakan faktor penimbul

risiko. Selain itu pada petunjuk teknis, penanaman bibit yang berasal dari tunas

sebelumnya diberikan perlakuan pegurangan akar untuk mengurangi penguapan.

Petani Responden di Desa Ciputri tidak melakukan perlakuan tersebut, sehingga

karena hal ini diduga akan meningkatkan risiko produksi atau variance

produktivitas bawang daun.

Pupuk Kandang

Pupuk kadang merupakan faktor penimbul risiko (risk inducing factor), karena

nilai koefisien untuk variabel ini adalah positif. Hasil pendugaan parameter untuk

variabel pupuk kandang bernilai 0,013454. Nilai ini mempunyai arti bahwa setiap

peningkatan pupuk kandang sebesar satu persen, maka akan meningkatkan

variance produktivitas sebesar 0,013454 persen. Namun pupuk kandang tidak

berpengaruh secara nyata terhadap variance produktivitas, karena nila signifikansi

yang lebih dari taraf nyata 20 persen, yaitu 0,9339.

Pupuk kandang yang digunakan oleh petani responden dilakukan sebanyak dua

kali dalam satu siklus produksi. Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis dari

Balai Penelitian Tanaman Sayuran yang menganjurkan pemberian pupuk kandang

sebanyak satu kali pemberian saja. Anjuran pemberian pupuk kandang adalah 1-1,5

kg/m2, namum penggunaan pupuk kandang oleh petani responden rata-rata

mencapai 2,00 kg/m2. Diduga karena pemberiannya yang tidak tepat dan berlebih

maka akan meningkatkan risiko produksi bawang daun. Hasil ini juga sesuai dengan

teori just and pope, bahwa faktor produksi selain pestisida merupakan faktor

penimbul risiko.

Pupuk Kimia

Pupuk kimia berpengaruh secara nyata terhadap variance produktivitas bawang

daun. Ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang kurang dari taraf nyata sebesar 20

persen, yaitu 0,0268. Hasil pendugaan parameter untuk varaibel pupuk kimia

negatif sebesar -0,442197. Nilai ini memiliki arti bahwa jika penambahan pupuk

kimia sebesar satu persen, maka akan meningkatkan variance produktivitas sebesar

0,442197 persen. Koefisien yang bernilai negatif berarti pupuk kimia merupakan

faktor pengurang risiko (risk inducing factor).

Pupuk kimia yang bernilai negatif ini sama dengan penelitian sebelumnya

bahwa pada saat musim penghujan tanaman membutuhkan lebih banyak pupuk

unsur N (Lesmana 2013). Petani responden di Desa Ciputri lebih banyak

menggunakan pupuk kimia jenis ponska yang kandungan bahan aktif nitrogennya

hanya 15 persen. Pupuk yang mengandung nitrogen yang lebih banyak adalah urea

Page 58: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

42

dengan bahan aktif nitrogen sebanyak 46 persen. Dengan demikian sebaiknya

petani menggunakan pupuk urea juga di musim penghujan agar kadar nitrogen

tercukupi.

Insektisida

Pendugaan parameter untuk variabel Insektisida adalah negatif yang bernilai -

0,107136. Nilai ini memiliki arti bahwa peningkatan insektisida sebanyak satu

persen akan mengurangi risiko sebanyak 0,107136 persen. Dengan demikian

variabel insektisida adalah faktor pengurang risiko (risk reducing factor). Namun

variabel ini tidak berpengaruh secara nyata terhadap variance produktivitas. nilai

signifikansi yang diperoleh bernilai lebih dari taraf nyata 20 persen, yaitu sebesar

0,2733.

Penelitian sebelumnya menunjukkan hal yang sama bahwa penggunaan

insektisida dapat menjadi faktor pengurang risiko (Lesmana 2013). Pada petani

responde di Desa Ciputri menggunakan insektisida sesuai jadwal dan ada juga yang

menggunakannya jika terjadi serangan hama pada bawang daun. Penggunaan

insektisida yang cukup tepat ini diduga dapat mengurangi risiko. Sama halnya

dengan teori just and pope, bahwa pestisida merupakan faktor pengurang risiko atau

variance. Insektisida yang diguanakan petani responden adalah berbentuk cair.

Insektisida yang digunakan adalah Endure, Decis, Winder, Curacron, Ludo,

Prevathon, Bestox, dan Tridamex.

Fungisida Cair

Variabel fungisida cair dalam penelitian ini termasuk kedalam faktor penimbul

risiko (risk inducing factor). Hal ini ditunjukkan dengan pendugaan parameter

untuk variabel ini bernilai positif, yaitu sebesar 0,050787. Nilai ini memiliki arti

bahwa jika fungisida cair ditingkatkan penggunaannya sebesar satu persen, maka

akan meningkatkan risiko sebesar 0,050787 persen. Namun variabel fungisida cair

ini tidak berpengaruh nyata terhadap risiko atau variance produktivitas bawang

daun. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,200, yaitu sebesar 0,7725.

Fungisida cair diduga dapat meningkatkan risiko produksi bawang daun karena

penggunaan fungisida cair yang melebihi dosis. Fungisida cair yang digunakan

adalah score, cabrio, dan amistar. Penggunaan masing-masing fungisida tersebut

adalah 0,46 ml/m2, 1,15 ml/m2, dan 0,73 ml/m2. Jumlah penggunaan tersebut

melebihi dosis yang dianjurkan sebanyak 0,1 ml/m2. Hal yang sama juga

ditunjukkan pada penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa banyak petani

yang memiliki perilaku lebih baik mencegah daripada mengobati sehingga

penggunaan obat-obatan untuk mengatasi penyakit pada wortel dan bawang daun

di Cianjur dilakukan terus menerus walaupun tidak terdapat tanda adanya penyakit

pada tanaman (Jamilah 2011).

Fungisida Padat

Fungisia padat berpengaruh secara nyata karena nilai signifikansi yang lebih

kecil dari 0,200. Nilai signifikansi varaibel fungisida padat bernilai 0,1954.

Pendugaan parameter untuk variabel fungisida padat bernilai negatif. Nilai ini

menunjukkan bahwa fungisida padat merupakan faktor pengurang risiko (risk

reducing factor). Nilai koefisien untuk variabel fungisida padat adalah -0,196376.

Page 59: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

43

Nilai ini memiliki arti bahwa jika penggunaan fungisida padat ditingkatkan sebesar

satu persen, maka akan mengurangi risiko sebesar 0,196376 persen.

Fungisida padat yang dipakai petani responden adalah Ridomil, Daconil,

Antracol, Dithane, dan Funguran. Petani responden melakukan budidaya bawang

daun pada musim penghujan, dimana banyak ditemukan penyakit busuk pada

bawang daun. Fungisida yang digunakan umumnya untuk mengendalikan penyakit

diduga efektif untuk menngurangi penyakit pada bawang daun. Dengan

penggunaan yang tepat maka dapat mengurangi risiko atau variance produktivitas

pada bawang daun.

Tenaga Kerja

Nilai pendugaan parameter variabel tenaga kerja adalah 0,083611. Tenaga

kerja dalam penelitian ini merupakan faktor penimbul risiko (risk inducing factor).

Nilai tersebut memiliki arti bahwa jika penggunaan tenaga kerja ditingkatkan

sebesar satu persen maka akan meningkatkan risiko sebanyak 0,083611 persen.

Penggunaan tenaga kerja yang berlebih akan menimbulkan risiko. Penggunaan

tenaga kerja oleh petani responden dengan pengetahuan pengelolaan risiko yang

kurang, maka akan meningkatkan risiko produksi bawang daun di Desa Ciputri. Hal

ini diduga yang menyebabkan peningkatan tenaga kerja dapat meningkatkan risiko

bawang daun. Maka diperlukan penyuluhan tentang pengelolaan risiko khususnya

bawang daun dari pemerintah. Tenaga kerja yang mengelola produksi bawang daun

di Desa Ciputri mayoritas belum mengetahui pengelolaan risiko produksi. Pada

bawang daun yang terkena busuk daun atau busuk batang, banyak tenaga kerja yang

hanya membiarkan atau membuang daun/batang yang busuk disekitar kebun. Hal

ini akan menyebabkan penularan penyakit busuk ke tanaman bawang daun yang

masih sehat. Hal tersebut diduga menyebabkan jika adanya peningkatan tenaga

kerja maka akan meningkatkan risiko produksi bawang daun di Desa Ciputri.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Produktivitas dan risiko dalam produksi bawang daun dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor produksi input usahatani bawang daun. Faktor-faktor risiko produksi

yang digunakan oleh petani responden bawang daun di Desa Ciputri adalah Bibit,

Pupuk Kandang, Pupuk Kimia, Insektisida, Fungisida Cair, Fungisida Padat, dan

Tenaga Kerja. Fakto produksi pupuk kimia, fungisida cair, fungisida padat, dan

tenaga kerja berpengaruh secara nyata pada produktivitas bawang daun di Desa

Ciputri. Risiko produksi bawang daun secara nyata dipengaruhi oleh penggunaan

bibit, pupuk kimia, dan Fungisida Padat. Peningkatan penggunaan bibit secara

nyata mempengaruhi peningkatan risiko produksi bawang daun (risk inducing

factor). Peningkatan penggunaan pupuk kimia dan fungisida padat berpengaruh

secara nyata dalam penurunan risiko produksi bawang daun (risk reducing factor).

Page 60: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

44

Saran

1. Petugas Penyuluh Pertanian setempat atau instansi yang terkait sebaiknya

melakukan sosialisasi langsung kepada petani dalam penggunaan faktor-faktor

produksi input bawang daun, agar penggunaannya dapat lebih efisien dan tepat

guna dalam melakukan usahatani bawang daun.

2. Melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada petani dan tenaga kerja pertanian

dalam pengelolaan risiko seperti pada pengelolaan penyakit busuk daun pada

tanaman bawang daun, agar tidak menyebabkan penularan kepada tanaman

lain yang sehat.

3. Petani bawang daun sebaiknya terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan

sosialisasi terkait usahatani khususnya bawang daun. Kegiatan-kegiatan

tersebut dapat menjadi wadah diskusi dalam pengelelolaan faktor produksi dan

risiko yang terjadi pada usahatani bawang daun yang dilakukan petani.

4. Petani responden yang menggunakan bibit dari anakan atau tunas bawang daun

sebaiknya dilakukan perlakuan dengan mengurangi akar anakan bawang daun

agar penguapan dapat dikurangi selama proses pemeliharaan.

5. Penggunaan insektisida sebaiknya dilakukan sesuai dengan keperluan yaitu

jika terdapat hama pada bawang daun. Selain itu penggunaan insektisida

sebainya dilakukan bergantian jenis insektisida. Hal ini dilakukan karena hama

akan kebal jika secara rutin dan terus menerus dibasmi dengan jenis insektisida

yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Ariefianto MD. 2012. Ekonometrika Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan

Eviews. Jakarta (ID): Erlangga.

Assafa MRJ. 2014. Analisis Risiko Produksi Talas (Colocasia Giganteum (L.)

Schott) Di Kelurahan Situ Gede Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

BPBTPH. 2011. Profil Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan

Hortikultura Kecamatan Pacet. Cianjur (ID): Dinas Pertanian Tanaman

Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia Statistical Yearbook of

Indonesia 2011. Jakarta (ID): BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia Statistical Yearbook of

Indonesia 2011. Jakarta (ID): BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia Statistical Yearbook of

Indonesia 2011. Jakarta (ID): BPS.

Cher PA. 2011. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik Pada PT Masada

Organik Indonesia Di Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Page 61: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

45

Jamilah M dan Nurhayati P. 2011. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang

Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Jurnal Forum Agribisnis.

Vol. 1 No. 1, Maret 2011: 2252-5491.

Gujarati DN. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta (ID): Erlangga.

[KEMENTAN] Kementerian Pertanian RI. 2015. Data Produksi Sayuran Provinsi

di Jawa Barat tahun 2010-2014 [internet]. [diacu November 21]. Tersedia

pada: https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_kom.asp

[KEMENTAN] Kementerian Pertanian RI. 2015. Data Luas Panen Sayuran di

Kabupaten Cianjur [internet]. [diacu Desember 26]. Tersedia pada:

https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_kom.asp

Lesmana, T.A. 2013. Analisis Faktor-Faktor Produksi Yang Mempengaruhi Risiko

Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat Di Desa Gekbrong Kabupaten

Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mastra N. 2015. Analisis Risiko Produksi Asparagus (Asparagus officionalis) di

Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Badung Bali [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Pappas JL, Hirschey M. 1995. Ekonomi Manajerial Edisi Keenam. Jakarta (ID):

Binarupa Aksara.

Poerwanto R, Susila AD. 2013. Teknologi Hortikultura. Bogor (ID): IPB Press.

Pope dan Kramer. 1986. Production Uncertainty and Factor Demands for The

Competitive Firm. Southern Economic Journal. 46 (1979): 489-501.

Pratiwi MY. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi

Caisin (Brassica Rapa CV. Caisin) Di Desa Citapen Kecamatan Ciawi

Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Robison LJ dan Barry PJ. 1987. The Competitive Firms’s Response to Risk. London

(UK): Collier Macmillan Publishers.

Rosalina L. 2013. Risiko Produksi Bayam Dan Kangkung Organik, Petani Mitra

Agribusiness Development Center-University Farm IPB [skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Setiawan W, dkk. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Bandung

(ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Sitorus N. 2011. Analisis Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Hidroponik Pada

Parung Farm Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): RajaGrafindo

Persada.

Soekartawi, dkk. 1985. Ilmu Usahtani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani

Kecil. Jakarta (ID): UI Press.

Page 62: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

46

Yamin A. 2012. Analisis Risiko Produksi Tomat Cherry Pada PD Pacet Segar,

Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 63: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

47

LAMPIRAN

Page 64: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
Page 65: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

49

Faktor Risiko Produksi

Internal:

1. Bibit

2. Pupuk Kandang

3. Pupuk Kimia

4. Insektisida

5. Fungisida Cair

6. Fungisida Padat

7. Teanaga Kerja

Faktor Risiko Produksi

Eksternal:

1. Hama

2. Penyakit

Analisis Risiko Model Just and Pope

Pengaruh Faktor Produksi input terhadap risiko produksi

Faktor Penimbul Risiko

(Risk Inducing Factor)

Faktor Pengurang Risiko

(Risk Reducing Factor)

Fluktuasi Produktivitas Bawang Daun

Adanya Risiko Produksi Bawang Daun

Keterangan:

: Batasan Ruang Lingkup Penelitian

Lampiran 1 Kerangka Pemikiran Operasional

Page 66: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

50

Lampiran 2 Peta Wilayah Desa Ciputri

Page 67: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

51

Lampiran 3 Hasil Regresi dan Pengujian Asumsi Klasik Pada Produktivitas

Bawang Daun

Hasil Regresi Produktivitas Bawang Daun Dependent Variable: PRODUKTIVITAS

Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.583122 0.699180 0.834008 0.4655

BIBIT -0.149008 0.244432 -0.609611 0.5852

PUPUK_KANDANG 0.353487 0.224935 1.571506 0.2141

PUPUK_KIMIA 0.464908 0.169511 2.742634 0.0712

INSEKTISIDA -0.088633 0.111135 -0.797519 0.4834

FUNGISIDA_CAIR -0.111022 0.053389 -2.079491 0.1291

FUNGISIDA_PADAT 0.154801 0.090604 1.708546 0.1861

TENAGA_KERJA -0.674827 0.195618 -3.449713 0.0409 R-squared 0.925070 Mean dependent var 1.125766

Adjusted R-squared 0.750234 S.D. dependent var 0.219105

S.E. of regression 0.109501

Sum squared resid 0.035971

F-statistic 5.291073

Prob(F-statistic) 0.099399

Hasil Pengujian Autokorelasi Produktivitas Bawang Daun Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.154209 Prob. F(2,1) 0.8742

Obs*R-squared 2.592901 Prob. Chi-Square(2) 0.2735

Test Equation:

Dependent Variable: RESID

Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.345212 3.062566 0.112720 0.9285

BIBIT -0.002636 0.606348 -0.004347 0.9972

PUPUK_KANDANG -0.085801 0.987909 -0.086851 0.9448

PUPUK_KIMIA 0.048850 0.469986 0.103940 0.9341

INSEKTISIDA -0.024018 0.178282 -0.134717 0.9147

FUNGISIDA_CAIR -0.082599 0.210038 -0.393259 0.7615

FUNGISIDA_PADAT 0.076129 0.448481 0.169748 0.8930

TENAGA_KERJA -0.059204 0.419374 -0.141172 0.9107

RESID(-1) -1.344444 2.984377 -0.450494 0.7305

RESID(-2) -1.572379 9.657403 -0.162816 0.8972 R-squared 0.235718 Mean dependent var -7.85E-17

Adjusted R-squared -6.642817 S.D. dependent var 0.059976

S.E. of regression 0.165808 Durbin-Watson stat 2.057282

Sum squared resid 0.027492

F-statistic 0.034269

Prob(F-statistic) 0.999568

Page 68: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

52

Hasil Pengujian Multikolinearitas Produktivitas Bawang Daun Variance Inflation Factors

Coefficient Uncentered Centered

Variable Variance VIF VIF C 0.488853 448.4717 NA

BIBIT 0.059747 9.631293 2.934221

PUPUK_KANDANG 0.050596 19.21592 1.939410

PUPUK_KIMIA 0.028734 62.19753 8.169848

INSEKTISIDA 0.012351 6.374561 3.937286

FUNGISIDA_CAIR 0.002850 3.129499 1.645782

FUNGISIDA_PADAT 0.008209 294.8081 1.449617

TENAGA_KERJA 0.038267 278.3026 4.078105

Hasil Pengujian Heterokedastisitas Produktivitas Bawang Daun Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.474230 Prob. F(7,3) 0.8125

Obs*R-squared 5.778158 Prob. Chi-Square(7) 0.5659

Scaled explained SS 0.708220 Prob. Chi-Square(7) 0.9983

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2

Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.042922 0.050011 0.858251 0.4539

BIBIT 0.014545 0.017484 0.831902 0.4665

PUPUK_KANDANG 0.003441 0.016089 0.213855 0.8444

PUPUK_KIMIA -0.006844 0.012125 -0.564441 0.6119

INSEKTISIDA -0.005544 0.007949 -0.697426 0.5357

FUNGISIDA_CAIR -0.000992 0.003819 -0.259866 0.8118

FUNGISIDA_PADAT 0.002570 0.006481 0.396504 0.7183

TENAGA_KERJA 0.015712 0.013992 1.122923 0.3432 R-squared 0.525287 Mean dependent var 0.003270

Adjusted R-squared -0.582376 S.D. dependent var 0.006226

S.E. of regression 0.007832 Durbin-Watson stat 4.825561

Sum squared resid 0.000184

F-statistic 0.474230

Prob(F-statistic) 0.812461

Page 69: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

53

Lampiran 4 Hasil Regresi dan Pengujian Asumsi Klasik Pada Variance

Produktivitas Bawang Daun

Hasil Regresi Variance Produktivitas Bawang Daun Dependent Variable: PRODUKTIVITAS

Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.678031 2.499274 -1.471640 0.1541

BIBIT 0.368336 0.092781 3.969957 0.0006

PUPUK_KANDANG 0.013454 0.160611 0.083764 0.9339

PUPUK_KIMIA -0.442197 0.187432 -2.359241 0.0268

INSEKTISIDA -0.107136 0.095551 -1.121250 0.2733

FUNGISIDA_CAIR 0.050787 0.173720 0.292348 0.7725

FUNGISIDA_PADAT -0.196376 0.147429 -1.332006 0.1954

TENAGA_KERJA 0.083611 0.142489 0.586790 0.5628 R-squared 0.580950 Mean dependent var -1.460659

Adjusted R-squared 0.458727 S.D. dependent var 1.873417

S.E. of regression 1.378296 Durbin-Watson stat 1.570849

Sum squared resid 45.59279

F-statistic 4.753201

Prob(F-statistic) 0.001824

Hasil Pengujian Autokorelasi Variance Produktivitas Bawang Daun Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.039196 Prob. F(2,22) 0.3705

Obs*R-squared 2.762167 Prob. Chi-Square(2) 0.2513 Test Equation:

Dependent Variable: RESID

Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.184378 2.502836 -0.073668 0.9419

BIBIT -0.015817 0.097608 -0.162048 0.8727

PUPUK_KANDANG -0.033146 0.164770 -0.201167 0.8424

PUPUK_KIMIA 0.003827 0.190433 0.020095 0.9841

INSEKTISIDA 0.030635 0.100050 0.306199 0.7623

FUNGISIDA_CAIR -0.092960 0.185135 -0.502123 0.6206

FUNGISIDA_PADAT 0.004985 0.149132 0.033425 0.9736

TENAGA_KERJA 0.002845 0.142294 0.019992 0.9842

RESID(-1) 0.317010 0.237791 1.333146 0.1961

RESID(-2) -0.196218 0.234287 -0.837514 0.4113 R-squared 0.086318 Mean dependent var -1.03E-15

Adjusted R-squared -0.287461 S.D. dependent var 1.212739

S.E. of regression 1.376050 Durbin-Watson stat 2.051771

Sum squared resid 41.65733

F-statistic 0.230932

Prob(F-statistic) 0.986049

Page 70: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

54

Hasil Pengujian Multikolinearitas Variance Produktivitas Bawang Daun Variance Inflation Factors

Coefficient Uncentered Centered

Variable Variance VIF VIF C 6.246369 105.2186 NA

BIBIT 0.008608 6.672616 1.276831

PUPUK_KANDANG 0.025796 3.024728 1.471081

PUPUK_KIMIA 0.035131 13.79444 1.643813

INSEKTISIDA 0.009130 3.386516 1.304934

FUNGISIDA_CAIR 0.030178 4.900386 1.385065

FUNGISIDA_PADAT 0.021735 84.07022 1.388349

TENAGA_KERJA 0.020303 27.05011 1.285891

Hasil Pengujian Heterokedastisitas Variance Produktivitas Bawang Daun Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.572572 Prob. F(7,24) 0.7709

Obs*R-squared 4.579270 Prob. Chi-Square(7) 0.7112

Scaled explained SS 2.924199 Prob. Chi-Square(7) 0.8919

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2

Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 6.830002 4.161123 1.641384 0.1138

BIBIT 0.147607 0.154474 0.955544 0.3488

PUPUK_KANDANG 0.057369 0.267407 0.214539 0.8319

PUPUK_KIMIA 0.411073 0.312061 1.317283 0.2002

INSEKTISIDA 0.092788 0.159086 0.583258 0.5652

FUNGISIDA_CAIR 0.167788 0.289231 0.580116 0.5672

FUNGISIDA_PADAT 0.136521 0.245459 0.556187 0.5832

TENAGA_KERJA -0.034627 0.237235 -0.145963 0.8852 R-squared 0.143102 Mean dependent var 1.424775

Adjusted R-squared -0.106826 S.D. dependent var 2.181220

S.E. of regression 2.294770 Durbin-Watson stat 2.010798

Sum squared resid 126.3833

F-statistic 0.572572

Prob(F-statistic) 0.770908

Page 71: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN DI DESA … · Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di

55

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Agustus 1993 dari ayah Hulman

Hotman Napitupulu dan Ibu Adisasmita Sitohang. Penulis adalah anak pertama dari

empat bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA N 9 Bogor. Penulis diterima

di Program Sarjana Agribisnis sebagai angkatan Alih Jenis Lima (AJ5) melalui jalur

tes untuk Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis pada tahun 2014. Penulis sebelumnya

telah menyelesaikan pendidikan Diploma Tiga di Institut Pertanian Bogor dengan

Program Keahlian Manajemen Agribisnis selama tahun 2011 hingga 2014.

Selama mengikuti perkuliahan di Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis, penulis

aktif berpartisipasi dalam organisasi sebagai anggota departemen hubungan

masyarakat Forum Of Agribusiness Transfer Program Student (FASTER) Periode

Kepengurusan 2014-2015. Penulis juga aktif dalam kepengurusan pemuda di HKBP

Bincarung Bogor pada periode 2014-2015.